Anda di halaman 1dari 55

UNIVERSITAS KADER BANGSA PALEMBANG

PROGRAM STUDY DIPLOMA III TEKNIK RONTGEN

Skripsi, Juli 2011


Lilis Suryani

xviii + 49 halaman + 13 gambar + 5 lampiran

PEMERIKSAAN TEKNIK RADIOGRAFI ABDOMEN DENGAN KEJADIAN


METEORISMUS PADA BAYI DI INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT
UMUM Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2011

ABSTRAK

Gejala klinis Meteorismus pada bayi yang disebabkan oleh beberapa kelainan dapat
menyebabkan kondisi penyakit yang serius, sehingga memerlukan tindakan cepat dan
tepat terutama untuk mengetahui kepastian penyebabnya, antara lain pemeriksaan
radiologi. Pada penatalaksanaan Teknik radiografi Abdomen 3 ( tiga ) posisi pada
bayi dengan kasus Meteorismus diharuskan ada keluarga yang memegang bayi agar
objek tidak bergerak pada saat di foto karena di Instalasi Radiologi RSMH
Palembang tidak mempunyai alat fiksasi khusus untuk bayi. Penulisan skirpsi ini
bertujuan untuk memberikan informasi secara deskriptip untuk mengetahui teknik
radiografi yang dilakukan pada praktek dan teori. Adapun tujuannya adalah untuk
mendapatkan hasil gambaran radiografi yang optimal agar dapat menegakkan
diagnosa. Sampelnya satu orang pasien bayi yang dilakukan pemeriksaan Abdomen 3
(tiga) posisi dengan kasus Meteorismus. Kesimpulan yang didapat dari hasil analisa
adalah upaya yang dilakukan pada teknik radiografi Abdomen 3 ( tiga) posisi pada
bayi dengan kasus Meteorismus dengan proyeksi AP supine, posisi LLD dan posisi
RDD. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat ketinggian udara bebas dan cairan
dalam rongga Abdomen.

Daftar Pustaka : 10 ( 1985 – 2009 )

1
UNIVERSITY OF KADER BANGSA PALEMBANG
PROGRAM STUDY OF DIPLOMA III TECHNIQUE ROENTGEN

Final assessment, July 2011


Lilis Suryani

ABDOMEN THREE POSITION RADIOGRAPHY TECHNIQUE


PROSEDURE ON METEORISMUS CASES OF THE BABY AT
RADIOLOGY INSTALLATION IN PUBLIC HOSPITAL Dr. MOHAMMAD
HOESIN PALEMBANG IN YEAR 2010

xviii + 49 pages + 13 figure + 5 supplement

ABSTRACT

Clinical symtomp of Meteorismus in baby that caused by some problems causes


serios disease condiotion., therefore, it neeed fast accurate treatment to know the
problem , one of many step that we can do is radiology examination. On procedure
Abdomen three position radiographic technique on Meteorismus cases of the baby
while baby in radiology examination process, there must be baby family to hold the
baby so that the it unmoveable during examination, because at radiology installation
in public hospital dr. Mohammad Hoesin there is no fiksasi tool for baby. The
objective of this study is to show the information descriptive about radiographic
technique that is alone in teorys and practices. It can show optimum picture in order
to establish the diagnosis. Sample of this is study is a baby who has Abdomen three
position examination in case of meteorismus. Conclusion from the result analysis is
the effort of abdomen three position radiography technique on meteorismus cases of
the baby with AP supine position, LLD and RDD. The examination purpose for
looking of air fluid levels and free intrra abdominal air.

Bibliography : 10 ( 1985 -2009 )

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bayi merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap

kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Berdasarkan penelitian WHO di

seluruh dunia terhadap kematian bayi sebesar 10.000 jiwa per tahun. Kematian

tersebut terjadi terutama di negara berkembang 99 % jiwa per tahun. Walaupun

jumlahnya sangat besar, tetapi tidak menarik perhatian karena kejadiaanya tersebar.

Sebenarnya kematian bayi mempunyai peluang yang besar untuk dihindari dengan

meningkatkan kerjasama antara pemerintah, swasta dan badan-badan sosial lainnya

(Manuaba, 2000).

Sakit perut pada bayi dan anak, baik akut maupun kronis, sering dijumpai

dalam kehidupan sehari-hari. Rasa sakit dapat bervariasi, dari yang paling ringan

sampai yang berat. Rasa sakit dapat terlokalisir di suatu tempat, dapat pula diseluruh

perut, bahkan dapat menjalar ke tempat lain. Sakit perut yang berulang sering terjadi

pada anak. Anak perempuan cenderung lebih sering dibandingkan anak laki-laki, 80

% sakit perut berulang disebabkan kelainan fungsional saluran cerna, 5% -15,6 %

sakit perut berulang disebabkan kelainan fungsi organik.

Pada anak di bawah 2 tahun sakit perut mendadak disebabkan oleh kelainan

organik, sedangkan pada anak yang lebih besar kelainan fungsional saluran cerna

merupakan penyebab terbanyak. Pada umur di bawah 2 tahun terdapat berbagai

macam infeksi, terutama infeksi saluran pencernaan dan Alergi makanan, Sedangkan

3
anak diatas 2 tahun juga disebabkan berbagai macam infeksi didalam maupun diluar

saluran cerna (Scherer, 2001). Pendekatan diagnosis nyeri perut mendadak dan

berulang harus diteliti dengan lengkap, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

dasar. Hanya kasus yang diduga disebabkan kelainan organik yang memerlukan

pemeriksaan penunjang lanjutan. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka proposal

ini di beri judul ”PENATALAKSANAAN TEKNIK RADIOGRAFI ABDOMEN

TIGA POSISI DENGAN KEJADIAN METEORISMUS PADA BAYI DI

INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN

PALEMBANG TAHUN 2011”

1.2 Identifikasi Masalah

Sakit Perut atau Infeksi Perut mendadak sering terjadi pada bayi di bawah usia

2 tahun faktor-faktor penyebab pengetahuan dan sikap ibu bersendawa setelah minum

susu mengakibatkan kembung pada perut (Meteorismus), dengan pemeriksaan

abdomen 3 Posisi

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan keterbatasan waktu, biaya, informasi dan kemampuan maka penulis

hanya mengambil Hubungan pengetahuan dan sikap (faktor Predisposing) dengan

kejadian meteorismus (Sakit Perut) Pada Bayi di Instalasi Radiologi RSMH

Palembang Tahun 2011

1.4 Rumusan Masalah

4
1.4.1 Adakah hubungan antara pengetahuan dan sikap secara simultan dengan

kejadian perut sakit meteorismus (sakit perut) pada bayi di Instalasi

Radiologi RSMH Palembang tahun 2011 ?

1.4.2 Adakah hubungan antara Pengetahuan dengan kejadian meteorismus

(sakit perut) pada bayi di instalasi Radiologi RSMH Palembang tahun

2011 ?

1.4.3 Adakah hubungan antara Sikap dengan kejadian meteorismus (sakit perut)

pada bayi di instalasi Radiologi RSMH Palembang tahun 2011 ?

