Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU PRODUKSI ANEKA TERNAK


BUDIDAYA KELINCI, LEBAH DAN SUTERA

NAMA : Bator Tri Laksono


NIM : 195050107113012
DOSEN PENGAMPU : Anif mukaromah Wati, S.Pt,M.Pt, M.Sc

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
KRDIRI
2020
DAFTAR ISI
Sampul
Daftar isi
Bab 1.lebah
1.1 Hasil pengamatan
a. Pemilihan bibit
b. Perkandangan
c. Reproduksi
d. Pakan
e. Pencegahan penanggulangan penyakit dan hama penyakit
f. Pemanenan
1.2 Pembahasan
a. Pemilihan bibit
b. Perkandangan
c. Reproduksi
d. Pakan
e. Pencegahan, penanggulangan penyakit dan hama penyakit
f. Pemanena
Bab 2.kelinci
2.1 Hasil pengamatan
a. Pemilihan bibit
b. Perkandangan
c. Reproduksi
d. Pakan
e. Pencegahan, penanggulangan penyakit dan hama penyakit
f. Pemanenan
2.2 Pembahasan
a. Pemilihan bibit
b. Perkandangan
c. Reproduksi
d. Pakan
e. Pencegahan, penanggulangan penyakit dan hama penyakit
f. Pemanenan
Bab 3. Ulat sutera
3.1 hasil pengamatan
3.2 pembahsan
Kesimpulan,saran
Daftar Pustak
BAB I

HASIL PENGAMATAN

Budidaya Lebah Madu

a. Pemilihan Bibit

. Untuk lebah Trigona biroi, peternak hanya mendatangkan bibit dari pembibit atau breeder yang
terpercaya. Sedangkan untuk pengirimannya menggunakan kotak-kotak kecil yang didalamnya
terdapat bibit lebah ratu yang siap diterak. Dan yang perlu diketahui adalah dalam satu koloni harus
terdapat hanya 1 lebah ratu dan beberapa lebah jantan lalu banyak lebah pekerja. Ketika di suatu
koloni terdapat lebih dari 1 lebah ratu maka mereka akan saling membunuh untuk memperebutkan
teritorial kekuasaannya.

b.Perkandangan

Jenis kayu yang dipergunakan biasanya kayu empuk setebal 2,5 cm karena lebah diusahakan untuk
tidak berada di lingkungan dengan perubahan suhu yang ekstrim. semakin tebal papan kayu yang
digunakan akan semakin bagus untuk ketahanan koloni lebah. Jenis kayu juga diperhatikan. Pilihlah
jenis papan kayu yang bagus, keras, kering, sehingga suhu dalam kotak lebah bisa stabil dan tidak
lembab Pengaturan ketebalan kayu bertujuan agar suhu dalam stup tetap stabil. Bahan yang dipakai
untuk stup harus tahan terhadap paparan panas, hujan, serta perubahan cuaca.

c. Reproduksi

Tugas dari lebah jantan adalah mengawini lebah ratu agar koloni bisa semakin besar jumlahnya. siklus
kehidupan lebah madu meliputi lebah ratu yang memiliki lebah pekerja dan lebah jantan yang saling
hidup bersama membentuk sebuah koloni. Kemudian ratusan lebah jantan akan memperebutkan satu
lebah ratu untuk dikawini. Proses ini ditandai dengan lebah ratu yang terbang tinggi dan koloni lebah
tersebut akan berhamburan terbang, kemudian lebah ratu dikejar oleh lebah jantan. Satu lebah jantan
yang berhasil mengejar lebah ratu lah yang akan melakukan proses pembuahan dan setelah berhasil
membuahi lebah ratu, lebah jatan akan mati.

d. Pakan

Pemberian pakan lebah bisa menggunakan metode penggembalakan ke tempat yang banyak bunga
sesuai musim yang ada. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggembalaan lebah madu adalah:
Pemindahan lokasi ideal saat malam hari yaitu saat lebah tidak aktif, Menyediakan makanan
tambahan / makanan buatan bila jarak jauh, Jarak minimum antar lokasi penggembalaan adalah 3 km.

Kebutuhan nutrisi dari lebah Trigona sp berasal dari tanaman yang memiliki biji dan bunga yang
memiliki nektar yang tinggi dan polen yang rendah. Selain itu, lebah juga butuh getah pohon atau
resin yang digunakan untuk membangun sarang, perlindungan dari predator atau hama lainnya,
sebagai tempat penyimpanan madu dan wadah telur muda. Getah pohon nantinya akan dikonversi
oleh lebah menjadi propolis. Beberapa pohon penghasil getah antara lain : Pinus, damar, Cemara,
araucarla, Batavia, salak, kersen, nangka, Putri malu, lamtoro, sengon. Sedangkan tanaman penghasil
nektar meliputi : Kaliandra, air mata pengantin, pisang, durian, akasia, randu, dombaya, hujan emas,
dll.
e. penanggulangan hama penyaklit

Penyakit lebah madu antara American foilbrood, Spotted brood pattern, dan Sunken capping,
Europan foilbrood. Sedangkan hama dari lebah adalah wereng dan dimakan hewan pemakan
serangga: bunglon, katak, cicak, sarang laba-laba.

f.Pemanenan

Hasil utama budidaya lebah adalah Madu hasil tambahan adalah royal jelly (susu ratu), pollen
(tepungsari), lilin lebah (malam) dan propolis (perekat lebah). Pemanenan dilakukan saat 1-2 minggu
terhitung setelah musim bunga. Untuk mengetahui madu siap dipanen yaitu dengan memeriksa sisiran
apakah sudah tertutup oleh lapisan lilin tipis. Saat akan dilakukan proses pemanenan, sisiran
dibersihkan dari lebah yang menempel, kemudian dilakukan pengupasan pada lapisan penutup sisiran
menggunakan pisau. Sisiran diambil madunya dengan cara ekstraksi. Setelah proses ekstraksi, madu
disaring dan dilakukan penyortiran. Penyimpanan pada suhu kamar guna menghilangkan adanya
gelembung udara. Tahap terakhir yaitu pengemasan dalam botol.

