Anda di halaman 1dari 3

A.

Unsur Intrinsik
 Diksi
Dalam puisi karya Ahmadun Yosi Herfanda ini diksi atau pilihan kata dari setiap bait puisi yang
digunakan mudah di pahami maknanya, misalnya kata “aku rerumputan” kata ini memiliki arti
bahwa rerumputan diartikan sebagai manusia.

 Majas
1. majas metafora yaitu, gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara langsung
tanpa menggunakan kata-kata pembanding. Majas tersebut dibuktikan pada bait “aku
rerumputan” yang dibangun darikata-kata aku dan rerumputan. . Kata ”aku” berarti orang
pertama atau tunggal. Secara sistematis kata “aku” tersebut membeyangkan adanya
seseorang baik laki-laki ataupun perempuan, sebagai kata ganti atau sebutan orang
pertama tunggal, dan jelas menunjukkan adanya manusia.
2. Majas personifikasi yaitu, gaya bahasa yang menggambarkan benda-benda mati seolah-
olah memiliki sifat seperti manusia. Majas tersebut terdapat dalam bait “topan menyapu
luas padang”, kalimat tersebut mengartikan seolah-olah angin sebagai benda mati dapat
menyapu halaman yang luas.
 Citraan
1. Citraan Penglihatan yaitu, citraan yang dapat dilihat oleh mata manusia pada umumnya,
terdapat pada bait “Topan menyapu luas padang.”
2. Citraan pendengaran yaitu, citraan yang dapat di dengar, terdapat pada bait “Tapi zikirku
menggema.”
3. Citraan perasaan yaitu, citraan yang dapat dirasakan, terdapat pada bait “Yang rindu
berbaring di pangkuan tuhan”
 Amanat
Janganlah goyah dalam mengerjakan ibadah shalat walaupun sedang tertimpa suatu cobaan
atau musibah.

 Nada
Nada yang tepat untuk membacakan puisi tersebut adalah nada tenang dan khusyuk.

 Perasaan
Perasaan yang tergambar dalam puisi tersebut adalah menenangkan.

 Tema
Ketaatan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

B. Unsur Ekstrinsik

 Biografi Pengarang
AHMADUN YOSI HERFANDA, lahir di Kaliwungu, Kendal, 17 Januari 1958.Alumnus FPBS IKIP
Yogyakarta ini menyelesaikan S-2 jurusan Magister Teknologi Informasi pada Universitas
Paramadina Mulia, Jakarta. Ia pernah menjadi Ketua III Himpunan Sarjana Kesastraan Indonesia
(HISKI, 1993-1995), dan ketua Presidium Komunitas Sastra Indonesia (KSI, 1999-2002). Tahun
2003, bersama Hudan Hidayat dan Maman S. Mahayana, mendirikan Creative Writing Institute
(CWI).

Ahmadun juga pernah menjadi anggota Dewan Penasihat dan (kini) anggota Mejelis Penulis
Forum Lingkar Pena (FLP). Tahun 2007 terpilihmenjadi ketua umum Komunitas Cerpenis
Indonesia (periode 2007-2010), tahun 2008 terpilih sebagai presiden (ketua umum) Komunitas
Sastra Indonesia (KSI), sejak 1993 sampai 2009 menjadi redaktur sastra Republika, dan tahun
2010 menjadi ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Sejak 2007 ia juga menjadi
“tutor tamu” untuk apresiasi dan pengajaran sastra Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional (Depdiknas) RI, dan sejak 2009 menjadi direktur Jakarta Publishing House, serta
mengajar sastra dan jurnalistik di sejumlah perguruan tinggi. Selain itu, ia juga sering menjadi
ketua dan anggota dewan juri berbagai sayembara penulisan dan baca puisi tingkat nasional.

Selain menulis puisi, Ahmadun banyak menulis cerpen dan esei, serta buku biografi tokoh, buku
wisata, dan company profile.Karya-karyanya dipublikasikan di berbagai media sastra dan
antologi puisi yang terbit di dalam dan luar negeri. Antara lain, Horison, Ulumul Qur’an, Kompas,
Media Indonesia, Republika, Bahana (Brunei), antaologi puisi Secreets Need Words (Harry
Aveling, ed, Ohio University, USA, 2001), Waves of Wonder (Heather Leah Huddleston, ed, The
International Library of Poetry, Maryland, USA, 2002), jurnal Indonesia and The Malay World
(London, Ingris, November 1998), The Poets’ Chant (The Literary Section, Comite of The Istiqlal
Festival II, Jakarta, 1995).

Beberapa kali sajak-sajak Ahmadun dibahas dalam Sajak-Sajak Bulan Ini Radio Suara Jerman
(Deutsche Welle). Cerpennya, Sebutir Kepala dan Seekor Kucing memenangkan salah satu
penghargaan dalam Sayembara Cerpen Kincir Emas 1988 Radio Nederland (Belanda) dan
dibukukan dalam Paradoks Kilas Balik (Radio Nederland, 1989). Tahun 1997 ia meraih
penghargaan tertinggi dalam Peraduan Puisi Islam MABIMS (forum informal Menteri Agama
Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura). Tahun 2008 meraih Penghargaan Sastra dari Pusat
Bahasa Depdiknas atas buku kumpulan sajaknya yang berjudul Ciuman Pertama untuk Tuhan
(Logung Pustaka, 2004).
Sebagai sastrawan dan jurnalis, Ahmadun sering diundang untuk menjadi pembicara dan
membaca puisi dalam berbagai seminar serta iven sastra nasional maupun internasional. Tahun
1998 ia diundang untuk membacakan sajak-sajaknya dalam Festival Kesenian Perak di Ipoh,
Malaysia. Tahun 1997 ia menjadi pembicara dalam Pertemuan Sastrawan Nusantara (PSN) IX
Padang. Tahun 1999,ia mengikuti PSN X di Johor Baharu, Malaysia, dan menjadi pembicara
pada Pertemuan Sastrawan Muda Nusantara Pra-PSN di Malaka. Tahun 2002 ia menjadi
pembicara dan membacakan sajak-sajaknya dalam festival kesenian Islam di Universitas Al
Azhar, Cairo, Mesir.

Kemudian, pada Agustus 2003 Ahmadun diundang untuk membacakan sajak-sajaknya dalam
simposium penyair The International Society of Poets di New York, AS.September 2004 menjadi
pembicara dalam PSN XIII di Surabaya. Mei 2007 menjadi pembicara dalam Pesta Penyair
Indonesia 2007, Sempena The 1st Medan International PoetryGathering, Taman Budaya
Sumatera Utara, Medan. Oktober 2005 dan Oktober 2007 menjadi pembicara dan Kongres
Cerpen Indonesia (KCI) IV di Pekanbaru, dan KCI V di Banjarmasin. Januari 2008 menjadi
pembicara dan ketua sidang pada Kongres Komunitas Sastra Indonesia (KSI) di
Kudus.November 2009 menjadi pembicara dan membacakan sajak dalam Pertemuan Penyair
Nusantara (PPN) III di Kualalumpur, Malaysia.
Buku-buku Ahmadun yang telah terbit adalah Sang Matahari (puisi, Nusa Indah, Ende, 1984),
Sajak Penari (puisi, Masyarakat Poetika Indonesia, Yogyakarta, 1991), Fragmen-
FragmenKekalahan (puisi, Penerbit Angkasa, Bandung, 1996), Sembahyang Rumputan (puisi,
Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta, 1996), Sebelum Tertawa Dilarang (cerpen, Balai
Pustaka, Jakarta, 1997), Ciuman Pertama Untuk Tuhan (puisi dwi-bahasa, Logung Pustaka,
2004), Sebutir Kepala dan Seekor Kucing (cerpen, Being Publishing, 2004), Badai Laut Biru
(cerpen, Senayan Abadi Publishing, Jakarta, 2004), dan TheWorshippingGrass (puisi dwi
bahasa, Bening Publishing, Jakarta, 2005).

 Nilai-nilai
1. Nilai agama, sudah jelas dalam puisi tersebut mempunyai nilai agama yang sangat
kental dan kuat, puisi tersebut mengajarkan tentang ketaatan kita sebagai manusia
dalam mengerjakan kewajiban kita terhadap Tuhan Yang Maha Esa terutama dalam
mendirikan ibadah shalat, dan tetap sabar walaupun mendapat suatu cobaan.
2. Nilai moral, dalam puisi tersebut mengajarkan tentang bagaimana seharusnya kita
bersikap dan berperilaku yang baik dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat.
 Makna Puisi
1. Kata “Sembahyang” memiliki arti menyembah, memuja, yaitu hubungan antara manusia
sebagai ciptaan dan penciptanya melalui sebuah ibadah langsung dengan sang khalik.
2. Kata “walau” memiliki arti meski,meskipun, kata ini menyatakan sebuah perbandingan.
3. Kata “tuhan” memiliki arti suatu yang dipuja, disembah oleh manusia.
4. Kata “aku rerumputan” kata tersebut menggambarkan manusia yang digambarkan denan
rerumputan. Kalimat dalam judul sajak tersebut selalu diulang-ulang kembali dalam
beberapa lariknya, perulangan kalimat tersebut berfungsi sebagai penegas pengertian
makna hubungan kedekatan antara manusia dengan tuhannya.”Aku Rerumputan”
merupakan majas metafora yang dibangun darikata-kata aku dan rerumputan. Kata ”aku”
berarti orang pertama atau tunggal. Secara sistematis kata “aku” tersebut
membeyangkan adanya seseorang baik laki-laki ataupun perempuan, sebagai kata ganti
atau sebutan orang pertama tunggal, dan jelas menunjukkan adanya manusia.
5. Kata “inna shalati a nusuki wa mahyaaya wa mamaati lillahi rabbil’alamin” kata tersebut
menerangkan sesungguhnya kesungguhan atau keikhlasan seorang manusia menjalani
ibadahnya, yaitu sembahyang seperti yang sudah dijelaskan di atas dan menyerahkan
apa yang akan terjadi di dalam kehidupannya kepada tuhannya.
6. Kata “topan menyapu luas padang” kalimat tersebut memiliki arti angin yang teramat
kencang dan bisa meluluhlantahkan segala yang ada dihadapannya, sedangkan kata
luas padang berarti tanah yang sangat luas.
7. Kata “tubuhku bergoyang-goyang” kalimat tersebut berarti manusia selalu bergerak dan
mengalami ujian atau cobaan dalam hidupnya.
8. Kata “tetapi tetap teguh dalam sembahyang” kalimat tersebut mangartikan seseorang
yang selalu taat beribadah meskipun cobaan selalu datang.
9. Kata “akarku mengurat di bumi” memiliki arti seorang manusia yang punya keteguhan
hati yang sangat kuat dan keteguhan itu bagaikan akar yang menancap di bumi.
10.Kata “aku rerumputan kekasih tuhan” memiliki arti yaitu, manusia yang secara metaforis
membayangkan hubungan antara aku (manusia) dengan tuhannya.
11.Kata “di kota-kota disingkirkan, alam memeliharaku subur di hutan” kesan heterogenitas
dan keterpecahan heuristik dalam puisi ini semakin kuat terlihat, “di kota-kota
disingkirkan” memiliki arti terbuang, frase kalimat tersebut menggambarkan seseorang
yang keberadaannya terbuang oleh hirup likup keramaian. Sedangkan kalimat “alam
memeliharaku subur di hutan” tidak diketahui hubungan dengan frasa “di kota-kota
disingkirkan”.

Anda mungkin juga menyukai