1.4 Tujuan Masalah

1.5.1 Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan antara Pengetahuan dan sikap secara simultan

dengan kejadian meteorimus (sakit perut) pada bayi di instalasi

Radiologi RSMH Palembang tahun 2011

1.5.2 Tujuan Khusus

1.5.2.1. Diketahuinya hubungan Pengetahuan secara parsial dengan

kejadian meteorismus (sakit perut) pada bayi di instalasi

Radiologi RSMH Palembang tahun 2011

1.5.2.2. Diketahuinya hubungan antara sikap secara parsial dengan

kejadian metorismus (sakit perut) pada bayi di Instalasi

Radiologi RSMH Palembang tahun 2011

5
1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Bagi Rektor Universitas Kader Banga Palembang

Menambah pengetahuan dan wawasan yang dapat dijadikan perbaikan

perbaikan dalam meningkatkan mutu pendidikan dan sebagai referensi

atau perpustakaan.

1.6.2 Bagi instalasi Radiologi

Penulisan ini dapat membantu radiografer dalam menentukan

prosedur pemeriksaan yang lebih baik dan membantu dokter dalam

menegakkan diagnosa.

1.6.3 Bagi Rektor Universitas Kader Banga Palembang

Menambah pengetahuan dan wawasan yang dapat dijadikan perbaikan

perbaikan dalam meningkatkan mutu pendidikan dan sebagai referensi

atau perpustakaan.

1.6.3 Bagi Peneliti

1.6.3.1. Untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh ujian akhir pada

program studi D III Teknik Rontgen Universitas Kader Bangsa

Palembang

1.6.3.2. Untuk menambah wawasan dan pegetahuan penulis tentang

penyakit infeksi perut.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sakit Perut

Gangguan Saluran Cerna seperti muntah, diare, nyeri perut, sulit BAB

merupakan gejala penyakit yang sering dikeluhkan pada penderita anak atau bayi

yang melakukan rawat jalan. Penyakit alergi tampaknya berperanan paling utama

sebagai penyebab dalam kasus tersebut. Alergi tampaknya dapat menggangu semua

organ tubuh kita tanpa terkecuali, terutama saluran cerna. Gangguan organ tubuh

seperti saluran cerna sering kurang perhatian sebagai target organ reaksi yang

ditimbulkan oleh alergi makanan. Selama ini yang dianggap sebagai target adalah

kulit, asma, dan hidung. (Shariar Rasad, 2005)

2.1.1 Alergi Makanan

Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ

dan sistim tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan. Fungsi organ

tubuh yang sering terlibat dalam proses terjadinya alergi makanan adalah saluran

cerna. Gejala gangguan saluran cerna yang berkaitan dengan alergi makanan adalah

muntah, diare, kolik, nyeri perut, sariawan, dan sebagainnya

7
Saluran cerna adalah target awal dan utama pada proses terjadinya alergi

makanan, karena penyebab utama ketidak matangan saluran cerna maka gangguan

cerna disebabkan oleh alergi paling sering ditemukan pada usia anak di bawah 2

tahun, yang sensitif dibawah 3 bulan. Dengan bertambahnya usia kematangan

saluran cerna akan semakin membaik.

2.1.2 Tanda-tanda terjadinya gangguan saluran cerna dan alergi makanan pada bayi

Tanda yang paling sensitif untuk mengetahui bahwa gangguan saluran cerna

adalah gangguan tidur malam harus diwaspadai adanya makanan alergi yang masih

terkonsumsi di daerah mulut diantaranya lidah, gigi dan bagian rongga mulut lainnya,

pada bayi lidah sering tampak kotor.

Pada garis besarnya sakit perut dapat dibagi menurut datangnya serangan dan

lamamya serangan, yaitu akut atau kronik (berulang) disebabkan oleh penyakit

infeksi saluran cerna, saluran kemih dan alergi makanan, Sakit perut karena

disfungsional disebabkan oleh tekanan emosional, stress, yang kemudian dibagi lagi

atas kasus bedah dan non bedah, Levine dan Rapport (2004)

Apapun penyebabnya, suatu hal yang pasti adalah sebagian kecil dari sakit perut

baik akut maupun kronik, yang memerlukan tindakan bedah, sebagian besar sakit

perut tidak memerlukan tindakan bedah, cukup dengan pengobatan.(Sampson

HA,2003)

Pengetahuan adalah hasil dari sesuatu yang belum diketahui menjadi diketahui,

dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek

8
(Notoatmojo, 2002). Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai

hasil penggunaan panca inderanya (Soekanto, 2002).

2.2.1 Tingkatan Pengetahuan didalam domain kognitif :

1. Tahu (Know)

Sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,

termasuk kedalam pengetahuan tingkatan ini adalah mengingat kembali

sesuatu yang spesifik yang dipelajari.

2. Memahami (Comprehension)

Sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek

yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi secara benar.

3. Aplikasi (Aplication)

Sebagai sesuatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real.

4. Analisis (Analysis)

Suatu kemamouan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam

komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi, dan masih ada

kaitannya satu sama lain.

5. Evaluasi (Evaluation)

9
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek.

2.3. SIKAP

Sikap dapat diuraikan sebagai penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang

terhadap stimulus atau obyek. Menurut Green, Sikap adalah perasaan, predisposisi,

atau seperangkat keyakinan yang relatif tetap terhadap suatu objek, seseorang atau

suatu situasi. Batasan-batasan sikap :

Menurut Campbell (2000) “An individual’s social attitude is a syndrome of

response consistency with regard to social object”. Menurut Allpart (2004) “A

mental and neusal state of rediness, organized through expertence, exerting a

dysective or dynamic influence upon the individual’s respons to all objects and

situasional with which it is related”. Dan menurut Cardo, (2000) “Attitude entalis

and exiting predisposition to response to social objects which in interaction with

situasional and other dispositionalvariables, guides and direct the overt behavior of

individual”.

Dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tak dapat dilihat, tapi hanya

dapat ditafsirkan lebih dulu perilaku tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan

konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan

sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

10
Menurut Newcomb, seorang ahli psikologis sosial menyatakan bahwa suatu sikap itu

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu.

2.3.1. Komponen sikap

Dalam bagian lain All port (2002) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3

komponen pokok yaitu :

1. Kepercayaan ( keyakinan ) ide dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk beradat.

Dalam membentuk sikap ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi

memegang peranan penting.

2.3.2. Tingkatan sikap

1. Menerima (receiving)

Diartikan bahwa orang (obyek) mau memperhatikan stimulus yang diberikan

(objek).

2. Merespon (responding)

Memberi jawaban bila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang

diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan/mendiskusikan suatu masalah.

4 Bertanggung jawab (responsible)

11
Bertanggung jawab atas segala yang telah dipilihnya dengan segala resiko.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.

Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat pernyataan

responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan

dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis kemudian ditanyakan pada

responden.

2.4 Anatomi dan fisiologi Abdomen

Abdomen atau perut merupakan bagian batang tubuh yang terletak

diantara thorak dan pelvis. Abdomen dibagi menjadi dinding abdomen dan

rongga abdomen beserta isinya. Dinding abdomen dari luar ke dalam terdiri dari

kulit, jaringan subcutis, fascia superfisualis, otot otot perut dan pinggung, serta di

sebelah dalam dibatasi oleh fascia otot bagian dalam (fascia transversalis). Isi

abdomen terdiri dari cavum peritonel, disini terdapat organ-organ /alat-alat

pencernaan (mulai dari bagian akhir oesophagus, lambung, sampai usus), hati

dan sistem empedu , pancreas, limpa, pembuluh darah, saraf dan kelenjar / saluran

getah bening.(DR. dr. I. Harjadi widjaja,PA. anatomi abdomen.EGC)

Ada dua bentuk Abdomen pada Bayi, yaitu cembung dan cekung. Bentuk

abdomen yang cembung disebabkan oleh :

a. Udara

- Dalam usus (meteorismus)

12
- Dalam cavum peritonium (pnemoperitonium, oleh karena trauma dari luar

atau perforasi usus)

- Cairan, misal ascites

b. Penimbunan lemak di dinding perut

c. Pembesaran organ-organ dalam perut

13
d. Adanya tumor

e. Otot-otot dinding perut yang atoni, paralitik (misal poliomielitis)

f. Penyebab lain misalnya fibrosis pankreas, colitis, illeus, obstruksi usus

Dan bentuk abdomen yang cekung (skafoid) pada neonatus ditemukan

misalnya pada hernia diafragma yang besar. Pada anak yang lebih besar

ditemukan pada keadaan dehidrasi dan malnutrisi.

(ilmu keseehatan anak II,1985)

2.4.1 Lambung

Lambung merupakan lapisan – lapisan otot yang membentuk rongga

besar dan berbentuk seperti kedelai. Lambung berfungsi sebagai tempat

penampungan makanan. Kapasitas lambung kurang lebih 1,5 liter, tetapi

dapat dilebarkan sampai 2-3 liter. Pada bayi yang baru lahir kapasitasnya

kira-kira 30 cc. Lambung terletak di kuadran kiri atas Abdomen.

2.4.2 Usus Kecil ( Intestinum Tenue)

Usus halus adalah bagian saluran cerna diantara lambung dan usus

besar. Usus halus panjang, salurannya bergulung mengisi sebagian rongga

Abdomen. Usus halus terletak didaerah umbilikus dan dikelilingi oleh usus

besar. ( Jonh Gibson MD. Edisi 2 )

Usus halus terdiri tiga bagian, yaitu usus duabelas jari (duodenum),

usus kosong (jejunum) dan usus penyerapan ( ileum ).

36
1. Duodenum (Usus dua belas jari)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang

terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong

(jejunum). Panjangnya ± 25 cm. Bagian usus dua belas jari merupakan

bagian terpendek dari usus halus, di mulai dari bulbo duodenale dan

berakhir di ligamentum Treitz. Pada usus dua belas jari terdapat dua

muara saluran yaitu pankreas dan kandung empedu.

a. Kandung empedu adalah organ berbentuk buah pir yang

dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang di butuhkan dalam

proses pencernaan.

b. Páncreas; memiliki dua kelenjar utama yaitu menghasilkan

enzim pencernaan ( oleh kelenjar getah ) dan kelenjar hormon

penting seperti hormon insulin.

2. Usus kosong (jejunum)

Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, dan

1-2 meter adalah bagian usus kosong. Permukaan dalam usus kosong

berupa membran mukus dan dapat terdapat jonjot usus (vili), yang

memperluas permukaan dari usus.

3. Usus penyerapan (illeum)

Usus ini adalah bagian akhir dari usus halus dan memiliki panjang

2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan di lanjutkan oleh

usus buntu.

37
2.4.3 Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus

buntu sampai ke rektum. Fungsi organ ini adalah menyerap air dan feses.

Colon dengan panjang ± 1,5 meter terdiri dari :

a. Colon ascendens ( kanan )

Panjangnya kurang lebih 15 cm dan terbentang dari cecum sampai ke

permukaan visceral dari lobus kanan hepar untuk membelok ke kiri pada

flexura coli dextra untuk menjadi colon lateralis kanan. Colon ascendens

terletak pada regio lateralis kanan Abdomen.

b. Colon transversum

Merupakan bagian usus yang paling besar dan panjangnya 45-50 cm

( snell meyebut 38 cm ). Letaknya tidak tepat melintang ( transversal )

tetapi sedikit melengkung ke bawah sehingga terletak di regio

umbilicalis.

c. Colon descendens ( kiri )

Panjangnya kurang lebih 25 cm. Colon descendens tidak memilki

mesenterium dan peritoneum hanya menutupi permukaan depan dan

sisinya menghubungkannya dengan dinding belakang abdomen ( snell,

2000 ).

38
d. Colon sigmoid ( berhubungan dengan rektum )

Disebut juga colon pelvinum ( Moore, 1992 ). Panjangnya kurang lebih

40 cm dan berbentuk huruf- S. Terbentang mulai dari apertura pelvis

superior sampai peralihan menjadi rectum di depan vertrebra S-3.

2.4.5 Hati

Hati merupakan sebuah organ terbesar di dalam badan manusia.

Organ ini memiliki peranan penting dalam metabolisme dan memiliki

beberapa fungsi dalam tubuh, termasuk penyimpana glikogen, sintesis

protein plasma dan penetralan obat. Hati juga memproduksi bile, yang

penting dalam pencernaan.

39
Gambar 1
Skematis Percabangan dan Anastomosis Portocavalis
( DR. dr. I. Harjadi Widjaja, PA, EGC, 2002 )

40
2.5 Patologi Klinis

Pemeriksaan radiologi Abdomen akut terutama pada trauma abdomen

saat ini lebih banyak digunakan ultranosonografi. Demikian pula untuk melihat

cairan bebas dalam rongga abdomen. Foto polos Abdomen pada posisi tegak

dan terlentang proyeksi AP dan terlentang dengan proyeksi sinar horizontal

dimaksudkan untuk melihat distribusi udara dalam usus- usus , cairan dan udara

bebas. Bila tidak dijumpai gambaran udara dalam usus- usus pada keadaan

Abdomen Akut, biasanya terjadi pada kasus-kasus dengan muntah – muntah

hebat atau penyakit gastroentritis dan pada sindrom adrenogenital.

(Radiologi Diagnostik, 2005 )

a. Ileus paralitik

Ileus paralitik dapat ditemukan pada keadaan sepsis, hipokalemi,

rejetan ( shock ) neurogenik dan penyakit gastroenferitis. Gambaran

radiologik menunjukan dilatasi usus – usus. Terutama usus besar disertai

penebalan dinding usus. Dapat dilihat fluid level yang umumnya letaknya

sejajar. Dengan USG dengan mudah dapat ditentukan adanya ileus

paralitik ini dengan mudah dapat ditentukan adanya ileus paralitik ini

dengan tidak adanya peristaltik usus.

b. Ileus obstruksif

Berbeda dengan ileus paralitik maka pada ileus jenis obstruksi,

pelebaran usus halus lebih dominan dengan gambaran klasik herring bone

dan bayangan cairan (fluid level intraluminer) yang bertingkat – tingkat

41
(step ladder). Tidak ditemukan gambaran udara distal daerah

penyumbatan.

c. Peritonitis

Gejala klinis berupa perut kembung dan sakit perut disertai suhu

tinggi serta muntah-muntah. Pada palpasi sebagian atau seluruh abdomen

tegang, seperti ada tahanan dan nyeri tekan.

Pada pemeriksaan foto polos abdomen dijumpai asites, tanda-tanda

obstruksi usus berupa air – udara dan kadang – kadang udara bebas

(perporasi). Biasanya lambung, usus halus dan kolon menunjukkan

dilatasi sehingga menyerupai ileus paralitik. Usus – usus yang melebar

biasanya berdinding tebal.

d. Peritonitis mekonium

Gejala klinis berupa abdomen yang membucit sejak lahir, muntah

dan dan edema dinding abdomen kebiru – biruan. Peritonitis mekonium

adalah peritonitis non bakterial yang berasal dari mekonium yang keluar

melalui defek pada dinding usus ke dalam rongga peritonium.

