Anda di halaman 1dari 14

47.

SIRKULASI PULMONER

Sikulasi pulmoner merupakan sistem bertekanan rendah dan beresistensi rendah


dalam rangkaian sirkulasi sistemik. Volume darah yang mengalir melalui pulmo dan sirkulasi
sistemik sangat identik. Darah melewati kapiler pulmoner sekitar 1 detik, selama itu darah
mengalami oksigenasi (darah menjadi kaya oksigen) dan kelebihan karbon dioksida dibuang.
Peningkatan cardiac output cenderung memendekkan waktu transit kapiler toward ke arah
kira-kira 0.3 detik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan oksigenasi sel darah merah.

ANATOMI
Secara antomi, ventrikel dextra terbuka separuhnya di dekat ventrikel sinistra. Bentuk
ventrikel dextra yang semilunar memungkinkan ventrikel dextra ini memompa dengan
pemendekan minimal serabut ototnya. Ketebalan ventrikel dextra adalah sepertiga dari
ventrikel sinistra, yang mencerminkan perbedaan tekanan diantara kedua ventrikel. Dinding
ventrikel dextra secara khas hanya sekitar tiga kali lebih tebal dari dinding arteri.
Arteri pulmonalis memajang hanya sekitar 4 cm di belakang apex ventrikel dextra sebelum
bercabang menjadi arteri pulmonalis dextra dan sinistra cabang utama. Arteri pulmonalis
merupakan sebuah struktur yang tipis dengan ketebalan dinding sekitar dua kalinya dinding
vena cava dan sepertiga dinding aorta. Diameter yang lebar dan distensabilitas/kemampuan
berdistensi yang dimiliki arteri pulmonalis memungkinkan sirkulasi pulmoner mudah untuk
mengakomodasi stroke volume ventrikel dextra. Vena pulmonalis, seperti arteri pulmonalis,
berdiameter lebar dan kemampuan berdistensinya tinggi. Kapiler pulmoner memasok sekitar
300 juta alveolus, menghasilkan area pertukaran gas seluas 70 m2.
Pembuluh darah pulmoner diinervasi oleh sistem saraf simpatis, tetapi kepadatan serabutnya
lebih kecil daripada pembuluh darah simpatis. Stimulasi alfa-adrenergik dari norepinefrin
mengahsilkan vasokonstriksi pembuluh darah pulmoner, sedangkan stimulasi beta-
adrenergik, seperti yang dihasilkan oleh isoproterenol, menyebabkan vasodilatasi. Serabut
sistem saraf parasimpatis dari nervus vagus meleparkan asetilkolin, yang menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah pulmoner. Meskipun terdapat inervasi sitem saraf otonom, tonus
vasomotor saat istirahat/resting hanya minimal, dan pembuluh darah pulmoner yang lebih
lebar hampir berdilatasi maksimal dalam kondisi istirahat normal. Memang, regulasi seluruh
aliran darah pulmoner bersifat pasif, dengan penyesuaian lokal perfusi yang relatif terhadap
vasodilatasi ditentukan oleh tekanan oksigen lokal/setempat.
Diameter pembuluh darah alveolar berdinding tipis berubah sebagai respon terhadap
perubahan tekanan transmural (tekanan intravaskuler dikurangi tekanan alveolar). Jika
tekanan alveolar melebihi tekanan intravaskuler seperti selama ventilasi tekanan positif paru-
paru, kapiler pulmoner kolaps dan aliran darah berhenti. Pembuluh darah yang berkuran lebih
besar menempel di parenkim paru (pembuluh darah ekstra-alveolar) secara luas tergantung
pada volume paru. Misalnya, resistensi untuk mengalir melalui pembuluh darah ini berkurang
ketika volume paru meningkat karena pembuluh darah ini tertambat di sekitar jaringan paru
(Gambar 47-1A dan Gambar 47-1B). Namun, pembuluh darah pulmoner terbesar, yang ada
di hilus pulmo, bervariasi ukurannya dalam responnya terhadap perubahan tekanan
intrapleura.

Sirkulasi Bronchial
Arteri bronchialis dari aorta thoracica memasok darah yang kaya oksigen untuk jaringan
penyokong paru, yaitu jaringan ikat dan airways. Setelah darah arteri bronchialis melewati
jaringan penyokong, sebagian besar darinya mengalir ke dalam vena pulmonalis dan masuk
atrium senistra dan sebagian kecilnya mengalir kembali ke atrium dextra. Masuknya darah
yang miskin oksigen ke dalam atrium sinistra menipiskan/mendilusi darah kaya oksigen dan
bertanggung jawab pada shunt/percabangan (aliran darah) anatomik yang ekuivalen dengan
sekitar 1% sampai 2% cardiac output. Percabangan anatomik ini adalah sebab cardiac output
ventrikel sinistra melebihi cardiac output ventrikel dextra dengan jumlah yang kira-kira sama
dengan aliran darah bronchial.

