Anda di halaman 1dari 23

Anima, Indonesian Psychological Journal

2007, Vol. 22, No. 4, 352-374

Mahasiswa Versus Tugas:


Prokrastinasi Akademik dan Conscientiousness.
Edwin Adrianta Surijah dan Sia Tjundjing
Fakultas Psikologi, Universitas Surabaya
e-mail: edwin.ad@gmail.com/ std@ubaya.ac.id

Abstract. The present study explores the correlation between postponing finishing school
assignments, known as academic procrastination of students and their conscientiousness. Psychology
students from the 2003-2006 intakes (N = 295) participated in this study. They finished three kinds of
questionnaires (the author’s main scale, and two others for comparison, adapted from Aitken
Procrastination Inventory and Big Five Inventory). Result from the main scale reveals a negative
correlation (r = -0.627), which is supported by the other two tests. These results also propose that
students havinga conscientious character, i.e. structured, perseverance, and good self-control tend to
be prevented from procrastination.

Key words: assignments, academic procrastination, conscientiousness, student

Abstrak. Penelitian ini mengungkap hubungan antara sifat menunda mengerjakan tugas atau
prokrastinasi akademik pada para mahasiswa dan aspek conscientiousnessnya. Mahasiswa sebuah
fakultas psikologi, angkatan 2003-2006 (N = 295) menjadi responden penelitian ini. Para partisipan
mengisi 3 jenis skala (satu skala utama dari penulis, dan dua skala pembanding, adaptasi dari skala
Aitken Procrastination Inventory dan Big Five Inventory.) Hasil pengujian menggunakan skala utama
menunjukkan adanya hubungan negatif (r = -0.627), yang diperkuat oleh hasil pengujian skala
pembanding. Hasil tersebut juga menyiratkan bahwa mahasiswa yang memiliki karakter
conscientious yaitu terstruktur, tekun, serta memiliki kendali diri yang baik cenderung terhindar dari
prokrastinasi.

Kata kunci: tugas, prokrastinasi akademik, conscientiousness, mahasiswa

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sansgiry, lebih sedikit dibandingkan orang yang tidak
Kawatkar, Dutta, dan Bhosle (2004), prestasi maha- melakukan prokrastinasi. Namun, hasil atau prestasi
siswa (academic performance) dipengaruhi oleh akademik pelaku prokrastinasi tidak berbeda
beberapa faktor. Yang pertama adalah kompetensi dengan orang yang telah mempersiapkan diri
akademik meliputi pemahaman mahasiswa saat beberapa hari sebelum ujian.
mendengarkan penjelasan di kelas. Kedua, terkait Steel (2007) dalam rangkaian penelitian terkait
pengaturan waktu. Pengaruh terakhir adalah strategi dengan prokrastinasi melakukan metaanalisis
belajar. terhadap variabel tersebut. Seperti telah sekilas
Dalam penelitian lain, penulis menemukan disebutkan terdahulu, prokrastinasi adalah perilaku
adanya prediktor lain prestasi akademik. Menurut menunda mengerjakan sesuatu tanpa alasan yang
Kruck dan Lending (2003), motivasi belajar jelas (The Oxford English Reference Dictionary,
mahasiswa berpengaruh terhadap prestasi. Temuan disitat dalam Steel, 2007). Hasil penelitiannya
yang lain adalah tidak adanya perbedaan prestasi menunjukkan adanya korelasi negatif antara
antara orang yang mempersiapkan diri sebelum prokrastinasi dengan prestasi akademik sebesar
ujian atau orang yang baru belajar menjelang ujian 0.23. Berarti, semakin tinggi tingkat prokrastinasi
(Phycyl, Morin, & Salmon, 2000). Penelitian ini mahasiswa, semakin rendah prestasi akademik yang
bertujuan melihat hubungan antara prokrastinasi akan diperoleh.
(menunda menyelesaikan tugas) dengan kesalahan Prokrastinasi juga membawa serentetan masalah
melakukan perencanaan. Penelitian ini menemukan akademik lainnya. Konsekuensi tersebut antara lain
bahwa prokrastinasi menyebabkan seseorang belajar adalah melepas matakuliah bersangkutan (Phycyl,

352
PROKRASTINASI AKADEMIK 353

Morin, & Salmon, 2000), bahkan menunda studinya tepat waktu rentan menelan kegagalan
pemerolehan gelar doktor karena terlambat dalam memenuhi target tersebut karena kebiasaan-
menyelesaikan disertasi (Muszynski & Akamatsu, nya berprokrastinasi.
1991). Jika dilihat dari topik penelitian Muszynski Salah satu korelasi yang paling kuat dengan
dan Akamatsu mengenai keterlambatan prokrastinasi adalah conscientiousness (ketekunan)
penyelesaian disertasi untuk bidang Psikologi yakni sebesar -0.62 (Steel, 2007). Individu dengan
Klinis, mungkin hal ini dapat memberikan jenis kepribadian ini akan memiliki karakteristik
ga mbaran mengapa mahasiswa S1 fakultas penuh rencana, teratur, tekun, gigih, bertujuan
psikologi (Fpsi. dalam survei awal penulis) hidup, dan memiliki self-control (Ones & Viswaran,
terlambat lulus tepat waktu. Maksudnya, disertasi disitat dalam Steel, 2007). Jika dikaitkan dengan
merupakan salah satu bentuk karya tulis ilmiah pengalaman mendasar peneliti dan rekan-rekan
yang menjadi titik puncak proses studi doktoral. semasa mahasiswa dulu, dapat dikatakan bahwa
Dalam hal ini skripsi memiliki tingkatan yang sama perilaku prokrastinasi timbul karena kurangnya
sebagai tugas terakhir mahasiswa S1 sebelum karakteristik conscientiousness dalam diri peneliti
dinyatakan lulus. Kesamaan ini memberikan suatu dan sesama rekan mahasiswa.
dugaan bahwa penyebab mundurnya masa studi Mengacu pada definisinya, conscientiousness
adalah karena pengaruh prokrastinasi. pada mahasiswa dapat berupa beberapa perilaku
Apabila dilihat dari prevalensi perilaku prokras- tertentu. Contohnya mahasiswa dengan karakteristik
tinasi, memang peneliti belum dapat menemukan ini akan mengatur jadwal belajar, membuat target
penelitian deskriptif terhadap maha-siswa yang penyelesaian tugas, dan mengontrol dirinya secara
berada di Indonesia namun ada beberapa penelitian ketat untuk memenuhi perencanaan tersebut.
yang telah dilakukan di luar negeri yang mene- Individu yang kurang memiliki karakteristik ini
mukan bahwa 50% dari 500 mahasiswa dan 30% akan cenderung tidak membuat perencanaan
dari 150 dosen (yang diteliti) melakukan prokras- kewajiban akademik mulai dari jadwal belajar,
tinasi (M.B. Hill, D.A. Hill, Chabot, & Bharal, penyelesaian tugas kuliah, penyelesaian skripsi, dan
disitat dalam Lee, 2003). Lebih lanjut lagi, target lulus tepat waktu. Kurangnya suatu karak-
McCown & Roberts (sitat dalam Lee) menemukan teristik conscientiousness pada mahasiswa dika-
sekitar 1.543 mahasiswa yang ditelitinya pernah takan akan menyebabkan timbulnya prokrastinasi
melakukan prokrastinasi. Yang lebih mence- (Steel, 2007).
ngangkan adalah mahasiswa pasca-sarjana lebih Ada beberapa penelitian yang membahas
sering melakukan prokrastinasi daripada mahasiswa prokrastinasi dan membahas conscientiousness atau
Strata-1 (Onwuegbuzie, 2000). Setidaknya hal ini keduanya (lihat Tabel 1). Menurut Roberts,
memberikan gambaran bahwa mahasiswa di Chernyshenko, Stark, dan Goldberg (2005) ada
Indonesia umumnya maupun di Fpsi tempat beberapa jenis dimensi conscientiousness. Pertama
penelitian penulis kemungkinan juga melakukan terkait dengan keteraturan dan kedua terkait dengan
tindakan prokrastinasi. pencapaian prestasi. Locke dan Latham (sitat dalam
Dari 438 penelitian terkait prokrastinasi, Steel, 2003b) berpendapat bahwa conscientiousness
kemudian ditemukan beberapa variabel lain yang mampu mengurangi munculnya prokrastinasi
berkorelasi dengan prokrastinasi (Steel, 2003b). dengan memberikan panduan terhadap pencapaian
Korelasi ini beberapa di antaranya menunjukkan tujuan. Bargh dan Barndollar (sitat dalam Steel,
dampak prokrastinasi. Seperti telah dijelaskan, 2007) juga mengatakan bahwa conscientiousness
prokrastinasi berkorelasi negatif dengan prestasi akan mencegah seseorang memutuskan untuk
akademik dan berkorelasi positif dengan lama masa mengerjakan hal yang lain.
studi. Hal ini berarti individu dengan perilaku ini Mahasiswa yang tidak membuat perencanaan
rentan memiliki prestasi akademik yang kurang dan/atau gagal menepati perencanaan akademiknya
memuaskan dan terlambat lulus/menyelesaikan akan memunculkan perilaku menunda-nunda karena
skripsi. Prokrastinasi juga memperbesar celah alasan irasional. Mahasiswa yang tidak membuat
antara harapan dan kenyataan. Contohnya, perencanaan studi/akademik tidak dapat mengetahui
mahasiswa yang ingin menyelesaikan masa prioritas tugas yang harus dikerjakan. Hal ini
354 SURIJAH DAN SIA

Tabel 1
Penelitian Prokrastinasi dan/atau Conscientiousness Lain
Pengarang Judul Tahun Sampel Variabel Jenis
Penelitian Penelitian
Roberts, B. The structure of 2005 Komunitas Conscientiousness Deskriptif
W., conscientiousness: An Eugene-
Chernyshenko, empirical investigation Springfield
O. S., Stark, based on seven major (15-90 tahun)
S., & personality
Goldberg, L. questionnaires.
R.
Scher, S. J. & Procrastination, 2002 Anak usia 1. Prokrastinasi Korelasional
Osterman, N. conscientiousness, sekolah 2. Conscientious
M. anxiety, and goals: ness
Exploring the 3. Kecemasan
measurement and 4. Cita-cita
correlates of
procrastination among
school-aged children.
Steel, P. The nature of 2003 - Prokrastinasi Meta-
procrastination: A meta- analisis
analytic and theoretical
review of self-regulatory
failure.

kemudian dapat memunculkan perilaku menge- Goldberg (2005) merupakan penelitian yang
sampingkan tugas yang penting karena melakukan mencoba melihat struktur conscientiousness. Peneli-
hal yang lain. Mahasiswa dalam keadaan ini berarti tian Steel menunjukkan korelasi dalam rupa hasil
sudah menunda mengerjakan tugas karena alasan dari meta-analisis. Sementara itu, Scher & Oster-
y a n g t i d a k j e l a s . man (2002) melakukan penelitian korelasional
Penelitian ini menyoroti hubungan/korelasi antara terhadap variabel prokrastinasi, conscientiousness,
prokrastinasi dengan conscientiousness. Salah satu kecemasan, dan goal namun penelitian diseleng-
pertimbangan dalam memilih kedua variabel garakan dengan sampel anak usia sekolah dasar.
tersebut adalah karena korelasinya yang kuat (Steel, Penelitian ini bertujuan mengetahui secara
2007) dan keaslian penelitian. Sejauh penelusuran empirik hubungan antara prokrastinasi dengan
yang dilakukan, peneliti belum menemukan artikel conscientiousness, sekaligus melihat tingkat pro-
jurnal maupun hasil penelitian yang membahas krastinasi dan conscientiousness pada mahasiswa
hubungan antara kedua variabel tersebut pada Fpsi.
mahasiswa (lihat Tabel 1). Penelitian yang Penelitian ini bermanfaat untuk melakukan
dilakukan Roberts, Chernyshenko, Stark, & verifikasi yang mendukung atau memberi perspektif
PROKRASTINASI AKADEMIK 355