Gambaran radiologik berupa tanda – tanda obstruksi distal

duodenum, bercak–bercak perkapuran di dalam rongga usus atau

peritonium, sering juga di daerah skrotum.

42
2.6 Pemeriksaan Radiologi Abdomen

Jenis pemeriksaan abdomen ada dua yaitu pemeriksaan dengan persiapan

pada foto BNO (Blass Nier Over Zigh) atau foto folos dan pemeriksaan

abdomen tanpa persiapan (akut abdomen) untuk melihat usus ( usus besar /kolon

dan usus kecil) dan untuk melihat udara bebas dalam rongga perut.

2.6.1 Pemeriksaan abdomen dengan persiapan

Yaitu pemeriksaan radiografi yang dilakukan setelah ada persiapan

pada foto BNO atau pada foto polos dengan indikasi pemeriksaan adanya

batu pada saluran kemih dan adanya tumor.

2.6.2 Pemeriksaan abdomen tanpa persiapan (akut abdomen)

Yaitu pemeriksaan karena adanya kelainan pada abdomen yang

terjadi secara tiba-tiba (mendadak) dan memerlukan tindakan segera.

Indikasi akut abdomen yaitu :

a. Illeus abstruksi (penyumbatan lumen usus)

b. Perforasi ( kebocoran )

c. Invaginasi ( masuknya lumen usus bagian proksimal kedalam lumen

usus bagian yang lebih distal ) sering terjadi pada anak kecil.

d. Trauma tumpul atau tajam

e. Corpus alienum

f. Atresia ani ( tidak punya anus pada bayi )

( Radiologi Diagnostik, 1996 )

43
2.7 Dasar Teori Teknik Radiografi Akut Abdomen pada Bayi

2.7.1 Proyeksi AP Tegak

Ukuran film : 18 x 24 cm

Posisi Pasien :

- Pasien tegak menyandar pada bucky stand / diatur duduk

menyandar pada kaset dan lysolon dengan membentuk sudut

45º

- MSP tubuh tegak lurus dengan pertengahan kaset

Posisi Objek :

- Kaset diatur sehingga batas atas kaset setinggi axila agar kedua

difragma masuk dalam kaset.

- Eksposi pada saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh

- CR : horizontal tegak lurus film

- CP : pada pertengahan tubuh 2/3 inchi keatas dari crista illiaca

( pertengahan kaset )

44
Gambar 2
Proyeksi AP Tegak

Gambar 3
Proyeksi AP Tegak dengan alat fiksasi

45
2.7.2 Proyeksi AP Supine

Tujuan : menunjukkan ukuran dan bentuk hati, limpa dan ginjal serta

klasifikasi intra- Abdominal atau keterangan berat tumor.

( Merril volume two )

Ukuran film : 18 x 24 cm

Posisi pasien :

a. Pasien tidur supine di atas meja pemeriksaan

b. Garis tengah tubuh ( MSP ) tepat di pertengahan meja pemeriksaan

c. Kedua tangan di atas kepala, kedua kaki lurus

d. Letakkan bahu pada bidang datar yang sama posisi objek

e. Eksposi pada saat bayi tahan nafas ( menangis )

Posisi objek :Letakan kaset di bawah abdomen dengan batas atas

kaset processus xyphoideus, batas bawah sympisis pubis

CR : Vertikal tegak lurus film

CP : pada umbilikus / setinggi L3

46
Gambar 4
Preyeksi AP Supine
(memperllihatkan udara yang menggelembung pada perut)
( Bontranger Kenneth. L, 2001 )

47
2.7.3 Posisi R/L Dorsal Decubitus

Tujuan : menentukan ketinggian udara bebas dan cairan dalam

rongga Abdomen.( Merril Volume Two )

Abdomen.

Ukuran kaset : 18 x 24 cm

Posisi pasien :

a. Pasien supine diatas meja pemeriksaan

b. Kedua tangan diletakan diatas kepala, kedua lutut di fleksii, agar

pinggang menempel pada kaset

Posisi obyek :

a. Kaset yang di beri lysolon grid di atasnya di pasang vertikal menempel

pada sisi lateral R/L pasien

b. MCP sejajar dengan garis tengah kaset dengan batas atas kaset axila

c.Eksposi pada saat bayi tahan nafas ( menangis )

CR : Horizontal tegak lurus film

CP : Pada pertengahan kaset

48
Gambar 5
Proyeksi LLD
(Bontranger Kenneth. L, 2001)

49
2.7.4 Posisi Left Lateral Decubitus ( LLD )

Tujuan : menunjukkan ukuran dan bentuk hati, limpa dan ginjal serta

menggambarkan udara dan cairan ketika posisi tegak tidak dapat

dilakukan. ( Merril Volume Two )

Ukuran kaset : 18 x 24 cm

Posisi pasien :

a. Pasien diposisikan true lateral recumbent, dengan sisi kiri di atas meja

pemeriksaan

b. Sisi tubuh sebelah kiri di ganjal spons / kardus

c. Bila memungkinkan, posisi pasien dipertahankan beberapa menit ( 5-

10 menit ) sebelum eksposi agar udara dalam rongga abdomen akan

tempat tertinggi.

Posisi obyek :

Letakkan kaset vertikal dibelakang abdomen dengan batas sisi atas kaset

setinggi axila.

CR : Horizontal tegak lurus film

CP : Pada MSP tubuh kurang lebih 2 inchi keatas dari crista illiaca

( pertengahan film )

Kriteria gambaran :

a. Kedua diafragma tercakup dalam foto

b. Kedua dinding lateral abdomen tidak terpotong

50
c. Bila klinisnya diduga ada cairan di dalam rongga, abdomen kiri tidak

boleh terpotong

d. Bila klinisnya diduga ada udara di dalam rongga abdomen, maka sisi

kanan tidak boleh terpotong.

Gambar 6
Proyeksi LLD
(Bontranger Kenneth. L, 2001)

51
2.8 Gambaran Radiografi yang optimal

Tujuan dari pemeriksaan rontgen untuk mendapatkan gambaran yang

optimal. Gambaran radiografi yang optimal adalah yang mampu memberikan

informasi sebanyak-banyaknya untuk menentukan diagnosa secara tepat dan

akurat sedangkan kriteria penilaian akan dilihat dari kualitas radiografi serta seni

fotografinya.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas gambar yaitu :

a. Densitas

Densitas adalah derajat kehitaman dari gambar radiografi. Densitas

diperoleh akibat trasmisi sinar x setelah melewati bahan. Alat untuk

mengukur besarnya densitas adalah densitometer. ( Radiofotografi,

2009 )

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi densitas adalah :

1. Kilovolt (Kv)

Kilovolt (kV) menunjukan kualitas sinar x, karena hal ini berhubungan

dengan menembus bahan. Jika kV dinaikkan, densitas foto naik serta

radiasi hambur akan meningkat.

2. Milli Ampere (mA)

Jika mA dinaikkan, maka densitas akan naik, hal ini menunjukan

banyaknya intensitas elektron yang akan terjadi pada tabung sinar x.

3. Second (s)

52
Second menunjukan lamanya waktu penyinaran. Pengguna waktu

penyinaran yang lebih besar menghasilkan intensitas yang lebih besar

pula. Jika waktu penyinaran naik, maka densitas pun akan naik. mAs

adalah perkalian antara besaran nilai ampere denngan waktu exposi.

mAs = Ma x s

Keterangan :

Ma : Milli Ampere

s : Second

4. Jarak focus dengan film

Jika FFD (focus Film Distance ) diperbesar, OFD (Objek Film

Distance) tetap, maka gambar akan mendekati besar aslinya, densitas

akan turun.

5. Ketebalan objek

Semakin tebal objek yang akan di foto, maka semakin tinggi factor

eksposi ( kv dan mAs ) yang dibutuhkan dalam pemotretan tersebut.

Penyerapan oleh jaringan pada tubuh manusia berbeda satu sama lain

Tergantung pada komponen struktur tubuh pasien.

Untuk memperoleh kondisi film yang sama, maka :

- Setiap ketebalan objek lebih tebal 1 cm perlu menambah 2 kV

- Setiap ketebalan obyek lebih tipis 1 cm,maka untuk tiap 1 cm perlu

dikurangi 2 kV.

53
6. Luas lapangan Penyinaran ( kolimasi )

Kolimasi menunjukan batasan sinar x yang keluar dari tabung sinar x

dan mengenai obyek.

b. Kontras

Kontras merupakan perbedaan derajat kehitaman yang terjadi karena

adanya perbedaan intensitas radiasi yang sampai ke film setelah melalui

obyek yang berbeda kerapatannya. Semakin tinggi nilai densitas, maka

gambar akan semakin hitam dan semakin rendah nilai densitas, maka

gambaran semakin putih.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kontras adalah :

1. Tengangan Tabung

Jika tengan tabung dinaikkan, maka nilai kontras akan menurun.

2. Perbedaan Koefisien Atenuasi Linier Bahan

Perbedaan ini dipengaruhi oleh kerapatan jenis dan nomor atom obyek.

3. Radiasi hambur

Jika radiasi hamburnya besar, maka nilai kontras akan mennurun.

4. Penyimpanan film

Penyimpanan film yang terlalu lama atau melewati batas waktu pakai

akan meningkatkan fog film. (Harsanto,2000)

c. Ketajaman

Ketajaman gambar adalah tingkat kejelasan yang membedakan

jaringan organ pada sebuah film radiografi. Semakin jelas gambaran, maka

54
semakin akurat informasi yang diperoleh dari gambaran, ketidaktajaman

suatu gambar radiografi yang dipengaruhi oleh :

1. Faktor geometrik

Faktor geometrik adalah faktor yang mempengaruhi nilai

ketajaman dari suatu geometrik radiografi. Faktor geometrik dapat

menyebabkan ketidaktajaman suatu gambar radiografi yang disebabkan

oleh :

a) Ukuran fokus

Semakin besar fokus, maka gambar semakin kabur.

b) Jarak

- Jarak fokus ke film ( FFD )

Apabila FFD diperkecil, OFD ( Object Film Distance ) tetap,

maka gambar akan semakin kabur.

- Jarak fojus ke obyek ( FOD )

Apabila FOD tetap dan OFD diperjauh, maka gambar akan

mengalami pembesaran.

- Jarak obyek ke film

Apabila OFD dan FOD sama, maka pembesaran gambar

sebanyak dua kali.

2. Faktor pergerakan

Faktor pergerakan mempengaruhi ketidaktajaman suatu gambar

radiografi yang disebabkan oleh :

55
a) Pergerakan subyektif

Pergerakan subyektif adalah pergerakan dari organ-organ yang

bergerak dibawah sadar. Contoh gerakan peristaltik di denyut

jantung, di rongga perut.

b) Pergerakan obyektif

Pergerakan obyektif adalah pergerakan dari obyek itu sendiri

c). Faktor Fotografi

Faktor fotografi berhubungan dengan ketidaktajaman akibat unsur-

unsur fotografi seperti kombinasi antara screen dan film.

2.9 Sistem Pengolahan Film

Sistem pengolahan film dengan menggunakan dua cara, yaitu :

2.9.1 Sistem Manual

Yaitu suatu proses pencucian film yang menggunakan tenaga

manusia. Sistem manual dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu :

a. Developing (Pembangkitan)

b. Rinsing (Pembilasan)

c. Fixing (Penetapan)

d. Washing (Pembilasan)

e. Drying (Pengeringan)

56
Proses kerjanya dengan cara film yang sudah di expose dimasukan

pada tangki-tangki yang terdiri dari developer, tangki rinsing, tangki fixer,

tangki washing, dan tahap terakhir dimasukan ke dalam pengeringan.

2.9.2 Sistem Automatic Processing

Yaitu proses pencucian film yang menggunakan tenaga mesin.

Processing Automatic hampir sama dengan processing manual,

perbedaannya pada Automatic Processing tidak menggunakan rinsing

(pembilasan). Pada sistem Automatic Processing menggunakan sistem

transportasi dengan roller-roller dan larutan yang memiliki konsentrasi,

keaktifan serta pembangkit yang tinggi. Film yang sudah diekspose pada

saat dimasukan kedalam mesin Automatic Processing akan keluar menjadi

gambaran radiografi yang siap dibaca. (Chesney,1989)

2.10 Proteksi Radiasi

Ialah cabang ilmu pengetahuan dan teknologi yang berhubungan dengan

upaya perlindungan kepada seseorang ataupun masyarakat dan lingkungan

terhadap kemungkinan memperoleh dampak yang merugikan dari pemanfaatan

radiasi. Dalam pemeriksaan sinar x, proteksi radiasi dimaksudkan untuk

mengurangi dosis radiasi yang diterima pasien sesuai dengan kebutuhan

klinik.sehingga petugas maupun masyarakat luas terhindar dari radiasi yang tidak

berguna.

57
2.10.1 Tujuan Proteksi Radiasi :

a.Mencegah terjadinya efek deterministik

b. Memperkecil kemungkinan terjadinya efek stokastik

c.Agar setiap pemanfaatan radiasi benar-benar dapat

dipertanggungjawbkan dengan mengusahakan dosis radiasi dibawah

batas ambang yang diperbolehkan dan agar setiap tahapan tindakan

dapat mengurangi induksi terjadinya efek stokastik.

2.10.2 Macam-macam Pelindung Radiasi :

a. Apron atau baju Pb

b. kacamata Pb

c. Sarung tangan Pb

d. Pelindung leher

e. Pelindung gonads.

2.10.3 Trias Proteksi Radiasi

a. TIME , adalah waktu ekspose yang singkat

b. DISTANCE, yaitu semakin jauh jarak dengan sumber radiasi maka

semakin sedikit radiasi yang diterima.

c. SHIELDING, yaitu pelindung radiasi yang terdiri dari bahan Pb.

Fungsinya melindungu pasien atau petugas menurunkan intensitas

radiasi. Ini hanya memproteksi individu dari radiasi sekunder.

58
2.10.4 Proteksi radiasi terhadap pasien yang akan difoto :

a. Menggunakan lapangan penyinaran atau kolimasi sekecil mungkin dan

seperlunya

b. Daerah gonad harus dilindungi.

c. Posisi yang dilakukan sesuai denngan permintaan agar tidak terjadi

pengulangan foto.

d. Buat jarak tertentu (jarak fokus ke film)

2.10.5 Proteksi radiasi terhadap petugas atau radiografer :

a. Selama penyinaran berlangsung, petugas berdiri dibelakang penahan

radiasi.

b. Apabila terpaksa petugas harus berada dalam ruang pemeriksaan

selama penyinaran berlangsung dengan maksud tertentu, maka petugas

harus memakai Apron dan sarumg tangan Pb.

c. Petugas memakai alat pemonitoring peroranga, yaitu film badge.

2.10.6 Proteksi radiasi terhadap masyarakat atau lingkungan :

a. Pada saat pemeriksaan sinar-x berlangsung pintu ruangan harus

tertutup agar tidak sampai ke ruang tunggu atau jalan umum.

b. Arah sinar ditunjukan ke tempat yang terbuka seperti tempat kosong.

c. Dinding ruangan pemeriksaan hendaknya di buat dari batu bata

ditambah dengan 2mm Pb sehingga dapat memperlemah sinar hambur.

(Harsanto,200)

59
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Konsep merupakan abstraksi yang berbentuk oleh gagasan generlisasi dari

hal-hal khusus, oleh karena itu konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak dapat

diukur langsung. Konsep dapat diukur melalui yang lebih spesifik yng disebut

variabel. Dari beberapa teori penyebab kejadian sakit perut pada bayi pengetahuan,

sikap (Notoadmojo, 2003) Maka kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Variable Dependen Variabel Independen

Pengetahuan

Sakit Perut pada bayi

Sikap

60
3.2 Hipotesis

3.2.1 Hipotesis Mayor

Ada hubungan antara pengetahuan, sikap dengan kejadian sakit perut pada

bayi di RSMH Paalembang tahun 2011

3.2.2 Hipotesis Minor

3.2.2.1. Ada hubungan antara faktor pengetahuan dengan kejadian sakit

perut pada bayi di RSMH Palembang tahun 2011

3.2.2.2. Ada pengaruh antara faktor sikap dengan kejadian sakit perut pada

bayi di RSMH Palembang tahun 2011

61
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian menggunakan metode survey analitik dengan menggunakan Cross

Sectional . Dimana data ini menggunakan variabel dependen (Kesehatan Reproduksi

Lanjut Usia) dengan variabel independen (Pengetahuan, dan Perilaku Lanjut Usia)

dikumpulkan dalam waktu bersamaan.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2011

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Rumah Sakit Muhammad Hoesin

Palembang Tahun 2011

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi Penelitian ini adalah pasien lanjut usia yang berkunjunjg ke Rumah

Sakit Mohammad Hoesin Palembang tahun 2011 yang berjumlah 32 orang

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini menggunakan sensus total, dimana sample diambil

dari Jumlah pasien sakit perut yang berkunjung ke Rumah Sakit Muhammad

Hoesin Palembang. Menurut Arikunto (2002) bahwa apabila subjeknya

62
kurang dari 100 orang maka diambil semua sehingga penelitiannya

merupakan penelitian populasi. Jadi sample pada penelitian ini adalah 32

pasien sakit perut

4.4 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer yaitu data yang diperoleh melalui

cara observasi langsung menggunakan wawancara dan kuesioner dan data

sekunder yaitu data yang diperoleh dengan melihat rekam medik di Rumah

Sakit Muhammad Hoesin Palembangvtahun 2011

4.5 Pengumpulan Data

Data yang diperoleh secara manual, Menurut Notoadmojo (2005)

4.5.1 Editing (Pengolahan data)

Editing adalah meneliti kembali data yang telah diklasifikasikan apakah

sudah lengkap atau ada yang perlu dikurangi sehingga data yang ada

sesuai dengan yang diinginkan.

4.5.2 Coding (Pengkodean)

Usaha untuk mengklasifikasikan data-data yang didapat menurut

macamnya kedalam bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan

kode-kode

4.5.3 Entry Data (Pemasukan data)

Data yang sudah selesai di coding lalu dimasukan ke dalam bentuk tabel

4.5.4 Cleaning Data (Pembersihan data)

63
Data diperiksa kembali sehingga bebas dari kesalahan dan dapat diuji

kembali kebenarannya.

4.6 Analisa Data

Data disajikan dengan mendistribusikan melalui analisa univariat, analisa bivariat

dan analisa multivariate.

4.6.1 Analisa Univariat

Analisa data untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase dari tiap

variabel independen (kesehatan reproduksi lanjut usia) dan variabel

dependen (Pengetahuan, sikap, media masa, anggota keluarga, teman lanjut

usia).

4.6.2 Analisis bivariat

Analisis bivariat terdiri dari : (1) analisis tables atau crosstabs, (2) analisis

pengaruh. Analisis tabulasi silang digunakan untuk meringkas dan

mengetahui sebaran data serta juga dapat digunakan untuk menganalisis

secara deskriptif. Analisis korelasi (uji pengaruh) sebagai dasar untuk

menguji hipotesis penelitian menggunakan uji Chi Square stau dengan α =

0,05.

Dengan menggunakan rumus :

X² = Σ ( O- E)²
E

X² = Nilai X²

64
E = Frekuensi nilai harapan

O = Frekuensi nilai observasi

Kriteria Uji

Ha diterima jika X² hitung > X² tabel

Ha ditolak jika X² hitung < X² tabel

Ha ditolak jika X² hitung < X² tabel

4.7. Definisi Operasional

4.7 Definisi Operasional

4.7.1 Variabel Independen

4.7.1.1 Sakit Perut (Meteorismus)

1. Pengertian : Suatu keadaan atau penyakit kesehatan

pada perut

2. Alat Ukur : Wawancara

3. Cara Ukur : Kuesioner

4. Hasil Ukur : Pengetahuan kesehatan sakit perut dibagi 3

kategori yaitu :

1. Baik

2. Tidak Baik

3. Buruk.

5. Skala Ukur : Ordinal

65
4.7.2 Variabel Dependen

4.7.2.1 Pengetahuan

1. Pengertian : Pengetahuan tentang sakit perut

2. Alat Ukur : Wawancara

3. Cara Ukur : Kuesioner

4. Hasil Ukur : Pengetahuan kesehatan reproduksi dibagi 3 (tiga)

Kategori yaitu :

1. Baik

2. Sedang

3. Rendah

5. Skala Ukur : Ordinal

4.7.2.2 Sikap

1. Pengertian : Respons seseorang tentang sakit perut

2. Alat Ukur : Wawancara

3. Cara Ukur : Kuesioner

4. Hasil Ukur : Keadaan atau respon atas kejadian sakit perut dibagi

3 (tiga) Kategori yaitu :

1. Baik

2. Sedang

3. Rendah

5. Skala Ukur : Ordinal

66
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoeisin Palembang

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang didirikan

pada tahun 1953 atas prakasa Menteri Kesehatan Republik Indonesia Dr.

Mohammad AL ( Dr. Lei Kiat Teng ) dengan biaya pemerintah pusat.

Seiring dengan perkembangan waktu, rumah sakit ini semakin

berkembang, baik fasilitas, sarana dan prasarana termasuk sumber daya

manusianya tersedia para spesialis lengkap dan beberapa sub spesialis sehingga

mengubah tipenya dari kelas C menjadi Rumah Sakit Umum Pusat kelas B dan

menjadi rumah sakit terbesar, sebagian pusat rujukan layanan kesehatan se-

Sumatera Selatan, Bengkulu dan Jambi.

