Anda di halaman 1dari 4

KESEHATAN WISATA

"PERAN TENAGA MEDIS DALAM MENEKAN PADEMI COVID 19”

OLEH :

SAMALINA ELIZABETH MANETDE

C1118072

5C KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA USADA BALI

2020
BerdasarkaN UU No. 36 Tahun 2014 menyebutkan bahwa yang dimaksud sebagai tenaga
kesehatan adalah

a. Tenaga medis (dokter)

b. Tenaga psikologi klinis

c. Tenaga keperawatan

d. Tenaga kebidanan

e. Tenaga kefarmasian

f. Tenaga kesehatan masyarakat (tenaga kesmas) yang terdiri dari Sarjana

 Kesehatan Masyarakat (SKM),


 Epidemiolog kesehatan,
 Tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku,
 Pembimbing kesehatan kerja,
 Tenaga administrasi dan kebijakan kesehatan,
 Tenaga biostatistik dan kependudukan,
 Serta tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga.
g. Tenaga kesehatan lingkungan (tenaga sanitasi lingkungan, entomolog kesehatan,

dan mikrobiolog kesehatan)

h. Tenaga gizi

i. Tenaga keterapian fisik

j. Tenaga keteknisian medis

k. Tenaga teknik biomedika;

l. Tenaga kesehatan tradisional

m. Tenaga kesehatan lain.

Pemerintah baik presiden sendiri maupun melalui juru bicara penanganan Covid 19 secara
nasional mereprentasikan dalam setiap pernyataannya bahwa garda terdepan dalam upaya
pencegahan dan penanganan Covid 19 ini adalah para medis yang terdiri dari Dokter dan
Perawat yang telah berjuang mati-matian di garis pertahanan terdepan, sekilas tidak ada
yang salah dalam pernyataan ini karena memang benar Dokter dan Perawat-lah beserta para
tenaga kesehatan lainnya di Rumah Sakit (RS) yang sibuk ketika ada pasien yang positif
Covid 19, namun menempatkan mereka di garda terdepan dalam peperangan ini adalah hal
yang sangat keliru dan merupakan strategi yang salah sebab dalam penanganan pandemi
Covid 19 ini Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) harus dikedepankan dimana domain
utamanya adalah Upaya Preventif (Pencegahan) baru kemudian Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP) dimana domain utamanya adalah Upaya Kuratif (Pengobatan).

Artinya jika menempatkan para medis dokter dan perawat di garda terdepan maka dalam hal
ini kita mengedepankan upaya kuratif atau mengobati dan menyimpan upaya preventif atau
pencegahan dibelakangnya.

Pemerintah menempatkan peran paramedis digarda terdepan terlihat pada beberapa kebijakan
yang diambil salah satunya adalah mengucurkan banyak dana untuk membangun RS darurat
beserta dengan segala perlengkapan medis yang dibutuhkan, sebenarnya bukan hal salah
hanya strateginya menjadi bias mau mencegah penularan Covid 19 atau mengharapkan jatuh
korban hingga yang disiapkan RS dahulu tanpa mengedapankan langkah-langkah preventif
yang tepat sasaran.

Jika langkah preventif diambil selangkah lebih cepat maka tidak perlu membangun RS-RS
dadakan untuk perawatan maupun karantina. Dalam pernyataan pers presiden tentang
langkah perlindungan sosial dan stimulus ekonomi menghadapi dampak Covid 19 (Jakarta,
31 Maret 2020) kebijakan yang spesifik untuk bidang kesehatan akan disediakan dana sebesar
Rp 75 Triliun akan digunakan untuk :

1. Perlindungan tenaga kesehatan, terutama pembelian APD

2. Pembelian alat-alat kesehatan yang dibutuhkan, seperti: test kit, reagen, ventilator,

hand sanitizer dan lain-lain sesuai standar yang ditetapkan Kementerian Kesehatan.

3. Upgrade 132 rumah sakit rujukan bagi penanganan pasien Covid-19, termasuk

Wisma Atlet.

4. Insentif dokter (spesialis Rp 15 juta/bulan), dokter umum (Rp 10 juta), perawat Rp

7.5 juta dan tenaga kesehatan lainnya Rp 5 juta, santunan kematian tenaga medis Rp 300
juta, dukungan tenaga medis, serta penanganan kesehatan lainnya.

Dari semua poin-poin tersebut diatas tak satupun arahan jelas menuju ke upaya preventif
untuk menekan penularan Covid 19 agar tidak semakin meluas ke daerah, tidak ada langkah
kongkrit yang diambil, pelibatan tenaga kesehatan masyarakat menjadi kabur tidak terlihat.

Padahal opsi karantina wilayah sudah sangat jelas dan banyak disarankan oleh para ahli
kesehatan mayarakat, terutama pendapat para epidemiolog yang sangat mengerti tentang
distribusi penularan penyakit, bahkan forum guru besar Universitas Indonesiapun telah
menggaungkan perihal karantina wilayah ini.

Pertimbangan local lockdown atau karantina wilayah secara selektif dapat menjadi salah satu
alternatif bagi Indonesia, mengambil langkah menutup sebuah wilayah/provinsi yang sudah
terjangkit infeksi COVID-19, dengan demikian diharapkan dapat memutuskan rantai
penularan infeksi baik di dalam maupun di luar wilayah.

Anda mungkin juga menyukai