Pembuluh Limfe Pulmoner


Pembuluh limfe pulmoner menyalurkan (cairan limfe) dari seluruh jaringan penyokong paru
ke hilus pulmo dan kemudian ke ductus thoracicus. Aliran limfatik pulmoner memfasilitasi
pemindahan cairan edema dari spasium alveolar. Bahan partikel kecil yang memasuki
alveolus juga secepatnya akan dibuang oleh pembuluh limfe.

TEKANAN INTRAVASKULER
Tekanan dalam sirkulasi pulmoner sekitar satu per enam dari yang ada di dalam sirkulasi
sistemik (Gambar 47-2) (Guyton and Hall, 2000). Tekanan normal yang ada dalam arteri
pulmonalis sekitar 22/8 mmHg, dengan tekanan arteri pulmoner rata-rata sebesar 13 mmHg.
Tekanan kapiler pulmoner rata-rata sekitar 10 mmHg, dan tekanan rata-rata dalam vena
pulmonaris sekitar 4 mmHg, sedemikian hingga gradien tekanan yang melintasi sirkulasi
pulmoner hanya sekitar 9 mmHg.
Atrium berkontraksi sekitar 0.16 detik sebelum kontraksi ventrikel, yang melengkapi
pengisian ventrikel. Segera setelah memulai kontraksi atrium, ventrikel dextra berkontraksi,
sehingga terjadi peningkatan tekanan ventrikel dextra sampai melebihi tekanan di dalam
arteri pulmoner. Pada saat itu, katub pulmoner terbuka memungkinkan darah mengalir ke
dalam arteri pulmonalis. Ketika tekanan ventrikel dextra mulai menurun, katub pulmoner
menutup dan tekanan ventrikel dextra terus turun sampai tekanan diastolik mendekati 0
mmHg.

Pada tekanan arteri pulmoner yang rendah, resistansi terhadap aliran darah menjadi
meningkat karena kompresi pembuluh darah oleh struktur ekstravaskuler. Sekalinya tekanan
di dalam pembuluh darah cukup untuk mengakhiri kompresi ini, pembuluh darah pulmoner
berdilatasi, dan resistensi terhadap aliran darah menurun sampai nilai yang rendah. Secara
keseluruhan, resistensi terhadap aliran darah dalam sirkulasi pulmoner sekitar satu
sepersepuluh dari resistensi dalam sirkulasi sistemik.
Tekanan arteri pulmonalis tidak secara khas dipengaruhi oleh tekanan atrium sinistra sebesar
<7 mmHg. Namun, ketika tekanan atrium sinistra melebihi ~7 mmHg, sebelumnya vena
pulmonalis yang kolaps berdilatasi, dan tekanan arteri pulmonalis meningkatan
sebanding/paralel dengan peningkatan tekanan atrium sinistra. Pada kondisi tidak adanya
kegagalan ventrikel sinistra, bahkan peningkatan nyata resistensi vaskuler sistemik tidak akan
menyebabkan peningkatan signifikan tekanan atrium sinistra. Konsekuensinya, ventrikel
dextra terus mengeluarkan stroke volume-nya melawan tekanan arteri pulmonalis yang
normal meskipun peningkatan beban kerja membebani ventrikel sinistra. Karena itu, stroke
volume ventrikel dextra tidak berubah (tidak dapat diukur perubahannya) dengan perubahan
pada resistensi vaskuler sistemik kecuali jika ada gagal ventrikel sinistra.
Jika terjadi kegagalan ventrikel sinistra, tekanan atrium sinistra dapat meningkat sampai >15
mmHg. Tekanan arteri pulmonalis rata-rata juga meningkat, menyebabkan peningkatan
bebab kerja ventrikel dextra. Dengan ketentuan bahwa tekanan arteri pulmonalis rata-rata
sebesar <30 sampai 40 mmHg, ventrikel dextra terus mengeluarkan stroke volume-nya,
diiringi dengan hanya sedikit peningkatan tekanan atrium dextra. Namun, ketika tekanan
arteri pulmonalis rata-rata melebihi 30 sampai 40 mmHg, ventrikel dextra dapat mulai gagal,
sehingga peningkatan lebih lanjut pada tekanan arteri pulmonalis menyebabkan peningkatan
tekanan arteri pulmonalis yang berlebihan dan dihubungkan dengan penurunan stroke
volume.
Pengukuran Tekanan Atrium Sinistra
Tekanan atrium sinistra dapat diperkirakan dengan menyisipkan sebuah kateter yang
berujung balon ke dalam sebuah arteri pulmonalis kecil. Ketika balon untuk sementara
dipompa dan pembuluh darah mengalami oklusi total, terbentuk sebuah kolom darah yang
statis di distal ujung kateter. Sebagai hasilnya, tekanan yang diukur tepat di distal balon
ekuivalen dengan tekanan di hilir/muara vena pulmonalis. Pengukuran ini diistilahkan
sebagai tekanan oklusi arteri pulmonalis (tekanan jepit/desak), dan tekanan ini biasanya 2
sampai 3 kali lebih tinggi dari pada tekanan atrium sinistra. Ketika balon dikempiskan, aliran
akan mulai lagi dan tekanan end/akhir-diastolik arteri pulmonalis dapat diukur. Pengukuran
ini berhubungan dengan tekanan okslusi arteri pulmonalis saat tidak ada hipertensi pulmoner.

