Anda di halaman 1dari 33

“PROKRASTINASI PADA MAHASISWA”

ANDI MAHDI SAHDANI


1671041040

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN 2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa kuliah merupakan masa yang cukup berat bagi mahasiswa. Dalam proses

kuliah, mahasiswa dihadapkan oleh suatu permasalahan seperti tuntutan,

keputusan-keputusan, dan pilihan yang perlu diambil (Dalton & Crosby, 2011).

Ketatnya persaingan dalam mencapai prestasi, tekanan untuk meningkatkan

prestasi, dosen, tugas perkuliahan, ujian (UTS, UAS, ujian praktikum), ancaman

dropout, nilai, adaptasi lingkungan baru, pengaturan waktu, pengaturan keuangan

dan hubungan interpersonal (teman dan keluarga) (Kholidah, 2012; Wurinanda,

2015) juga menjadi masalah mahasiswa. Akibat dari banyaknya tuntutan dan

masalah menyebabkan mahasiswa terlambat menyelesaikan tugas, mengerjakan

tugas dengan sistem kebut semalam “SKS”, terlambat masuk kuliah, membolos,

tidak tidur semalaman karena menyelesaikan tugas, bahkan ada yang lama

menyelesaikan tugas akhir atau skripsi. Artinya, mahasiswa melakukan penundaan

atau yang dikenal dengan istilah prokrastinasi.

Istilah prokrastinasi diambil dari Bahasa Inggris procrastination. Istilah

tersebut sebenarnya berasal dari Bahasa Latin procrastinare yang berarti menunda

sampai hari selanjutnya (Rumiani, 2006). Menurut Steel (2007) prokrastinasi

merupakan perilaku menunda dengan sengaja kegiatan yang diinginkan meskipun

individu mengetahui bahwa penundaan tersebut dapat menghasilkan dampak

negatif.
Prokrastinasi diberi label sebagai perilaku yang mengganggu dan berbahaya

(Steel, 2007 dalam Fatimah, Lukman, Khairudin, Shahrazad & Halim, 2011).

Prokrastinasi diidentifikasi sebagai halangan besar untuk keberhasilan akademis

(Scher & Osterman, 2003 dalam Fatimah dkk, 2011). Ferrari dan Morales (2007)

mengungkapkan bahwa banyak mahasiswa melakukan tindakan prokrastinasi

dengan akibat banyak waktu terbuang tanpa menghasilkan suatu hal berguna.

Individu dengan prokrastinasi tinggi memiliki tingkat stres dan depresi tinggi

disertai dengan kondisi kesehatan buruk (Anggawijaya, 2013; Tice & Baumeister,

1997 dalam Chu & Choi, 2005). Dampak prokrastinasi berdampak pada kegagalan

dalam memenuhi kewajiban, perasaan tidak berharga dan ketidaknyamanan

psikologis (Surijah & Tjundjing, 2007). Prokrastinasi menyebabkan peningkatan

stres dan masalah kesehatan (Sirois, 2007; Ferrari & Moralez, 2014). Burka dan

Yuen (2008), mengungkapkan bahwa prokrastinasi menyebabkan stres dan

menghambat individu melakukan aktivitas yang mereka senangi. Gruschel,

Partzek, dan Fries (2013) menyatakan kondisi stres menyebabkan individu

mengalami keletihan, masalah tidur, hingga muncul penyakit dalam tubuh.

Rothblum et al. (1986, dalam Fatimah, dkk., 2011) melaporkan individu yang

cenderung selalu atau hampir selalu menunda tugas akademik, selalu atau hampir

selalu mengalami kecemasan.

Penelitian tentang prokrastinasi sebagian besar dilakukan pada Perguruan

Tinggi dengan subjek mahasiswa. Penelitian Ellis dan Knaus (1997, dalam

Sepehrian & Lotf, 2011) memperlihatkan bahwa lebih dari 95% mahasiswa

Amerika menunda penyelesaian tugas rumah dengan sengaja dan lebih dari 70%
mahasiswa menunda berulang kali. Rothblum, Solomon dan Mukarami (1986,

dalam Premadyasari, 2012) melaporkan 40,6% dari 379 subjek melakukan

prokrastinasi

Penelitian prokrastinasi di Indonesia juga dilakukan di kalangan mahasiswa.

Penelitian Surijah dan Tjundjing (2007) pada mahasiswa Fakultas Psikologi

Universitas Surabaya menunjukkan persentase 30,9% dari 316 mahasiswa

melakukan penundaan tugas akademik. Anggawijaya (2013) dalam penelitian pada

mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Surabaya melaporkan bahwa 64 subjek

(38,6%) dari 166 mahasiswa cenderung tinggi melakukan prokrastinasi akademik.

Penelitian Triana (2013) melaporkan sekitar 42,3% dari 111 mahasiswa Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Mulawarman Samarinda melakukan

prokrastinasi dalam menyelesaikan skripsi. Pemaparan data-data tersebut

memperlihatkan bahwa prokrastinasi merupakan perilaku yang harus diperhatikan,

mengingat jumlah mahasiswa yang melakukan cukup banyak.

Perilaku prokrastinasi juga dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Tarbiyah

Jurusan Tadris Bahasa Inggris Insitut Agama Islam Negeri Bone. Peneliti

melakukan wawancara dengan beberapa mahasiswa angkatan 2015 sampai dengan

2018. Pada angkatan 2015, MB mengatakan bahwa dalam proses kuliah MB sangat

sering menunda mengerjakan tugas-tugas di perkuliahan dan memilih untuk

mengurus kepanitian serta kegiatan lain. Dia sering melembur tengah malam untuk

menyelesaikan tugas dan hasil kurang maksimal. Hasil kurang maksimal karena

kurang perencanaan dalam mengerjakan tugas. Dia merasa stres ketika deadline

mendekat dan kadang-kadang merasa menyesal karena tugas dikerjakan kurang


maksimal (Komunikasi pribadi, 30 April 2019). Berbeda pengalaman JC, dia

menunda mengerjakan tugas perkuliahan termasuk skripsi yang sedang diambilnya

karena dia lebih banyak mencari referensi terlebih dahulu. Dia memiliki

perencanaan waktu untuk penyelesaian tugastugasnya (Komunikasi Pribadi, 1 Mei

2019).

Pada angkatan 2016, IE mengatakan bahwa menunda mengerjakan tugas-tugas

kuliah karena bobot tugas yang semakin berat dan waktu pengumpulan yang hampir

bersamaan. Dia kesulitan mengatur waktu dan memilih tugas yang harus

diprioritaskan, namun dia merasa bahwa senang mengerjakan tugas mendekatin

deadline karena lebih banyak muncul ide (Komunikasi Pribadi, 1 Mei 2019).

Pendapat lain disampaikan oleh PC, dia mengerjakan tugas dengan deadline yang

telah ditentukan. Dia mampu memprioritaskan tugas yang lebih penting dan jarang

mengalami keterlambatan dalam pengumpulan tugas (Komunikasi Pribadi, 1 Mei

2019)

Pada angkatan 2017, MA mengatakan bahwa pernah menunda mengerjakan

tugas. Tugas yang sering ditunda adalah tugas yang memiliki bobot 2 sks dan

pengumpulannya tidak dalam waktu dekat (Komunikasi Pribadi, 2 Mei 2019).

Pendapat lain dikemukakan oleh RT yang mengatakan bahwa dia sering menunda

tugas karena sedang banyak kegiatan. Dia sering mengerjakan tugas-tugas kuliah

sehari sebelum dikumpulkan. Dia merasa kurang istirahat dan lelah keesokan

harinya serta sempat terlambat masuk kuliah (Komunikasi Pribadi, 2 Mei 2019).

Pada angkatan 2018, IV mengatakan bahwa dia sering menunda mengerjakan

tugas kuliah karena malas. IV banyak mengikuti kegiatan di luar perkuliahan yang
membuatnya kelelahan saat ingin memulai mengerjakan tugas dan menjadi malas.

Dia mengerjakan tugas dengan sistem kebut semalam dengan hasil kurang

maksimal (Komunikasi Pribadi, 4 Mei 2019). Pengalaman IV berbeda dengan SF

yang mengatakan bahwa dia jarang menunda tugas kuliah karena tugas dirasa

penting. Dia mengikuti sejumlah kegiatan namun karena memiliki perencanaan

waktu yang baik dia merasa tugas-tugas kuliah yang dikerjakan bisa selesai tepat

waktu (Komunikasi Pribadi, 4 Mei 2019).

Pelaku prokrastinasi aktif memiliki ciri-ciri menunda dengan sengaja untuk

fokus pada tugas yang lebih penting, mampu membuat keputusan bertindak tepat

waktu, mampu bekerja di bawah tekanan, memiliki semangat dan motivasi tinggi,

merasa tertantang dengan deadline, dan memiliki hasil memuaskan pada tugas (Chu

& Choi, 2005).

Pelaku prokrastinasi pasif memiliki ciri-ciri menunda tugas karena

ketidakmampuan membuat keputusan dan betindak cepat, merasa tertekan dan

menjadi pesimis saat pengumpulan tugas, tidak mampu mengatur waktu, merasa

stres dengan tekanan waktu, senang melakukan aktifitas lain yang lebih

menyenangkan, dan memiliki hasil kurang memuaskan dalam tugas (Chu & Choi,

2005).

Pelaku prokrastinasi aktif akan memilih tugas-tugas yang lebih mendesak dan

penting meski sudah memiliki jadwal yang terstruktur serta menunjukkan hasil

yang memuaskan. Sehingga prokrastinasi aktif sangat menguntungkan bahkan

perlu untuk individu yang bekerja dengan tuntutan tak terduga dan terjadi

perubahan lingkungan yang cepat (Chu & Choi, 2005). Sedangkan prokrastinasi
pasif kurang memberikan manfaat bagi pelakunya karena menjadikan individu

tidak produktif. Pelaku prokrastinasi pasif memiliki keraguan dalam bertindak dan

sering terbayang kegagalan dalam penyelesaian tugas. Hasil dari tindakan

prokrastinasi pasif sering tidak memuaskan. Sehingga prokrastinasi pasif kurang

menguntungkan dalam penyelesaian tugas.

Berangkat dari latar belakang tersebut, peneliti ingin menggambarkan secara

kuantitatif tingkat prokrastinasi di kalangan mahasiswa Fakultas Tarbiyah Jurusan

Tadris Bahasa Inggris Insitut Agama Islam Negeri Bone.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana gambaran prokrastinasi

mahasiswa Fakultas Tarbiyah Jurusan Tadris Bahasa Inggris Insitut Agama Islam

Negeri Bone?”

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran prokrastinasi mahasiswa

Jurusan Tadris Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah Insitut Agama Islam Negeri

Bone.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Aspek Teoritis

Memberikan sumbangan informasi pada bidang psikologi mengenai

prokrastinasi aktif maupun pasif.

1.4.2 Aspek Praktis

Memberikan informasi dan pemahaman mengenai prokrastinasi mahasiswa

Fakultas Tarbiyah Jurusan Tadris Bahasa Inggris kepada Fakultas Tarbiayh Jurusan
Tadris Bahasa Inggris untuk evaluasi diri demi penyempurnaan kelembagaan

melalui pendampingan yang lebih tepat serta embantu mahasiswa untuk memahami

potret dirinya terkait dengan perilaku prokrastinasi di kalangan mereka.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prokrastinasi

2.1.1 Pengertian Prokrastinasi

Kata prokrastinasi sebenarnya sudah ada sejak lama sebelum revolusi

industri yang ditulis Walker (1682, dalam Steel, 2007). Analisis sejarah pertama

prokrastinasi ditulis oleh Milgram (1992). Dia berpendapat bahwa masyarakat maju

secara teknis memerlukan banyak komitmen dan tenggat waktu yang menimbulkan

penundaan. Ferrari, Johnson, dan McCown (1995) berpendapat bahwa penundaan

telah ada sepanjang sejarah, namun hanya diperoleh konotasi yang negatif dengan

munculnya revolusi industri sekitar tahun 1750.

Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa latin procrastination dengan awalan

“pro” yang berarti mendorong maju atau bergerak maju, dan akhiran “crastintus”

yang berarti keputusan hari esok. Jika digabungkan menjadi menangguhkan atau

menunda sampai hari berikutnya (Burka & Yuen, 2008).

Noran (dalam Akinsola, Tella & Tella, 2007) mendefiniskan prokrastinasi

sebagai perilaku menghindar dalam pengerjaan tugas dan tanggung jawab yang

seharusnya diselesaikan oleh individu. Solomon dan Rothblum (1984, dalam

Fatimah dkk., 2011) menjelaskan prokrastinasi merupakan perilaku yang disengaja

menunda untuk memulai atau menyelesaikan tugas. Mc Cown dan Johnson (1991,

dalam Fatimah dkk., 2011) menganggap prokrastinasi sebagai penyakit kronis atau

disfungsional ketika perilaku tersebut mengganggu fungsi sehari-hari. Hal itu

menimbulkan ketidaknyamanan diri baik psikis maupun fisik bagi individu.


Dewitte dan Schouwenburg (2002) menyatakan bahwa prokrastinasi adalah

perilaku menunda yang memiliki potensi konsekuensi membahayakan bagi

pelakunya. Knaus (2000, dalam Chu & Choi, 2005) mengatakan bahwa tidak semua

prokrastinasi menimbulkan dampak negatif. Ellis dan Knaus (Chu & Choi, 2005 :

Ferrari & Tice 2000) menyatakan bahwa prokrastinasi adalah menunda apa yang

seharusnya penting untuk dilakukan. Chu dan Choi (2005) menemukan bahwa

pelaku prokrastinasi ada yang dengan sengaja menunda untuk memperoleh

informasi lebih lengkap dalam pengerjaan tugas.

Dengan mengacu pada beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan

prokrastinasi merupakan perilaku menunda tugas dengan sengaja, hal yang

seharusnya penting untuk dilakukan, dan memiliki dampak bagi pelakunya.

2.1.2 Tipe Prokrastinasi

Prokrastinasi sering dikaitkan dengan hal yang berdampak negatif. Tice dan

Baumeister (1997, dalam Chu & Choi, 2005) melaporkan bahwa tingginya

prokrastinasi memiliki tingkat stres disertai dengan kondisi kesehatan buruk.

Surijah dan Tjundjing (2007) melaporkan dampak prokrastinasi adalah kegagalan

dalam memenuhi kewajiban, perasaan tidak berharga dan ketidaknyamanan

psikologis.

Baumeister, Heatherton, dan Tice (1994, dalam Chu dan Choi, 2005)

melihat prokrastinasi sebagai suatu strategi yang mereka gunakan untuk mengatur

emosi negatif sehingga membuat individu merasa lebih baik setidaknya untuk

sementara waktu. Chu dan Choi (2005) menyatakan bahwa tidak semua
prokrastinasi selalu berdampak negatif pada kinerja tugas. Sehingga Chu dan Choi

(2005) membagi tipe prokrastinasi menjadi dua yaitu :

a. Prokrastinasi aktif

Prokrastinasi aktif merupakan perilaku menunda untuk melakukan hal lebih

penting dan mendesak karena individu berusaha membuat perencanaan dalam

mengumpulkan informasi

yang berguna.

b. Prokrastinasi pasif

Prokrastinasi pasif merupakan perilaku menunda dengan alasan tidak masuk

akal dan tidak bermanfaat bagi penyelesaian tugas akademik.

2.1.3 Karakteristik Prokrastinasi

Chu dan Choi (2005) menyatakan baik prokrastinasi aktif dan prokrastinasi

pasif mempunyai empat karakteristik yaitu,

a. Keputusan sengaja untuk menunda (Intentional decision to procrastinate)

Secara kognitif, pelaku prokrastinasi aktif melakukan perilaku menunda dengan

sengaja untuk fokus pada tugas yang lebih penting. Prokrastinator aktif berusaha

mencari informasi-informasi lebih lengkap untuk mendukung penyelesaian tugas.

Pelaku prokrastinasi aktif mampu membuat keputusan dan bertindak pada waktu

yang tepat. Pelaku prokrastinasi pasif tidak berniat menunda dan mereka melakukan

penundaan karena ketidakmampuan membuat keputusan dan bertindak cepat.

b. Preferensi Tekanan (Preference for pressure)

Secara afektif, pelaku prokrastinasi aktif merasa mampu dan senang bekerja di

bawah tekanan. Pelaku prokrastinasi aktif memiliki motivasi dan semangat tinggi
dalam penyelesaian tugas di menit-menit terakhir. Penyelesaian tugas di menit

terkahir dianggap sebagai sebuah tantangan untuk segera diselesaikan. Pelaku

prokrastinasi pasif merasa tertekan dan menjadi pesimis saat pengumpulan tugas

mendekati deadline. Keraguan dan ketidakmampuan diri pelaku prokrastinasi pasif

mengarahkan pada kegagalan suatu tugas yang menyebabkan perasaan bersalah dan

depresi.

c. Kemampuan untuk memenuhi batas waktu (Ability to meet deadline)

Secara perilaku, pelaku prokrastinasi aktif merasa tertantang pada penyelesaian

tugas deadline. Pelaku prokrastinasi aktif memiliki kemampuan perencanaan waktu

yang tepat dan mendorong pengerjaan tugas secara efektif dan efisien. Prokrastinasi

pasif tidak mampu mengatur waktu dalam menyelesaikan tugas penting. Pelaku

prokrastinasi pasif sering merasa stres dengan tekanan waktu.

d. Kepuasan Hasil (Outcome satisfication)

Pelaku prokrastinasi aktif memiliki hasil memuaskan dalam penyelesaian tugas.