baru terhadap penelitian yang sudah dilakukan Selain bangsa Mesir Kuno, Yunani sebagai pusat
sebelumnya serta mendorong munculnya penelitian- peradaban dunia ketika itu memiliki banyak literatur
penelitian lain yang berlatar belakang budaya dan tokoh terkait prokrastinasi (Steel, 2003a).
Indonesia, mengingat kebanyakan penelitian dan Pertama adalah Hesiod yang pada 800 SM
pengukuran terhadap variabel prokrastinasi banyak menuliskan kecamannya terhadap menunda
dilakukan di luar negeri. mengerjakan sesuatu hingga keesokan hari yang
Penelitian ini—jika terbukti memiliki hubungan menyebabkan banyak kegagalan. Kedua adalah
yang negatif—diharapkan mampu memberi literatur yang ditulis oleh seorang Jendral Athena,
kontribusi pada fakultas untuk memberikan Thucydides mengenai taktik dan strategi pe-
saran/masukan pada mahasiswa seperti kontrol diri, perangan melawan Sparta. Jendral ini menuliskan
pembuatan rencana akademik, dan penentuan tujuan bahwa perilaku prokrastinasi adalah perilaku paling
guna mengurangi prokrastinasi yang secara tidak tidak menguntungkan dalam peperangan. Terakhir,
langsung akan membantu meningkatkan prestasi adalah orasi Marcus Cicero pada 44 SM, seorang
akademik dan mempercepat lama studi mahasiswa lawan politik Mark Anthony yang juga mengecam
sehingga meningkatkan kualitas fakultas secara perilaku kelambanan dan prokrastinasi dalam
keseluruhan. pidato-pidatonya.
Dari kesusastraan Timur, Bhagavad Gita
memiliki istilah taamasika. Istilah ini menunjuk
Prokrastinasi pada pelaku ketidakdisiplinan, malas, procrastinate,
keras kepala, ceroboh, dan sebagainya (Steel,
Sejarah Prokrastinasi 2003a). Dalam budaya Hinduisme, taamasika
adalah orang-orang yang gagal dalam proses
Sejarah mencatat bahwa buku pertama yang terbit reinkarnasi. Oleh karena itu, taamasika lebih baik
terkait dengan penelitian terhadap prokrastinasi masuk neraka saja.
adalah buku Milgram pada 1992, yang menyatakan Kembali pada pernyataan Milgram dan Ferrari,
bahwa komunitas yang berkembang memunculkan tepatlah jika perilaku prokrastinasi timbul pada
berbagai macam komitmen dan tenggat waktu. Hal komunitas yang maju dan berkembang. Telaah
inilah yang menyebabkan munculnya prokrastinasi. sejarah di atas menggambarkan munculnya istilah-
Pada komunitas yang tidak berkembang (komunitas istilah terkait prokrastinasi yang muncul pada pusat-
agraris), tidak ditemukan munculnya perilaku pusat peradaban Barat (Yunani) dan Timur (India).
prokrastinasi (Ferrari, Johnson, & McGown, disitat Oleh karena itu, perilaku prokrastinasi semakin
dalam Steel, 2003a). Jadi, prokrastinasi muncul “populer” pada era Revolusi Industri (Steel, 2003a).
pada masyarakat dengan teknologi yang unggul dan Beberapa contoh yaitu munculnya kesadaran akan
jadwal yang ketat yang menjadi begitu penting. “bahaya” prokrastinasi di budaya Barat tercermin
Jika dilihat pada angka tahun munculnya melalui sumber-sumber yang ditelusuri oleh Steel,
penelitian/literatur terkait prokrastinasi, dapat seperti novel karangan Lyly berjudul Eupheus pada
dilihat bahwa fenomena prokrastinasi baru 1579. Dalam novel tersebut Lyly menyebutkan
terangkat dekade ini. Asumsi demikian kurang tepat bahwa tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya
karena perilaku prokrastinasi sendiri sudah selain perilaku prokrastinasi. Pendeta Walker pada
dipahami sejak zaman dahulu kala. Warga Mesir 1682 juga menyebutkan bahwa prokrastinasi
Kuno memiliki dua kata yang merujuk pada istilah merupakan perilaku yang sangat berdosa. Terakhir,
procrastinate (Ferrari, Johnson, & McGown, 1995). Samuel Johnson pada 1751, menyebutkan bahwa
Yang pertama adalah istilah mengenai perilaku prokrastinasi adalah sebuah permasalahan moral
yang berguna karena menghindari mengerjakan hal- yang perlu diperhatikan.
hal yang tidak perlu. Kedua adalah kebiasaan buruk Perhatian terhadap perilaku prokrastinasi sudah
karena kemalasan menyelesaikan tugas untuk muncul sejak zaman peradaban kuno. Fokus ini juga
kepentingan kehidupan seperti mengolah tanah tak terhenti ketika era Revolusi Industri. Dapat
sesuai dengan periode waktu tertentu menurut siklus disimpulkan bahwa prokrastinasi adalah perilaku
banjir Sungai Nil. archetypal. Perilaku archetypal adalah perilaku
356 SURIJAH DAN SIA

individu karena jejak-jejak ingatan dari leluhur yang tersebut. Di lain pihak, prokrastinasi menjadi pe-
terbawa (Alwisol, 2005). Hal ini menandakan bah- rilaku irasional yang dilakukan secara sadar pula
wa perilaku prokrastinasi pada masyarakat modern sehingga mengganggu performa seseorang terhadap
sangatlah lazim ditemui. tugas terebut.
Prokrastinasi juga merupakan kecenderungan
Etiologi dan Definisi Prokrastinasi seseorang untuk menunda suatu aksi atau putusan
dan dilaporkan merupakan hal yang umum terjadi
Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin pada populasi orang dewasa normal yang tidak
procrastinare (DeSimone, disitat dalam Ferrari, menjalani perawatan klinis (Ellis & Kraus; Harriot
Johnson, & McGown, 1995). Kata tersebut berarti & Ferrari; disitat dalam Specter & Ferrari, 2000).
menunda hingga esok hari. Istilah ini tersusun dari Menurut arti itu, prokrastinasi tak hanya sebatas
istilah pro dan crastinus. Kata pro berarti “bergerak pengerjaan atau penyelesaian tugas. Perilaku
maju” sedangkan crastinus berarti “menjadi esok menunda juga termasuk dalam pengambilan
hari”. putusan. Perilaku ini umum terjadi pada orang
Mencari definisi prokrastinasi merupakan tugas dewasa normal dalam arti orang tersebut tidak
yang sulit. Hal ini disebabkan belum tercapainya mengalami gangguan klinis (mental).
konsensus tunggal terhadap definisi prokrastinasi Prokrastinasi sendiri merupakan perilaku tidak
(Ferrari, Johnson, & McCown, disitat dalam Sigall, perlu yang menunda kegiatan walaupun orang itu
Kruglanski, & Fyock, 2000). Secara umum harus/berencana menyelesaikan kegiatan tersebut.
d i de f i ni s i ka n b a h w a p r o kr a s t i n a s i a da l a h Perilaku menunda ini dikategorikan sebagai
kecenderungan perilaku untuk memulai sesuatu prokrastinasi ketika perilaku tersebut menimbulkan
dengan lambat dan membawa konsekuensi yang ketidaknyamanan emosi (Lay & Schouwenburg;
buruk bagi “penderita”nya (Dewitte & Solomon & Rothblum; disitat dalam Wolters,
Schouwenburg, 2002). Dalam pandangannya, 2003). Kutipan di atas membatasi perilaku menunda
pelaku prokrastinasi tidak dapat menyelesaikan untuk dikategorikan sebagai prokrastinasi ketika
tugas-tugasnya. Hal ini disebabkan seseorang seseorang tersebut sesungguhnya ingin dan beren-
tersebut tidak memiliki waktu yang cukup yang cana untuk melakukan performa/kegiatan. Perilaku
sesuai dengan kapasitas kemampuan dirinya. menunda juga telah sampai pada tahap yang
Prokrastinasi menurut Solomon & Rothblum menimbulkan ketidaknyamanan emosi seperti rasa
adalah penundaan mulai pengerjaan maupun cemas.
penyelesaian tugas yang disengaja (sitat dalam Dalam kamus (Oxford English Reference
Brownlow & Reasinger, 2000). Dari definisi Dictionary, disitat dalam Ferrari, Johnson, &
tersebut dapat dilihat bahwa perilaku prokrastinasi McGown, 1995), prokrastinasi bermakna “menunda
adalah perilaku yang disengaja. Maksudnya faktor- aksi, khususnya ketika tidak memiliki alasan yang
faktor yang menunda pengerjaan atau penyelesaian jelas.” Steel sendiri (2007) menyimpulkan bahwa
tugas berasal dari putusan dirinya sendiri. prokrastinasi adalah tindakan menunda secara
Selain penjelasan terdahulu, umumnya sukarela terhadap kegiatan yang seharusnya diker-
prokrastinasi diartikan sebagai kecenderungan ira- jakan tanpa memikirkan konsekuensi yang lebih
sional menunda untuk memulai atau menyelesaikan buruk ketika melakukan penundaan tersebut.
sebuah tugas. Perilaku ini melibatkan kesadaran Sebagai pertimbangan, thesaurus untuk istilah-
pelaku prokrastinasi yang seharusnya melakukan istilah psikologik menuliskan bahwa prokrastinasi
tugas itu dan bahkan ingin untuk melakukan tugas adalah kebiasaan menunda yang merugikan (APA,
itu, namun gagal memotivasi diri sendiri untuk 2005). Definisi ini menunjukkan bahwa prokras-
melakukan tugas tersebut dalam jangka waktu yang tinasi menimbulkan efek negatif bagi pelakunya.
diharapkan atau diharuskan (Ferrari & Lay, disitat Hal ini senada dengan definisi yang dikemukakan
dalam Senécal & Guay, 2000). Mendukung oleh ahli-ahli sebelumnya.
pernyataan Solomon & Rothblum sebelumnya, Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dari
definisi ini menunjukkan bahwa pelaku prokras- pernyataan-pernyataan terdahulu. Pada dasarnya
tinasi sadar akan kebutuhannya terhadap tugas prokrastinasi adalah perilaku menunda. Hal ini
PROKRASTINASI AKADEMIK 357

meliputi secara sukarela menunda untuk memulai Aspek keempat adalah perceived ability atau
maupun menunda untuk menyelesaikan suatu keyakinan terhadap kemampuan diri (Ellis &
aktivitas dalam kerangka waktu yang diharapkan Knaus, disitat dalam Steel, 2007). Walaupun
sebelumnya. Aktivitas yang dilakukan bukanlah prokrastinasi tidak berhubungan dengan kemam-
aktivitas yang tidak diharapkan melainkan pelaku puan seseorang, keragu-raguan terhadap kemam-
prokrastinasi berniat untuk melakukan aktivitas puan dirinya akan menyebabkan seseorang
tersebut (intend to). Perilaku menunda juga harus melakukan prokrastinasi. Hal ini ditambah dengan
membawa konsekuensi berupa ketidaknyamanan rasa takut akan gagal menyebabkan seseorang me-
e mos i onal . J a di dapat di si mpul ka n bahwa nyalahkan dirinya sebagai yang “tidak mampu.”
prokrastinasi adalah keterlambatan memulai atau Untuk menghindari munculnya dua perasaan
kegagalan menyelesaikan suatu aktivitas karena tersebut maka seseorang dapat menghindari tugas-
kecenderungan irasional dan sukarela untuk tugas kuliah karena takut akan pengalaman kega-
menunda aktivitas. galan.
Lebih lanjut Steel menuliskan bahwa performa
akademik (academic performance) seperti kuis,
Aspek Prokrastinasi tugas karya tulis ilmiah, kehadiran di kelas, bahkan
hingga penulisan tesis/disertasi, merupakan salah
Aspek pertama dari prokrastinasi adalah satu domain perilaku yang mampu menjadi
perceived time (Ferrari, Johnson, & McGown, indikator prokrastinasi (2007). Apabila dikaitkan
1995). Yang dimaksud dengan aspek ini adalah dengan kriteria-kriteria yang disebutkan sebelum-
seseorang dengan kecenderungan prokrastinasi nya, yang termasuk ke dalam academic
adalah orang-orang yang gagal menepati deadline. performance memenuhi keseluruh kriteria tersebut.
Mereka berorientasi pada “masa sekarang” dan Tugas-tugas sekolah/kuliah biasanya memiliki
tidak mempertimbangkan “masa mendatang.” Hal rentang waktu tertentu. Para siswa juga berniat atau
ini mengakibatkan individu tersebut menjadi ingin menyelesaikan tugas walau terpaksa,
seseorang yang tidak tepat waktu karena gagal c ontohnya belaj ar untuk uj ia n. Ke ga gal an
memprediksikan waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan tugas atau kehadiran memiliki
mengerjakan tugas. konsekuensi tertentu.
Aspek kedua dari prokrastinasi adalah celah Dalam memenuhi aspek keempat, ada beberapa
antara keinginan dan perilaku atau intention-action hal yang harus diperhatikan dalam membedakan
gap (Steel, 2007). Perbedaan antara keinginan perilaku menunda atau tidak. Apabila diberikan
dengan perilaku senyatanya ini terwujud dalam suatu tugas yang sangat sulit, siswa dapat saja
kegagalan mahasiswa mengerjakan tugas akademik memulai lebih awal, namun tetap saja gagal
walau sesungguhnya mahasiswa tersebut sangat mengumpulkan tepat waktu. Hal ini tidak termasuk
menginginkan untuk mengerjakannya. Namun, perilaku menunda karena siswa sesungguhnya tidak
ketika tenggat waktu semakin dekat, besar celah memiliki kemampuan untuk mengantisipasi
antara keinginan dan perilaku semakin kecil. Pelaku konsekuensi. Pengukuran prokrastinasi tidak
prokrastinasi yang semula menunda pengerjaan termasuk di dalamnya faktor kemampuan (ability)
tugas sebaliknya dapat mengerjakan hal-hal lebih (Steel, 2003b).
dari yang ditargetkan semula. Dimensi perilaku prokrastinasi yang sangat luas
Emotional distress merupakan aspek ketiga dari menyebabkan penelitian ini berfokus pada perilaku
prokrastinasi (Steel, 2007). Emotional distress ini academic procrastination. Jadi perilaku yang
tampak dari perasaan cemas saat melakukan dimunculkan selalu terkait dengan penyelesaian
prokrastinasi. Perilaku menunda-nunda haruslah tugas-tugas kuliah. Hal ini disebabkan konteks
membawa perasaan tidak nyaman. Konsekuensi penelitian yang diadakan di dalam lingkungan aka-
negatif yang ditimbulkan memicu kecemasan dalam demik. Dengan demikian sepanjang laporan
diri pelaku prokrastinasi. penelitian ini, penggunaan istilah prokrastinasi
358 SURIJAH DAN SIA

