Anda di halaman 1dari 3

Kasus suap jaksa pinangki

Jaksa Pinangki Sirna Malasari adalah tersangka dalam kasus penyuapan uang 500.000 dolar
AS, sekitar Rp7,3 miliar dari buronan Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.
Jaksa Pinangki yang berusaha memulangkan Djoko Tjandra tanpa harus dipidana menjalani
sidang perdananya pada Rabu 23 September 2020 di Ruang Sidang Kusumahatmaja, Gedung
Pengadilan Tipikor Jakarta.
Di sana, terbongkar 'action plan' yang ditawarkan pada tersangka kasus Bank Bali itu.
Pada periode Juli 2020, beredar foto pertemuan antara jaksa dengan Djoko Tjandra. Jaksa
tersebut diduga adalah Pinangki yang pada saat itu diketahui menjabat sebagai Kepala Sub
Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.
Atas kasus ini, Jaksa Pinangki resmi dijatuhi sanksi disiplin dibebastugaskan dari jabatan
struktural, karena terbukti melanggar disiplin dan kode etik perilaku jaksa.
Pada tanggal 29 Juli 2020, Pinangki Sirna Malasari akhirnya dicopot dari jabatan sebagai
Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda
Pembinaan.

2. Kasus Dugaan Suap Ekspor Benih Lobster Menteri KKP Edhy Prabowo


Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo ditangkap KPK. Dia
ditangkap Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) bersama istri dan beberapa orang lainnya di
Bandara Soekarno-Hatta sepulang dari Amerika Serikat. Kasus yang menjeratnya terkait
ekspor benih lobster atau benur.
KPK menetapkan Edhy Prabowo sebagai tersangka pada 26 November 2020. Selain
Edhy, KPK juga menetapkan enam tersangka lainnya yang juga terseret dalam kasus ekspor
benih lobster atau benur.
Mereka yang ditetapkan tersangka penerima suap yakni Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri
KKP; Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP; Siswadi (SWD) selaku
Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK); Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP; dan
Amiril Mukminin selaku swasta. Sementara diduga sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan
Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).
KPK menduga, Edhy Prabowo menerima suap dengan total Rp10,2 miliar dan 100.000 dolar
AS dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy selaku Menteri Kelautan dan Perikanan
memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai
eksportir benih lobster atau benur.
3. Kasus Dugaan Suap Menteri Sosial Juliari Batubara
Pada 6 Desember 2020 lalu, KPK menetapkan Menteri Sosial (Mensos) Juliari
Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial Covid-19. KPK menduga
Juliari menerima uang Rp 8,2 miliar.
Dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Sabtu, 5 Desember di beberapa tempat di Jakarta,
petugas KPK mengamankan barang bukti uang dengan jumlah sekitar Rp14,5 miliar dalam
berbagai pecahan mata uang yaitu sekitar Rp11, 9 miliar, sekitar 171,085 dolar AS (setara
Rp2,420 miliar) dan sekitar 23.000 dolar Singapura (setara Rp243 juta).
tersangka yaitu sebagai tersangka penerima suap Menteri Sosial Juliari Peter Batubara,
Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono sedangkan tersangka pemberi adalah Ardian
IM (AIM) dan Harry Sidabuke (HS).
Firli mengatakan tersangka Ardian IM dan Harry Sidabuke telah menyiapkan uang
dugaan suap sebesar Rp14,5 miliar di sebuah apartemen daerah Jakarta dan Bandung sebelum
ditangkap KPK.
Uang Rp14,5 miliar tersebut disimpan di dalam tujuh koper, tiga ransel, serta amplop kecil.
Perkara ini menurut Firli diawali adanya pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa
paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun
dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode.
Diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para
rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS.
Program bansos sembako di Jabodetabek adalah salah satu dari 6 program perlindungan
sosial di Kementerian Sosial yang diselenggarakan pemerintah untuk mengatasi pandemi
Covid-19.
TOTAL KERUGIAN NEGARA PADA KASUS MANGKRAKNYA HAMBALANG
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Purnomo mengungkapkan, kerugian negara senilai
Rp 463,66 miliar dalam proyek Hambalang merupakan akibat dari gagalnya pelaksanaan
proyek yang semula sudah direncanakan tersebut. Kerugian negara terjadi akibat perbuatan
pihak-pihak tertentu yang dilakukan secara bersama-sama.

"Yang dikenal dengan total loss yaitu kerugian yang diakibatkan oleh para pihak yang
dilakukan bersama-sama yang dikenal pasal 55, 57. Jadi ini jumlahnya yang
mencapai Rp 463,66 miliar," kata Hadi dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan,
Jakarta, Rabu (4/9/2013).

Ketua KPK Abraham Samad mengungkapkan, hasil perhitungan kerugian negara ini
akan digunakan KPK sebagai bukti yang akurat untuk membuktikan adanya tindak
pidana korupsi yang merugikan keuangan negara dalam pengadaan proyek
Hambalang.

"Dengan ada laporan resmi BPK ke KPK, Insya Allah saya pastikan ini jadi bukti
sangat kongkrit, valid, akurat untuk membuktikan Hambalang terjadi tipikor dan
merugikan keuangan negara," ujar Abraham.
Dia juga mengungkapkan, dengan diterimanya hasil perhitungan kerugian negara ini,
KPK akan mempercepat penuntasan kasus Hambalang, termasuk penahanan
tersangka.

KPK menetapkan tiga tersangka atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang


merugikan keuangan negara dalam proyek Hambalang. Ketiganya adalah mantan
Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng, Kepala Biro Keuangan dan
Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar, serta mantan petinggi PT Adhi Karya
Teuku Bagus Muhammad Noor.

KPK juga menetapkan mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum
sebagai tersangka. Hanya saja, Anas dijerat dengan tuduhan yang berbeda, yakni
menerima pemberian hadiah atau janji terkait proyek Hambalang.

Anda mungkin juga menyukai