Anda di halaman 1dari 33

Kepo Yuuukk

Question and Answer

[dr. ARYA PUTRA SYUHADA] [01 AGUSTUS 2019] [RS HERMINA GRAND WISATA]
1

Kepo Yuuukk
Author:
dr. Arya Putra Syuhada

RS HERMINA GRAND WISATA


JL. FESTIVAL BOULEVARD BLOK JAI NO.1, LAMBANG SARI, TAMBUN SELATAN

dr. Arya Putra Syuhada


2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas berkat rahmat Nya lah alhamdulillah pada
akhirnya saya bisa menyelesaikan buku Kepo Yuuukk Q&A. Buku ini saya buat dengan
harapan dapat mempermudah teman – teman sekalian dalam memahami tentang seluk
beluk JKN.

Saya ucapkan terimakasih kepada:


1. dr. Lussy Messiana G, MPH selaku Direktur RS Hermina Grand Wisata
2. Bpk Imam Santoso, SE selaku Wakil Direktur Umum RS Hermina Grand Wisata
3. dr. Firdaus, selaku Wakil Direktur Medis RS Hermina Grand Wisata
4. Para Manajer RS Hermina Grand Wisata yang kece abis
5. Teman – teman Casemix yang saya cintai dan saya banggakan
6. Teman – teman dokter umum yang saya cintai dan saya banggakan
7. Dan seluruh pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu

Tentunya dalam buku ini masih sangat banyak kekurangan, mohon dibukakan pintu maaf
yang seluas – luasnya dan saya mohon kritik dan sarannya agar edisi buku selanjutnya
bisa lebih baik kedepannya.. Aamin

Bekasi, 01 Agustus 2019


Penulis

dr. Arya Putra Syuhada

2 dr. Arya Putra Syuhada


3

BAB I
Pendaftaran

Ada berbagai macam pertanyaan tentang aturan JKN yang berhubungan dengan
pendaftaran. Oke kita bahas satu – satu yaaa...

1. Boleh gak sih kalau pasien sudah mendaftar sebagai jaminan umum lalu mau
berubah menjadi jaminan JKN?
Status kepesertaan Status kepesertaan pasien harus dipastikan sejak awal
masuk Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Bila pasien
berkeinginan menjadi peserta JKN dapat diberi kesempatan untuk melakukan
pendaftaran dan pembayaran iuran peserta JKN dan selanjutnya
menunjukkan nomor identitas peserta JKN selambat-lambatnya 3 x 24 jam
hari kerja sejak yang bersangkutan dirawat atau sebelum pasien pulang (bila
pasien dirawat kurang dari 3 hari). Jika sampai waktu yang telah ditentukan
pasien tidak dapat menunjukkan nomor identitas peserta JKN maka pasien
dinyatakan sebagai pasien umum (PERMENKES 28 tahun 2014)

2. Boleh gak sih kita pindah faskes? Terus caranya bagaimana?


Peserta dapat mengganti FKTP tempat terdaftar setelah jangka waktu 3 bulan
dengan kondisi sebagai berikut:
a. Pindah domisili dalam jangka waktu <3 bulan setelah terdaftar di FKTP awal
yang dibuktikan dengan surat keterangan domisili
b. Peserta dalam penugasan dinas atau pelatihan dalam jangka waktu <3
bulan yang dibuktikan dengan surat keterangan penugasan atau pelatihan.
Penggantian FKTP mulai berlaku pada tanggal 1 bulan selanjutnya (PERPRES
82 tahun 2018)

3. Bagaimana sih penjaminan bayi baru lahir?


Bayi baru lahir dari peserta jaminan kesehatan wajib di daftarkankepada BPJS
Kesehatan paling lama 28 hari sejak dilahirkan. Bayi yang dilahirkan oleh ibu
kandung yang terdaftar sebagai peserta PBI Jaminan Kesehatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3
dr. Arya Putra Syuhada
4

4. Apa aja sih yang gak dijamin oleh BPJS Kesehatan?


• Pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
• Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat
• Pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau cedera akibat Kecelakaan Kerja
atau hubungan kerja yang telah dijamin oleh Program Jaminan Kecelakaan
Kerja atau menjadi tanggungan Pemberi Kerja
• Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu
lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh Program
Jaminan Kecelakaan Lalu Lintas sesuai hak kelas rawat
• Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri
• Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik
• Pelayanan untuk mengatasi infertilitas
• Pelayanan kesehatan untuk meratakan gigi atau ortodonsi
• Gangguan kesehatan / penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol
• Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat
melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri
• Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional yang belum dinyatakan
efektif berdasarkan penilaian tekhnologi kesehatan
• Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan atau
eksperimen
• Alat dan obat kontrasepsi, kosmetik
• Perbekalan kesehatan rumah tangga
• Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian
luar biasa/wabah
• Pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah
• Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dalam rangka bakti sosial
• Pelayanan kesehatan akibat tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual,
korban terorisme, dan tindak pidana perdagangan orang sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan
• Pelayanan kesehatan tertentu yang berkaitan dengan Kementerian
Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia
dr. Arya Putra Syuhada
5

5. Kalau hak kelas perawatan masih penuh, harus gimana dong ya?
Apabila kelas sesuai hak peserta penuh dan kelas satu tingkat diatasnya
penuh,peserta dapat dirawat di kelas satu tingkat lebih rendah paling lama 3
(tiga) hari dan kemudian dikembalikan ke kelas perawatan sesuai dengan
haknya. Apabila perawatan di kelas yang lebih rendah dari haknya lebih dari 3
(tiga) hari,maka BPJS Kesehatan membayar ke FKRTL sesuai dengan kelas
dimana pasien dirawat. Bila semua kelas perawatan di rumah sakit tersebut
penuh maka rumah sakit dapat menawarkan untuk dirujuk ke fasilitas
kesehatan yang setara dengan difasilitasi oleh FKRTL yang merujuk dan
berkoordinasi dengan BPJSKesehatan (PERMENKES 28 tahun 2014)

6. Kalau ada perusahaan yang mau COB itu bagaimana ya? Terus yang bayar
sisanya siapa?
COB (Coordination of Benefit) bisa dengan AKT (Asuransi Kesehatan
Tambahan) dengan ditandai oleh pada label kartu asuransi tersebut terdapat 2
logo, yakni logo AKT dan logo BPJS kesehatan. Ada 2 ketentuan penjaminan:
• Jika pasien tidak naik kelas, maka FKRTL menjaminkan ke asuransi komersial
tsb dan nantinya asuransi komersial tersebut akan mengklaimkan ke BPJS
Kesehatan
• Jika pasien naik kelas, maka berlaku perhitungan naik kelas sesuai dengan
Peraturan yang berlaku dan yang melakukan lebih pembayarannya bisa
perorangan, asuransi atau perusahaan

7. Kalau ada kasus kecelakaan lalu lintas, bisa gak pakai BPJS Kesehatan?
Pada kasus kecelakaan lalu lintas, Jasa Raharja sebagai penjamin pertama
sedangkan BPJS Kesehatan menjadi penjamin kedua. Dan syarat untuk
mendapatkan Jasa Raharja ialah dengan mengurus LAPORAN KEPOLISIAN
bukan SURAT KETERANGAN KEPOLISIAN. Setelah keluarga ke kantor polisi
untuk mengurus laporan kepolisian maka keluarga pasien akan mendapatkan
bukti pembuatan laporan kepolisian yang nantinya nomor tsb akan diinput ke
dalam sistem INSIDEN. Setelah itu petugas FO akan menginput bahwa ini
termasuk kasus kecelakaan lalu lintas dengan menuliskan kronologis dan
nomor laporan polisi tsb di sistem. Nanti akan tersambung secara otomatis ke

dr. Arya Putra Syuhada


6

Jasa Raharja, dan Jasa Raharja akan melakukan kroscek datang ke RS.
Barulah nanti surat Jasa Raharja akan keluar. Oh ya jangan lupa ya harus
dibedain mana BPJS Kesehatan dan mana yang BPJS Ketenagakerjaan
yaaa...

