DOSEN PEMBIMBING
NS. FERNANDO MONGKAU, S.KEP
DISUSUN OLEH :
KIFO LEFRIKO LELEH
P01909010218
1 2 3
Bintari Ratih Kusumaningrum , Indah Winarni , Setyoadi , Kumboyono3, Retty Ratnawati3
1
Program Magister Keperawatan Peminatan Gawat Darurat Fakultas Kedokteran Universitas
2
Brawijaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya
3
Program Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Pengembangan pelayanan Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan akan memberikan pengalaman dan perasaan
yang berbeda pada setiap perawat di Puskesmas yang mengalami perubahan tersebut. Pengembangan Puskesmas
tersebut ditunjukkan dengan adanya pelayanan Unit Gawat Darurat 24 jam yang dapat menangani pasien gawat
darurat dan kecelakaan. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengeksplorasi pengalaman perawat UGD Puskesmas
dalam merawat korban kecelakaan lalu lintas. Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi deskriptif. Partisipan dalam penelitian ini sebanyak enam orang perawat Puskesmas Beji
Kota Batu. Hasil analisis dengan metode deskriptif terhadap hasil wawancara menghasilkan suatu makna yaitu
merasakan ketidakberdayaan pada saat merawat korban kecelakaan lalu lintas di UGD Puskesmas, dan merasakan
respon emosional pada proses berubah. Kesimpulan yang didapatkan dari hasil penelitian ini adalah bahwa sistem
pelayanan puskesmas telah berubah menjadi lebih kompleks tetapi perubahan itu tidak diikuti dengan perubahan
dari sumber daya yang membangun sistem tersebut. Kepala Puskesmas sebaiknya lebih memperhatikan pegawainya
sebagai pembangun sistem agar dapat lebih optimal dalam penanganan pasien.
Kata kunci : Unit Gawat Darurat Puskesmas, kecelakaan lalu lintas, pengalaman perawat, fenomenologi
ABSTRACT
The development of new community health center in delivering comprehensive care have an impact on the workload
of nurses. These development clearly marked by the existence of emergency unit which run 24 hours. The purpose of
this study was to explore the experience of emergency nurses in community health center caring for victims of traffic
accidents. Qualitative research design was used in this research method with descriptive phenomenological
approach. Six participants from Beji community health center nurses were participated in this study. The results from
interview indicated that experiences of emergency unit Community health Center nurses lay in two themes there are
feeling of powerlessness when caring for victims of traffic accidents in the emergency health center, and feel the
emotional response to the process of change. Conclusions obtained from this research is the system has been
changed to be more complex, but the change was not followed by a change of the resources were build the system.
The head of community health center should pay more attention to their employees as system builders in order to
optimize the management of patients.
Key words : Community Health Centers, emergency unit, nurse experience, phenomenology
Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol : 1, No. 2, Nopember 2013; Korespondensi : Bintari Ratih Kusumaningrum,
Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya; Jl. Veteran Malang. Telp: 0341-569117
pswt 126. Email : bintarirk@gmail.com
www.jik.ub.ac.id
83
PENDAHULUAN Puskesmas.
Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah yang menjadi Penelitian ini penting untuk dilakukan karena setiap
perhatian publik akhir-akhir ini. Kecelakaan lalu lintas manusia memiliki respon yang berbeda dari setiap
menjadi penyebab kedua dari kematian yang terjadi perubahan, Oleh karena itu perlu dilakukan eksplorasi
pada orang di usia muda (McIlvenny, 2006). Menurut lebih dalam mengenai pengalaman perawat UGD
Kemenkes RI (2012) kecelakaan terjadi sebanyak Puskesmas merawat korban kecelakaan lalu lintas untuk
104.024 kasus, jumlah terbanyak terjadi di Propinsi Jawa mengungkapkan fenomena yang terjadi karena
timur. Naddumba (2008) menyebutkan bahwa Public perubahan puskesmas tersebut.
health menjadi alternatif solusi untuk penanganan
korban kecelakaan lalu lintas pada Negara yang tidak Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi
memiliki sistem Emergency Medical Services (EMS). pengalaman perawat UGD Puskesmas dalam merawat
Indonesia merupakan Negara yang tidak memiliki sistem korban kecelakaan lalu lintas. Manfaat yang diharapkan
EMS secara resmi. Terdapat beberapa layanan ambulan yaitu sebagai masukan dalam penentuan kebijakan oleh
gawat darurat tetapi hanya di kota-kota besar, sehingga pihak yang terkait yaitu dinas kesehatan dan puskesmas
untuk daerah yang terpencil sulit untuk mendapatkan mengenai aspek psikologis perawat sendiri dalam
akses perawatan pra rumah sakit (Pitt & Pusponegoro, memberikan perawatan kepada pasien terkait dengan
2005). Adanya fenomena tersebut puskesmas atau peran sebagai perawat komunitas dan gawat darurat.
primary health care center sebagai ujung tombak utama
METODE
pelayanan kesehatan pada masyarakat diharapkan juga
dapat berperan menangani kondisi gawat darurat pada Metode penelitian yang digunakan adalah desain
korban kecelakaan lalu lintas (Mubarak & Chayatin, penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
2009). deskriptif. Lokasi penelitian di Puskesmas Beji Dinas
Kesehatan Kota Batu. Penelitian dilakukan selama enam
Fenomena yang tergambar pada puskesmas saat ini bulan. Partisipan yang ikut serta dalam penelitian ini
adalah bahwa fungsi puskesmas telah berkembang. yaitu sebanyak 6 orang perawat dengan tingkat
Puskesmas pada awalnya menekankan pada kegiatan pendidikan D3 keperawatan dan dengan pengalaman
promosi pendidikan kesehatan karena banyaknya kerja antara 6 tahun dan 20 tahun.
penyakit akibat perilaku tidak sehat pada masyarakat.
