KROMATOGRAFI GAS
OLEH :
KELOMPOK 7
Polusi udara akibat dari peningkatan penggunaan jumlah kendaraan bermotor yang
mengeluarkan gas-gas berbahaya akan sangat mendukung terjadinya pencemaran udara dan
salah satu akibatnya adalah adanya pemanasan global. Hingga saat ini lebih dari 70%
pencemaran udara diakibatkan oleh emisi kendaraan bermotor (Arifin, 2009). Peningkatan
jumlah mobil penumpang akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Di satu sisi
hal ini menunjukkan bahwa kualitas hidup masyarakat telah meningkat, namun di sisi lain
memperburuk pencemaran udara. Gas karbon monoksida (CO) dan gas hidrokarbon (HC)
merupakan parameter pencemaran udara nyata yang perlu diperhatikan, karena kedua gas
tersebut merupakan pencemar yang sangat berbahaya pada kendaraan bermotor dan pasti akan
mengganggu kesehatan manusia.
Aktivitas lalu lintas di jalan raya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun karena
pertumbuhan penduduk, pertumbuhan pendapatan, dan daya tarik kota yang pesat. Di
Indonesia, terutama di kota-kota besar, jumlah kendaraan bermotor yang terus meningkat
menyebabkan masalah yang cukup serius seperti kemacetan lalu lintas, peningkatan konsumsi
bahan bakar, dan memburuknya tingkat polusi udara akibat emisi gas buang. Berbagai cara telah
dilakukan untuk menanggulangi masalah ini karena udara adalah sumber daya alam yang
memiliki peran penting bagi kehidupan. Namun, seiring penerapan work from home (WFH)
akibat pandemi COVID-19 yang sedang melanda, langit di ibu kota kini biru bersih. Menurut
Dinas Lingkungan Hidup Jakarta, terjadi penurunan polutan PM 2,5. Guna mempertahankan
penurunan polutan ini, dapat dilakukan analisis senyawa polusi pada udara. Terkait dengan
upaya penentuan tingkat pencemaran udara, telah banyak dikembangkan penelitian-penelitian
untuk menetapkan kadar komponen pencemar udara dengan berbagai metode (BLH Provinsi
Bali, 2011; Sugiarta, 2008; Rensburg, 2007; Azari, et al., 2008).
Kromatografi gas adalah metode kromatografi pertama yang dikembangkan pada zaman
instrumen dan elektronika. Kromatografi gas adalah teknik spektroskopi yang menggunakan
prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi penyusunnya,
2
sedangkan spektrometri massa adalah metode untuk memperoleh berat molekul dengan
mencari rasio massa terhadap muatan ion. Muatan ditentukan dengan mengukur jari-jari orbit
melingkar di medan magnet.
Kromatografi gas, adalah metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan campuran
yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam, mulai dari beberapa detik untuk campuran
yang sederhana sampai berjam-jam untuk campuran yang mengandung 500-1000 komponen,
namun relatif cepat. Metode ini sangat baik untuk analisis senyawa organik yang mudah
menguap seperti hidrokarbon dan eter. Efisiensi pemisahan ditentukan dengan besarnya
interaksi antara sampel dan cairan, dengan menggunakan fase cair standar yang diketahui
efektif untuk berbagai senyawa. Terkait dengan permasalahan tersebut, maka akan dilakukan
pengembangan metode kromatografi gas tanpa dipasangkan dengan sistem lain yang komplek
yang spesifik dan presisi, dengan pengerjaannya yang sederhana, biaya operasional yang lebih
murah untuk menganalisis senyawa-senyawa polutan yang ada di udara.
Tujuan dari pembahasan ini adalah agar penulis dapat menjelaskan prinsip metode
analisis dari kromatografi gas dan pengaplikasiannya yaitu pada menganalisis senyawa polusi
pada udara.
3
BAB II
ISI
PERTANYAAN A
Polusi udara merupakan masuknya zat partikel asing dalam bentuk zat kimia maupun
materi biologis ke atmosfer yang berbahaya pada manusia dan organisme hidup lainnya, serta
menyebabkan kerusakan pada lingkungan alam. Polusi udara ini berdasarkan urutan asal-
muasalnya dapat dibagi menjadi 2 yakni polutan primer dan polutan sekunder.