mengacu pada academic procrastination. menemukan korelasi sebesar 0.24 pada aspek per-
feksionisme karena dorongan sosial sementara pada
aspek lain korelasinya relatif sangat lemah. Hal ini
Faktor-faktor yang Berkorelasi dengan Pro- menunjukkan bahwa orang dengan kepribadian
krastinasi perfeksionis cenderung melakukan prokrastinasi
juga.
Dari studi literatur, peneliti menemukan Faktor keempat yang berhubungan dengan
beberapa variabel yang berkorelasi dengan prokrastinasi adalah usia dan gender. Dalam
prokrastinasi. Pertama adalah tingkat aversivitas penelitian mengenai demografi prokrastinasi, tidak
sebuah tugas. Menurut Steel (2007), manusia secara ditemukan adanya perbedaan signifikan antara laki-
alami akan menghindari stimuli yang tidak laki dan perempuan dalam kemunculan perilaku
menyenangkan. Semakin situasi tersebut tidak prokrastinasi, namun laki-laki dikatakan lebih
menyenangkan, semakin sering kita menghin- rentan terhadap prokrastinasi dibandingkan wanita.
darinya, demikian pula dengan tugas kuliah. Semakin matang usia, semakin terjadi penurunan
Karakteristik tugas yang membuat mahasiswa perilaku prokrastinasi dengan korelasi sebesar
enggan mengerjakannya akan meningkatkan -0.15 (Steel, 2007).
perilaku prokrastinasi. Contohnya adalah skripsi
yang memiliki beban yang berat membuat banyak
mahasiswa melakukan prokrastinasi terhadap Pengukuran Prokrastinasi
penyelesaian atau pengerjaan skripsi.
Kedua adalah hubungan antara prokrastinasi Alat ukur prokrastinasi. Selama ini dikenal
dengan orientasi terhadap waktu. Menurut Jackson, beberapa skala pengukuran prokrastinasi. Yang
Fritch, Nagasaka, dan Pope (2003), individu yang pertama adalah Aitken Procrastination Inventory
tergolong memiliki prevalensi prokrastinasi tinggi (API). Skala ini tersusun atas 19 butir yang terkait
cenderung kurang berorientasi pada masa depan. dengan academic performance dan kehidupan
Hal serupa juga diungkap oleh Steel, bahwa sehari-hari. Keseluruh butir terdiri atas butir yang
individu semakin rentan melakukan prokrastinasi favourable maupun unfavourable. Respon sampel
saat waktu yang diberikan untuk mencapai goal terhadap pernyataan bergerak dari angka 1 (False)
semakin longgar (2007). hingga angka 5 (True). Contoh butir pernyataan
Faktor keti ga ya ng berhubungan de ngan favourable dalam skala API adalah: “Saya sering
prokrastinasi adalah perfeksionisme. Perfek- terlambat datang ke rapat” (korespondensi dengan
sionisme secara konseptual terbagi atas perfek- Steel, 14 November 2005).
sionisme diri, perfeksionisme terhadap orang lain, Kedua adalah skala Tel-Aviv Procrastination
dan perfeksionisme yang diperoleh dari lingkungan Inventory (TAP). Sampel diperintahkan untuk
sosial. Perfeksionisme diri berarti tuntutan terhadap memberi tanda relevan (R) atau tidak relevan (not
diri sendiri untuk menjadi sempurna. Perfek- relevant; NR) pada tiap pernyataan. Selanjutnya
sionisme terhadap orang lain berarti menuntut orang s a mpe l di i ns t r uks i ka n unt uk me ns ka l a ka n
lain seperti orang tua, anak, saudara, teman, dan pernyataan dari angka 1 untuk kecenderungan
pasangan hidup untuk menjadi sempurna. Yang mengerjakan dengan segera hingga angka 4 untuk
terakhir, perfeksionisme yang diperoleh dari kecenderungan menunda pengerjaan. Pernyataan
lingkungan sosial, berarti individu dituntut menjadi berbentuk pekerjaan seperti “pergi ke salon”. Oleh
sempurna oleh orang lain/eksternal (Hewitt, 2003). karena bentuk pernyataan berupa kegiatan maka
Menurut Steel, karakteristik perfeksionis mem- butir TAP tidak dikelompokkan sebagai favourable
buat seseorang cenderung melakukan prokrastinasi. atau unfavourable (korespondensi dengan Steel, 14
Korelasi antara keduanya adalah 0.20 namun November 2005).
korelasi ini hanya untuk aspek perfeksionisme Skala ketiga adalah Procrastination Assessment
karena dorongan sosial (2003b). Hal serupa juga Scale-Students (PASS). Skala ini terbagi menjadi
diungkapkan oleh Onwuegbuzie (2000) yang dua bentuk instruksi yang berbeda. Pada delapan
PROKRASTINASI AKADEMIK 359

belas butir pertama, subjek diinstruksikan untuk pengambilan putusan. Skala terdiri atas sembilan
memberi respon yang terentang antara “a” ke “e” deskripsi situasi pengambilan putusan. Respon
untuk tiga ketentuan yang berbeda. Pada butir terentang dari angka 1 untuk “bukan saya sebe-
berikutnya hingga butir nomor 44 diberi instruksi narnya” hingga angka 5 untuk “saya yang sebe-
deskriptif untuk subjek yang sedang menyelesaikan narnya”. Contoh pernyataan adalah: “Ketika saya
tugas penulisan karya ilmiah. Sisa butir ini membuat putusan, saya menunda melakukan hasil
mengungkapkan alasan-alasan siswa melakukan putusan tersebut” (korespondensi dengan Steel, 14
prokrastinasi (korespondensi dengan Steel, 14 November 2005).
November 2005). Alat ukur seperti Tel-Aviv Procrastination
Skala keempat adalah General Procrastination Inventory dan General Procrastination Scale
Scale (GPS). Skala terdiri atas dua puluh butir tersusun ke dalam butir-butir yang favourable dan
pernyataan yang direspon dari rentang 1 (low value) butir yang unfavourable. Skala TAP, GPS, dan AIP
hingga 5 (high value). Butir pernyataan juga memasukkan unsur-unsur kehidupan sehari-hari
tersusun atas butir favourable atau unfavourable. sebagai indikator perilaku, jadi tidak eksklusif
Contoh butir dalam GPS: “Saya pada umumnya academic performance. Skala yang lain (PASS,
menunda mengerjakan sesuatu yang harus saya API, dan TPS) merupakan skala yang dibuat khusus
selesaikan” (korespondensi dengan Steel, 14 untuk membedakan pelaku prokrastinasi di
November 2005). kalangan mahasiswa (academic performance).
Ke li ma a dal a h s ka la Adul t I nv e nt ory of Hanya DPS yang mengukur perilaku prokrastinasi
Procrastination (AIP). Ada lima belas butir yang yang berhubungan dengan pengambilan putusan.
dibagi menjadi butir favourable atau unfavourable. Memang harus diakui karena akses kemudahan
Respon bergerak dari Sangat Setuju (1) hingga melakukan penelitian di lingkungan akademik
Sangat Tidak Setuju (5). Contoh butir skala ini: membuat banyaknya alat ukur prokrastinasi
“Saya sering merasa kekurangan waktu” berfokus pada masalah akademik. Berikut ini adalah
(korespondensi dengan Steel, 14 November 2005). tabel yang memaparkan keajegan alat ukur
Sesungguhnya skala ini memiliki enam belas butir prokrastinasi ( α ).
pernyataan namun butir “Saya memiliki masalah Hambatan pengukuran prokrastinasi. Peng-
dengan prokrastinasi” digugurkan (Ferrari, Johnson, ukuran prokrastinasi menggunakan skala yang
& McGown, 1995). Butir ini digugurkan karena tersusun atas butir-butir pernyataan. Hal inilah yang
mengungkap langsung variabel yang hendak diukur. dinamakan sebagai self-report measurement. Meng-
Skala ke enam adalah Tuckman Procrastination ukur perilaku prokrastinasi seringkali mengalami
Scale (TPS). Skala ini disebut juga skala “That’s hambatan. Hambatan tersebut adalah delay dan time
me-That’s Not Me”. Skala ini terdiri atas dua puluh management (Steel, 2002). Perilaku prokrastinasi
butir baik yang favourable atau unfavourable. harus dibedakan dengan sekadar menunda dan
Contoh butir skala TPS: “Saya menunda mengambil kegagalan mengatur waktu.
putusan yang sulit”. Skala ini juga disusun atas Faktor pe mbeda ant ara menunda dengan
butir-butir berdasarkan indikator perilaku (kores- prokrastinasi adalah “rasionalitas” (Steel, 2002).
pondensi dengan Steel, 14 November 2005). Dalam perilaku prokrastinasi, penundaan pekerjaan
Ferrari, Johnson, dan McGown di lain pihak disebabkan oleh alasan irasional seperti yang
berpendapat lain. Mereka menuliskan TPS yang dikemukakan dalam kriteria ke empat. Masalah lain
terdiri atas enam belas butir pernyataan yang terkait rasionalitas, adalah kemungkinan butir-butir
tersembunyi dalam 35 butir pernyataan terkait pernyataan unfavourable sekadar menegasi penun-
perilaku akademik (1995). Sayangnya peneliti tidak daan. Padahal butir-butir pernyataan kebalikan
dapat mengonfirmasikan kebenaran pendapat ini tersebut bisa saja mengandung ketepatan waktu
karena tidak disertai dengan contoh-contoh butir yang tidak rasional. Misalnya seseorang dapat
pernyataan yang dimaksud. menyelesaikan tugas tepat waktu namun dengan
Yang terakhir adalah skala Decisional Procras- terburu-buru dan asal-asalan. Seseorang dapat
tination Scale (DPS). Skala ini merupakan satu- menunda pekerjaan karena alasan-alasan rasional
satunya skala yang menggunakan indikator perilaku misalnya meminta saran dari orang lain. Jadi
360 SURIJAH DAN SIA

Tabel 2
Daftar Keajegan Alat Ukur Prokrastinasi (Steel, 2003a)
Nama Pencipta & Tahun Butir N α
Academic Procrastination Scale Milgram & Toubiana,
(APS) 1999 21 1,279 0.90

