Anda di halaman 1dari 19

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DI SMK

Muhammad Husin
http://www.um.ac.id

Abstrak : Korupsi merupakan perbuatan yang merugikan baik di perusahaan, lembaga


ataupun Negara baik itu di kalangan pemimpin ataupun bawahan terutama di Indonesia. Oleh
karena itu perlu adanya perubahan dimulai dengan perbaikan sumber daya manusia yang di
bentuk di sekolah. Sekolah SMK merupakan hal yang pas karena lulusanya kebanyakan
langsung mencari pekerjaan. Hal ini bertujuan memberikan pengetahuan, jenis, dan cara
mencegah berbagai bentuk korupsi di SMK. Metode penelitian pada penulisan ini menggunakan
kajian pustaka (literature review) dengan cara mengumpulkan data dari sumber yang relevan
seperti buku-buku, jurnal, dan lainya. Hasil penelitian ini adalah cara yang efektif untuk
membangun sekolah SMK yang mendidik antikorupsi pada siswanya. Pendidikan antikorupsi
merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk mengajarkan siswa tentang antikorupsi.
Tidak hanya guru saja yang memiliki kewajiban untuk mengajarkan pendidikan antikorupsi,
tetapi juga kepala sekolah sebagai leader di SMK memiliki peran penting dalam mewujudkan
pendidikan antikorupsi dengan memberikan arahan pada guru, karyawan, dan pihak yang terkait
di sekolah untuk menerapkan antikorupsi. Kurikulum pendidikan antikorupsi di terapkan pada
semua mata pelajaran dengan cara guru membuat rencana pembelajaran dan model pembelajaran
yang bervariasi ditambah dengan poster untuk menambah suasana sekolah anti korupsi.
Sedangkan untuk evaluasi hasil dari pembelajaran antikorupsi guru menggunakan assessment
autentik.

Kata Kunci : Pendidikan anti korupsi, kurikulum anti korupsi, asesmen autentik

Pendahuluan

Pendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam membentuk sumber daya manusia
yang berkualitas. Dengan pendidikan yang baik maka akan menghasilkan sumber daya manusia
yang baik pula. Menurut penelitian yang ada, bahwa pendidikan mampu membangun masyarakat
menjadi lebih sehat, lebih kaya, dan lebih adil (Peercy & Svenson, 2016). Sumber daya manusia
yang sehat, kaya dan adil adalah sumber daya manusia yang tidak melakukan tindakan kejahatan
seperti korupsi, karena korupsi merupakan perbuatan yang merugikan baik di perusahaan,
lembaga ataupun Negara. Korupsi dapat menghancurkan berbagai segi kehidupan, terutama
kehidupan sosial ekonomi sebagai faktor kunci untuk kesejahteraan setiap orang dalam suatu
masyarakat, bangsa dan Negara (Ola, 2017, hal 27). Korupsi bisa terjadi dimanapun kapanpun
baik di perusahaan ataupun organisasi baik skala kecil maupun besar. Tak ada satupun yang
dapat mengelakkan kehadiran tindakan yang merugikan ini. Korupsi dapat mendatangkan
malapetaka yang tidak terbayangkan, tanpa memandang ukuran atau jenis usaha ataupun
organisasi, biasa terjadi di segala tempat dan tingkatan, mulai dari tingkat administrasi, tata
usaha sampai ketingkat pimpinan dan direksi (Sosiawan, 2019, hal.518).
Tindakan korupsi merupakan tindakan yang merugikan banyak orang, karena ini
berhubungan dengan dana untuk orang banyak yang di salah gunakan untuk kepentingan tertentu
dengan maksud memuaskan keinginan golongan atau pribadi. Perlu adanya upaya pencegahan
agar tindakan korupsi ini terjadi di berbagai kalangan. Salah satunya ada pada pendidikan.
Dalam hal ini dunia pendidikan memegang peran penting dalam melaksanakan pendidikan
antikorupsi (Asmorojati, 2017, hal. 495). Seperti misalnya pada siswa SMK ketika disuruh
membuat prakarya dengan memanipulasi estimasi biaya supaya mendapat uang lebih dari orang
tuanya. Hal ini akan mengakibatkan wali murid berpikir bahwa pihak sekolah meminta biaya
yang berlebihan untuk membuat prakarya. Padahal nyatanya estimasi biaya dibawah dari
permintaan siswa tersebut kepada orang tuanya. Kasus seperti ini akan sering terjadi bila wali
murid tidak memberitahu atau tidak mengkonfirmasi kepada guru dari siswa tersebut tentang
biaya yang di keluarkan untuk membuat produk prakarya. Hal ini yang akan menghasilkan SDM
yang suka korupsi bila tidak di didik secara baik. Banyak penelitian juga menyebutkan bahwa
tindakan korupsi di SMK masih ada. Salah satu penelitian yang dilakukan (Widyaningrum
dkk,.2020) pada tanggal 16 Januari 2020 di SMK Global Prima Islamis School Bekasi Utara
dengan diadakan pelaksanaan pembagian kuisioner antikorupsi, hasilnya yaitu peserta didik
perempuan dan laki-laki pernah melakukan perbuatan tidak jujur seperti menyontek dan
berbohong (hal. 29). Mereka juga sebenarnya sudah tau kalau menyontek itu tidak baik, akan
tetapi peserta didik tersebut belum mengetahui hubunganya antara ketidakjujuran dengan sikap
antikorupsi. Masih banyak lagi contoh kasus siswa yang melakukan tindakan korupsi.
SMK merupakan salah satu pendidikan yang menghasilkan sumber daya manusia yang
siap untuk bekerja. Di dunia kerja nantinya pasti siswa tersebut akan banyak menemui berbagai
tindakan korupsi. Namun banyak orang yang malah justru ikut dalam tindakan korupsi tersebut.
Kebanyakan korupsi dilakukan karena faktor diri dan lingkungan dari seseorang tersebut. Faktor
internal berkaitan dengan diri seseorang, ini berhubungan erat dengan kualitas kehidupan moral,
keimanan, dan kejujuran. Faktor eksternal mencakup aspek kehidupan keluarga, lingkungan
politik, lingkungan organisasi atau sekolah, dan lingkungan kerja (Ola, 2017, hal. 27). Bila
lingkungan dari seseorang tersebut suka sekali melakukan perbuatan korupsi atau semua hal
yang serupa, maka kebanyakan orang otomatis mengikuti perbuatan tersebut karena selain
banyak teman juga takut di musuhi teman. Sama halnya seperti di SMK ketika ujian menyontek
atau melihat jawaban teman saat ujian. Untuk itu perlu adanya pendidikan antikorupsi di SMK
dengan tujuan agar antikorupsi terlaksanakan pada siswa hingga bekerja kelak.
Hal tersebut sebagai acuan penulis untuk menggalangkan pendidikan antikorupsi di
SMK. Dengan pendidikan anti korupsi diharapkan dapat mengurangi tingkat korupsi. Dalam
menunjang pelaksanaan pendidikan antikorupsi tersebut beberapa pihak telah mengembangkan
panduan untuk pendidikan formal persekolahan (schooling system), terutama oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kementerian yang menaungi pendidikan dasar, menengah,
dan tinggi (Pusat Edukasi Antikorupsi, 2020). Menurut Akbar dan Vujic (2014) mengatakan
untuk mencapai target yang tinggi perlu dilakukan pada semua level masyarakat, dari sekolah
sampai tempat kerja. Dengan ini diharapkan bisa menghasilkan SDM yang terpercaya dan
generasi yang bebas dari korupsi. Kemajuan negara akan terhambat apabila korupsi masih sering
terjadi di berbagai kalangan. Pendapatan Negara akan semakin berkurang, proyek-proyek akan
sulit terselesaikan dengan tepat waktu. Sesuai dengan apa yang dikatakan (Evrensel, 2010) yaitu
Negara yang memiliki level yang lebih rendah dalam pendidikan, ketidakefektifan
system.hokum, dan rezim politik yang totaliter mengakibatkan pertumbuhan ekonomi lebih
lambat, tingkat inflasi lebih tinggi, dan level korupsi lebih tinggi.

