Anda di halaman 1dari 15

BAB X

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DI PERGURUAN TINGGI

Sumber: Detik.com
Gambar 12. KPK sebagai Lembaga Pemberantas Korupsi di Indonesia

Kompetensi dasar
1. Mendeskripsikan hakikat anti korupsi.
2. Mendeskripsikan pendidikan integritas anti korupsi.
3. Mendeskripsikan pilar kelembagaan sistem integritas anti korupsi nasional.
4. Mendeskripsikan makna dan pengertian tindak pidana korupsi.
5. Mendeskripsikan nilai-nilai anti korupsi.
6. Mendeskripsikan prinsip-prinsip anti korupsi.
7. Mendeskripsikan peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai undang-undang terbaru nomor 19 tahun 2019.
Indikator capaian, setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan hakikat anti korupsi.
2. Menjelaskan pendidikan integritas anti korupsi.
3. Penyebutkan pilar kelembagaan sistem integritas anti korupsi nasional.
4. Menjelaskan makna dan pengertian tindak pidana korupsi.
5. Mengidentifikasi nilai-nilai anti korupsi.
6. Menyebutkan prinsip-prinsip anti korupsi.
7. Menyebutkan peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai undang-undang terbaru nomor 19 tahun 2019.

A. Hakikat Anti Korupsi


Korupsi merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh berbagai negara di dunia
dan juga Indonesia pada zaman ini. Tidak ada jawaban yang tunggal dan sederhana untuk
menjawab mengapa korupsi timbul dan berkembang demikian masif di suatu Negara. Sampai
pada tingkatan tertentu, korupsi akan selalu ada dalam suatu negara atau masyarakat. Lembaga

151
pendidikan dan tingkat yang terendah sampai tingkat universitas merupakan bagian dari
masyarakat sipil yang memiliki peran strategis dalam mengupayakan pemberantasan korupsi.
Salah satu cara yang dapat dilakukan lembaga pendi-dikan tinggi adalah dengan terus
mempromosikan pentingnya pemberantasan korupsi dengan mengembangkan kurikulum dan
pembelajaran Pendidikan Anti Korupsi dan Pendidikan Integritas.
Urgensi untuk menyelenggarakan dan terus mengembangkan kurikulum Pendidikan Anti
Korupsi dan/ atau Pendidikan Integritas juga didorong adanya Surat Keputusan Direktorat
Jenderal Perguruan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 1016/ E/ T/ 2012,
tertanggal 30 Juli 2012 yang mewajibkan Perguruan Tinggi untuk mengimplementasikan
Pendidikan Anti Korupsi dan/ atau Pendidikan Integritas dalam kurikulum Pendidikan Tinggi.
Seperti kita ketahui bersama bahwa korupsi yang terjadi di negara ini harus diberantas jika tidak,
maka akan menghancurkan sendi-sendi kehidupan yang seharusnya sejahtera dengan
memanfaatkan kekayaan alam yang ada. Di dunia internasional, bangsa Indonesia sebagai bagian
dan masyarakat dunia, mendapat citra buruk akibat korupsi dan menimbulkan kerugian. Kesan
buruk ini menyebabkan rasa rendah diri saat berhadapan dengan orang lain dan kehilangan
kepercayaan pihak lain. Ketidak-percayaan pelaku bisnis dunia pada birokrasi mengakibatkan
investor luar negeri berpihak ke negara-negara tetangga yang dianggap memiliki iklim lebih
baik. Kondisi seperti ini akhimya merugikan perekonomian dengan segala aspeknya di negara ini
(Dirjen Pendidikan Tinggi, 2012: i).
Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkha-watirkan dan berdampak buruk
luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah menghancurkan sistem pereko-
nomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial
kemasyarakatan di negeri ini. Di lain pihak, upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan
selama ini belum menunjukan hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja
banyak terjadi dan seolah-olah menjadi hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita biarkan maka
cepat atau lambat korupsi akan menghancurkan negeri ini. Korupsi harus dipandang sebagai
kejahatan luar biasa yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk mem-
berantasnya.
Anti Korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan peluang bagi
berkembangnya korupsi (Maheka t.th: 31). Pencegahan yang dimaksud adalah bagaimana
mening-katkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi. Menurut Maheka (t.th:31),

152
peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan cara melakukan perbaikan
sistem (hukum dan kelembagaan) dan perbaikan manusianya. Dalam hal perbaikan sistem,
langkah-langkah anti korupsi mencakupi: 1) Memperbaiki peraturan perundangan yang berlaku
untuk mengantisipasi perkembangan korupsi dan menutup celah hukum atau pasal-pasal karet
yang sering digunakan koruptor melepaskan diri dan jerat hukum; 2) Memperbaiki cara kerja
pemerintahan (birokrasi) menjadi sederhana (simpel) dan efisien; 3) Memisahkan secara tegas
kepemilikan negara dan kepemilikan pribadi serta memberikan aturan yang jelas tentang
penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan umum dan penggunaannya untuk kepentingan
pribadi; 4) Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan pemberian sanksi secara
tegas; 5) Penerapan prinsip-prinsip Good Governance; dan 6) Mengop-timalkan pemanfaatan
teknologi dan memperkecil terjadinya human error (Eko Handoyo, 2009: 24).
Berkaitan dengan perbaikan manusia, langkah-langkah anti korupsi meliputi: 1)
Memperbaiki moral manusia sebagai umat beriman, yaitu dengan mengoptimalkan peran agama
dalam memberantas korupsi; 2) Memperbaiki moral bangsa, yakni mengalihkan loyalitas
keluarga, klan, suku, dan etnik ke loyalitas bangsa; 3) Meningkatkan kesadaran hukum individu
dan inasyarakat melalaui sosialisasi dan pendidikan anti korupsi; 4) Mengentaskan kemiskinan
melalui peningkatan kesejahtenaan; dan 5) Memilih pemimpin (semua level) yang bersih, jujur,
anti korupsi, peduli, cepat tanggap (responsif) dan dapat menjadi teladan bagi yang dipimpin
(Eko Handoyo, 2009: 25).
B. Pendidikan Integritas Anti Korupsi
Pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses
belajar mengajar yang kritis terhadap hilai-nilai anti korupsi. Dalam proses tersebut, maka
Pendidikan Anti Korupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan (kognitif)
namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif) dan kesadaran moral dalam
melakukan perlawanan (psikomotorik) terhadap penyimpangan perilaku korupsi. (M. Ehsan
Ananto, 2011 dalam http://republik society8th. blogspot.com /2011/02/pengertian-antikorupsi-
dan-instrumen.html). Pendidikan Integritas Antikorupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya, baik aspek kognisi, afeksi, dan konasinya sesuai dengan nilai-
nilai integritas antikorupsi (Sukron Kamil, 2010: 1).

153
Pendidikan Anti Korupsi dapat dipahami juga sebagai usaha sadar dan sistematis yang
diberikan kepada peserta didik berupa pengetahuan, nilai-nilai, sikap dan keterampilan yang
dibutuhkan Agar mereka mau dan mampu mencegah dan menghilangkan peluang
berkembangnya korupsi. Sasaran akhir bukan hanya menghilangkan peluang, tetapi juga peserta
didik sanggup menolak segala pengaruh yang mengarah pada perilaku koruptif (Eko Handoyo,
2009:33). Kerangka dasar filosofis pendidikan integritas untuk antikorupsi adalah memberikan
transfer pembelajaran (transfer of learning), transfer nilai (transfer of values), dan transfer
prinsip-prinsip (transfer of principles) integritas yang terkait dengan antikorupsi secara simultan.
Karena itu, Pendidikan Integritas untuk Antikorupsi dilakukan dengan menggunakan dua pende-
katan: (1) pembentukan kebiasaan (habit formation) dan (2) pemodelan (role model).
Dalam role model dari habit formation ini: (1) pendidik harus menjadi seorang model nilai,
sekaligus menjadi mentor nilai. (2) Pendidikan harus menjadi melting pot bagi terintegrasinya
fungsi tri pusat pendidikan nilai: keluarga, sekolah dan masyarakat. (3) Pendidikan nilai tidaklah
berhenti hanya sebagai pendidikan wacana, tetapi ia harus menjadi pendidikan yang berorientasi
pada praktek. (4) Proses pendidikan harus dimaknai sebagai modus transmisi kebudayaan
melalui mekanis-me imitasi, identifikasi, dan sosialisasi (disseminasi) (Sukron Kamil, 2010:3).
Menurut Sukron Kamil (2010:3) pendidikan Integritas untuk Antikorupsi ini bertujuan: 1)
Memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai integritas untuk antikorupsi; 2) Mendorong
terjadinya diseminasi wacana integritas untuk antikorupsi sehingga korupsi dipandang sebagai
common enemy, 3) Menumbuhkan komitmen moral antikorupsi; 4) Membentuk cara pandang
yang kritis pada struktur, sistem dan status quo di lingkungan yang koruptif dan tidak transparan;
5) Mendorong inisiasi terhadap lahimya politicial will antikorupsi di lingkungan civitas
akademika dan pemerintahan; 6) Menciptakan character building kewarganegaraan yang
memiliki dedikasi dan sensitivitas terhadap pencegahan kompsi demi terwujudnya good
governance; dan 7) Memiliki kesadaran hukum dan mendorong terjadinya law enforcement yang
adil, transparan, dan akuntabel.
Mata kuliah Pendidikan Anti korupsi ini tidak berlandaskan pada salah satu perspekrif
keilmuan secara khusus, namun berlandaskan pada fenomena permasalahan serta pendekatan
budaya, mata kuliah ini lebih menekankan pada pembangunan karakter anti korupsi (anti
corruption character building) pada diri individu mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan.
Dengan demikian tujuan mata kuliah Anti korupsi adalah membentuk kepribadian antikorupsi

154
pada diri pribadi serta membangun semangat dan kompetensinya sebagai agent of change bagi
kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang bersih dan bebas dari ancaman korupsi (Dirjen
Pendidikan Tinggi, 2011:5).
C. Pilar Kelembagaan Sistem Integritas Anti Korupsi Nasional
1. Legislatif yang Terpilih. Legalitas hukum parlemen sangat ditentukan oleh bagaimana
lembaga ini mendapatkan mandat kekuasaan politik dari rakyat. Agar dapat menjalankan
fungsi sosial politiknya, parlemen seharusnya terdiri dari orang-orang yang memiliki
integritas.
2. Peranan Eksekutif. Eksekutif diharapkan menjadi pemimpin yang me-miliki dedikasi,
integritas moral, dan memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Kepemimpinan eksekutif
memegang peran yang sangat penting.
3. Sistem Peradilan yang Independen. Peradilan harus bebas dan pengaruh eksekutif, jika ingin
memainkan perannya sesuai dengan Undang-Undang Dasar. Peradilan juga harus mengawasi
lembaga legislatif dan eksekutif baru agar tidak menetapkan suatu produk perundangan yang
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar atau syarat hukum lainnya yang masih berlaku.
4. Auditor Negara. Tanggung jawab auditor keuangan adalah memastikan bahwa eksekutif
mematuhi ketetapan anggaran belanja negara yang telah disepakati, meningkatkan efisiensi
dan penghematan biaya, dan mencegah’ korupsi dengan mengembangkan produser keuangan
dan auditing yang bertujuan meningkatkan efektivitas kegiatan pencegahan meluasnya
korupsi dan memperbesar kemungkinan dapat diungkapnya korupsi.
5. Ombudsman. Lembaga ombudsman dibentuk dalam rangka menam-pung dan menindakianjuti
keluhan masyarakat tentang kinerja lembaga-lembaga pemerintahan yang korup, termasuk
keluhan tentang kelambanan dan prosedur pengaduan hukum yang tidak memuaskan hasrat
keadilan masyarakat. Lembaga ombudsman harus independen, efektif, netral dan hanya
bertanggung jawab kepada masyarakat.
6. Badan Anti Korupsi Independen. Badan Anti Korupsi juga harus memiliki wewenang khusus
yang diberikan kepadanya sesuai dengan norma-norma internasional dalam bidang hak asasi
manusia. Badan Anti Korupsi harus bebas dan kepentingan politik.
7. Media yang Bebas dan Independen. Di sini peran media menjadi sangat penting untuk
menyaring semua informasi setiap hari, memilih dengan arif sambil mempertimbangkan

155
kepentingan publik. Media yang bebas sama pentingnya dengan peradilan yang independen.
Pemilikan media secara perorangan sangat berbahaya bagi sistem demokrasi.
8. Masyarakat Sipil. Masyarakat sipil adalah kekuatan sosial tandingan yang sering menggugat
keabsahan pemerintah yang berbicara atas nama rakyat. Pada masyarakat sipil transisional
memiliki batas-batas karena sifatnya. Kekuasaannya bekerja secara tidak langsung melalui
upaya meyakinkan pee-rintah.
9. Sektor Perusahaan Swasta. Sektor swasta berperan besar dalam membangun Inte-gritas
Nasional suatu negara. Selama beberapa generasi peran sektor swasta dalam pengadaan
barang dan jasa selalu dimonopoli oleh pemerintah. Setelah beralih ke sektor swasta tanggung
gugat parlemen dan legislatif jelas berkurang bahkan lenyap sama sekali. Karenanya,
accounting sosial semakin dibutuhkan untuk mengawasi transaksi pengadaan barang dan jasa
yang dilakukan sektor swasta yang mendapat kontrak dan pemerintah.