8. Kalau misalkan ada pasien yang mau naik kelas, misalkan hak kelasnya kelas 2
boleh gak naik ke VIP? Kalau kelas 3 boleh naik kelas gak?
Oke kita jawab satu – satu ya… Untuk pertanyaan pertama, kalau hak
kelasnya itu kelas 2 dan pasien tersebut mau naik ke VIP jawabannya tidak
bisa. Berdasarkan Permenkes 51 Tahun 2018 Pasal 10 butir ke 5 menyebutkan
bahwa peningkatan kelas perawatan yang lebih tinggi dari haknya hanya
dapat dilakukan satu tingkat lebih tinggi dari kelas yang menjadi hak peserta.
Untuk pertanyaan kedua, boleh gak kelas 3 naik kelas, jawabannya ialah
boleh selama pasien tersebut tidak terkategori PBI. Dan ketentuannya tetap
sama hanya boleh naik satu tingkat lebih tinggi

dr. Arya Putra Syuhada


7

BAB II
PENGKLAIMAN

1. Apa aja sih syarat pengklaiman ke BPJS?


Pada prinsipnya syarat pengklaiman BPJS sama antara Rawat Jalan ataupun
Rawat Inap. Dan dibagi 2 antara scan dan berkas
Berkas Rawat Jalan dan Rawat inap:
a. SEP
b. Resume Rawat Jalan yang terisi lengkap
c. Resume Medis Pasien Pulang yang terisi lengkap untuk Rawat Inap
d. Koding Inacbgs

Scan Rawat Jalan dan Rawat Inap:


a. SEP
b. Kartu Masuk
c. Resume
d. Penunjang
e. Laporan Operasi (bila ada)
f. Bendera Labu darah (bila ada)
g. Hasil PA (bila ada)
h. Billing

2. Bagaimana sih cara pengklaimannya?


RS mengirimkan txt dan excel bulan pelayanan ke verifikator. Setelah cocok,
maka berkas dan soft file akan dikirimkan ke kantor BPJS Kesehatan. Oh ya
jangan lupa ya dengan melampirkan juga surat antifraud dan surat
pertanggungjawaban mutlaknya. Setelah berkas dikirimkan, BPJS akan
mengeluarkan berita acara kelengkapan berkas paling lambat 10 hari sejak
klaim diajukan oleh FKRTL dan diterima oleh BPJS Kesehatan. Jika tidak
mengeluarkan maka dianggap lengkap. Setelah itu akan dilakukan verifikasi
selama 15 hari kerja setelah keluarnya berita acara kelengkapan berkas klaim.
Jika nanti jatuh tempo pada hari libur, maka pembayaran akan dibayarkan di
hari kerja berikutnya. Jika telat maka BPJS Kesehatan akan dikenakan denda
sebesar 1% dari jumlah yang harusnya dibayarkan untuk setiap 1 bulan

dr. Arya Putra Syuhada


7
8

keterlambatan

3. Ada batas umurnya gak sih berkas klaim tsb tiap bulannya?
Jawabannya pasti ada dong.. Berdasarkan Permenkes 82 Tahun 2018 pasal 77
butir ke-1, Pengajuan klaim pembiayaan pelayanan kesehatan diberikan
jangka waktu paling lambat 6 bulan sejak pelayanan kesehatan diberikan.
Kalau telat ya hangus lah yaa.. Hiksshiksss

4. Kalau sakit bisa langsung ke IGD kan yaa? Padahal cuma batuk pilek sih.. Abisnya
kalau antri di Faskes lama dan belum tentu dapat rujukan.. Boleh kan yaaa?
Eiiittss.. Tunggu dulu.. Sudah ada loh kriteria emergensinya..
a. Mengancam nyawa, membahayakan diri, dan orang lain/lingkungan
b. Adanya gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi
c. Adanya penurunan kesadaran
d. Adanya gangguan hemodinamik, dan/atau
e. Memerlukan tindakan segera

5. Cara pengklaiman alat kesehatan seperti kacamata gimana ya caranya?


Pelayanan alat kesehatan dapat diberikan di rawat jalan dan atau di rawat
inap baik di FKTP maupun di FKRTL atas rekomendasi DPJP. Adapun alat
kesehatan yang bias diklaimkan terpisah ialah:
a. Kacamata
b. Alat bantu dengar (Hearing aid)
c. Prothesa gigi/gigi palsu
d. Penyangga leher (Collar neck)
e. Jaket penyangga tulang (Corset)
No Jenis Pelayanan Tarif Ketentuan
1 Kacamata Kelas III: 150.000 1. Diberikan paling
Kelas II : 200.000 cepat 2 tahun sekali
Kelas I : 300.000 2. Indikasi medis
minimal:
a. Spheris 0.5 D
b. Silindris 0.25 D
2 Alat Bantu Dengar Maksimal Rp 1.000.000 Diberikan paling cepat

dr. Arya Putra Syuhada


9

5 tahun sekali atas


indikasi medis
3 Prothesa anggota Maksimal Rp 2.500.000 1. Prothesa alat gerak
gerak adalah:
a. Kaki palsu
b. Tangan palsu
2.Diberikan paling
cepat 5 tahun sekali
atas indikasi medis
4 Prothesa gigi Maksimal Rp 1.000.000 Diberikan paling cepat
2 tahun sekali atas
indikasi medis untuk
gigi yang sama Full
protesa gigi maksimal
Rp. 1.000.000,00
Masing masing rahang
maksimal
Rp.500.000,00
Rincian per rahang
adalah :
•1-8 gigi: Rp 250.000
•9-16 gigi: Rp 500.000,
5 Korset tulang Maksimal Rp 350.000 Diberikan paling cepat
belakang 2 tahun sekali atas
indikasi medis
6 Collar neck Maksimal Rp 150.000 Diberikan paling cepat
2 tahun sekali atas
indikasi medis
7 Kruk Maksimal Rp 350.000 Diberikan paling cepat
2 tahun sekali atas
indikasi medis

6. Apa aja sih yang termasuk penyakit kronis?


Penyakit kronis itu ada 9: DM, PPOK, Asma, Stroke, Hipertensi, Jantung,

dr. Arya Putra Syuhada


10

Epilepsi, SLE dan Skizofrenia

7. Cara klaim terpisah insulin itu bagaimana sih? Apa benar harus cek HbA1C semua
dulu sebelum pemberian insulin?
Emmmm… Tentu tidak dong.. Memang betul pengklaiman insulin itu syarat
dan ketentuannya berlaku loh ya.. Mau tau kan? Yuk lihat dibawah ini:
DM TIPE I Human Insulin dan atau Human Insulin dan atau Analog Human Insulin dan atau Analog
Analog insulin pada DM insulin pada DM tipe II yang BELUM insulin
tipe II yang SUDAH PERNAH mendapatkan insulin (rapid acting) pada pasien baru DM
PERNAH mendapatkan tipe II dalam KONDISI KHUSUS
insulin

1. Lembar SEP 1. Lembar SEP 1. Lembar SEP 1. Lembar SEP


2. Resep dokter 2. Resep dokter 2. Resep dokter 2. Resep dokter
3. TIDAK 3. TIDAK DIPERLUKAN 3. Bukti berupa: 3. Ringkasan medis peserta yang
DIPERLUKAN HBA1C a. Pernyataan bahwa pasien tidak menunjukkan bahwa pasien
HBA1C 4. Pencatatan terkendali dengan pemberian dalamkondisi khusus, misalnya
penggunaan insulin kombinasi metformin dosis perioperatif atau koma
terakhir berdasarkan optimal dan obat diabetes oral diabetikum atau hiperglikemia
riwayat pengobatan lainnya yang dituangkan dalam atau kondisi lain sesuai dengan
pernyataan DPJP (cukup sekali pertimbangan DPJP.
saja) Perioperatif adalah rangkaian
b. Hasil pemeriksaan HBA1C >9% kegiatan sebelum, selama dan
sesudah proses pembedahan

8. Cara klaim obat kronis di rawat jalan bagaimana sih?


Ada caranya loh teman..

dr. Arya Putra Syuhada


11

dr. Arya Putra Syuhada


12

9. Persyaratan untuk rujuk dengan ambulans apa aja sih?


Persyaratannya itu:
a. Tulis di memo internal yang lengkap ya kolom – kolomnya
b. Jangan lupa setelah itu ditulis juga nama pasien, nomor CM, diagnosa,
nomor ambulans dan drivernya siapa
c. Terus yang paling penting ialah jangan lupa di tandatangan ya.. Baik dari
petugas perujuk dan juga petugas penerima rujukan
d. JANGAN LUPA CAP RS SETEMPAT YAA.. Bukan CAP IGD RS nya yaaa…

dr. Arya Putra Syuhada


13

BAB III
FRAUD

1. Siapa aja sih yang bisa melakukan fraud?


Peserta, Petugas BPJS Kesehatan, Pemberi pelayanan kesehatan dan
Penyedia obat dan alat kesehatan

2. Apa aja sih yang bisa termasuk Fraud di RS?


a. penulisan kode diagnosis yang berlebihan/upcoding;
b. penjiplakan klaim dari pasien lain/cloning;
c. klaim palsu/phantom billing;
d. penggelembungan tagihan obat dan alkes/inflated bills;
e. pemecahan episode pelayanan/services unbundling or fragmentation;
f. rujukan semu/selfs-referals;
g. tagihan berulang/repeat billing;
h. memperpanjang lama perawatan/ prolonged length of stay;
i. memanipulasi kelas perawatan/type of room charge;
j. membatalkan tindakan yang wajib dilakukan/cancelled services;
k. melakukan tindakan yang tidak perlu/no medical value;
l. penyimpangan terhadap standar pelayanan/standard of care;
m. melakukan tindakan pengobatan yang tidak perlu/unnecessary treatment;
n. menambah panjang waktu penggunaan ventilator;
o. tidak melakukan visitasi yang seharusnya/phantom visit;
p. tidak melakukan prosedur yang seharusnya/phantom procedures;
q. admisi yang berulang/readmisi;
r. melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan tertentu;
s. meminta cost sharing tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
t. tindakan Kecurangan JKN lainnya selain huruf a sampai dengan huruf s.

dr. Arya Putra Syuhada


13
14

BAB IV
DIAGNOSA dan PROSEDUR
1. Apa sih yang disebut dengan diagnosa primer?
Diagnosa primer adalah diagnosa yang dibuat oleh DPJP dengan
berdasarkan kepada LOS terlama atau resource terbanyak di akhir
perawatan

2. Severity level itu apa?


Severity level itu tingkat suatu keparahan suatu penyakit di inacbgs.
Temen – temen bisa lihat di grouper inacbgs. Severity level itu terdiri dari
I-II-III. Semakin tinggi severity level maka semakin tinggi tingkat keparahan
suatu penyakit tersebut. Dan juga klaim inacbgs akan semakin meningkat.

3. Kalau prosedur utama itu apa?


Prosedur utama adalah prosedur yang dibuat oleh DPJP dengan
berdasarkan kepada LOS terlama atau resource terbanyak di akhir
perawatan

4. Kalau mau nulis diagnosa yang bukan di bidangnya boleh gak? Misalkan
apakah kalua diagnosa Pneumonia harus konsul ke Dokter Spesialis Paru? Atau
dengan dokter penyakit dalam saja bisa?
Sebenernya kalau diagnosa pneumonia secara RKK (Rincian Kewenangan
Klinis) dokter penyakit dalam sih bisa. Akan tetapi jika dari verifikator bpjs
seandainya di RS tersebut ada dokter Paru, maka diagnosa Pneumonia
harus dikonsultasikan ke Paru. Beda hal nya kalau diagnosa tersebut tidak
ada dokter Paru nya baru boleh. Begitu juga dengan penyakit yang lainnya

5. Oh gituu.. Oh ya jadi kepikiran nih.. Berarti setiap penyakit bisa kita tingkatin
severity level nya dong ya,,?? Asiikk…
Eiittss tunggu dulu.. Syarat dan ketentuan berlaku loh.. Kalau tidak hati –
hati nanti jatuhnya Fraud.. Ini dya syarat dan ketentuannya berdasarkan
HK 03.03/MENKES/518/2016 Tentang Pedoman Penyelesaian
Permasalahan Klaim Inacbg Dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
Nasional: 14

dr. Arya Putra Syuhada


15

A. PERMASALAHAN KODING
Diagnosis / Prosedur
No Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
1 Candidiasis (B37) Pada kasus-kasus HIV ditambahkan kode candidiasis (B.37) Pada kasus HIV tidak dapat dikoding sendiri-sendiri/terpisah tetapi dikoding
dengan kode kombinasi, jadi seharusnya B20.4 dan B.37 tidak dikoding

2 Hiperte 1. Koding Hipertensi disertai dengan kode CHF Diagnosis hipertensi dan gagal jantung atau dan gagal ginjal hanya dapat
nsi (I10- 2. Koding Hipertensi disertai kode RF dikoding dengan satu koding kombinasi tanpa mengentri gagal jantung/gagal
I15) Dampak: Peningkatan severity level ginjalnya ( Permenkes no. 27 Tahun 2014 )
3 Thalasemia Penagihan Top Up obat kelasi/ Thalasemia (Deferipron dan Top up klaim obat kelasi (pada klaim rawat inap) hanya dapat dikoding 1x
(D56.1) Deferoxsamin) dalam sebulan lebih dari 1x sebulan (sesuai Permenkes No.59 tahun 2014)
4 Hiperglikemia Hiperglikemia dicoding terpisah dengan diagnosis utama Hiperglikemi (R73.9) tidak dapat menjadi diagnosa utama jika ada diagnosa lain
(R73.9) seperti DM (E10-E14) yang lebih spesifik
Dampak : secara nilai klaim tidak ada, kecuai dibalik menjadi
diagnosis primer
5 Tonsilektomi dengan Tonsilektomi selalu dikoding dengan kauter faring Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding
Kauter Faring (28.2 dan
29.39) Dampak: peningkatan biaya akibat perubahan grouping

6 Appendectomy dengan Tindakan operasi yang membuka lapisan perut dikoding terpisah Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding
laparotomi (47.0+54.1) dengan kode tindakan utama

7 Herniotomi dengan Dampak: Meningkatkan biaya, hasil grouping berbeda atau Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding
laparotomi (53.9+54.1) bertambah

8 Insisi Peritoneum Tindakan operasi dikoding terpisah-pisah misalnya Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding
(54.95) SC/appendectomy dengan insisi peritoneum
Dampak: meningkatkan biaya,hasil grouping berbeda atau
bertambah
9 Repair Perineum Persalinan normal sering dikoding dengan lacerasi perineum Repair pada rutin episiotomy saat persalinan normal dikoding dengan 73.6
(75.69) dengan tindakan repair perineum (75.69) (bukan kode 75.69)

Diagnosis / Prosedur
No Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
Dampak: entri tindakan repair perineum (75.69) akan
menyebabkan perubahan grouper menjadi O-6-12-I dengan
biaya klaim yang lebih tinggi dari grouper persalinan normal

dr. Arya Putra Syuhada


16

10 USG pada Kehamilan Penggunaan kode 88.76 atau 88.79 pada koding USG USG pada kehamilan dapat dikoding menggunakan kode 88.78 (bila terbukti
(88.76/88.79) kehamilan, biasanya pada kasus rawat jalan melakukan tindakan USG)
Dampak: biaya klaim kode 88.76/88.79 lebih tinggi dibandingkan
kode 88.78
11 WSD dan puncture of Pada kasus-kasus degan pemasangan WSD (34.04) sering Koding tindakan WSD adalah 34.04
lung disalahgunakan dengan menambah koding puncture of
lung (33.93)
Dampak: peningkatan biaya karena koding 33.93 akan merubah
hasil grouper menjadi lebih tinggi
12 Endotrakeal Tube Pada operasi atau tindakan yang perlu pemasangan Prosedur yang merupakan bagian dari prosedur utama tidak dapat dikoding
(96.04) endotracheal tube dikoding terpisah
13 Collar Neck Penggunaan Collar neck dikode Insertion Other Spinal Device Tidak perlu dikoding karena Collar neck termasuk alat kesehatan yang dibayar
(84.59) karena langsung dikode oleh dr. Sp.OT namun tidak menggunakan sistem INA-CBG.
14 DHF pada Pasien hamil dirawat dr. Sp.PD dengan kasus penyakit dalam Jika Sp.PD yang merawat : koding diagnosis utama: kode DHF (A91),
pasien hamil (Contoh DHF). Bagaimana diagnosis sekundernya ? sedangkan diagnosis sekunder adalah kode "O"

15 Gas Gangrene Penggunaan Gas Gangrene sebagai diagnosis sekunder, 1. Penegakan diagnosis Gas Gangrene : pada pemeriksaan fisik didapatkan
(A48.0) biasanya didiagnosis gangrene dikoding gas gangrene adanya krepitasi dibawah kulit dan mukosa atau pada foto rontgen didapatkan
adanya gas dilokasi gangren
Dampak: peningkatan severity level menjadi III 2. Sesuai kaidah ICD jika gangrene saja dapat dikode R02, Sedangkan pada
kasus DM, Gas Gangrene dikode A48.0 dan gangrene DM diberi kode E10-E14
(sesuai dengan jenis DM) dengan digit terakhir .5 (contoh Gangrene DM Tipe 2
di kode E11.5).
16 Kejang Penggunaan Kejang sebagai Diagnosa sekunder menyebabkan Jika diagnosis Kejang disertai hasil pemeriksaan penunjang (EEG) atau terapi
peningkatan biaya klaim yang sesuai (diazepam, fenitoin, atau valproat) maka dapat dikoding
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
17 Soft Tissue Eksisi (83.39) 1. Pasien dirawat inapkan 1 hari 1. Pasien dengan tindakan eksisi soft tissue tumor dapat dirawat inap :
Tumor 2. Penentuan Eksisi massa soft tissue tumor, biasa a. sesuai dengan indikasi medis pasien
disalahgunakan selalu dikoding 83.39 (Ekxicion of Lession b. dengan narkose umum
of other soft tissue) dibandingkan 86.3 (other local exicion 2. Penggunaan kode berdasarkan lokasi STT :
or destruction of lession tissue of skin & subcutaneous a. kode 83.39 untuk STT yang lokasi nya dalam (deep )
tissue. Dampak : Biaya koding 83.39 lebih tinggi dari 86.3, b. kode 86.3 untuk STT yang superfisial
RI>RJ
18 Penyulit Persalinan SC Kode O82 digunakan sebagai diagnosis utama jika penyulit Kode O82 digunakan sebagai diagnosis utama jika ada penyulit dalam
Persalinan (O82) persalinan adalah kode O42.0 dan O42.1 persalinan, seperti contohnya O42.0 & O42.1 dengan tindakan seksio sesarea
yang menghasilkan proses grouping persalinan vaginal
19 Pemasangan infus Pemasangan infus pump menggunakan kode 99.18 hanya untuk Pemasangan infus pump menggunakan kode 99.18 untuk semua kasus
pump (99.18) kasus persalinan
20 Kemoterapi Kemoterapi oral dikoding sebagai kemoterapi Tindakan kemoterapi menggunakan kode Z51.1
Oral
B. PERMASALAHAN KLINIS
dr. Arya Putra Syuhada
17
Diagnosis / Prosedur
No Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
21 Skingraft Skin graft ditagihkan pada kasus kelloid, sellulitis, dll Pada kasus Skin graft, tidak dapat dijamin pada yang berhubungan dengan
kosmetik
Catatan: perhatian penggunaan koding graft, pastikan tindakan graft wajar
dilakukan pada pasien (misalnya pada luka/injury yang luas dan dalam), jika
hanya luka kecil dikoding skin graft (86.69) perlu dikonfirmasi.
22 Educational Therapy Educational therapy pada konsultasi ke dokter misalnya dokter 1. Episode sesuai dengan aturan episode rawat jalan, educational therapy bukan
(93.82) gizi pada klaim rawat jalan untuk konsultasi gizi
2. Pelayanan poli gizi adalah yang dilakukan oleh dokter spesialis gizi klinik
23 Anemia Penggunaan Anemia sebagai diagnosis sekunder pada Anemia pada persalinan:
beberapa diagnosa utama seperti : persalinan, gagal Ginjal, dll. 1. Standar Diagnosis Anemia dapat menggunakan standar WHO
Menyebabkan peningkatan biaya klaim. 2. jika terdapat bukti klinis (lab) anemia tetap dicoding

Dampak : Peningkatan Severity Level menjadi II Anemia sebagai diagnosis sekunder adalah anemia yang disebabkan oleh :
1.Komplikasi penyakit utamanya ( dimana terapi anemia berbeda dengan terapi
utamanya, contoh : pasien kanker payudara yg diradioterapi, pada
perjalanannnya timbul anemia maka anemia tersebut dapat dimasukkan
diagnosa sekunder dan stadium lanjut, dll) yang memerlukan transfusi darah dan
eritropoetin harus dimasukkan
2. Anemia gravis (dibawah 8) pada penyakit kronik ( gagal ginjal kronik, kanker
kedalam diagnosa sekunder karena memerlukan pengobatan khusus yg
berbeda dari penyakit dasarnya.

24 Leukositosis Leukositosis dengan penambahan kode D728 sebagai Leukositosis (D72.8) yang dimasukkan sebagai diagnosis sekunder bukanlah
diagnosis sekunder, sering disalahgunakan saat hasil leukositosis yang disebabkan karena infeksi atau karena pemberian obat-obatan
laboratorium leukosit meningkat walaupn tidak mengikat dan (GCSF, Steroid) dan myeloproliferatif neoplasma (MPN)
tidak ada terapi spesifik.
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
25 Malnutrisi Penggunaan Malnutrisi dan Kaheksia sebagai diagnosis Diagnosis menyertakan bukti klinis (penilaian status gizi, IMT,dll)
Kaheksia (R64) sekunder Termasuk pada kanker stadium lanjut dimasukkan sebagai diagnosa sekunder
Dampak: peningkatan severity level menjadi II karena memerlukan penatalaksanaan khusus

26 Gagal Ginjal AKI sebagai diagnosis sekunder, biasanya sering Kriteria Diagnosis Gagal Ginjal Akut (N17.9) :
Akut/AKI (N17) disalahgunakan pada hasil laboratorium ureum kreatinin yang 1. Terjadi peningkatan/penurunan kadar kreatinin serum sebanyak ≥0,3 mg/dl
meningkat tidak bermakna 2. Terjadi penurunan jumlah urin ≤0,5ml/Kg/Jam dalam 6 jam
Dampak: peningkatan severity level menjadi III
27 Leukopenia- Kode Agranulositosis sebagai diagnosis sekunder, biasanya 1. Dalam penegakan diagnosis perlu mencantumkan bukti medis (hasil lab)
Agranulositosis disalahgunakan pada hasil laboratorium leukosit yang menurun 2. Diagnosis leukopenia (D70) pada pasien kanker adalah leukosit dibawah
(D70) tetapi tidak bermakna (misalnya pada pasien-pasien kemoterapi 3000 dan harus dituliskan diluar diagnosa kankernya karena hal ini berdampak
juga dikoding D70 karena leukopeni) pada pemberian GCSF pasca kemoterapi sampai leukosit diatas atau sama
dengan 5000
Dampak: peningkatan severity level menjadi III

dr. Arya Putra Syuhada


18

Diagnosis / Prosedur
No Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
28 Efusi Pleura (J90- Penggunaan Efusi Pleura sebagai Diagnosa sekunder Efusi Pleura dapat didiagnosis sekunder bila hasil pemeriksaan imaging (foto
J91) menyebabkan peningkatan biaya klaim thoraks, USG, CT scan) menunjukkan gambaran efusi atau/dan bila dilakukan
Dampak: peningkatan severity level menjadi III proof punksi keluar cairan
29 Respiratory Arrest Penggunaan Respiratory Arrest sebagai diagnosis sekunder Respiratory arrest dapat ditegakkan sebagai diagnosis sekunder bila :
(R09) terutama pada kasus yang meninggal (1). Terdapat usaha resusitasi dan atau pemakaian alat bantu nafas
(2). Bila terkait dengan diagnosis primer
Dampak: peningkatan severity level menjadi III (3).Merupakan perjalanan penyakit primer
30 Pneumonia/ Penggunaan Pneumonia sebagai diagnosis sekunder tanpa Pneumonia dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan imaging minimal foto
Bronkopneumonia hasil rontgen atau tanda klinis thoraks dan atau berdasarkan anamnesis pasien mengeluh batuk produktif
Dampak: meningkat severity level II disertai dengan perubahan warna sputum (purulensi) atau dari pemeriksaan fisis
dapat ditemukan suara nafas tambahan berupa ronki atau suara nafas bronkial

31 TB Paru (A15) Penambahan kode TB Paru sebagai sekunder pada pasien TB Paru (A15-A19) tetap diltulis sebagai diagnosis sekunder apapun diagnosis
dengan TB Paru yang sedang pengobatan OAT rutin primernya karena merupakan komorbid yang harus tetap di pantau selama
perawatan
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
32 Disfagia (R13) Disfagia pada kasus tonsilitis, tonsilektomi, dll Diagnosis sekunder Disfagia (R13) dapat dikoding bersama dengan Prosedur
Tonsilektomi (28.2) pada kondisi sebagai berikut :
Dampak: peningkatan severity level menjadi II (1). Pasien Anak
(2). Terdapat gizi kurang akibat gangguan menelan dimana berat badan kurang
dibanding usia atau IMT menurut usia
33 Hemiparese/ Penambahan diagnosa hemiplegia/Hemiparese sebagai Tidak ada masalah sebagai diagnosis sekunder jika memang di rekam medis
Hemiplegia Diagnosa utama maupun sekunder menyebabkan peningkatan pada catatan perawatan dituliskan klinis hemiparesis (G81.9)
biaya klaim
Dampak: Sebagai diagnosis sekunder peningkatan severity level
menjadi II, sebagai diagnosis utama atau ditukar dengan stroke
akan meningkatkan biaya dan severity level III
34 Vertigo Vertigo dirawat inapkan Indikasi vertigo yang dirawatinapkan:
1. Vertigo (R.42) sentral dengan etiologi nya : Stroke (iskemik, hemoragik),
infeksi akut dan kronik, trauma kepala, tumor intraserebral dengan peningkatan
tekanan intra kranial
2. Vertigo perifer dengan muntah-muntah hebat sehingga dapat menyebabkan
terjadi hiponatremia / hipokalemia / hipoglikemia / insufisiensi renal

dr. Arya Putra Syuhada


19

Diagnosis / Prosedur
No Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
35 Katarak penatalaksanaan kasus penderita katarak dan pterigium Operasi Katarak dengan Teknik Indikasi Secara Umum Rawat Inap
umumnya dilakukan rawat inap Phacoemulsification: pada Operasi katarak :
Untuk operasi katarak dengan a. Memakai Teknik ECCE (Ekstra
Phacoemulsification (insisi ±3 mm) Capsular Cataract Extraction)
maka pasien katarak tanpa penyulit b. Katarak Pediatrik (anak – anak:
dilakukan di rawat jalan kongenital, juvenil)
c. Katarak Hipermatur
Operasi Katarak dengan Teknik SICS d. Katarak dengan gangguan
(Small Incicion Cataract Surgery): pendengaran, kelainan jiwa/cacat
(1). Untuk operasi katarak dengan SICS mental dan dengan penyakit sistemik(
(insisi ± 6 mm) maka dilakukan rawat HHD, Decomp, hipertensi, Diabetes
jalan mellitus, HBsAg+)
(2) Pasien dilakukan rawat inap dengan e. Kepatuhan pemakaian Obat
tindakan Phacoemulsification dan SICS f. Katarak dengan komplikasi
apabila : penyakit mata ( contoh: Uveitis,
a. Ada komplikasi selama operasi glaukoma )
(during opreration) yang memerlukan g. Luksasi lentis/subluksasi lentis,
pemantauan intensif setelah operasi katarak dengan iridodialisis,
b.Operasi pada salah satu mata pasien h. Katarak dengan sikatrik kornea
dimana mata yang lain visusnya sudah i. Zonulysis
0 (buta) atau one eyes. j. Sinekia anterior/posterior lebih
c. Jika ada underlying disease seperti : dari 180 derajat>2 quadran
hipertensi, DM, HbsAG(+), dll k. Katarak dengan komplikasi intra
operatif
Operasi Katarak dengan Teknik l. Katarak Grade 5 (Brunescent)
ECCE (Ekstra Capsular Cataract m. katarak + Glaukoma
Extraction), ICCE (Intra Capsular n. katarak Post Vitrektomi
Cataract Extraction) o. katarak Post Uveitis
Indikasi rawat inap Jika: p. katarak Pada high Myopia
a. Insisi dilakukan lebih kurang 9 mm q. katarakTraumatika
b. Waktu operasi lebih lama r. Komplikasi Post operatif
dibandingkan operasi dengan teknik s. Katarak + Ablatio Retina
Phaco t. katarak Polaris Posterior
c. Untuk menghindari / meminimalkan u. Pasien2 yang memerlukan
resiko infeksi, prolaps isi bola mata (iris, pemeriksaan tambahan Khusus
vitreous) paska operasi v. pasien tidak kooperatif , baik krn
usia muda maupun keadaan psikologis
pasien, cemas dll

dr. Arya Putra Syuhada


20

Diagnosis / Prosedur
No Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
36 Pterigium penatalaksanaan kasus penderita katarak dan pterigium Rawat Inap:
(H11.0) umumnya dilakukan rawat inap 1. Pterigium (H11.0) Grade IV
2. Operasi dengan teknik Graft Conjungtiva, Flap conjungtiva, atau membran
amnion baik dengan jahitan atau membran glue
3. Pasien anak-anak atau pasien yang tidak kooperatif yang memerlukan
anestesi umum
4. Ada keperluan sistemik yang memerlukan evaluasi baik dibidang mata
maupun dari departemen lain
5. Terdapat perdarahan masif atau komplikasi lain yang memerlukan evaluasi
lebih lanjut
6. Transportasi sulit atau jauh dari tempat pelayanan
Rawat jalan: Operasi Pterigium (H11.0) tanpa penyulit (Kondisi seperti yang
diindikasikan pada Rawat Inap) dan dikerjakan dengan Bare Sklera
37 Chalazion (H001) Chalazion di rawat inapkan Tindakan ini dilakukan di Rawat jalan kecuali pada anak-anak yang belum
kooperatif/ memerlukan Anestesi Umum (GA)
Dampak: peningkatan biaya akibat rawat inap
38 Extrapiramidal Pasien Schizoprenia yang dalam pengobatan selalu 1. Skala penilaian Gejala Ekstrapiramidal syndrom (G25.9) yang ditetapkan oleh
Syndrom ditambahkan koding Extrapiramidal Syndrom (G25) Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (terlampir pada
Dampak: peningkatan severity level menjadi II Lampiran II) digunakan sebagai panduan diagnosis Ekstrapiramidal Syndrom
untuk dokter dan dapat dipergunakan sebagai verifikasi bersama verifikator
2. Skala penilaian gejala Ekstrapiramidal syndrom yang di tetapkan oleh
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (terlampir pada
Lampiran II) dipergunakan sebagai verifikasi bersama verifikator jika terjadi
keraguan diagnosis
39 Hiponatremi Penambahan kode E871 (Hypo-osmolality and hyponatremia) Kondisi Hiponatremia dapat menjadi diagnosis sekunder berdasarkan hasil
sebagai diagnosa sekunder, sering disalahgunakan saat hasil pemeriksaan laboratorium dengan kadar Na < 135 mEq/L
laboratorium menurun tidak bermakna
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
40 Hipokalemia Penambahan kode E876 (Hypokalemia) sebagai diagnosis Kondisi Hipokalemia dapat menjadi diagnosis sekunder berdasarkan hasil
sekunder, sering disalahgunakan pada hasil laboratorium yang pemeriksaan laboratorium dengan kadar K < 3,5 mEq/L
menurun tidak bermakna
Dampak: peningkatan severity level menjadi II
41 Hipovolemik Syok Penggunaan Hipovolemik Syok sebagai Diagnosa sekunder Kondisi Syok Hipovolemik dapat menjadi diagnosis sekunder berdasarkan
menyebabkan peningkatan biaya klaim adanya manifestasi klinis dan penatalaksanaan syok hipovolemik yang tercatat
Dampak: peningkatan severity level menjadi II dalam rekam medis
42 Epistaxis Kasus DHF dengan gejala pendarahan didiagnosis sekunder Kondisi perdarahan yang terjadi pada kasus DHF harus dinyatakan sebagai
seperti epitaxis, melena diagnosis sekunder karena hal tersebut penting dalam menentukan
Dampak: peningkatan severity level menjadi II penatalaksanaan selanjutnya, dan bukti pendukungnya adalah adanya
penatalaksanaan perdarahan dalam rekam medis

dr. Arya Putra Syuhada


Diagnosis / Prosedur
No Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
43 Dispepsia Penggunaan dispepsia sebagai diagnosis primer, sering Penegakan diagnosis Dispepsia bisa dengan gejala klinis. Sebelum ada
disalahgunakan untuk menggantikan diagnosis saluran 21
pemeriksaan penunjang seperti endoskopi, diagnosis yang tegak adalah
pencernaan yang lebih spesifik seperti gastritis, peptic ulcer Dispepsia (K30). Jika dilakukan pemeriksaan penunjang, maka diagnosis
Dampak: peningkatan biaya dengan kode dispepsia (lebih tinggi disesuaikan berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang.
daripada dengan kode gastritis,dll) Indikasi untuk dilakukan endoskopi pada kasus Dispepsia dengan alarm
symptom seperti : berat badan menurun, tidak bisa menelan, demam,
perdarahan atau ketersediaan sarana dan prasarana.
44 Volume Depletion GE dirawat inap atas dasar volume depletion/dehidrasi GE dapat dirawatinap atas dasar volume depletion/dehidrasi, dan bukti
(E86) Dampak: koding volume depletion pada diagnosis tidak pendukungnya adalah adanya penatalaksanaan terapi cairan
mempengaruhi severity level klaim
45 Gagal Ginjal dg Z49.1 Renal failure yg HD selalu ditambahkan extracorporal dialysis Pasien renal failure dengan HD dapat dirawat inap sesuai indikasi medis yang
HD dan dirawat inap spesifik (cth. Anemia), bukan atas perbaikan keadaan umum (KU)
46 Endoskopi (45.11) Penggunaan tindakan Endoskopi di rawat inapkan Pasien dengan tindakan endoskopi dapat dirawat inap berdasarkan keadaan
umum pasien
47 Colonoscopy (45.23) Tindakan Colonoscopy dirawat inapkan (alasan untuk persiapan Pasien dengan tindakan kolonoskopi dapat dirawat inap berdasarkan keadaan
colonoscopi) umum pasien
48 Asfiksia Kode Asfiksia yang dapat meningkatkan severity level adalah KRITERIA DIAGNOSIS ASFIKSIA NEONATORUM (UKK Neonatologi - IDAI) :
P210 (Asfiksia berat) 1. ASFIKSIA BERAT
a. Apnea atau megap megap yang membaik setelah resusitasi minimal dengan
3 siklus ventilasi tekanan positif, ATAU
b. Pemeriksaan analisis gas darah dari arteri umbilikal menunjukkan asidosis
metabolik atau mixed yang berat dengan pH< 7 atau base deficit ≥ 12 mmol/L,
ATAU
c. Ada manifestasi gangguan neurologis (misal: kejang, koma, tonus otot jelek),
ATAU
d. Ada keterlibatan multi organ (misal: ginjal, jantung, paru, hati, usus), ATAU
e. FJ <100 X/menit saat lahir dan cenderung menurun atau tetap, ATAU
f. skor Apgar 0-3 sampai 1 menit ATAU <5 sampai 5 menit setelah lahir
Dampak: peningkatan severity level menjadi II 2. ASFIKSIA RINGAN/SEDANG
a. Bayi bernapas spontan setelah resusitasi maksimal dengan 2 siklus ventilasi
tekanan positif, ATAU
b. Pemeriksaan analisis gas darah dari arteri umbilikal menunjukkan asidosis
metabolik atau mixed dengan pH 7,0 sampai kurang dari 7,35, ATAU
c. Skor Apgar 5-6 sampai 5 menit setelah lahir