SPASIUM/RUANG CAIRAN INTERSTITIAL


Spasium cairan interstitial di dalam paru-paru hanya minimal, dan tekanan interstitial
pulmoner terus negatif sekitar minus 8 mmHg mendehidrasikan/membuat kering spasium
cairan interstitial paru dan menjaga membran epitel alveolus kira-kira tetap dekat dengan
membran kapiler. Hasilnya, jarak difusi antara gas di dalam alveolus dan darah kapiler hanya
minimal, dengan kisaran sekitar 0.4 µm. konsekuensi lain tekanan negatif dalam spasium
interstitial pulmoner adalah bahwa tekanan ini mendorong keluar cairan dalam alveolus
melalui membrana alveoler dan ke dalam ruang cairan interstitial, menjaga alveolus tetap
kering. Tekanan kapiler pulmoner rata-rata sekitar 10 mmHg, sedangkan tekanan osmotik
koloid plasma sekitar 28 mmHg. Gradien tekanan bersih ini sekitar 18 mmHg
mengecilkan/menurunkan pergerakan cairan keluar kapiler, sehingga mengurangi
kenungkinan terjadinya edema pulmoner.

VOLUME DARAH PULMONER


Volume darah di dalam paru-paru sekitar 450 mL. dari jumlah ini, sekitar 70 mL nya berada
di dalam kapiler dan sisanya terbagi rata di dalam arteri dan vena pulmonalis. Gagal jantung
atau peningkatan resistensi aliran melalui katup mitral menyebabkan volume darah pulmoner
meningkat.
Cardiac output dapat meningkat hampir empat kali lipat sebelum tekanan arteri pulmonalis
menjadi meningkat (Gambar 47-3) (Guyton and Hall, 2000). Kondisi ini mencerminkan
kemampuan berdistensi arteri pulmonalis dan membukanya kapiler pulmoner yang
sebelumnya kolaps. Kemmapuan paru-paru untuk menerima peningkatan besar volume aliran
darah pulmoner, misalnya selama latihan/olahraga, tanpa peningkatan tekanan arteri
pulmonalis yang berlebihan penting untuk mencegah terjadinya edema pulmoner atau
kegagalan ventrikel dextra.
Volume darah pulmoner dapat meningkat sampai 40% ketika seseorang berubah dari posisi
berdiri menjadi telentang. Perpindahan darah yang tiba-tiba dari sirkulasi sitemik ke sirkulasi
pulmoner bertanggung jawab pada terjadinya penurunan kapasitas vital saat posisi telentang
dan terjadinya orthopnea pada gagal ventrikel sinistra.

ALIRAN DAN DISTRIBUSI DARAH PULMONER


Oksigenasi optimal tergantung pada ventilasi yang sesuai dengan aliran darah pulmoner
(West, 1974). Perpindahan (aliran) terjadi pada area paru-paru yang mengalami perfusi tetapi
ventilasinya tidak adekuat sedangkan ventilasi area yang mati terjadi pada area pulmo yang
berventilasi tetapi perfusinya tidak adekuat (gambar 47-4). Meskipun paru-paru diinervasi
oleh sistem saraf otonom, diragukan bahwa pengaruh neuronal memberikan efek mayor pada
pengendalian normal aliran darah pulmoner. Namun, tidak diragukan bahwa penurunan PaO2
menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan ventrikel dextra.
Secara klinis, aliran darah pulmoner segmental dapat diteliti dengan injeksi xenon radioaktif
intravena sementara monitornya dilakukan secara eksternal di luar dada dengan detektor
radiasi. Xenon secara cepat berdifusi dari kapiler ke dalam alveolus dan radioaktivitas
dideteksi dini di dalam daerah paru yang perfusinya baik.

Regulasi Endotelial Aliran Darah Pulmoner


Vasodilatasi aktif sangat penting untuk memelihara tonus istirahat sirkulasi pulmoner normal
saat istirahat. Endotelium vaskuler pulmonal bertanggung jawab untuk terjadinya sintesis dan
sekresi berbagai komponen yang meregulasi aktivitas otot polos dalam sirkulasi pulmoner.
Komponen vasodilatator utama adalah nitrit oxida (NO) dan prostasiklin. Pengaruh
predominan endotelium pulmoner yang sehat adalah untuk mengurangi tonus vaskuler
pulmoner. Tentu saja injuri/luka pada endotelial pulmoner, misalnya yang mengikuti bypass
kardiopulmoner, dihubungkan dengan peningkatan resistensi vaskuler pulmoner. Endotelin
juga dilepaskan oleh endotelium pulmoner dan mungkin mempunyai efek konstriktif atau
dilatatif tergantung berbagai keadaan. Terdapat beberapa mekanisme feedback negatif untuk
efek yang meregulasi tonus vaskuler. Sintesis dan pelepasan NO, prostasiklin, endothelin-1,
dan komponen vasoaktif lainnya terintegrasi dalam sebuah sistem yang mengoptimalkan
tonus vaskuler pulmoner dan memfasilitasi terjadinya pengendalian lokal keserasian ventilasi
terhadap perfusi (V/Q).

Nitrit Oxida
NO disintesis di dalam sel endotel oleh NO sintese (NOS). terdapat beberapa isoform NOS,
tetapi kemungkinan besar NOS konstitutif (cNOS, yang juga diistilahkan sebagai endotelial
NOS atau eNOS) bertanggungjawab pada terjadinya regulasi normal tonus vaskuler
pulmoner. Aktivitas cNOS secara cepat diregulasi ke atas/up atau ke bawah/down dan
menghasilkan sejumlah pikomolar NO sebagai respon terhadap stimulus misalnya stres irisan
dan tekanan oksigen lokal. Pada bentuk isoform patologis NOS lainnya, inducible NOS
(iNOS/NOS yang dapat diinduksi), menghasilkan jumlah NO yang jauh lebih besar, tetapi
membutuhkan waktu lama untuk terjadinya up-regulasi dan down-regulasi. Inducible NOS
terletak di dalam vascula sel otot polos dan makrofak yang meradang. Mediator inflamatori
merupakan up-regulator aktivitas iNOS yang kuat/baik. NO berdifusi dari tempat
produksinya, biasanya sel endotel, ke dalam sel otot polos vaskuler pulmoner yang
berdekatan. NO menginduksi vasorelaksasi dengan cara menstimulasi produksi cyclic
guanosine monophosphate (cGMP) oleh enzim guanilate siklase. Siklik GMP dengan segera
dimetabolisme oleh fosfodiesterase. Peningkatan produksi cGMP akan menstimulasi up-
regulasi fosfodiesterase, sehingga mempercepat clearance cGMP. Memang, up-regulasi
fosfodiesterase mungkin hanya bertanggung jawab sebagian pada terjadinya respon
suboptimal terhadap NO yang terhirup dan hipertensi pulmoner yang memantul/terjadi
kembali setelah penghentian inhalasi NO. fosfodiesterase tipe V adalah tipe enzim yang
predominan dalam sirkulasi pulmoner. Inhibitor selektif fosfodiesterase tipe V misalnya
sildenafil dan zaprinast dapat secara selektif menurunkan resistensi vaskuler pulmoner saat
diberikan sendiri dan juga secara signifikan menguatkan efek iNO dan prostasiklin.

Endothelin
Endothelin-1 juga merupakan vasokonstriktor peptida endogen yang poten/kuat yang juga
menungkatkan proliferasi otot polos. Endothelin telah diterapkan dalam patogenesis
hipertensi pulmoner karena beberapa pasien yang mengalami penurunan ekspresi dan
penurunan clearance endothelin-1 di dalam jaringan paru dan plasma. Terdapat dua reseptor
endothelin: endothelin-A otot polos vaskuler dan endothelin-B endotelial. Stimulasi reseptor
endothelin-A otot polos menyebabkan vasokonstriksi, sedangkan stimulasi reseptor
endothelin-B endotelial menyebabkan baik vasokonstriski maupun ralaksasi. Pelepasan
endothelin-1 meningkat sebagai bagian dari respon inflamasi terhadap bypass
kardiopulmoner, oleh sebab itu dapat meningkatkan potensi terjadinya hipertensi pulmoner
setelah pembedahan kardiovaskuler. Paparan terhadap NO inhalasi secara signifikan
meningkatkan kadar endothelin-1, menggambarkan bahwa endothelin-1 mungkin
bertanggung jawab secara sebagian untuk terjadinya hipertensi pulmoner yang muncul
kembali setelah penghentian inhalasi NO. antagonis endothelin terbukti bermanfaat dalam
terapi hipertensi pulmoner. Bosentan merupakan antagonis endothelin nonselektif oral yang
diteliti pemakaiannya untuk hipertensi pulmonal. Sitaxsentan merupakan sebuah antagonis
endothelin yang memiliki 6,000 fold/gulungan yang selektif untuk reseptor endothelin A
versus reseptor endothelin B. Namun, baik sitaxsentan ataupun bosentan memiliki efek
samping pada fungsi hepar, yaitu hepatitis akut yang fatal.