Memasuki zaman kemerdekaan Indonesia konsep Data dikumpulkan dengan metode wawancara
kesehatan masyarakat bergeser menjadi upaya mendalam semi terstruktur dengan waktu 25-50 menit
pelayanan kesehatan masyarakat yang menekankan dan direkam dengan alat perekam. Hasil wawancara di
pada preventif dan kuratif dimana kedua aspek tersebut transkripsikan kemudian dianalisis menggunakan
tidak dapat dipisahkan (Mubarak & Chayatin, 2009). metode Colaizzi yaitu menggambarkan fenomena yang
diteliti, mengumpulkan deskripsi partisipan terhadap
Perubahan jenis pelayanan kesehatan tersebut fenomena, membaca semua deskripsi partisipan,
memberikan tantangan tersendiri bagi perawat untuk memunculkan setiap makna yang muncul dari setiap
menyiapkan lingkungan yang telah berubah. Perubahan pernyataan signifikan, mengatur makna yang muncul
tersebut memerlukan penggabungan pengetahuan dan dalam bentuk kelompok tema, menuliskan deskripsi
ketrampilan yang sudah dimiliki dengan pengetahuan yang sudah jenuh, kembali ke partisipan untuk validasi,
dan ketrampilan yang didapatkan saat ini untuk dapat jika ada data baru saat validasi maka digabungkan
digunakan saat ini dan di masa depan (Pearson & Care, dengan deskripsi data yang telah ada (Speziale &
2002). Carpenter, 2007)
Puskesmas Beji merupakan salah satu puskesmas di
Kota Batu yang berada di pinggir jalan raya rawan HASIL
kecelakaan lalu lintas. Pelayanan di puskesmas meliputi Hasil analisis data menunjukkan bahwa tema yang
preventif dan kuratif dimana salah satu pelayanan muncul antara lain merasakan ketidakberdayaan pada
kuratifnya adalah Unit Gawat Darurat (UGD). Fenomena saat merawat korban kecelakaan lalu lintas di UGD
tersebut tentunya memberikan respon pada perawat Puskesmas, dan merasakan respon emosional pada
sebagai sumber daya manusia dalam organisasi lingkup proses berubah.
www.jik.ub.ac.id
85
“…panik, opo yo (apa ya). maksud'e kan hanya denger kan jadi dokternya kan cuma
(maksudnya) biar ga terjadi apa - apa maksud'e ngira-ngira ya rujuk ya ginikan kasi terapi ini.
(maksudnya) itu opo ya… stres..” (Partisipan 2) Kalo kita salah menganamnese kan dokternya
juga salah terapi kan…” (Partisipan 4)
… yaa kuatir .. yang jelas ya kuatir.. Kuatirnya
yaa… kalo pas dirujuk meninggal.. (Partisipan 3) “…telpon dulu.. wes(sudah) ribet kan, yang
penting pasiennya dulu ditangani, nunggu
“..Kalo nanti ada apa-apa, kalo mati..”
telpon dulu, wes (sudah) terlalu lama banyak
(Partisipan 6)
buang waktu..” (Partisipan 4,5)
“..Kalo kondisi merujuk itu memang stres, kalo
Tindakan yang diperintahkan oleh dokter sebagian besar
saya sendiri merasakan stres…” (P5)
adalah tindakan medis dan semuanya dikerjakan oleh
“…pingin cepet-cepet nyampe… jadi kalo disana perawat. Mereka terlalu sering mengerjakan tindakan
cepet nyampe biar cepet ditangani…” (P4) medis sehingga menganggap bahwa tindakan medis
yang didelegasikan ke perawat adalah tindakan
Sub tema 3. Kehilangan Otoritas keperawatan mandiri. Anggapan itu menunjukkan
Kehilangan otoritas ini muncul sebagai sub tema karena bahwa partisipan tidak memahami perbedaan tindakan
dari ungkapan partisipan menunjukkan bahwa perawat mandiri keperawatan dan tindakan delegasi sehingga
tidak mempunyai otonomi atau wewenang untuk muncul persepsi bahwa perawat boleh melakukan hal
menentukan tindakannya dan pengambilan keputusan. itu. Kondisi tersebut mengesankan bahwa perawat
Hal ini disebabkan oleh adanya aturan bahwa setiap ada pembantunya dokter karena hanya menerima tugas dari
kasus harus menelepon dokter, dan dokter sebagai dokter dan jarang melakukan tindakan keperawatan.
penentu pasien itu dirujuk atau tidak. Sehingga tindakan Kondisi ini dibuktikan dengan pernyataan partisipan 4
yang sering dilakukan oleh perawat adalah tindakan berikut ini:
medis atas perintah dokter seperti menjahit luka,
“Ee kalo hecting (jahit luka)si semua yang
memberikan cairan infus, dan meresepkan obat.
ngerjakan perawat, hecting, infus, incise itu
Kehilangan otoritas menjadi sub tema dari perawat, meski dokternya ada biasanya tetep
ketidakberdayaan perawat karena perawat dituntut perawat, rawat luka combus (luka bakar) itu
untuk dinas sore dan malam tanpa adanya dokter tetapi perawat. Dokternya cuma ini ini ini, obat, terapi
semua tindakan dibebankan kepada perawat, sehingga udah… Kalo menurut saya sih itu tindakan
perawat merasa tidak berdaya. mandiri, karena kan perawat kan boleh
Partisipan merasa tidak puas dengan aktivitas konsultasi melakukan itu, ilmunya kita punya, untuk rawat
yang mereka lakukan dengan cara komunikasi dengan luka hecting kan kita bisa juga” (Partisipan 4)
dokter melalui telepon. Mereka merasa ragu akan “Kalo di RS kan mungkin dokter butuh perawat,
penangkapan informasi yang diterima oleh dokter perawat butuh dokter, klo di sini.. ya.. gimana
seperti yang diungkapkan oleh 4 partisipan berikut ini. ya. Jadi kita ke dokter masih.. (nunduk nunduk
“…kalo telpon dokternya… “GCS seperti ini, seperti menundukkan kepala jika bertemu
seperti ini, pasiennya seperti ini gimana dok?” atasan), lebih kayak hormat. Jadi kita kesannya
(Partisipan 2) kita itu mbantu…” (Partisipan 4)
“…dulu itu mau dibikin setiap kali ada Sub tema 4. Takut Tuntutan Hukum
tindakankan kan harus lapor…ke dokter jaga..
