Anda di halaman 1dari 14

BAB 59

METABOLISME ZAT GIZI

Metabolisme adalah semua proses transformasi kimia dan energi yang terjadi dalam tubuh.
Oksidasi zat-zat gizi (karbohidrat, lemak, dan protein) menghasilkan karbon dioksida, air,
dan ikatan fosfat berenergi tinggi yang penting bagi proses kehidupan. Ikatan fosfat berenergi
tinggi yang paling penting adalah adenosin trifosfat (ATP) (gambar 59-1). Molekul yang ada
di mana-mana merupakan tempat penyimpanan energi tubuh, menyediakan energi yang
berperan dalam seluruh proses fisiologis dan reaksi kimia yang penting. Mungkin proses
intraseluler paling penting yang membutuhkan energi dari proses hidrolisis ATP adalah
pembentukan rangkaian peptida antara asam-asam amino selama sintesis protein. Kontraksi
otot rangka tidak dapat terjadi tanpa adanya energi dari proses hidrolisis ATP. ATP yang
berasal dari metabolisme zat-zat gizi berperan dalam menyediakan energi untuk mengangkut
ion-ion melalui membran sel sehingga dapat mempertahankan penyebaran ion-ion tersebut,
yang penting untuk perambatan impuls saraf. Pada tubulus ginjal, sekitar 80% ATP
digunakan untuk transport ion-ion membran. Selain fungsinya sebagai transfer energi, ATP
juga berperan sebagai prekursor dari adenosin monofosfat (cAMP).
Pada orang dewasa, keluaran energi total sekitar 39 kkal/kg pada pria dan 34 kkal/kg
pada wanita. Sekitar 20 kkal/kg dikeluarkan untuk metabolisme basal yang berperan dalam
mempertahankan pemenuhan kebutuhan energi yang penting bagi hidup. Dalam keadaan
istirahat, kalori yang dikeluarkan untuk pengeluaran basal adalah sekitar 1,1 kkal/menit, yang
membutuhkan oksigen 200 hingga 250 mL/menit. Adanya aktivitas akan meningkatkan
kebutuhan kalori sesuai dengan keluaran energi yang dibutuhkan (tabel 59-1). Nilai kalori
karbohidrat, lemak, dan protein berturut-turut adalah sekitar 4,1 kkal/g, 9,3 kkal/g, dan 4,1
kkal/g. Lemak membentuk simpanan energi yang paling besar karena massanya yang lebih
besar dan nilai kalorinya yang tinggi (gambar 59-2) (Berne dkk, 2004). Sebenarnya bentuk
utama dimana tersimpan energi kimia potensial dalam tubuh adalah lemak (trigliserida).
Densitas kalori yang tinggi dan sifat hidrofobik dari trigliserida membuat penyimpanan
energi yang cukup tanpa akibat osmotik yang merugikan.
METABOLISME KARBOHIDRAT
Hati adalah tempat metabolisme karbohidrat yang mengatur pembentukan dan penyimpanan
glukosa berdasarkan kebutuhan metabolisme. Sekurangnya 99% dari seluruh energi yang
berasal dari karbohidrat digunakan untuk membentuk ATP dalam sel. Hasil akhir dari
pencernaan karbohidrat di saluran cerna adalah glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Setelah
diabsorpsi ke sirkulasi, fruktosa dan galaktosa secara cepat diubah menjadi glukosa. Sehingga
glukosa merupakan molekul yang paling banyak dalam metabolisme karbohidrat. Glukosa ini
harus diangkut melalui membran sel menuju sitoplasma seluler sebelum dapat digunakan
oleh sel-sel. Pengangkutan ini menggunakan protein pembawa yang dikenal sebagai difusi
yang diperantarai pembawa, yang ditingkatkan oleh insulin. Segera memasuki sel, glukosa
diubah menjadi glukosa-6-fosfat di bawah pengaruh enzim glukokinase. Fosforilasi glukosa
ini mencegah keluarnya glukosa dari sel kembali ke sirkulasi.
Janin memperoleh hampir seluruh energinya dari glukosa yang didapat dari sirkulasi
ibunya. Segera setelah lahir, simpanan glikogen bayi cukup untuk menyediakan glukosa
hanya untuk beberapa jam. Selanjutnya proses glukoneogenesis terbatas pada bayi baru lahir.
Akibatnya bayi baru lahir rentan terhadap terjadinya hipoglikemia.