Tahun 1993-1994 rumah sakit umum palembang mengubah status dari

dari rumah sakit vartikal (rumah sakit penerima pajak) menjadi rumah sakit

swadana. Pada tanggal 4 Oktober 1997 dengan SK Menkes RI

1297/Menkes/SK/XI/1997 Rumah Sakit Umum Palembang.

Tahun 2000 dengan PP no 122/2000 Rumah Sakit Umum Pusat Dr.

Mohammad Hoesin Palembang ditetapkan menjadi salah satu dari 13 rumah sakit

pemerintah menjadi Rumah Sakit perusahaan jawatan di Indonesia dan

67
oprasionalnya dimulai dari tanggal 1 Januari 2002 sebagai rumah sakit perjan,

secara oprasional Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang

masih tetap malaksanakan fungsi pelayanan sosialnya bagi masyarakat ekonomi

kurang mampu melalui program JPSBK (Gakin).

Kemudian tahun 2005 berdasarkan PP 23/2005 tanggal 13 Juni 2005

tentang pengolaan keuangan BLU dan SK Menkes No: 1243/Menkes/VIII/2005

tanggal 11 Agustus 2005 tentang penetapan 13 ex rumah sakit statusnya menjadi

unit pelaksana tehnis DepKes dengan menerapkan pola pengelolaan keuangan

badan layanan umum. Implementasinya Rumah Sakit Umum Pusat Dr.

Mohammad Hoesin Palembang sebagai Badan Layanan Umum dilaksakan pada

Januari tahun 2006.

5.2 Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin

5.2.1 Visi Rumah Sakit Umum Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Menjadikan Rumah Sakit Pelayanan kesehatan yang bermutu se-

Sumatera bagian Selatan.

5.2.2 Misi Rumah sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang

- Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang komprehensif dan

berkualitas tinggi.

- Menyelenggarakan jasa pendidikan dan penelitian dalam bidang

kedokteran dan kesehatan.

- Menjadi pusat promosi kesehatan.

68
5.3 Gambaran Wilayah

5.3.1 Luas Wilayah

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang

terletak di Jalan Jendral Sudirman KM 3,5 Palembang dengan luas 3700

m dan areal luas hektar berada di kelurahan 20 ilir 1 Kotamadya

Palembang.

5.3.2 Batas Wilayah

1. Sebelah Utara dengan Jalan Mayor Wahidin.

2. Sebelah Selatan dengan Jalan Kayu Awet

3. Sebelah Timur dengan Jalan Madang

4. Sebelah Barat dengan Komplek Perumahan Karyawan dan Jalan

Jendral Sudirman.

5.4 Gambaran Demografi

5.4.1 Tenaga Kerja

Adapun tenaga kerja di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Pusat

Dr.Mohammad Hoesin Palembang yaitu :

1. Dokter Spesialis Radiologi : 4 orang

2. Dokter Spesialis Radioterapi : 1 orang

3. Radiografer : 18 orang

4. Administrasi : 5 orang

69
5. Tenaga Non Kesehatan : 4 orang

5.5 Hasil Penelitian

Pada penulisan skripsi penatalaksanaan teknik radiografi abdomen 3 posisi

dengan kasus meteorismus ini dilakukan terhadap seorang pasien yang datanya

sebagai berikut :

Nama : An.

Umur : 2 Bulan

No. Foto : 2202

Tanggal Pemeriksaan : 9 Maret 2010

Diagnosa : Meteorismus

5.5.1 Prosedur Pemeriksaan

Pasien dibawa ke Instalasi Radiologi dari ruang IKA A oleh dua

orang perawat dan satu orang dari keluarga bayi dengan membawa surat

permintaan dari dokter untuk dilakukan pemeriksaan radiologi, karena

waktu pemeriksaan malam hari dan cito maka radiografer langsung

meregristasikan kedalam buku pendaftaran cito setelah selesai

meregistrasikan maka radiografer segera melakukan pemeriksaan di

kamar 1 Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad

Hoesin Palembang. Setelah itu Radiografer menyuruh perawat untuk

membuka baju bayi sementara radiografer mempersiapkan peralatan

dan perlengkapan untuk melakukan pemeriksaan seperti pesawat

70
rontgen, 3 buah kaset dengan film di dalamnya ukuran 18 X 24 cm,

marker yang diberi nomor rontgen, tanggal, bulan dan tahun

pemeriksaan serta marker L untuk menandakan sebelah sisi sebelah kiri

tubuh pasien dan marker R untuk menandakan sisi kanan pasien.

5.5.2 Teknik Pemeriksaan

Setelah peralatan dan perlengkapan pemeriksaan serta bayi dan

keluarga bayi yang akan membantu memegang bayi pada saat di foto

telah siap maka pemeriksaan radiologi dapat dilakukan.

Terlebih dahulu, keluarga diberitahukan prosedur pemeriksaannya.

Pada abdomen 3 ( tiga ) posisi, untuk proyeksi AP abdomen pasien

diposisikan supine diatas meja pemeriksaan. Abdomen diletakkan diatas

kaset ukuran 18 x 24 cm yang diberi marker R pada sisi kanan bayi

dengan umbilikus pada pertengahan kaset. Agar mencangkup kedua

diafragma, kedua tangan bayi diletakkan diatas kepala dan kedua kaki

diluruskan dibantu oleh keluarga yang telah memakai apron untuk

memegangnya, supaya bayi tidak bergerak pada saat difoto. Atur

kolimasi sesuai luas lapangan penyinaran pada obyek yang akan diambil.

Tube diatur sehingga FFD 90 cm, central ray vertikal tegal lurus film dan

central point dipusatkan pada umbilikus. Kemudian radiografer

berlindung diballik tabir pelindung lalu mengatur faktor eksposi yaitu 50

kV, 200 mA dan 0,04 s. Kemudian eksposi pada saat pasien tahan napas .

Untuk posisi LLD bayi diposisikan tidur miring, sisi kiri menempel pada

71
meja pemeriksaan. Kedua tangan dan kedua kaki diletakkan ditempat

yang nyaman yang dipegang oleh keluarga bayi . Kaset ukuran 18 x 24

cm dengan diberi marker R pada sisi kanan bayi dipasang vertikal

dibelakang tubuh dengan batas atas kaset setinggi axila. Atur kolimasi

sesuai dengan luas penyinaran pada obyek yang akan di ambil. FFD 90

cm, CR horizontal tegak lurus film, CP pada pertengahan film. Faktor

eksposi sama dengan posisi AP supine. Selanjutnya untuk posisi RDD,

pasien diposisikan supine. Kedua tangan diletakkan diatas kepala. Kaset

ukuran 18 x 24 cm dengan diberi markar R diletakkan vertikal disisi

kanan bayi, dengan batas atas kaset setinggi axila. Atur kolimasi sesuai

dengan luas penyinaran pada objek yang akan di ambil. FFD 90 cm, CR

horizontal tegak lurus film, CP pada pertengahan kaset. Faktor eksposi

yaitu 55 kV, 200 mA dan 0,04 s. Kemudian eksposi dilakukan pada saat

tahan nafas . Setelah pemotretan selesai, maka film dicuci dikamar gelap

dengan menggunakan automatic processing.

5.5.3 Pemeriksaan Radiologi

Berdasarkan hasil bacaan pada pemeriksaan foto Abdomen 3 (tiga)

posisi pada bayi oleh dokter Radiologi Rumah Sakit Umum Pusat Dr.