Makna takut terhadap tuntutan hukum muncul karena
emmm.. ya opo ya mbak sebagai petugas itu
partisipan mengungkapkan pernyataan bahwa
kadang lapor tok tapi kita yang suruh ngerjakan
dokumentasi sebagai bukti pertanggungjawaban.
kan tetep a, ya sekedar lapor malihan, hasilnya
Dokumentasi dalam konteks asuhan keperawatan
akan sekedar lapor.. jadi emmm apa kadang-
berarti pencatatan secara tertulis mulai dari hasil
kadang ya selesai tindakan kita baru memberi
pengkajian sampai evaluasi pasien yang dirawat.
tau..” (Partisipan 1)
Dokumentasi merupakan bukti legal dari tindakan
“….kalo ada pasien kan kita lebih banyak kita perawat karena saat ini masyarakat semakin kritis.
yang menganalisa, o begini begini.. dokternya Seperti yang diungkapkan oleh Partisipan 1 berikut ini.
www.jik.ub.ac.id
87
menyebabkan perawat bingung dan merasa repot. keputusan sendiri tetapi melakukan tindakan sesuai
Kondisi ini di ungkapkan juga oleh Curtis (2001) dengan delegasi yang diberikan oleh dokter.
komunikasi yang tidak efektif antara perawat dan dokter
Kurangnya insentif memberi dampak pada perawat
atau tenaga kesehatan lain dapat menimbulkan stres
antara lain kecewa, marah, dan tidak dihargai. Perawat
dan kejadian yang tidak diinginkan. Stres yang terjadi
sebenarnya dalam merawat harus hadir sepenuhnya
dapat menimbulkan efek yang buruk pada perawat dan
untuk pasien baik secara fisik maupun emosi (Finlayson,
tenaga kesehatan lainnya. Efek tersebut antara lain
2010). Tetapi pada kenyataannya kurangnya insentif ini
turunnya motivasi, menurunnya kemampuan memecah-
membuat perawat hanya sekedar merawat, tanpa
kan masalah, dan penurunan kualitas pelayanan.
melibatkan aspek emosi. Mereka mengungkapkan hal
Kehilangan otoritas ini juga dapat disebabkan oleh ini dengan ungkapan “nggak ngoyo, asal-asalan” dalam
kurang pengetahuan perawat. Boström et al (2012) bahasa Indonesia berarti tidak bersungguh-sungguh.
menyebutkan bahwa otoritas perawat merupakan Padahal sebagai perawat di unit gawat darurat perawat
tantangan masa depan untuk perawat Puskesmas juga sebagai konselor untuk membantu klien mengenali
karena otoritas dibutuhkan untuk membuat keputusan masalah serta bagaimana mengatasi masalahnya
dan melakukan pengkajian, dimana untuk melakukan itu dengan melibatkan aspek emosi, intelektual, dan
semua dibutuhkan pengetahuan. dukungan psikologis (Potter & Perry, 2005).
www.jik.ub.ac.id
89
SARAN masyarakat. Adanya kesamaan setiap ungkapan
Perlu dilakukan pembenahan sistem pelayanan partisipan menunjukkan bahwa perlu adanya penelitian
kesehatan yang dapat memfasilitasi perawat maupun lanjutan dengan partisipan yang bervariasi tingkan
tenaga kesehatan yang lain agar dapat berkembang dan pendidikannya dan pengalaman kerjanya.
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan untuk
Email : lindawidiastuti078@gmail.com
ABSTRACT
Pengenalan secara dini tanda dan gejala perburukan klinis pada pasien di Trauma Center
merupakan faktor utama demi kelangsungan hidup dan memperbaiki prognosis. Anamnesis
dan pemeriksaan fisis singkat diperlukan untuk mendapatkan data yang akurat agar
intervensi oleh tim medis reaksi cepat dapat dilakukan segera, sehingga mencegah
perburukan klinis menjadi gagal sirkulasi, gagal napas, atau henti kardiopulmonal. Early
warning score (EWS) merupakan salah satu alat atau sistem skoring menggunakan
karakteristik pasien yang dapat mendeteksi perburukan klinis pada pasien yang paling
berguna atau ‘optimal’ untuk kasus kegawatdaruratan. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis efektifitas EWS dalam deteksi kegawatdaruratan di Trauma Center Rumkital
Dr. Midiyato S Tanjungpinang. Metode penelitian menggunakan desain quasi eksperimen
pre-post test design dan pengambilan sampel dengan cara purposive sampling melibatkan
40 responden yang terbagi 2 kelompok yaitu 1 kelompok intervensi dan 1 kelompok kontrol
masing-masing berjumlah 20 responden. Hasil penelitian mayoritas responden (30%)
responden berusia 35-39 tahun, berjenis kelamin pria (65%), Kegawatdarurat prioritas 2
(55%). Hasil uji beda berpasangan didapatkan ada perbedaan yang signifikan
kegawatdaruratan sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok EWS (p=0,004). Hasil
uji regresi logistik ordinal menunjukkan bahwa EWS memberikan efektif terhadap
kegawatdaruratan (p=0,018). Kesimpulan penelitian bahwa EWS efektif terhadap
kegawatdaruratan di Trauma Center. Penelitian ini merekomendasikan perlu penelitian
lebih lanjut terkait dengan faktor resiko lain yang mempengaruhi kegawatdaruratan seperti
jenis cedera atau penyakit, hasil pemeriksaan penunjang, kegawatdaruratan pada anak.
Perawat dapat mengembangkan Early Warning Scores untuk mendeteksi
kegawatandaruratan.
Trauma Center Rumkital Dr. pada dua atau lebih kelompok. Kelompok
Midiyato S Tanjungpinang merupakan tersebut diobservasi sebelum dan sesudah
satu-satunya Taruma Center di intervensi (Polit & Hungler, 2010).
Tanjungpinang sebagai pusat rujukan Pengukuran variabel dependen dilakukan
bagi kegawatdaruratan. Tantangan dalam pre-post design, artinya sebelum dan
mencegah henti kardiopulmoner terletak sesudah intervensi. Pada penelitian ini
pada kemampuan penyedia layanan responden dibagi menjadi dua kelompok
kesehatan mengidentifikasi tanda-tanda yaitu kelompok intervensi dan kelompok
awal perburukan klinis dan intervensi. kontrol. Populasi penelitian ini semua
Terdapat pendekatan yang dapat pasien yang berkunjung ke Trauma
digunakan, ‘early warning score’ untuk Center Rumkital dr. Midiyato S
tingkat keparahan penyakit yang Tanjungpinang mulai bulan April sampai
menggabungkan parameter klinis dengan bulan Juni 2017. Rata-rata pasien
menjadi skor tunggal. Pasien dengan skor yang berkunjung setiap hari ke Trauma
lebih besar dari ambang batas Center Rumkital dr. Midiyato S
diidentifikasi dan dirujuk ke tingkat Tanjungpinang adalah 20 orang. Teknik
perawatan yang lebih tinggi. Berdasarkan pengambilan sampel secara purposive
hal-hal tersebut, peneliti tertarik sampling. Penelitian dilaksanakan pada
melakukan penelitian untuk mengetahui April – Juni 2017.
efektifitas EWS dalam deteksi Pada populasi tersebut dilakukan seleksi
kegawatdaruratan di Trauma Center terhadap pasien gawat darurat
Rumkital Dr. Midiyato S Tanjungpinang. berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi penelitian
Tujuan Penelitian a. Pasien dengan prioritas 1 dan prioritas
Penelitian ini bertujuan untuk 2
mengetahui Penelitian ini bertujuan b. Usia antara 26 – 65 tahun
untuk mengetahui efektifitas EWS dalam
deteksi kegawatdaruratan di Trauma
Center Rumkital Dr. Midiyato S
Tanjungpinang.