Pelaku prokrastinasi aktif sengaja melakukan penundaan di bawah tekanan karena

tahu bahwa mereka lebih terdorong dan termotivasi untuk menyelesaikan tugas.

Perencaan waktu dan tindakan tepat mendukung hasil memuaskan dari

penyelesaian tugas. Pelaku prokrastinasi pasif memiliki hasil buruk pada tugas.

Pelaku prokrastinasi pasif senang melakukan aktifitas lain yang lebih

menyenangkan. Keraguan diri dan kegagalan dalam mengatur waktu menyebabkan

hasil buruk pada pelaku prokrastinasi pasif.


2.1.4 Area Prokrastinasi

Solomon dan Rothblum (1984) mengemukakan enam area prokrastinasi

yang dijadikan sebagai bahan prokrastinasi oleh pelajar, yaitu :

a. Menulis, meliputi menunda kewajiban atau tugas-tugas menulis seperti menulis

makalah, laporan, atau tugas mengarang lainnya.

b. Belajar untuk menghadapi ujian, meliputi menunda untuk menghadapi kuis, ujian

mingguan, ujian tengah semester, dan ujian semester akhir.

c. Membaca, mencangkup penundaan untuk membaca referensi yang berkaitan

dengan matakuliah yang diwajibkan.

d. Kinerja administratif, meliputi menyalin catatan, mendaftarkan diri dalam

praktikum, mendaftarkan diri dlaam presensi kehadiran, dan sebagainya.

e. Menghadiri pertemuan, mencangkup menunda untuk hadir dalam pertemuan-

pertemuan akademik, terlambat menghadiri pelajaran, praktikum, dan sebagainya.

f. Kinerja akademik secara keseluruhan, yaitu menunda mengerjakan atau

menyelesaikan tugas-tugas akademik secara keseluruhan.

2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Prokrastinasi

Bernard (1991, dalam Catrunada, 2008) mengungkapkan tentang sepuluh

wilayah magnetis yang menjadi faktor-faktor prokrastinasi :

a. Kecemasan (Anxiety)

Kecemasan pada akhirnya menjadi kekuatan magnetik dimana tugas-tugas yang

diharapkan dapat diselesaikan, justru menjadi kecemasan tinggi.

b. Pencelaan Terhadap Diri Sendiri (Self- Depreciation)


Seseorang memiliki bentuk penghargaan yang rendah atas diri sendiri dan selalu

siap menyalahkan diri apabila melakukan kesalahan dan juga tidak percaya diri

untuk mendapatkan masa depan yang lebih cerah.

c. Rendahnya Toleransi Terhadap Ketidaknyamanan (Low Discomfort Tolerance)

Kesulitan dalam tugas yang dikerjakan membuat seseorang mengalami kesulitan

dalam menoleransi rasa frustasi dan kecemasan. Sehingga mereka mengalihkan diri

sendiri pada tugas yang dapat mengurangi rasa ketidaknyamanan dalam diri.

d. Pencari Kesenangan (Pleasure-Seeking)

Seseorang yang mencari kenyamanan cenderung tidak mau melepaskan situasi

yang membuat diri nyaman. Seseorang yang memiliki kecenderungan tinggi dalam

mencari situasi nyaman,maka memiliki hasrat kuat untuk bersenang-senang dan

memiliki kontrol impuls yang rendah.

e. Ketidakteraturan Waktu (Time Disorganization)

Mengatur waktu berarti mampu memperkirakan dengan baik berapa lama yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas. Lemahnya pengaturan waktu adalah

seseorang sulit memutuskan pekerjaan yang penting dan kurang penting untuk

dikerjakan hari ini.

f. Ketidakteraturan Lingkungan (Environmental Disorganisation)

Salah satu faktor prokrastinasi adalah kenyataan bahwa lingkungan sekitar tidak

teratur dengan baik. Ada banyak gangguan dari lingkungan menyebabkan

seseorang sulit berkonsentrasi sehingga pekerjaan tidak dapat diselesaikan tepat

waktu.

g. Lemah Terhadap Tugas (Poor Task Approach)


Seseorang yang siap mengerjakan kemungkinan akan meletakkan kembali

pekerjaannya karena tidak tahu darmana harus memulai pekerjaannya. Oleh karena

itu, pekerjaan menjadi tertahan.

h. Kurangnya Ketegasan (Lack of Assertion)

Kurang memberi pernyataan yang tegas, contoh adalah seseorang mengalami

kesulitan berkata tidak terhadap orang lain padahal banyak pekerjaan yang sudah

terjadwal dan harus diselesaikan. Hal ini disebabkan karena mereka kurang

memberikan rasa kehormatan pada komitmen dan tanggungjawab yang dimiliki.

i. Permusuhan terhadap Orang Lain (Hostility with others)

Kemarahan yang terus menerus dapat menimbulkan dendam dan sikap

bermusuhan terhadap orang lain sehingga bisa menuju sikap menolak atau

menentang apapun yang dikatakan oleh orang tesebut.

j. Tertekan dan Kelelahan (Stress and Fatigue)

Stres adalah hasil dari sejumlah intensitas dari tuntutan negatif dalam hidup yang

digabung dengan gaya hidup dan kemampuan mengatasi masalah pada diri

seseorang. Semakin banyak tuntutan, semakin lemah sikap seseorang dalam

memecahkan masalah, dan gaya hidup kurang baik, semakin tinggi stres seseorang.

2.1.6 Dampak Prokrastinasi

Prokrastinasi memberikan dampak negatif bagi pelaku prokrastinasi. Tice

dan Baumeister (1997, dalam Chu & Choi, 2005) menyatakan bahwa tingginya

prokrastinasi memiliki tingkat stres tinggi disertai kondisi kesehatan buruk.

Djamarah (2002) menemukan bahwa banyak mahasiswa yang gelisah akibat


meunda-nunda penyelesaian tugas seperti tidur kurang nyenyak, duduk tidak

tenang, berjalan terburu-buru, dan tidak menikmati waktu istirahat. Sirois (2004)

mengemukakan konsekuensi negatif yang ditimbulkan dari perilaku menunda yaitu

performa akademik yang rendah, stres tinggi, menyebabkan penyakit, dan

kecemasan tinggi. Chu dan Choi (2005) melaporkan bahwa pelaku prokrastinasi

pasif memiliki tingkat stres lebih tinggi dibanding pelaku prokrastinasi aktif. Pada

penyelesaian tugas, pelaku prokrastinasi pasif memiliki hasil lebih buruk dibanding

pelaku prokrastinasi aktif. Rendahnya efikasi diri pelaku prokrastinasi pasif

mengarahkan pada perilaku menghindari suatu tugas dan lebih memilih aktifitas

menyenangkan.

2.2 Mahasiswa

2.2.1 Pengertian Mahasiswa

Mahasiswa adalah seseorang yang sedang menempuh pendidikan di

perguruan tinggi. Penggolongan usia mahasiswa adalah 18-25 tahun. Winkel dan

Hastuti (2010) menambahkan bahwa, masa mahasiswa meliputi rentang usia dari

18/19 tahun sampai 24/25 tahun. Rentang usia itu masih dapat dibagi-bagi atas

peride 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa semester I sampai dengan

semester IV; dan periode waktu 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu mahasiswa

semester V sampai dengan semester VIII.

Berdasarkan rentang usia mahasiswa, mereka berada pada tahap perkembangan

dewasa awal. Pada masa dewasa awal, menurut Dariyo (2003, dalam Iriani &

Ninawati, 2005) mengatakan bahwa secara fisik individu menampakkan profil yang

sempurna dalam arti bahwa pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek fisiologis


telah mencapai posisi puncak. Inidvidu tampak memiliki daya tahan dan taraf

kesehatan yang prima sehingga dalam melakukan berbagai kegiatan tampak

inisiatif, kreatif, energik, cepat, dan proaktif. Penampilan fisik yang dimiliki

individu pada usia ini benar-benar matang sehingga siap melakukan tugas seperti

orang dewasa lainnya. Misalnya seperti bekerja, menikah, dan bertindak secara

bertanggungjawab untuk dirinya ataupun orang lain.

Pada usia ini mahasiswa dituntut untuk mengkaji lebih dalam ilmuilmu yang

dia dapatkan baik dari dalam maupun luar perguruan tinggi. Santrock (2009)

menambahkan bahwa masa ini adalah masa dewasa awal merupakan masa

pembentukan kemandirian, eksplorasi karier, belajar hidup, dan mulai memikirkan

masa depan. Mahasiswa pada usia ini secara tidak langsung dituntut untuk lebih

mandiri dan berpikir dewasa demi masa depan. Individu juga berada pada tahap

dimana perkembangan seseorang berada pada puncaknya dengan kondisi fisik dan

intelektual yang baik (Iriani & Ninawati,2005). Namun, dengan adanya tuntutan

sebagai seornag mahasiswa tidak heran banyak persoalan yang harus dihadapi.

Mahasiswa yang belum berhasil memecahkan persoalan mudah merasa tegang dan

stres (Winkel & Hastuti, 2010).

Peneliti menyimpulkan bahwa mahasiswa adalah individu yang sedang

belajar di perguruan tinggi dengan rentang usia 18-25 tahun dengan kemandirian

untuk berpikir dewasa demi masa depan.

2.3 Kerangka Berpikir

Mahasiswa adalah seseorang yang menempuh pendidikan di perguruan

tinggi. Rentang usia mahasiswa adalah 18 sampai 25 tahun (Winkel & Hastuti,
2010). Berdasarkan rentang usia berada pada tahap perkembangan dewasa awal.

Masa dewasa awal adalah masa pembentukan kemandirian, eksplorasi karir, belajar

hidup, dan mulai memikirkan masa depan (Santrock, 2009). Pada masa ini,

mahasiswa memiliki keinginan untuk mengaktualisasikan segala ide dan kreatifitas

yang dimiliki selama belajar di perguruan tinggi. Dariyo (2003, dalam Iriani &

Ninawati, 2005) mengatakan bahwa segala daya upaya yang berorientasi untuk

mencapai keberhasilan akan selalu ditempuh dan diikuti, sebab dengan

keberhasilan ia akan meningkatkan harkat dan martabat hidup di mata orang lain.

Pencapaian sebuah keberhasilan butuh usaha yang kuat dari mahasiswa.

Banyaknya masalah yang dihadapi mahasiswa pada masa kuliah cukup berat seperti

banyaknya tuntutan, keputusan-keputusan dan pilihan yang diambil (Dalton &

Crosby, 2011). Mahasiswa dalam mencapai sebuah keberhasilan dihadapkan pada

suatu hambatan. Salah satu hambatan dalam mencapai keberhasilan adalah perilaku

menunda yang dikenal sebagai prokrastinasi.

Pada masa dewasa awal, gaya pengasuhan orangtua merupakan salah satu

penyebab perilaku prokrastinasi. Ferrari dan Ollivete (dalam Mayasari dkk, 2010)

mengatakan bahwa gaya pengasuhan otoriter ayah akan menyebabkan munculnya

kecenderungan prokrastinasi, Anak cenderung dituntut orangtua dalam bidang

akademik maupun non akademik. Tuntutan dari orangtua memunculkan rasa

kecemasan, kekhawatiran, dan ketidakberdayaan apabila tidak mampu untuk

memenuhi harapan orangtua. Gufron dan Rini (2010, dalam Ramdhani, 2013)

menegaskan bahwa perasaan kecemasan, kekhawatiran, dan ketidakberdayaan pada

akhirnya memunculkan perilaku menunda melakukan pekerjaan pada anak.


Mahasiswa memiliki tuntutan-tuntutan yang diberikan oleh orangtua

maupun di perguruan tinggi. Namun, Hurlock (dalam Hernawati, 2006)

menjelaskan bahwa usia mahasiswa tengah berada dalam fase ketergantungan

finansial pada orangtua yang berkaitan dengan biaya kuliah atau institusi

pendidikan yang memberikan beasiswa. Ketergantungan tersebut mengakibatkan

mahasiswa merasa tidak bebas dan memungkinkan ada perasaan tertekan. Hal

tersebut mendorong mahasiswa untuk membuat prioritas utama pada aktifitas

perkuliahan. Bentuk tanggungjawab mahasiswa terhadap perkuliahannya adalah

meminimalkan perilaku menunda atau prokrastinasi.

Prokrastinasi dikenal sebagai perilaku mengganggu dan berbahaya serta

diidentifikasi sebagai halangan besar untuk keberhasilan akademis (Steel, 2007;

Scher & Osterman, 2003, dalam Fatimah dkk, 2011). Mahasiswa perlu untuk

meminimalkan prokrastinasi yang menjadi halangan keberhasilan akademik.

Pada dasarnya prokrastinasi merupakan perilaku tidak produktif dan

berdampak negatif bagi pelakunya. Namun, Knaus (2000, dalam Chu & Choi,

2005) mengatakan bahwa tidak semua prokrastinasi menimbulkan dampak negatif.

Chu dan Choi (2005) membagi tipe prokrastinasi menjadi dua, yaitu prokrastinasi

aktif dan prokrastinasi pasif. Prokrastinasi aktif merupakan perilaku menunda untuk

melakukan hal penting dan mendesak karena individu berusaha membuat

perencanaan dalam mengumpulkan informasi yang berguna untuk penyelesaian

tugas. Prokrastinasi pasif merupakan perilaku menunda dengan alasan tidak masuk

akal dan tidak bermanfaat bagi peyelesaian tugas.


Berangkat dari hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

yang berfokus pada pengukuran prokrastinasi aktif dan prokrastinasi pasif serta

diharapkan mampu memberikan gambaran deskriptif mengenai hal tersebut.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Variabel

3.1.1 Identifikasi Variabel

Penelitian ini menggunakan satu variabel yaitu prokrastinasi yang terdiri

dari prokrastinasi aktif dan prokrastinasi pasif.

3.1.2 Definisi Operasional

Prokrastinasi aktif merupakan perilaku mahasiswa dalam menunda tugas

dengan sengaja, menggunakan motivasi kuat di bawah tekanan waktu, mampu

menyelesaikan tugas tepat waktu, dan mencapai hasil memuaskan. Prokrastinasi

pasif merupakan perilaku mahasiswa menunda tugas sampai pada menit-menit

terakhir karena ketidakmampuan untuk bertindak secara tepat waktu.

3.2 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian

deskriptif. Azwar (2012) mengemukakan bahwa penelitian deskriptif merupakan

salah satu bentuk penelitian dimana analisis dilakukan hanya sampai pada taraf

deskripsi yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik dan bertujuan

mendeskripsikan fenomena yang ada.

3.3 Populasi dan Sampel

Azwar (2011) mengemukakan bahwa populasi merupakan sekelompok

subjek yang akan dijadikan untuk generalisasi hasil penelitian. Sekelompok subjek

ini mempunyai karakteristik bersama yang dapat membedakan dari kelompok

subjek yang lain. Karakteristik ini dapat berasal dari karakteristik individu dan tidak
terbatas hanya pada ciri karakteristik lokasi. Populasi yang digunakann dalam

penelitian ini yaitu mahasiswa S1 Fakultas Tarbiyah Jurusan Tadris Bahasa Inggris

di Insitut Agama Islam Negeri Bone yang jumlah keseluruhannya adalah 237

mahasiswa.

2.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mahasiswa semester 2

sampai dengan semester 8 yang ada di Fakultas Tarbiyah Jurusan Tadris Bahasa

Inggris Insitut Agama Islam Negeri Bone. Jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu

sebanyak 100 mahasiswa.

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu dengan teknik sampel

insidental. Winarsunu (2006) mengemukakan bahwa teknik sampel insidental

merupakan salah satu teknik pengambilan sampel dengan cara siapa saja yang

secara kebetulan ditemui dan memenuhi kriteria subyek penelitian maka individu

tersebut akan dijadikan sampel.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa skala

Likert yang merupakan alat ukur dari prokrastinasi yaitu Perceived time (gagal

menepati deadline), Intention-action gap (kesenjangan antara rencana dan kinerja),

Emotional distress (rasa tertekan saat menunda tugas), dan Perceived ability

(persepsi terhadap kemampuan). Model skala Likert pada alat ukur ini berupa

pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable) yang telah


dimodifikasi menjadi lima kategori yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), N (Netral),

TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai). Alat ukur prokrastinasi ini terdiri

daro 10 item yang terbagi atas 5 item favorable dan 5 item unfavorable. Pada item

favorable, jawaban SS (Sangat Sesuai) diberi skor 5, S (Sesuai) diberi skor 4, N

(Netral) diberi skor 3, TS (Tidak Sesuai) diberi skor 2, dan STS (Sangat Tidak

Sesuai) diberi skor 1. Pada item unfavorable, jawaban SS (Sangat Sesuai) diberi

skor 1, S (Sesuai) diberi skor 2, N (Netral) diberi skor 3, TS (Tidak Sesuai) diberi

skor 4, dan STS (Sangat Tidak Sesuai) diberi skor 5.