Mohammad Hoesin Palembang terhadap bayi Airin umur 2 bulan

didapat :

- Distribusi udara usus minimal di bagian distal

- Tampak dilatasi usus-usus

- Tak tampak penebalan dinding usus

72
- Tak tampak udara bebas di ekstralumen

Kesan : Meteorismus

5.6 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan penulis terhadap jalannya pemeriksaan

teknik radiografi Abdomen 3 ( tiga ) posisi dengan kasus Meteorismus di

Instalasi Radiologi RSMH Palembang, bahwa pemeriksaan tersebut tidak

memerlukan persiapan khusus pada pasien sebelum pemeriksaan berlangsung.

Akan tetapi, ada beberapa persiapan peralatan dan perlengkapan pemeriksaan

seperti mempersiapkan kaset ukuran 18 x 24 cm yang telah diisi film dikamar

gelap, mempersiapkan marker, dan pengaturan faktor eksposi yang

disesuaikan dengan ketebalan objek yang akan diperiksa dan pengaturan tube

pesawat. Hal ini dilakukan untuk kelancaran dalam pemeriksaan dan untuk

mendapatakan hasil gambaran radiografi yang baik.

Dalam teknik radiografi Abdomen 3 ( tiga ) posisi pada bayi kasus

meteorismus diharuskan ada keluarga yang membantu memegang bayi yaitu

menjaga agar bayi tidak bergerak pada saat di foto. Disebabakan di Instalasi

Radiologi RSMH Palembang tidak mempunyai alat fiksasi khusus untuk bayi.

Radiografer juga harus menjelaskan prosedur pemeriksaan agar proses

pemotretan berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan, yaitu foto yang

diperoleh tepat pada objek yang akan di lihat. Diperlukan kerjasama yang

baik, agar pemeriksaan tidak berlangsung lama, mengingat bayi dalam

keadaan sangat lemah.

73
Dari penilaian oleh radiolog dan beberapa radiografer pada hasil

gambaran radiografi Abdomen 3 ( tiga ) posisi pada bayi dengan kasus

meteorismus didapat kesimpulan bahwa gambaran yang dihasilkan sudah

cukup baik untuk memberikan informasi dalam menegakkan diagnosanya

yang telah dinilai dari seni teknik radiografinya mencakup dari posisi obyek,

kontras gambar. densitas, dan ketajaman gambarnya. Hanya pada proyeksi AP

supine, posisi objeknya kurang baik,tidak simetris dilihat dari MSP tubuh

tidak dipertengahan kaset. Untuk kontras gambar, densitas dan ketajaman

gambarnya cukup baik. Sedangkan pada posisi LLD dan posisi RDD, posisi

objek, kontras ganbar, densitas dan ketajamn gambarnya sudah baik.

Pada penatalaksanaan ini juga harus diperhatikan faktor eksposi yang

tepat seperti kV, mA dan s. Jumlah radiasi yang diterima oleh pasien

hendaknya diatur seminimal mungkin, dikarenakan bayi sangatlah rentan

terhadap efek radiasi. Oleh karena itu dapat dilakukan dengan membatasi

kolimasi sekecil mungkin, yaitu tidak melampaui batas organ yang akan

diperiksa dan menggunakan waktu eksposi sesingkat mungkin. Untuk proteksi

radiasi terhadap keluarga yang memegang bayi dapat dilakukan dengan

menggunkan apron selama pemeriksaan berlangsung. Mengingat hal itu,

diperlukan kerjasama yang baik antara radiografer dan keluraga yang

memegang bayi agar tidak terjadi pengulangan foto yang dapat menambah

efek radiasi yang diterima.

74
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisa pada bab – bab sebelumnya, maka

dapat diperoleh beberapa kesimpulan , yaitu :

6.1.1 Penyebab Meteorismus adalah antara lain adanya cairan dalam rongga

Abdomen,obstruksi usus,dan bisa juga karena ada udara bebas dalam

rongga perut.

6.1.2 Dalam penatalaksanaan teknik radiografi Abdomen 3 posisi pada Bayi

dengan kasus Meteorismus dilakukan dengan proyeksi AP supine,

proyeksi lateral ( posisi RDD ) dan proyeksi AP ( posisi LLD ).

6.1.3 Dalam penatalaksaan teknik radiografi Abdomen 3 ( tiga ) posisi pada

bayi dengan kasus meteorismus diharuskan ada keluarga yang membantu

memegang bayi pada saat di foto untuk menahan pergerakkan bayi, karena

di RSMH Palembang tidak mempunyai alat fiksasi khusus untuk bayi.

6.1.4 Dari penilaian radiolog dan radiografer pada gambaran radiografi

Abdomen tiga posisi pada bayi dengan kasus meteorismus diperoleh

kesimpulan bahwa hasilnya sudah cukup baik dan memenuhi kriteria

yaitu dilihat dari posisi objek, kontras gambar, densitas dan ketajaman

gambarnya.

75
6.2 Saran

Adapun saran yang dapat dikemukakan

6.2.1 Kepada Pimpinan Instalasi Radiologi / Radiografer

a. Karena pemeriksaan berhubungan dengan radiasi hendaknya

radiografer memperhatikan jenis pemeriksaan dan diagnosa agar tidak

terjadi pengulangan foto sehingga tidak mengakibatkan besarnya

radiasi yang diterima oleh pasien maupun radiografer itu sendiri.

b. Seharusnya Radiografer memperhatikan luas lapangan penyinaran

(kolimasi) dan memakai film badge pada saat melakukan pemeriksaan

serta pada waktu eksposi pintu harus dalam keadaaan tertutup.

c. Kepada Pimpinan Instalasi Radiologi RSMH Palembang disarankan

untuk meminta kepada pimpinan RS untuk menyediakan alat fiksasi

khusus untuk bayi.

6.2.2 Kepada Rektor Universitas Kader Bangsa Palembang

- Hendaknya lebih banyak menyediakan buku – buku atau referensi

- Referensi sehingga memudahkan dalam penyusunan skripsi

6.2.3 Kepada Peneliti Yang Akan Datang

- Sebelum pemeriksaan dilakukan pasien atau keluarga pasien diberi

penjelasan tentang prosedur pemeriksaannya sehingga ada

kerjasama untuk kelancaran pemeriksaan.

76
DAFTAR PUSTAKA

Bontrager, K.L.2001.Text book of Radiographic Positioning and Related


Anatomy.The
United States of America.

Chesney’s.1989.Radiografic Imaging, Fifth Edition, Reviset and Edite by Jhon Ball


and
Toni Price.London.

Harsanto,W.2000.Kumpulan Materi Perkuliahan Tingkat 1.ATRO DEPKES


RI.Jakarta.

MD, Jhon Gibson.2003.Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat.Buku


Kedokteran.England.

Merril, Vinita.Volume Two.Aatlas of Roentgenographic Position and Standar


Radiologic
Procedures. London.

Rahman, Nova.2009.Radiofotografi.Universitas Baiturrahman.Padang.

Rasad, S.Dkk.1997.Radiologi Diagnostik.Balai Penerbit FKUI.Jakarta.

Rasad, S.Dkk.2005.Radiologi Diagnostik.Balai Penerbit FKUI.Jakarta.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985.Ilmu Kesehatan Anak.FKUI Jakarta.

Widjaja, I Harjadi.2002.Anatomi Abdomen.EGC.Jakarta.

77

Anda mungkin juga menyukai