Anda di halaman 1dari 18

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jeruk Lemon (Citrus limon. L)

2.1.1 Klasifikasi Jeruk Lemon (Citrus limon L.)

Menurut Backer dan Cronquist dalam Batubara (2017) klasifikasi tanaman

jeruk lemon adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae (Tumbuhan);

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh); Superdivisi

:Spermatophyta (Tumbuhan berbiji); Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan

berbunga), Kelas : Magnoliopsida (Tumbuhan berbiji dua), Sub Kelas : Rosidae;

Ordo : Sapindales; Famili : Rutaceae; Genus : Citrus; Spesies : Citrus limon (L.)

Osbeck.

2.1.2 Karakteristik Jeruk Lemon

Gambar 2.1. Jeruk Lemon (Citrus limon (L.)) (Batubara, 2017)

Jeruk lemon memiliki nama latin Citrus limon (L.) Osbeck. Di Indonesia

disebut dengan jeruk sitrun atau jeruk lemon (Indriani, 2015). Jeruk lemon
5

merupakan tanaman asli dari Benua Asia khususnya dari India sampai Cina.

Banyak spesies jeruk yang telah dibudibayakan di daerah subtropis. Jeruk

mempunyai 6 generaa yaitu : 1) Citrus, 2) Microcitrus, 3) Fortunella, 4)

Poncirus, 5) Cymena, 6) Eremocitrus, yang paling banyak dikenal adalah Citrus.

Salah satunya adalah Citrus limon atau jeruk lemon. Jenis jeruk ini berasal dari

daeran Birma Bagian Utara dan Cina Selatan. Penyebaran jeruk lemon di

Indonesia berada di Jawa dan telah dibudidayakan. Jeruk lemon dapat tumbuh

baik di dataran rendah hingga ketinggian 800 meter di atas permukaan laut

(Batubara, 2017).

Jeruk citrus (dari bahasa Belanda Citroen), atau lemon adalah sejenis jeruk

yang buahnya biasa dipakai sebagai penyedap dan penyegar dalam banyak seni

boga dunia. Pohon jeruk citrun berukuran sedang (dapat mencapai 6 m), tumbuh

di daerah beriklim tropis dan sub-tropis serta tidak tahan akan cuaca dingin. Sitrun

dibudidayakan di Spanyol, Portugal, Argentina, Brazil, Amerika Serikat dan

negara – negara lainnya disekitar Laut Tengah. Tumbuhan ini cocok di daerah

beriklim kering dengan musim dingin yang relative hangat. Suhu ideal untuk

sitrus agar dapat tumbuh dengan baik antara 15-30 OC (60-85 OF) (Priambodo,

2015).

2.1.3 Morfologi Jeruk Lemon

Adapun ciri – ciri tanaman buah lemon sebagai berikut :

2.1.3.1 Daun

Daunnya berwarna hijau dengan tepi rata, tunggal, berseling, lonjong/oval,

ujung dan pangkal meruncing, panjang 7-8 cm, lebar 4-5 cm, tangkai silindris,

5
6

permukaan biasanya licin, agak berminyak (Priambodo, 2015) dan sayap daun

sempit atau marginal (Indriani, 2015).

2.1.3.2 Batang

Batang atau daun berduri, panjang tetapi tidak rapat, tegak, bulat,

percabangan simpodial, berduri, hijau. Rantingnya tidak berduri dan tangkai

daunnya selebar 1-1,5 mm (Priambodo, 2015).

2.1.3.3 Akar

Jenis akar dari tanaman jeruk lemon adalah akar tunggang atau akar primer

dimana akar jenis ini dimiliki oleh tumbuhan dikotil seperti tanaman jeruk lemon.

Fungsi utamanya adalah untuk menyimpan makanan (Priambodo, 2015).

2.1.3.4 Bunga

Majemuk, diujung batang dan di ketiak daun, tangkai segitiga, panjang

11,5 cm, hijau, kelopak kelopak bentuk bintang, hijau, benang sari panjang 1,5

cm, kepala sari bentuk ginjal, kuning, tangkai putik silindris, panjang 1 cm, kepala

putik bulat, kuning, mahkota lima helai, bentuk bintang, putih kekuningan

(Priambodo, 2015). Warna bunga kemerahan disertai dengan stamens yang

banyak (Indriani, 2015).

2.1.3.5 Buah

Buah lemon bentuknya bulat telur da mempunyai puting pada ujungnya.

Di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan lemon susu daripada jeruk sitrun

(Meilina, 2003). Buah lemon berkulit kasar, berwarna kuning orange (Priambodo,

2015), bentuknya lonjong atau bundar, berry, herperidium (Batubara, 2007),

6
7

dengan panjang 5-8 cm, tebal kulitnya 0,5-0,7 cm dan dasarnya agak menonjol.

Lemon yang baik berwarna kuning tua, padat dan berdaging tebal dengan

permukaan kulit mengkilap dan rata. Warna akan berubah lebih pucat ketika

matang (Priambodo, 2015). Buah ini termasuk dalam kelompok jeruk yang

disebut “hesperidium”. Lemon yang sudah matang akan berubah warna dari hijau

menjadi kuning, beratnya sekitar 50-80 g dan diameternya 5 – 8 cm (Batubara,

2017).

Buah lemon mempunyai rasa khas, yaitu rasa asam kuat khas sitrus yang

berasal dari air pada kulit lemon itu sendiri. Terasa lebih segar karena terdapat

campuran rasa asam mint. Lemon ini juga lebih menarik karena bentuk yang unik

dengan warna yang cerah. Kulitnya dapat dibuat bahan kue, jelly, asam sitrun,

pectin, dan minyak jeruk. Jeruk lemon ini dapat dibuat obat-obatam, karena

mengandung kadar vitamin C yang cukup tinggi. Obat-obatan yang berasal dari

jeruk lemon dapat digunakan untuki mencegah pendarahan pada pembuluh darah

dan menyegarkan rambut, karena mengandung vitamin A dan B (Priambodo,

2015).

2.1.3.6 Biji

Berbentuk bulat telur/ovoid, kecil, berkerut, putih dan bijinya banyak

(rata-rata 10-15).

2.1.4 Kandungan Jeruk Lemon

Jeruk lemon memiliki kandungan vitamin C yang tinggi dibandingkan

jeruk nipis serta sebagai sumber vitamin A, B1, B2, fosfor, kalsium, pectin,

7
8

minyak atsiri 70% limonene, felandren, kumarins, bioflavonoid, geranil, asetat,

asam sitrat, tanin, polifenol, kalsium dan serat (Indriani, 2015).

Berdasarkan penelitian Tomotake et al, 2005 dalam Indriani, 2015 zat

yang memiliki kemampuan sebagai antibakteri dalam buah jeruk lemon adalah

asam sitrat yang merupakan asam organik utama yang terkandung dalam air

perasaan lemon. Selain itu menurut Zu at al, 2005 dalam Indriani, 2015

kandungan minyak atsiri (monoterpen dan sesquiterpen) seperti limonene

memiliki aktivitas antibakteri dimana pada buah jeruk lemon juga memiliki

kandungan minyak atsiri berupa limonene. Menurut Noghata et al, 2006 dalam

Indriani, 2015 tanaman jeruk mengandung komponen flavonoid dimana flavonoid

memiliki aktivitas antibakteri.

2.1.4.1 Limonoid

Senyawa dengan golongan terpenoid yaitu limonoida. Senyawa limonoid

terdapat dalam 2 bentuk yaitu limonoida aglicones (LA) dan limonoida

glucosidal. Limonoid aglicones menyebabkan rasa pahit pada jeruk dan tidak larut

dalam air. Sedangkan glucosoida tidak menyebabkan rasa pahit pada lemon dan

dapat larut dalam air.

Sifat dasar limonoid mencakup : kegunaannya sebagai insektisida, regulasi

pertumbuhan insek, insek antifidan dan pengaruh medis terhadap binatang dan

manusia seperti antibakteri, viral dan antifungi. Berpontensi sebagai antifidan

terhadap serangga, zat pengatur tumbuh dan zat toksi pada kutu beras, larvasida,

anti mikroba, penolak serangga (repellent) dan penghambat reproduksi. Senyawa

8
9

limonoid merupakan analog hormone juvenile pada serangga yang berfungsi

sebagai pengatur pertumbuhan kutikula larva (Wati, 2010).

Sebagai racun perut, limonoid dapat masuk ke dalam system pencernaan

dan menyebabkan mekanisme penghambat makanan. Limonoid dapat menyebar

ke jaringan saraf dan mempengaruhi fungsi-fungsi saraf. Hal ini akan

mengakibatkan terjadinya aktifitas pada saraf pusat sehingga nyamuk kejang

(Wati, 2010).

Limonoid sendiri memiliki kemampuan untuk menghambat pembentukan

sel kanker, mengurangi pembentukan low-density lipoprotein (LDL), serta

berdasarkan uji lapangan yang dilakukan pada serangga mampu menghambat

serangga untuk makan (antifeedant) (Nurhaifah dkk., 2017).

2.1.4.2 Tanin

Tanin merupakan substansi yang tersebar luas ditanaman seperti kulit

buah, daun, buah yang belum matang, batang dan kulit kayu. Tanin dikatakan

sebagai sumber asam dalam buah. Tanin terdiri dari golongan tanin yang

terhidrolisis, golongan yang tak dapat terhidrolisis dan pseudotanin (Wati, 2010).

Sifat kimia tanin antara lain merupakan senyawa kompleks dalam bentuk

campuran polifenol yang sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal, tannin

dapat diidentifikasi dengan kromotografi, dan senyawa fenol dari tannin

mempunyai aksi adstrigensia, antiseptic dan pemberi warna. Mekanisme kerja

tannin yaitu dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan dan penyerapan

makanan sehingga tannin bersifat sebagai racun perut. Tannin dapat menggangu

serangga dalam mencerna makanan karena tannin akan mengendapkan protein

9
10

dalam system pencernaan yang diperlukan serangga untuk pertumbuhan. Hal

tersebut mengakibatkan proses penyerapan protein dalam system pencernaan

menjadi terganggu ( Wati, 2010).

2.1.4.3 Flavonoid

Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawal fenol yang terbesar

yang ditemukan di alam. Senyawa ini merupakan zat berwarna merah, ungu dan

biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuhan. Flavonoid

yang merupakan golongan fenol dapat menyebabkan penggumpalan protein.

Denaturasi protein tersebut menyebabkan premeabilitas dinding sel alam saluran

pencernaan menurun. Hal ini mengakibatkan transport nutrisi terganggu sehingga

pertumbuhan terhambat (Hayati, 2006 dalam Wati, 2010). Flavonoid merupakan

salah satu jenis senyawa yang bersifat racun. Flavonoid mempunyai sifat khas

yaitu bau yang tajam, dan larut dalam air dan pelarut organic serta mudah terurai

pada temperature tinggi. Flavonoid digunakan sebagai bahan aktif dalam

pembuatan insektisida nabati. Flavonoid masuk ke dalam mulut serangga/lubang

alami di tubuh serangga dan menimbulkan kelayuan pada saraf (Wati, 2010).

2.1.4.4 Fenol

Polifenol menurut Amelia dalam Sulistianingsih, 2014 adalah kelompok

zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan yang memiliki tanda khas yaitu

memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya. Polifenol sering terdapat dalam

bentuk glikosida polar dan mudah larut dala pelarut polar. Polifenol berperan

dalam memberi warna pada suatu tumbuhan seperti warna daun saat musim

10
11

gugur. Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan, sayuran serta biji-bijian.

Polifenol membantu dalam melawan radikal bebas dalam tubuh.

2.1.4.5 Minyak atsiri

Secara tradisional minyal atsiri sering digunakan sebagai bumbu pemberi

citarasa makanan dan minuman, aromaterapi, kosmetik, dan bahan pewangi.

Selain itu minyak atsiri juga sering digunakan sebagai bahan aditif serta pengawet

makanan dan minuman, antiinflamasi, antioksidan, antiseptic, antiserangga, serta

obat berbagai jenis penyakit pada manusia dan hewan (Hartati, 2012).

Menurut Dubey et al., 2008, Dubey et al., 2010, Isman ., 2000 dan Koul et

al., 2008 dalam Hartati., 2012 aktivitas biologi minyak atsiri terhadap serangga

dapat bersifat menolak (repellent), menarik (attractant), racun kontak (toxic),

racun pernafasan (fumigant), mengurangi nafsu makan (antifeedant), dan

menghambat peletakan telur (oviposition deterrent), menghambat pertumbuhan,

menurunkan fertilitas, serta sebagai antiserangga.

2.2 Klasifikasi Culex quinquefasciatus Say

11
12

Gambar 2.2 Nyamuk Culex quinquefasciatus Say (New Zealand Biosecure,


Entomology Laboratory, 2008)

Menurut Clement (1963) dalam Wijaya (2007) klasifikasi dari nyamuk C.

quenquefasciatus Say adalah : Kingdom : Animalia; Phyllum : Athropoda;

Sub phylum : Mandibulata; Classis : Insecta; Sub classis : Pterygota; Ordo :

Diptera; Sub ordo : Nematocera; Familia : Culicidae; Sub familia : Culicinae;

Tribus: Culicini; Genus : Culex; Spesies : C. quenquefasciatus.

2.2.1 Morfologi C. quenquefasciatus Say

Nama lain nyamuk C. quenquefasciatus Say adalah Culex pipiens fatigans

(Setiawati, 2000 dalam Anjar, 2011). Larva Culex sp tubuhnya terdiri dari kepala,

toraks (3 ruas/segmen), abdomen (10 ruas), siphon, dan ruas anal (Pusarawati., et

al, 2008 dalam Zulaikah, 2014). Menurut Setiawati (2000) dalam Anjar (2011)

Kepala Culex umumnya bulat atau sferik dan memiliki sepasang mata, sepasang

antena, sepasang palpi yang terdiri atas 5 segmen dan 1 probosis antena yang

terdiri atas 15 segmen. Toraks nyamuk terdiri atas 3 bagian yaitu protoraks,

mesotoraks, dan metatoraks. Bagian metatoraks mengecil dan terdapat sepasang

sayap (Setiawati, 2000 dalam Anjar, 2011). Pada ruas abdomen VIII terdapat

duru-duri (comb teeth) yang berjumlah lebih dari dua baris. Siphon berbentuk

seperti kerucut, langsing dan panjang. Bulu siphon (hairtuft) terdapat lebih dari

12
13

satu pasang. Pada ujung siphon terdapat alat pernapasan (Pusarawati., et al, 2008

dalam Zulaikah, 2014).

Nyamuk dewasa berukuran panjang 3-6mm, langsing, kaki panjang,

kepalanya spheris hampir seluruhnya di liputi oleh sepasang mata majemuk yang

hampir bersentuhan. Sayap panjang dan sempit dengan vena serta terlipat di atas

perutnya pada saat istirahat. Nyamuk mempunyai sisik yang tersebar meliputi

seluruh bagian sayap sampai ke ujungnya. Pada betina probosis panjang

disesuaikan untuk menusuk dan menghisap darah (Sasmita dkk., 2013). Probosis

merupakan bentuk mulut modifikasi untuk menusuk. Nyamuk betina mempunyai

probosis yang lebih panjang dan tajam, tubuh membungkuk serta memiliki bagian

tepi sayap yang bersisik (Subekti, 2005 dalam Dyah dkk., 2009). Bagian mulut ini

terdiri atas labium pada bagian bawah yang mempunyai saluran, pada bagian atas

terdapat labrum-epifaring, hipofaring, sepasang mandibula seperti pisau dan

maksila yang bergerigi. Antenna panjang (filiformis) dan langsing terdiri atas 15

segmen, antena nyamuk jantan memiliki banyak bulu disebut antena plumose,

sedangkan pada betina sedikit berbulu disebut antena pilose (Sasmita dkk., 2013).

2.2.2 Siklus Hidup C. quinquefasciatus Say

13
14

Gambar 2.3 Siklus hidup Culex quinquefasciatus Say (Metcalff, 1985 dalam
Anjar, 2011)

Nyamuk dapat berkembang biak dengan baik apabila lingkungan sesuai

dengan kebutuhannya. Kepentingan manusia dalam mengelola lahan pertanian,

perikanan, perkebunan, peternakan akan dimanfaatkan untuk perkembangbiakan

larva nyamuk, sehingga berpengaruh terhadap kepadatan maupun perilaku

nyamuk di suatu tempat (Munif, 2009).

Di dalam siklus hidupnya nyamuk mengalami metamorfosis sempurna

(holometabola), yaitu telur, larva (jentik), pupa (kepompong), dan dewasa

(imago). Telur diletakkan di atas air dan di atas tanaman mengapung. Larva dan

pupa berkembang pada air yang mengandung gulma air. Nyamuk merupakan

serangga yang sangat sukses memanfaatkan air lingkungannya, termasuk air alami

dan air sumber buatan yang sifatnya permanen maupun temporer (Hastutiek dkk.,

2014 dan Sasmita dkk., 2013).

2.2.2.1 Telur

14
15

Telur biasanya diletakkan di atas permukaan air satu per satu atau dalam

kelompok. Telur-telur dari jenis Culex dan Culiseta, telur-telurnya biasa

diletakkan berkelompok atau rakit (raft). Dalam satu kelompok biasa terdapat

puluhan atau ratusan butir telur nyamuk. Telur dapat bertahan hidup dalam waktu

yang cukup lama dalam bentuk dorman. Namun, bila air cukup tersedia, telur-

telur itu biasanya menetas 2-3 hari setelah diletakkan (Sembel, 2009 dalam

Zulaikah, 2014).

2.2.2.2 Larva

Telur menetas menjadi larva atau sering juga disebut jentik. Berbeda

dengan larva dari anggota-anggota dipteral yang lain seperti lalat yang larvanya

tidak bertungkai, larva nyamuk memiliki kepala yang cukup besar serta toraks dan

abdomen yang cukup jelas. Larva dari kebanyakan nyamuk menggantungkan

dirinya pada permukaan air. Untuk mendapatkan oksigen dari udara, jentik-jentik

nyamuk Culex dan Aedes menggantungkan tubuhnya agak tegak lurus pada

permukaan air. Kebanyakan larva nyamuk menyaring mikroorganisme dan

partikel-partikel lainnya dalam air. Larva biasanya melakukan pergantian kulit

empat kali dan berpupasi sesudah sekitar 7 hari. Setiap pergantian kulit terbentuk

lustar 1 sampai dengan 4 (Sembel, 2009 dalam Zulaikah, 2014).

2.2.2.3 Pupa (Kepompong)

Sesudah melewati pergantian kulit ke empat, maka terjadi pupasi. Pupa

berbentuk agak pendek, tidak makan, tetapi tetap aktif bergerak dalam air

terutama bila diganggu. Pupa berenang naik turun dari bagian dasar ke permukaan

air. Bila perkembangan pupa sudah sempurna, yaitu sesudah dua atau tiga hari

15
16

maka kulit pupa pecah dan nyamuk dewasa keluar serta terbang (Sembel, 2009

dalam Zulaikah, 2014).

2.2.2.4 Dewasa (Imago)

Nyamuk dewasa yang baru keluar dari pupa berhenti sejenak di atas

permukaan air untuk mengeringkan tubuhnya terutama sayap-sayapnya dan

sesudah mampu mengembangkan sayapnya, nyamuk dewasa terbang mencari

makan (Sembel, 2009 dalam Zulaikah, 2014).

2.2.3 Habitat dan Perilaku

Nyamuk ini hidup dan berkembangbiak di air yang keruh atau kotor

seperti di got, selokan, comberan, sungai yang dipenuhi sampah dan tempat –

tempat lainnya yang tinggi pencemarannya. Nyamuk ini biasanya istirahat saat

siang hari dan menghisap darah manusia pada malam hari setelah matahari

terbenam, oleh karena itu Culex quinquefasciatus dikenal sebagai nocturnal

mosquito yang sering masuk ke dalam rumah – rumah terutama tengah malam

(Prianto, 2000).

2.2.4 Pengendalian

Pengendalian nyamuk memegang peran penting dalam upaya

penanggulangan Mosquito Born Disease. Pengendalian nyamuk bisa dilakukan

dengan berbagai cara, antara lain dengan kontrol biologis terhadap larva bisa

16
17

digunakan predator alami antara lain ikan gambusia, ikan nila, ikan kepala timah,

capung dan nimpa Ephemera (capung sehari). Pengendalian dilakukan dengan

penyemprotan insektisida dan memperhatikan sanitasi lingkungan dengan

menghilangkan air yang tergenang. Pengendalian yang paling sederhana dan

sering dilakukan masyarakat adalah penggunaan insektisida (Hastutiek dkk., 2014

dan Utama, 2003 dalam Zulaikah, 2014).

2.3 Insektisida

Insektisida adalah bahan yang mengandung persenyawaan kimia yang

digunakan untuk membunuh serangga (Raini, 2009) dan (Sunaryo dkk., 2015).

Insektisida berasal dari kata insect dan cide. Insect berarti serangga dan cide

artinya membunuh. Pada perkembangannya banyak insektisida yang cara kerjanya

tidak dengan membunuh, namun dengan cara lain seperti menarik, mengusir,

menghalau ataupun mengganggu pertumbuhan serangga. Oleh karena itu

pengertian insektisida yaitu semua bahan atau campuran bahan yang digunakan

untuk mencegah, merusak, menolak, atau mengurangi serangga hama (vector)

(Joharina dan Alfiah, 2011).

Berbagai insektisida dikenal dalam bidang pertanian, kesehatan

masyarakat, dan kesehatan veteriner. Pada prakteknya bahan aktif insektisida

digunakan bersama dengan bahan lain, misal dicampur dengan minyak sebagai

pelarut, air pengencer, tepung untuk mempermudah dalam pengenceran,

penebaran atau penyemprotan, bubuk yang dicampurkan sebagai pengencer,

17
18

atraktan (pada bahan feromon), sinergis, dan sebagainya (Joharina dan

Alfiah,2011).

Berdasarkan cara masuk ke dalam tubuh serangga, insektisida dapat

dibedakan atas racun pernafasan (fumigant), racun kontak, dan racun perut.

Fumigant digunakan untuk membunuh serangga tanpa harus memperhatikan

bentuk mulutnya, insektisida ini berbentuk gas. Penggunaan insektisida ini harus

hati-hati terutama penggunaan di ruangan tertutup. Insektisida sebagai racun

kontak, yang terpenting adalah kontak antara serangga yang ingin dibunuh dengan

insektisida yang digunakan. Insektisida sebagai racun perut berarti insektisida

harus masuk melalui mulut. Serangga yang diberantas dengan insektisida ini

biasanya mempunyai bentuk menggigit lekat isap dan bentuk mengisap (Joharina

dan Alfiah, 2011).

Berdasarkan cara kerja insektisida terbagi menjadi lima kelompok yaitu,

mengganggu sistem syaraf, menghambat sistem produksi energi, mempengaruhi

sistem endokrin, menghambat produksi kutikula dan menghambat keseimbangan

air. Mengetahui cara kerja insektisida akan bermanfaat dalam memilih dan

merotasi insektisida yang ada untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam

rangka pengelolaan resistensi (Joharina dan Alfiah, 2011).

Insektisida memiliki beberapa jenis bahan kimia yang berbeda, antara lain

Organoklorin, Organofosfat, Karbamat, Piretroid, DEET, Fumigan, dan Asam

Borat menurut Gandahusada., dkk (1998) dalam Akbar (2011) dan (Raini, 2009).

Penggunaan organoklorin telah dilarang di dunia dan Indonesia. Organofosfat

merupakan racun pengendalian serangga yang paling toksik terhadap binatang

18
19

bertulang belakang. Akibat insektisida ini terjadi penumpukan asetikolin.

Gejalanya adalah sakit kepala hingga kejang-kejang otot dan kelumpuhan

(Kusumastuti, 2014).

Karbamat termasuk propoxur yang merupakan senyawa karbamat yang

dapat menyebabkan kerusakan syaraf dan diduga kuat sebagai zat karsinogenik.

Pengaruhnya tidak berlangsung lama tetapi tetap berbahaya jika terjadi akumulasi

(Kusumastuti, 2014).

Selanjutnya piretroid, yang termasuk jenis transflutrin, d-alletrin,

permetrin, dan sipermetrin. Piretroid mempunyai toksisitas rendah pada manusia

karena tidak terabsorpsi dengan baik oleh kulit. Walaupun demikian, insektisida

ini dapat menimbulkan alergi pada orang yang peka (Kusumastuti, 2014).

Terakhir DEET (diethyltoluamide), yang digunakan sebagai insektisida

oles. DEET merupakan bahan aktif yang paling banyak dan sering digunakan

untuk repelan di Indonesia. Umumnya repelan mengandung bahan kimia sinetris

yang dapat menolak nyamuk untuk mendekati kulit. DEET merupakan bahan aktif

penghalau nyamuk bukan membunuh nyamuk dan keberadaanya relative tidak

menimbulkan pencemaran udara (Prasetyowati., et al, 2016). DEET disarankan

tidak digunakan pada pemakaian berulang setelah delapan jam. DEET dapat

berpenetrasi melalui kulit sehingga menimbulkan keracunan. The America

Academy of Pediatrics merekomendasi agar DEET tidak digunakan pada bayi

yang berumur kurang dari dua bulan (Kusumastuti, 2014).

Insektisida diproduksi dari berbagai material yang berisi bahan aktif dalam

bentuk murni kemudian diformulasikan dalam berbagai bentuk agar siap

19
20

digunakan. Formulasi insektisida adalah insektisida semprot dalam bentuk gas

(aerosol) dan manual tanpa aerosol, fogger/pengasapan, insektisida elektrik yang

berbentuk padatan keeping (mat) dan cairan, insektisida bakar, insektisida

lotion/repellent, cairan insektisida, serbuk, kertas bakar, dan fumigan rumah

tangga (Raini, 2009) dan (Sunaryo, 2015).

Piretroid merupakan jenis pestisida yang paling banyak digunakan dalam

pestisida rumah tangga. Pestisida golongan piretroid dapat dibedakan menjadi dua

yaitu piretroid alam yang berasal dari bunga Chrysanthemum cinerari aefolium

dan piretroid sintetis. Sintetik piretroid adalah insektisida dari tumbuh-tumbuhan

yang berasal dari bubuk bunga matahari yang telah dimodifikasi pada gugus ester

(Sunaryo et al., 2015).

Golongan piretroid salah satunya adalah transflutrin. Transflutrin sendiri

termasuk piretroid generasi keempat termasuk juga imiprotrin, praletrin,

metoflutrin, sipermetrin, siflutrin, dan deltametrin. Mekanisme kerjanya adalah

dengan menghambat akson pada kanal ion sehingga mengakibatkan impuls syaraf

akan mengalami stimulasi secara terus menerus dan mengakibatkan serangga

mengalami hipereksitasi (kegelisahan) dan konvulsi (kekejangan). Sintetik

piretroid berkembang pesat di pasar karena kemampuan akumulasi toksisitas di

lingkungan yang rendah. Piretroid mempunyai toksisitas rendah pada manusia

tetapi dapat menimbulkan alergi pada orang yang peka (Sunaryo et al., 2015).

Sifat sintetik piretroid tidak mudah menguap (volatilitas rendah), potensi

insektisidanya tinggi, dan toksisitasnya terhadap manusia rendah pada

20
21

penggunaan normal. Kesuksesan lain piretroid adalah efikasinya tinggi dengan

dosis yang rendah serta daya bunuhnya cepat (Pemba dan Kadangwe, 2012).

21

Anda mungkin juga menyukai