Tabel 4.2.
Hasil Uji Beda Berpasangan deteksi
kegawatdaruratan Sebelum dan Sesudah
Tabel 2.1 Tabel Penilaian NEWS Intervensi pada Kelompok Intervensi
Royal College of Physician. National Sesu
Sebelu Nilai
Early Warning Score: Kegawatd dah
m p
Standardising the assesment of acute- aruratan Mea
Mean value
illness severity in the NHS Report of a n
working party. London: RCP, 2012. Tekanan 130/
150/90
Darah 80
Nadi 117 85
Suhu 38,9 36,4
Tingkat
Kesadaran 0,004
Composme 4 8
ntis 9 7
Somnolen 5 5
Apatis 2 0
Stupor
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan ada
perbedaan yang signifikan terhadap
kegawatdaruratan sebelum dan sesudah
intervensi pada kelompok EWS dengan
Hasil Penelitian nilai p value = 0,004 (< 0,05).
ABSTRAK
Luka bakar merupakan salah satu jenis trauma dengan masalah yang kompleks. Permasalahan
pada luka bakar menimbulkan kebingungan dan kesulitan pada perawat dalam memberikan
perawatan. Perawat juga menjadi kewalahan dalam melakukan tindakan keperawatan dalam
merawat pasien luka bakar. Kompleknya masalah luka bakar juga menimbulkan perubahan emosi
perawat dalam memberikan perawatan sehingga berdampak pada distres emosional dan perawatan
yang kurang optimal pada pasien. Adapun tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi makna
pengalaman perawat melakukan perawatan luka bakar fase emergency di IGD. Desain penelitian
menggunakan kualitatif fenomenologi interpretatif. Data dikumpulkan dengan melakukan
interview mendalam (in depth interview) pada 7 partisipan dengan panduan wawancara semi
terstruktur. Kemudian dianalisis menggunakan analisishermeneutics menurut Streubert &
Carpertner.Penelitian ini menghasilkan beberapa tema dalam merawat pasien luka bakar fase
emergency. Tema-tema tersebut yaitu; 1)memiliki kesigapan dalam memberikan perawatan 2)
berkolaborasi menentukan keselamatan pasien, 3) melayani dalam situasi kacau balau, 4)
mengalami tekanan batin dalam bekerja.Merawat sebagai sebuah perjuangan merupakan maka
pengalaman perawat dalam memberikan perawatan luka bakar fase emergency. Makna ini
terbentuk karena penuh perjuangan dalam memberikan perawatan dengan situasi yang banyak
tekanan, pelayanan yang terbatas, tetapi dapat memberikan perawatan optimal dan mampu
menstabilkan kondisi pasien.
ABSTRACT
Burns is one type of traumahave a complex problem. Problems in burns cause confusion and
difficulty in nurses in providing care. Nurses also be overwhelmed in a nursing action in treating
burn patients. Complexity of the problem of burns also cause emotional changes of nurses in
providing care so the impact on emotional distress and less than optimal care for patients. The
purpose of this study is to explore the meaning of the experience of nurses perform emergency
phase of burn care in the ER. The study design using qualitative interpretive phenomenology. Data
were gathered through in-depth interviews (in-depth interviews) at 7 participants with a semi-
structured interview guide. Then analyzed using analysis of hermeneutics according Streubert &
Carpertner. The study produced several themes in treating burn patients. These themes namely; 1)
had the alacrity in providing care, 2) collaborating determine patient safety, 3) caring in
overcrowding situation, 4) feeling high stressor in work. Nursing as a struggle is the experience of
nurses in providing emergency treatment of burns phase. This meaning is formed because of strife
in providing care to the situation that a lot of pressure, limited service, but it can provide optimal
care and is able to stabilize the patient's condition.
Studi Fenomenologi: Makna Pengalaman Perawat dalam Merawat Pasien Luka Bakar Fase Emergency di Instalasi
Gawat Darurat RSUP Sanglah
13
PENDAHULUAN terhadap kinerja perawat sendiri (Rice &
Orgill, 2015).
Luka bakar merupakan Situasi IGD yang ramai juga
penyebab umum terjadinya cedera menimbulkan kelelahan yang
traumatik dan kondisi kegawatan utama berpengaruh terhadap kesehatan
di ruang gawat darurat yang memiliki perawat. Murji et al., (2006),
berbagai jenis permasalahan, tingkat mengatakan bahwa paparan dengan stres
mortalitas dan morbiditas yang tinggi kerja kronis akan menyebabkan
(Chen, Chen, Wen, Lee, dan Ma, 2014; kelelahan emosional, depersonalisasi,
Jailani, 2006; Schneider et al., 2012). dan penurunan rasa percaya diri
Kompleksitas masalah yang timbul pada perawat. Distres emosional akan
fase emergency menyebabkan kesulitan berdampak terhadap proses perawatan
petugas kesehatan dan perawat pada pasien dengan cedera luka bakar
melakukan perawatan luka bakar pasien dan perawat itu sendiri terkait kesehatan
tersebut (Chen et al., 2014; Kabalak & fisik dan mentalnya (Rafi, 2007; Murji
Yasti, 2012). et al., 2006).
Fase Emergency merupakan
waktu awal (0 menit) yang dibutuhkan Sikap bingung dan mudah
untuk mengatasi masalah kegawatan terjadinya kelelahan akan berdampak
pasien khususnya hemodinamik pasien terhadap proses perawatan pasien luka
selama 24-48 jam pertama (Ignatavicius bakar fase emergency. Proses
& Workman, 2006). Pada fase keerawatan luka bakar selama fase
emergency perawat memegang peran emergency dan akut di IGD harus
penting dalam melakukan asuhan dilakukan segera selama beberapa menit
keperawatan pada pasien luka bakar pertama pasca kebakaran. Berdasarkan
dengan kompleksitas masalah. Perawat studi pendahuluan pada bulan Januari
juga dituntut melakukan pengkajian, 2016 terkait perawatan luka bakar di
menentukan diagnosa, intervensi, IGD RSUP Sanglah Denpasar
implementasi dan evaluasi (Nursalam, ditemukan belum berjalan dengan
2014). optimal. Sepuluh (10) perawat IGD yang
Banyaknya masalah diwawancarai menyatakan situasi IGD
keperawatan yang muncul pada pasien sangat ramai, jumlah pasien yang
luka bakar berdampak terhadap banyak dan kompleksitasnya masalah
kesulitan dan kebingungan perawat pada pasien luka bakar menjadi alasan
(Bayou dan Agbenorku, 2015). Perawat perawatan luka bakar digolongkan
merasa bingung dalam menentukan belum optimal.
prioritas masalah yang dihadapi. Perawatan belum optimal yang
Menurut Murji et al., (2006) dimaksudkan adalah masih tingginya
menyatakan bahwa kompleksitas angka mortalitas pasien. Tingkat
masalah luka bakar menimbulkan kematian pasien luka bakar di IGD
lingkungan kerja dengan strosor tinggi RSUP Sanglah tahun 2014 mencapai
dan membuat perawat kewalahan dalam 11,3 %. Angka ini masih lebih tinggi
memberikan perawatan. Oleh karena itu, dibandingkan dengan Australia yang
perawatan pasien luka bakar menjadi hanya mencapai 0,9 % (BRANS, 2014).
kurang optimal dan berdampak IGD RSUP Sanglah dengan sistem triase
dan fasilitas Burn unit yang dimiliki
Studi Fenomenologi: Makna Pengalaman Perawat dalam Merawat Pasien Luka Bakar Fase Emergency di Instalasi
Gawat Darurat RSUP Sanglah 14
mengadopsi dari Australia (Darwin ubah berpengaruh terhadap emosional
Hospital) harusnya memiliki tingkat perawat dalam memberikan pelayanan
kematian pasien luka bakar yang lebih keperawatan (Froutan et al., 2014).
rendah dari angka saat ini. Fenomena adanya kebingungan,
Tindakan utama dalam fase mudah mengalami perubahan emosi,
emergency yaitu memenuhi kebutuhan banyaknya tindakan yang harus
cairan pasien agar status hemodinamaik dilakukan menyebabkan perawat tidak
kembali normal. Perawat juga berperan optimal dalam memberikan perawatan.
penting melakukan perawatan luka Fenomena ini menjadai menarik diteliti
untuk mencegah infeksi dan memenuhi karena melibatkan prilaku, sikap dan
kebutuhan nutrisi pasien pada fase emosi perawat yang berpengaruh
emergency. Penatalaksanaan nyeri juga terhadap pemberian perawatan.
menjadi perioritas dalam merawat Eksplorasi pengalaman perawat penting
pasien luka bakar pada fase emergency untuk dipahami, bagaimana pengalaman
(Lewis et al., 2014).Kepekaan dalam perawat memberikan makna sebagai
melihat masalah menjadi suatu tuntutan suatu kepercayaan dan kemampuan
keterampilan perawat. Rasa kepekaan perawat dalam menyelesaikan
ini akan meningkatkan sikap perawat permasalahan yang dihadapi. Penelitian
dalam menghadapi stres kerja (Froutan ini penting untuk dilakukan mengingat
et.al., 2014). bahwa kondisi luka bakar membutuhkan
Kepekaan perawat menjadi bentuk perawatan kegawatan dan
berkurang saat bekerja dalam situasi menimbulkan komplikasi yang berisiko
dengan stresor dan tuntutan yang tinggi. terhadap kematian, sehingga diharapkan
Hal ini didkukung dengan studi dapat meningkatkan kualitas pelayanan
fenomenologi dari Bregman (2012) di ruang gawat darurat untuk
mengungkapkan adanya suatu mengurangi angka kesakitan dan
hambatan perawat dalam memberikan kematian pasien luka bakar.
perawatan pada pasien diruang IGD,
yang dibagi menjadi 3 tema besar yaitu METODE PENELITIAN
(a) perasaan kewalahan akibat
menetapkan prioritas masalah, (b) Penelitian ini merupakan penelitian
adanya ketidak-kekompakan tim kualitatif dengan pendekatan
perawatan kesehatan, termasuk perawat, fenomenologi interpretatif. Penelitian ini
administrator, dan dokter di IGD, dan dilakukan di Triage IGD RSUP Sanglah
(c) perasaan frustrasi mengenai Denpasar mualai dari 28 April sampai
penyalahgunaan IGD pada pasien yang 28 Juli 2016. Partisipan penelitian
datang dengan masalah ringan, dipilih sebanyak 7 orang setelah data
kompleksitas masalah yang kurang dianggap tersaturasi (jenuh). Pemilihan
untuk dirawat di IGD, dan harapan partisipan disesuaikan dengan tujuan
pasien yang tidak realistis terhadap penelitian dengan kriteria memiliki
peran perawat. Penelitian tersebut belum pengalaman di IGD 3 tahun, pernah
mengeksplorasi terkait caring perawat merawat pasien luka bakar fase
dalam merawat pasien. Pengalaman emergency, sudah tersertifikasi
perawat dalam manajemen luka bakar BLS/BTLS. Peneliti memilah perawat di
pada kondisi gawat darurat, dengan stres IGD berdasarkan tujuan penelitian dan
kerja tinggi, keadaan IGD yang berubah- mendapatkan perawat sejumlah 15 orang
Studi Fenomenologi: Makna Pengalaman Perawat dalam Merawat Pasien Luka Bakar Fase Emergency di Instalasi
Gawat Darurat RSUP Sanglah 15
yang bisa dijadikan partisipan. Jumlah Sub tema pertama adalah
ini kemudian dilakukan inform consent menghampiri secara langsung. Kontak
dan akhirnya mendapatkan jumlah 7 langsung merupakan respon cepat
orang. Setelah mendapatkan persetujuan perawat dalam mengutamakan pasien
dilakukan kontrak selanjutnya berupa ketika menghadapi kondisi pasien
wawancara. Wawancara dilakukan dengan kegawatandarutan. Hal ini
dengan teknik wawancara mendalam didukung oleh pernyataan partisipan
menggunakan panduan wawancara semi sebagai berikut:
terstruktur. Wawancara dilakukan
selama 30-60 menit. Data yang “Terus kita ikut apa namanya,
terkumpul dianalisis menggunakan kita yang terlibat langsung dalam
penanganan disitu
analisis hermeneutics melalui 3 tahapan
serunya....”(P1).