Glikogen
Setelah masuk ke dalam sel, glukosa dapat segera digunakan untuk mengeluarkan energi ke
sel atau dapat disimpan sebagai polimer glukosa yang disebut glikogen. Meskipun semua sel
dapat menyimpan sekurangnya beberapa glukosa dalabentuk glikogen, hati dan otot rangka
adalah yang paling utama dapat menyimpan glikogen dalam jumlah besar. Kemampuan
membentuk glikogen memungkinkannya menyimpan karbohidrat dalam jumlah besar tanpa
mengubah tekanan osmotik cairan intraseluler secara signifikan. Pemecahan glikogen
dikatalisasi oleh aktivasi fosforilase di hati dan otot rangka melalui kerja epinefrin pada
reseptor beta.
Glukoneogenesis
Glukoneogenesis adalah pembentukan glukosa dari asam-asam amino dan bagian gliserol
lemak. Proses ini terjadi pada saat simpanan karbohidrat tubuh menurun di bawah kadar
normal. Sekitar 60% asam amino dari protein tubuh dapat diubah dengan mudah menjadi
karbohidrat, sedangkan sisanya yang 40% memiliki susunan kimia yang membuatnya sulit
diubah.
Glukoneogenesis dirangsang oleh hipoglikemia. Selain itu pengeluaran kortisol yang
terus menerus memobilisasi protein, membuatnya tersedia dalam bentuk asam amino untuk
glikoneogenesis, khususnya di hati. Tiroksinjuga mampu meningkatkan laju
glukoneogenesis.
Tabel. 59-1. Perkiraan Keluaran Energi pada Orang Dewasa
Aktivitas Kalori yang Dikeluarkan (kkal/menit)
Basal 1,1
Duduk 1,8
Berjalan (2,5 mil/hari) 4,3
Berjalan (4 mil/hari) 8,2
Naik tangga 9,0
Berenang 10,9
Bersepeda (13 mil/hari) 11,1