Prostasiklin
Prostasiklin adalah sebuah prostaglandin vasodilatator yang poten yang dilepaskan oleh
endotelium pulmoner. Prostaglandin lainnya misalnya tromboksan A 2, memiliki efek
vasokonstriktif yang poten. Aliran pulsatil dan stress irisan lokal merupakan stimulus penting
untuk pelepasan prostasiklin. Ikatan dengan reseptor prostasiklin menyebabkan aktivasi
adenilat siklase, oleh karenanya meningkatkan pelepasan adenosin-3,5 siklik monofosfatase.
Jalur adenil siklase yang diatur oleh prostasiklin, dan jalur guanilat siklase yang diatur oleh
NO, merupakan jalur paralel yang bertemu untuk menurunkan tonus otot polos pembuluh
darah. Prostasiklin juga merupakan suatu inhibitor potensial terhadap agregasi platelet dan
proliferasi otot polos pembuluh darah. Pemberian prostasiklin intravena yang dilakukan
dalam jangka waktu yang panjang merupakan suatu penanganan yang dkembangkan sejak
lebih dari 20 tahun yang lalu untuk mengatasi masalah hipertensi pulmonal. Akan tetapi
bagaimanapun juga, prostasiklin bukanlah merupakan sebuah vasodilator selektif pulmoner
dan dapat menyebabkan efek samping sistemik, seperti hipotensi, dan akan memperburuk
kesesuaian V/Q pada sirkulasi pulmoner. Efek prostasiklin baik yang bersifat positif maupun
negatif dapat ditimbulkan oleh suatu pemberian phospodiesterase inhibitor. Bagian yang
menarik bagi para ahli anestesi adalah adanya prostasiklin inhalasi analog iloprost. Obat ini
memiliki karateristik fisik yang membuatnya menjadi lebih mudah untuk diberikan secara
nebulizer dan memiliki durasi aksi yang lebih panjang daripada prostasiklin intravena.

VASOKONSTRIKSI HIPOKSIA PULMONER


Hipoksia alveolar (PaO2 <70 mmHg) dapat menyebabkan vasokonstriksi pada arteriol
pulmoner yang menyuplai alveolus tersebut. Efek yang menguntungkan adalah adanya
pengalihan aliran darah dari alveolus yang sedikit mendapatkan ventilasi. Sehingga efek
lanjutan diminamilasi dan memaksimalisasi PaO2. Mekanisme vasokonstriksi hipoksia
pulmoner ini diduga dimediasi secara lokal, sebagai responnya terjadi isolasi dan denervasi
paru-paru seperti pada paru-paru yang intak. Dan tentu saja respon vasokonstriksi ini muncul
pada arteri pulmoner yang terisolasi dan sel-sel otot polos pembuluh darah. Mungkin saja
terdapat berbagai mekanisme yang bertanggung jawab terhadap terjadinya vasokonstriksi
hipoksia pulmoner dan mekanisme-mekanisme tersebut dapat saja berubah selama terjadinya
respon akut dan kronik. Supresi pelepasan vasodilator endotel potensial NO, mungkin
merupakan suatu elemen penting dalam respon akut dan kronik. Mekanisme penting dalam
terjadinya respon akut adalah timbulnya inhibisi saluran Kalium yang menyebabkan proses
depolarisasi membran. Depolarisasi membran dapat menyebabkan peningkatan influks
Kalsium, dimana hal ini akan mengaktivasi respon kontraksi intraseluler. Rspon vaskular
kronik mungkin sebagiannya dimediasi oleh pelepasan endotelin, yang dapat meningkatkan
resistensi vaskular pulmoner (hipertensi pulmoner).
Proses inhibisi yang disebabkan oleh obat terhadap vasokonstriksi hipoksia pulmoner dapat
menimbulkan suatu penurunan PaO2 yang tidak diharapkan pada penyakit paru-paru. Dan
tentu saja, obat-obatan yang dapat menyebabkan vasodilatasi seperti nitropruside dan
nitrogliserin, dapat bersamaan dengan penurunan PaO2 pada inhibisi vasokonstriksi hipoksia
pulmoner (Colley dkk, 1979). Walaupun percobaan yang dilakukan pada hewan coba
mengatakan bahwa agen anestesi inhalasi menginhibisi vasokonstriksi hipoksia pada dosis
adekuat, dan secara klinik dala konsentrasi yang relevan, penemuan ini tidak didukung
dengan dengan studi klinik pada pasien (Gambar 47.5) (Kogers dan Benumot, 1985; Carlsson
dkk, 1987). Konsensus terakhir menyatakan bahwa anestesi volatile yang dapat diterima
sebagai pilihan pada bedah paru-paru membutuhkan ventilasi satu paru, terutama jika
memandang efek positif dari obat-obat tersebut pada tonus bronkomotorik dan tingginya
potensi yang dapat mengalirkan konsentrasi oksigen dengan lebih banyak (Eisenkraft, 1990).