49 Atrial Fibrilasi (I48 Penggunaan Atrial Fibrilasi sebagai Diagnosa sekunder Kondisi Atrial Fibrilasi memang harus dipisahkan sebagai diagnosis sekunder,
& I64) menyebabkan peningkatan biaya klaim dan bukti pendukungnya berupa hasil EKG
Dampak: peningkatan severity level menjadi II

dr. Arya Putra Syuhada


22

Diagnosis / Prosedur
No Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
50 Syok Kardiogenik Penggunaan Syok kardiogenik sebagai diagnosis sekunder Kondisi Syok Kardiogenik dapat menjadi diagnosis sekunder terutama pada
(R57) terutama pada pasien jantung yang meninggal pasien penyakit jantung dengan bukti tertulisnya kriteria klinis dalam rekam
medis berupa :
1. Penurunan Tekanan Darah
a. TD < 90 mmHg tanpa inotropik, atau
Dampak: peningkatan severity level menjadi III b. TD < 80 mmHg dengan inotropik
2. Penurunan Ejection Fraction (EF < 50%)
51 Cardiac Arrest Penggunaan Cardiac arrest sebagai diagnosis sekunder 1. Cardiac arrest dapat terjadi pada semua kasus (tidak hanya penyakit jantung)
(I46.9) terutama pada kasus yang meninggal & ada bukti penatalaksanaan Cardiac Arrest yaitu CPR
Dampak: peningkatan severity level menjadi III 2. Cardiac Arrest tidak dapat digunakan pada pasien DOA
3. Koding INA-CBG adalah kode Morbiditas
52 CAG Dan PCI dipisah- Kasus Cath dan PCI dipisah episodenya, karena masalah Panduan Praktek Klinis (PPK) Tatalaksana Kasus Penyakit Jantung Koroner -
pisah waktunya prasarana dan sarana, instruksi manajemen. PERKI 2015 :
Tambahan modus : PCI dipisah berdasarkan jumlah stent yangPCI atau CABG :
akan dipasang. - Intervensi koroner perkutan (PCI) atau CABG elektif dilakukan jika ditemukan
Dampak : Pembayaran klaim untuk satu pasien meningkat bukti iskemik dari pemeriksaan penunjang di atas disertai lesi signifikan
berdasarkan pemeriksaan angiografi koroner.
- Kriteria lesi signifikan : LM stenosis 50%, LAD stenosis di osteal/proksimal
>50%, LAD stenosis di mid-distal > 70%, LCx stenosis > 70%, dan RCA
stenosis >70%.
- Pada lesi-lesi non signifikan yang dijumpai bukti adanya iskemia yang luas
memerlukan pemeriksaan menggunakan FFR (flow fraction ration). Nilai FFR <
0,8 menunjukkan lesi signifikan. Pada tempat yang tidak memiliki fasilitas FFR
maka pemeriksaan iskemik stress test dapat membantu apakah lesi sebagai
penyebab iskemik.
- Indikasi CABG : Lesi multipl+F98e stenosis (> 2 pembuluh koroner) dengan
atau tanpa diabetes mellitus.
- Pada kasus-kasus multivessel disease dimana CABG mempunyai risiko tinggi
(Fraksi ejeksi rendah atau pembuluh distal kurang baik untuk grafting) maka
dapat dilakukan PCI selektif dan bertahap (selective and Stagging PCI) dengan
mempertimbangkan kondisi klinis pasien, lama radiasi, jumlah zat kontras dan
lama tindakan.
- PCI lanjutan dapat dikerjakan dalam kurun waktu 1-3 bulan kemudian jika
kondisi klinis stabil.
- PCI lanjutan harus dipercepat jika terdapat keluhan bermakna.
53 Syok saat Operasi Penggunaan koding T811 pada diagnosis sekunder , biasanya Tidak masalah sebagai diagnosis sekunder jika memang dalam rekam medis
(T811) pada pasien dengan tindakan atau terapi tertulis manifestasi klinis syok yang merupakan komplikasi operasi serta tertulis
penatalaksaan syok tersebut
Dampak: peningkatan severity level menjadi III

dr. Arya Putra Syuhada


23

54 Scleroterapy pada Kasus Scleroterapi pada hemorhoid oleh Sp.PD dan dirawat Pasien dengan tindakan Scleroterapi pada hemorhoid dapat dirawat inap
Hemorhoid (49.42) inapkan hanya untuk injeksi obatnya karena obatnya mahal berdasarkan keadaan umum pasien
55 Odontektomi (23.19) Tindakan Odontektomi di rawat inapkan Pasien dengan tindakan odontektomi dapat dirawat inap sesuai dengan keadaan
umum pasien, atau jumlah maupun letak gigi

Diagnosis / Prosedur
No Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
56 Hypertensive Pulmonary Pasien dengan riwayat hemodialisa rutin mengalami efek Kriteria Pulmonary Oedema: gejala klinis sesak, takikardi, ronki
renal disease oedema (J81) samping sesak, kemudian pulmonary edema dikoding sebagai Ada penatalaksanaan pulmonary oedema yang terekam dalam resume medis
with renal failure diagnosa sekunder dan menyebabkan severity level meningkat dan ada terapi diuretik dan oksigen yang diberikan.
(I12.0) menjadi berat (III) Pada kasus HD rutin yang dirawat inap dengan kondisi pulmonary oedema,
maka Dx Sekunder Pulmonary Odema dan Dx utama CKD (bukan kontrol HD
atau kode Z)

57 Hypertensive Ascites (R18) Pasien dirawat inapkan hanya untuk dilakukan fungsi ascites. Kriteria Rawat Inap untuk Ascites adalah Ascites masif, tujuan tindakan Pungsi
renal disease Apa kriteria rawat inap untuk tindakan fungsi ascites atau dapat untuk Terapeutik.
with renal failure kah sebagai rawat jalan? Tepatkah pengkodingan pada kasus Bila terjadi pada kasus CKD, maka diagnosis ascites dapat menjadi diagnosis
(I12.0) ini? sekunder dan diagnosis utamanya adalah CKD
Dampak : peningkatan biaya pada klaim
58 Imbalance of Kecendrungan pasien yang tidak nafsu makan langsung dikode Kode R63.8 (other symptoms and signs concerning food and fluid intake)
constituents of dengan E63.1 (imbalance of constituents food intake). Kapan digunakan untuk intake sulit yakni kelainan yang membutuhkan tindakan khusus
food intake( imbalance of constituents of food intake ditegakkan ? diet parenteral, enteral atau parsial baik cairan dan atau nutrisi
E63.1) Dampak : peningkatan severity level menjadi sedang (II) Kode E63.1 (imbalance of constituents food intake) digunakan untuk Intake sulit
yang disertai asesmen gizi oleh dokter yang merawat/dokter ahli gizi/ahli gizi.
Bukti malnutrisi, IMT kurang dari 16
59 Insufisiensi renal Kode sekunder N19 (insufisiensi renal) dikoding dengan Kriteria penegakan diagnosa Insufisiensi renal: Nilai GFR kurang dari 60 atau
(N19) penanganan yang kurang bermakna yaitu istirahat saja. Apakah nilai creatinin wanita diatas 1,1 dan pria diatas 1,3
kriteria penegakan diagnosa Insufisiensi renal ?
Dampak : peningkatan severity level
60 Typhoid (A01.0) Urinary Tract Kode N390 sebagai ISK sering dijadikan dignosa sekunder Diagnosa ISK dibuat berdasarkan salah satu dari kriteria dibawah ini :
Infection, site not sedangkan hasil pemeriksaan penunjang masih dalam batas 1. Gejala klinis yang khas (minimal satu): sakit kencing, nyeri perut bagian
specified (N390) normal. Kapan diagnosa ISK ditegakkan ? bawah, nyeri tekan suprapubic, anyang-anyangan, nyeri pinggang, nyeri ketok
Dampak : Menyebabkan kenaikan severity level costovertebral angle (CVA) dengan atau tanpa disertai demam dan jumlah
lekosit urin lebih dari 10/LPB
2. Kultur urin positif

dr. Arya Putra Syuhada


24

61 Ventricular EKG (8952) Diagnosa sekunder ventrikular fibrilasi selalu dipasangkan VF harus disertai dengan diagnosis jantung yang potensial menyebabkan henti
fibrillation and dengan diagnosa jantung lain seperti I10 (hypertensi essential), jantung dan dilakukan tata laksana sesuai dengan tatalaksana henti Jantung.
flutter (I49.3) I11, dan I50. Namun tidak ada penggunaan terapi yang spesifik
penanganan VF pada pasien tersebut.
Dampak : peningkatan severity level klaim menjadi sedang (III)

62 Non spesific Penambahan kode K75.2 (non specific reactive hepatitis) Kriteria diagnosis hepatitis reaktif non spesifik bila SGOT/SGPT diatas nilai
reactive hepatitis sebagai diagnosis sekunder, sering disalahgunakan pada hasil normal
(K75.2) laboratorium yang SGOT/PT meningkat tidak bermakna.
Dampak : peningkatan severity level menjadi sedang (II)

63 Gout arthritis Other local excision or Pasien dengan Gout arthritis yang dilakukan injeksi artikular Kriteria rawat inap untuk pasien Gout Arthritis adalah Gout dengan banyak sendi
(M10.9) destruction of lession of tetapi dikoding 80.87 (Other local excision or destruction of ankle 3 atau lebih atau Gout Polyarticular atau Gout yang dirawat karena penyakit lain
ankle joint (80.87) joint) dan dirawat inapkan atau gout dengan nyeri hebat VAS >=7
Kode Tindakan untuk injeksi artikular adalah 81.92 (injection of therapeutic
substances into joint or ligaments)
64 Phlebitis Penggunaan Phlebitis sebagai diagnosa sekunder sering Phlebitis dapat digunakan sebagai diagnosis sekunder bila dilakukan
disalahgunakan pada kondisi pasien rawat inap yang diinfus penatalaksanaan khusus, seperti diantaranya debridement atau pemberian
Dampak: peningkatan severity level menjadi II antibiotik

Diagnosis / Prosedur
No Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
65 Septikemia Penggunaan Septikemia sebagai diagnosa sekunder Penggunaan kode Septicaemia (A41.9) adalah untuk kondisi yang sesuai
menyebabkan peningkatan biaya klaim dengan terminologi Sepsis dan terpenuhi kriteria sepsis dan tatalaksana sepsis
Dampak: peningkatan severity level menjadi II yaitu hipertermi, hiportemi, tachichardi, tachypnoe dengan hasil laboratorium
leukosistosis atau leukopenia

66 Alergi Obat Penggunaan Alergi obat (T88.7) sebagai Diagnosa sekunder Alergi obat (T88.7) adalah reaksi lokal atau sistemik akibat pemberian obat oral
menyebabkan peningkatan biaya klaim atau parenteral, atau topikal, inhalasi atau metode pemberian obat lainnya untuk
Dampak: peningkatan severity level menjadi II mengobati suatu penyakit, tidak termasuk alergi karena hasil skin test.
Alergi obat yang menjadi sebab perawatan saat itu atau yang terjadi pada saat
perawatan berlangsung dapat dijadikan diagnosis sekunder. Informasi tersebut
dicantumkan pada resume medis pasien saat pulang rawat.

67 Thypoid Fever DHF (A91) Thypoid ditambahkan Dengue Fever, sering disalahgunakan Diagnosis typhoid dan DHF dapat ditegakkan selama memenuhi kriteria untuk
(A01.0) pada hasil widal yang meningkat tetapi tidak bermakna ataupun kedua penyakit tersebut.
pada hasil trombosit yang menurun tapi tidak bermakna
Dampak: peningkatan severity level menjadi II

dr. Arya Putra Syuhada


25

68 GEA (A09) Thypoid Fever kombinasi GEA dengan Thypoid fever, sering disalahgunakan Diagnosis GEA dan typhoid dapat ditegakkan selama memenuhi kriteria untuk
(A01.0) yaitu GEA sebagai diagnosis utama dan thypoid sebagai kedua penyakit tersebut.
diagnosis sekunder
Dampak: peningkatan severity level menjadi III
69 CKD Diagnosa Chronic Kidney Disease (CKD) on HD dalam 1 bulan CKD dengan komplikasi penyakit lain dapat dirawat inap lebih dari satu kali
masuk opname 3 kali hanya dapat diacc klaim 1 pelayanan oleh sesuai dengan indikasi medis
BPS Kesehatan karena dianggap readmisi

C. PERMASALAHAN ADMINISTRASI
Diagnosis / Prosedur
No Perihal Kesepakatan
Utama Sekunder Prosedur
70 Thalasemia Hemosiderosis Penggunaan kode Hemosiderosis (E83.1) menyebabkan Klaim rawat jalan Thalasemia Mayor dengan diagnosis sekunder Hemosiderosis
(D56.1) peningkatan biaya klaim (E83.1) yang mendapatkan top up obat kelasi besi diinput sebagai pasien rawat
inap (sesuai PMK No. 59/2014) dengan tidak diinputkan semua kode diagnosis
sekundernya ke dalam software INA-CBG.

71 Kelas rawat Peserta yang dirawat inap di ruangan IGD atau ruang non kelas Kelas klaim dibayarkan setara dengan kelas 3
seperti ruang observasi/peralihan/ruangan kemoterapi, klaim
ditagihkan sesuai hak kelas peserta (kelas 1-3)

72 Beberapa prosedur yang diberikan dalam pelayanan diinputkan Beberapa prosedur yang diberikan dalam pelayanan diinputkan ke dalam
ke dalam software INA-CBG menyebabkan perubahan grouping software INA-CBG menyebabkan perubahan grouping dan tarif menjadi turun,
dan tarif menjadi turun, maka prosedur-prosedur yang maka prosedur-prosedur yang menurunkan tarif tidak diinput untuk semua kasus
menurunkan tarif tidak diinput hanya untuk kasus persalinan

dr. Arya Putra Syuhada


26

BAB V
PEMBAYARAN

1. Kalau kita sudah melakukan pengiriman berkas terus kapan cairnya?


Berdasarkan Permenkes 82 Tahun 2018 pasal 76 menyebutkan bahwa
1) FKRTL mengajukan klaim kolektif kepada BPJS Kesehatan secara periodik
dan lengkap.
2) BPJS Kesehatan harus mengeluarkan berita acara kelengkapan berkas klaim
paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak klaim diajukan oleh FKRTL dan diterima
oleh BPJS Kesehatan.
3) Dalam hal BPJS Kesehatan tidak mengeluarkan berita acara kelengkapan
berkas klaim dalam waktu 10 (sepuluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) maka berkas klaim dinyatakan lengkap.
4) BPJS Kesehatan wajib melakukan pembayaran kepada FKRTL berdasarkan
klaim yang diajukan dan telah:
a. Diverifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat 1 5 (lima
belas) hari sejak diterbitkannya berita acara kelengkapan berkas klaim;
atau
b. Memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lambat 1
5 (lima belas) hari sejak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
c. Dalam hal pembayaran kepada FKRTL sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) jatuh pada hari libur maka pembayaran pada FKRTL dilakukan pada
hari kerja berikutnya.

2. Seandainya pembayarannya telat bagaimana?


Berdasarkan Permenkes 82 Tahun 2018 pasal 76 butir ke-5 menyebutkan
bahwa: “Dalam hal BPJS Kesehatan tidak melakukan pembayaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), BPJS Kesehatan wajib membayar denda
kepada FKRTL yaitu sebesar 1 % (satu persen) dari jumlah yang harus
dibayarkan untuk setiap 1 (satu) bulan keterlambatan.”

26 dr. Arya Putra Syuhada


27

KATA PENUTUP

Dengan selesai nya buku Kepo Yuuukk Q&A, maka berakhir pula masa bakti saya di RS
yang kita cintai bersama ini.. Harapan saya, teman – teman semua lebih memahami ilmu
tentang JKN, dan tidak takut dalam menghadapi berbagai macam persoalan yang
berhubungan dengan JKN. Selaku penulis saya memohon maaf sebesar – besarnya
jikalau selama 5 tahun saya bergabung di RS Hermina Grand Wisata mempunyai banyak
kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan pendidikan yang begitu
berharga dan sangat bermanfaat kepada diri saya pribadi selama saya bekerja di RS
Hermina Grand Wisata.
Terimakasih saya sudah diberikan kesempatan untuk memimpin instalasi – instalasi
seperti VKOK, IGD, Poli, ICU dan Casemix selama saya bekerja dan berkarya di RS
Hermina Grand Wisata.

Besar harapan saya untuk melihat RS Hermina Grand Wisata bisa menjadi RS yang
tumbuh, sehat dan berumur panjang serta terkemuka di wilayah cakupannya. Semoga di
masa yang akan datang, kita bisa berjumpa dan berkumpul lagi dengan kondisi yang lebih
baik lagi. Aamiin

Akhir kata saya mohon undur diri.. Ich liebe euch alle… Du bist unglaublich
Billahi taufik wal hidayah..
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh…

dr. Arya Putra Syuhada


27
28

LAMPIRAN

DAFTAR TARIF TINDAKAN RAJAL

NO TINDAKAN KODE TARIF KODE

1 BIOMETRI 95.05 Rp221,800 BIO


2 BNO-IVP 87.73 Rp735,800 BNP
3 CT ABDOMEN 88.01 Rp1,133,500 CTA
4 CT THORAX 87.41 Rp1,133,500 CTR
5 CT KIDNEY 87.71 Rp1,133,500 CTK
6 CT SCAN KEPALA 87.03 Rp939,600 CTB
7 ECHOCARDIOGRAM 88.72 Rp330,800 ECHO
8 EEG 89.14 Rp296,900 EEG
9 FUNDUSCOPY 16.21 Rp221,800 FUN
10 HEMODIALISA 39.95 Rp825,500 HD
11 INHALASI/ NEBULIZER 93.94 Rp323,900 NEB
12 INJEKSI FLAMICORT 81.92 Rp425,500 FLAM
13 INJEKSI UMARON 83.97 Rp425,500 UMAR
14 LARYNGOSCOPY 31.42 Rp400,600 LO
15 OKSIGEN 93.96 Rp323,900 OX
16 REFRAKTOMETRI 95.02 Rp221,800 REF
17 SPIROMETRI 89.37 Rp456,900 SP
18 TONOMETRI 89.11 Rp221,800 TON
19 TREADMILL 89.41 Rp294,700 TR
20 USG GRAVIDA 88.78 Rp311,300 UGR
21 USG LAIN-LAIN 87.71 Rp576,900 ULL
22 X-RAY CERVICAL 87.22 Rp735,800 XC

