Anda di halaman 1dari 29

SUNAT PEREMPUAN/ PEMOTONGAN

DAN PERLUKAAN GENITALIA


PEREMPUAN (P2GP)
DI INDONESIA

Disampaikan oleh:
dr. Eni Gustina, MPH - Direktur Kesehatan Keluarga
Kementerian Kesehatan RI

Pada:
Paralel Sesi Ilmiah Kongres IBI XVI Tahun 2018
Kerangka Penyajian

3
4

5
1. Pendahuluan
Kesehatan Perempuan dan Sunat Perempuan

Masalah Kesehatan Perempuan merupakan salah satu


masalah yang mendapat perhatian nasional dan internasional:

ICPD (International Conference


CEDAW (Convention on the
for Population and
Elimination of All Forms of
Development), Kairo, 1994:
Discrimination against
Pemenuhan kebutuhan
Women), telah diratifikasi
kesehatan reproduksi, baik bagi
melalui UU No. 7 Thn 1984:
laki-laki maupun perempuan,
Menjunjung tinggi HAM dan
harus menghormati hak
persamaan hak laki-laki dan
reproduksi dengan
perempuan dalam bidang
memperhatikan kesetaraan
ekonomi, sosial, budaya, sipil,
gender dan kekerasan terhadap
dan politik.
perempuan.
Kesehatan Perempuan dan Sunat Perempuan (2)

Konferensi Internasional
Konvensi tentang Hak-hak
Perempuan Ke IV, Beijing,
Anak, telah diratifikasi sejak
1995: Salah satu bidang kritis:
tahun 1990
“Kekerasan terhadap
Perempuan” , termasuk masalah
perusakan alat kelamin
UU No. 39 Tahun 1999 perempuan atau Female Genital
tentang HAM: Mutilation
•Pasal 51 ayat 1: Hak Anak
adalah HAM
•Pasal 58 ayat 1: Seorang SDGs Target 5.3 :
anak berhak mendapat Menghapuskan semua praktik
perlindungan dari segala berbahaya, seperti perkawinan
bentuk kekerasan baik fisik usia anak, perkawinan dini dan
maupun mental. paksa, serta sunat perempuan
Aspek Hukum Sunat Perempuan

UU RI No. 36/2009 tentang Kesehatan

PP RI No. 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi

UU RI No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran

Permenkes RI No. 97/2014 tentang Pelayanan


Kesehatan Masa Sebelum Hamil,
Masa Hamil, Persalinan,
dan Masa Sesudah Melahirkan,
Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi,
Serta Pelayanan Kesehatan Seksual

Permenkes RI No. 6/2014 tentang Pencabutan


Permenkes No. 1636/MENKES/PER/XII/2010 tentang
Sunat Perempuan
Female Genital Mutilation
dan Sunat Perempuan
• Istilah lain FGM dan sunat perempuan
adalah Pemotongan dan Perlukaan
Genitalia Perempuan (P2GP)

• FGM merupakan salah satu bentuk


tindakan kekerasan terhadap
perempuan yang sangat ditentang
masyarakat global dan melanggar HAM.
• FGM mempunyai dampak negatif
terhadap kesehatan reproduksi
perempuan, baik jangka pendek dan
jangka panjang.
Tipe Female Genital Mutilation (FGM)
menurut WHO
2. Gambaran Sunat Perempuan
di Indonesia
Gambaran Sunat Perempuan (0-11 Tahun)
(Riskesdas, 2013)
Gambaran Perempuan yang Disunat
(Riskesdas, 2013)

Kelompok Umur Perempuan Umur Perempuan


Saat Disunat Saat Disunat

Pelaksana Praktik Pemberi Saran


Sunat Perempuan Sunat Perempuan
Hasil Penelitian di Indonesia (1)
75% Pemotongan genitalia dalam praktik sunat perempuan di
Indonesia. Adanya medikalisasi FGM tipe I-IV (WHO)
(Population Council, 2002-2003)

18% Fasyankes dan Organisasi Profesi melakukan khitan. 56%


yang melakukan khitan tidak melakukan tindakan pemotongan
alat genital/simbolik (Lembaga Studi Kependudukan dan
Gender, Univ. Yarsi, 2009)

45,3% Klien mengaku pernah melakukan khitan dan hasil observasi


terdapat tanda bekas khitan 13,3% (PKBI, 2012-2013)

74% Telah mengkhitankan anak pada berbagai layanan yang


menyediakan khitan perempuan (dari 105 responden/
informan di Jakarta dan Tangerang) (Atashendartini H., 2013)
Hasil Penelitian di Indonesia (2)
1. Permintaan sunat
1. Khitan perempuan
perempuan terus
merupakan adat 1. Sumber Informasi
berlangsung di masyarakat
istiadat yg turun Petugas Kesehatan
karena berakar pada tradisi
temurun sejak lama. (Bidan/Perawat)
budaya yang turun menurun,
2. Khitan perempuan Kesehatan Mengenai
yang banyak dilakukan oleh
dengan melakukan Cara Melakukan
penyunat tradisional dan
perlukaan alat Pemotongan/Perlukaan
dilaksanakan secara
genital perempuan Genitalia Perempuan
simbolis.
mempunyai dampak diperoleh dari teman
2. Masyarakat tidak
negatif terhadap Kerja yang Lebih
mengindahkan adanya
kesehatan Senior
peraturan berupa Fatwa MUI
perempuan. 2. Sebanyak 10 %
atau Permenkes mengenai
3. Khitan perempuan Pemotongan/Perlukaan
Sunat Perempuan.
tidak mempunyai Genitalia Perempuan
3. Tenaga kesehatan tidak
alasan yang kuat Dilakukan Bersamaan
melakukan dan
dalam Al Quran dan Dengan Paket
mempromosikan praktik
Hadis Persalinan
sunat perempuan.

Sumber: P2GP, Pusat


Study of the Impact of Fatwa
Penelitian Kualitatif Studi Kependudukan
of the MUI on Female
tentang manfaat dan Kebijakan UGM
Genital Cutting (FGC) and
dan dampak khitan 2017
FGC Technical Guidance
perempuan
of the MoH RI (YARSI &
(Lembaga Studi
UNFPA, 2014)
Kependudukan dan
Gender, Univ.Yarsi,
3. Peraturan tentang Sunat
Perempuan
Lokakarya Sunat Perempuan di Indonesia
(Tahun 2005)

• Desakan adanya kebijakan untuk menghentikan


praktik medikalisasi sunat perempuan oleh tenaga
kesehatan
• Melakukan pendidikan publik ke semua lapisan
masyarakat tentang risiko komersialisasi sunat
perempuan serta pelanggaran hak anak, bekerja
sama dengan organisasi masyarakat dan media
massa

SE Dirjen Bina Kesmas No.HK.00.07.1.3.1047a tahun 2006


tentang ”Edaran tentang Larangan Medikalisasi Sunat
Perempuan bagi Petugas Kesehatan“
Dukungan Organisasi Profesi terhadap
SE Dirjen Bina Kesmas Tahun 2006
• Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia (POGI)
melalui surat nomor
044/KU/V/08 tanggal 8 Mei
2008.
• Ikatan Bidan Indonesia (IBI)
melalui surat nomor
3970/PPIBI/VII/2008.
• Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) melalui penyampaian
pernyataan sikap pada tahun
2007.
Penerbitan Permenkes No.1636/MENKES/PER/XI/2010
tentang Sunat Perempuan

SE Dirjen Bina Kesmas No.HK.00.07.1.3.1047a tahun 2006 tentang


”Edaran tentang Larangan Medikalisasi Sunat Perempuan bagi
Petugas Kesehatan”

diubah

Permenkes No. 1636/MENKES/PER/XI/2010


tentang Sunat Perempuan
Landasan Filosofis
•Memberikan perlindungan kepada perempuan
•Menjamin keamanan dan keselamatan perempuan yang disunat
•Dilaksanakan secara hygienis dan aman
Tanggapan terhadap Permenkes
No. 1636/MENKES/PER/XI/2010
tentang Sunat Perempuan (1)

Bertujuan memberikan perlindungan terhadap


perempuan dari praktik sunat perempuan
yang membahayakan dan sulit di kontrol
apabila dilakukan oleh tenaga non kesehatan.

Mendapat tanggapan berbagai pihak dan


diartikan sebagai upaya mempromosikan atau
memberikan dukungan terhadap praktik sunat
perempuan dan upaya medikalisasi praktik
sunat perempuan.
Tanggapan terhadap Permenkes
No. 1636/MENKES/PER/XI/2010
tentang Sunat Perempuan (2)

• Tanggapan Komite CEDAW:


- Dinilai melegalkan Female Genital Mutilation
(FGM).
- Pemerintah RI diminta untuk melakukan kajian
dan studi banding dengan negara lain terkait
sunat perempuan.
• Tanggapan dari berbagai pihak, LSM
internasional, nasional dan individu.