yaitu membca teks secara keseluruhan
dan merumuskan makna yang “Kalau perlu resus, yang perlu
terkandung dalam setiap kalimat resusitasi begitu dating kita
partisipan, melakukan identifikasi langsung tangani dengan
terhadap makna yang berhubungan dan pemeberian cairan, pertama
melakukan interpretasi makna secara sekali pemeberian cairan dua line
biasanya kita pakai itu
keseluruhan temuan yang ada.
pertimbangan untuk mengganti ya
menggantikan cairan yang hilang
HASIL DAN PEMBAHASAN karena luka bakar....”(P2)
Studi Fenomenologi: Makna Pengalaman Perawat dalam Merawat Pasien Luka Bakar Fase Emergency di Instalasi
Gawat Darurat RSUP Sanglah 16
menyadari tanggung jawab perawat.
Partisipan menggambarkan tanggung “Saat itu ada pasien masuk luka
jawab perawat berupa menerima situasi, bakar, ada pasen luka bakar
dengan trauma inhalasi, baru
kesadaran akan tugas dan niat dari
masuk kita tetap lakukan
dalam diri untuk memberikan perawatan pengkajian ABCD, primary
pada pasien luka bakar. Hal ini surveynya” (P4)
diungkapkan dalam pernyataan:
“...memang dari awal kita apa
“....ada sih, ada ada pasti ada namanya, keluhan si pasien,
muncul perasaan terpacu,kayak kalau masih kelihatan bagus,
ada tuntutan gitu dari dalam kalau misalnya memungkinkan
diridari empat pasien itu, kita lakukan pengkajian awal,
sedangkan kita jaga ga ga jadi satu keluhan pasien apa”.
seperti sekarang.” (P2) (P5)
(Pernyataan “kayak ada tuntutan
gitu dari dalam diri” berarti Makna kutipan diatas adalah
sebagai adanya kesadaran akan setiap pasien khusunya pasien luka
tugas dan kewajiban sebagai bakar ketikamasuk IGD pasti dilakukan
seorang perawat.) penilaian terhadap ABCnya. Sub tema
kedua adalah menentukan masalah
Makna kutipan diatas adalah
pasien. Permasalah pada pasien menjadi
perawat merasa bertanggung jawab atas
dasar dalam menentukan prioritas
pasien. Perawat sadar akan tugasnya
perawatan pasien luka bakar. Pernyataan
sebagai perawat merawat pasien dengan
yang mendukung diungkapkan oleh
kegawatan
partisipan:
Tema 4. Berkolaborasi menentukan
Keselamatan Pasien “Penegakan diagnosa
keperawatan kita awal
Kata berkolaborasi berarti yangbiasanya kita tegakkan
adalah diagnosa awal nyeri, pasti
bekrja bersama dan menyelamatkan
pasien nyeri(P5)
berarti membebaskan dari bahaya atau
situasi yang mengancam. Dalam hal ini Makna kutipan diatas adalah
yang dimaksud berkolaborasi perawat juga perlu menentukan masalah
menyelamatkan adalah membebaskan keperawatan pada pasien sebagai
pasien luka bakar dari kegawatdaruratan pertimbangan dalam memberikan
seperti hambatan jalan nafas, sesak, tindakan.
kekurangan cairan yang berisiko terjadi Sub tema ketiga adalah
syok dan penurunan kesadaran.Tema Melaksanakan tindakan kolaborasi
berkolaborasi menentukan keselamatan untuk pasien.Pemenuhan kebutuhan
nyawa pasiendibangun dari emapat sub cairan merupakan bentuk kolaboratif
tema meliputi; pada pasien luka bakar fase emergency
untuk menstabilkan kondisi pasien dan
Sub tema menilai kondisi pasien status hemodinamik pasien.Pernyataan
oleh partisipan diungkapkan melalaui ini didukung ungkapan partisipan:
menilai adanya gangguan pada saluran
nafas, breathing dan sirkulasi. Hal ini “....jadi kita disni memenuhi
kebutuhan cairan pasien, bisa
sesuai dengan ungkapan partisipan:
Studi Fenomenologi: Makna Pengalaman Perawat dalam Merawat Pasien Luka Bakar Fase Emergency di Instalasi
Gawat Darurat RSUP Sanglah 17
juga masalah pada airway atau Tema 5. Melayani dalam Situasi
breathing misal pada luka bakar Kacau Balau
inhalasi”. (P3)
Melayani dalam situasi kacau
“Perannya ya perawat ya balau akibat adanya keterbatasan
bersama berkalobarasi bersama sumberdaya dan waktu memberikan
dokter dan rekan sesama
perawatan pasien luka bakar fase
perawat” (P7)
emergency. Tema melayani dalam
Makna Kutipan diatas situasi kacau balau dijabarkan kedalam
menunjukan bahwa tindakan kolaboratif dua sub tema yaitu;
dalam memenuhi kebutuhan cairan dan Sub tema pertama fokus pada
menjaga kestabilan status hemodinamik tugas bukan pasien. Kondisi bahwa
pasien. Sub tema keempat adalah partisipan lebih banyak menghabiskan
melakukan dokumentasi. Kegiatan waktu untuk menyelesaikan laporan
dokumentasi merupakan bagian dari dokumentasi daripada mengurus atau
kegiatan keperawatan sebagai tanggung merawat pasien. Hal ini didukung oleh
jawab tertulis dalam memberikan ungkapan partisipan:
asuhan keperawatan dalam merawat
pasien luka bakar fase emergency di “....perhatian kan terpecah
jadinya, ndak ndak fokus satu dua
IGD.Pernyataan ini didukung ungkapan
untuk pasiennya jadinya itu aja
partisipan: sih”. (P2)
Studi Fenomenologi: Makna Pengalaman Perawat dalam Merawat Pasien Luka Bakar Fase Emergency di Instalasi
Gawat Darurat RSUP Sanglah 18
petugas dan menyebabkan situasi IGD
“Satu perawat sepuluh atau lebih lebih ramai. Ruangan tidak kondusif