Keluaran Energi dari Glukosa


Glukosa dipecah secara progresif, dan energi yang dihasilkan digunakan untuk membuat
ATP. Setiap mol glukosa yang telah dipecah menjadi karbon dioksida dan air, total akhirnya
menghasilkan 38 mol ATP. Cara yang paling penting bagaimana energi dikeluarkan dari
molekul glukosa adalah dengan proses glikolisis dan oksidasi hasil akhir glikolisis
berikutnya. Glikolisis adalah pemecahan molekul glukosa menjadi dua molekul piruvat, yang
masuk ke dalam mitokondria. Di mitokondria, piruvat diubah menjadi asetil koenzim A
(CoA), yang masuk ke dalam siklus asam sitrat (siklus asam trikarboksilat atau siklus Krebs)
dan diubah menjadi karbon dioksida dan ion hidrogen dengan pembentukan sejumlah besar
ATP (fosforilasi oksidatif) (gambar 59-3). Fosforilasi oksidatif terjadi hanya di mitokondria
dan dengan adanya oksigen dalam jumlah yang adekuat.
Glikolisis Anaerob
Tanpa adanya oksigen dalan jumlah yang adekuat, sejumlah kecil energi dapat dikeluarkan ke
sel melalui proses glikolisis anaerob karena perubahan glukosa menjadi piruvat tidak
membutuhkan oksigen. Sebenarnya karbohidrat merupakan satu-satunya zat gizi yang dapat
membentuk ATP tanpa oksigen. Pengeluaran energi glikolisis ke dalam sel ini dapat
menyelamatkan hidup selama beberapa menit dari seharusnya oksigen tidak tersedia.
Selama proses glikolisis anaerob, sebagian besar asam piruvat diubah menjadi asam
laktat, yang menyebar secara cepat keluar sel menuju cairan ekstraseluler. Pada saat oksigen
tersedia kembali, asam laktat ini dapat diubah kembali menjadi glukosa. Pengembalian ini
kebanyakan terjadi di hati. Dengan demikian, penyakit hati yang berat dapat mempengaruhi
kemampuan hati dalam mengubah asam laktat menjadi glukosa, yang mengakibatkan
terjadinya asidosis metabolik.
METABOLISME LEMAK
Lemak terdiri dari fosfolipid, trigliserida, dan kolesterol. Moiety lemak dasar fosfolipid dan
trigliserida adalah asam lemak. Asam lemak adalah asam orhanik hidrokarbon rantai panjang
yang, bila berikatan dengan albumin, dikenal dengan asam lemak bebas (gambar 59-4). Salah
satu peran penting asam lemak bebas adalah sebagai prekursor prostaglandin. Fosfolipid
terdiri dari lesitin, sefalin, dan sfingomielin, yang terutama dibentuk di hati dan penting bagi
pembentukan mielin dan membran sel. Struktur dasar dari molekul trigliserida adalah tiga
asam lemak rantai panjang yang berikatan dengan satu molekul gliserol (gambar 59-5).
Trigliserida, setelah diabsorpsi dari saluran cerna, diangkut di limfe dan kemudian melalui
duktus torasikus, menuju sirkulasi dalam bentuk tetesan yang dikenal dengan kilomikron.
Kilomikron dibersihkan dengan cepat dari sirkulasi dan disimpan pada jaringan lemak dan
otot rangka melalui kapiler yang dilewatinya. Trigliserida digunakan oleh tubuh terutama
untuk menyediakan energi bagi proses metabolisme yang sama dengan yang diisi oleh
karbohidrat. Kolesterol tidak mengandung asam lemak, tapi nukleus sterol nya dibentuk dari
proses degradasi produk-produk molekul asam lemak, sehingga banyak memberikan
karakteristik fisik dan kimia seperti yang dimiliki lemak (gambar 59-6).
Lipoprotein disintesis terutama di hati dan merupakan gabungan dari fosfolipid,
trigliserida, kolesterol, dan protein (tabel 59-2). Fungsi lipoprotein adalah menyediakan
mekanisme pengangkutan lemak ke seluruh tubuh. Lipoprotein dikelompokkan berdasarkan
densitasnya, yang berbanding terbalik dengan kandungan lemaknya (lihat tabel 58-2) (lihat
bab 32). Seluruh kolesterol di plasma terdapat pada kompleks lipoprotein, dengan lipoprotein
densitas rendah (low-density lipoprotein = LDL) yang menggambarkan komponen kolesterol
yang paling banyak pada plasma. LDL ini menyediakan kolesterol untuk jaringan, yang
merupakan komponen penting membran sel dan digunakan pada sintesis kortikosteroid dan
hormon seks.
Di hati, LDL dibawa oleh endositosis yang diperantarai mediator. Suatu sistem kontrol
umpan balik intrinsik dapat meningkatkan produksi kolesterol dari dalam pada saat asupan
dari luar menurun, menunjukkan efek penurunan sedang yang relatif pada kadar kolesterol
plasma yang disebabkan oleh diet rendah kolesterol. Jika peningkatan sintesis kolesterol
endogen ini dihambat oleh obat-obatan yang menghambat hidroksimetilglutaril koenzim A
(HMG-CoA) reduktase, akan ada penurunan yang cukup besar pada kadar kolesterol plasma.

Tabel 59-2. Komposisi Lemak dalam Plasma


Fosfolipid Trigliserid Kolesterol Ester Protein Densitas
(%) (%) Bebas (%) Kolestero (%)
l
Kilomikron 3 90 2 3 2 0,94
LDL 21 6 7 46 20 1,019 – 1,063
HDL 25 5 4 16 50 1,063 – 1,21
IDL 20 40 5 25 10 1,006 – 1,019
VLDL 17 55 4 18 8 0,94 – 1,006

Obat-obatan yang secara selektif menghambat HMG-CoA dikenal sebagai statin.


Statin secara efektif menurunkan kadar kolesterol LDL plasma dan nampaknya menyediakan
perlindungan melawan penyakit jantung akut, yang mungkin menggambarkan efek anti
inflamasi. Selain itu, statin menurunkan kadar trigliserida plasma dan meningkatkan kadar
kolesterol dalam tingkat sedang. Obat-obatan yang berikatan dengan garam empedu
(kolestiramin, kolestipol) mencegah kolesterol kembali masuk ke sirkulasi yang merupakan
bagian sirkulasi enterohepatik. Kerugian menggunakan obat-obatan yang berikatan dengan
garam empedu untuk menurunkan kadar kolesterol plasma adalah dapat meningkatkan kadar
trigliserida plasma.
Langkah pertama dalam menggunakan trigliserida sebagai energi adalah hidrolisis
menjadi asam lemak dan gliserol dan selanjutnya adalah mengangkut produk-produk tersebut
ke jaringan-jaringan, dimana mereka dioksidasi. Hampir semua sel, kecuali sel otak, dapat
menggunakan asam lemak yang dapat ditukar dengan glukosa sebagai energi. Degradasi dan
oksidasi asam lemak terjadi hanya di mitokondria, yang menyebabkan pengeluaran dua
fragmen karbon (beta oksidasi) secara progresif dalam bentuk asetil koA (gambar 59-7).
Molekul-molekul asetil koA ini masuk ke dalam siklus asam sitrat dengan cara yang sama
dengan asetil koA yang terbentuk dari piruvat selama metabolisme glukosa, yang akhirnya
menghasilkan pembentukan ATP. Di hati, dua molekul asetil koA yang terbentuk dari
degradasi asam lemak dapat digabung menjadi bentuk asam asetoasetat (lihat gambar 59-7).
Sejumlah besar asam asetoasetat diubah menjadi asam beta-hidroksibutirat dan sedikit aseton.
Tanpa adanya metabolisme karbohidrat yang adekuat (pada starvasi atau diabetes melitus),
sejumlah besar asam asetoasetat, asam beta-hidroksibutirat, dan aseton mengumpul di darah
membentuk ketosis karena hampir seluruh energi tubuh berasal dari metabolisme lemak.
Berbeda dengan glikogen, sebagian besar lemak dapat disimpan di jaringan lemak dan
di hati. Fungsi utama jaringan lemak adalah menyimpan trigliserida hingga dibutuhkan oleh
tubuh. Epinefrin dan norepinefrin mengaktifkan trigliserida lipase di sel, yang menyebabkan
perpindahan asam lemak.
!
METABOLISME PROTEIN
Sekitar 75% dari unsur padat tubuh adalah protein (tabel 59-3). Seluruh protein dibentuk oleh
20 asam amino yang sama, dan beberapa diantaranya harus dipenuhi dari asupan makanan
karena mereka tidak dibentuk dari dalam (asam amino esensial) (tabel 59-4).
Tabel 59-3. Jenis-jenis Protein
Globuler Fibrosa Terkonjugasi
Albumin Kolagen Mukoprotein
Globulin Serabut elastis Komponen-komponen struktur sel
Fibrinogen Keratin
Hemoglobin Aktin
Enzim Miosin
Nukleoprotein
Sintesis asam amino secara endogen sangat tergantung pada pembentukan asam alfa-keto
yang sesuai. Contohnya, piruvat yang dibentuk selama proses glikolitik pemecahan glukosa
adalah asam leto prekursor alanin. Masing-masing asam amino memiliki kelompok asam
(COOH) dan radikal nitrogen, biasanya digambarkan oleh satu kelompok amino (gambar 59-
8). Pada protein, asam amino terhubung menjadi rantai panjang oleh rangkaian peptida.
Bahkan protein yang paling kecil memiliki karakter dengan lebih dari 20 asam amino yang
dihubungkan oleh rangkaian peptida, sedangkan protein kompleks meiliki asam amino
sebanyak 100.000. Selain itu, lebih dari 1 rantai asam amino pada protein dapat diikat secara
bersamaan oleh ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, dan kekuatan elektrostatis. Jenis protein
yang dibentuk oleh sel ditentukan secara genetik.
Tabel 59-4. Asam Amino
Esensial Non Esensial
Arginin Alanin
Histidin Asparagin
Isoleusin Asam aspartat
Leusin Sistein
Lysin Asam glutamat
Metionin Glutamin
Fenilalanin Glisin
Treonin Prolin
Triptofan Serin
Valin Tirosin

Asam amino merupakan asam yang relatif kuat dan yterdapat di darah terutama dalam
bentuk terionisasi. Meskipun setelah makan, kadar asam amino darah hanya meningkat
beberapa miligram, menggambarkan keluaran yang cepat, khususnya oleh hati. Perjalanan
asam amino menuju sel membutuhkan mekanisme transport aktif, karena substansi ini terlalu
besar untuk melewati saluran di membran sel. Pada tubulus renal proksimal, asam amino
yang telah masuk filtrat glomerulus secara aktif diangkut kembali ke darah. Mekanisme
transport ini lebih tinggi di atas asam amino yang nampak di urin. Pada orang normal,
bagaimanapun kehilangan asam amino melalui urin setiap harinya dapat diabaikan.
Simpanan Asam Amino
Segera setelah masuk ke dalam sel, asam amino dikonjugasi di bawah pengaruh enzim
intraseluler menuju protein seluler. Sebagai akibatnya, kadar asam amino di dalam sel tetap
rendah. Memang simpanan asam amino dalam jumlah besar tidak terjadi, tetapi substansi-
substansi ini lebih disimpan sebagai protein di hati, ginjal, dan mukosa gastrointestinal.
Meski demikian protein ini dapat dengan cepat dipecah kembali menjadi asam amino dengan
pengaruh enzim-enzim pencernaan liposom intraseluler. Asam amino yang dihasilkan
kemudian dapat diangkut keluar sel menuju darah untuk mempertahankankadar asam amino
plasma yang optimal. Jaringan dapat mensintesis protein baru dari asam amino di darah.
Respon ini khususnya sangat jelas berkaitan dengan sintesis protein pada sel kanker. Sel-sel
kanker adalah pengguna asam amino yang sangat besar, dan secara terus menerus, protein di
jaringan lainnya akan berkurang secara menyolok.

Protein Plasma
Protein plasma ditunjukkan oleh (a) albumin, yang menyediakan tekanan osmotik koloid; (b)
globulin yang penting untuk imunitas alami dan didapat; dan (c) fibrinogen, yang berpolimer
menjadi benang fibrin panjang selama penggumpalan darah. Pada dasarnya, seluruh seluruh
albumin dan fibrinogen plasma dan sekitar 60% hingga 80% globulin dibentuk di hati. Sisa
dari globulin dibentuk di jaringan limfoid dan sel-sel lain dari sistem retikuloendotelial. Laju
pembentukan protein plasma oleh hati dapat meningkat pesat pada situasi, seperti luka bakar
berat, dimana terjadi kehilangan sebagian besar cairan dan protein melalui jaringan yang
gundul. Laju sintesis protein plasma oleh hati tergantung kadar asam amino dalam darah.
Meskipun dalam keadaan starvasi atau penyakit yang menyebabkan tubuh sangat lemah,
perbandingan antara protein jaringan total dengan protein plasma total pada tubuh relatif
menetap yaitu sekitar 33 : 1. Oleh karena keseimbangan yang dapat berubah antara protein
plasma dengan protein pada bagian tubuh lainnya, salah satu terapi yanmg paling efektif
untuk defisiensi protein akut adalah pemberian protein plasma intra vena. Dalam beberapa
jam, asam amino dari protein yang diberikan akan terdistribusi melalui sel-sel tubuh untuk
membentuk protein dimana mereka dibutuhkan.
Albumin
Albumin merupakan protein plasma yang paling banyak dan khusunya berperan dalam
mempertahankan tekanan osmotik plasma. Selain itu, albumin penting sebagai pengangkut
substansi-substansi yang terikat dalam plasma sering termasuk obat-obatan yang diberikan
dari luar. Sintesis albumin normal per harinya adalah sekitar 10 g dan waktu paruh protain ini
sekitar 22 hari. Dengan demikian, kadar albumin serum tidak akan terlihat menurun pada
gagal hati akut fase awal. Sitokin yang berhubungan dengan sepsis dapat mempengaruhi
produksi albumin hati.

Faktor Koagulasi
Hepatosit adalah tempat pembentukan semua faktor koagulasi kecuali faktor von Willebrand
dan faktor VIIIC. Koagulasi dapat dihambat dengan cepat oleh gagal hati akut yang
menggambarkan pendeknya waktu paruh plasma (faktor VII 100 hingga 300 menit). Vitamin
K (pengeluarannya tergantung dari garam empedu) penting untuk perubahan beberapa faktor
pembekuan (protrombin, antitrombin, protein S dan protein C).