Pemerintah sudah membentuk pakta integritas anti korupsi. Pakta tersebut berisi tentang
komitmen Kemenkumham untuk mencegah dan memberantas korupsi. Pada tanggal 15 Mei
2012 para pimpinan di jajaran Sekretaris Jenderal (Setjen) dan Inspektorat Jenderal (Itjen)
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menandatangani Pakta Integritas Anti
Korupsi. Pakta Integritas tersebut berisi tujuh hal untuk mengembangkan zona integritas dalam
rangka mencegah dan memberantas korupsi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.
Penandatanganan Pakta Integritas itu tidak hanya formalitas, tidak hanya seremonial.
Penandatanganan Pakta Integritas Anti Korupsi adalah langkah menuju Wilayah Bebas Korupsi.
Adapun isi Pakta Integritas Anti Korupsi adalah:
1. Berperan secara pro-aktif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi sesuai dengan
Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2011.
2. Tidak meminta atau menerima pemberian secara langsung atau tidak langsung berupa suap,
hadiah, bantuan, atau bentuk lainnya, yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
3. Bersikap transparan, jujur, objektif, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas
4. Menghindari pertentangan kepentifigan dalam melaksanakan tugas
5. Melaksanakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam melaksanakan tugas
di lingkungan kerja saya secara konsisten

156
6. Akan menyampaikan informasi penyimpangan integritas di Sekretariat Jenderal dan
Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM, serta turut menjaga kerahasiaan saksi
atas pelanggaran peraturan yang dilaporkannya
7. Bila saya melanggar hal-hal tersebut di atas, saya siap menghadapi konsekuensinya (http://
www.kemenkumham.go.id/ berita/ headline/ 911- pakta- integritas- sebagai- komitmen-
kemenkumham- mencegah- dan-memberantas- korupsi)
Upaya meningkatkan integritas tersebut secara khusus difokuskan pada beberapa
komponen utama. Menurut Global Integrity (www. globalintegrity. org), ada enam pilar utama
integritas nasional:
1. Masyarakat Madani, Informasi Publik & Media. Upaya penguatan pilar pertama ini bisa
dilakukan dengan mendorong dan memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk
berkumpul dan berorganisasi melalui berbagai NGO dan organisasi masyarakat lainnya. Hal
ini diperlukan untuk menjaga integritas NGO dimata publik dan donor. Publik juga perlu
mendapatkan akses terhadap informasi terkait dengan kegiatan dan program pemerintah,
termasuk aspek keuangan. Kebebasan press perlu dijamin, dengan memberikan perlindungan
bagi insan pers maupun institusi media.
2. Pemilihan Umum. Pemilihan umum merupakan komponen penting inte-gritas nasional,
karena pemilu merupakan proses seleksi kader terbaik untuk mewakili warganegara dalam
proses politik dan kebijakan publik. Pemilu hendaknya memberikan kesempatan bagi seluruh
masyarakat untuk memilih dan berpartisipasi secara bebas dalam proses pemilu, yang
dilakukan secara periodik.
3. Akuntabilitas Pemerintah. Akuntabilitas pemerintah merupakan landasan bagi good
governance. Prinsip utama akuntabilitas pemerintah adalah menekan asymmetry information,
yang merupakan sumber korupsi.
4. Administrasi Birokrasi. Peraturan tentang kepegawaian idealnya menerapkan merit system
dengan ketentuan yang jelas dan transparan diterapkan di berbagai level dan sektor birokrasi.
5. Pengawasan dan Peraturan. Aturan yang baik adalah aturan yang lengkap dan bisa diterapkan
oleh para stakeholder; yang tidak kalah penting, peraturan harus diawasi pelaksanaannya
melalui mekanisme kontrol yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari setiap peraturan yang
ada.

157
6. Anti Korupsi & Peraturan/ Perundangan. Terkait dengan isu korupsi, UU anti-korupsi mem-
punyai peran penting sebagai landasan bagi upaya pemberantasan korupsi. Undang-undang
tersebut hanya akan efektif apabila didukung oleh komisi yang kapabel dalam memberantas
korupsi sekaligus memiliki integritas tinggi. Sebaliknya, UU bersang-kutan haruslah
memberikan kekuasaan yang cukup dan menjamin independensi komisi anti korupsi.
D. Pengertian Korupsi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi berasal dari kata korup artinya: buruk,
rusak, busuk; suka memakai barang (uang) yang dipercayakan kepadanya; dapat disogok
(memakai kekuasaannya untuk kepentingan pribadi (Pusat Bahasa Depdiknas, 2002: 596-596).
Dalam kamus tersebut, korupsi diartikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang
negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain (Pusat Bahasa
Depdiknas, 2002:597). Dari istilah-istilah tersebut, korupsi dipahami sebagai perbuatan busuk,
rusak, kotor, menggunakan uang atau barang milik lain (perusahaan atau negara) secara
menyimpang yang menguntungkan diri sendiri. Johnson (2005:12) mendefinisikan korupsi
sebagai penya-lahgunaan peran-peran, jabatan-jabatan publik atau sumber-sumber untuk
keuntungan pribadi. Dalam definisi tersebut, terdapat empat komponen yang menyebabkan suatu
perbuatan dikategorikan korupsi, yaitu penyalahgunaan (abuse), publik (public), pribadi
(private), dan keuntungan (benefit).
Guna mempermudah pemahaman mengenai korupsi, Klitgaard, Maclean- Abaroa dan
Parris membuat rumus korupsi sebagai berikut: C = M + D-A, dimana korupsi (Corruption= C)
sama dengan kekuasaan monopoli (monopoly power atau M) plus wewenang pejabat (discretion
by officials atau D) minus akuntabilitas (accountability atau A) (Klitgaard, Maclean-Abaroa dan
Parris 2005:29). Dan rumus tersebut dapat dijelaskan bahwa jika seseorang memegang monopoli
atas barang dan atau jasa dan memiliki wewenang untuk memutuskan siapa yang berhak
mendapat barang atau jasa itu dan berapa banyak, serta tidak ada akuntabilitas dalam arti orang
lain dapat menyajikan apa yang diputuskan oleh pemegang wewenang tersebut, maka kemung-
kinan besar akan dapat ditemukan perilaku korupsi.
UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN) menyebutkan bahwa Korupsi adalah tindakan pidana yang
dilakukan orang yang secara sengaja melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain suatu korporasi dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian

158
Negara. Menurut “Transparency International” Korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya
diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan
publik yang dipercayakan kepada mereka.
Menurut “World Bank” Korupsi adalah suatu tindakan penyalahgunaan kekayaan Negara
yang melayani kepentingan umum untuk kepentingan pribadi atau perorangan. Namun praktik
korupsi seperti penyuapan kerap ditemui di tengah masyarakat tanpa harus melibatkan hubungan
negara. Dalam anti luas Korupsi atau Korupsi Politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk
keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan/ pemerintah rentan korupsi dalam praktiknya.
Titik ujung korupsi adalah Kleptokrasi yang artinya adalah Pemerintahan oleh para pencuri.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah
Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Korupsi memiliki pengertian setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara atas perekonomian negara. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke
dalam 30 bentuk/ jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci
mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/
jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1)
Kerugian keuangan negara; 2) Suap-menyuap; 3) Penggelapan dalam jabatan; 4) Pemerasan; 5)
Perbuatan curang; 6) Benturan kepentingan dalam pengadaan; dan 7) Gratifikasi (KPK, 2006:
20-21).
Selain bentuk/ jenis tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan di atas, masih ada tindak
pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang pada UU No.31 Tahun
1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Jenis tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana
korupsi itu adalah: 1) Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi; 2) Tidak memberi
keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar; 3) Bank yang tidak memberikan
keterangan rekening tersangka; 4) Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi
keterangan palsu; 5) Orang yang memegang rahasiajabatan tidak memberikan keterangan atau
memberikan keterangan palsu; dan 6) Saksi yang membuka iderititas pelapor (KPK, 2006: 21).

159
Bagaimana unsur unsur tindak pidana korupsi yang telah penulis sebutkan di atas, tidak
akan dijelaskan semuanya, namun akan dijelaskan tindak pidana yang sering dilakukan oleh
orang, tetapi yang bersangkutan tidak merasa kalau perilaku yang dilakukan termasuk tindak
pidana korupsi.Lebih jelasnya dapat dilihat pada matrik dibawah ini.( KPK, 2006 : 25-95).
Tabel 3. Perbuatan Korupsi dan Unsur Unsurnya
No. Jenis Perbuatan Korupsi Unsur-unsurnya
1. Kerugian keuangan negara/ 1.1. Setiap orang
melawan hukum untuk 1.2. Memperkaya diri atau orang lain atau korporasi
memperkaya diri dan dapat 1.3. Dengan cara melawan hukum
merugikan keuangan negara 1.4. Dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian Negara

2. Suap-menyuap/ Menyuap 2.1. Setiap orang


pegawai negeri 2.2. Memberi sesuatu atau menjanjikan sesuatu
2.3. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara
2.4. Maksud berbuat atau tidak berbuat dalam
jabatanya, sehingga bertentangan dengan
kewajibannya
3. Penggelapan dalam jabatan/ 3.1. Pegawai negeri
Pegawai negeri 3.2. Dengan sengaja
menggelapkan uang atau 3.3. Menggelapkan atau membiarkan orang lain
membiarkan penggelapan mengambil
3.4. Uang atau surat berharga
3.5. Yang disimpan karena jabatannya
4. Perbuatan pemerasan/ 4.1. Pegawai negeri atau penye lenggara negara
Pegawai negeri memeras 4.2. Bermaksud menguntungkan diri sendiri atau
orang lain
4.3. Melawan hukum
4.4. Memaksa seseorang memberikan sesuatu
4.5. Menyalahgunakan kekuasaan
5. Perbuatan curang/ 5.1. Pemborong/ pengawas
Pemborong/ Pengawas 5.2. Melakukan perbuatan curang atau membiarkan
proyek dll perbuatan curang
5.3. Waktu membuat bangunan/ mengawasi
5 .4. Membahayakan keamanan/ disengaja
6. Benturan kepentingan dalam 6.1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara
pengadaan/ Pegawai negeri 6.2. Dengan sengaja
turut serta dalam pengadaan 6.3. Langsung atau tidak langsung turut serta dalam
yang diurusnya pemborongan
6.4. Ditugaskan untuk mengurus atau mengawasi
7. Menyalahkan kewenangan 7.1. Setiap orang
untuk menguntungkan diri 7.2. Bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
sendiri dan dapat merugikan lain atau korporasi
keuangan nmegara 7.3. Menyalahkan kewenangan atau kesempatan
7.4. Karena jabatan dan kedudukan yang ada dalam
padanya

160
No. Jenis Perbuatan Korupsi Unsur-unsurnya
7.5. Merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara
8. Memberi hadiah kepada 8.1. Setiap orang
kepada pegawai negeri karena 8.2. Memberi hadiah atau janji
jabatannya. 8.3. Kepada pegawai negeri
8.4. Kekuasaan atau wewenangnya melekat pada
jabatan atau kedudukannya.
9. Pegawai negeri menerima 9.1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara.
suap 9.2. Menerima pemberian atau janji.
9.3. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
pegawai negeri atau pegawai negeri menerima
pemberian atau janji.
10. Pegawai negeri menerima 10.1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara.
hadiah 10.2. Menerima hadiah atau janji.
10.3. Diketahui,
10.4. Diduga hadiah atau janji diterima karena
kekuasaannya atau kewenangannya.

E. Nilai-nilai Anti Korupsi


Nilai adalah kualitas ketentuan yang bermakna bagi kehidupan manusia perorangan,
masyarakat, bangsa dan antarbangsa (LPPKB, 2005: 51). Nilai-nilai anti korupsi yang dibahas
meliputih kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras,
kesederhanaan, keberanian, dan keadilan (Kemen-dikbud RI, Dirjen Dikti, 2011: 75-80).
1. Kejujuran. Menurut Sugono kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong
dan tidak curang. Jujur adalah salah satu sifat yang sangat penting bagi kehidupan seseorang,
tanpa sifat jujur seseorang tidak akan dipercaya dalam kehidupan sosialnya (Sugono: 2008).
Nilai kejujuran di dalam kampus dapat diwujudkan oleh mahasiswa dalam bentuk tidak
melakukan kecurangan akademik. Antara lain dapat berupa: tidak mencontek saat ujian, tidak
melakukan plagarisme, dan tidak memalsukan nilai. Nilai kejujuran juga dapat diwujudkan
dalam kegiatan kemahasiswaan, misalnya membuat laporan keuangan kegiatan kepanitiaan
dengan jujur.
2. Kepedulian. Menurut Sugono definisi kata peduli adalah mengindahkan, memperhatikan dan
menghiraukan (Sugono: 2008). Nilai kepe-dulian sangat penting bagi seorang mahasiswa
dalam kehidupan di kampus dan di masyarakat. Nilai kepedulian dapat diwujudkan oleh
mahasiswa dalam bentuk antara lain berusaha ikut memantau jalannya proses pembelajaran,
memantau sistem pengelolaan sumber daya di kampus, memantau kondisi infra-struktur

161
lingkungan kampus. Nilai kepedulian juga dapat diwujudkan dalam bentuk mengindahkan
seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku di dalam kampus dan di luar kampus.
3. Kemandirian. Kondisi mandiri bagi mahasiswa dapat diartikan sebagai proses mendewasakan
diri yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain untuk mengerjakan tugas dan tanggung
jawabnya. Nilai kemandirian dapat diwujudkan antara lain dalam bentuk mengerjakan soal
ujian secara mandiri, mengerjakan tugas-tugas akademik secara mandiri, dan
menyelenggarakan kegiatan kemahasiswan secara swadana.
4. Kedisiplinan. Menurut Sugono definisi kata disiplin adalah ketaatan kepatuhan) kepada
peraturan (Sugono: 2008). Nilai kedisiplinan dapat diwujudkan antara lain dalam bentuk
kemampuan mengatur waktu dengan baik, kepatuhan pada seluruh peraturan dan ietentuan
yang berlaku di kampus. Mengerjakan segala sesuatunya tepat waktu, dan fokus pada
pekerjaan.
5. Tanggung Jawab. Menurut Sugono definisi kata tanggung jawab adalah .adaan wajib
menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-ipa boleh dituntut, dipersalahkan dan
diperkarakan) (Sugono: 2008). Tanggung jawab merupakan nilai penting yang harus dihayati
oleh mahasiswa. Penerapan nilai tanggung jawab antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk
belajar sungguh-sungguh, lulus tepat waktu dengan nilai baik, mengerjakan tugas akademik
dengan baik, menjaga amanah dan kepercayaan yang diberikan.
6. Kerja Keras. Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan. Kata “kemauan” menimbulkan
asosiasi dengan ketekadan, ketekunan, daya tahan, tujuan jelas, daya kerja, pendirian,
pengendalian diri keberanian, ketabahan, keteguhan, tenaga, kekuatan, kelaki-lakian dan
pantang mundur. Kerja keras dapat diwujudkan oleh mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari
misalnya dalam melakukan sesuatu menghargai proses bukan hasil semata, tidak melakukan
jalan pintas, belajar dan mengerjakan tugas-tugas akademik dengan sunggh-sungguh.
7. Sederhana. Dengan menerapkan prinsip hidup sederhana, mahasiswa dibina untuk
memprioritaskan kebutuhan di atas keinginannya. Nilai kesederhanaan dapat diterapkan oleh
mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari, baik di kamus maupun di luar kampus. Misalnya
hidup sesuai dengan kemampuan, hidup sesuai dengan kebutuhan, tidak suka pamer
kekayaan, dan lain sebagainya.
8. Keberanian. Nilai keberanian dapat dikembangkan oleh mahasiswa dalam kehidupan di
kampus dan di luar kampus. Antara, lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan

162
dan membela kebenaran, berani mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab, dan lain
sebagainya.
9. Keadilan. Adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, dan tidak me-mihak. Nilai-nilai
keadilan dapat dikembangkan oleh mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam
kampus maupun di luar kampus. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk selalu
memberikan pujian tulus pada kawan yang berprestasi, memberi-kan saran perbaikan dan
semangat pada kawan yang tidak berprestasi, tidak memilih kawan berdasarkan latar belakang
sosial, dan lain-lain.
F. Prinsip-prinsip Anti Korupsi
Prinsip adalah gagasan dasar yang memiliki makna khusus mengandung kebenaran berupa
doktrin dan asumsi yang dijadikan landasan dalam menentukan sikap dan tingkah laku (LPPKB,
2005:50). Adapun prinsip-prinsip anti korupsi secara fundamental adalah Akuntabilitas,
Transparasi, Kewajaran, Kebijakan, dan Kontrol Kebijakan (Kemendikbud, Dirjen Dikti, 2011:
81-83).
1. Akuntabilitas. Akuntabilitas mengacu pada kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja.
Semua lembaga mempertanggungjawabkan kinerjanya sesuai dengan aturan main, baik dalam
bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya (individu
dengan individu) maupun pada level lembaga. Akuntabilitas harus dapat diukur dan
dipertanggung jawabkan melalui mekanisme pelaporan dan dipertanggung jawabkan atas
pelaksanaan semua kegiatan.
2. Transparansi. Salah satu prinsip penting anti korupsi lainnya adalah transparansi. Prinsip
transparansi ini penting karena pemberan-tasan korupsi dimulai dari transparansi dan
mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk
penyimpangan dapat diketahui oleh publik (Prasojo 2005). Transparansi adalah prinsip yang
mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk
penyimpangan dapat diketahui oleh publik.
3. Kewajaran. Prinsip anti korupsi lainnya adalah prinsip kewajaran. Prinsip fairness atau
kewajaran ini dirujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam
penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya. Sifat-sifat prinsip
kewajaran ini terdiri dan lima hal penting yaitu komprehensif dan disiplin, fleksibilitas,
rerprediksi, kejujuran, dan informatif. Kewajaran atau fairness ditujukan untuk mencegah

163
terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up
maupun ketidakwajaran lainnya.
4. Kebijakan. Kebijakan merupakan sebuah upaya untuk mengatur tata interaksi dalam ranah
sosial. Korupsi sebagai bentuk kejahatan luar biasa yang mengancam berbagai tata kehidupan
telah memaksa setiap Negara membuat undang-undang untuk mencegahnya. Korupsi sebagai
bagian dan nilai-nilai yang ada dalam diri seseorang yang dapat dikendalikan dan dikontrol
oleh peraturan. Kebijakan anti korupsi dapat dilihat dalam beberapa perspektif, yaitu: isi
kebijakan, pembuatan kebijakan, penegakkan kebijakan, hukum kehijakan.
5. Kontrol Kebijakan. Prinsip terakhir anti korupsi adalah kontrol kebijakan. Kontrol kebijakan
merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua
bentuk korupsi. Kontrol kebijakan sangat diperlukan karena tradisi pembangunan yang dianut
selama ini lebih bersifat sentralistik.
G. Komisi Pemberantasan Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002, telah mengalami sedikit perubahan seiring munculnya revisi undang-
undang terbaru Nomor 19 Tahun 2019. KPK merupakan lembaga negara yang bersifat
independen yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun.
KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga
yang ada sebelumnya. Penjelasan undang-undang menyebutkan peran KPK sebagai trigger
mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi
oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien (kpk.go.id).
Adapun tugas KPK adalah koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK); supervisi terhadap instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan TPK; melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap
TPK; melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK; dan melakukan monitor terhadap
penyelenggaraan pemerintahan negara. Dalam pelaksanaan tugasnya KPK berpedoman kepada
lima asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan
proporsionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara
terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK. KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang
terdiri atas lima orang. Seorang ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua
merangkap anggota. Kelima pimpinan KPK tersebut merupakan pejabat negara, yang berasal

164
dari unsur pemerintahan dan unsur masyarakat. Pimpinan KPK memegang jabatan selama empat
tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Dalam pengambilan keputusan,
pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.
Pimpinan KPK membawahkan empat bidang, yang terdiri atas
bidang Pencegahan, Penindakan, Informasi dan Data, serta Pengawasan Internal dan Pengaduan
Masyarakat. Masing-masing bidang tersebut dipimpin oleh seorang deputi. KPK juga
dibantu Sekretariat Jenderal yang dipimpin seorang Sekretaris Jenderal yang diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden Republik Indonesia, namun bertanggung jawab kepada pimpinan
KPK. Ketentuan mengenai struktur organisasi KPK diatur sedemikian rupa sehingga
memungkinkan masyarakat luas tetap dapat berpartisipasi dalam aktivitas dan langkah-langkah
yang dilakukan KPK. Dalam pelaksanaan operasional, KPK mengangkat pegawai yang direkrut
sesuai dengan kompetensi yang diperlukan.
Visi KPK adalah “Bersama Elemen Bangsa, Mewujudkan Indonesia Yang Bersih Dari
Korupsi”. Kemudian misi KPK adalah “Meningkatkan Efisiensi dan efektivitas penegakan
hukum dan menurunkan tingkat korupsi di Indonesia melalui koordinasi, Supervisi, Monitor,
Pencegahan, dan Penindakan dengan peran serta seluruh elemen bangsa”. Komisi Pemberantasan
Korupsi mempunyai tugas:
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang:
1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;
2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi
yang terkait;
4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

165

Anda mungkin juga menyukai