Budidaya Kelinci
a. Pemilihan bibit.
Pemilihan bibit kelinci akan berdampak pada produktivitas. Untuk kelinci yang dijadikan bibit
hendaknya kelinci tersebut harus sehat, kelinci yang sehat harus bebas dari penyakit menular dan
cacat fisik seperti kaki (pincang atau lumpuh),cacat mata (kebutaan), gigi dan kuku abnormal serta
adanya kelainan tulang punggung atau cacat lainnya. Khusus untuk kelinci betina terbebas dari
abnormal ambing, cacat alat reproduksi, sifat kanibal, puting susu minimal 8 buah, dan gejala
kemandulan. Khusus untuk kelinci calon pejantan yang siap jadi pejantan, alat kelamin jantan tidak
menderita cacat dan berjumlah lengkap serta memiliki libido tinggi. Dan seyogyanya kelinci memiliki
catatan silsilah untuk mengetahui genetik kelinci.

b.Perkandangan

Berbagai kandang yang digunakan dalam budidaya kelinci yaitu:


Kandang sistem battery mempunyai kapasitas 1 (satu) ekor yang memiliki konstruksi battery
kandang postal untuk memuat anak kelinci berkapasitas 5-10 ekor, diletakkan di dalam ruangan
Tipe (berjajar), tier battery (bertingkat) dan piramida battery (susun piramid); kandang kotak untuk
induk beranak dan anakan kelinci yang baru lahir.
Bahan dan ukuran dari kandang bervariasi tergantung selera setiap peternak.
Bahan yang umum dipakai untuk pembuatan kandang antara lain : kayu, bambu dan
besi. Untuk ukuran kandang yang biasa beredar dikalangan peternak yaitu : Induk
dan Tempat kawin : 70x50x50, dan untuk pembesaran : 70x25x50.

c.Reproduksi

Kelinci termasuk binatang yang sistem reproduksinya cukup aktif. Dalam setahun kelinci dapat
buntingsebanyak 8 kali. Dalam tiap masa kebuntingan, kelinci betina bisa melahirkan 5-12 ekor
anakan. Hal ini wajar sebab kelinci memiliki rahim yang lebih dari satu. Meski tergolong mudah,
namun memahami siklus reproduksi kelinci akan mempermudah kita untuk memperoleh bayi kelinci
yang sehat dan berkualitas.

Sistem reproduksi kelinci akan siap pada saat kelinci tersebut mencapai usia yang matang atau dewasa
kelamin. Masing-masing jenis kelinci mencapai dewasa kelamin di usia yang berbeda. Kelinci dengan
ukuran sedang misalnya, usia dewasanya dicapai di umur 4 sampai 4,5 bulan. Sedangkan kelinci
denga bobot tubuh yang besar biasanya akan mencapai usia dewasa kelamin di usia 6 sampai 9 bulan.
Lain lagi dengan kelinci mini. Usia dewasanya akan dicapai di suai 3,5 bulan sampai 4 bulan. Jika
kelinci betina telah mencapai dewasa kelamin, maka sebaiknya ia harus segera dikawinkan. Sebab
jika tidak, ada kemungkinan si akan menjadi mandul seumur hidupnya.

Ketika kelinci sudah bunting tua dan akan melahirkan, kelinci merontokkan bulunya dengan cara
menggigit bulu bagian bawah untuk menjaga calon anakan dari pengaruh suhu dingin.

d.Pakan

Rumput kering adalah salah satu jenis makanan yang penting untuk kelinci. Ada banyak
manfaat yang terkandung dalam rumput kering. Sebagai contoh, rumput kering mengandung serat
yang membantu mendorong sari makanan melalui usus, serta mencegah makanan terhenti di usus.
Pemberian rumput kering biasanya dicacah kecil-kecil kemudian baru diberikan kepada kelinci.

Pelet merupakan makanan tambahan untuk kelinci dan hanya boleh diberikan dalam jumlah
kecil saja. Karena kalorinya yang tinggi dan kandungan serat yang kecil, pemberian pelet secara
berlebihan dapat menyebabkan obesitas dan pemanjangan gigi yang tidak terkontrol. Selain pelet,
Sayur-sayuran segar dapat juga diberikan pada kelinci untuk menjaga usus kelinci tetap terhidrasi
sehingga pencernaannya tetap lancar. Ada banyak jenis sayuran yang dapat diberikan, seperti seledri,
daun collard, paprika hijau, dan daun lobak.

Persediaan tetap air bersih dan segar merupakan hal penting dalam menjaga usus kelinci tetap
terhidrasi. Tanpa air yang cukup, apa yang ada di dalam usus akan mengering dan tertahan. Untuk
memudahkan manajemen perairan minum kelinci, peternak umumnya menggunakan nipel otomatis.
e.Penyakit dan hama kelinci

a)Scabies

Scabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dari Sarcoptes scabiei. Penyakit
ini termasuk penyakit zoonosis. Kelinci yang terkena penyakit ini kulitnya akan bersisik dan mengeras
serta bulu disekitar area infeksi rontok. Pengobatan bisa dengan injeksi wormectin.

b)Ring Worm

Ring worm disebabkan oleh cendawan dan jamur salah satunya yaitu dermatofita. Gejala penyakit ini
bulu kelinci rontok di area infeksi, kulit yang terinfeksi memerah, nafsu makan berkurang. Ringworm
dapat menyerang di seluruh bagian tubuh.

c)Mastitis

Mastitis klinis merupakan penyakit infeksi yang mengakibatkan ambing rusak dan air susu tidak dapat
diproduksi. Penyakit ini biasa menyerang kelinci yang menyusui yang disebabkan karena air susu
induk tidak dikonsumsi secara maksimal oleh anakan kelinci akibatnya air susu tersumbat dan ambing
terinfeksi.