Peran Protein untuk Energi


Setelah sel mengandung jumlah protein yang maksimal, penambahan asam amino pun di
deaminasi (deaminasi oksidatif) menjadi asam keto yang dapat memasuki siklus asam sitrat
untuk menjadi energi atau disimpan sebagai lemak. Deaminasi kelebihan asam amino juga
dapat bersamaan dengan perubahan pada satu kelompok asam amino dari asam amino yang
satu menjadi asam amino yang lain (transaminasi). Ammonia yang dihasilkan dari
transaminasi diubah menjadi urea di hati untuk diekskresi oleh ginjal. Dengan demikian,
gagal hati akut bermanifestasi terjadinya penumpukan kadar racun ammonia. Asam amino
tertentu yang terdeaminasi sama dengan produk hasil pemecahan dari metabolisme glukosa
dan asam lemak. Contohnya, alanin terdeaminasi adalah asam piruvat, yang dapat diubah
menjadi glukosa atau glikogen, atau dapat menjadi asetil koA, yang dipolimerisasikan
menjadi asam lemak. Perubahan asam amino menjadi glukosa atau glikogen adalah
glukoneogenesis, dan perubahan asam amino menjadi asam lemak adalah ketogenesis. Tanpa
adanya asupan protein, sekitar 20 g hingga 30 g protein endogen didegradasi menjadi asam
amino setiap harinya. Pada keadaan starvasi berat, fungsi seluler memburuk karena
berkurangnya protein. Karbohidrat dan lemak menghemat simpanan protein karena mereka
lebih banyak digunakan sebagai energi daripada protein.
Hormon pertumbuhan dan insulin dapat menaikkan laju sintesis protein sel,
diperkirakan dengan membantu transfer asam amino ke dalam sel. Glukokortikoid
meningkatkan laju pemecahan protein ekstrahepatal, sehingga asam amino yang meningkat
tersedia di hati. Hal ini menyebabkan hati mensintesis sejumlah besar protein sel dan protein
plasma. Testosteron meningkatkan endapan protein di jaringan, khususnya protein kontraktil
dari otot rangka.
DAMPAK STRES PADA METABOLISME
Metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein berubah secara signifikan oleh karena stres.
Stres meningkatkan sekresi kortisol, katekolamin, dan glukagon yang menyebabkan
peningkatan produksi glukosa endogen (glukoneogenesis hepatal) dan hiperglikemia
(menyediakan glukosa ke sel termasuk dalam penyembuhan jaringan dan respon radang).
Peningkatan lipolisis menggambarkan rangsangan beta adrenergik yang dipicu oleh stres.
Respon yang mungkin dapat terjadi karena stres adalah katabolisme protein pada otot rangka.
Glukosa eksogen diberikan kepada pasien cedera atau sepsis yang memiliki efek
minimal terhadap glukoneogenesis dan lipolisis. Sebaliknya, pemberian glukosa pada starvasi
menurunkan glukoneogenesis dan lipolisis. Nutrisi parenteral total termasuk emulsi lemak
digunakan untuk menyediakan nutrisi bagi pasien dengan stres berat.

OBESITAS
Berperan penting dalam penyimpanan energi untuk kelangsungan hidup individu dan
kapasitas reproduktif, kemampuan menyimpan energi dalam bentuk jaringan lemak suatu saat
akan didapat manfaat untuk kelangsungan hidup (Rosenbaum dkk, 1997). Karena alasan
inilah, gen manusia yang mengistimewakan asupan dan cadangan energi diperkirakan ada
walaupun belum teridentifikasi. Namun gabungan antara kemudahan mendapat makanan
berkalori dan gaya hidup yang santai membuat konsekuensi metabolik dari gen yang
diperkirakan tersebut disalahartikan. Selain itu, pengobatan tertentu sering berhubungan
dengan peningkatan berat badan (tabel 59-5) (Purnell dan Weyer, 2003).

Tabel. 59-5. Obat-Obatan yang Sering Menyebabkan Kenaikan Berat Badan


Klasifikasi Obat Obat Alternatif
Anti depersi Anti depersi trisiklik Penghambat keluaran serotonin
Penghambat monoamin oksidase selektif
Anti diabetik Insulin Metformin,
Sulfonilurea Akarbosa
Tiazolidindion
Anti epilepsi Gabapentin Lamotrigin
Asam valproat Topiramat
Anti psikotik Klozapin Haloperidol
Steroid Glukokortikoid
Obesitas adalah masalah nutrisi yang paling banyak dan mahal di United States.
Berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) (berat dalam kilogram dibagi kuadrat dari tinggi
dalam meter), 67% pria dewasa dan 62% wanita dewasa mengalami berat badan lebih (IMT
>25) dan 27,5% pria dewasa dan 34% wanita dewasa (IMT >30) menderita obesitas (Flegal
dkk, 2002). Prevalensi obesitas memuncak antara usia 60 hingga 69 tahun. IMT > 28
berhubungan dengan peningkatan tiga sampai empat kali lipat risiko terjadinya penyakit
jantung iskemik, stroke, dan diabetes melitus dibandingkan populasi umum. Kenaikan lingkar
pinggang (> 102cm pada pria dewasa dan > 88cm pada wanita dewasa) berhubungan dengan
meningkatnya risiko penyakit jantung iskemik, diabetes melitus, dan hipertensi sistemik.
Dalam hal ini, seorang yang memiliki berat badan lebih dengan distribusi lemak yang banyak
terdapat di abdomen (paling banyak pada pria, orang tua, dan kegagalan toleransi glukosa)
dapat berisiko tinggi untuk terjadinya penyakit-penyakit tersebut meskipun berdasarkan
indeks massa tubuh tidak tergolong obesitas. Peningkatan risiko untuk morbiditas dan
mortalitas meluas di luar pengukuran IMT dan distribusi lemak seperti digambarkan oleh
diagnosis Sindrom Metabolik (sindrom X, sindrom resistensi insulin) (tabel 59-6) (Executive
Summary of the NCEP Expert Panel, 2001). Risiko anestesi dapat meningkat pada pasien
obesitas secara morbiditas yang menunjukkan kondisi mekanis (jalan nafas, posisi, ventilasi)
dan keadaan yang memberatkan (diabetes melitus, hipertensi sistemik).
Pengobatan (lihat bab Terapi Farmakologi) obesitas yang langsung menurunkan berat
badan jangka panjang sangat tidak efektif, dan 90% hingga 95% orang yang berat badannya
turun akan kembali naik (Wadden, 1993). Baik protein maupun karbohidrat dapat diubah
secara metabolik menjadi lemak, dan tidak ada bukti bahwa perubahan proporsi protein,
karbohidrat, dan lemak dalam makanan tanpa mengurangi asupan kalori akan membantu
penurunan berat badan (Leibel dkk, 1992). Bagaimanapun, lemak memiliki densitas kalori
yang lebih tinggi daripada protein dan karbohidrat, dan perananya dalam palatabilitas
makanan membantu mencernakan kalori.
Tabel 59-6. Kriteria Diagnosis Sindroma Metabolik (Tiga dari Karakter Berikut)
Karakteristik Temuan Khusus
Lingkar pinggang Pria > 102 cm (40 inci)
Wanita > 88cm (35 inci)
Kadar gula darah (puasa) > 110 mg/dL
Kenaikan tekanan darah sistemik Sistol > 130mmHg
Diastol > 85mmHg
Kadar trigliserida serum > 150 mg/dL
Kadar kolesterol HDL (high density lipoprotein) Pria < 40 mg/dL
Wanita < 50mg/dL
Terapi Farmakologi
Phentermine adalah penekan nafsu makan yang digunakan untuk terapi jangka pendek yang
bertujuan untuk memicu penurunan berat badan. Dahulu, obat ini sering digunakan sebagai
kombinasi dengan fenfluramin. Aktivasi sistem saraf pusat dapat berdampak kecemasan,
takikardi, dan insomnia. Terapi farmakologi jangka panjang yang bertujuan untuk memicu
penurunan berat badan menggunakan sibutramin atau orlistat. Penurunan berat badan yang
dipicu oleh sibutramin mungkin berhubungan dengan menurunnya kadar trigliserida plasma,
meningkatkan kadar kolesterol HDL, dan memperbaiki kontrol glikemik pada pasien dengan
diabetes melitus (Dujovne dkk, 2001). Efek samping sibutramin adalah rangsang
kardiovaskuler (awasi tekanan darah dan nadi) dan obat ini tidak dianjurkan pada pasien
dengan hipertensi sistemik yang tidak diobati atau penyakit arteri koroner. Orlistat
menghambat enzim lipase di lumen saluran cerna sehingga menjadi antagonis hidrolisis
trigliserida dan menurunkan absorpsi lemak sekitar 30%. Karena orlistat tidak diabsorpsi,
kemampuannya dalam menurunkan berat badan mungkin menunjukkan hasil diet rendah
lemak dan asupan rendah kalori. Efek samping gastrointestinal (rasa tidak nyaman pada
perut, flatus, dan rasa ingin segera buang air besar) terjadi pada sebagian besar pasien yang
diterapi dengan orlistat. Dianjurkan orlistat tidak diresepkan bagi pasien yang diketahui
memiliki kondisi malabsorbtif, dan multivitamin setiap hari sangat berguna. Terapi
sibutramin dan orlistat dapat dilanjutkan selama pasien ingin melanjutkan penurunan berat
badan tanpa adanya efek samping yang berarti.

Anda mungkin juga menyukai