Polutan primer
Polutan primer merupakan polutan yang langsung disebarkan dan bukan merupakan hasil reaksi
antara senyawa kimia poluten lainnya. Poluten primer terbentuk melalui berbagai jenis proses
seperti letusan gunung berapi, gas karbon monoksida (CO) dari buangan kendaraan bermotor,
atau sulfur dioksida (SO2) dari pabrik.
Secara garis besar, komponen polusi yang bersifat primer ini berupa SO2, NOx, CO, CO2 dan VOC
(Volatile Organic Compound). Dalam hal ini SO 2, NOx dan VOC memiliki peran penting dalam
pembentukan polutan sekunder melalui proses pembentukan ozon permukaan (ground-layer
ozone).
Dihasilkan oleh gunung berapi secara alamiah dan dari beberapa proses industri
seperti industri metalurgi, kertas, dan asam sulfat. Selain itu, batu bara dan minyak bumi
sering mengandung senyawa-senyawa sulfur, sehingga pembakaran kedua senyawa
tersebut akan menghasilkan SO2 sebagai produk sampingan. Beberapa akibat yang
merugikan diantaranya adalah penyakit organ pernafasan, kerusakan
tumbuhtumbuhan, dan korosi. Selain itu SOx dan NOx dapat bereaksi antara satu sama
4
lain untuk menghasilkan hujan asam yang bersifat berbahaya bagi kesehatan dan
lingkungan
NOx adalah nama yang diberikan untuk dari campuran antara NO dan NO 2. Ada 3
proses pembentukan NOX, yaitu Fuel NO, Thermal NO dan Prompt NO. Ketiga
pembentukan ini berkontribusi penting dalam pembentukan NOx. Pada Fuel NO secara
umum, Pembakaran batu bara berkontribusi lebih besar dalam memproduksi NO
dibanding bahan bakar lain.
Thermal NOx terbentuk ketika nitrogen dan oksigen dalam udara pada proses
pembakaran bergabung satu sama lain pada suhu tinggi dalam nyala api. Proses ini
disebut dengan Zeldovich mechanism. NOx thermal membentuk sebagian besar NO x
yang dihasilkan selama pembakaran gas dan minyak. Laju pembentukan NO x umumnya
meningkat secara signifikan di atas suhu nyala 2.800°F.
Fuel NOx
Fuel NOx terbentuk dari reaksi ikatan nitrogen di bahan bakar (bukan di udara)
dengan oksigen di udara pada reaksi pembakaran. Proses pembentukan ini jarang
menjadi masalah dengan bahan bakar bensin atau minyak, tetapi pada minyak yang
mengandung nitrogen terikat dengan komposisi yang besar pada bahan bakar, NOx Fuel
dapat mencapai hingga 50% dari total emisi NO x.
Prompt NOx
5
Sumber ketiga dan umumnya kurang penting dari pembentukan NO x adalah
Prompt NOx. Proses ini terbentuk dari reaksi cepat antara nitrogen di udara/atmosfer
dengan radikal hidrokarbon yang seringkali terbentuk jika pembakaran tidak sempurna.
Prompt NOx umumnya kecil dibandingkan dengan jumlah keseluruhan NO x yang
dihasilkan dari pembakaran. Namun, karena emisi NO x harus dikurangi hingga batas
yang sangat rendah, kontribusi sumber tetap harus diperhitungkan.
Komposisi campuran NOx didominasi oleh Nitrogen dioksida (NO 2). NO2
dihasilkan oleh pembakaran pada temperatur tinggi, yang. Gas dengan warna merah
coklat ini bersifat racun yang mempunyai karakteristik bau yang tajam dan menyengat.
Beberapa sumber gas NO2 adalah industri asam HNO3, pupuk, dan bahan peledak.
Beberapa akibat yang merugikan diantaranya adalah penyakit organ pernafasan,
kerusakan tumbuh-tumbuhan, dan korosi.
