Anda di halaman 1dari 5

KAJIAN ILMU PROFETIK DALAM NOVEL EDENSOR

KARYA ANDREA HIRATA

Disusun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester

Mata Kuliah Sastra Profetik

Disusun :

MUHAMMAD NIZAR ZULMI

0816012471

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PEKALONGAN

2018
4 Hal Profetik dalam Novel Edensor Karya Andrea Hirata

Melalui “Maklumat Sastra Profetik”, Kuntowijoyo berusaha berjuang


mengembalikan eksistensi karya sastra Indonesia yang berfungsi untuk “dulce et
utile” di tengah maraknya budaya konsumerisme dan glamorisme. Harapan besar
Kuntowijoyo untuk karya sastra Inonesia yang akan terlahir kelak yaitu dapat
merepresentasikan nilai-nilai kenabian, yang meliputi amar ma’ruf (humanisme),
nahi munkar (liberasi), dan tu’minu billah (transendensi). Ketiga unsur itu harus
menyelimuti karya sastra Indonesia yang keberadaannya saling mengisi satu sama
lain, seperti badan dengan ruh, bukan malah berdiri sendri-sendiri.

a. Profetik Amar Ma’ruf (Humanisme)


Dalam Ilmu Sosial Profetik, humanisasi artinya memanusiakan manusia,
menghilangkan “kebendaan”, ketergantungan, kekerasan dan kebencian dari
manusia. Tanpa disadari dehumanisasi sudah menggerogoti masyarakat Indonesia,
yaitu terbentuknya manusia mesin, manusia dan masyarakat massa, dan budaya
massa. Dalam novel Edensor terdapat beberapa nilai profetik humanisme yang
sering dilakukan tokoh dalam ceritanya. Seperti pada kutipan-kutipan berikut:

“Aku masih tak tahu mengapa setiap hari aku mengunjungi


Weh.yang kutahu, ketika melihat matanya yang bening dan
kesakitan, hatiku ngilu, ketika melihat jalannya timpang karena
burut mengisap air dalam tubuhnya, mengumpul di selangkangan,
kubuang pandanganku karena hatiku perih, dan ketika melihatnya
tidur, memasrahkan tubuhnya yang dikhianati nasib pada senyap
sungai payau, aku gelisah sepanjang malam” (Edensor, hal:4)
Dalam kutipan tersebut dapat disampaikan dan diambil hikmahnya bahwa
sesama umat manusia harus bisa saling tolong menolong, dan merasa belas kasian
terhadap teman/seseorang yang sedang mengalami musibah/sakit. Seperti yang
dijelaskan dalam ilmu profetik amar ma’ruf, bahwa kita hidup didunia ini harus
bisa saling tolong menolong terhadap sesama.

“Tubuhku menggigil waktu membuka jalinan tali rami yang


menjerat lehernya. Kupeluk tubuh Weh, wajahnya yang tua, keras,
dan biru terkulai di lenganku.” (Edensor, hal:11)
Dalam kutipan tersebut dapat terlihat, bahwa tokoh utama berusaha
menolong untuk membuka tali yang menjerat di leher teman dekatnya karena
bunuh diri yang sudah tidak sanggup untuk menahan penyakit yang dideritanya.
Walaupun bunuh diri sebenarnya dalam agama tidak diperbolehkan.

“Ia membuka koper, mengeluarkan semua pakaian, dibalutkannya


berlapis-lapis ditubuhku. Jemariku biru lebam, aku tersengal-
sengal. Tiba-tiba Arai mengangkat tubuhku lalu pontang-panting,
terbuyung-buyung melintasi timbunan salju setinggi lutut, menuju
pokok pohon rowan.” (Edensor, hal:64)

Dalam kutipan novel dapat disampaikan, tokoh utama yang merasa


kedinginan, sahabatnya berusaha membantu untuk membalutkan pakaian hingga
berlapis-lapis kedalam tubuh tokoh utamanya. Dalam hal tersebut dapat terlihat
ilmu profetik memanusiakan manusia, bahwa semua orang harus bisa saling
tolong menolong seperti yang diajarkan para nabi-nabi terdahulu.

b. Profetik Nahi Munkar (Liberasi)


liberasi yang mempunyai arti membebaskan/bermakna bahwa tanggung
jawab nilai profetik untuk dapat membebaskan manusia dari keterbelakangan
kekejaman, pemerasam, dan dominasi struktural yang menindas, artinya liberasi
berarti manusia mempunyai hak untuk hidup bebas. Dalam novel Edensor
terdapat beberapa nilai profetik liberasi yang sering dilakukan tokoh dalam
ceritanya. Seperti pada kutipan-kutipan berikut:

“Murid-muridku, berkelanalah, jelajahi Eropa, jamah Afrika,


temukan mozaik nasibmu di pelosok-pelosok dunia. Tuntut ilmu
sampai ke Sorbonne di Prancis, saksikan karya-karya besar Antoni
Gaudi di Spanyol” (Edensor, hal:34)

Dalam kutipan tersebut sangat jelas, guru memberikan motivasi terbesar


membebaskan kepada siswa-siswanya, supaya bisa bermimpi dan mempunyai
cita-cita jelajah keluar negeri dengan pendidikannya. Dalam hal tersebut seperti
ilmu profetik nahi munkar, bahwa setiap individu mempunyai kebebasan dengan
caranya tersendiri.
“Aku ingin ke tempat-tempat yang jauh, menjumpai beragam
bahasa dan orang-orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan
arahku dengan membaca bintang gemintang...” (Edensor, hal:43)

Dalam kutipan novel tersebut dapat terlihat, bahwa tokoh utama


mempunyai impian terbesar, yaitu ingin berkelana ke negeri orang lain. Setiap
orang bebas untuk mempunyai impian maupun cita-cita demi meraih masa
depannya.

c. Profetik Tuk Minubillah (Transendensi)


Dalam ilmu profetik transendensi merupakan kesadaran ketuhanan yang
menjadi nilai-nilai keimanan, spiritual sebagai bagian yang sangat penting dari
proses pembangunan peradaban. Dalam novel Edensor terdapat beberapa nilai
profetik transendensi yang sering dilakukan/diajarkan tokoh dalam ceritanya.
Seperti pada kutipan-kutipan berikut:

“...Ayah berpesan agar kami selalu menjalankan perentah


Agama...” (Edensor, hal:140)

Dalam kutipan novel tersebut dapat terlihat nilai profetik


transendensinya, karena sang ayah berpesan kepada tokoh utama supaya selalu
menjalankan perintah agama, seperti apa yang dilakukan para nabi terdahulu,
yang tidak pernah meninggalkan perintah agama.

“...waktu aku masih SD, beliau pernah berpesan pada kami,


murid-muridnya, para Laskar Pelangi, “Jika ingin menjadi
manusia yang berubah, jalanilah tiga hal ini: sekolah, banyak-
banyak membaca Al-Qur’an, dan berkelana.” (Edensor, hal:229)

Dalam kutipan novel tersebut dapat terlihat nilai transendensinya, karena


guru tersebut berpesan kepada murid-muridnya tentang nilai-nilai keimanan,
seperti sekolah, membaca Al-Qur’an, dan berkelana. Ketiga pesan guru tersebut
seperti ajaran para nabi terdahulu, selalu membaca Al-Qur’an dan berkelana untuk
mencari ilmu baru.

“Sejak imam mengucapkan basmallah, aku dan Arai terpejam,


khusyuk. Suara imam mendayu dalam masjid yang senyap.”
(Edensor, hal:243)
Dalam kutipan tersebut sangat jelas bahwa tokoh utama sedang
melaksanakan ibadah sholat yang sudah ditetapkan/diajarkan oleh para nabi
terdahulu, menjadi suatu nilai keimanan/nilai profetik transendental dalam karya
sastra.

d. Pemanfaatan Karya Sastra Profetik Yang diAnalisis Dalam


Mengembangkan Karakter Siswa.

Novel yang saya analisis adalah Edensor karya Andrea Hirata, novel
tersebut penuh pesan motivasi dan nilai-nilai positif bagi para siswa, novel
tersebut kaya akan pesan humanasisasi yang menjadikan peserta didik mampu
membantu sesama dan menjadikan pribadi yang penuh dedikasi terhadap
lingkungan sekitarnya, penuh kasih dan cinta bagi sesamanya. Yang kedua nilai
liberasi dalam novel edensor menjadikan peserta didik mampu membebaskan
pilihan masing-masing demi meraih sebuah impian atau cita-cita dimasa yang
akan datang, peserta didik mampu mempunyai kekuatan/pondasi dalam diri
mereka masing-masing bahwa setiap individu harus mempunyai sebuah impian
terbesar. Yang ketiga nilai transendensi, nilai transendensi dalam novel edensor
sangat kental dengan nilai-nilai keimanan yang dijalan si tokoh, para peserta didik
harus mampu mencontoh sifat/sikap dari tokoh utama tersebut, bahwa sebuah
keberhasilan untuk meraih cita-cita itu tidak lepas dari sebuah pengorbanan dan
doa pendekatan kepada sang pencipta.

Anda mungkin juga menyukai