tuntutan mencabut
Permenkes No.1636/MENKES/PER/XI/2010
Tanggapan terhadap Permenkes
No. 1636/MENKES/PER/XI/2010
tentang Sunat Perempuan (3)
Setelah melalui berbagai proses koordinasi dengan
melibatkan berbagai pihak (lintas sektor, organisasi
profesi, akademisi, pakar, MUI dan LSM, termasuk
Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’k/MPKS)

Pencabutan Permenkes Nomor


1636/MENKES/PER/XI/2010
tentang Sunat Perempuan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2014


tentang Pencabutan Permenkes Sunat Perempuan.
Dasar Pencabutan
Permenkes No. 1636/2010

• Sunat perempuan bukan


merupakan tindakan
kedokteran.
• Tindakan yang dilakukan
dalam bidang kedokteran
harus berdasarkan
indikasi medis dan
terbukti bermanfaat
secara ilmiah.
4. Kompetensi Tenaga Kesehatan dalam
Praktik Sunat Perempuan
Kompetensi & Kewenangan Bidan

KOMPETENSI KEWENANGAN

UU RI No. 36/2014
Preservice tentang Tenaga
Kesehatan
Standar Profesi Kebidanan

Permenkes Nomor 28
Tahun 2017 tentang
Kode etik Izin dan
Penyelenggaraan
Praktik Bidan

Permenkes RI No.
161/Permenkes/PER/I/
Pelatihan 2010 tentang Registrasi
Tenaga Kesehatan
Aspek Medikolegal Sunat Perempuan
1. Etika profesi kesehatan untuk tidak melakukan
pengrusakan terhadap organ yang sehat
2. Dampak merugikan terhadap kesehatan perempuan
3. Kompetensi dan kewenangan tenaga kesehatan
4. Tidak diajarkan di dalam kurikulum pendidikan tenaga
kesehatan

SUNAT PEREMPUAN

1. Bukan merupakan kompetensi dan kewenangan Bidan


2. Bertentangan dengan amanat Undang-undang dalam
perlindungan kesehatan reproduksi bagi perempuan
3. Tidak ada indikasi medis dan manfaat untuk kesehatan
Upaya Kementerian Kesehatan dalam
Pencegahan Praktik Sunat Perempuan

1. Menambahkan informasi pada buku KIA bahwa “sunat


pada anak perempuan tidak mempunyai manfaat
terhadap kesehatan bahkan dapat berisiko bagi
kesehatan reproduksi”
2. Menyusun pedoman Bagi Tenaga Kesehatan dalam
Pencegahan Praktik Pemotongan dan Perlukaan
Genitalia Perempuan (P2GP) dan lembar balik
Pencegahan Praktik Pemotongan dan Perlukaan
Genitalia Perempuan (P2GP) yang dapat digunakan
nakes dalam mengedukasi masyarakat
3. Menambahkan informasi tentang pencegahan sunat
perempuan dalam modul pelatihan Tatalaksana Kasus
Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtPA)
5. Kesimpulan
Kesimpulan
1. Praktik sunat perempuan bukan merupakan tindakan kedokteran
karena pelaksanaannya tidak berdasarkan atas indikasi medis dan
belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan.
2. Setiap tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik berkewajiban
untuk mematuhi standar profesi, standar pelayanan profesi, dan
standar prosedur operasional (Pasal 66, UU RI No. 36/2014
tentang Tenaga Kesehatan).
3. Tenaga kesehatan yang melakukan tindakan di luar standar, tanpa
ada indikasi medis/manfaat kesehatan, melanggar UU Tenaga
Kesehatan dan melanggar kode etik profesi.
4. Tenaga kesehatan yang melaksanakan praktik tidak sesuai standar
profesi dapat dikenai sanksi dari mulai teguran lisan sampai
dengan pencabutan izin (Pasal 82, UU RI No. 36/2014 tentang
Tenaga Kesehatan).
5. Praktik sunat perempuan bertentangan dengan upaya
perlindungan dan pemenuhan kesehatan reproduksi perempuan
serta pencegahan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan anak.
Harapan terhadap Bidan Indonesia
1. Ikut serta dalam pencegahan praktik sunat perempuan di
masyarakat melalui edukasi kepada masyarakat tentang
tidak adanya manfaat kesehatan dan adanya dampak
merugikan kesehatan dari praktik sunat perempuan
2. Tidak melakukan praktik sunat perempuan dalam bentuk
apapun di tempat kerja
3. Menghilangkan praktik sunat perempuan yang dilakukan
bersamaan dengan paket persalinan dan tindik pada anak
perempuan.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai