0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
178 tayangan7 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang sunat perempuan yang didefinisikan oleh WHO sebagai prosedur non-medis yang melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh alat kelamin perempuan. Sunat perempuan diklasifikasikan menjadi empat jenis dan tidak memiliki manfaat kesehatan melainkan berisiko menimbulkan komplikasi jangka pendek dan panjang. Dokumen juga membahas penyebab budaya, agama, dan sosial sunat perempuan serta per
Dokumen tersebut membahas tentang sunat perempuan yang didefinisikan oleh WHO sebagai prosedur non-medis yang melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh alat kelamin perempuan. Sunat perempuan diklasifikasikan menjadi empat jenis dan tidak memiliki manfaat kesehatan melainkan berisiko menimbulkan komplikasi jangka pendek dan panjang. Dokumen juga membahas penyebab budaya, agama, dan sosial sunat perempuan serta per
Dokumen tersebut membahas tentang sunat perempuan yang didefinisikan oleh WHO sebagai prosedur non-medis yang melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh alat kelamin perempuan. Sunat perempuan diklasifikasikan menjadi empat jenis dan tidak memiliki manfaat kesehatan melainkan berisiko menimbulkan komplikasi jangka pendek dan panjang. Dokumen juga membahas penyebab budaya, agama, dan sosial sunat perempuan serta per
Menurut WHO Sunat perempuan (Female Genital Mutilation/cutting (FGM/C))
diartikan sebagai semua prosedur yang melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh alat kelamin bagian luar perempuan atau membuat luka di bagian organ genetalia perempuan untuk alasan non-medis. Hal ini diakui secara internasional sebagai pelanggaran hak asasi perempuan dan anak perempuan serta merupakan bentuk ekstrem dari diskriminasi terhadap perempuan karena menimbulkan konsekuensi yang berat terhadap kesehatan, rasa sakit dan resiko yang tinggi. WHO memperkirakan antara 100-140 juta perempuan dan anak perempuan di dunia telah menjadi korban dari beberapa jenis sunat perempuan, dan setiap tahun sekitar 3 juta anak perempuan beresiko atau mengalami beberapa jenis sunat perempuan, pada dasarnya di 28 negara di sub-Sahara Afrika, Irak utara (Kurdistan), Malaysia dan Indonesia, ditambah Eropa, Amerika Serikat dan Australia serta negara lain dimana terdapat imigran yang membawa budaya sunat perempuan. Alasan untuk tetap menjalankan sunat perempuan, meliputi : pelestarian etnis dan gender, feminitas, keperawanan wanita dan kehormatan keluarga; pemeliharaan kebersihan dan kesehatan; dan jaminan pernikahan untuk perempuan. Praktik ini sebagian besar dilakukan oleh penyunat tradisional, yang sering berperan sentral lainnya dalam suatu komunitas, seperti menghadiri persalinan. Namun lebih dari 18% dari semua sunat perempuan dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan, dan kecenderungan medikalisasi meningkat. Sunat perempuan hampir selalu dilakukan pada anak di bawah umur dan merupakan pelanggaran terhadap hak-hak anak. Praktik ini juga melanggar hak-hak seseorang untuk kesehatan, keamanan dan integritas fisik, hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, dan hak untuk hidup saat sunat peremuan mengakibatkan kematian.
Prosedur Sunat Perempuan Mutilasi genital diklasifikasikan menjadi empat jenis utama : a. Klitoridektomi: penghapusan sebagian atau seluruh klitoris (bagian kecil, sensitif dan ereksi dari alat kelamin wanita) dan, dalam kasus yang sangat jarang terjadi, hanya preputium (lipatan kulit di sekitarnya klitoris). b. Eksisi (pemindahan atau pengeluaran organ tubuh dengan cara pembedahan): pengangkatan sebagian atau seluruh klitoris dan labia minora, dengan atau tanpa eksisi dari labia majora (labia adalah "bibir" yang mengelilingi vagina). c. Infibulasi: penyempitan lubang vagina melalui penciptaan segel penutup. Segel ini dibentuk dengan memotong dan reposisi dalam, atau luar, labia, dengan atau tanpa penghapusan klitoris. d. Lainnya: semua prosedur berbahaya lainnya ke alat kelamin perempuan untuk tujuan non-medis, misalnya menusuk, menggores, dan prosedur lain di daerah genital.
Tidak ada manfaat kesehatan, hanya merugikan Sunat perempuan tidak memiliki manfaat kesehatan, dan itu merugikan anak perempuan dan perempuan dalam banyak hal. Karena hal ini melibatkan menghapus serta merusak jaringan genital sehat dan normal perempuan, juga mengganggu fungsi alami tubuh perempuan. Komplikasi segera dapat mengakibatkan rasa sakit yang hebat, shock, perdarahan, tetanus atau sepsis (infeksi bakteri), retensi urin, luka terbuka di daerah genital dan cedera pada jaringan genital dekatnya.
Konsekuensi jangka panjang dapat mencakup: a. Perlunya dilakukan operasi b. Kemih dan menstruasi masalah c. Hubungan seksual nyeri dan rendahnya kualitas kehidupan seksual d. Infertilitas e. Nyeri kronis f. Infeksi (misalnya kista, abses dan bisul genital, infeksi panggul kronis, infeksi saluran kemih) g. Keloid (jaringan parut yang berlebihan) h. Infeksi saluran Reproduksi i. Konsekuensi psikologis, seperti takut hubungan seksual, stress disorder pasca- traumatic, kecemasan, dan depresi j. Peningkatan risiko kanker serviks (meskipun banyak penelitian yang diperlukan)
Penyebab budaya, agama dan sosial Penyebab mutilasi alat kelamin perempuan termasuk campuran faktor budaya, agama dan sosial dalam keluarga dan masyarakat. a. Dimana sunat perempuan adalah konvensi sosial, tekanan sosial untuk menyesuaikan diri dengan apa yang orang lain lakukan dan telah lakukan sehingga menimbulkan motivasi yang kuat untuk mengabadikan praktik ini. b. Sunat perempuan sering dianggap sebagai bagian penting dari membesarkan seorang gadis, dan mempersiapkan dirinya untuk dewasa dan menikah. c. Sunat perempuan sering termotivasi oleh keyakinan tentang apa yang dianggap perilaku seksual yang tepat, prosedur untuk keperawanan pranikah dan dihubungkan dengan kesetiaan perkawinan. d. Sunat perempuan dalam banyak komunitas diyakini mengurangi libido wanita dan karena itu diyakini membantunya melawan tindakan seksual yang "terlarang". e. Sunat perempuan berhubungan dengan cita-cita budaya feminitas dan kerendahan hati, yang meliputi gagasan bahwa anak perempuan "bersih" dan "indah" setelah penghapusan bagian tubuh yang dianggap hanya milik "laki-laki" atau "haram". f. Meskipun tidak ada perintah agama yang mewajibkan, praktisi sering percaya praktik ini memiliki dukungan agama. g. Para pemimpin agama mengambil berbagai posisi yang berkaitan dengan sunat perempuan: beberapa mempromosikannya, beberapa menganggap tidak relevan dengan agama, dan lain-lain juga berkontribusi terhadap eliminasi. h. Struktur lokal kekuasaan dan otoritas, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, penyunatan, dan bahkan beberapa tenaga medis dapat berkontribusi untuk menegakkan praktek ini. i. Di sebagian besar masyarakat, sunat perempuan dianggap sebagai tradisi budaya, yang sering digunakan sebagai argumen untuk tetap dilanjutkan. j. Dalam beberapa masyarakat, praktek ini terkait dengan menyalin tradisi kelompok lain. Kadang-kadang dimulai sebagai bagian dari gerakan kebangkitan agama atau tradisional yang lebih luas. k. Dalam beberapa masyarakat, sunat perempuan dilakukan oleh kelompok- kelompok baru ketika mereka pindah ke daerah di mana sunat perempuan dipraktekan oleh penduduk setempat.
Hukum Menteri Kesehatan Tentang Sunat Perempuan
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014
TENTANG PENCABUTAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1636/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG SUNAT PEREMPUAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa setiap tindakan yang dilakukan dalam bidang kedokteran harus berdasarkan indikasi medis dan terbukti bermanfaat secara ilmiah; b. bahwa sunat perempuan hingga saat ini tidak merupakan tindakan kedokteran karena pelaksanaannya tidak berdasarkan indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan; c. bahwa berdasarkan aspek budaya dan keyakinan masyarakat Indonesia hingga saat ini masih terdapat permintaan dilakukannya sunat perempuan yang pelaksanaannya tetap harus memperhatikan keselamatan dan kesehatan perempuan yang disunat, serta tidak melakukan mutilasi alat kelamin perempuan (female genital mutilation); d. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/Menkes/Per/XII/2010 tentang Sunat Perempuan dipandang tidak sesuai lagi dinamika perkembangan kebijakan global; e. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d diatas, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/Menkes/Per/XII/2010 tentang Sunat Perempuan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637); 4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 741); 5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 230/Menkes/SK/VII/2012 tentang Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syarak Kementerian Kesehatan;
MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PENCABUTAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1636/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG SUNAT PEREMPUAN.
Pasal 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/Menkes/Per/XII/2010 Tentang Sunat Perempuan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 2 Memberi mandat kepada Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syarak untuk menerbitkan pedoman penyelenggaraan sunat perempuan yang menjamin keselamatan dan kesehatan perempuan yang disunat serta tidak melakukan mutilasi alat kelamin perempuan (female genital mutilation).
Pasal 3 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Februari 2014
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
NAFSIAH MBOI
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 Februari 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 185
Sumber : World Health Organization: [http://whqlibdoc.who.int/publications/2008/9789241596442_eng.pdf] webcite Eliminating female genital mutilation: an interagency statement. OHCHR, UNAIDS, UNDP, UNECA, UNESCO, UNFPA, UNHCR, UNICEF, UNIFEM, WHO. Geneva; 2008.
Peraturan menteri kesehatan republik indonesia Nomor 6 tahun 2014 tentang Pencabutan peraturan menteri kesehatan nomor 1636/menkes/per/xii/2010 tentang sunat perempuan