EFEK PERNAPASAN
Selama respirasi spontan, aliran balik darah vena ke jantung meningkat karena adanya
kontraksi dari otot-otot perut dan diafragma, yang dapat menurunkan tekanan intratorakal.
Augmentasi aliran darah ke atrium jantung kanan meningkatkan isi sekuncup jantung.
Sebaliknya dari pernapasan spontan, ventilasi tekanan positif dapat meningkatkan tekanan
intratorakal dan dengan demikian akan menghalangi aliran darah balik ke jantung dan
menurunkan isi sekuncup jantung ventrikel jantung kanan.

GRADIEN TEKANAN HIDROSTATIK


Aliran darah ke paru-paru pada posisi kanan atas bergantung pada gravitasi. Tekanan di paru-
paru menurun sekitar 1.25 mmHg setiap sentimeter dari jarak vertikal paru-paru. Jumlah
aliran darah ke berbagai area paru-paru sepanjang aksis vertikal ini bergantung pada
hubungan antara tekanan arteri pulmoner, tekanan alveolus, dan tekanan vena pulmoner
(Permutt dan Riley, 1963). Paru-paru dibagi menjadi 3 zona aliran darah, yang merefleksikan
akibat dari tekanan alveolus, tekanan arteri pulmoner, dan tekanan vena pulmoner pada
kaliber aliran pembuluh darah pulmoner (Gambar 47-6) (West dkk,1964). Batas dari zona-
zona tersebut tidak dapat dipisahkan dengan jelas dan bervariasi berdasarkan atas perubahan
fisiologis maupun patologis paru-paru.

ZONA 1
Zona 1 merupakan paru bagian atas, dimana tekanan alveolus melebihi tekanan arteri
pulmoner, menyebabkan kolaps pembuluh darah kapiler paru. Tidak adanya aliran darah paru
di bagian ini menandakan bahwa ventilasi berhubungan dengan perwakilan dead space
alveolus atau ventilasi terisa-sia. Normalnya, zona 1 memiliki perluasan yang terbatas, namun
ketika tekanan arteri pulmonal menurun (hipovolemia, penurunan curah jantung) atau
terdapat peningkatan tekanan alveolar (ventilasi tekanan positif paru-paru, tekanan positif
akhir ekspirasi), zona 1 dapat meluas, menyebabkan ketidaksesuaian antara PaCO2 dan
PETCO2. Tentu saja, adalah hal yang tidak biasa untuk gradien antara ekshalasi PCO 2 dan
arterial untuk meningkat selama anestesi umum, rupanya merefleksikan perubaan pada
tekanan perfusi, efek dari ventilasi tekanan positif atau keduanya.

ZONA 2
Aliran pada zona 2 meningkat dibandingkan dengan zona 1 namun bisa menjadi intermiten
karena tekanan arteri pulmoner melebihi tekanan alveous selama sistol namun tidak terjadi
pada diastol. Pada pasien yang berdiri, zona 2 dimulai dari 7 sampai 10 cm di atas level
jantung dan meluas hingga bagian paling atas dari paru-paru. Aliran darah meningkat menuju
ke bagian yang bebas dari zona 2 karena adanya perbedaan tekanan antara tekanan arteri dan
alveolus yang menentukan aliran tersebut. Penurunan tekanan balik (tekanan vena) tidak
memliki pengaruh terhadap aliran walaupun tekanan tersebut melebihi tekanan alveolus.
Dengan demikian, zona 2 lebih mengarah kepada Starling resistor atau waterfall zone dari
analogi terhadap air terjun yang melewati bendungan, dimana tinggi bendungan memiliki
pengaruh yang tidak begitu besar pada aliran air.
ZONA 3
Zona 3 dinamakan zona distensi karena tekanan arteri pulmoner selalu melebihi tekanan
alveolus, dan aliran darah pulmoner tetap berlanjut. Zona ini membentang dari 7 sampai 10
cm dari batas atas jantung hingga ke bagian paling bawah dari paru-paru. Pada posisi
terlentang, seluruh bagian paru-paru menjadi zona 3, dengan aliran darah pulmoner menjadi
lebih sering terdistribusikan. Peningkatan tekanan arteri pulmoner, seperti pada waktu olah
raga, merubah sebagian besar paru-paru menjadi pola zona 3 dimana aliran darah ditentukan
dari perbedaan antara tekanan arteri dengan tekanan vena.
ZONA 4
Selain keadaan-keadaan tersebut, bisa terdapat juga bagian yang mendapatkan sedikit aliran
darah seperti pada bagian bawah paru (zona 4, tidak ditunjukkan pada gambar 47-6). Aliran
pada zona 4 dikurangi oleh suatu kompresi gravitasi parenkim paru atau oleh suatu susunan
formasi edema paru.

DISTRIBUSI TOPOGRAFI ALIRAN DARAH PULMONER


Model “zona” pada paru-paru dapat memperkirakan adanya suatu aliran darah yang lebih
besar pada area paru yang berada pada level bawah jantung dan aliran darah yang lebih
sedikit di atas level jantung. Diyakini juga dari model ini bahwa aliran darah pulmoner akan
dapat diseragamkan pada level pesawat gravitasi (level isogravitasi). Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa prediksi yang pertama benar, pada rata-rata, aliran darah paru-paru lebih
besar pada area paru-paru di bawah jantung seperti yang dibandingkan terhadap bagian atas
jantung (Glenny dkk, 1999). Akan tetapi prediksi kedua yang mengatakan bahwa aliran darah
pulmoner dapat diseragamkan pada level isogravitasi tidaklah tepat. Hasil pengukuran
menunjukkan variasi yang lebih besar dari titik ke titik pada berbagai level isogravitasi dari
pada rata-rata bagian atas paru hingga ke paru bawah. Tentu saja, hanya 25% dari variabilitas
aliran darah pulmoner yang dihitung untuk efek gravitasi. Lebih jauh lagi, perbedaan aliran
lokal pada berbagai level isogravitasi berada pada level yang tetap sepanjang waktu, sehingga
diyakini bahwa hampir sekitar 75% distribusi aliran darah pulmoner ditentukan dari struktur
cabang pohon pembuluh darah pulmoner. Dengan demikian, selagi model “zona” barat
ditambahkan untuk mengerti aliran darah paru, faktor-faktor lainnya menonjol melebihi efek
gravitasi pada distribusi aliran darah pulmoner.

EDEMA PULMONUM
Edema pulmonum terjadi ketika ada penumpukan cairan yang berlebih pada ruang jaringan
intersisial paru atau pada alveolus. Edema pulmonum derajat sedang hanya terbatas pada
peningkatan volume cairan intersisial. Epitel alveolus, walau bagaimanapun juga tidak
mampu menahan peningkatan cairan tingkat menengah pada tekanan cairan intersisial
sebelum cairan meluap hingga ke alveolus. Tenaga dehidrasi dari tekanan osmotik koloid dari
darah pada paru-paru memberikan suatu faktor yang luas dalam melawan perkembangan
edema pulmonum. Pada manusia tekanan osmotik koloid sekitar 28 mmHg, jadi edema
pulmonum jarang berkembang di bawah tekanan kapiler paru sebesar 30 mmHg. Hal yang
paling sering menyebabkan terjadinya edema pulmonum akut adalah peningkatan yang
sangat besar dari tekanan kapiler paru dari gagal jantung ventrikel kiri dan pengisian darah di
paru.
Selama terjadinya peningkatan kronik tekanan atrium kiri, tidak akan terjadi edema
pulmonum walaupun tekanan tekanan kapiler paru mencapai 45 mmHg atau lebih tinggi.
Pembesaran pembuluh limfe mengikuti aliran limfe untuk meningkat hingga 20 kali
merupakan alasan utama tidak terjadinya edema pulmonum pada saat adanya peningkatan
kronik tekanan atrium kiri.
Edema pulmonum juga dapat terjadi karena adanya kerusakan kapiler yang terjadi karena
inhalasi cairan asam lambung atau gas-gas iritan seperti asap rokok. Hasilnya adalah adanya
transudat cairan dan protein yang menuju alveolus dan ruang intersisial paru. Hal ini
dinamakan permeabilitas edema pulmonum, untuk membedakannya dari edema pulmonum
hidrostatik, dimana edema pulmonum ini disebabkan dari peningkatan tekanan kapiler paru.
Baik edema pulmonum hidrostatik maupun permeabel dapat menyebabkan kerusakan
pertukaran gas karena ketidakcocokan V/Q. Pada edema pulmonum, cairan alveolus dapat
menyebabkan kegagalan dalam pengembangan paru, yang ditandai dengan peningkatan kerja
napas.

HAL YANG DAPAT MEMPENGARUHI ALIRAN DARAH PULMONER


Hal-hal yang dapat menyebabkan obstruksi terhadap aliran pembuluh darah paru antara lain
adalah adanya emboli gas ataupun partikel tertentu. Sedikit peningkatan pada resistensi aliran
darah pulmoner dapat menyebabkan kondisi seperti atelektasis, empisema pulnomum, dan
antrakosis, dan keadaan ini dapat menyebabkan hilangnya fungsi paru.

EMBOLI PARU
Blokade total dari salah satu cabang mayor arteri pulmoner oleh suatu emboli biasanya tidak
akan segera berakibat fatal karena paru yang satunya lagi akan mampu mengakomodasikan
aliran darah paru yang sedang sakit. Seperti misalnya pada adanya jendalan darah. Akan
tetapi tetap dapat terjadi kematian karena adanya kegagalan ventikel kanan karena
peningkatan berlebih dari tekanan arteri pulmoner. Takipneu dan dyspneu merupakan respon
yang paling khas muncul pada pasien dengan adanya emboli pulmonum. Takipneu
merefleksikan adanya suatu stimulasi penurunan reseptor paru yang diinervasi oleh nervus
vagus. Pemberian antikoagulasi merupakan cara yang dianjurkan untuk mencegah perluasan
dari jendalan darah tersebut, dan pada beberapa pasien dapat pula dilakukan tindakan
pembedahan sebagai tindakan yang menyelamatkan nyawa.
Emboli pulmonum difus, seperti yang dapat terjadi karena lemak, udara ataupun kerana
peningkatan produksi jendalan darah meningkatkan tekanan arteri pulmoner mirip seperti
pada keadaaan yang terjadi karena emboli paru. Sebagai tambahan, refleks vasospasme dari
pembuluh darah paru yang diinisiasi emboli lebih jauh meningkatkan resistensi aliran darah.
Vasospasme ini dapat menggambarkan adanya refleks sistem saraf simpatik atau pelepasan
mediator lokal seperti histamin atau serotonin.

ATELEKTASIS
Atelektasis paling sering terjadi ketika aliran darah paru menyerap air dari alveolus tak
terventilasi, seperti yang terjadi ketika sekresi bronkus. Perfusi lanjutan pada tidak adanya
ventilasi akan mengeluarkan oksigen dari ruang alveolar. Kolaps yang berantai dari alveolus-
alveolus tersebut akan meningkatkan resistensi lokal terhadap aliran pembuluh darah
pulmoner dan penambahan vasokonstriksi hipoksia pulmonum merubah aliran darah paru
menjadi alveolus yang terventilasi dengan lebih baik. Respon ini menunjukan kecenderungan
untuk memperbaiki kecocokan V/Q dan menguatkan oksigenasi ke arah normal.

EMPISEMA PULMONUM
Penghancuran alveolus yang merupakan karakteristik empisema pulmonum diikuti dengan
suatu hilangnya vaskularisasi pembuluh darah, yang dengan demikian akan menurunkan area
silang sirkulasi pulmoner dan meningkatkan tekanan arteri pulmoner. Hipertensi pulmoner
dieksagregasi lebih lanjut oleh suatu hipoksemia arterial, yang menstimulasi vasokonstriksi
hipoksia pulmoner. Hipoksia menginduksi peningkatan curah jantung lebih lanjut lagi
meningkatkan tekanan arteri pulmoner. Pasien-pasien dengan empisema yang bertahan lama
akan berkembang menjadi suatu hipertropi ventrikel kanan. Meningkatkan konsentrasi
oksigen pada pasien-pasien ini dapat menurunkan tekanan arteri pulmoner dan meminimalisir
efek lanjut dari fungsi ventrikel kanan.

ANTRAKOSIS
Antrakosis merupakan suatu contoh kondisi dimana terdapat fibrosis pada jaringan
penyokong paru. Tekana arteri pulmoner dapat bernilai normal pada saat istirahat. Akan
tetapi, bahkan mode aktif juga dapat menimbulkan suatu peningkatan tekanan arteri pulmoner
yang dramatis karena pembuluh darah dikelilingi oleh jaringna fibrosis yang tidak fleksibel
seiring dengan peningkatan aliran darah pulmoner. Pada keadaan yang kronik, tekanan arteri
pulmoner menyebabkan peningkatan dan juga kadang-kadang menyebabkan gagal jantung
ventrikel kanan.

Anda mungkin juga menyukai