VOC merupakan polutan udara yang esensial, yang dapat dikategorikan sebagai
metana (CH4) dan nonmetana. Metana adalah gas ‘greenhouse’ yang sangat efisien
yang membentuk smog dan berkontribusi terhadap peningkatan pemanasan global
(global warming). Gas hidrokarbon lainnya juga merupakan gas ‘greenhouse’ melalui
peran mereka dalam menciptakan ozon .Pada kelompok nonmetana, senyawa aromatik
seperti benzen, toluen, dan xylen dicurigai bersifat karsinogen dan menyebabkan
leukimia kalau terpapar dalam jangka panjang.
Polutan sekunder
Polutan sekunder tidak muncul secara langsung, melainkan terbentuk di udara ketika
polutan primer bereaksi atau berinteraksi antara satu sama lain dengan bantuan sinar matahari.
Proses pembentukan ini disebut reaksi photochemical smog formation.
6
Gambar 2. Mekanisme Pembentukan Ground-layer Ozone
Polutan Sekunder sangat dipengaruhi oleh polutan primer karena komponen seperti
pada SO2, NOx dan VOC memiliki peran penting dalam pembentukan Ozon. Ozon yang telah
terbentuk merupakan oksidator terkuat dan berpengaruh terhadap kesehatan yaitu merusak sel
saluran pernapasan.
Beberapa polutan primer sebagai hasil kegiatan manusia salah satunya dapat berbentuk
gas. Pada polutan primer dalam bentuk gas meliputi oksida sulfur, oksida nitrogen, karbon
monoksida, karbon dioksida, klor, hydrogen sulfide, ammonia, dan senyawa VOC (Volatile
Organic Compound).
Untuk daerah Jakarta selain polutan primer dan sekunder meliputi SO2, NOx, CO, CO2
dan ozon, terdapat zat-zat kimia yang terdapat di udara yang bertindak sebagai pencemar, yaitu
salah satu komponen pada PAH atau polycyclic Aromatic Hidrocarbon. Polycyclic Aromatic
hydrocarbons merupakan senyawa organik yang berpotensi menjadi pencemar di lingkungan
7
baik di udara, air, sedimen maupun tanah karena senyawa ini merupakan hasil dari proses
pembakaran tidak sempurna dan atau proses tekanan tinggi.
a. Anthracene
8
b. Phenanthrene dan Fluoroanthrene
Fenantrena merupakan salah satu dari PAH atau Polycyclic Aromatic
Hydrocarbon yang terdiri dari tiga gabungan cincin benzena. Nama phenanthrene berasal
dari gabungan kata fenil (Phenyl) dan antracena (anthracene) .Senyawa ini bisa
ditemukan di tar tembakau dalam bentuk murni. Apabila terkena senyawa ini dapat
menyebabkan iritasi kulit , batuk, dispnea pernapasan, bronkhitis, dan iritasi saluran
pernapasan karena emisi yang dihasilkan dari pembakarannya.Tak hanya itu apabila
terhirup phenanthrene dapat mengakibatkan mati lemas.
a) b)
c. Pyrene
Pyrene merupaka salah satu PAH yang dihasilkan dari pembakaran yang tidak
sempurna. Pyrene dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk bahan plastik, pewarna
dan pestisida. Pyrene dapat membahayakan tubuh manusia karena saat memasuki tubuh
pyrene akan menyerang jaringan lemak dan organ tubuh seperti ginjal dan hati.
3. Jelaskan korelasi kualitas udara dengan kesehatan terutama dengan adanya pandemi COVID-
19?
9
Kualitas udara dapat ditentukan dengan ISPU, yaitu indeks yang digunakan untuk
menggambarkan mutu udara ambien suatu wilayah yang didasarkan kepada dampak terhadap
kesehatan manusia, nilai estetika, dan makhluk hidup lainnya. Dimana kategori udara baik
berada pada rentang 0-50, kategori sedang berada pada rentang 51-100, kategori tidak sehat di
rentang 101-199, kategori sangat tidak sehat di rentang 200-299, dan kategori berbahaya di
rentang 300-lebih
Berbagai penyakit yang dapat ditimbulkan polusi udara yaitu ISPA, kardiovaskuler,
pneumonia, serangan jantung, dan bronchopneumonia. Sebuah penelitian telah menghasilkan
suatu hubungan mengejutkan, dimana sekitar 15% kematian di seluruh dunia akibat Covid-19
dapat dikatkan dengan paparan terhadap polusi udara. Dapat ditarik korelasi dimana semakin
buruk kualitas udara, maka semakin besar kemungkinan kematian penderita Covid-19. Polusi
udara dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh. Sehingga semakin tinggi polusi udara,
semakin buruk sistem kekebalan tubuh dan makin mudah berbagai penyakit masuk ke dalam
tubuh, termasuk Covid-19. Jika sudah terpapar Covid-19 dan penderita memiliki penyakit
bawaan lainnya, maka akan semakin tinggi kemungkinan kematian penderita.
Tingkat yang lebih tinggi dari materi partikulat halus atau PM 2.5, dikaitkan dengan
tingkat kematian yang lebih tinggi dari Covid-19. Bo Pieter Johannes Andree berdiskusi kertas
kerjanya untuk Bank Dunia yang menyelidiki hubungan antara PM 2.5 dan Covid-19 di Belanda
dengan temuan yang mengejutkan. Kasus Covid-19 yang diperkirakan meningkat hampir 100
persen ketika konsentrasi polusi meningkat sebesar 20 persen.
4. Bagaimana langkah-langkah yang menurut anda paling efektif untuk mengurangi polusi udara
Mengacu pada hasil analisa soal-soal sebelumnya, ditemukan bahwa emisi di daerah
provinsi D.K.I Jakarta secara mayoritas merupakan hasil buangan pembakaran kendaraan
bermotor, diikuti dengan Kawasan Industri dan Pelabuhan di sekitar area Jakarta Utara dan
Barat (Pulogadung dan Sunter). Selain itu, hasil emisi buang dari pembangkit listrik bertenaga
10
uap (PLTU) di sekitar DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat seperti PLTU Suralaya Unit 1-8, Lontar
1-3, Labuan, dan Merak.
Di Indonesia sendiri, bahan bakar yang digunakan secara komersil sudah melewati
proses desulfurisasi, sehingga dampak emisi sulfur oksida dari pembakaran kendaran bermotor.
Pengurangan emisi NOX dan CO dapat dikurangi dengan menggunakan kendaraan bermotor
yang lebih efisien dalam pembakarannya, dimana reaksi thermal NOX lebih mudah terjadi pada
pembakaran tidak sempurna.
Emisi polutan hasil pembakaran pada pembangkit listrik di Indonesia, terutama di pulau
Jawa telah melakukan instalasi unit penyaring flue gas, seperti Selective Catalytic Reductor
(SCR), Electrostatic Precipitator (ESP) dan Flue-gas Desulfurizer (FGD), masing-masing untuk
mengurangi emisi NOx, abu CO2 dan CO, dan SO2. Walaupun begitu, monitorisasi akan bekerjanya
peralatan penangkap emisi ini perlua dilakukan secara berkala agar menghindari pembentukan
emisi yang tidak diingingkan. Selain itu aplikasi peralatan scrubber dan penyaring flue-gas diatas
perlu juga untuk diimplementasikan pada industri-indsutri di area Jakarta Utara dan Barat.
PERTANYAAN B
5. Parameter-parameter/faktor-faktor apa saja yang harus anda ketahui dalam metode GC?
a. Peak Resolution
t r 2−t r 1
R=
1/2( w1 +w2 )
Dengan keterangan tr adalah waktu retensi, w adalah lebar peak. Jika R = 1,5
kedua zat terlarut dapat dikatakan terpisah dengan sempurna dan hanya terjadi 0,3 %
tumpang tindih antara kedua pita elusi. Jika R = 1,0 pemisahan memadai dan tumpang
tindih pita 2%. Jika R kurang dari 1 maka tumpang tindihnya makin parah
b. Efisiensi Kolom
11
Efisiensi kolom ditentukan oleh jumlah piringan pada kolom di dalam
kromatigrafi gas dimana untuk menentukan jumlah piringan dalam kolom dapat
menggunakan persamaan sebagai berikut :
2
t
N=16 r
w ( )
Dengan keterangan tr adalah waktu retensi, w adalah lebar peak. Pada efisiensi
kolom ini dapat dikatakan bahwa semakin besar nilai N atau jumlah piringan dalam
kolom kromatografi gas, semakin baik kemampuan pemisahannya suatu senyawa.
c. Panjang Kolom
Panjang kolom sangat berpengaruh dalam pemisahan pada kromatografi gas
dimana semakin panjang kolom kromatografi gas, semakin panjang jarak lintasan yang
harus dilalui oleh komponen sampel sehingga waktu retensi makin lama. Semakin cepat
laju alir gas pembawa maka waktu retensinya akan makin cepat pula. Panjang kolom
memiliki hubungan yaitu perbandingan antara panjang kolom dengan jumlah rata-rata
piringan yang dapat menentukan tinggi piringan pada kromatografi gas. Oleh karena
itu, didapatkan persamaan sebagai berikut,
d. Temperatur
Kenaikan temperature menyebabkan menurunnya nilai koef. Distribusi (K).
Menurunkan k berarti menurunkan waktu retensi dan volume retensi. Dengan
menurunnya temperature, pemisahan berlangsung semakin lama
e. Volatilitas Senyawa
Senyawa dengan titik didih rendah akan lewat lebih cepat daaripada senyawa
yang titik didihnya tinggi
f. Polaritas Senyawa
12
Senyawa polar bergerak lebih lambat, terutama bila kolom bersifat polar.
Karena senyawa polar bergerak lebih lambat akan memengaruhi waktu retensi yang
dideteksi oleh kromatografi gas.
7. Bagaimana cara menganalisis adanya retena dalam sampel udara menggunakan GC dan
MS? Informasi apa saja yang anda peroleh dari kedua teknik ini yang digabung dalam instru
men GC/MS?
Analisis yang digunakan dalam penentuan suatu senyawa dalam sampel udara dengan
menggunakan metode kromatografi gas terdapat analisis kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan
analisis secara kualitatif dilakukan untuk perbandingan data waktu retensi yang tidak diketahui
dengan data yang diketahui, dan untuk mendapatkan akurasi hasil yang cukup dapat
menggabungkan alat kromatografi gas dengan spektroskopi massa. Selanjutnya untuk analisis
kuantitatif dapat digunakan untuk menentukan kadar suatu senyawa dari sebuah sampel
13
dimana dengan melakukan perhitungan luas puncak yang dihasilkan pada kromatogram
terhadap kurva larutan standar.
Kromatogram merupakan sebuah grafik yang menggambarkan waktu terdeteksi suatu senyawa
pada sampel. Untuk menentukan konsentrasi dari suatu senyawa pada sampel dapat dihitung
dengan perhitungan luas grafik tiap komponen dan semakin tinggi peak atau puncak dari
kromatogram maka konsentrasi suatu senyawa pada sampel cukup banyak.
Pada masing-masing alat kromatografi gas dan spektroskopi massa, informasi yang didapatkan
dari hasil spektra adalah berupa waktu retensi tiap senyawa pada kromatografi gas dan massa
molekul relative dari senyawa untuk spektra spektroskopi massa. Tahapan yang harus dilakukan
dalam menggunakan instrument ini adalah sebagai berikut :
1. Preparasi Sampel
2. Derivatisation
3. Injeksi
4. Separation
5. MS Detektro
6. Scanning
8. Jelaskan mengapa retention time retene lebih besar dibandingkan pyrene dan anthracene?
Waktu yang diperlukan untuk munculnya puncak zat terlarut di detektor kolom
kromatografi setelah injeksi sampel. Waktu ini diukur berdasarkan waktu dari saat sampel
diinjeksikan pada titik dimana tampilan berada pada tinggi puncak maksimum untuk senyawa
14
itu. Faktor yang memengaruhi besar waktu retention time pada tiap senyawa adalah perbedaan
ukuran molekul dari masing-masing zat dan massa molekul relatif dari zat yang diujikan. Pada
zat retene memiliki massa molekul relatif sebesar 234,33 g/mol sedangkan pada zat pyrene
memiliki massa molekul relatif sebesar 202,25 g/mol dan massa molekul relatif pada zat
anthracene sebesar 178,23 g/mol. Dari data tersebut menyatakan bahwa retene memiliki massa
molar lebih besar daripada zat lain sehingga semakin besar massa molar, retena terikat kuat
pada fasa diam sehingga waktu retensi lebih lama.
Selain itu faktor–faktor lain yang memengaruhi besar waktu retensi suatu senyawa berpengaruh
kepada titik didih suatu senyawa, kelarutan dalam fase cair, dan temperatur dalam kolom pada
GC.
9. Berikan contoh perhitungan dengan metode GC yang melibatkan parameter penting: Resolusi
kolom, jumlah piringan rata-rata, tinggi piringan, penentuan konsentrasi sampel, perubahan
panjang kolom, dan waktu elusi pada resolusi (Rs) = 1,5
Untuk contoh soal perhitungan dengan metode GC , soal yang kami gunakan sebagai berikut :
Zat Retene dan Pyrene memiliki waktu retensi masing-masing 22,58 dan 20,5 menit, pada
kolom 30,0 cm. Spesies yang tidak dtahan saat melewati kolom dalam 1,30 menit. Lebar puncak
(pada alas) untuk Retene dan Pyrene masing-masing adalah 1,11 dan 1,21 menit. Dari
pernyataan ini dapat menghitung
(a) resolusi kolom,
(b) jumlah rata-rata piringan dalam kolom,
(c) tinggi piringan,
(d) panjang kolom yang diperlukan untuk mencapai resolusi 1,5,
(e) waktu yang diperlukan untuk elusi zat B pada kolom yang memberikan nilai Rs 1,5.
15
Dimana tR merupakan retention time masing masing zat retene dan pyrena, dan WR
merupakan lebar puncak pada alas zat retena dan Wp merupakan lebar puncak pada alas zat
pyrena.
Diketahui :
tRr = 22,58 menit
tRp = 20,5 menit
Wr= 1,11
Wp = 1,21
Rs
Rs
Maka, Rs = 1,79
Kemudian dapat mencari jumlah rata-rata piringan kolom pada masing masing zat :
Nr = 16 ¿
Np = 16 ¿
16
dimana didapatkan hasi N pada pyrena sebesar 4592,5
Dari hasil jumlah piringan masing-masing zat dapat dirata-ratakan dengan rata-rata
jumlah piringan sebesar 5606,7.
c. Tinggi piringan
untuk menentukan tinggi piringan pada kromatografi gas dapat menggunakan persamaan :
dengan , maka
Selanjutnya , dari perhitungan jumlah piringan kolom dapat menentukan nilai panjang kolom
dari persamaan
17
dimana, panjang kolom yaitu dengan H sebesar 30 cm. Sehingga dapat
memperoleh nilai panjang kolom yaitu 21 cm
e. Waktu yang diperlukan untuk elusi zat pyrena pada kolom yang memberikan nilai Rs 1,5.
Untuk menentukan waktu yang diperlukan untuk elusi zat pyrena pada kolom, waktu retensi
memiliki hubungan berbanding lurus dengan kuadrat dari resolusi kolom dengan persamaan ,
dimana ,
Sehingga diperoleh waktu zat pyrene pada resolusi kolom 1,5 sebesar
18
BAB III
KESIMPULAN
Makalah ini mempelajari keberadaan dan metode pendeteksian polusi yang ada di
sekitar provinsi DKI Jakarta. Mengacu pada proses pembentukan polusi, dimana polusi
berdasarkan sumbernya dibagi menjadi poluten primer dan sekunder, proses pendeteksian
difokuskan terhadap poluten primer sebagai bahan baku terbentuknya poluten sekunder
(Ozone, O3).
GC atau Gas Chromatography digunakan untuk mendeteksi keberadaan VOC atau
Volatile Organic Compound. GC merupakan suatu instrumen analisa kuantitaif dan kualitatif
yang dapat digunakan untuk menganalisa senyawa organik volatil dan gas berdasarkan titik didh
dari masing-masing komponen senyawa pada campuran sampel. Dalam hal ini, Volatile Organic
Compound merupakan bahan esensial dalam pembentukan polutan sekunder. Selain itu, VOC
dalm bentuk uap dan aerosol pada umumnya bersifat iritan pada kesehatan sel pernafasan
manusia. Hal ini menjadi fokus penting di masa pandemi kesehetana COVID-19, dimana faktor
kesehatan saluran pernafasan telah dibuktikan menjadi hal yang penting dalam menentukan
angka kematian. Perhitungan untuk analisa kuantitatif dan kualitatif dilakukan berdasarkan hasil
data GC melihat intensitas sinyal dan waktu retention time yang muncul untuk data tersebut.
Hasil analisa studi menunjukkan bahwa secara umum polusi di Jakarta terbentuk dari
hasil pembakaran pada mesin kendaraan bermotor. Tingginya penggunaan kendaraabermotor
seperti motor, bus dan mobil menyebabkan tingginya polusi primer yang terbentuk. Selain itu
tingginya umur kendaraan umum yang ada di Jakarta memiliki peran penting, terutama karena
faktor usia menyebabkan tingginya pembakaran yang bersifat tidak sempurna, meningkatkan
produksi NOx dan CO yang bersifat berbahaya pada tubuh manusia.
Selain kontribusi dari kendaraan bermotor, perlu juga dilihat dampak dari industri dan
pembangkit listrik tenaga uap di sekitar DKI Jakarta. Meskipun penggunaan scrubber dan filter
flue gassudah di implementasikan untuk pembangkit listrik, perlu adanya penegasan lebih kuat
untuk instalasi pada unit industri di sekitar DKI Jakarta
19
DAFTAR PUSTAKA
Birnbaum, R., et al. National air quality and emissions trends report, 1997. No. PB-99-
143059/XAB; EPA-454/R-98/016. Environmental Protection Agency, Emissions,
Monitoring, and Analysis Div., Research Triangle Park, NC (United States), 1998.
D. A. Skoog, et.al., Fundamentals of Analytical Chemistry 9th., Cengage Learning, Inc., 2013.
Haagen-Smit, Arie J., and M. M. Fox. "Photochemical ozone formation with hydrocarbons and
automobile exhaust." Air Repair 4.3 (1954): 105-136.
Ismiyati, Marlita, D. and Saidah, D., 2014. Pencemaran Udara Akibat Emisi Gas Buang Kendaraan
Bermotor. Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik, 1(3).
Kurniawan, A., 2017. PENGUKURAN PARAMETER KUALITAS UDARA (CO, NO2 , SO2 , O3 DAN
PM10) DI BUKIT KOTOTABANG BERBASIS ISPU. Jurnal TeknoSains, 7(1).
Ratnaningsih, D., Wahyudi, H., Hamonangan Panjaitan, E. and Situmorang, J., 2014. IDENTIFIKASI
AWAL POLYAROMATIC HYDROCARBONS (PAHs) DI UDARA AMBIEN SERPONG-
JAKARTA. Jurnal Ecolab, 8(1).
Wahyudi, J., 2019. EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI PEMBAKARAN TERBUKA SAMPAH
RUMAH TANGGA MENGGUNAKAN MODEL IPCC. Jurnal Litban, XV(1).
Zhang, Juwei, et al. "Improvement of NOx formation model for pulverized coal combustion by
increasing oxidation rate of HCN." Fuel 113 (2013): 697-706.
20
Comtox.epa.gov.2020.[online]Availableat:
<https://comptox.epa.gov/dashboard/dsstoxdb/results?search=DTXSID3024104> [Accessed
23 December 2020].
21