Influenza

Influenza merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh virus. Gelaja kelinci yang terkena
penyakit ini antara lain kelinci bersin-bersin, sering mengelus bagian hidung, dan mengorok.
Lingkungan kandang yang lembab/kurang sinar matahari dapat memicu perkembangbiakan
virus/bakteri penyebab flu pada kelinci. e) Pneumonia/ Radang Paru paru

Penyakit Penumonia (radang paru-paru) pada ternak kelinci disebabkan oleh bakteri Pasteurella
multocida. Dan juga kondisi kandang yang terlalu terbuka sehingga ternak sering terkena aliran angin
secara langsung, udara lembab, dan pemberian pakan bernutrisi rendah.

f)Kembung

Sembelit atau susah buang air besar pada ternak kelinci disebabkan oleh pemberian pakan kering yang
tidak seimbang dengan kebutuhan air. Gejalanya bervariasi antara lain : kelinci terlihat lemas, perut
besar, sudah buang air besar.

g)Koksidiosis / mencret

Mencret pada kelinci disebabkan karena pemberian komposisi pakan yang kurang tepat. Gejala
kelinci yang terkena koksi anatara lain : fases encer, lemas, dan nafsu makan berkurang. Pada
peternak lokal, mereka biasanya memberi tolak angin untuk penangan pertama penyakit ini.

f.Pemanenan

Penjualan yang biasa dilakukan oleh peternak adalah jual sapihan kelinci umur 35 hari. Karena pada
umur ini kelinci sudah bisa dipelihara sendiri tanpa bergantung pada induknya dan sudah mandiri
secara fisik. Ada juga yang menjual kiloan untuk jenis kelinci pedaging yang dihargai 35rb/kg bobot
hidup. Sedangkan urine dan kotoran kelinci sangan baik digunakan untuk pupuk tanaman maupun
pertanian
C. Ulat Sutera

Dalam praktikum, usaha pembiakan ulat sutra berada di daerah pegunungan yang
memiliki udara sejuk yang cocok untuk perkembangbiakan ulat sutera. Selain pada iklim
sejuk, ulat sutra juga harus dipelihara dengan suasana yang tenang dan yang paling
penting adalah harus cukup daun murbei yang merupakan makanan utama bagi ulat sutra.

Ulat sutera sangat menyukai daun murbei karena dalam berbagai mempunyai kandungan
klorofil yang bisa merangsang ulat menghasilkan sutera yang baik. Kriteria daun yang
diberikan pada ulat sutera setiap berwarna hijau. Pada umur 10 hari pertama, daun yang
diberikan adalah daun bagian atas. Sedangkan ketika lebih dari 10 hari yang diberikan
bagian bawah.

Ada beberapa jenis ulat sutera yang dipelihara untuk menghasilkan serat, namun yang
banyak dipelihara dan dipercaya menghasilkan sutera dengan kualitas terbaik adalah
bombyx mori, yang memiliki siklus perkembangbiakan 30 hari dan manajemen perawatan
yang berbeda. Ulat kecil rentan terkena serangan hama dan penyakit oleh karena itu
menjaga kebersihan sanitasi menjadi hal utama dan yang paling penting adalah ketepatan
pemberian pakan karena pertumbuhan ulat kecil sangat cepat dan sebaiknya tidak
kekurangan nutrisi.

Aturan pemberian pakan ulat sutra pertama diberitakan pada jam 07.00 yang kedua jam
12.00 dan yang ketiga jam 13.00 sore. Kebutuhan pakan ulat dewasa jauh lebih banyak
dibandingkan saat ulat masih kecil. Saat ulat berumur 30 hari, ulat diberi perhatian ekstra
karena ulat siap menjadi kokon. Ciri-ciri ulat akan menjadi kokon adalah kepala sering
terangkat seperti mencari pegangan dan dari mulutnya keluar serat-serat yang akan
membungkus dirinya. Fase ini dinamakan kepompong. Dalam sebulan ada 10 kg
kepompong yang dihasilkan, 10 kg kepompong tersebut setara dengan 1 kg benang sutera
yang harganya mencapai 800ribu rupiah. Ulat sutra tidak menimbulkan gatal karena
kulitnya tidak berbulu. Ulat sutera tidak hanya diternak untuk menghasilkan benang saja,
melainkan dapat juga menghias ruangan dari kepompongnya
BAB II
PEMBAHASAN
LEBAH

2.1 Hasil pengamatan


Penelitian ini dilaksanakan di Desa Telaga Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut.
Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2019. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, data primer
diperoleh langsung dari responden dan data sekunder diperoleh dari literatur ataupun
instansi pemerintah terkait dengan penelitian.

a. Pemilihan bibit
berdasarkan hasil penelitian Bibit lebah didapat dari hasil memancing peternak, peternak
memancing bibit menggunakan alat pancingan alat pemancingan berbentuk seperti stup
dengan ukuran yang lebih kecil yaitu 25 x 17 cm , kotak tersebut berbahan papan. papan
kayu harus benar benar bersih dari serabut, dan benar benar kering, dalam pembuatanya
salah satu bagian papan yaitu bagian atas sengaja tidak di rapatkan saat dipaku sehingga
seperti ada celah, celah tersebut kurang lebih 1 cm, celah tersebut berguna untuk lubang
masuk lebah, selain itu juga celah tersebut digunakan untuk mengikat kotak pancingan ke
ranting pohon.
b. Perkandangan
Berdasarkan hasil penelitian di Desa Telaga Kecamatan Pelaihari Kabupaten
Tanah Laut, teknis budidaya lebah madu dimulai dari persiapan lahan, Persiapan lahan
yang dilakukan oleh peternak lebah madu yang ada di Desa Telaga adalah
memperhatikan lokasi lahan, lahan yang digunakan sebagai tempat budidaya paling tidak
terletak 50-100 meter dari rumah, menurut peternak jarak tersebut adalah jarak ideal
karena tidak terlalu dekat dari rumah, jika terlalu dekat maka lebah akan terganggu
dengan aktifitas dan tidak terlalu jauh dari rumah menghindari hilang stup lebah, selain
itu lahan tidak boleh terkena paparan sinar matahari secara langsung hal tersebut
bertujuayn menghindari lilin tidak meleleh, menghindari agar tidak terjemur karena akan
merusak koloni lebah madu. Tahap selanjutntya adalah persiapan stup, Stup adalah kotak
yang terbuat dari kayu yang berukuran 35 x 30 x 25 sebagai tempat lebah bersarang dan
sebagai tempat produksi madu, didalam stup ada 5-8 sisiran atau sekatan, sisiran adalah
tempat lebah untuk meletakan sarangnya, sisiran terbuat dari kayu berbentuk persegi
panjang, dengan ditengahnya terdapat tiga kawat yang dikit memanjang disisi dalam
persegi panjang tersebut ukuran dari sisiran adalah lebar 2cm tinggi 20cm panjang 33cm.
Penutup stup terbuat dari kayu dilapisi karpet plastik agar ketika hujan air tidak masuk,
penutup tersebut berukuran lebih besar dari stup yaitu lebar 32, panjang 37, tinggi 4 cm.
C. reproduksi
Berdasarkan penelitian Lebah-lebah ini selanjutnya akan berkumpul menumpuk disekitar
kotak dan akhirnya masuk ke dalam sarang mendekati dan diam bersama lebah lebah ratu
yang telah ada di dalam wadah. Pada waktunya lebh-lebah ini akan memproduksi madu
yang bersumber dari sari bunga tanaman yang ada disekitar lokasi. Panen dilakukan
sekitar 2-3 bulan setelah koloni dipindahkan ke dalam wadah.
D.pakan
Berdasarkan hasil penelitian setelah proses diatas dilaksanakan proses
selanjutnya adalah perawatan stup, perawatan tanaman bahan pakan, dan pengendalian
hama. Perawatan stup yang dilakukan adalah membersihkan stup dengan cara menyapu
menggunakan kuas setiap dilakukan proses panen, hal tersebut bertujuan agar lebah tidak
sering merasa terganggu jika dilakukan diluar proses panen. Perawatan tanaman bahan
pakan adalah dengan menyirami air secara rutin. Pengendalian hama yang dilakukan
peternak adalah meletakan stup diatas penyangga, tinggi penyangga kurang lebih 1 meter,
tiang penyangga dilumuri dengan oli bekas, hama yang sering mengganggu adalah
rangrang dan ayam.
E. penanggulangan penyakit dan hama penyakit
. Untuk spenyakit pada peternakan tersebut tidak didapati adanya serangan penyakit. Tapi
Dalam peternakan yang diamati untuk hama yang sering menyerang adalah wereng untuk
itu perawatan kebersihan kandang sangat penting guna meminimalisir penyakit dan hama

F.panen
Proses terakhir dari kegiatan budidaya adalah panen, Proses panen dimulai
dengan persiapan peralatan, berikut adalah alat yang digunakan, sarung tangan, penutup
muka, cutter, pisau, kuas, alat pemeras (extraktor), nampan, setelah semua alat siap
pemanenan dapat dimulai, stup atau kotak produksi yang siap panen adalah stup yang
terlihat sudah penuh koloni didalamnya dan lilin madu banyak yang terisi. waktu yang
baik saat pemanenan adalah saat matahari sedang terik hal itu agar koloni tidak hilang
atau lari, karena jika koloni lari kemungkinan tidak akan kembali. Proses pemanenan
dilakukan dengan sisiran diangkat di letakkan dalam nampan kemudian dibawa tempat
pemerasan, setelah sampai di tempat pemerasan, lapisan lilin yang menutupi madu
dikupas menggunakan pisau agar mempermudah proses pemerasan madu, setelah madu
di peras madu disaring dan siap dikemas Kriteria stup siap panen sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Wardoyo (2016) bahwa stup yang siap panen adalah stup yang penuh
dengan lebah mengerumuni stup tersebut, sedangkan proses panen berbeda, dari hasil
penelitian proses panen pada usaha madu di Desa Telaga tidak menggunakan pengasapan,
sedangkan menurut Wardoyo (2016) menggunakan pengasapan guna membius sementara
lebah.

KELINCI

2.2 Hasil pengamatan


Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Umbulrejo, Kecamatan
Umbulsari, Kabupaten Jember, JawaTimur. Daerah penelitian ini ditentukan secara
sengaja (Purposive Method) dengan pertimbangan bahwa daerah yang terkenal dengan
sentra produksi jeruk tersebut juga mempunyai potensi untuk mengembangkan usahatani
ternak kelinci. Waktu penelitian lapang direncanakan selama 6 minggu pada bulan
November dan Desember 2017 .

A. Pemilihan bibit
Usaha budidaya kelinci bukanlah sesuatu yang sulit bagi peternak Desa
Umbulrejo, dari hasil pengamatan beberapa jenis kelinci yang pernah dipelihara peterak
adalah jenis Rex (karpet), lokal Unggul (silangan), Anggora, Lop, Flamish Giant.
Diantara jenis diatas yang biasa dipelihara peternak adalah jenis Karpet dan Lokal
Unggul dan Anggora, pilihan jenis kelinci yang dibudidayakan disesuaikan dengan
kondisi permintaan/pasar serta jumlah anakan yang banyak serta dari sisi perawatan.
Budidaya kelinci relatif masih baru di budidayakan.

B. Perkandangan
Luas kandang dan jumlah Indukan yang diusahakan bergantung pada kemampuan
finansial peternak karena berhubungan dengan biaya pembelian Induk serta pembuatan
kandang. Ratio antara Indukan kelinci dengan luas kandang menunjukkan kesesuaian
dengan referensi yang ada. Menurut anjuran, kandang Indukan Kelinci per ekor dengan
luasan kandang 60 x 70 x 45 m2 dan peternak Kelinci di Desa Umbulrejo per ekor
Indukan dengan luasan Kandang 60 x 70 x 50. Hasil analisis lapang menunjukkan angka
yang sesuai anjuran literatur hal ini menunjukkan pemahaman para peternak terhadap
kelinci yang dibudidayakan terkait dengan kesesuaian kandang akan menciptakan
kenyamanan ternak yang berpengaruh positif terhadap kesehatan dan hasil anakan yang
akan didapatkan.
Reproduksi
Satu siklus reproduksi seekor kelinci dapat memberikan 8-10 ekor anak pada umur 8
minggu, bobot badannya dapat mencapai 2 kg atau lebih secara teoritis, seekor induk
kelinci dengan berat 3-4 kg dapat menghasilkan 80 kg karkas pertahun (Farel dan
raharjo , 1984). Umur kawin: Betina (dikawinkan saat 6 bulan), jantan (dikawinkan saat
7-8 bulan, jikalau kurang dari itu maka pertumbuhan akan terhenti).Proses: betina akan
dibawa ke kandang jantan lalu jantan akan menaiki betina sebanyak tiga kali sampai
ejakulasi dan biasanya peternak mengawasi dan jika sudah selesai sebanyak tiga kali
maka betina akan dibawa ke kandangnya lagi.Ciri betina siap kawin (alat kelamin
berwarna merah), jantan (testis agak turun) Persiapan kelinci sebelum melahirkan adalah
bulu kelinci akan rontok untuk menghangatkan anak-anaknya dan membuat tarangan

C.Pakan
Dari hasil pengamatan penyediaan pakannya tidak bersaing dengan ternak nonruminansia
ataupun manusia. Pemanfaatan limbah sayuran pasar juga menjadi alternatif pakan
kelinci sekaligus menjadi solusi pemasalahan lingkungan. Penelitian terkait pemanfaatan
limbah sayuran pasar ini banyak dilakukan dengan berbagai campuran jenis sayuran.
Makanan kelinci yang baik adalah yang terdiri dari sayuran hijau, biji-bijian dan makanan
penguat (konsentrat). Hijauan pakan yang dapat diberikan antara lain rumput lapangan,
limbah sayuran seperti kangkung, daun kol, daun wortel, selada air, daun ubi jalar dan
lain – lain (Bahar S. dkk., 2015). Sayuran hijau yang akan diberikan tidak dalam keadaan
segar melainkan harus melalui proses pelayuan. Proses pelayuan dapat meningkatkan
nilai serat kasar juga menghilangkan getah atau racun untuk menghindari kejang-kejang
atau kembung (bloat) dan mencret (enteritis). Dalam pemanfaatan limbah sayuran pasar
harus dipadukan dengan teknologi pengolahan pakan. Teknologi perbaikan pakan ternak
antara lain: meningkatkan kecernaan structural karbohidrat dengan amoniasi, fisik dan
biologis (fermentasi) (Saputra, D.I. dkk., 2016). Pemberian limbah sayuran pasar harus
dipilah-pilah yang masih layak dijadikan pakan dan tidak tercemar dikarenakan kelinci
sangat mudah terserang penyakit diare. Pemberian pakan yang jelek menunda dewasa
kelamin pada kelinci yang pasti akan merugikan peternak (Tarsono dkk., 2009). Pada
studi literasi ini memberikan informasi awal kandungan nutrisi beberapa limbah sayuran
pasar yang biasa digunakan untuk pakan kelinci antara lain wortel, putren, daun kembang
kol, daun singkong, daun ubi jalar. Namun perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan
pakan disarankan yang tidak mengandung gas karena kelinci sangat peka terhadap
kembung (Bahar S., dkk. 2015).
D.Pencegahan, penanggulangan penyakit dan hama penyakit
Dari hasil pengamatan jurnal Techno.COM, Vol. 15, No. 3, Agustus 2016: 190-
194 Kendala mortalitas yang tinggi salah satu diantarannya yaitu penyakit, Penyakit yang
disebabkan bakteri adalah Pasteurellosis, Listeriosis, Necrobacillocillosis, Salmonellosis,
Staphylococcosis, Sphirochetosis, Tularemia dan Tyzzer′s Disease. Kemudian penyakit
yang disebabkan virus adalah Myxomatosis, Rabbit Pox, Fibroma, Herpes Virus Rabbit,
Rabbit Papilloma. Sedangkan penyakit disebabkan cendawan seperti: Ring worm, dan
Pavus. Penyakit disebabkan parasit yang termasuk Ekto parasit (Ekternal parasites) yaitu
kudis pada daun telinga dan kulit karena Psoroptes cuniculi, Fleas dan Ticks seperti: lalat
Spilopsyllus cuniculi, Ctenocephalides canis dan C.felis, juga caplak Haemaphysalis
leporispalustris. Penyakit karena Endo parasit (Internal parasites) seperti: Koksidiosis,
Nosematosis, Roundworms, Tapeworms. Sedangkan penyakit yang menyerang kelinci di
daerah tropis yaitu: Salmonellosis, Pasteurellosis (Haemorrhagic Septicaemia),
Koksidiosis, Skabies, Mucoid Enteritis (ME), Penyakit Tyzzer dan Sifilis.[2] Salah satu
yang menyebabkan peternak merugi dikarenakan penyakit. Jumlah kematian kelinci yang
disebabkan penyakit cukup tinggi, berkisar antara 15% sampai 40%. Kematian terjadi
dari masa kelahiran hingga penyapihan. Beberapa faktor penyebab timbulnya penyakit
adalah kelengahan dalam menjaga sanitasi kandang, pemberian pakan berkualitas jelek,
volume pakan kurang, air minum kotor atau kurang, kekurangan zat nutrisi, tertular
kelinci lain yang menderita sakit, perubahan cuaca, dan ketidaktahuan mengenai penyakit
kelinci.[3] Oleh karena itu, dibutuhkan suatu alat bantu yang dapat mendiagnosa penyakit
kelinci. Agar para peternak dapat mengetahui penyakit yang diderita kelinci sejak dini.
Dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang saat ini, maka
membawa pengaruh dalam kemajuan perkembangan teknologi computer

ULAT SUTERA

3.1 Hasil pengamatan


Di kutip dari jurnal Hindawi Publishing Corporation Jiwa Volume 2012, ID Artikel
121234, 12 halaman doi: 10.1155/ 2012/121234 di negara india yang Mengulas artikel
Pengelolaan Faktor Iklim untuk Keberhasilan Ulat ( Bombyxmori L.) Tanaman dan
Produksi Sutra Lebih Tinggi: Tinjauan

3.2 pembahasan
Ulat sutera merupakan salah satu serangga peliharaan terpenting yang menghasilkan
benang sutera yang lebat berupa kepompong dengan mengkonsumsi daun murbei selama
masa larva. Pertumbuhan dan perkembangan ulat sutera sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan. Karakter biologi dan kepompong dipengaruhi oleh suhu lingkungan, musim
pemeliharaan, kualitas daun mulberry, dan susunan genetik strain ulat sutera. Suhu
memainkan peran penting dalam pertumbuhan ulat sutera. Karena ulat sutera adalah
hewan berdarah dingin, suhu akan berpengaruh langsung e ff dll pada berbagai aktivitas
fisiologis. Pada umumnya larva instar awal tahan terhadap suhu tinggi yang juga
membantu dalam meningkatkan kelangsungan hidup karakter kepompong. Suhu memiliki
korelasi langsung dengan pertumbuhan ulat sutera; fluktuasi suhu yang luas berbahaya
bagi perkembangan ulat sutera. Kenaikan suhu meningkatkan berbagai fungsi fisiologis
dan dengan penurunan suhu, aktivitas fisiologis menurun. Peningkatan suhu selama
pemeliharaan ulat sutera terutama pada instar akhir mempercepat pertumbuhan larva dan
memperpendek periode larva. Sebaliknya, pada suhu rendah, pertumbuhannya lambat dan
periode larva berkepanjangan.

Suhu optimum untuk pertumbuhan normal ulat sutera adalah antara 20 ◦ C dan 28 ◦ C dan
suhu yang diinginkan untuk produktivitas maksimum berkisar dari 23 ◦ C sampai 28 ◦
C.Suhu di atas 30 ◦ C langsung a ff memengaru kesehatan cacing. Jika suhunya di bawah
20 ◦ C semua aktivitas fisiologis terhambat, terutama pada tahap awal; Akibatnya
cacingan menjadi terlalu lemah dan mudah terserang berbagai penyakit. Persyaratan suhu
selama instar awal Keberhasilan industri serikultur bergantung pada beberapa variabel,
tetapi kondisi lingkungan seperti faktor biotik dan abiotik sangat penting. Di antara faktor
abiotik, suhu memainkan peran utama pada pertumbuhan dan produktivitas ulat sutera.
Ada banyak literatur yang menyatakan bahwa kokon berkualitas baik diproduksi dalam
kisaran suhu 22-27 ◦ C dan kualitas kokon lebih buruk di atas level ini Bagaimanapun,
breed polyvoltine yang dibesarkan di negara tropis diketahui mentolerir suhu yang sedikit
lebih tinggi dan menyesuaikan dengan kondisi iklim tropis . Untuk menggunakan ras
bivoltin di negara tropis seperti India, tanaman kokon harus stabil di lingkungan bersuhu
tinggi. Temperatur tinggi merugikan a ff mempengaruhi hampir semua proses biologis
termasuk laju reaksi biokimia dan fisiologis dan akhirnya dapat a ff mempengaruhi
kualitas atau kuantitas tanaman kokon ulat sutera dan sutera yang dihasilkan. Beberapa
studi menunjukkan bahwa ulat sutera lebih sensitif terhadap suhu tinggi
. Peran Kelembaban terhadap Pertumbuhan Ulat Sutera Kelembaban memainkan
peran penting dalam pemeliharaan ulat sutera dan perannya langsung dan tidak langsung.
Gabungan e ff Pengaruh suhu dan kelembaban sangat menentukan pertumbuhan ulat
sutera yang memuaskan dan produksi kokon yang berkualitas baik. Ini secara langsung
memengaruhi fungsi fisiologis ulat sutera. Ulat sutera usia muda dapat bertahan terhadap
kondisi kelembaban yang tinggi dibandingkan cacing yang berumur lebih tua dan pada
kondisi tersebut cacing dapat tumbuh dengan kuat. Kondisi kelembaban optimal
diperlukan untuk di ff cacing awal dan cacing usia lanjut seperti yang dijelaskan dalam .
Kelembaban juga secara tidak langsung mempengaruhi kecepatan layu daun di bedeng
pemeliharaan ulat sutera. Dalam kondisi kering terutama musim dingin dan musim panas
daun cepat layu dan konsumsi larva akan berkurang. Ini adalah ff mempengaruhi
pertumbuhan larva dan menyebabkan pemborosan daun.

Ulat sutra bersifat fotosensitif dan cenderung merangkak menuju cahaya redup. Mereka
tidak menyukai cahaya yang kuat atau kegelapan total. Pemeliharaan ulat sutera dalam
cahaya terus menerus akan memperlambat pertumbuhannya. Selanjutnya, ini
menyebabkan pentamoulters dan mengurangi bobot larva dan kokon. Ulat sutra menyukai
cahaya redup 15 hingga 20 lux dan menghindari cahaya terang dan gelap. Cacing usia
lanjut bertahan lebih baik dalam periode terang 16 jam dan periode gelap 8 jam. Namun
cacing usia muda lebih menyukai 16 jam dalam kegelapan dan 8 jam periode cahaya.
Larva ulat sutera tidak menyukai cahaya terang atau gelap total, tetapi biasanya fase
terang, berbeda dengan fase gelap, mengaktifkan larva. Ulat sutera adalah serangga
berumur kecil dengan fototaktisme positif larva ulat sutera diberi makan dalam
kegelapan total selama siklus hidup, durasi larvanya lebih lama, dan kualitas kokon
menjadi buruk. Pemeliharaan baik dalam kegelapan total atau dalam cahaya terang
menyebabkan ketidakteraturan dalam pertumbuhan dan pemindahan. Fase terang
biasanya membuat durasi larva lebih lama dibandingkan fase gelap.Penampilan
reproduksi ulat sutera bervariasi dengan faktor iklim yang kurang baik disamping status
fisiologis induknya. Viabilitas komersial ulat sutera tergantung pada korelasi antara
kokon, ngengat, dan potensi reproduktif dari strain tersebut. Bobot kokon dan karakter
reproduksinya sangat dipengaruhi oleh di ff rezim suhu yang salah. Laju produksi telur
bervariasi menurut suhu, dipercepat hingga mencapai suhu optimal dan kondisi
kelembaban. Di ulat sutera, Bombyx mori, ovulasi maksimum dan fekunditas dengan
retensi minimum diamati pada suhu 25,36 ± 0.17 ◦ C dan fluktuasi apapun dari level ini
menurunkan ovulasi, fekunditas oviposisi dan peningkatan retensi telur. Laporan tersedia
tentang kemandulan yang disebabkan suhu pada ulat sutera. Ulat sutera jantan hampir
menjadi steril saat dipelihara pada usia 32 tahun ◦ C selama 4 hari setelah
pemintalan meskipun pupa diawetkan pada suhu sedang 23 ◦ C selama sisa
periode Pekerja melaporkan bahwa ulat sutera jantan menjadi steril pada suhu tinggi (di
atas 33 ◦ C) selama pemintalan dan menunjukkan bahwa paparan terus menerus selama
19 jam terhadap suhu tinggi menyebabkan kemandulan pada ulat sutera jantan.

Induksi sterilitas pada suhu tinggi di di ff beberapa ras India dipelajari. Kualitas kokon
benih dan hasil telur berhubungan langsung dan jumlah pupa yang mati bervariasi dari
satu ras ke ras lain di dunia. ff musim yang berbeda
Perawatan Lingkungan selama silkworm spinning Jika suhu naik melebihi 22 ◦ –25 ◦ C
selama pemintalan, cangkang menjadi sangat kendur dan terlipat dengan kerutan dan
simpul. Ini juga mengubah sifat sericin. Hal ini menyebabkan kohesi benang sutra dan
menyebabkan di ffi kulti di terguncang. Suhu rendah memperlambat sekresi benang sutra
dan menghasilkan kepompong berukuran besar. Lebih lanjut, dibutuhkan waktu yang
sangat lama untuk pemintalan. Kelembaban relatif (60–70%) menyebabkan kesehatan
yang baik, reelabilitas yang baik, dan kualitas kokon yang baik. Ketika naik di atas
tingkat optimal, larva dan kepompong akan mati. Kelembaban rendah menyebabkan
kokon berlapis ganda dan kokon lepas. Kelembaban yang berlebihan dan gas berbahaya
dilepaskan dari kotoran dan urin ulat sutra selama pemintalan. Kecepatan arus udara
harus kurang dari satu meter per detik dan arus udara yang cepat atau kuat menyebabkan
berdesakannya ulat sutera dewasa yang mengakibatkan jumlah kokon ganda lebih
banyak. Ruang pemasangan membutuhkan penerangan yang moderat, merata dan cahaya
yang kuat menyebabkan berkumpulnya ulat sutera di satu sisi dan akhirnya menghasilkan
kokon ganda atau kokon tidak tebal. Kegelapan total akan memperlambat proses
pemintalan sehingga menghasilkan kepompong berkualitas rendah. E ff Pengaruh suhu
dan kelembaban pada perilaku pemintalan ulat sutera dipelajari. menjelaskan gabungan e
ff pengaruh kelembaban dan arus udara selama waktu berputar ulat sutera dan hasil
penelitian menunjukkan bahwa kelembaban rendah (65%) dan arus udara 50 cm / detik
sudah cukup untuk memperoleh reelabilitasyang baik diatas 95%
Para peneliti mengevaluasi pengaruh berbagai faktor stres nutrisi dan lingkungan pada
karakter serat sutra ulat sutra bivoltine. Peneliti juga telah menunjukkan bahwa ada
hubungan antara kadar air lapisan kokon selama tahap pemintalan dan reelabilitas kokon
dan merekomendasikan bahwa kadar air dari lapisan kokon harus di bawah 20% untuk
mendapatkan kokon berkualitas baik dengan reelabilitas yang lebih baik. Perlu dicatat
bahwa ketika kelembapan kondisi lingkungan tinggi selama pemintalan kokon, air yang
ada dalam larutan pemintalan, urin ulat sutera, dan feses diuapkan perlahan-lahan yang
memengaruhi struktur sericin. Berbagai pekerja juga menjelaskan perhatian yang harus
diambil setelah kepompong dan sebelum memanen kokon
Daftar Pustaka

Akhmad. 2014. Ekonomi Mikro Teori dan Aplikasi di Dunia Usaha CV Andi Offset
.Yogyakarta.
Pasaribu, Ali Musa. 2012. Perencanaan dan Evaluasi Proyek Agribisnis. Yogyakarta
Raharjo, Y. C. 2012. Agribisnis Kelinci Skala Mikro, Kecil dan Menengah dalam
Integrasi dengan Hortikultura untuk Penanggulangan Gizi Buruk/Ketahanan Pangan,
Tambahan Pendapatan dan Pemberdayaan Tenaga Kerja. Balai Penelitian Ternak,
Ciawi – Bogor.
Darwin Indra Saputra, Liman, Muhtarudin. 2016. Pengaruh Penambahan Jenis Pakan
Sumber Protein Pada Ransum Berbasis Limbah dan Hijauan Kelapa Sawit
Terhadap Konsumsi, Pertambahan Bobot, dan Efisiensi Kelinci Lokal Jantan.
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 4(2):170 – 175. Eko Marhaeniyanto dan
Sri Susanti, 2017. Penggunaan Konsentrat hijau untuk Meningkatkan Produksi Ternak
Kelinci New Zealand White. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 27 (1): 28 – 39.
Murtisari, T. 2010. Pemanfaatan LImbah Pertanian sebagai pakan untuk Menunjang
Agribisnis Kelinci. Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan
Usaha Kelinci. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Raharjo, Y.C. 2012. Penanggulangan Gizi Buruk/Ketahanan Pangan, Tambahan
Pendapatan dan Pemberdayaan Tenaga Kerja. Agribisnis Kelinci Skala Mikro,
Kecil dan Menengah dalam Integrasi dengan Hortikultura untuk Balai
Penelitian Ternak, Ciawi – Bogor.
Fatihurrazakiah, Ilhamiyah, Siti Erlina, 2019. ANALISIS USAHA BUDIDAYA LEBAH
MADU (Apis Cerena) DI DESA TELAGA KECAMATAN PELAIHARI
KABUPATEN TANAH LAUT
Thomson Sebayang, Salmiah, Sri Fajar Ayu 2017. BUDIDAYA TERNAK LEBAH
DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN MERBAU KABUPATEN DELI
SERDANG 2 (2): 168-178

CG Rao, SV Seshagiri, C. Ramesh, K. Ibrahim Basha,


H. Nagaraju, dan Chandrashekaraiah, “Evaluasi potensi genetik ulat sutera polyvoltine
( Bombyx mori L.) plasma nutfah dan identifikasi orang tua untuk program
pemuliaan, " Jurnal Universitas Zhejiang B, vol. 7, tidak. 3, hlm. 215–220, 2006.
N. Suresh Kumar, T. Yamamoto, HK Basavaraja, dan RK Datta, “Studi tentang e ff
Pengaruh suhu tinggi pada hibrida F1 antara ras ulat sutera polivoltin dan bivoltin
Bombyx mori L, " Jurnal Internasional Entomologi Industri, vol. 2, tidak. 2, hlm.
123–127, 2001.
H. Lakshmi dan M. Chandrashekaraiah, “Identifikasi
bahan penelitian pemuliaan untuk pengembangan keturunan ulat sutera Thermotolerant
Bombyx mori, ” Jurnal Zoologi Eksperimental India, vol. 10, tidak. 1, hlm. 55–63, 2007.
NAR Begum, HK Basavaraja, PG Joge, dan AK Palit,
“Evaluasi dan identifikasi Breed bivoltin yang menjanjikan pada ulat sutera, Bombyx
mori L, " Jurnal Internasional Entomologi Industri, vol. 16, tidak. 1, hlm. 15–20, 2008.
VK Rahmathulla, “Pengelolaan faktor iklim selama
pemeliharaan ulat sutera, " Jurnal Industri dan Perdagangan Tekstil, hlm. 25–26,
1999.BM Sekarappa dan CS Gururaj, “Manajemen pemeliharaan ulat sutra selama musim
panas, " Sutra India, vol. 27, 12, hal. 16.
S. Ueda, R. Kimura, dan K. Suzuki, “Studi tentang pertumbuhan
Bombyx mori ulat sutra. IV hubungan timbal balik antara pertumbuhan larva instar
kelima dengan produktivitas bahan sutera dan telur, ” Buletin Stasiun Percobaan
Serikultural, vol. 26, tidak. 3, hlm. 233–247, 1975.
KV Benchamin dan MS Jolly, “Prinsip ulat sutera
pemeliharaan, "di Prosiding Seminar Masalah dan Prospek Serikultur, S.
PENUTUP
Kesimpulan
Setiap jenis spesies mempunyai kriteria kretia tertentu mengenai pemilihan bibit,
perkandangan, reproduksi, pakan, pencegahan dan penanggulan, penyakit hama dan
penyakit, pemanenan kita sebagai mahasiswa peternakan baik dari praktisi maupun
akademisi harus bisa menanggulangi hal tersebut dan juga menyesuaikannya

Anda mungkin juga menyukai