dr. Arya Putra Syuhada


KODE ICD
NO DIAGNOSA 10 TINDAKAN KODE ICD 9 1 2 3
DNC (UTERUS) : Hyperplasia endometrium, non
1 ABORTUS INCOMPLET O06.9 kehamilan 69.09 3,220,800 2,760,700 2,300,600
29
DNC (TERMINASI) : BO,AB INKOMPLIT,Kematian
Mudigah) 69.01 3,081,500 2,641,300 2,201,100
DNC: sisa konsepsi 69.02 3,220,800 2,760,700 2,300,600
2 ABORTUS IMINEN O20.0 2,327,000 1,994,600 1,662,200
3 ABSES L02.9 DEBRIDEMENT/EKSISI DEBRIDEMENT 86.28/86.22 2,453,800 2,103,200 1,752,700
4 ANEMIA D64.9 TRANSFUSI 99.04 4,181,800 3,584,400 2,987,000
5 APENDIK K35.8 APENDECTOMY 47.09 5,424,200 4,649,300 3,874,400
6 APENDIK K35.8 LAPARATOMY 54.11 10,909,500 9,351,000 7,792,500
7 ASMA J45.9 3,116,300 2,671,100 2,225,900
8 BACTERIAL INF A49.9 3,176,200 2,722,500 2,268,700
9 BPH N40 TURP 60.29 12,373,100 10,605,500 8,837,900
10 BRONCHIOLITIS J21.9 3,116,300 2,671,100 2,225,900
11 BRONCHITIS J40 3,917,900 3,358,200 2,798,500
12 BRONCHOPNEUMONIA J18.0 5,058,500 4,335,900 3,613,200
13 CALCULUS BLADDER N21.0 TURBT 57.49 11,257,400 9,649,200 8,041,000
14 CALCULUS BLADDER N21.0 LITOTRIPSI BLADDER 57.0 11,257,400 9,649,200 8,041,000
15 CALCULUS RENAL N20.0 4,784,600 4,101,100 3,417,600
16 CALCULUS URETER N20.1 URS 56.31 4,784,600 4,101,100 3,417,600
17 CALCULUS URETER N20.1 LITOTRIPSI 56.0 11,257,400 9,649,200 8,041,000
18 CATARACT H26.9 PHACO (TOP UP) 13.41 7,938,000

19 CEPHALGIA /TTH R51/ G44.2 3,710,200 3,180,100 2,650,100


20 CHF I50.0 5,005,900 4,290,800 3,575,600
21 CHOLECYSTITIS K81.9 5,879,800 5,039,800 4,199,800
22 CHOLELITHIASIS K80.8 CHOLECYSTECTOMY 51.22 9,855,000 8,447,200 7,039,300
23 CKD N18. AV SHUNT 39.27 6,076,700 5,208,600 4,340,500
PASANG CDL 38.95 6,076,700 5,208,600 4,340,500
REMOVE CDL 39.43 6,076,700 5,208,600 4,340,500
24 CYSTITIS N30.9 3,349,800 2,871,200 2,392,700
25 DHF A91 2,925,900 2,507,900 2,090,000
26 DM E14 4,903,800 4,203,300 3,502,700
27 DIARE A09 2,405,100 2,061,500 1,718,000

dr. Arya Putra Syuhada


30

28 DYSPEPSIA K30 2,033,900 1,743,400 1,452,800


29 EFUSI PLEURA J90 PUNKSI PLEURA 34.91 6,496,700 5,568,600 4,640,500
30 FAM D24 EKSISI FAM 85.21 9,150,100 7,842,900 6,535,800
31 FAM D24 MASTECTOMY 85.41 9,150,100 7,842,900 6,535,800
32 FEBRIS R50.9 3,695,000 3,167,100 2,639,300
33 HEMORRHOID I84.9 HEMORRHOIDECTOMY 49.46 8,335,900 7,145,100 5,954,200
34 HEPATITIS K75.9 5,886,000 5,045,200 4,204,300
35 HERNIA INGUINAL K40.9 HERNIORRHAPY 53.00 7,684,500 6,586,700 5,489,000
36 HNP M51.9 5,162,900 4,425,400 3,687,800
37 HNP M51.9 LAMINECTOMY 03.09 15,692,300 13,450,500 11,208,800
38 HYPERTENSI I10 2,669,400 2,288,000 1,906,700
39 ICH I61.9 CRANIOTOMY 01.24 24,351,000 20,872,300 17,393,600
40 IMPACTED GIGI K01.1 ODONTECTOMY 23.19 5,163,500 4,425,900 3,688,200
41 INFARK CEREBRI I63.9 7,018,400 6,015,800 5,013,100
I63.9,
42 INFARK CEREBRI, HEMIPLEGIA G80.9 9,673,300 8,291,400 6,909,500
43 ISCHIALGIA M54.3 5,162,900 4,425,400 3,687,800
44 ISK N39.0 3,349,800 2,871,200 2,392,700
45 ISPA J06.9 2,772,200 2,376,200 1,980,100
46 KEJANG DEMAM R56.0 3,718,200 3,187,000 2,655,900
47 KET O00.9 LAPARATOMY 54.19 10,909,500 9,351,000 7,792,500
48 KET O00.9 SALPHINGOPHORECTOMY 65.49 11,569,900 9,917,100 8,264,200
49 KISTA BARTHOLIN N75.0 MARSUPAILIZATION 71.23 6,531,400 5,598,300 4,665,300
50 KISTA OVARY N83.0 KISTEKTOMI 65.29 11,569,900 9,917,100 8,264,200
51 MCI I21.9 5,660,200 4,851,600 4,043,000
52 MELLENA K92.1 2,033,900 1,743,400 1,452,800
53 MYOMA UTERI D25.9 MYOMECTOMY 68.29 11,569,900 9,917,100 8,264,200
54 NCB SMK P03.4 >2500 5,118,000 4,386,800 3,655,700
2000-2500 7,677,000 6,580,300 5,483,600
1500-2000 13,541,500 11,607,000 9,672,500

dr. Arya Putra Syuhada


31

1000-1500 14,333,700 12,286,000 10,238,400


<1000 17,200,400 14,743,200 12,286,000
55 NEPHROLITHIASIS N20.0 NEPHROSTOMY 55.02 13,696,900 11,740,200 9,783,500
56 PARTUS NORMAL O80.9 MANUAL DELIVERY 73.59 2,344,900 2,009,900 1,674,900
57 PHIMOSIS N47 CIRCUMSISI 64.0 2,054,300 1,760,800 1,467,400
58 PNEUMONIA (CAP) J18.9 5,058,500 4,335,900 3,613,200
59 PTERYGIUM GRADE IV (RANAP) H11.0 EKSISI 11.39 14,255,100 12,218,600 10,182,200
60 PTERYGIUM GRADE I-III (RAJAL) H11.0 EKSISI 11.39 1,286,200

61 SC O82.0 SC 74.99 6,981,500 5,984,100 4,986,800


O82.0,
62 SC GEMELI O30.0 SC 74.99 7,567,300 6,486,300 5,405,200
63 SINUSITIS J32.0 CADWELL 22.39 9,207,300 7,892,000 6,576,600
64 SNH I64 5,734,600 4,915,400 4,096,200
65 SNH + HEMIPARESE I64 + G81 6,844,000 5,866,300 4,888,600
66 SNNT E04.9 ISMULOBECTOMY/ THYROIDECTOMY 06.39/06.4 10,523,000 9,019,700 7,516,400
67 SOFT TISSUE TUMOR EKSISI LOKAL 86.3 6,969,900 5,974,200 4,978,500
68 THALASEMIA D56.1 KELASI BESI TOP UP OBAT 4,425,200

TRANSFUSI 99.04 1,015,300

69 TB PARU A16.2 4,336,500 5,203,800 6,071,100


70 TONSILITIS J35.0/J03.9 TONSILEKTOMY 28.2 5,461,000 4,680,900 3,900,700
71 TYPOID A01.0 3,176,200 2,722,500 2,268,700
72 VERTIGO R42 2,124,500 1,821,000 1,517,500
73 VIRAL INF B34.9 2,925,900 2,507,900 2,090,000
74 VOMITUS R11 2,405,100 2,061,500 1,718,000
75 AV SHUNT 39.27 2,498,400

76 BNO-IVP 87.73 743,600

77 CDL 38.95 2,498,400

78 CT ABDOMEN 88.01 1,145,500

79 CT THORAX 87.41 1,145,500

80 CT KIDNEY 87.71 1,145,500

dr. Arya Putra Syuhada


32

81 CT SCAN KEPALA 87.03 999,500

82 ECHOCARDIOGRAM 88.72 351,900

83 EEG 89.14 360,900

EKSISI STT 83.49 450,800

84 FISIOTERAPI :

85 KTK/ SI/ GENERAL EXSERCISE/ MASSAGE 93.89/93.19 161,400

86 US/ ES/ MWD/ EXC/ TENS/ IRR 93.34/93.12/93.35 118,700

87 HEMODIALISA 39.95 923,100

88 INHALASI/ NEBULIZER 93.94 327,300

89 INJEKSI FLAMICORT 81.92 429,700

90 INJEKSI UMARON 83.97 429,700

INSISI ABSES BREAST/ MASTOTOMY 85.0 331,500

91 LARYNGOSCOPY 31.42 404,900

92 ODONTECTOMY 23.19 301,200

93 OKSIGEN 93.96 327,300

94 REFRAKTOMETRI/BIOMETRI/OPHTALMOSCOPY 95.02/95.05/16.21 224,100

95 SPIROMETRI 89.37 461,700

96 TREATMILL 89.41 297,800

97 UROFLOWMETRI (BPH) 89.24 541,700

98 USG DOPPLER 88.77 742,400

99 USG GRAVIDA 88.78 331,100

100 USG LAIN-LAIN 88.79 592,500

101 X-RAY CERVICAL 87.22 743,600

dr. Arya Putra Syuhada

Anda mungkin juga menyukai