Anda di halaman 1dari 7

Konsep penanganan awal kegawatdaruratan maternal pada

pasca salin melalui pengkajian, diagnosis dan asuhan


kebidanan pada kasus; Hiperbilirubinemia

Disusun Oleh :
Nova Windarti (1915471043)
Tingkat 2 Reguler 1

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN METRO


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Modul Teori ini disusun untuk membantu dan memfasilitasi peserta didik dalam
mempelajari Konsep penanganan awal kegawatdaruratan maternal pada pasca salin. Salah
satu faktor yang menentukan keberhasilan sebuah pembelajaran di kelas adalah modul teori
oleh karena itu keberadaan dan pemberdayaan buku ini menjadi baguan yang penting

Modul teori ini terdiri dari tiga kegiatan pembelajaran dengan topik bahasan sebagai
berikut :
Kegiatan pembelajaran : Hiperbilirubinemia
Modul ini masih belum sempurna, oleh karena itu penyusun berharap agar para
pemakai modul ini dapat memberikan sumbangan saran untuk perbaikan modul ini. Semoga
modul ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Untuk itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai
pihak, semoga modul teori ini dapat bermanfaat.

Kota Metro, 2021

Penyusun

Konsep penanganan awal kegawatdaruratan maternal pada pasca salin


KEGIATAN : Hiperbilirubinemia

Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Hiperbilirubinemia?


2. Apa patofisiologi Hiperbilirubinemia?
3. Apa penyebab Hiperbilirubinemia?
4. Apa saja tanda dan gejala Hiperbilirubinemia?
5. Apa saja deteksi dini Hiperbilirubinemia?
6. Bagaimana cara penanganan awal Hiperbilirubinemia?

Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui apa pengertian dari Hiperbilirubinemia


2. Untuk mengetahui apa patofisiologi Hiperbilirubinemia
3. Untuk mengetahui apa penyebab Hiperbilirubinemia
4. Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala Hiperbilirubinemia
5. Untuk mengetahui apa saja deteksi dini Hiperbilirubinemia
6. Untuk mengetahui bagaimana cara penanganan awal Hiperbilirubinemia

Materi

Hiperbilirubinemia

1. Pengertian Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang


kadar nilainya lebih dari normal, biasanya terjadi pada bayi baru lahir. Kuning pada
bayi baru lahir atau disebut dengan ikterus nionatorum merupakan warna kuning
pada kulit dan bagian putih dari mata (sclera) pada beberapa hari setelah lahir yang
disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Nilai normal Bilirubin indirek 0,3 - 1,1 mg/dl,
bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl. Gejala ini dapat terjadi antara 25%-50% pada seluruh
bayi cukup bulan dan lebih tinggi pada bayi premature.

2. Patofisiologi Hiperbilirubinemia

Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak.
Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara berikatan
dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi) kemudian diekskresikan melalui
traktus gastrointestinal. Bayi memiliki usus yang belum sempurna, karna belum
terdapat bakteri pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi
bilirubin indirek yang kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin
terus bersirkulasi.
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya
dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Neonatus mempunyai
kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin
yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang terikat dengan
albumin tidak dapat memasuki susunan syaraf pusat dan bersifat toksik.
Pigmen kuning ditemukan di dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan
hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin, reduktase, dan agen pereduksi
non enzimatik dalam sistem retikuloendotelial. Setelah pemecahan hemoglobin,
bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein intraseluler “Y protein” dalam hati.
Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatik dan adanya ikatan protein.
Bilirubin tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh enzim asam
uridin disfoglukuronat (uridine disphoglucuronid acid)glukurinil transferase menjadi
bilirubin mono dan diglucuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi direk).
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melaui ginjal.
Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melaui membran kanalikular.
Kemudian ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi
urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali menjadi
sirkulasi enterohepatik.
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati untuk mengekskresikan bilirubin yang telah diekskresikan
dalam jumlah normal. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat disebabkan oleh
obstruksi saluran ekskresi hati. Apabila konsentrasi bilirubin mencapai 2 – 2,5 mg/dL
maka bilirubin akan tertimbun di dalam darah. Selanjutnya bilirubin akan berdifusi
ke dalam jaringan yang kemudian akan menyebabkan kuning atau ikterus.
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut
lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada bayi dengan
hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak aktifnya
glukoronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena
penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan darah hepatic.

3. Penyebab Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir sering timbul karna fungsi hati masih belum
sempurna untuk membuang bilirubin dari aliran darah. Hiperbilirubin juga bisa
terjadi karna beberapa kondisi klinis, diantaranya adalah:
a. Ikterus fisiologis, merupakan bentuk yang paling sering terjadi pada bayi baru
lahir. Jenis bilirubin yang menyebabkan pewarnaan kuning pada ikterus disebut
bilirubin tidak terkonjugasi, merupakan jenis yang tidak mudah di buang oleh
bayi.
b. Breastfeeding jaundice, keadaan ini dapat terjadi pada bayi yang mendapat air
susu ibu (ASI) eklusif. Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada
hari kedua atau ketiga pada waktu ASI belum banyak dan biasanya tidak
memerlukan pengobatan.
c. Ikterus ASI (breastmilk jaundice), ikterus ini berhubungan dengan pemberian ASI
dari seorang ibu tertentu biasanya akan timbul pada setiap bayi yang
disusukannya bergantung pada kemampuan bayi tersebut mengubah bilirubin
indirek.
4. Tanda dan Gejala Hiperbilirubinemia

a. Warna kuning pada kulit adalah gejala khas penyakit kuning


b. Bagian putih mata yang secara medis dikenal sebagai sclera, akan tampak kuning
c. Kehilangan selera makan
d. Mengantuk dan les uterus menerus
e. Bayi menangis dalam nada tinggi dan terus menerus
f. Demam dengan suhu rectal diatas 37,8 C
g. Diare
h. Muntah

5. Deteksi Dini Hiperbilirubinemia


a. Ketika kadar bilirubin meningkat dalam darah maka warna kuning akan dimulai
dari kepala kemudian turun ke lengan, badan, dan akhirnya kaki.
b. Jika kadar bilirubin sudah cukup tinggi, bayi akan tampak kuning hingga dibawah
lutut serta telapak tangan,.
c. Cara yang mudah untuk memeriksa warna kuninng ini adalah dengan menekan
jari pada kulit yang diamati sebaiknyadilakukan dibawah cahaya/ sinar matahari.
d. Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa warna kuninng pada kulit akan
timbul jika jumlah bilirubin pada darah diatas 2 mg/dl.
e. Pada bayi baru lahir akan tampak kuning jika kadar bilirubin lebih dari 5 mg/dl.
f. Hal ini penting untuk mengenali dan menangani ikterus pada bayi baru lahir
karena kadar bilirubin yang tinggi akan menyebabkan kerusakan yang permanen
pada otak yang di sebut dengan kern ikterus.
g. Kuning sendiri tidak akan tidak akan menunjukan gejala klinis tetapi penyakit lain
yang menyertai mungkin akan menunjukan suatu gejala seperti keadaan bayi
yang tampak sakit, demam, dan malas minum.

6. Penanganan Awal Hiperbilirubinemia


a. Segera hubungi pelayanan kesehatan bila bayi tampak kuning:
1) Timbul segera dalam 24 jam pertama kelahiran
2) kuning menetap lebih dari 8 hari
3) pada observasi dirumah bayi tampak kuning yang sudah menyebar sampai
lutut / siku atau lebih
4) tinja bewarna pucat

b. Segera bawa bayi ke unit gawat darurat rumah sakit bila:


1) Jika ibu / pengasuh melihat bayi tampak sakit (menolak untuk minum, tidur
berlebihan, atau lengan dan kaki lemas) atau bila suhu lebih dari 37,8 C
2) Jika bayi tampak kesulitan bernafas

Soal Pilgan
1. Terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah mencapai lebih dari 10mg%
disebut…..
a. Ikterus
b. Hiperbilirubinemia
c. Politsemia
d. Sepsis
e. Dehidrasi

2. Masalah potensial yang dapat terjadi pada ikterus neonatorum….


a. Gagal ginjal
b. Diare
c. Dori-ikterus
d. Syndrome
e. Kern-ikterus

3. Factor penyebab terjadinya ikterus adalah….


a. Gangguan saluran kemih
b. Produksi asam laktat meningkat
c. Gangguan sekresi urin
d. Hemolisis sel darah merah
e. Hemodilusi

4. Ikterus fisiologis muncul pada hari ke….


a. 1
b. 4
c. 3
d. 10
e. 5

5. Ikterus dikategorikan patologis apabila….


a. Muncul pada hari ke 2
b. Hilang pada hari ke 10
c. Kuning hanya bagian wajah
d. Muncul pada waktu 24 jam setelah lahir
e. Kadar bilirubinnya 7mg%

Kunci Jawaban Pilgan

1. B
2. E
3. D
4. C
5. D

Essay
1. Mengapa pemeriksaan bilirubin direct harus tepat dalam waktu 3 menit?
Jawaban:
Karena hasil pembacaan dapat meningkat perlahan karena fraksi indirect

2. Apa penyebab bilirubin tinggi?


Jawaban:
Terdapat beberapa penyebab kadar bilirubin tinggi dalam darah, diantaranya:
kerusakan sel darah merah (kelainan darah), penyakit hati maupun empedu
(termasuk batu empedu dan tumor/kanker)

3. Apa istilah lain untuk ikterus patologis?


Jawaban:
hiperbilirubinemia

DAFTAR PUSTAKA
1. Bobak, dkk.2005. Buku Ajaran Keperawatan Edisi 4.jakarta: EGC
2. Maryuni anik, dan puspita eka.2013. Buku Asuhan Kegawatdaruratan Maternal Dan
Neonatal Edisi 1: Jakarta TIM
3. Apriastuti, D. A. 2007. Kejadian Hiperbilirubinemia Akibat Inkompatibilitas ABO di
R.S.U.D pandang arang boyolali. Solo: Fakultas Kedokteran UNS
4. Dahlan, M.S. 2005. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medik
5. Wiknjosastro, 2018. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Jakarta
6. Gunawan J, Teddy S. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta:
EGC
7. Rohani, S dan Wahyuni, R.R. 2017. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Ikterus Pada Neonatus
8. Subekti, N. 2008. Buku Asuhan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai