Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH FARMAKOTERAPI

PARKINSON

NAMA : MAGHFIRAH RAKMADHANI


NIM : PO714251181031
PRODI : DIV FARMASI TINGKAT 3

JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit Parkinson adalah penyakit yang mengganggu pergerakan dan
merupakan penyakit degeneratif sisem saraf pusat yang paling umum setelah
Alzheimer. Parkinson pertama kali dijelaskan oleh James Parkinson pada tahun
1817. Adapun tanda-tanda dari Penyakit ini adalah bradikinesia yaitu melambatnya
gerak anggota tubuh, ,tremor, kekakuan dan gejala mental. Penyakit Parkinson
termasuk ke dalam penyakit neurodegeneratif yang bersifat progresif, menyerang
sel otak ,dan mempengaruhi gerak tubuh karena berkurangnya kadar dopamin
serta dapat mempengaruhi kualitas hidup. Penyakit ini semakin meningkat
setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, prevalensi penyakit parkinson pada tahun
2005 sebesar 90.000.000 orang dan diperkirakan 2 kali lipat akan meningkat di
tahun 2030. Penyakit parkinson etiologinya belum terlalu jelas, namun diduga
disebabkan karena multifaktor, salah satunya adalah faktor lingkungan yaitu
paparan pestisida.
Gejala awal penyakit parkinson umumnya muncul secara asimetris tanpa
adanya gejala atipikal (disfungsi otonom, kelumpuhan supranuklear vertikal dan
hilangnya kemampuan sensorik kortikal). Seiring dengan berjalannya waktu,
perkembangan penyakit ini dari gejala motorik akan semakin memburuk. Selain
itu kemungkinan dapat terjadi gejala non-motorik seperti penurunan indra
penciuman, gangguan tidur, disfungsi otonom, nyeri, kelelahan, , gangguan
kognitif dan psikiatrik. Hal ini berdampak secara signifikan terhadap kualitas
hidup penderita parkinson.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Defenisi
Penyakit Parkinson adalah suatu gangguan fungsi otak yang disebabkan
oleh proses degenerasi ganglia basalis pada sel substansia nigra pars compacta
(SNc) dan ditandai dengan karakteristik seperti tremor saat istirahat, kekakuan
otot dan sendi (rigidity), bradikinesia (kelambanan gerak dan bicara) serta
instabilitas posisi tegak (postural instability). Penyakit ini adalah penyakit
neurodegeneratif yang paling sering terjadi setelah alzheimer dan lebih sering
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Penyakit parkinson dimulai
perlahan, tidak disadari, berangsur-angsur memburuk dan mempengaruhi kualitas
hidup.

2. Epidemiologi
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeratif. Di Eropa, prevalensi
dan insiden terjadinya PD sekitar 108–257/100,000 orang dan 11–19/100,000
orang per tahun. Sedangkan Prevalensi PD di Asia berkisar 51- 176/100,000 orang
pertahun. Sebuah survei yang dilakukan di Asia Tengah dan negara Transkauasia
menunjukkan prevalensi PD berkisar 62/100,000 orang per tahun, dengan rata-rata
onset usia terjadinya PD pada laki-laki 63.3 ± 3.5 tahun dan pada perempuan adalah
56.4 ± 2.8 tahun. Secara menyeluruh prevalensi PD meningkat dengan usia dan
memengaruhi 1% dari populasi di atas 60 tahun.

3. Etiologi
Etiologi penyakit parkinson belum diketahui secara pasti, namun
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa etiologi
penyakit ini berhubungan dengan faktor genetik, faktor lingkungan, cedera
kranioserebral, umur, ras, dan stress emosional. Faktor lingkungan yang berisiko
menimbulkan penyakit parkinson yakni paparan toksin terutama pestisida
pertanian yang berbahaya bagi sistem neurologis.
pestisida yang dapat menyebabkan penyakit parkinson menyebabkan
disfungsi mitokondria sehingga mengganggu respirasi seluler, stress oksidatif yang
mengakibatkan kematian sel dan mengganggu kadar dopamin. Dopamin berfungsi
untuk komunikasi elektrokimia antar sel neuron di otak yang mengatur
pergerakan, keseimbangan, refleks postural dan kelancaran berbicara. Pada
penyakit parkinson, terjadi penurunan kadar dopamin, sehingga mengakibatkan
fungsi neuron di sistem saraf pusat ikut menurun dan menghasilkan kelambatan
berpikir ,kelambatan gerak, kelambatan bicara, tremor dan kekakuan.

4. Patofisiologi
Secara patologis penyakit ini ditandai dengan degenerasi ganglia basalis
terutama substansia nigra pars compacta disertaiinklusi sitoplasmik eosinofilik
(Lewy bodies). Lewy bodies terbentuk dari serangkaian protein seperti
neurofilamen, α-synuclein fibril, ubiquitin, parkin dan protosomal elemen. Pada
faktor genetik ditemukan tiga gen yang menggangu degradasi protein yang
menyebabkan protein beracun tidak dapat didegradasi di ubiquitin proteosomal
pathway. Hal ini Karena gagalnya degradasi protein tersebut maka akan
mengakibatkan peningkatan apoptosis sel-sel di SNc sehingga meningkatkan
kematian neuron di SNc. Faktor lingkungan dipengaruhi oleh banyak hal seperti
alkohol, kafein, merokok, depresi, diet tinggi protein, pestisida yang akan
menimbulkan stress oksidatif sehingga dapat mengakibatkan kematian sel.
Berdasarkan penelitian epidemiologi, umur dan ras juga berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit parkinson. Proses menua dapat menjadi faktor risiko yang
mempermudah terjadinya proses degenerasi di SNc dan angka kejadian penyakit
parkinson ditemukan lebih tinggi pada ras kulit putih dibandingkan kulit berwarna.
5. Faktor Predisposisi
Penyakit Parkinson merupakan penyakit degeneratif sistem saraf pusat
yang paling umum setelah Alzheimer. Penyakit Parkinson biasanya terjadi pada
usia 65 hingga 70 tahun. Kasus sebelum usia 40 tahun terjadi kurang dari 5%. pada
Penyakit ini ditandai oleh hilangnya intervasi neuron dopaminergik di subsantia
nigra. Neurodegerasi Parkinson tidak terbatas hanya pada neuron dopaminergik di
substantia nigra saja, namun juga melibatkan sel-sel yang terletak di area otak lain
yang saling terkoneksi. Gangguan motorik terjadi pada Penyakit parkinson.
Namun, seiring dengan perkembangan penyakit, dapat terjadi gangguan non-
motorik seperti gangguan kognitif dan psikiatrik. Penurunan kognitif, dalam
bentuk penurunan fungsi eksekutif, visuospasial dan memori, serta demensia. Hal
tersebut berefek secara signifikan terhadap kualitas hidup penderita Penyakit
parkinson.

6. Terapi dan Tujuan Terapi


Penyakit Parkinson tidak dapat disembuhkan sehingga terapi yang
dilakukan hanya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan
memperbaiki gejala dan menghambat progresivitas penyakit. Terapi yang diberikan
mencakup terapi farmakologis, nonfarmakologis, serta pembedahan.
a. Terapi Farmakologis
Kebanyakan gejala pada Parkinson disebabkan oleh berkurangnya dopamin,
maka obat yang diberikan bertujuan untuk meniru aksi dopamin. Setiap individu
memiliki gejala dan masalah Parkinson yang dapat berbeda, maka tata laksana tiap
individu perlu disesuaikan. [Guideline Nice, 2016]
- Gejala Motorik: Levodopa merupakan pilihan utama untuk pasien yang gejala
motoriknya mempengaruhi kualitas hidup. Levodopa umumnya diberikan
bersamaan dengan benserazide (co-beneldopa) dan carbidopa (co-careldopa) yang
bertujuan untuk menurunkan efek samping akibat konversi perfiferal levodopa
menjadi dopamin, agar efek samping dan dosis yang diperlukan menurun.
Pemberian dapat dimulai dengan dosis 50-125 mg levodopa namun dengan
frekuensi yang berbeda, dengan dosis maksimum yaitu 800 mg per hari. Pemberian
levodopa dapat dimulai dengan 100 mg dengan kombinasi 25 mg carbidopa,
dengan penggunaan 3 kali per hari. Titrasi obat dapat dimulai 50-100 mg dengan
carbidopa 12,5-25 mg per hari atau sesuai respon. Levodopa juga dapat diberikan
mulai 50-100 mg dengan carbidopa 10-12,5 mg diberikan sebanyak 3-4 kali per
hari, dengan titrasi dosis yaitu 50-100 mg per hari atau mengikuti respon.
Pemberian dengan frekuensi yang lebih sedikit dapat diberikan dengan dosis awal
125 mg dengan carbidopa 12,5 mg sebanyak 1-2 kali dengan titrasi dosis 125 mg
dengan carbidopa 12,5 mg per hari atau mengikuti respon. [J. Barnes, A.
Lewthwaite, et al, 2017]
Pada pasien dengan gejala motorik yang belum menganggu kualitas hidup dapat
diberikan obat selain levodopa seperti dopamine agonis dan monoamine oxidase B
(MAO-B). Pemberian levodopa juga dapat digabungkan dengan dopamine agonist,
MAO-B catechol-O-methyl transferase (COMT) pada pasien dengan dyskinesia
atau fluktuasi motorik. [Guideline Nice, 2016]
- Manajemen Gejala Nonmotorik di samping gejala motorik, terdapat beberapa gejala
nonmotorik yang juga dapat dirasakan oleh pasien dengan Parkinson. Berikut daftar
gejala dan pengobatan untuk masing-masing gejala:
 Pasien dengan gejala mengantuk di siang hari, dapat diberikan Modafinil
 Pasien dengan gejala disfungsi ereksi dapat dipertimbangkan untuk diberikan
Sildenafil citrate (Viagra)
 Polyethylene glycol dapat diberikan pada pasien dengan konstipasi
 Pasien dengan gangguan tidur Rapid Eye Movement (REM) sleep behaviour
disorder dapat diberikan Clonazepam atau melatonin
 Pasien dengan akinesia nokturnal dapat diberikan modified-release levodopa
preparations atau modified-release oral dopamine agonists sebagai obat pilihannya
 Pasien dengan hipotensi ortostatik dapat diberikan Midodrine
 Pasien dengan gejala depresi dapat diberikan Selective serotonin reuptake inhibitor
(SSRI), seperti Fluoxetine dan Sertraline yang merupakan obat pilihan
 Parkinson dengan dementia dapat diberikan Cholinesterase inhibitor [Guideline
Nice, 2016]
b. Terapi Nonfarmakologis
Fisioterapi dan aktivitas fisik dan terapi okupasi merupakan modalitas yang
penting untuk meningkatkan kondisi pasien dan menghambat progresivitas
penyakit.
- Fisioterapi dan Aktivitas Fisik, Fisioterapi perlu dilakukan pada pasien dengan
gangguan keseimbangan dan motorik. Aktivitas fisik juga penting dilakukan secara
rutin untuk menghambat progresivitas penyakit. [Guideline Nice, 2016]
- Terapi Okupasi, Terapi ini ditujukan untuk pasien dengan kesulitan dengan
aktivitas sehari–hari. Terapi okupasi berfungsi untuk mengatur aktivitas kegiatan
sehari - hari pasien agar lebih produktif berdasarkan kesulitan pasien. Pengaturan
termasuk jenis, durasi, frekuensi aktivitas, dan cara mengatasi kesulitan tertentu
dari kegiatan sehari - hari pasien. Terapi okupasi juga termasuk edukasi terhadap
kesulitan caregiver dalam mendampingi pasien dan membantu memberikan
lingkungan yang sesuai untuk pasien seperti fasilitas sehari - hari dalam rumah.
[Guideline Nice, 2016]
c. Pembedahan
Terapi pembedahan merupakan tata laksana terakhir pada Parkinson yang sudah
pada tahap lanjut yang tidak dapat terkontrol dengan obat.
- Operasi Neuroablatif Lesi, Operasi neurabalatif lesi adalah prosedur tindakan untuk
mendestruksi area pada otak yang mempengaruhi gejala dari penyakit Parkinson.
Destruksi dilakukan dengan termokoagulasi menggunakan generator radiofrekuensi
pada target spesifik di otak.
- Deep Brain Stimulation, Prosedur bedah ini dilakukan dengan melakukan
implantasi satu atau lebih dari elektroda pada area spesifik di otak,
seperti  subthalamic nucleus (STN), globus pallidus interna (GPi), dan thalamus.
Hal ini bertujuan untuk merubah atau menghilangkan pola abnormal dari sinyal
saraf pada area yang dilakukan implantasi tersebut. Indikasi dari deep brain
stimulation  pada thalamus yaitu untuk pasien dengan tremor yang sangat parah,
namun hal ini jarang untuk dilakukan. Prosedur operasi ini merupakan pilihan
utama dibanding prosedur bedah lainnya  karena terbukti lebih superior. Deep
brain stimulation memiliki beberapa keuntungan seperti tidak merusak jaringan
otak, reversibel, dapat disesuaikan dengan progresivitas penyakit, dan dapat
dilakukan bilateral secara bersamaan tanpa peningkatan efek samping. [P. Hickey,
M. Stacy, 2016]

7. Penatalaksanaan dengan Algoritma

8. Intervensi Obat dan Non Obat


- Intervensi obat : penyakit parkinson bisa diobati dengan beberapa obat diantaranya
yaitu levodopa, bromokriptin, pergolid, selegiline. Selain itu juga digunkan obat
antikolinergik seperti benztropin atau triheksifenidil.
 Levodopa, biasanya obat ini dikombinasikan dengan karbidopa dan merupakan
pilihan utama untuk penyakit parkinson karena memiliki efek motorik yang lebih
baik.
 Selegiline adalah obat tambahan yang biasanya dikombinasikan dengan levodopa.
Berfungsi untuk mengontrol gejala penyakit parkinson.
 Sel punca dewasa juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit parkinson.
Dalam hal ini contohnya adalah sel punca dewasa yang berasal dari sumsum tulang
belakang yang dapat menggantikan sel-sel saraf (neuron) otak yang rusak akibat
penyakit parkinson.
- Intervensi non obat
Yaitu dengan istirahat, menghindari penggunaan alkohol dan berolahraga yang
berguna untuk meningkatkan neuroplastisitas.

9. Faktor yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi


Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah Usia, jenis
kelamin dan Ras. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah alkohol, kafein,
merokok, depresi, diet tinggi protein, pestisida

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang ditandai dengan
gangguan motorik (bradikinesia, tremor istirahat, kekakuan, dan instabilitas
postural), onset gejala asimetris. Neuropatologis utama PD adalah keberadaan
Lewy bodies yang kandungannya adalah α-synuclein.

DAFTAR PUSTAKA
Suharti. 2020. Patofisiologi Penurunan Kognitif pada Penyakit Parkinson. UMI
Medical Journal Vol.5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Hanriko, Rizki. Anzani , Bella Pratiwi. 2018. Penyakit Parkinson: Ancaman


Kesehatan bagi Komunitas Pertanian. Jurnal Agromedicine Vol. 5. No.1.
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.

NICE Guideline, Parkinson's disease in adults: diagnosis and management, 2016,


1-36.

P. Hickey, M. Stacy, Deep Brain Stimulation: A Paradigm Shifting Approach to


Treat Parkinson's Disease, 2016, 10 (173) 1-11.

J. Barnes, A. Lewthwaite, et al. Parkinson’s Disease Prescribing Guidelines for


use
in Primary and Secondary Care, NHS Dudley Formulary, 2017.

Anda mungkin juga menyukai