Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH TAFSIR QUR’AN

SURAT AL-LAIL

NAMA : ZAKI HASEMI RAFSANJANI


ILMU TAFSIR HADITS
STIQ ARRAHMAN
SEMESTER 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Manusia tidak dapat melepaskan diri dari waktu dan tempat. Mereka mengenal masa lalu,
kini dan masa depan. Kesadaran manusia tentang waktu berhubungan dengan bulan dan
matahari dari segi perjalanannya (malam saat terbenam dan siang saat terbit).1
Memanfaatkan waktu merupakan amanat Allah kepada makhlukn-Nya. Bahkan, manusia
dituntut untuk mengisi waktu dengan berbagai amal dan mempergunakan potensinya,
karena manusia diturunkan ke dunia ini adalah untuk beramal. Agama melarang
mempergunakan waktu dengan main-main atau mengabaikan yang lebih penting.
Nampaknya antara waktu dan amal tidak dapat dipisahkan. Waktu adalah untuk beramal
dan beramal adalah untuk mengisi waktu. Amal akan berguna bila dilaksanakan sesuai
dengan waktunya, sebaliknya waktu akan bermakna bila diisi dengan amal.2 Sekarang ini,
banyak ditemui orang yang suka menyalahkan waktu atau setidaknya
mengkambinghitamkan waktu ketika mengalami kegagalan. Islam sebenarnya tidak pernah
mengenal waktu sial atau waktu untung. Sial dan untung sangan ditentukan oleh baik dan
tidaknya usaha seseorang, karena waktu bersifat
netral dan waktutidak pernah berpihak pada siapapun.3 Demikian besar peranan watu
sehingga Allah SWT berkali-kali bersumpah dengan menggunakan kata yang menunjukkan
waktu-waktu tertentu seperti Wa al-layl (demi malam), Wa al-Nahar (demi waktu siang),
Wa al-Shubh (demi waktu subuh), Wa al-Fajr (demi waktu fajar) dan lain-lain, untuk
menegaskan pentingnya waktu dan kegunaannya.

“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di
waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka
dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.4 Allah memberikan pesan pada ayat
di atas bahwa dzikir setelah shalat dapat di lakukan dengan cara apapun dan bagaimanapun
keadaanya. Dalam keadaaan normal dilakukan dengan duduk, dalam keadaan gawat
dilakukan dengan keadaan yang memungkinkan, bahkan setiap saat diwaktu berdiri, waktu
duduk dan waktu berbaring. Kemudian, shalat apabila dalam keadaan normal.

Surah Al-Lail Ayat 1-21

َ ‫َو اللَّ ْي ِل إِ َذ ا َي ْغ‬


‫ش ٰى‬
1.  Demi malam apabila menutupi (cahaya siang),
‫ار إِ َذ ا َت َج لَّ ٰى‬ َّ ‫َو‬
ِ ‫الن َه‬
2.  dan siang apabila terang benderang,
‫الذ َك َر َو ا أْل ُ ْن َث ٰى‬
َّ ‫َو َم ا َخ لَ َق‬
3.  dan penciptaan laki-laki dan perempuan,
َ َ‫س ْع َي ُك ْم ل‬
‫شت‬ َ ‫إِ َّن‬
4.  sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.
‫َف أ َ َّم ا َم ْن أَ ْع َط ٰى َو َّات َق ٰى‬
5.  Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan
bertakwa,
‫ص دَّ َق ِب ْال ُح ْس َن ٰى‬
َ ‫َو‬
6.  dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga),
‫س ُر هُ لِ ْل ُي ْس َر ٰى‬ َ ‫َف‬
ِّ ‫س ُن َي‬
7.  maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.
ْ ‫َو أَ َّم ا َم ْن َب ِخ ل َ َو‬
‫اس َت ْغ َن ٰى‬
8.  Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup ,
‫َو َك َّذ َب ِب ْال ُح ْس َن ٰى‬
9.  serta mendustakan pahala yang terbaik,
‫س ُر هُ لِ ْل ُع ْس َر ٰى‬ َ ‫َف‬
ِّ ‫س ُن َي‬
10.    maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.
‫َو َم ا ُي ْغ نِ ي َع ْن ُه َم الُ ُه إِ َذ ا َت َر َّد ٰى‬
11.    Dan hartanya tidak bermanfa'at baginya apabila ia telah binasa.
‫إِ َّن َع لَ ْي َن ا لَ ْل ُه دَ ٰى‬
12.    Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberi petunjuk,
‫َو إِ َّن لَ َن ا لَ آْل ِخ َر َة َو ا أْل ُ ولَ ٰى‬
13. dan sesungguhnya kepunyaan Kamilah akhirat dan dunia.
ً ‫َف أ َ ْن َذ ْر ُت ُك ْم َن‬
‫ار ا َت لَ َّظ ٰى‬
14. Maka Kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-
nyala.
ْ َ ‫ص اَل َه ا إِ اَّل ا أْل‬
‫ش َق ى‬ ْ ‫اَل َي‬
15. Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka,
‫الَّ ِذ ي َك َّذ َب َو َت َو لَّ ٰى‬
16. yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman).
‫س ُي َج َّن ُب َه ا ا أْل َ ْت َق ى‬
َ ‫َو‬
17. Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu,
‫الَّ ِذ ي ُي ْؤ تِ ي َم الَ ُه َي َت َز َّك ٰى‬
18. yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya,
‫َو َم ا أِل َ َح ٍد ِع ْن دَ هُ ِم ْن نِ ْع َم ٍة ُت ْج َز ٰى‬
19. padahal tidak ada seorangpun memberikan suatu ni'mat kepadanya
yang harus 
‫اء َو ْج ِه َر ِّب ِه ا أْل َ ْع لَ ٰى‬
َ ‫إِ اَّل ْاب تِ َغ‬
20. tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan
Tuhannya  Yang Maha Tinggi.
‫ض ٰى‬
َ ‫ف َي ْر‬ َ َ‫َو ل‬
َ ‫س ْو‬
21. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.
Asbabun Nuzul Surah Al-Lail
1. demi malam apabila menutupi (cahaya siang), 2. dan siang apabila terang benderang, 3.
dan penciptaan laki-laki dan perempuan,4. Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-
beda. 5. Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, 6. dan
membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), 7. Maka Kami kelak akan menyiapkan
baginya jalan yang mudah. 8. dan Adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya
cukup*  9. serta mendustakan pahala terbaik, 10. Maka kelak Kami akan menyiapkan
baginya (jalan) yang sukar. 11. dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah
binasa.  12. Sesungguhnya kewajiban kamilah memberi petunjuk, 13. dan Sesungguhnya
kepunyaan kamilah akhirat dan dunia. 14. Maka, Kami memperingatkan kamu dengan
neraka yang menyala-nyala.  15. tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang
paling celaka, 16. yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman). 17. dan kelak
akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, 18. yang menafkahkan hartanya (di
jalan Allah) untuk membersihkannya, 19. Padahal tidak ada seseorangpun memberikan
suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, 20. tetapi (dia memberikan itu semata-mata)
karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha tinggi. 21. dan kelak Dia benar-benar
mendapat kepuasan.” (al-Lail: 1-21)
*  Yang dimaksud dengan merasa dirinya cukup ialah tidak memerlukan lagi pertolongan
Allah dan tidak bertakwa kepada-Nya.
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa seorang pemilik pohon kurma mempunyai
pohon yang mayangnya menjulur ke rumah tetanganya, seorang fakir yang banyak anak.
Setiap kali pemilik kurma itu memetik buahnya, ia memetiknya dari rumah tetangganya
itu. Apabila ada kurma yang jatuh dan dipungut oleh anak-anak orang fakir itu, ia segera
turun dan merampasnya dari tangan anak-anak itu, bahkan yang sudah masuk mulut
mereka pun dipaksanya keluar.
Orang fakir itu mengadukan halnya kepada Nabi saw. Beliau berjanji akan
menyelesaikannya. Kemudian Rasulullah saw bertemu dengan pemilik kurma itu dan
bersabda: “Berikan kepadaku pohon kurma yang mayangnya menjulur ke rumah si anu.
Sebagai gantinya kamu akan mendapat pohon kurma di surge.” Si pemilik pohon kurma
berkata: “Hanya sekian tawaran tuan? Aku mempunyai banyak pohon kurma, dan pohon
kurma yang diminta itu yang paling baik buahnya.” Lalu si pemilik pohon kurma itu pun
pergi.
Pembicaraan si pemilik pohon kurma dengan Nabi saw itu terdengan oleh seorang
dermawan, yang langsung menghadap Rasulullah saw dan berkata: “Seandainya pohon itu
menjadi milikku, apakah tawaran tuan itu berlaku juga bagiku?” Rasulullah saw
menjawab : “Ya.” Maka pergilah orang itu menemui pemilik pohon kurma. Si pemilik
pohon kurma berkata: “Apakah engkau tau bahwa Muhammad saw menjanjikan pohon
kurma di surge sebagai ganti pohon kurma yang mayangnya menjulur ke rumah
tetanggaku ? Aku telah mencatat tawaran beliau. Akan tetapi buah pohon kurma itu
sangat mengagumkan. Aku banyak mempunyai pohon kurma, tetapi tidak ada satu pohon
pun yang selebat itu.” Orang dermawan itu berkata: “Apakah engkau mau menjualnya?”
Ia menjawab : “Tidak, kecuali apabila ada orang yang sanggup memenuhi keinginanku,
akan tetapi pasti tidak aka nada yang sanggup.” Orang dermawan itu berkata lagi:
“Berapa yang engkau inginkan?” Ia berkata : “Aku ingin empat puluh pohon kurma.”
Orang dermawan itu terdiam, kemudian berkata lagi : “Engkau minta yang bukan-bukan.
Tapi baiklah aku berikan empat puluh pohon kurma padamu, dan aku minta saksi jika
engkau benar-benar mau menukarnya.” Iapun memanggil sahabat-sahabatnya untuk
menyaksikan penukaran itu.
Orang dermawan itu menghadap Rasulullah saw dan berkata: “Ya Rasulullah, pohon
kurma itu telah menjadi milikku. Aku akan menyerahkannya kepada tuan.” Maka
berangkatlah Rasulullah saw menemui pemilik rumah yang fakir itu dan bersabda:
“Ambillah pohon kurma itu untukmu dan keluargamu.” Maka turunlah ayat ini (al-Lail
ayat 1- akhir ayat) yang membedakan kedudukan dan kesudahan orang bakhil dengan
orang dermawan.
 (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dll, dari al-Hakam bin Abban, dari ‘Ikrimah, yang
bersumber dari ‘Ibnu ‘Abbas. Menurut Ibnu Katsir, hadits ini gharib.)

Penjelasan Kandungan Surah Al-Lail

Dengan dimulainya sumpah Allah yang menggunakan pasangan waktu siang dan
malam yang kemudian diikuti dengan sumpah menggunakan penciptaan laki-laki dan
perempuan, lalu menjelaskan perbedaan perbuatan dan usaha manusia,
mengindikasikan seolah manusia baik laki-laki atau perempuan siang atau malam
selalu berusaha dan bekerja untuk menyambung hidup di dunia dan sebagian sadar
juga meneruskannya untuk persiapan hidup di akhirat.
    Surat Al-Lail ini menjelaskan bahwa usaha manusia itu berbeda-beda, karena itu
balasannya berbeda-beda pula; orang yang suka berderma, bertakwa dan
membenarkan adanya yang baik, dimudahkan Allah baginya melakukan kebaikan
yang membawa kepada kebahagiaan di akhirat, tetapi orang yang dimudahkan Allah
baginya melakukan kejahatan-kejahatan yang membawa kepada kesengsaraan di
akhirat, harta benda tidak akan akan memberi manfaat kepadanya; orang yang bakhil
merasa dirinya cukup dan mendustakan adanya pahala yang baik.

  Sebelum Allah mempermudah jalan kebahagiaan, maka seseorang terlebih dahulu


diisyaratkan untuk melakukan sesuatu dengan syarat pengamalan manusia untuk
memberi dan bertakwa serta membenarkan adanya yang terbaik. Kalau ini
dilakukan, maka Insya’ Allah kemudahan yang dijanjikan akan diperoleh.
     Segala yang berkaitan dengan kehidupan dunia adalah milik Allah SWT.
Demikian juga dengan kehidupan akhirat. Allah SWT yang mengendalikan keduanya
melalui hukum-hukum yang ditetapkan-Nya berlaku pada masing-masing alam dunia
dan akhirat.
     Surat ini membicarakan perbuatan dan amal manusia yang bermacam-macam.
Perbedaan amal tersebut memiliki konsekuensi yang berbeda pula, yaitu
kebahagiaan dan kesengsaraan. Pada akhirnya semua bermuara pada ridha Allah
yang dibalas dengan surga-Nya atau kemurkaan Allah yang diturunkan melalui
neraka-Nya.

Anda mungkin juga menyukai