Adult Inventory of Procrastination McCown & Johnson,


(AIP) 1989 15 2,803 0.81

Aitken Procrastination Inventory Aitken, 1982


(API) 19 276 0.82

Decisional Procrastination Mann, 1982; Mann et al.,


Questionnaires (DPQI, DPQII) 1997 5 7,476 0.79

General Procrastination Scale Lay, 1986


(GPS) 20 5,396 0.87

Procrastination Assessment Scale- Solomon & Rothblum,


12 591 0.83
Students (PASS) 1984
PASS - Frequency
6 1,610
0.74
PASS – Problem
6 923 0.73
That’s Me – That’s Not Me Tuckman, 1991
16 2,695 0.86
Tuckman Procrastination Scale Tuckman, 1991
35 300 0.87
(TPS)

ketepatan waktu tidak bisa menjadi indikator pasti time-management. Aspek yang paling penting
yang menunjukkan seseorang tidak melakukan pro- dalam penulisan butir adalah memperhatikan
krastinasi. rasionalitas dalam perilaku menunda. Perilaku
Berikutnya adalah perbedaan antara prokrastinasi menunda yang tergolong ke dalam prokrastinasi
dan kegagalan mengatur waktu. Banyak pekerjaan adalah penundaan-penundaan yang dilandasi oleh
yang baru pertama kali ditemui menyulitkan alasan irasional. Terakhir, penundaan tersebut juga
seseorang untuk mengerjakannya dengan tepat harus disadari atau disengaja oleh pelaku pro-
waktu. Situasi seperti ini dapat membuat seseorang krastinasi.
gagal memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan suatu tugas. Kegagalan mengatur
waktu dapat dikatakan sebagai prokrastinasi jika Conscientiousness
seseorang melakukannya dengan sengaja (Steel,
2002). Sejarah dan Definisi Conscientiousness
Jadi dalam penyusunan butir-butir pernyataan
untuk mengukur prokrastinasi, harus diperhatikan Conscientiousness adalah satu dari lima besar
definisi perilaku tersebut sehingga dapat dipisahkan karakteristik kepribadian yang sering disebut
dengan perilaku sekadar menunda atau masalah sebagai “Big Five Personality Trait.” Konsep ini
PROKRASTINASI AKADEMIK 361

dikembangkan oleh Robert McRae dan Paul Costa performa kerja (LePine, Colquitt, & Erez, disitat
sejak 1987. Mereka berpendapat bahwa kepribadian dalam Roberts, Chernyshenko, Stark, & Goldberg).
manusia diturunkan oleh lima karakteristik utama Peneliti sendiri berupaya menemukan terjemahan
kepribadian yaitu: conscientiousness, extraversion, yang tepat untuk konsep conscientiousness. Akan
neuroticism, openness to experience, dan agree- tetapi upaya ini menemui jalan buntu. Karena
ableness. Kelima konsep tersebut disebut sebagai sifatnya yang higher-order, sesungguhnya satu kata
higher-order trait yang berarti kelima karakteristik saja tidak cukup untuk menampung karakteristik
tersebut adalah gambaran kepribadian yang paling kepribadian tersebut. Bahkan menurut Peabody dan
umum dan universal (Weiten, 2007). Goldberg, conscientiousness sendiri kurang dapat
Konsep yang masih baru ini menarik perhatian menangkap keseluruhan karakter kepribadian
para peneliti melakukan riset terhadap “Big Five tersebut (John & Srivastava, 1999).
Personality Trait.” Akan tetapi dari kelima Thesaurus untuk istilah-istilah psikologik juga
karakteristik utama kepribadian tersebut, perhatian menerangkan bahwa conscientiousness adalah
besar penelitian banyak diarahkan terhadap tingkat atau keadaan seseorang yang bertujuan,
conscientiousness. Hal ini disebabkan kemampuan teratur dengan baik (well-organized), berkeinginan
conscientiousness memprediksi performa kerja dan kuat, dan dapat menentukan arah diri (APA, 2005).
kesejahteraan (Roberts, Chernyshenko, Stark, & Acuan ini sangat membantu peneliti memahami
Goldberg, 2005). Lalu apakah sesungguhnya conscientiousness. Kata “keadaan” dalam definisi
conscientiousness tersebut? conscientiousness menunjukkan variabel ini sebagai
Menurut Lay, conscientiousness adalah kontrol salah satu bentuk dari kepribadian. Seseorang yang
sifat impulsif yang diperoleh dari lingkungan sosial conscientious pada konteks akademik contohnya
terhadap perilaku yang berorientasi pada tujuan dan digambarkan memiliki jadwal yang terstruktur,
tugas (sitat dalam Scher & Osterman, 2002). mengetahui kapan akan (ingin) lulus, dan tidak
Individu dengan karakter kepribadian ini akan mudah mengalihkan perhatian dari tekadnya
ma mpu me n ge n da l i ka n dor on ga n di r i da n semula.
memfokuskan diri pada tujuan. Contohnya adalah Lebih lanjut dikatakan, conscientiousness adalah
perilaku mahasiswa saat mengerjakan tugas. kecenderungan untuk teratur, bertanggungjawab,
Mahasiswa dengan karakteristik kepribadian ini dan mau be kerj a kera s. Conscientiousness
akan mampu menahan dorongan diri dengan fokus berlawanan dengan kurangnya arah dan tujuan (lack
terhadap tujuan yaitu menyelesaikan tugas. of direction). Conscientiousness merupakan salah
Ada juga yang menyatakan bahwa conscien- satu dimensi dari kepribadian menurut model
tiousness dibagi berdasarkan dua pemahaman. Yang kepribadian “Big-Five” (APA, 2007). Definisi dari
pertama adalah definisi conscientiousness sebagai kamus APA ini menunjukkan kesesuaian dengan
prestasi. Yang kedua adalah definisi conscien- b a h a s a n s e b e l u m n ya b a h w a k a r a kt e r i s t i k
tiousness sebagai keteraturan. Pada penelitian yang conscientiousness digambarkan sebagai orang yang
menguji hubungan antara conscientiousness dengan teratur dan sangat terarah pada tujuannya.
prokrastinasi, peneliti menggunakan definisi/ Dari bahasan mengenai conscientiousness,
dimensi conscientiousness sebagai keteraturan. Hal peneliti mengambil beberapa simpulan. Pertama,
ini disebabkan beberapa studi yang dilakukan conscientiousness berhubungan dengan keteraturan.
terhadap variabel conscientiousness menunjukkan Kedua, prokrastinasi adalah bentuk perilaku
bahwa dimensi keteraturan berkorelasi sangat kuat impulsif yang dapat dibatasi dengan karakteristik
dengan performa kerja (Ashton, disitat dalam i n d i vi d u ya n g t e r ko n t r o l , t e r e n c a n a , d a n
Roberts, Chernyshenko, Stark, & Goldberg, 2005). berkomitmen pada target dan rencana yang sudah
Variabel conscientiousness sebagai prestasi, di lain dibuat sebelumnya. Ketiga, karakteristik conscien-
pihak, tidak menunjukkan hubungan bahkan tiousness terdiri atas beberapa macam aspek yang
berkorelasi terbalik dengan kriteria-kriteria akan dijelaskan berikut ini.
362 SURIJAH DAN SIA

Aspek-Aspek Conscientiousness 240 butir pernyataan untuk mengukur lima besar


karakteristik kepribadian. Skala ini memiliki kea-
Aspek pertama conscientiousness adalah order jegan sebesar 0.86 hingga 0.95. Tiap karakter kepri-
(Ferrari, Johnson, & McGown, 1995). Seseorang badian memuat enam aspek sehingga total terdapat
yang dikatakan memiliki karakteristik conscientious tiga puluh aspek. Pilihan respon tersusun berdasar-
adalah seseorang yang memiliki perencanaan. kan format Likert yang terentang antara “sangat
Contohnya mahasiswa memiliki jadwal belajar dan tidak setuju” hingga “sangat tidak setuju” (Roberts,
prioritas tugas yang harus dikerjakan. Sebaliknya, Chernyshenko, Stark, & Goldberg, 2005).
jika mahasiswa tidak memiliki perencanaan agenda Pada mulanya 16PF merupakan skala psikologik
belajar yang jelas maka ia dikatakan tidak memiliki yang dikembangkan berdasarkan hasil analisis
karakteristik conscientious. faktor Raymond Cattel. Enam belas karakter
Aspek kedua conscientiousness adalah kepribadian dan satu karakter intelektualitas hasil
industriousness (Roberts, Chernyshenko, Stark, & analisis faktor primer diukur melalui 185 butir
Goldberg, 2005). Industriousness tampak pada pernyataan. Conscientiousness diukur berdasarkan
karakteristik individu yang berambisi. Aspek ini konsep kontrol diri (self-control) pada faktor
juga menggambarkan individu yang mau bekerja “global” yang diperoleh dari analisis faktor
keras dan percaya diri. Selain itu, individu yang sekunder (Roberts, Chernyshenko, Stark, &
kreatif juga termasuk ke dalam aspek ini. Goldberg, 2005).
Aspek ketiga conscientiousness adalah self- CPI merupakan skala psikologik yang digunakan
c ontr ol ( Robert s, Cher nys henko, Star k, & untuk mengukur perilaku interpersonal dalam
Goldberg, 2005). Sesudah individu memiliki target kehidupan sehari-hari. Hasil revisi terakhir pada
dan rencana, hal yang penting untuk menunjukkan 1987, terdapat total 462 butir pernyataan dengan
conscientiousness adalah disiplin diri individu pilihan respon “true” atau “false.” Dalam skala ini,
memenuhi target/rencana tersebut. Individu dalam terdapat enam faktor yang berhubungan secara
berperilaku (action) haruslah mematuhi rancangan konseptual dengan conscientiousness. Faktor
yang telah ia buat sebelumnya. Individu dituntut tersebut beberapa di antaranya adalah tanggung
untuk tidak terganggu oleh hal-hal lain yang dapat jawab, kontrol diri, dan pencapaian prestasi
membelokkan perilaku yang terarah pada tujuannya (Roberts, Chernyshenko, Stark, & Goldberg, 2005).
semula. Keseluruh alat ukur tersebut memiliki kelebihan
dalam kelengkapan butir pernyataan namun
membutuhkan waktu lama dalam penyelenggaraan
Alat Ukur Conscientiousness tes. Hal ini disebabkan jumlah butir pernyataan
yang dapat mencapai ratusan butir. Oleh karena itu,
Conscientiousness dapat diukur dengan berbagai para peneliti berupaya merancang alat ukur
macam skala psikologik. McRae, Costa, dan Dye kepribadian Big Five (termasuk conscientiousness)
adalah tokoh yang mengembangkan alat ukur dalam versi yang lebih singkat. Alat ukur yang lebih
khusus untuk “Big Five Personality Trait.” Alat singkat memiliki kelebihan dalam mengatasi
ukur yang dimaksud adalah NEO Personality kelelahan atau kebosanan responden. Selain itu, ada
Inventory-Revised (NEO-PI). Akan tetapi, peng- juga responden yang tidak mau mengisi skala yang
ukuran conscientiousness dapat menggunakan terlihat panjang atau memakan waktu karena butir
pengukuran kepribadian lainnya seperti Sixteen yang banyak (Burisch, disitat dalam Benet-Martinez
Personality Factor Questionnaire (16PF) atau & John, 1998).
California Psychological Inventory (CPI). Hal ini Salah satu skala Big Five yang diciptakan untuk
dimungkinkan dengan menemukan aspek-aspek pengukuran yang efisien dan fleksibel adalah Big
dalam skala psikologi yang secara konseptual Five Inventory atau BFI (Benet-Martinez & John,
berhubungan dengan conscientiousness (Roberts, 1998). BFI terdiri atas 44 butir pernyataan pendek.
Cher nyshenko, Star k, & Goldbe r g, 2005). Hal ini berbeda dengan pengukuran Big Five
NEO-PI merupakan skala psikologik berisikan lainnya yang biasanya menggunakan satu kata saja.
PROKRASTINASI AKADEMIK 363

Tabel 3 ness seperti yang tertera pada Tabel 3.


Korelasi Prokrastinasi (Steel, 2007) Menurut Knaus (sitat dalam Steel, 2007), pro-
Construct Korelasi (r) krastinasi muncul pada individu yang meyakini
Conscientiousness -0.62 bahwa dunia eksternal terlalu menuntut dan
• Self-control -0.59 individu tersebut mengalami kebingungan. Individu
• Kegagalan fokus 0.45 dengan karakteristik seperti ini akan berkata, “Saya
• Organisasi perencanaan -0.36 tidak tahu harus mulai dari mana,” saat hendak
Motivasi berprestasi -0.36 memulai mengerjakan tugas. Hal ini meng-
• Kebutuhan berprestasi -0.46 gambarkan secara implisit alasan atau keyakinan
• Motivasi intrinsik -0.28
irasional individu untuk berprokrastinasi. Kalimat
Celah keinginan dan kenyataan 0.29
itu mengindikasikan bahwa individu tidak memiliki
Prestasi akademik -0.20
pemetaan tugas yang harus dikerjakan terlebih
Neuroticism (perfeksionisme) 0.24
dahulu. Jadi ketika individu tidak memiliki peren-
canaan dan target yang jelas, hal ini akan
Perbedaan ini menjadi keuntungan BFI karena alat menimbulkan kebingungan dan alasan-alasan ira-
ukur yang menggunakan satu kata seringkali susah sional untuk melakukan prokrastinasi.
dipahami. Ketidakmampuan individu untuk berfokus pada
Pada alat ukur Big Five yang lain, responden suatu hal (tugas kuliah) juga akan menyebabkan
diinstruksikan memilih apakah “persevering” sesuai prokrastinasi. Misalnya individu sedang menger-
dengan karakter dirinya. Sedangkan pada BFI, jakan tugas matakuliah “X” lalu ia berpindah-
kalimat pernyataan diletakkan pada suatu konteks pindah mengerjakan tugas matakuliah “Y” maka
(John & Srivastava, 1999). Contohnya pada butir dapat dikatakan bahwa individu sedang berpro-
yang mengukur dimensi conscientiousness, salah krastinasi terhadap matakuliah “X”. Prinsip yang
satu butir berbunyi: “perseveres until the task sama juga terjadi ketika individu menunda
finished.” Pernyataan yang dilengkapi konteks mengerjakan tugas matakuliah “X” karena alasan-
tersebut membantu responden untuk lebih mudah alasan seperti menonton televisi atau membaca
memahami makna pernyataan. majalah. Prokrastinasi ini kemudian akan membawa
individu menuju ke lingkaran tak terselesaikan yang
semakin menunjukkan hubungan antara prokras-
Korelasi Prokrastinasi dengan tinasi dengan conscientiousness. Ketika individu
Conscientiousness tidak memiliki perencanaan yang terstruktur,
i ndi vi du a ka n me mi l iki a la sa n me la kuka n
Korelasi prokrastinasi dengan conscientiousness prokrastinasi. Karakter ini sesungguhnya akan
merupakan korelasi terkuat jika dibandingkan memperkuat dan menghalangi rencana individu
dengan variabel lain seperti (a) celah antara setiap kali dirinya hendak membuat perencanaan
keinginan dan kenyataan, (b) prestasi akademik, dan karena ia akan selalu menundanya.
(c) neuroticism. Melalui proses meta-analisis, Steel Conscientiousness membantu mengurangi
juga menemukan korelasi dimensi conscientious- prokrastinasi dengan beberapa cara. Pertama adalah

Tidak muncul
Ada prokrastinasi

Planning dan
Tugas diberikan target
Muncul prokrastinasi
Tidak ada

Gambar 4. Hubungan antara academic procrastination dengan conscientiousness.


364 SURIJAH DAN SIA

membantu individu dalam mencapai tujuan serta belajar dan prestasi akademik mereka saat ujian.
mencegahnya memutuskan melakukan hal yang lain Hal ini berarti berlawanan dengan pernyataan Steel
(Locke & Latham; Bargh & Barndollar; disitat yang menekankan pada kemungkinan perbaikan
dalam Steel, 2007). Kedua, conscientiousness juga perilaku pada individu jika memiliki perencanaan
memberikan refleksi terhadap kegagalan mencapai yang baik terhadap tugas sebagai salah satu aspek
tujuan (Oettingen, disitat dalam Steel, 2007). dalam conscientiousness.
Misalnya seorang mahasiswa telah memiliki Perlawanan terhadap variabel ini juga dituliskan
perencanaan bahwa hari ini ia akan mengerjakan oleh Ferrari (2000). Dalam penelitiannya, Ferrari
tugas matakuliah “C”. Jika pada hari tersebut ia memang menemukan adanya hubungan antara
gagal menunaikan rencananya, maka ia akan dapat pelaku prokrastinasi dengan kurang perhatian
dengan mudah mengetahui bahwa dirinya telah (attention deficit), kebosanan, dan harga diri yang
m e l a k u k a n p r o k r a s t i n a s i d a n s e y o g i a n ya rendah. Di lain pihak, Ferrari melakukan analisis
menemukan solusi untuk menghalangi kejadian faktorial dan tidak menemukan adanya relasi antara
yang sama terulang kembali. prokrastinasi dengan kurang perhatian. Hasil
Conscientiousness merupakan suatu karakter penelitian ini, sama seperti penelitian Phycyl tidak
kepribadian yang melekat secara konsisten dalam mampu mendukung pernyataan Steel. Dengan
diri individu yang memengaruhi perilaku (Weiten, munculnya dua kutub yang mencegah kemutlakan
2007). Akan tetapi, bukan berarti individu dengan hasil meta-analisis Steel itulah, peneliti terpacu
tingkat conscientiousness yang rendah tidak akan untuk melakukan penelitian ini. Melalui pene-
mampu mengatasi prokrastinasi, conscientiousness lusuran hubungan antara kedua variabel tersebut,
memiliki tingkat konsistensi yang lebih rendah penelitian ini juga akan bermanfaat untuk mem-
dibandingkan dengan extraversion dan openness to perkaya pengetahuan terkait prokrastinasi dan
experience (English & Griffith, 2004). Temuan ini conscientiousness.
menunjukkan bahwa karakteristik conscientiousness Peneliti sendiri mengambil sikap untuk lebih
individu dapat berubah demikian pula dengan mendukung hasil penelitian Steel. Peneliti meyakini
perilaku prokrastinasi. adanya hubungan antara prokrastinasi dengan
Kuatnya korelasi antara prokrastinasi dengan conscientiousness. Hal ini disebabkan posisi
conscientiousness juga diyakini oleh Lay, yang teoretik penelitian yang banyak berkiblat pada
menyebabkan hingga kini belum ada pengukuran dedikasi Steel terhadap variabel prokrastinasi.
prokrastinasi yang efektif. Hal ini disebabkan Tambahan lagi, argumentasi Steel juga didasarkan
kuatnya pengaruh variabel conscientiousness pada hasil meta-analisis terhadap berbagai macam
terhadap prokrastinasi. Oleh karena itu, Lay alat ukur prokrastinasi yang sudah teruji validitas
me mbuat s kala psi kol ogi k ya ng mengukur dan reliabilitasnya.
prokrastinasi dan conscientiousness. Variabel Dengan munculnya perbedaan pendapat dari
conscientiousness disertakan kemudian diken- uraian teoretik mengenai hubungan antara pro-
dalikan dalam upaya Lay menyusun alat ukur krastinasi dengan conscientiousness, peneliti me-
prokrastinasi yang efektif (sitat dalam Scher & ngajukan hipotesis penelitian sebagai berikut. Ada
Osterman, 2002). Penelitian Lay tersebut semakin hubungan negatif antara prokrastinasi dengan
menggambarkan kuat nya korelasi antara conscientiousness
prokrastinasi dengan conscientiousness.
Jika korelasi antara prokrastinasi dengan
conscientiousness demikian kuat lalu apakah Metode
penelitian ini akan berjalan percuma? Phycyl,
Morin, dan Salmon (2000) menemukan dalam studi Perilaku prokrastinasi dalam penelitian ini adalah
yang dilakukan terhadap mahasiswa undergraduate hasil da ri pengukura n me ngguna kan s kala
bahwa tidak ada perbedaan antara subjek yang prokrastinasi akademik peneliti dan didukung oleh
mencetak nilai tinggi dan nilai rendah pada skala skala API. Sementara conscientiousness adalah
prokrastinasi terhadap kegagalan melakukan hasil da ri pengukura n me ngguna kan s kala
perencanaan. Pengukuran dilakukan terhadap lama conscientiousness peneliti serta didukung oleh
PROKRASTINASI AKADEMIK 365

Tabel 4
Klasifikasi Angkatan dan Jenis Kelamin Sampel Terjaring
Jenis Kelamin Total
Perempuan Laki-Laki
N % n % n %
Angkatan 2000 1 0% 2 3% 3 1%
Angkatan 2001 5 2% 2 3% 7 2%
Angkatan 2002 5 2% 3 5% 8 3%
Angkatan 2003 31 12% 8 13% 39 12%
Angkatan 2004 84 33% 15 23% 99 31%
Angkatan 2005 60 24% 22 34% 82 26%
Angkatan 2006 64 25% 11 17% 75 24%
Angkatan 1997 1 0% 0 0% 1 0%
Angkatan 1999 1 0% 1 2% 2 1%
Total 252 64 316

skala Big Five Inventory (BFI). 2004 (31%), disusul kemudian oleh angkatan 2005
Penelitian diadakan di sebuah fakultas psikologi (26%), dan angkatan 2006 (24%). Sedangkan, dari
di Surabaya (Fpsi). Peneliti menggunakan teknik keseluruhan sampel terjaring, terdapat 12%
simple random sampling. Sampel penelitian adalah responden dari angkatan 2003.
mahasiswa/mahasiswi aktif Fpsi. Data terakhir Pengumpulan data menggunakan skala peneliti
populasi mahasiswa/mahasiswi aktif Fpsi adalah yang terdiri atas tiga puluh enam butir pernyataan,
sebanyak 1.085 orang (data diperoleh dari Biro dua puluh satu butir digunakan untuk mengukur
Administrasi Pelayanan Kemahasiswaan, 8 Juni perilaku prokrastinasi, dan lima belas butir
2007). Perhitungan jumlah sampel menggunakan digunakan untuk mengukur conscientiousness.
program Sample Size Calculator 1.0.0.10 dengan Kedua alat ukur terbagi atas butir pernyataan
confidence level 95% dan confidence interval 5%. favourable dan unfavourable untuk mencegah
Sampel yang dibutuhkan 284 mahasiswa/mahasiswi keseragaman jawaban. Pengukuran dilakukan
dengan proporsi sebagai berikut. bersamaan karena kedua variabel diukur pada satu
Berdasarkan proporsi pembagian sampel, peneliti skala. Pada skala prokrastinasi, butir pernyataan
berfokus pada angkatan 2003 hingga 2006. Hal ini yang favourable adalah perilaku yang mendukung
memang menjadi salah satu titik lemah penelitian prokrastinasi. Pada skala conscientiousness, butir
karena penelitian ini akhirnya lebih mencerminkan pernyataan yang favourable adalah perilaku yang
angkatan tersebut saja. Namun, jumlah angkatan menunjukkan karakteristik variabel tersebut.
1997-2002 yang terlalu sedikit juga tidak dapat Respon subjek adalah pernyataan yang bergerak
dimasukkan sebagai sampel sehingga tidak terjadi pada lima pilihan dari sangat tidak sesuai (STS)
generalisasi dari sampel yang jumlahnya sedikit. hingga sangat sesuai (SS) dan tersedia jawaban
Berikut ini adalah j umlah responden yang netral. Respon skala yang disusun menggunakan
berpartisipasi menurut angkatannya dan jenis konsep skala Likert dengan rentang lima pilihan
kelaminnya. respon.
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa angkatan 1997 Skala prokrastinasi pernah mengalami dua kali
hingga 2006 yang terdapat pada populasi terjaring uji coba sedangkan skala conscientiousness pernah
untuk menjadi sampel penelitian. Akan tetapi, mengalami satu kali uji coba. Kedua skala buatan
peneliti tidak menggunakan data dari angkatan 1997 peneliti tersebut diadministrasikan menjadi satu
hingga 2002 karena jumlah proporsi maupun jumlah sehingga responden tampak hanya mengisi satu
mahasiswa yang terjaring sedikit. Tabel 4 menun- buah skala saja. Salah satu maksud dari
jukkan partisipan terbesar datang dari angkatan penggabungan ini adalah responden lebih sulit
366 SURIJAH DAN SIA

Tabel 5 butir yang sedikit yaitu BFI. Skala ini merupakan


Skala Prokrastinasi skala pengukur kepribadian Big Five yang
Aspek Favourable Unfavourable Jumlah
dirancang agar dapat diadministrasikan dengan
butir mudah dan terdiri atas 44 butir. Dalam penelitian
Perceived 1, 14, 27, 6, 28, 36 6 yang dilakukan terhadap alat ukur tersebut,
time koefisien alfa yang diperoleh berada pada rentang
Intention- 5, 9, 16, - 5 0.80 (Benet-Martinez & John, 1998). Sama dengan
action 21, 26 skala Aitken, peneliti akan melakukan perhitungan
gap nilai pada skala berdasarkan kelima dimensi dan
Emotional 7, 19, 30 34 4 tidak dipecah lagi berdasarkan aspek-aspeknya.
distress Sebelum memulai analisis data, peneliti mela-
Perceived 3, 10, 12, 22, 24 6 kukan pengujian kesahihan dan keajegan alat ukur
ability 17 karena peneliti menggunakan skala yang masih baru
Total 21
dan belum teruji sebelumnya. Pengujian kesahihan
alat ukur menggunakan teknik korelasi butir-total.
Tabel 6 Pengujian dilakukan melalui dua tahap. Tahap
Skala Conscientiousness pertama adalah melihat besar korelasi antara butir
dengan nilai total skala. Pada tahap ini dilihat pula
Aspek Favourable Unfavo- Jumlah
urable butir inter-korelasi antar butir yang berbeda aspek. Tahap
Order 2, 4, 15, 35 4 kedua adalah melihat besar korelasi antara butir
dengan nilai total pada satu aspek. Pengujian
Industriousness 13, 20, 33 8,23,31 6 dilakukan sesuai banyak aspek kemudian dilihat
Self-control 11, 18, 32 29, 25 5 pula inter-korelasi antar-butir dalam aspek tersebut.
Total 15 Pada skala peneliti, pengujian dapat dilakukan
dua tahap. Akan tetapi, pada skala BFI dan API,
pengujian akan dilakukan langsung pada tahap
kedua. Hal ini disebabkan pada BFI dan API,
menebak variabel yang diukur karena adanya peneliti tidak menemukan aspek-aspek penyusun
variasi bunyi butir. Pada mulanya, tiap-tiap skala skala. Pengujian hanya akan melihat korelasi tiap
berjumlah tiga puluh butir pernyataan. Setelah butir dengan nilai total skala (API) atau nilai total
melalui proses uji coba, butir-butir yang masih tiap dimensi (BFI).
dipertahankan kini digunakan dalam penelitian. Hasil pengujian skala prokrastinasi peneliti pada
Selain menggunakan skala peneliti, penelitian ini Tabel 7.
juga melibatkan alat ukur yang telah terstandar- Berdasarkan hasil pengujian awal, diperoleh nilai
disasi di luar negeri (dalam Bahasa Inggris). Alat keajegan total 0.733 dan nilai keajegan yang sangat
ukur yang dipakai untuk prokrastinasi diter- rendah yaitu 0.199 pada aspek perceived time.
jemahkan dari Aitken Procrastination Inventory Peneliti kemudian melihat dalam tabel korelasi
(API) yang terdiri atas sembilan belas butir. Alat antar-butir bahwa ada satu butir (nomor 36) dari
ukur ini memiliki nilai koefisien alfa sebesar 0.85 aspek tersebut yang memiliki korelasi negatif
pada versi aslinya (Aitken, 1982). API diberikan dengan butir lain dari aspek yang sama maupun
pada responden dengan judul “Time-Use Question- aspek yang berbeda. Peneliti kemudian menggugur-
naire” dan kini diadaptasi menjadi “Angket Peng- kan butir tersebut lalu menguji sekali lagi. Setelah
gunaan Waktu.” Berbeda dengan skala peneliti, pengujian kedua, nilai keajegan aspek perceived
pada skala Aitken, peneliti tidak menemukan aspek- time dan total meningkat.
aspek penyusun skala tersebut. Oleh karena itu, Pada pengujian kesahihan, peneliti meng-
peneliti akan melakukan penilaian hanya ber- gugurkan satu butir nomor 34 pada aspek emotional
dasarkan butir yang favourable dan unfavourable. distress. Butir ini memiliki nilai korelasi butir-total
Untuk mengukur conscientiousness peneliti negatif dan korelasi butir-total per aspek yang kecil
menerjemahkan alat ukur conscientiousness dengan ( < 0.300). Korelasi negatif butir-total menunjukkan
PROKRASTINASI AKADEMIK 367

Tabel 7
Keajegan Skala Prokrastinasi Peneliti
Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha
Sebelum Digugurkan Akhir
Total 0.733 0.804
Aspek Perceived Time 0.199 0.560
Aspek Intention-Action Gap 0.831 0.831
Aspek Emotional Distress 0.668 0.670
Aspek Perceived ability 0.614 0.614

indikasi adanya kemungkinan butir ini tidak meng- dahulu.


ukur prokrastinasi. Hal ini diperkuat dengan rendah- Hasil pengujian keajegan skala conscientiousness
nya korelasi di dalam aspeknya sendiri. Setelah bu- ditunjukkan pada Tabel 8.
tir ini digugurkan, nilai keajegan pada aspek me- Dari hasil pengujian tersebut, skala ini tidak
ningkat tipis sementara nilai keajegan pada kese- menunjukkan adanya butir yang tidak sahih.
luruhan skala menjadi 0.804. Keajegan skala juga cukup baik. Oleh karena itu,
Peneliti hanya menggugurkan dua butir dan tidak peneliti memutuskan untuk tidak menggugurkan
melakukan pengguguran terhadap butir yang lain. butir. Selain itu, peneliti kemudian membanding-
Hal ini disebabkan nilai keajegan total yang cukup kannya dengan skala BFI.
baik. Selain itu, peneliti juga melakukan pengujian Penguj ian kesahihan dan keaj egan s kala
hubungan skala ini dengan skala API. Hubungan berikutnya adalah API. Pada skala API, hasil
yang signifikan menunjukkan bahwa skala peneliti pengujian menunjukkan bahwa skala memiliki nilai
dapat digunakan dalam analisis data penelitian ini. keajegan sebesar 0.717. Nilai ini tergolong cukup
Akan tetapi, peneliti menguji keajegan dan baik. Akan tetapi, ada beberapa butir yang memiliki
kesahihan skala conscientiousness peneliti terlebih nilai kesahihan yang kurang bahkan memiliki nilai
korelasi butir-total yang negatif. Walaupun
demikian, peneliti tidak membuang butir tersebut
Tabel 8 dan melakukan pengujian ulang. Peneliti memutus-
Keajegan Skala Conscientiousness Peneliti kan menggunakan skala ini sebagai skala pemban-
Keajegan Skala Nilai Cronbach's Alpha ding karena peran skala ini pada penelitian bu-
Total 0.792 kanlah skala yang utama dan pemerolehan skala
yang sempurna bukanlah tujuan dari penelitian ini.
Aspek Order 0.73
Pada Tabel 9, peneliti menemukan bahwa skala
Aspek Industriousness 0.10 BFI memiliki keajegan skala yang cukup baik. Hal
Aspek Self Control 0.686 ini berlaku untuk keseluruhan skala maupun pada
tiap-tiap dimensinya. Demikian pula dari hasil uji
kesahihan tiap butir dan korelasi butir-total tiap
Tabel 9 dimensi, peneliti memutuskan untuk menggunakan
Keajegan Skala BFI skala BFI ini sebagai skala pembanding. Bahkan
pada skala conscientiousness dan extraversion,
Keajegan Skala Nilai Cronbach's Alpha setiap butir memiliki korelasi butir-total yang tinggi
Conscientiousness 0.737 dan nilai Cronbach’s Alpha if item deleted yang
Extraversion 0.840 lebih rendah dibanding nilai Cronbach’s Alpha
Agreeableness 0.657 skala tiap dimensi.
Setelah tahapan pengujian keajegan dan
Neuroticism 0.736 kesahihan skala, langkah terakhir adalah melakukan
Opennes to Experience 0.588 uji korelasi antara skala prokrastinasi peneliti
368 SURIJAH DAN SIA

dengan API dan skala conscientiousness peneliti Very high : x > X + 1,8SD
dengan BFI. Uji korelasi ini sangat bermanfaat
karena hasil uji hubungan dapat memperkuat High : X + 0,6 SD < x ≤ X + 1,8SD
keyakinan penelitian ini, apakah tiap-tiap skala
peneliti benar-benar mengukur prokrastinasi atau Moderate : X − 0,6 SD < x ≤ X + 0,6 SD
conscientiousness. Akan tetapi, pada pengujian ini, Low : X − 1,8SD < x ≤ X − 0,6SD
peneliti tidak akan melakukan uji asumsi mengingat
hal serupa juga dilakukan pada pengujian hipotesis. Very low : x > X − 1,8SD
Yang pertama adalah uji korelasi antara skala
prokrastinasi peneliti dengan skala API. Hasil Dengan rumus tersebut, langkah pertama yang
pengujian kedua skala menunjukkan nilai korelasi diambil adalah mencari rerata ( X ) dan standar
sebesar 0.536 (p = 0.000). Dengan pengujian satu deviasi (SD) tiap-tiap kelompok variabel. Langkah
ekor, nilai korelasi tersebut menunjukkan adanya berikutnya adalah menentukan batasan nilai dengan
hubungan yang signifikan bahkan pada level of rumus yang telah ditulis sebelumnya.
significance sebesar 0.01. Hal ini menambah Dari kedua langkah tersebut diperoleh hasil pada
keyakinan peneliti bahwa skala peneliti dan skala Tabel 10.
API mengukur prokrastinasi. Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa pada
Yang kedua adalah uji korelasi antara skala semua skala, mayoritas responden berada pada
conscientiousness peneliti dengan skala BFI tingkat moderate. Pada skala prokrastinasi peneliti
dimensi conscientiousness. Hasil pengujian kedua dapat dilihat bahwa 30.9% berada pada tingkat high
skala menunjukkan nilai korelasi sebesar 0.588 (p = sampai dengan very high procrastinator diban-
0.000). Sesuai dengan syarat pengujian sebelumnya, dingkan dengan 26.8% yang berada pada tingkat
nilai korelasi ini menunjukkan hubungan yang low sampai dengan very low procrastinator. Hal ini
signifikan. Hal ini juga menambah keyakinan menunjukkan paling tidak adanya fenomena
peneliti bahwa skala peneliti dan skala BFI meng- prokrastinasi akademik di antara responden.
ukur conscientiousness. Pernyataan tersebut didukung oleh tingkatan
skala API, 25.8% responden tergolong sebagai high
sampai dengan very high procrastinator. Jumlah
Hasil tersebut sedikit lebih banyak jika dibandingkan
dengan 22.7% responden yang tergolong low
Deskripsi Variabel Penelitian
hingga very low procrastinator. Serupa dengan
Salah satu bagian dari penelitian ini menunjukkan skala prokrastinasi peneliti, hasil ini menunjukkan
fenomena prokrastinasi di antara mahasiswa Fpsi. adanya prokrastinasi akademik di antara mahasiswa
Oleh karena itu, analisis data diawali dengan Fpsi.
melakukan klasifikasi tingkat prokrastinasi,
conscientiousness, maupun variabel lain pada BFI.
Klasifikasi jawaban responden dilakukan dengan Uji Statistik
menggunakan norma kelompok. Penggunaan norma
kelompok digunakan karena memiliki keunggulan Tahapan uji statistik dilakukan empat kali. Yang
dibandingkan penggunaan mean ideal. Pertim- pertama adalah pengujian antar-skala peneliti. Yang
bangan pertama adalah tidak ada responden yang kedua adalah pengujian antara skala prokrastinasi
menjawab benar-benar tinggi atau benar-benar dengan skala BFI dimensi conscientiousness. Yang
rendah semua. Kedua, klasifikasi dengan norma ketiga adalah antara API dengan skala conscien-
kelompok menempatkan jawaban responden sesuai tiousness peneliti. Yang keempat adalah antara API
dengan konteks kelompok tersebut. dengan skala BFI dimensi conscientiousness.
Penggolongan kategori dan batas nilai adalah Tabel 11 merupakan rumusan ulang dari nilai
sebagai berikut. korelasi yang signifikan hasil pengujian korelasi
PROKRASTINASI AKADEMIK 369