Blueprint dar alat ukur kemandirian ini sebagai berikut :

No Aspek Indikator Item Jumlah

F UF

1 Perceived time (gagal Gagal menyelesaikan tugas 1 1


menepati deadline)
Gagal memprediksi waktu 2,7 2

2 Intention-action gap Tidak konsisten 3 8 2


(kesenjangan antara
rencana dan kinerja)
3 Emotional distress (rasa Perasaan tidak menyenangkan 9 4 2
tertekan saat menunda
tugas)
4 Perceived ability Takut gagal 5 1
(persepsi terhadap
kemampuan) Ragu-ragu 10 6 2

Jumlah 5 5 10

3.4.2 Validitas

Validitas yang digunakan dalam alat ukur ini yaitu validitas konstruk. Uji

validitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan confarmatory factor analysis
menggunakan software ISREL 8.80. Validitas konstrak adalah salah satu bentuk

validitas yang membuktikan apakah hasil diperoleh melalui item tes berkorelasi

tinggi dengan teoritik yang mendasari penyusunan tes tersebut (Azwar, 2015).

Berdsarakan hasil analisis CFA yang dilakukan, alat ukur dengan model

satu faktor yaitu tidak fit deng chi-square 280. 19, df=65, p-value=0.000, RMSEA=

0.119. Hasil tersebut membuat alat ukur dimodifikasi terhadap model, dimana

kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain

dan diperbolehkan model fit dengan chi-square= 68.25, df= 52, p-value= 0.06475,

RMSEA= 0.036. Nulai c-square ini menghasilkan p-value lebih besar darpada 0.05

sehingga seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu prokrastinasi

3.5 Tekhnik Analisis Data

Telhnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tekhnik

analisis deskriptif. Azwar (2011) mengemukakan bahwa analisis deskriptif

merupakan salah satu bentuk tekhnik analisis yang dapat memberikan deskripsi

mengenai suatu hal atau subjek penelitian berdasarkan data variabel yang diperoleh

dari sekelompok subjek yang akan diteliti dan tidak digunakan untuk pengujian

hipotesis. Analasis deskriptif terdiri dari beberapa jenis yaitu histogram, polygon,

pie diagram, mean, median, maodus, quartil, desil, persentil, range, standard

deviasi, dan varians.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Subjek Penelitian

Penelirtian ini menggunakan subjek sebesar 100 orang yang merupakan

mahasiswa semester 2,4, dan 8 di Fakultas Tarbiyah Jurusan Tadris Bahasa Inggris

Insistut Agama Islam Negeri Bone. Adapun deskriptif subjek penelitian dapat

dilihat dari tabel dan diagram pie dibawah ini

 Tabel dan Diagram Lingkaran Deskripsi Suku Subjek Penelitian

Suku Jumlah
Bugis 96
Makassar 3
Buton 1
Total 100

SUKU
3%1%

BUGIS
MAKASSAR
BUTON

96%
Berdasrakan tabel diagram lingkaran yang ada diatas, dapat dilihat bahwa

deskripsi suku pada subjek penelitian terdiri dari 3 yaitu suku Bugis, makassar, dan

Buton. Jumlah subjek berasal dari Suku Bugis yaitu 96 orang dengan persentase

96%, subjek berasal dari Suku Makassar yaitu sebanyak 3 orang dengan persentase

3%, dan subjek berasal dari suku Buton yaitu sebanyak 1 orang dengan persentase

1%

 Tabel dan Diagram Lingkaran Deskripsi Jenis Kelamin Subjek Penelitian

Jenis Kelamin Jumlah


Laki-Laki 57
Perempuan 43
Total 100

JENIS KELAMIN

43%
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
57%

Berdasarkan tabel diagram diatas, dapat dilihat bahwa subjek penelitian

yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 57 orang dengan persentase 57%
dan subjek yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 43 orang dengan

persentase 43%.

 Tabel dan Diagram Lingkaran Deskripsi Jenis Kelamin Subjek Penelitian

Usia Jumlah
18 2
19 24
20 34
21 11
22 29
Total 100

USIA
2%

18 29% 24%

19
20
21
22 11%
34%

Berddasarkan tabel dan diagram lingkaran diatas, dapat dilihat bahwa

terdapat beberapa jenjang usia pada subjek penelitian yaitu subjek yang berusia

18 tahun sebanyak 2 orang dengan persentase 2%, subjek berusia 19 tahun

sebanyak 24 orang dengan persentase 24%, subjek berusia 20 tahun sebanyak 34


orang dengan persentase 34%, subjek berusia 21 tahun sebanyak 11 orang

dengan persentase 11%, dan subjek berusia 22 tahun sebanyak 29 orang dengan

persentase 29%.

4.2 Kategorisasi Tingkat Prokrastinasi

Batas Kategori Interval Kategori

M+1,5 SD < X 41,5 < X Sangat Tinggi

M+0,5 SD < X ≤ M + 1,5 SD 34,5 < X ≤ 41,5 Tinggi

M-0,5 SD < X ≤ M + 0,5 SD 27,5 < X ≤ 34,5 Sedang

M-1,5 SD < X ≤ M - 0,5 SD 20,5 < X ≤ 27,5 Rendah

X ≤ M-1,5 SD 20,5 < X Sangat Rendah

Keterangan :

Mean (M) = 31

Standar Deviasi (SD) = 7

Kategorisasi yang dilakukan untuk tingkat prokrastinasi mahasiswa

Fakultas Tarbiyah Jurusan Tadris Bahasa Inggris Insitut Agama Islam Negeri Bone

menggunakan kategorisasi yang diadaptasi dari Azwar. Dalam melalkukan

kategorisasi, nilai mean dan standar deviasi dari suatu data perlu untuk diketahui.

Adapun mean dari data yang didapatkan yaitu sebesar 31 dengan standar deviasi

sebesar 7.

4.3 Hasil Analissi Data

Berdasarkan analisis data yang diperoleh melalui tekhnik analisis deskriptif

dapat diketahui hasil tingkat prokrastinasi mahasiswa Fakultas Tarbiyah Jurusan

Tadris Bahasa Inggris Insitut Agama Islam Negeri Bone sebagai berikut
Statistics
Prokrastinasi
Valid 100
N
Missing 0

Prokrastinasi
Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent
Sangat Rendah 12 12,0 12,0 12,0
Rendah 26 26,0 26,0 38,0
Sedang 12 12,0 12,0 50,0
Valid
Tinggi 47 47,0 47,0 97,0
Sangat Tinggi 3 3,0 3,0 100,0
Total 100 100,0 100,0

Melalui tabel statistik, dapat diketahui bahwa jumlah keseluruhan subjek

dari penelitian yaitu sebesar 100 orang. Pada tabel kedua, dapat dilihat bahwa

subjek yang meiliki tingkat prokrastinasi sangat rendah yaitu sebanyak 12 orang

dengan persentase 12%, termasuk kategori rendah yaitu sebanyak 26 orang dengan

persentase 26%, termasuk kategori sedang yaitu sebanyak 12 orang dengan

persentase 12%, termasuk kategori tinggi yaitu sebanyak 47 orang dengan

persentase 47%, dan termasuk kategori sangat tinggi yaitu 3 orang dengan

persentase 3%. Berdasarkan hasil tersebut, mayoritas tingkat prokrastinasi

mahasiswa Fakultas Tarbiyah Jurusan Tadris Bahasa Inggris Insitut Agama Islam

Negeri Bone yaitu pada kategori tinggi.

4.4 Tingkat Prokrastinasi Berdasarkan Jenis Kelamin

4.5 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan bahwa tingkat prokrastinasi mahasiswa Fakultas Tarbiyah Jurusan

Tadris Bahasa Inggris Insitut Agama Islam Negeri Bone dalam kategori tinggi yaitu

sebesar 47 dari 100 subjek penelitian. Hal ini berkaitan dengan hasil wawancara

dengan empat subjek mahasiswa Fakultas Tarbiyah Jurusan Tadris Bahasa Inggris

Insitut Agama Islam Negeri Bone yang diasumsikan bahwa mereka meiliki tingak

prokrastinasi yang tinggi.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan penelusuran yang telah dilakukan, dapat

disimpulkan bahwa tingkat prokrastinasi mahasiswa Fakultas Tarbiyah Jurusan

Tadris Bahasa Inggris Insitut Agama Islam Negeri Bone tergolong dalam kategori

tinggi. Hal ini dapat diketahui dengan jumlah subjek yang memiliki tingkat

prokrastinasi dengan kategori tinggi yaitu sebanyak 47 orang dengan persentase

47%.

5.1 Saran

 Untuk peneiliti selanjutnya dapat memaksimalkan jumlah subjek dan

menghitung tingkat prokrastinasi berdasarkan indikator lain seperti jenis

kelamin, usia, dan sukunya.

 Untuk peneliti selanjutnya dapat meneliti pada subjek dengan latar belakang

lain sehingga memperkaya serta memperkuat keabsahan penelitian tentang

prokrastinasi.

 Untuk pihak akademik Fakultas Tarbiyah Jurusan Tadris bahasa Inggris

Insitut Agama Islam Negeri Bone agar membuat inovasi yang dapat

menunjang ketertarikan serta semanagt mahasiswa dalam menjalani proses

perkuliahan.
DAFTAR PUSTAKA

Akinsola, M. K., Tella, A., & Tella, A. (2007). Correlates of academic


procrastination and mathematics achievement of university undergraduate
students. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology
Education, 3, 4, 363-370.

Azwar, S (2011). Metode penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Azwar, S (2012). Realibilitas dan validitas. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Azwar, S (2015). Realibilitas dan validitas. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Azwar, S. (2005). Penyusunan skala psikologi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Azwar, S. (2015). Penyusunan skala psikologi. Pustaka Belajar. Yogyakarta

Chaplin, J. P. (2008). Kamus lengkap psikologi. PT Raja Grafindo. Jakarta

Chu, A. H., & Choi, J. N. (2005). Rethinking procrastination: positive effects of


“active” procrastination behavior on attitudes and performance. The Journal
of Social Psychology, 145, 3, 245-264.

Dalton, J. C., & Crosby, P. C. (2011). Time on Task: The Critical Role of Self
Regulating in College Student Academic Success and Personal Development.
Journal of College & Character, 12 (3).

Fatimah, O., Lukman, Z. M., Khairudin, R., Shahrazad, W. S. W., & Halim, F. W.
(2011). Procrastination’s relation with fear of failure, competence expectancy
and instrinsic motivation. Pertanika Journal Social Science and Humanika,
19: 123-127.

Ferrari, J. R., & Morales, J. F. D. (2007). Perceptions of self concept and self
presentation by procrastinators: future evidence. The Spanish Journal of
Psychology, 10, 1, 91-96.

Grunschel, C., Partzek, J., & Fries, S. (2013). Exploring reasons and consequences
of academic procrastination: an interview study. Europe Journal
Psychological Education, 28: 841 861.
Kholidah, E. N., & Alsa, A. (2012). Berpikir positif untuk menurunkan stres
psikologis. Jurnal Psikologi, 39, 1, 67-75.

Santoso, A. (2010). Statistik untuk Psikologi: dari Blog Menjadi Buku.Universitas

Sanata Dharma. Yogyakarta

Steel, P. (2007). The nature of procrastination: a meta-analytic and theoretical


review of quintessential self-regulatory failure. Psychological Bullentin, 133,
1, 65-94.

Surijah, E.A., & Tjundjing, S. (2007). Mahasiswa versus tugas: prokrastinasi


akademik dan conscientiousness. Anima, Indonesia Psychological Journal,
22, 4, 352-374.

Winarsunu, T. (2006). Statistik dalam penelitian psikologi dan Pendidikan.


Universitas Muhammadiyah Malang. Malang

Anda mungkin juga menyukai