pasien ya, minimal itu, iya itu menyulitkan perawat dalam memberikan
yang sayabilang tidak
perawatan ke pasien. Sub tema kedua
maksimalnya, rasio kita sudah
tidak cocok”. (P5) adalah merasa tidak berdaya. Perasaan
tidak berdaya yang dialami perawat
Makna kutipan tersebut adalah diungkapan oleh partisipan untuk
jumlah tenaga perawat tidak berimbang menggambarkan situasi kerja yang
sehingga meningkatkan beban kerja dan dihadapi dalam merawat pasien luka
tidak dapat optimal merawat pasien bakar fase emergency. Hal ini
karena semua pasien harus tertangani. diungkapkan dalam pernyataan:
Studi Fenomenologi: Makna Pengalaman Perawat dalam Merawat Pasien Luka Bakar Fase Emergency di Instalasi
Gawat Darurat RSUP Sanglah 19
stresor dan beban kerja meningkat berani ga kita masukin cairan
karena jumlah pasien yang banyak. takutnya oedem juga”.(P4)
Studi Fenomenologi: Makna Pengalaman Perawat dalam Merawat Pasien Luka Bakar Fase Emergency di Instalasi
Gawat Darurat RSUP Sanglah 20
Achterberg, Adriaansen, Kampshoff, sekali shif ketika terjadi penumpukan
Schalk dan Groot, 2011). jumlah pasien. Penumpukan jumlah
pasien terjadi karena alur pemindahan
2. Berkolaborasi menentukan pasien tidak berjalan sesuai dengan
keselamatan pasien prosedur. Menurut Domres, Koch,
Berkolaborasi menentukan
Manager, dan Bebecker (2001)
keselamatan pasienluka bakar
menyatakan jumlah tenaga kesehatan
merupakan upaya untuk mengatasi
sebagai sumber daya manusia di IGD
masalah gangguan jalan nafas, nafas,
yang terbatas menjadi masalah umum
sirkulasi, perubahan kesadaran, luka dan
yang ditemukan sehingga tidak dapat
nyeri pasien yang mengancam nyawa
memenuhi kebutuhan pasien yang gawat
pada luka bakar fase emergency. Upaya
atau kritis dan berlebihan. Jumlah pasien
mengatasi masalah ini diawali dengan
yang banyak dan berlebihan disebut
melakukan penilaian, menentukan
overcrowding merupakan masalah
permasalah dan kolaborasi dalam
paling umum di IGD yang memeberikan
memberikan pengobaoatan. Perawat
beban kerja tinggi untuk perawat dan
dalam memberikan perawatan kepada
mempengaruhi kulitas pelayanan (Hoot
pasien luka bakar fase emergency di
dan Aronsky, 2008)
IGD tidak terlepas dari tindakan
kolaboratif. Tindakan kolaboratif
4. Mengalami Tekanan Batin dalam
merupakan tindakan yang secara
Bekerja
bersama-sama dikerjakan oleh tim
Mengalami tekanan batin dalam
kesehatan yang berada di IGD meliputi
bekerja adalah bekerja dengan kondisi
perawat, dokter, dokter spesialis, dan
yang penuh stresor dan tidak kondusif.
farmasi. Tenaga kesehatan termasuk
Tidak kondusif dikarenakan situasi IGD
perawat melakukan kolaborasi untuk
yang ramai dan banyaknya keluarga
dapat memberikan perawatan pasien
pasien di dalam ruang perawatan.
yang terbaik. Upaya kolaborasi juga
Perawat akan menjadi sensitif, mudah
memberikan kesempatan perawat untuk
kesal, pada keluarga pasien dikarenakan
mengadvokasi pasien, berkontribusi
banyak berkunjung ke IGD dan
dalam menentukan keputusan masalah
membuat IGD ramai dan sesak. Menurut
dan solusi perawatan pasien. Proses
Moskop, Skalr, Geideman, Schears dan
diskusi, kerja tim dan koordinasi antara
Bookm (2009) menyatakan bahwa
tim akan menghasilkan keputusan
pelayanan keperawatan gawat darurat
perawatan pasien khusunya pasien luka
merupakan salah satu area yang paling
bakar fase emergency yang terbaik.
sensitif diantara area pelayanan
keperawatan yang lainnya oleh karena
3. Melayani dalam situasi kacau
balau adanya faktor urgency (keadaan yang
Melayani dalam situasi kacau balau mendesak) dan crowding (keadaan yang
akibat memberikan pelayanan dengan penuh sesak dan ramai).
keterbatasan jumlah tenaga perawat dan Peningkatan jumlah pasien dan faktor
fasilitas pendukung perawatan. urgency pada psien luka bakar
Keterbatasan jumlah perawat terjadi menyebabkan ketidakberdayaan perawat
karena rasio perawat dengan jumlah menghadapi situasi itu. Perawat tidak
pasien tidak seimbang. Perawat biasanya dapat memberikan perawatan terbaik
melayani pasien mencapai 1:10 dalam ketika berada situasi tersebut. Hal ini
Studi Fenomenologi: Makna Pengalaman Perawat dalam Merawat Pasien Luka Bakar Fase Emergency di Instalasi
Gawat Darurat RSUP Sanglah 21
karena antara jumlah perawat dan pasien DAFTAR PUSTAKA
tidak imbang. Menurut Eeden (2009)
menyatakan situasi IGD yang sibuk dan Aloyce, R., Leshabari, S., Brysiwwicz,
P. (2013). Assesment of knwladge
banyak aktivitas perawatannya akan
and skill of triage amongst nurses
menyebabkan stress tinggi perawat dan working in emergency centres in
berpengaruh terhadap pelaksanaan Dar es Salaam, tanzania. African
proses keperawatannya. Perawat IGD Journal of Emergency Medicine.
sering terlibat pada kondisi pasien yang http://dx.doi.org/10/1016/j.afjem.
banyak dan melakukan tindakan segera 2013.04.009
apabila kebutuahan pasien telah
Bakalis , N.A dan Watson, R. (2005).
diketahui (Owen at al.,2009).
Nurses’ decicsion making in
clinicalpractice. Art dan Science
reasearch. 19 (23): 33-38
KESIMPULAN DAN SARAN
Bayou, J. Dan Agbenorku, P. (2015).
Tema-tema terbentuk Nurses’ perception and
kemudaian dirangkai untuk expereinces regarding Morphine
usage in burn pain management.
mendapatkan makna umum sehingga
BURNS, 41: 864-871.
mendapatkan tema besar merawat pasien
merupakan sebuah keupasan batin. Bregman, C.L. (2012). Emergency
Situasi IGD yang kurang kondusif nurses' perceived barriers to
membuatperawat tidakmenyerah demonstrating caring when
memberikan perawatan yang terungkap managing adult patients' pain. J
dalam memberikan perawatan optimal. EmergNurs. 38(3): 218-225.
Saran, menginisiasi Rumah Sakit untuk
Bruce, K., dan Suserud, B.O., (2005).
lebih mengoptimalkan ketersedian The Handover Process and Triage
sumberdaya sehingga dapat of Ambulance-Bome Patients:
meningkatkan kualitas layanan Tehe Expereience of Emergency
kesahatan khususnya keperawatan. Nurses. British Association of
Menginisiasi Rumah Sakit untuk Critical Nurses, Nursing in
mencarikan solusi terhadap penumpukan Critical Care, 10(4):201-209
pasien (bad block) di IGD guna
Chen, M. C., Chen, M. H., Wen, B. S.,
mengurangi beban kerja petugas IGD Lee, M. H., Ma, H. (2014). The
dan mengoptimalkan layanan. impact of inhalation injury in
Mengenisiasi perawat untuk dapat patients ith smaal and moderate
secara aplikatif menerapkan Caring burns. BURNS. 40 (8): 1481-1486
pada pasien mengau pada Model Caring
Domres, B., Koch, M., Manger, A.,
Swanson. Bagi peneliti selanjutnya yang
Becker, H. D. (2001). Ethics and
tertarik dengan topik perawatan luka di triage. Prehospital Disaster Med,
emergency melanjutkan penelitian 16:53-8.
sejenis secara kualitatif dengan lebih
menekankan model Caring Swanson Dunne, J. A., Rawlins, J.M. (2014).
dalam memberikan proses keperawatan Management of Burns. Surgery:
Wound Management.32(9): 477-
484
Studi Fenomenologi: Makna Pengalaman Perawat dalam Merawat Pasien Luka Bakar Fase Emergency di Instalasi
Gawat Darurat RSUP Sanglah 22
Eeden, I. E. (2009). Development of A Systematic Review. Open Journal
Nursing Record Tool fo Children of Nursing. 5: 976-986
Ill or Injured patients in An
Accident and Emergency (A7E) Kozier, J., erb., Berman., Snuder.
Units. Disertation. University of (2011). Buku ajar Fundamental
Pretoria Keperawatan Konsep, Proses dan
praktik. Edisi 7 Volume 1. EGC.
Froutan, R., Khankeh, H.R., Fallahi, M., Jakarta p.157,344
Ahmadi, F. & Norouzi, K. (2011).
Pre-hospital burn mission as a Landry, A., Geduld, H., Koyfman, A.,
unique experience: A qualitative dan Foran, M. (2013). An overiew
study. Elsevier. Science Direct. of acute burn managament in the
40(2014): 1805-1812. Emergency Centre. African
Journal of Emergency Medicine,
Gray dan Gavi. (2005). The ABC of 3: 22-29.
community emergency care
assesment and management of Lewis, S. L., Dirksen, S. R.,
neurological problems. Heitkemper, M. M, Bucher, L.,
Emergency Medicine Journal. Camera, I. (2014). Medical-
Emerged Med. J. (22): 440-445. Surgical Nursing: Assessment and
Doi. 10.1136/3mj.2005.026658 Management of Clinical
Problems, 9th Edition. Mosby:
Hoot, N.R. dan Aronsky, D. (2008). Piladelpha
Sytematic review of Emergency
Departement Crowding: Causes, Kabalak, A. & Yasti A. (2012).
Effect and Solutions. Annals of Management of inhalation injury
Emergency Medicine. 52(2): 126- and respiratory complications in
136 Burns intensive care unit.
Available at
Ignatavicius, D. dan Workman, S. www.totalburncare.com/inhalatio
(2006). Medical Surgical ninjury
Nursing: Critical Thinking for
Collaborative Care, 5th. Mosby. Moskop, J.C., Skalr, D.P., Geidemaan,
Philadelpa. J.M., Schears, R.M., dan
Bookman, K.J. (2009).
Jailani, M. (2006). PerawatanTertutup Emergency Departement
pada Luka Bakar. Jurnal Crowding, Part 1, Concepts,
Kedokteran Syiah Kuala, 3 (6). Cause, and Moral Consequences.
Ann Emergency Med. 53(5):605-
Janssen, Maaike AP., Achterberg, Theo 11
van., Adriaansen, Marian JM.,
Kampshoff, Caroline S., Schalk, Murji, A., Gomez, M., Knighton, J.,
Donna MJ., dan Groot, Joke Fish, J. (2006). Emotional
Mintjes-de. (2011). Factors Implication for orking in a burn
influencing the implementation of unit. Journal of Burn Care and
the guideline Triage in emergency Rehabilitation. 21(1): 8-13
departments: a qualitative study.
Journal of Clinical Nursing, O’connel, J.&Grdner, G. (2012).
21(1), 437-447. Developmet of clinical
competencies for emergency
Kalfosss, M., Owe, J. (2015). Emperical nurse practticioners. Australian
Verification of Swanson ‘s caring Nursing Journal. 15: 195-201.
Procces found in Nursing Action:
Studi Fenomenologi: Makna Pengalaman Perawat dalam Merawat Pasien Luka Bakar Fase Emergency di Instalasi
Gawat Darurat RSUP Sanglah 23
Owen, C., hemmings, L., Brown, T. Thygerson, A. (2006). Pertolongan
(2009). Lost in translation: pertama . Edisi kelima. Penerbit
miximizing hand over Erlangga medical saries. Jakarta.
effectivness between paramedics
and Receiving staff in te
emergency departemen. Emerency
medicine Australia. 21:102-107
Studi Fenomenologi: Makna Pengalaman Perawat dalam Merawat Pasien Luka Bakar Fase Emergency di Instalasi
Gawat Darurat RSUP Sanglah 24