Tabel 10
Hasil Uji Sebaran Nilai
Very High High Moderate Low Very Low
Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Frek. %
Prokrastinasi 4 1.4 87 29.5 125 42.4 66 22.4 13 4.4
Conscientiousness 10 3.4 81 27.5 122 41.4 70 23.7 12 4.1
API 12 4.1 64 21.7 150 50.8 61 20.7 8 2.7
BFI
Conscientiousness 10 3.4 70 23.7 132 44.7 77 26.1 6 2
Extraversion 9 3.1 80 27.1 122 41.4 76 25.8 8 2.7
Agreeableness 2 0.7 102 34.6 115 39 63 21.4 3 4.4
Neuroticism 8 2.7 65 22 141 47.8 74 25.1 7 2.4
Openness to Experience 15 5.1 61 20.7 140 47.5 67 22.7 12 4.1

product moment. Semua skala yang mengukur pro- yang signifikan dengan dimensi lain pada BFI.
krastinasi berkorelasi negatif dengan semua skala Akan tetapi korelasi tersebut nilainya lebih rendah
yang mengukur conscientiousness (dengan nilai p = jika dibandingkan dengan korelasi antara prokrasti-
0.000). Hal ini berarti hipotesis penelitian yang di nasi dengan dimensi conscientiousness. Selain itu,
rumuskan sebelumnya didukung oleh hasil uji skala conscientiousness dan dimensi conscientious-
statistik. ness pada BFI juga berkorelasi dengan dimensi lain
Peneliti juga menambahkan uji korelasi antara pada BFI namun nilai korelasinya rendah.
aspek-aspek conscientiousness dengan prokrastinasi
dari skala peneliti dan skala API. Hasil pengujian
masing-masing menunjukkan hubungan yang nega- Bahasan
tif signifikan dengan nilai p = 0.000. Hasil yang
diperoleh pada Tabel 12. Kajian Utama
Sebagai tambahan informasi, angket prokrastinasi
peneliti maupun API, ada yang memiliki hubungan Seperti diutarakan sebelumnya, penelitian ini

Tabel 11
Nilai Korelasi Hasil Pengujian
Skala Peneliti
Skala Peneliti P C API Conscientiousness (BFI)
Prokrastinasi (P) 1 -0.627 0.536 -0.509
Conscientiousness (C) -0.627 1 -0.489 0.588
API 0.536 -0.489 1 -0.481
Conscientiousness(BFI) -0.509 0.588 -0.481 1

Tabel 12
Korelasi antara Aspek Conscientiousness dan
Prokrastinasi
Order Industriousness Self-control
Prokrastinasi -0.241 -0.552 -0.571
API -0.335 -0.334 -0.484
370 SURIJAH DAN SIA

Tabel 13
High-Very High Procrastinator Berdasarkan Angkatan
2003 2004 2005 2006
n % n % n % n %
Very High 0 0 2 50 1 25 1 25
High 14 16.1 25 28.7 26 29.9 22 25.3

mengukur kedua variabel dan menguji hubungan di bahwa aspek order berkorelasi negatif signifikan -
antara keduanya dengan menggunakan empat skala 0.241 namun paling lemah jika dibandingkan
yang berbeda. Pengujian hipotesis pertama kali dengan kedua aspek lainnya (masing-masing
dilakukan dengan menguji hubungan antara berkorelasi lebih besar dari -0.5). Hal ini berarti
prokrastinasi dengan conscientiousness dengan mahasiswa yang membuat perencanaan saja tidak
skala peneliti. Hasil pengujian menunjukkan adanya akan menolong dalam menghadapi prokrastinasi.
korelasi yang signifikan dengan nilai korelasi - Tanpa kemampuan untuk mengendalikan diri dan
0.627. Bagi peneliti, nilai korelasi tersebut menekuni rencana yang telah dibuat sebelumnya,
menunjukkan adanya hubungan negatif antara prokrastinasi akan tetap muncul.
prokrastinasi akademik dengan conscientiousness. Akan tetapi, apabila aspek conscientiousness
Pernyataan peneliti bahwa ada hubungan negatif dikorelasikan dengan API, besar nilai korelasi lebih
antara kedua variabel ditunjukkan dari hasil merata. Korelasi antara prokrastinasi dengan order
pengujian menggunakan skala prokrastinasi dan serta industriousness masing-masing sebesar -0.335
BFI dimensi conscientiousness. Nilai korelasi antara dan -0.334. Korelasi antara prokrastinasi dengan
kedua skala adalah -0.509. Pengujian dengan self control adalah sebesar -0.484. Hal ini berarti
menggunakan skala Aitken dan skala yang paling penting dalam memerangi prokrastinasi
conscientiousness peneliti memiliki nilai korelasi adalah keteguhan untuk mengendalikan diri dari
sebesar -0.489. Terakhir, pengujian menggunakan hal-hal yang mengganggu pengerjaan tugas.
skala Aitken dan BFI dimensi conscientiousness Dalam konteks penelitian, peneliti melihat ada
menunjukkan nilai korelasi sebesar -0.481. beberapa kondisi yang memungkinkan prokrastinasi
Keseluruh nilai di atas memiliki nilai p < 0.05 yang akademik muncul. Contohnya adalah pengerjaan
ber arti hubunga n ant ar a prokr asti na si dan skripsi yang seringkali tidak memiliki struktur
conscientiousness signifykan. waktu yang jelas dan target penyelesaian dise-
Data empiris yang tercantum mendukung suaikan dengan tanggal batas akhir pengum-pulan
hipotesis penelitian ini yaitu bahwa ada hubungan skripsi. Hal ini berbeda dengan matakuliah seperti
negatif antara prokrastinasi akademik dengan Psikologi Konseling atau Asesmen Kepribadian dan
conscientiousness. Hasil penelitian ini berarti juga Asesmen Kognitif yang memiliki target mingguan
mendukung hasil meta-analisis yang dilakukan oleh yang terstruktur. Mahasiswa mengetahui dengan
Steels (2007). Sebelumnya, Steels menemukan jelas tugas apa saja yang harus dikerjakan tiap
bahwa ada korelasi yang kuat antara prokrastinasi minggunya hingga saat ujian.
akademik dengan conscientiousness sebesar -0.62. Terkait pembinaan mahasiswa, Fpsi sudah
Nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan nilai mengupayakan adanya perencanaan akademik bagi
korelasi hasil penelitian ini. mahasiswa. Pembinaan ini dilakukan melalui
Selain hanya menemukan korelasi antara kedua bantuan mahasiswa pendamping (maping), dosen
variabel, peneliti juga mencoba menguji korelasi pembimbing (dobing), dan rangkaian kegiatan
antara prokrastinasi dengan aspek-aspek pendampingan Masa Orientasi Bersama (MOB).
conscientiousness. Dari hasil pengujian Na mun, ke mba li la gi per lu dii ngat bahwa
menggunakan skala peneliti, peneliti menemukan perencanaan tanpa kesungguhan tidak akan men-
PROKRASTINASI AKADEMIK 371

datangkan hasil yang diharapkan. tinasi akademik dan conscientiousness, sesung-


Fpsi sesungguhnya telah berusaha menyediakan guhnya dapat sedikit diprediksikan bahwa jumlah
sarana yang membantu mahasiswa untuk fokus pada responden perempuan yang conscientious akan
pengerjaan tugas akademik. Misalnya Fpsi lebih tinggi dibandingkan responden laki-laki.
membangun “Taman Belajar Psikologi” sehingga Berdasarkan hasil perhitungan dari salah satu skala
mahasiswa dapat mengerjakan tugas atau membaca conscientiousness yaitu skala peneliti, 28.5%
materi kuliah di tempat tersebut. Hal ini tentu lebih responden perempuan tergolong conscientious
membantu mahasiswa untuk fokus pada tugasnya. tingkat tinggi dan 20.9% tergolong rendah.
Mahasiswa yang mengerjakan tugasnya di rumah Sementara itu, pada sampel laki-laki, 23.2%
cenderung memiliki distractor yang lebih banyak tergolong conscientious tingkat tinggi dan 35.7%
seperti menonton televisi. Walau demikian, fungsi tergolong rendah.
“Taman Belajar Psikologi” masih belum optimal Peneliti tak menutup kemungkinan bahwa
karena masih ada kesempatan bagi mahasiswa perbedaan jenis kelamin dapat memengaruhi
untuk tidur, bermain kartu, dan makan di tempat prokrastinasi. Contohnya adalah perempuan yang
tersebut. sejak kecil telah dibiasakan untuk hidup rapi,
teratur, dan terstruktur akan lebih mengembangkan
karakter diri yang conscientious. Hal ini berbeda
Kajian Tambahan dengan laki-laki yang lebih semau gue dalam
kesehariannya. Dengan perspektif ini, peneliti
Sebagai tambahan kajian, peneliti juga melihat mengharapkan variabel jenis kelamin dapat menjadi
hasil tabulasi silang dari klasifikasi responden. Dari perangsang lahirnya penelitian lain terkait
sampel penelitian yang berjenis kelamin laki-laki, prokrastinasi dan conscientiousness ditinjau dari
42.9% responden tergolong sebagai high hingga jenis kelamin.
very high procrastinator dibandingkan dengan Selain jenis kelamin, data tabulasi silang juga
17.9% yang tergolong sebagai low hingga very low menghitung responden berdasarkan angkatan.
procrastinator menurut skala peneliti. Adapun pada Berdasarkan skala prokrastinasi peneliti, mahasiswa
responden perempuan, hanya 28.1% yang tergolong yang tergolong high procrastinator di tiap
high hingga very high procrastinator dan 28.8% angkatan ada ± 25 mahasiswa kecuali angkatan
yang tergolong low hingga very low procrastinator. 2003 (empat belas mahasiswa). Akan tetapi, perlu
Hal serupa juga ditemui pada skala API. Sampel diperhatikan bahwa responden penelitian yang
laki-laki yang tergolong sebagai high hingga very termasuk angkatan 2003 hanya 39 orang. Sementara
high procrastinator 44.7% dan hanya 12.5% yang itu, berdasarkan API, mahasiswa yang tergolong
tergolong rendah hingga sangat rendah. Pada high procrastinator di tiap angkatan ada lebih
sampel perempuan, 21.4% tergolong high hingga kurang lima belas mahasiswa.
very high procrastinator dan 25.9% tergolong Menurut pengamatan peneliti, perbedaan antar-
rendah hingga sangat rendah. angkatan dari data yang diperoleh tidak terlalu
Peneliti tidak menyatakan bahwa laki-laki lebih m e n c o l o k n a mu n f e n o me n a p r o kr a s t i n a s i
rentan terhadap prokrastinasi karena proporsi ditegaskan kembali di sini. Sebanyak 87 mahasiswa
sampel laki-laki berbeda dengan perempuan. Akan menurut skala peneliti dan 64 mahasiswa menurut
tetapi, pada penelitian meta-analisis Steel (2007), skala Aitken tergolong sebagai high procrastinator.
ditemukan bahwa laki-laki cenderung lebih rentan Jumlah ini bukanlah jumlah yang sedikit dan meru-
terhadap prokrastinasi akademik. Apabila dikaitkan pakan masalah akademik karena setidaknya ada
dengan hasil penelitian ini, maka akan muncul lebih dari lima puluh mahasiswa yang mengalami
pertanyaan apakah perempuan lebih conscientious kesulitan karena prokrastinasi. Jumlah ini belum
dibandingkan laki-laki? termasuk mahasiswa yang tergolong moderate
Dengan adanya korelasi negatif antara prokras- procrastinator yang mungkin juga mengalami
372 SURIJAH DAN SIA

masalah karena prokrastinasi. materi kuis, atau menyelesaikan skripsi.