Metode Penelitian

Metode pada penulisan ini menggunakan metode penelitian kajian pustaka (literature
review) dengan cara mengumpulkan data dari berbagai sumber buku, jurnal, karya ilmiah,
sumber internet, blog dan lainya yang sesuai dengan topik yang dibahas. Metode penelitian
kajian pustaka bertujuan untuk menemukan, menganalisis, mengklasifikasi, mensintesis, dan
menyimpulkan dari sumber-sumber ilmiah untuk menemukan jawaban atas permasalahan
(Hearn, Feuer, Higginson, & Sheldon, 1999).
Pengumpulan data pada penelitian ini meliputi beberapa tahapan yaitu menentukan tema
penelitian yang menjadi topic utama yang akan dibahas, setelah itu mencari sumber materi yang
sesuai dengan topic utama dari berbagai sumber yang relevan melalui Scopus, Google Schoolar,
Pro Quest, Ebsco, dan sejenisnya sesuai dengan kata kunci. Kemudian mengklasifikasi,
menganalisis, dan mensintesis poin poin penting dari berbagai jenis artikel yang dibutuhkan
menjadi konsep praktis untuk ditulis menjadi artikel penelitian kajian pustaka.

Hasil dan Pembahasan

Pada bagian ini membahas pendidikan antikorupsi yang akan diterapkan di SMK meliputi
pengertian pendidikan antikorupsi, strategi membuat pendidikan antikorupsi, kurikulum sekolah
berbasis antikorupsi, asesmen autentik sampai dengan hasil pembahasan berupa sebuah konsep
dan skema pembelajaran antikorupsi yang dapat diterapkan di SMK.