Hubungan yang negatif antara conscientiousness
dengan prokrastinasi akademik menyisakan harapan
Simpulan bagi peneliti. Dengan mengembangkan kualitas diri
yang terstruktur, terkendali, dan tekun, mahasiswa
Sesuai dengan amanah, penelitian ini menjawab dapat terhindar dari dampak negatif prokrastinasi.
rumusan masalah yang tertulis sebelumnya; Tabel Efek negatif prokrastinasi seperti dipaparkan
13 telah menggambarkan tingkat prokrastinasi sebelumnya yaitu kegagalan memenuhi kewajiban
akademik dan conscientiousness pada mahasiswa yang penting, perasaan tidak berharga (karena
Fpsi. Sebanyak 91 (30.9%) mahasiswa Fpsi seringkali gagal menunaikan kewajiban), dan
menurut skala prokrastinasi peneliti tergolong munculnya ketidaknyamanan psikologik saat
sebagai high sampai dengan very high melakukan prokrastinasi. Oleh karena itu, peneliti
procrastinator. Mereka adalah kelompok responden menggarisbawahi pentingnya mengembangkan
ya ng me mi li ki kere nta na n ti nggi ter hadap karakter conscientious pada mahasiswa.
penundaan pengerjaan tugas akademik. Ada 91
(30.9%) mahasiswa yang tergolong sebagai individu
dengan karakter conscientious tinggi hingga sangat Keterbatasan Penelitian
tinggi. Mahasiswa yang tergolong procrastinator
rendah hingga sangat rendah ada 79 (26.8%) dan Pe ne l i t i a n pr o kr a s t i na s i a ka de mi k ya n g
mahasiswa yang tergolong memiliki karakter dihubungkan dengan conscientiousness merupakan
conscientious yang rendah hingga sangat rendah ada penelitian pertama di Indonesia. Akan tetapi,
82 (27.8%). Sisanya adalah 125 (42.4%) mahasiswa penelitian sebaik apa pun tetap menyisakan ruang
yang tergolong moderate procrastinator dan 122 untuk perbaikan di masa mendatang. Sebagai
(41.4%) mahasiswa yang tergolong conscientious penelitian pelopor prokrastinasi dan conscien-
tingkat moderate. tiousness di Indonesia (sejauh penelusuran peneliti)
Da r i ha s i l pe n guj i a n hi pot e s i s , pe ne l i t i justru membuatnya rentan terhadap beberapa
menemukan adanya korelasi signifikan antara kekurangan. Peneliti mencoba mengevaluasi
prokrastinasi akademik dengan conscientiousness beberapa kekurangan yang ada pada penelitian ini.
menggunakan alat ukur peneliti sebesar -0.612. Yang pertama terkait kesahihan penelitian
Hasil ini diperkuat dengan menguji kedua variabel khususnya criterion-related validity. Walaupun
menggunakan alat ukur lain. Contohnya dengan hasil pengujian alat ukur dan korelasi antara kedua
menggunakan API dan BFI dimensi conscien- variabel memuaskan, peneliti melupakan esensi
tiousness, peneliti menemukan adanya hubungan bahwa skala psikologik hanyalah sebuah alat ukur
signifikan sebesar -0.481. Dari hasil pengujian yang tidak mengukur langsung variabel
silang antara skala prokrastinasi peneliti dengan BFI pengukuran. Peneliti tidak mengevaluasi secara
dimensi conscientiousness dan API dengan skala objektif apakah mahasiswa memang sungguh-
conscientiousness peneliti, peneliti menemukan sungguh mengalami prokrastinasi. Contoh evaluasi
adanya korelasi signifikan masing-masing sebesar – objektif misalnya melalui durasi pengerjaan skripsi,
0.536 dan -0.489. durasi pengerjaan tugas, atau mengevaluasi kegiatan
Pe nel iti me nghara pka n te mua n i ni da pat harian sampel. Dengan kekurangan tersebut, hal ini
memberikan sumbangan keilmuan dalam mema- bukan berarti hasil penelitian kemudian menjadi
hami fenomena prokrastinasi akademik khususnya tidak bermakna. Butir skala yang berbunyi “Saya
di Fpsi. Penelitian ini dapat menjadi bahan refleksi sering menunda mengerjakan tugas yang penting
bahwa mahasiswa yang terencana, terstruktur, hingga berhari-hari” sedikit banyak telah menggam-
tekun, serta memiliki kendali diri yang baik akan barkan bahwa responden memang mengalami
terhindar dari prokrastinasi. Sebaliknya, mahasiswa kesulitan akademik karena prokrastinasi.
yang kurang memiliki kualitas pribadi tersebut lebih Yang kedua adalah penggunaan alat ukur pem-
rentan terhadap prokrastinasi akademik. Contohnya banding. Walau bukan alat ukur utama dalam
adalah prokrastinasi mengerjakan tugas, membaca penelitian ini, peneliti berpendapat bahwa penelitian
PROKRASTINASI AKADEMIK 373

yang baik harus didukung oleh alat ukur yang baik dengan extraversion, neuroticism, dan openness to
pula. Peneliti mengakui kelemahan penelitian ini experience. Nilai korelasi antara prokrastinasi
adalah kurangnya uji coba pada API dan BFI. dengan ketiga dimensi tersebut jauh lebih kecil
Sementara pada alat ukur peneliti khususnya skala dibandingkan dengan conscientiousness namun
prokrastinasi, peneliti telah menguji coba sebanyak tetap signifikan. Hubungan ini tidak masuk dalam
dua kali pada mahasiswa Fpsi namun dengan porsi pembahasan karena peneliti tidak menelusuri
jumlah responden total lebih kurang 100 maha- sebelumnya keterkaitan variabel-variabel tersebut.
siswa. Pada penelitian mendatang, peneliti meng- Oleh karena itu, penelitian di masa mendatang dapat
harapkan bahwa pengujian alat ukur yang lebih baik mencoba untuk mengetahui hubungan di antara
dapat dilakukan sebelum melakukan penelitian. variabel-variabel tersebut.
Akan tetapi dari hasil menggunakan program SPSS,
nilai keajegan skala dan kesahihan butir me-
nunjukkan bahwa alat ukur yang peneliti guna- Pustaka Acuan
kan tidaklah buruk.
Aitken, M. E. (1982). A personality profile of the
college student procrastinator. Unpublished
Saran doctoral dissertation, University of Pittsburgh.
Alwisol.(2004). Psikologi kepribadian. Malang:
Penelitian ini menemukan bahwa prokrastinasi UMM Press.
akademik berhubungan erat dengan conscien- American Psychological Association. (2007). APA
tiousness. Berangkat dari pemahaman itu, penye- dictionary of psychology. Washington, DC:
lenggaraan pendidikan hendaknya memungkinkan Author.
mahasiswa untuk mengembangkan karakter diri American Psychological Association. (2005).
yang conscientious. Contohnya adalah proses bim- Thesaurus of psychological index terms (10th
bingan skripsi yang terstruktur. Selain itu, fakultas ed.). Wahington, DC: Author.
dapat mengusahakan sarana pembantu mahasiswa Benet-Martinez, V., & John, O. P. (1998). Los cinco
sehingga dapat lebih fokus dalam mengerjakan grandes across cultures and ethnic groups:
tugas-tugas akademik. Sarana tersebut harus mudah Multitrait multimethod analyses of the big five in
diakses oleh mahasiswa dan cenderung bebas dari Spanish and English. Journal of Personality and
distractor. Salah satu contoh yang telah dilakukan Social Psychology, 75, 729-750.
oleh fakultas adalah dengan pengadaan “Taman Brownlow, S., & Reasinger, R. D. (2000). Putting
Belajar Psikologi.” off until tommorrow what is better done today:
Bagi mahasiswa, penelitian ini berharap dapat Academic procrastination as a function of
memberi inspirasi dan pemahaman akan dampak motivation toward college work. Journal of
buruk prokrastinasi akademik. Untuk mengatasi Social Behavior and Personality, 15(5), 15-34.
prokrastinasi akademik, salah satu strategi yang Burns, L. R., Dittmann, K., Nguyen, N. L., &
dapat dicapai adalah dengan membiasakan diri Mitchleson, J. K. (2000). Academic
hidup teratur. Mahasiswa hendaknya belajar procrastination, perfectionism, and control:
mengalokasikan waktu khusus untuk kehidupan Associations with vigilant and avoidant coping.
pribadi dan waktu untuk kehidupan akademiknya. Journal of Social Behavior and Personality,
Selain itu, pengembangan motivasi diri untuk tekun 15(5), 35-46.
dan fokus pada tujuan akademik akan membantu Dewitte, S., & Schouwenburg, H.C.(2002). Pro-
mahasiswa mengatasi prokrastinasi akademik. crastination, temptations, and incentives: The
Selain korelasi antara prokrastinasi akademik struggle between the present and the future in
dengan conscien-tiousness, hasil pengujian korelasi procrastinators and the punctual. European
juga menemukan korelasi antara prokrastinasi Journal of Personality, 16, 469-489.
dengan dimensi lain dalam BFI. Contohnya, skala English, A., & Griffith, R. L. (2004). Trait
prokrastinasi peneliti juga berkorelasi signifikan consistency and the “big five.” Karya tulis
374 SURIJAH DAN SIA

disiapkan untuk presentasi pada SIOP 2004. Goldberg, L. R. (2005). The structure of
Ferrari, J. R. (2000). Procrastination and attention: conscientiousness: An empirical investigation
Factor analysis of attention deficit, boredomness, based on seven major personality questionnaires.
intelligence, self-esteem, and task delay Personnel Psychology, 58, 103-139.
frequencies. Journal of Social Behavior and Sansgiry, S., Kawatkar, A. A., Dutta, A. P., &
Personality, 15(5), 185-196. Bhosle, M. J. (2004). Predictors of academic per-
Ferrari, J. R., Johnson, J. L., & McGown, W. G. formance at two universities: The effects of
(1995). Procrastination and task avoidance: academic progression. American Journal of
Theory, research, and treatment. New York: Pharmaceutical Education, 68(4), 1-7.
Plenum Press. Scher, S. J., & Osterman, N. M. (2002).
Hewitt, P. (2003). Did you know that... Psychology Procrastination, conscientiousness, anxiety, and
works for perfectionism. Retrieved October 13, goals: Exploring the measurement and correlates
2005, from www.cpa.ca of procrastination among school-aged children.
Jackson, T., Fritch, A., Nagasaka, T., & Pope, L. Psychology in The School, 39, (4), 385-398.
(2003). Procastination and perception of past, Senécal, C., & Guay, F. (2000). Procrastination in
present, and future. Individual Differences job-seeking: An analysis of motivational
Research, 1(1), 17-28. processes and feelings of hopelessness. Journal
John, O. P., & Srivastava, S. (1999). The big five of Social Behavior and Personality, 15(5), 267-
trait taxonomy: History, measurement, and 282.
theoretical perspective. In L. A. Pervin & O. P. Sigall, H., Kruglanski, A., & Fyock, J. (2000).
John (Eds.), Handbook of personality: Theory Wishfull thinking and procrastination. Journal of
and research (2nd ed., pp. 102-138). New York: Social Behavior and Personality, 15(5), 283-296.
Guilford. Specter, M. H., & Ferarri, J. R. (2000). Time
Kruck, S. E., & Lending, D. (2003). Predicting orientation of procrastinators: Focusing on the
academic performance in an introductory college- past, present, or future? Journal of Social
level IS course. Information Technology, Behavior and Personality, 15(5), 197-202.
Learning, and Performance Journal, 21(2), 9-15. Steel, P. (2002). The measurement and nature of
Lee, D. G. (2003). A cluster analysis of procrastination. Unpublished master’s thesis,
procrastination and coping. Unpublished doctoral University of Minnesota.
dissertation, University of Missouri-Columbia. Steel, P. (2003a). The history, definition, and
Muszynski, S. Y., & Akamatsu, T. J. (1991). Delay measurement of procrastination. Unpublished re
in completion of doctoral dissertations in clinical search for University of Calgary.
psychology. Professional Psychology: Research Steel, P. (2003b). The nature of procrastination: A
and Practice, 22(2), 119-123. meta-analytic and theoretical review of self-
Onwuegbuzie, A. J. (2000). Academic regulatory failure. Unpublished research for
procrastinators and perfectionistic tendencies University of Calgary.
among graduate students. Journal of Social Steel, P. (2007). The nature of procrastination: A
Behavior and Personality, 15(5), 103-109. me t a -a na l yt i c and t heor et ic al re vi e w of
Phycyl, T. A., Morin, R. W., & Salmon, B. R. quintessential self-regulatory failure.
(2000). Procrastination and the planning fallacy: Psychological Bulletin, 133(1), 65-94.
An examination of the study habits of university Weiten, W. (2007). Psychology: Themes &
students. Journal of Social Behavior and variations (7th ed.). Singapore: Thomson and
Personality, 15(5), 135-150. Wads worth.
Roberts, B. W., Walton, K. E., & Bogg, T. (2005). Wolters, C. A. (2003). Understanding
Conscientiousness and health across the life procrastination from a self-regulated learning
course. Review of General Psychology, 9(2), 156- perspectives. Journal of Educational Psychology,
168. 95(1), 179-187.
Roberts, B. W., Chernyshenko, O. S., Stark, S., &

Anda mungkin juga menyukai