Pendidikan Antikorupsi

Untuk menerapkan pendidikan antikorupsi di SMK, guru maupun seluruh pihak terkait di
SMK harus mengerti dan paham dahulu tentang apa itu pendidikan antikorupsi. Pendidikan
antikorupsi adalah program pendidikan tentang korupsi yang bertujuan untuk membangun dan
meningkatkan kepedulian warganegara terhadap bahaya dan akibat dari tindakan korupsi
tersebut. Menurut Natal dkk. (2020) pendidikan antikorupsi dapat di artikan sebagai usaha untuk
sadar dan secara sistematis yang diberikan kepada peserta didik berupa pengetahuan, nilai-nilai,
sikap, dan keterampilan yang dibutuhkan agar mereka mau mencegah dan menghilangkan
peluang berkembangnya korupsi (hal. 16). Sasaran utamanya tidak hanya menghilangkan
peluang korupsi, melainkan juga sanggup untuk menolak segala pengaruh yang mengarah pada
tindakan korupsi. Target utamanya dari pendidikan antikorupsi yaitu fenomena yang terjadi,
kriteria korupsi, penyebab orang melakukan korupsi, dan akibat dari perbuatan orang tersebut
meliputi kerugian orang lain dan keuntungan bagi dirinya sendiri atau golongan, serta bagaimana
cara melawan korupsi dengan menerapkan nilai-nilai dan aturan yang tegas untuk menentang
korupsi.
Seperti yang di ungkapkan oleh Kesuma dkk. (2009) secara umum tujuan pendidikan anti
korupsi meliputi : (1) membentuk pengetahuan dan pemahaman tentang korupsi beserta
aspeknya di pendidikan, (2) mengubah presepsi dan sikap terhadap perbuatan korupsi, dan (3)
membentuk keterampilan dan kecakapan yang ditujukan untuk melawan korupsi (hal.59).
Dengan adanya ketiga tujuan tersebut, pendidikan antikorupsi dapat diterapkan di SMK. Karena
menurut Ulyan (2018) pendidikan adalah kehidupan , maka dari sanalah seorang siswa
diajarkan nilai-nilai kejujuran, keadilan dan dampak dari perbuatan korupsi (hal. 46).
Pendidikan antikorupsi harus di ajarkan terus menerus tidak hanya di pendidikan dasar atau
menengah pertama, di SMK juga sangat perlu sekali pendidikan antikorupsi. Dengan pendidikan
yang di ajarkan secara konsisten dan berlanjut, tujuan pendidikan antikorupsi di SMK ini akan
membuahkan hasil yaitu orang-orang dengan berkepribadian antikorupsi. Pada dasarnya sebuah
kepribadian seseorang tidak muncul secara instan namun melalui sebuah proses (Ulyan, 2020).
Sedangkan komisi pemberantasan korupsi (KPK) mengemukakan ada sembilan nilai
dasar yang perlu ditanamkan dan diperkuat melalui pelaksanaan pendidikan antikorupsi di
sekolah yang meliputi nilai kejujuran, adil, berani, hidup sederhana, tanggung jawab, disiplin,
kerja keras, hemat dan mandiri (Nugraheni, Lestari, & Sukini, 2017). Nilai-nilai ini sebenarnya
sudah di ajarkan sejak sekolah dasar terutama pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, namun masih tetap saja banyak yang melakukan tindakan korupsi tersebut
dikarenakan siswa hanya menerapkan pada mata pelajaran tersebut untuk memperoleh nilai saja.
Sedangkan suasana dan penerapan di lingkungan sekolah atau luar sekolah masih banyak yang
belum menunjukan antikorupsi dikarenakan modernisasi, gengsi pergaulan, dan kebiasaan
berbuat curang/korupsi.
Menurut Montessori (2012), untuk memiliki pengetahuan yang benar dan tepat tentang
korupsi, siswa perlu mendapatkan berbagai informasi yang memungkinkan mereka dapat
mengenal tindakan korupsi. Salah satunya melalui pembelajaran yang mengenalkan tindakan
korupsi dan kerugian dari perbuatan tersebut. Siswa juga perlu di beritahu perbedaan antara
tindakan korupsi dengan tindakan kejahatan lainya. Pembelajaran antikorupsi sebaiknya
diterapkan pada berbagai mata pelajaran dengan memberikan pada siswa analisis penyebab dan
akibat dari tindakan korupsi pada berbagai aspek kehidupan manusia sehari-hari. Hal ini
bertujuan agar siswa dapat memiliki moralitas pada dirinya masing-masing agar tidak melakukan
tindakan korupsi secara kesadaran dan keinginan dari siswa itu sendiri.
Pendidikan antikorupsi juga sangat mempengaruhi sikap siswa. Objek sikap adalah
segala sesuatu (benda, orang, hal, itu) yang bisa dinilai oleh manusia (Darmawan, 2016).
Semuanya saling berhubungan dan sikap yang timbul akan menentukan siswa tersebut apakah
siswa tersebut suka berbuat tindakan yang menunjukan korupsi atau tidak. Untuk itu guru harus
berusaha mengajarkan sikap yang menunjukkan tidak korupsi pada siswa baik di sekolah
maupun luar sekolah agar tidak di tirukan siswanya. Siswa juga harus memiliki pemahaman
yang baik dan benar tentang mana itu tindakan korupsi dan mana itu tindakan yang bukan
korupsi agar tidak salah dalam menyikapi. Sikap siswa yang ditanamkan sebelum masuk SMK
sangatlah berbeda-beda, apabila sikap yang tertanam sebelumnya sudah berlawanan dengan
pendidikan antikorupsi, hal ini akan menjadi tugas yang tidak mudah sebagai guru untuk
menanamkan sikap antikorupsi pada siswa tersebut. Untuk itu diperlukan pola dan strategi
perubahan sikap pada siswa di lingkungan sekolah baik melalui pembelajaran guru maupun
suasana pada sekolah agar terbiasa untuk bersikap antikorupsi.
Pendidikan antikorupsi untuk SMK juga perlu memperhatikan perbedaan perspektif
moral dan konvensi nya. Seperti yang di kemukakan oleh Aspin (2007) bahwa apapun juga nilai
yang ingin dimasukan dalam pendidikan, maka pendidikan menyangkut moral adalah hal yang
utama, karena itu merupakan bagian dari kewajiban untuk mempersiapkan generasi muda
memasuki dunia yang menghendaki perilaku lebih baik dari yang pernah ada. Menurut Widayati
(2016) mengemukakan bahwa moral adalah suatu tuntutan perilaku baik yang dimiliki individu
sebagai moralitas atau ajaran˗ ajaran tentang sesuatu yang baik dan buruk menyangkut tingkah
laku dan perbuatan manusia. Pada perspektif moral, perilaku yang dapat dikatakan baik karena
diterima secara universal dan merupakan kewajiban semua orang tanpa melihat apa yang
dipikirkan orang secara individu. Jadi perspektif moral itu adalah apabila dimana suatu tindakan
dikatakan baik atau buruk dengan melihat kosekuensinya pada orang banyak (Montessori, 2012).
Kemudian tindakan tersebut yang menentukan baik atau buruknya adalah dari niatnya, bila suatu
tindakan berniat baik walaupun hasilnya buruk akan tetap diterima orang, namun bila niatnya
buruk walaupun hasilnya baik juga tetap di nilai buruk oleh orang. Sedangkan konvensi adalah
norma yang telah ada di masyarakat dan telah di sepakati bersama sejak dahulu baik tertulis
maupun tidak tertulis pada saat tertentu (Montessori, 2012). Norma yang ada misalnya jangan
berbohong, membunuh, menipu merupakan norma-norma yang berlaku yang harus diterapkan.
Namun pelanggaran norma tersebut bisa di anggap baik misalnya berbohong kepada musuh saat
perang, menipu musuh saat perang dan lain-lain. Jadi perspektif moral dan konvensi memiliki
konsep dan logika yang berbeda.
Strategi Membuat Pendidikan Antikorupsi di SMK

Pendidikan selain berfungsi untuk media mengembangkan kemampuan juga untuk


membentuk karakter dan peradaban bangsa yang bermartabat (Budi dkk,. 2020). Pendidikan
tidak hanya berorientasikan pada hasil nilai akademik tentang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Melainkan pendidikan harusnya mampu mendidik tingkah laku dan karakter yang baik.
Pendidikan sering dinyatakan sebagai kebutuhan individu dan mengembangkan karakter manusia
(Chitty, 2002). Pendidikan antikorupsi adalah salah satu cara yang bisa digunakan untuk
membentuk karakter dan sumber daya manusia yang baik dan tidak korupsi. Pendidikan
antikorupsi di sekolah secara formal akan memberi manfaat selain untuk Negara juga untuk
pragmatis maupun secara teoritis dan filosofis. Pertama, lembaga pendidikan formal merupakan
lembaga yang sudah stabil. Kedua, tidak menambah budget pemerintah secara besar-besaran
untuk memberantas korupsi. Ketiga, dapat dilaksanakan secara formal, sistematis dan
berkesinambungan, dan terakhir merupakan investasi bangsa dalam jangka panjang
(mottesori,2012). Cara ini bisa dilakukan di lingkup sekolah yang dilaksanakan secara sistematis
di segala aspek terutama yang berhubungan dengan kemungkinan adanya tindakan korupsi.
Cara tersebut tidak akan berhasil bila tidak ada dukungan dari guru, tenaga sekolah, wali
siswa, dan kepala sekolah. Kepala sekolah sebagai leader sekaligus pembuat kebijakan di
sekolah dasar memiliki peran penting dalam mewujudkan pendidikan antikorupsi. Bagaimana
seharusnya tujuan dapat dicapai maka kepala sekolah secara umum memberikan tanggung jawab
kepada guru (Andersson, Gunnarsson, & Rosen, 2015). Pembuat kebijakan seharusnya
mengembangkan strategi yang sesuai untuk membangun pendidikan antikorupsi dan program
pelatihan untuk manajer sektor umum dan privat (Akbar, Vujic, 2014). Kepala sekolah harus
membuat rancangan jangka pendek dan jangka panjang dalam membangun pendidikan
antikorupsi di SMK. Setelah itu diadakan komunikasi dan diskusi antara kepala sekolah dengan
guru, tenaga sekolah, wali siswa komite sekolah dan masyarakat. Sedangkan untuk menjangkau
masyarakat dilakukan dengan cara pendekatan melalui komunikasi dengan wali siswa (Manion,
2004). Semua yang ada di lingkup tersebut perlu dilibatkan dalam menyusun cara yang efektif
dan efisien dalam mewujudkan pendidikan antikorupsi di SMK.
Kajian dari semua pihak tersebut kemudian dilanjutkan dengan langkah penerapan.
Penerapan dilakukan oleh semua warga sekolah terutama pada guru yang merupakan seseorang
yang berhubungan langsung dengan siswa harus mencanangkan untuk tidak melakukan hal-hal
yang berhubungan dengan korupsi seperti mencontoh saat ujian. Guru dan karyawan sekolah
terutama guru BK harus mengadakan komunikasi yang erat pula dengan wali siswa bila ada
urusan yang berhubungan dengan biaya sekolah seperti pemungutan dana biaya prakarya,
kenaikan spp, atau uang kegiatan lainya. Semua pihak yang ada di sekolah bersinergi melakukan
tugas sesuai peran dan tanggung jawab dalam keberhasilan pendidikan antikorupsi.
Penerapan tersebut dilakukan sekolah selama sebulan pertama harus di evaluasi bersama
kemudian di ambil poin pentingnya apa ada kelebihan atau kekuranganya kemudian dibenahi di
cari solusinya lalu di terapkan ke bulan selanjutnya. Kelebihan dan kekurangan yang didapat di
tulis sebagai bahan evaluasi dan masukan yang terdokumentasi dengan baik.

Kurikulum Sekolah Berbasis Pendidikan Antikorupsi

Kurikulum di sekolah berperan penting demi tercapainya kesuksesan belajar pada satuan
pendidikan. Pada Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
khususnya pada bagian kurikulum nasional sekolah dasar sampai perguruan tinggi, istilah
pendidikan antikorupsi merupakan bagian dari rekontruksi pendidikan yangberupaya untuk
menjawab berbagai persoalan korupsi di masyarakat. Di Indonesia kasus korupsi sudah sangat
sering terjadi di berbagai kalangan dan itu seakan-akan sudah menjadi hal yang sangat biasa
dilakukan dikarenakan dalam dirinya tidak tertanam nilai antikorupsi. Oleh karenanya, nilai-nilai
antikorupsi harus terus ditanam dan dikampanyekan pada setiap orang, termasuk pada kurikulum
supaya siswa dapat memahami nilai antikorupsi (Yuliantari, 2015). Pada kurikulum pendidikan
yang ada di SMK, perlu di sisipkan antikorupsi sehingga pembelajaran baik materi ajar dan
pembelajaran antikorupsi berjalan selaras. Strategi lintas kurikulum atau mata pelajaran relatif
sudah jamak dilakukan dalam pelaksanaan pendidikan antikorupsi di Indonesia, bentuk
praktisnya misal: menyisipkan materi antikorupsi di beberapa mata pelajaran (Aria & Harmanto,
2018; Kristiono, 2018; Nugraheni, 2016).
Sebagai SMK yang berorientasi sekolah industry banyak mata pelajaran yang
berhubungan dengan teknologi sehingga praktikum dan teori lebih banyak praktikumnya. Untuk
menyisipkan pembelajaran antikorupsi tersebut perlu di integrasikan di dalam kurikulum. Seperti
apa yang dikatakan Subkhan (2020) bahwa untuk mengimplementasi pendidikan antikorupsi
dilakukan dengan beberapa strategi seperti (1) lintas mata pelajaran atau kurikulum, (2)
melibatkan sekolah dan pihak luar sekolah secara kolaboratif (hal. 23). Kemudian setelah
kurikulum di buat barulah menyusun perencanaan pembelajaran. Adapun penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran(RPP) harus memenuhi prinsip utamanya, diantaranya: efektif, efisien,
dan berorientasi pada peserta didik (Oriana, 2020). Kemudian barulah dilaksanakan proses
pembelajaran berbasis pendidikan antikorupsi. Proses pembelajaran secara aktif melibatkan dua
aspek yaitu pengalaman dan dialog (Dee Fink, L 2002). Dua hal yang terkait dengan
pengalaman adalah melakukan dan mengamati. Melakukan dalam belajar secara aktif meliputi
aktifitas dimana siswa benar-benar melakukan sesuatu. Contohnya pada praktikum kelistrikan
pada jurusan Teknik Kendaraan Ringan, siswa diajak praktikum di trainer dengan diberikan
jobsheet pada masing-masing siswa yang berisikan tugas membuat gambar rangkaian dan
mempraktikan di trainer dengan maju satu per satu saat tes penilaian di hadapan guru tidak boleh
di beritahu temanya. Hal ini bisa membuat siswa memiliki pengalaman tersendiri dan mampu
memahai praktikum kelistrikan masing-masing jadi semua siswa dituntut bisa sendiri-sendiri
hasilnya pun siswa akan lebih mempersiapkan dirinya untuk maju tes penilaian praktik dengan
belajar sendiri sebelum di panggil maju. Tidak ada praktik yang hasilnya karena teman lagi. Bila
ada yang tidak bisa atau tidak berhasil tetap diberi kesempatan belajar untuk mengulang dan guru
memberi tahu letak kesalahan sampai dia benar-benar bisa dan berhasil. Memang pada dasarnya
praktikum bertujuan untuk melatih keterampilan siswa masing-masing melalui pengalaman kerja
praktik. Cuman ini hanya berlaku ketika penilaian praktikum individu saja. Masih banyak lagi
contohnya tergantung bagaimana guru menetapkan proses pembelajaran antikorupsi yang akan di
terapkan pada mata pelajaran yang di ampu.
Dalam menyusun kurikulum berbasis anti korupsi, perlu adanya rapat pembahasan
bersama antara guru mata pelajaran dan kepala sekolah membahas kurikulum antikorupsi yang
disisipkan pada kurikulum pada pemerintahan yang ada kemudian semua ide yang diberikan para
guru maupun kepala sekolah tentang kurikulum antikorupsi di pilih yang cocok kemudian di
masukkan untuk tiap matapelajaran yang ada. Pada rapat tersebut pasti akan menimbulkan
berbagai pendapat yang berbeda dan akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk
menyelesaikanya. Karena dalam menyusun kurikulum pendidikan antikorupsi tersebut perlu
kesepakatan dan kreativitas dari masing-masing sekolah. Meskipun demikian bila pendidikan
antikorupsi di terapkan di SMK pasti akan berefek pada lulusan sekolah tersebut. Penerapan
pendidikan antikorupsi saya yakin akan menghasilkan SDM yang benar-benar anti korupsi.
Namun tidak semua sekolah menerapkan pendidikan antikorupsi ini dengan cara yang sama.
Karena kebijakan tiap sekolah berbeda beda menyesuaikan keputusan, ide dan kebutuhan dari
sekolah tersebut.

Assesmen Autentik

Pada penerapan pembelajaran antikorupsi di SMK ini diperlukan assesmen untuk


mengukur kemampuan siswa. Penilaian autentik adalah bentuk penilaian yang mencerminkan
pembelajaran, motivasi, prestasi, dan sikap siswa yang relevan dengan kegiatan pembelajaran di
kelas (Purnomo dkk, 2020, hal. 682). Jadi dengan assesmen semua guru dapat mengukur hasil
belajar siswa pada pembelajaranya dan pembelajaran antikorupsi melalui proses dan hasil
pembelajaran di kelas. Asesmen yang digunakan pada pembelajaran antikorupsi ini adalah
asesmen autentik. Asesmen autentik adalah penilaian yang dilakukan guru terhadap siswa, yaitu
kemampuan siswa dalam memahami anti korupsi secara langsung. Asesmen autentik dilakukan
saat mengajar pada siswa yang sedang mengerjakan tugas sebenarnya (Kirkwood, Kendrick,
1999). Asesmen autentik digunakan untuk pembelajaran antikorupsi pada SMK dikarenakan
dapat digunakan mengukur pada semua mata pelajaran dengan berbagai aspek yang meliputi
kognitif, afektif, dan psikomotor. Menurut Yusuf (2015) menyatakan bahwa asesmen autentik
adalah asesmen yang mengaplikasikan keterampilan dan pengetahuan yang mereka miliki untuk
memecahkan masalah yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari (hal. 292). Selain itu kelebihan
dari asesmen autentik adalah dapat mengukur langsung aktual pada siswa. Asesmen autentik
dalam pembelajaran menilai prestasi siswa melalui pengukuran langsung terhadap kinerja aktual
siswa pada kompetensi yang telah ditetapkan oleh guru (Zulantay & Olfos, 2007, hal. 157).
Asesmen autentik juga memiliki berbagai keunggulan bila dilaksanakan pada pendidikan
antikorupsi sangatlah cocok sekali. Muller (2016) mengatakan ada empat manfaat
menggunakan asesmen autentik. Pertama, dapat melakukan pendataan secara langsung. Kedua,
melatih siswa baik teori maupun penerapan praktik langsung, namun dapat memahami konteks
pemanfaatannya dan mengonstruksi kemampuan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga,
dapat mengintegrasikan kegiatan belajar, mengajar, dan asesmen secara utuh dan saling
terkait. Keempat, memberikan kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan kemampuan
mereka sebaik mungkin. Dengan adanya keempat manfaat tersebut maka asesmen autentik
dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan penerapan pendidikan antikorupsi pada semua
mata pelajaran di SMK.

Konsep Pembelajaran Antikorupsi

Menerapkan pendidikan antikorupsi di SMK sebenarnya hanya ingin mengajarkan


pendidikan karakter kepada siswa, seperti sifat jujur apa adanya, berkata dan berbuat benar,
integritas, dapat dipercaya dan dapat menjaga kepercayaan, berani benar meskipun sulit, berani
menegur jika orang lain melakukan kesalahan dan sebagainya dimulai dari interaksi guru dan
siswa pada saat pembelajaran di sekolah. Interaksi edukatif antara guru dan peserta didik
berpengaruh pada konsep diri peserta didik termasuk karakter jujur (Nurmalisa, 2018, hal.217) .
Dengan begitu siswa akan terbiasa dengan hal-hal yang tidak menimbulkan korupsi sehingga
tidak melakukan perbuatan yang berkaitan dengan korupsi . Konsep pendidikan antikorupsi
dengan menanamkan nilai anikorupsi pada siswa tergambar dari perpaduan konten dalam mata
perlajaran, pembiasaan sikap dari aktivitas keseharian siswa, ekstrakulikuler, atau keteladanan
guru (Mustofa, 2019; Nawawi, 2017; Pratama & Sumaryati, 2015; Sakinah & Bakhtiar, 2019;
Shobirin, 2017).
Pembelajaran antikorupsi bisa diterapkan di setiap mata pelajaran yang ada di SMK.
Semua tergantung pada kreatifitas dan ide guru dalam menyusun rencana pembelajaran yang
akan disajikan kepada siswanya. Guru disini menjadi hal utama dalam penerapan antikorupsi di
setiap mata pelajaran. Guru yang berkuasa berarti guru yang dapat mengonsep dan praktik
pembelajaran sesuai dengan silabusnya (Jha, 2011). Penyusunan rencana pembelajaran yang
akan disajikan ke siswa sebaiknya yang kreatif sehingga siswa tidak cepat bosan dengan apa
yang guru sampaikan.
Guru yang memiliki kemampuan dan potensi untuk mencapai tujuan sekolah dan
pendidkan disebut guru yang berkuasa (Jha, 2011). Semua komponen tersebut disusun secara
rinci dalam setiap kegiatanya, baik yang dilakukan guru ataupun siswa tanpa mengurangi focus
materi pembelajaran dalam mengajarkan antikorupsi guru sangat dianjurkan untuk dikaitkan
dengan kehidupan sehari-hari baik yang termasuk dalam materi pelajaran maupun diluar
pelajaran tersebut.
Guru dalam pengajarannya dapat menggunakan media belajar yang ada seperti video,
modul jobsheet dan sebagainya disesuaikan dengan mata pelajaran yang di ampu. Model
pembelajaran yang digunakan juga bervariasi, diantaranya pembelajaran kooperatif,
pembelajaran langsung, inquiri, role playing, pembelajaran berbasis masalah, dan sebagainya.
Sedangkan metode pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya diskusi, demonstrasi
(praktik), tanya jawab, observasi, studi kasus, praktik kerja lapangan.
Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami antikorupsi, maka dilakukan
asesmen autentik. Guru mencatat dan menilai sesuai kriteria skor yang dipilih siswa. Bentuk
asesmenya tidak perlu banyak atau sulit-sulit yang penting mengena atau sesuai dengan topic
yang di ajarkan baik berupa formatif atau sumatif seperti : pilihan ganda, uraian, isian, benar-
salah, dan mencocokkan.
Berikut ini skema untuk membuat pendidikan antikorupsi di SMK:

RAPAT GURU, KARYAWAN, WALI


SISWA, DU/DI, KOMITE DAN KEPALA KELEBIHAN DAN
SEKOLAH MEMBAHAS PENERAPAN KEKURANGAN DI
PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DI SMK DOKUMENTASI
UNTUK DI BENAHI

MENYUSUN KURIKULUM

MEMBUAT RPP YANG


BERHUBUNGAN DENGAN
ANTIKORUPSI

MELAKSANAKAN PEMBELAJARAN

ASSESMENT

Gambar 1. Bagan Alur Penerapan pendidikan antikorupsi di SMK


Agar pembelajaran antikorupsi terlaksana dengan baik perlu adanya konsep skolah yang
menciptakan suasana yang anti korupsi seperti kebiasaan jujur dalam segala hal, apa adanya
dalam berbicara maupun melakukan sesuatu di lingkungan sekolah dan sebagainya. Perlu adanya
kebiasaan yang dilakukan di lingkungan sekolah dimulai dari guru kepala sekolah tenaga sekolah
agar dapat di contoh oleh siswanya. Siswapun juga di beri kebiasaan dengan kegiatan-kegiatan
yang mempraktikan anti korupsi seperti poster tentang perilaku yang anti korupsi, madding,
majalah, praktikum, lomba-lomba dan kegiatan yang jujur. Fakta menunjukkan bahwa poster
dapat meningkatkan pengetahuan seperti penggunaan poster pendidikan dapat meningkatkan
pengetahuan tentang kesehatan guru (Ghadimi, Seraj, Keshavarz, Shamshiri, & Abiri, 2014).
Pendidikan antikorupsi yang telah dirintis oleh sekolah akan menjadi sia-sia jika
lingkungan sekolah tidak mendukungnya. Membuat lebih hubungan dan kerjasama yang lebih
besar antara konteks masyarakat, keluarga dan sekolah merupakan salah satu cara dalam
meningkatkan perilaku dan kedisiplinan siswa di sekolah (Sheldon & Epstein, 2002). Hal ini
berarti penerapan anti korupsi jangan sampai hanya diterapkan di sekolah saja, melainkan harus
di lakukan dimanapun kapanpun kondisinya. Jika sampai hanya dilakukan di sekolah saja
sementara diluar masih saja melakukan perbuatan korupsi berarti pelaksanaan pembelajaran
antikorupsi untuk siswa SMK bisa di katakana gagal. Apalagi dirumah masih saja melakukan
perbuatan yang menyerupai korupsi, ini merupakan capaian yang tidak boleh terjadi. Cara paling
mudah yaitu guru atau pihak sekolah harus mendekati wali siswa dan memperhatikan kehidupan
siswa dan teman-temannya. Namun terkadang banyak orang tua siswa yang kurang peduli
dengan sekolah anaknya dikarenakan kurang dekat dengan gurunya. Seperti yang dikatakan Sri
Mulyani (2017) bahwa sebanyak 80% orang tua tidak pernah memberikan masukan dalam
pengambilan keputusan di sekolah dan 30% orang tua tidak pernah berdiskusi dengan guru. Oleh
karena itu agar tercapai semua yang diinginkan maka perlu juga melibatkan wali siswa dan
pendekatan guru terutama guru BK terhadap muridnya agar tidak melakukan perbuatan yang
berhubungan dengan korupsi. Selain itu untuk meningkatkan keterlibatan orang tua dalam
pendidikan antikorupsi di sekolah adalah dengan menumbuhkan motivasi dari orang tua anak
agar berpartisipasi aktif di semua kegiatan di sekolah melalui beberapa kegiatan seperti rapat
pertemuan guru dan orang tua siswa membahas konsep pendidikan antikorupsi di sekolah dan
kegiatan positif lainya. Kegiatan positif yang melibatkan orang tua di sekolah dapat membuat
orang tua siswa bersemangat untuk terlibat dalam pendidikan anaknya (Retnaningtya &
Paramitha, 2015). Dengan melibatkan orang tua siswa untuk mendukung pendidikan di sekolah,
maka disitulah orang tua siswa akan mendapat gambaran tentang tindakan dan cara
mengantisipasi apa yang harus dilakukan terkait dengan pendidikan anaknya (Wulandari & N,
2015).

Penutup

Pendidikan antikoruspi sangat diperlukan di SMK untuk menyiapkan generasi dan


sumber daya manusia di bidang industri yang memiliki karakter anti korupsi. Selain itu, untuk
membangun pendidikan anti korupsi diperlukan usaha dan kerjasama dari kepala sekolah,
komite, guru, tenaga sekolah, dan wali siswa, industry, dan masyarakat umum. Setiap pihak
memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing terhadap pembelajaran anti korupsi sesuai
dengan kesepakatan bersama. Kepala sekolah sebagai leader di sekolah memiliki peran central
dalam mewujudkan pendidikan anti korupsi, karena kepala sekolah berhak memutuskan
kurikulum yang akan di ambil dan dilaksanakan di sekolah.
Guru menyusun perencanaan pembelajaran dengan mengitegrasikan pendidikan anti
korupsi dengan semua mata pelajaran. Guru juga harus kreatif memilih strategi pembelajaran
agar siswa tidak bosan dalam pelajaran tersebut. Sedangkan untuk evaluasi hasil dari
pembelajaran antikorupsi guru menggunakan assessment autentik berupa pilihan ganda, uraian,
isian, benar-salah, dan mencocokkan. Supaya sekolah bernuansa pendidikan anti korupsi nya
lebih mencolok, perlu adanya poster, madding, banner yang berisikan tentang anti korupsi baik
berupa tulisan, puisi, reklame ataupun gambar yang mengajak untuk tidak korupsi agar tertanam
pada pikiran dan pembiasaan sikap anti korupsi.

Daftar Pustaka

Akbar, Y. H., & Vujic, V. (2014). Explaining corruption: the role of national culture and its
implication for international management. Emerald Insight, 21(2), 191-218.
doi:10.1108/CCM-03-2013-0050.
Andersson, I. M., Gunnarsson, K., & Rosèn, G. (2015). Role of headmasters, teachers, and
supervisors in knowledge transfer about occupational health and safety to pupils in
vocational education. Safety and health at work, 6(4), 317–323.
doi:10.1016/j.shaw.2015.07.012.
Aria, F., & Harmanto. (2018). Implementasi pendidikan antikorupsi melalui budaya sekolah
di sma negeri 1 tarik kabupaten Sidoarjo. Jurnal Kajian Moral Dan
Kewarganegaraan, 6(2), 520–534. Diakses dari
https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-pendidikan-
kewarganegaraa/article/view/24902.
Asmorojati, W. A. (2017). Urgensi pendidikan anti korupsi dan KPK dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi di Indonesia. URECOL, 491-498. Diakses dari
http://journal.ummgl.ac.id/index.php/urecol/article/view/1189.
Aspin, D. N., & Chapman, J.D. (2007). Values education and lifelong learning. Springer:
Netherland.
Febriyanto, B., Patimah, D. S., Rahayu, A. P., & Masitoh, E. I. (2020). Pendidikan karakter
dan nilai kedisiplinan peserta didik di sekolah. Jurnal Elementaria Edukasia, 3(1), 75-
81. doi:10.31949/jee.v3i1.2107.
Chitty, C. (2002). Understanding schools and schooling (1st ed.). London: Routledge.
Darmawan, D., & Fadjarajani, S. (2016). Hubungan pengetahuan dan sikap pelestarian
lingkungan dengan perilaku wisatawan dalam menjaga kebersihan lingkungan. Jurnal
Geografi, 4(1), 37- 49. Diakses dari
http://jurnal.unsil.ac.id/index.php/geografi/article/view/87.
Dee Fink, L. (2002). Active learning. Kertas kerja. Tidak diterbitkan.
Evrensel, A. (2010). Institutional and economic determinants of corruption: a cross-section
analysis. Applied economics letters, 17, 551-554. doi:10.1080/13504850802297814.
Ghadimi, S., Seraj, B., Keshavarz, H., Shamshiri, Ahmad, R., & Abiri, R. (2014). The effect
of using an educational poster on elementaryschool health teachers' knowledge of
emergency management of traumatic dental injuries. Journal of dentistry, 11(6), 620-
628. doi:10.1186/s12903-019-0823-4.
Hearn, J., Feuer, D., Higginson, I, J., & Sheldon, T. (1999). Systematic review. Journal
Palliative Medicine. 13, 75-80. doi:10.1191/026921699670710078.
Jha, A.S. (2011). Teacher empowerment and institutional effectiveness in teacher education.
I-manager’s Journalon School Educational Technology, 6(3), 49-55. Diakses dari
https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1102733.pdf.
Kesuma, D., Darmawan, C., & Permana, J. (2009). Korupsi dan pendidikan antikorupsi.
Bandung : Pustaka Aulia Press.
Kirkwood, J. J., & Kendrick, M. L. (1999). Authentically assessing an assembly
line. Technology and Engineering Teacher, 58(6), 8. Diakses dari
https://search.proquest.com/docview/235286303?pq-
origsite=gscholar&fromopenview=true.
Kristiono, N. (2018). Penanaman nilai antikorupsi bagi mahasiswa FIS UNNES melalui mata
kuliah pendidikan antikorupsi. Refleksi Edukatika: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 9(1),
40–45. doi:10.24176/re.v9i1.2807.
Kristiono, N., Astuti, I., & RafiUddin, H. (2020). Implementasi pendidikan anti korupsi di
SMK Texmaco Pemalang. Integralistik, 31(1), 13-21.
doi:10.15294/integralistik.v31i1.21618.
Manion, M. (2004). Lessons for mainland China from anti-corruption reform in Hong Kong.
The China review, 4(2), 81-97. Diakses dari http://www.jstor.org/stable/23461885.
Montessori, M. (2012). Pendidikan antikorupsi sebagai pendidikan karakter di sekolah.
Jurnal Demokrasi, 11(1), 293–301. Diakses dari
http://103.216.87.80/index.php/jd/article/view/2561.
Muller, J. (2016). Authentic assessment toolbox. Naperville: North Central College.
Mustofa, M. (2019). Strategi penanaman nilai-nilai antikorupsi di sekolah dasar. Education
and Human Development Journal, 5(1), 43-60. doi:10.33086/ehdj.v4i2.1301.
Nasri, Ulyan. (2018). Shalat ditinjau dari sudut pandang pendidikan, sosial dan politik. Al-
Munawwarah: Jurnal Pendidikan Islam, 10(1), 44-61. Diakses dari
http://ejournal.kopertais4.or.id/sasambo/index.php/munawwarah/article/view/3310.
Nasri, Ulyan. (2020). Internalisasi pendidikan anti korupsi dalam pendidikan agama islam.
Al-Hikmah: Jurnal Studi Islam, 1(2), 1-17. Diakses dari
http://ejournal.kopertais4.or.id/sasambo/index.php/alhikmah/article/view/3820.
Nawawi, I. (2017). Pengembangan pendidikan antikorupsi berbasis kantin kejujuran di
sekolah dasar. Sekolah Dasar: Kajian Teori dan Praktik Pendidikan, 25(1), 12-17.
doi:10.17977/um009v25i12016p012.
Nugraheni, H., Lestari, T.W., & Sukini. (2017). Mahasiswa pelopor gerakan anti korupsi.
Yogyakarta: Deepublish CV.Budi Utama.
Nugraheni, M. W. (2016). Pendidikan antikorupsi dalam model pembelajaran bahasa
Indonesia terintegrasi siswa kelas VII Semester 1 SMP Negeri 1 Tembarak tahun
ajaran 2010/2011. Transformatika, 12(1), 14–27.
doi:10.31002/transformatika.v12i1.196.
Nurmalisa, Yunisca. (2018). Pengaruh interaksi edukatif terhadap konsep diri siswa dalam
belajar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 3(2), 215-219.
doi:10.17977/um019v3i2p215-219.
Olfos, R., & Zulantay, H. (2007). Reliability and validity of authentic assessment in a web based
course. Journal of Educational Technology & Society, 10(4), 156-173. Diakses dari
https://www.jstor.org/stable/pdf/jeductechsoci.10.4.156.pdf.
Peercy. C., & Svenson, N. (2016). The role of higher education in equitable human
development. Springer Science+Business Media Dordrecht and UNESCO institute for
Lifelong Learning, 62, 139-160. doi:10.1007/s11159-016-9549-6.
Pratama, A., & Sumaryati, S. (2015). Strategi sekolah dalam menanamkan jiwa antikorupsi di
SMA Muhammadiyah 5 Yogyakarta. Jurnal Citizenship, 4(2), 155-168.
doi:10.12928/citizenship.v4i2.6273.
Purnomo, M., Nurhayati, N., Saripudin, A., & Sari, A. (2020). Pengembangan penilaian
autentik dalam pembelajaran sastra: pendampingan bagi guru bahasa Indonesia SMP,
SMA, dan SMK di Kota Pagaralam. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 5(3), 681-
694. doi:10.30653/002.202053.365.
Pusat Edukasi Antikorupsi. (2020). Komisi pemberantasan korupsi. Diakeses dari
https://aclc.kpk.go.id.
Retnaningtya, M. S., & Paramitha, P. P. (2015). Keterlibatan orang tua dalam pendidikan
anak di tk anak ceria. Jurnal Psikologi Pendidikan Dan Perkembangan, 4(1), 9–17.
Diakses dari http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/jppp11a466eeb4full.pdf.
Sakinah, N., & Bakhtiar, N. (2019). Model pendidikan anti korupsi di sekolah dasar dalam
mewujudkan generasi yang bersih dan berintegritas sejak dini. el-Ibtidaiy: Journal of
Primary Education, 2(1), 39-49. doi:10.24014/ejpe.v2i1.7689.
Sheldon, S., & Epstein, J. (2002). Improving student behavior and school discipline with
family and community involvement. Education and Urban Society, 35(1), 4-26.
doi:10.1177/001312402237212.
Shobirin, M. A. (2017). Model penanaman nilai antikorupsi di sekolah dasar. Jurnal Ilmiah
Pendidikan Dasar Unissula, 1(2), 107-117. doi:10.30659/pendas.1.2.107-117.
Sosiawan, U. M. (2019). Peran komisi pemberantasan korupsi (KPK) dalam pencegahan dan
pemberantasan korupsi. Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 19(4), 517-538.
doi:10.30641/dejure.2019.V19.517-538.
Subkhan, Edi. (2020). Pendidikan antikorupsi perspektif pedagogi kritis. Integritas: Jurnal
Antikorupsi, 6(1), 15-30. doi:10.32697/integritas.v6i1.649.
Ningsih, O. S. (2020). Kebijakan merdeka belajar dalam penyusunan rancangan
pelaksanaan pembelajaran (RPP). Universitas Negeri Yogyakarta. Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/342869988_Kebijakan_Merdeka_Belajar_da
lam_Penyusunan_Rancangan_Pelaksanaan_Pembelajaran_RPP.
Widayati. (2016). Pendidikan kewarganegaraan SD. Malang: Universitas Negeri Malang
(UM Press).
Widyaningrum, H., Rohman, A. N., Sugeng, S., & Putri , E. A. (2020). Pendidikan anti
korupsi bagi pelajar. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat UBJ, 3(1), 27–32.
doi:10.31599/jabdimas.v3i1.53.
Wilhelmus, O. R. (2017). Korupsi: teori, faktor penyebab, dampak, dan penangananya. Jurnal
Pendidikan Agama Katolik, 17(9), 26-40. doi:10.34150/jpak.v17i9.44.
Wulandari, A. S., & N, N. A. F. (2015). Hubungan antara keyakinan motivasional orang tua
dengan keterlibatan orang tua d alam pendidikan anak usia dini di taman kanak-kanak
PKK Kalijudan Surabaya. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 4(1), 25–
31. Diakses dari http://journal.unair.ac.id/JPPP@hubungan-antara-keyakinan-
motivasional-orang-tua-dengan-keterlibatan-orang-tua-dalam-pendidikan-anak-usia-
dini-di-taman-kanak-kanak-pkk-kalijudan-article-8715-media-53-category-10.html.
Yuliantari, E. A. G. (2015). Pembentukkan KPK Sebagai lembaga negara khusus dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Jurnal Hukum, 2(2), 171-180.
Diakses dari http://journal.undiknas.ac.id/index.php/hukum/article/view/44.
Yusuf, A. M. (2015). Asesmen dan evaluasi pendidikan, pilar penyedia informasi dan
kegiatan pengendalian mutu pendidikan. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai