Anda di halaman 1dari 33

ABSTRACT

Perencanaan dan Perhitungan Waduk


Pola Operasi Waduk dan Perhitungan Kapasitas
Tampungan Waduk

Aaron Petrova A
Universitas Brawijaya
PERENCANAAN DAN
PERHITUNGAN WADUK

WRE’12 #rongewurolas
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Karakteristik Waduk


2.1.1. Umum
Fungsi utama dari waduk adalah untuk menyediakan tampungan sumber air agar
bisa digunakan saat dibutuhkan. Tampungan yang dibutuhkan di suatu sungai untuk
memenuhi permintaan tertentu tergantung tiga faktor, yaitu:
1. Variabilitas aliran sungai.
2. Ukuran permintaan.
3. Tingkat kendalan dari pemenuhan permintaan.
Dalam bentuk yang paling sederhana, masalah waduk dapat digambarkan sebagai
berikut :
Rangkaian aliran Q (t) Rangkaian pelepasan terkendali

Waduk dan kapasitas tampungan aktif

Limpahan

Gambar 2.1. Idealisasi masalah kapasitas dan kemampuan waduk


Sumber : eprints.undip.ac.id/34513/5/1501_chapter_II.pdf
Rangkaian aliran di sungai Q(t) akan dimanfaatkan untuk memenuhi permintaan
air dengan kebutuhan yang tertentu D(t). Dengan demikian pertanyaan yang muncul dapat
berupa, berapa besar kapasitas waduk (C) yang harus disediakan bagi suatu pelepasan
yang terkendali (release) dengan tingkat keandalan yang dapat diterima. Mungkin ada
variasi lain dari pertanyaan ini, misalnya menentukan pelepasan bagi suatu kapasitas
tertentu, tetapi masalah dasarnya tetap sama yaitu hubungan antara karakteristik aliran

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

masuk (inflow), kapasitas waduk, pelepasan yang terkendali (release) dan keandalan yang
ditemukan.
2.1.2. Tampungan-tampungan Dalam Waduk
Bagian-bagian pokok sebagai ciri fisik suatu waduk adalah sebagai berikut:
1. Tampungan berguna (usefull storage), menurut Seyhan (Seyhan, 1979:24), adalah
volume tampungan diantara permukaan genangan minimum (Low Water Level =
LWL) dan permukaan genangan normal (Normal Water Level = NWL).
2. Tampungan tambahan (surcharge storage) adalah volume air diatas genangan normal
selama banjir. Untuk beberapa saat debit meluap melalui pelimpah. Kapasitas
tambahan ini biasanya tidak terkendali, dengan pengertian adanya hanya pada waktu
banjir dan tidak dapat dipertahankan untuk penggunaan selanjutnya (Linsey,
1985:65).
3. Tampungan mati (daed storage) adalah volume air yang terletak dibawah permukaan
genangan minimum, dan air ini tidak dimanfaatkan dalam pengoperasian waduk.
4. Tampungan tebing (valley storage) adalah banyaknya air yang terkandung di dalam
susunan tanah pervious dari tebing dan lembah sungai. Kandungan air tersebut
tergantung dari keadaan geologi tanah.
5. Permukaan genangan normal (normal water level/NWL), adalah elevasi maksimum
yang dicapai oleh permukaan air waduk.
6. Permukaan genangan minimum (low water level/LWL), adalah elevasi terendah bila
tampungan dilepaskan pada kondisi normal, permukaan ini dapat ditentukan oleh
elevasi dari bangunan pelepasan yang terendah.
7. Permukaan genangan pada banjir rencana adalah elevasi air selama banjir maksimum
direncanakan terjadi (flood water level/FWL).
8. Pelepasan (realese), adalah volume air yang dilepaskan secara terkendali dari suatu
waduk selama kurun waktu tertentu.
9. Periode kritis (critical periode), adalah periode dimana sebuah waduk berubah dari
kondisi penuh ke kondisi kosong tanpa melimpah selama periode itu. Awal periode
kritis adalah keadaan waduk penuh dan akhir periode kritis adalah ketika waduk
pertama kali kosong.

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

Muka air Banjir


Muka air Normal Mercu Pelimpah

Tampungan Efektif

Tampungan Mati
Dasar Sungai MOL Saluran Pengambilan

Gambar 2.2. Zona-zona Tampungan Waduk


Sumber : http://www.freevynou.com

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

2.1.3. Kapasitas Tampungan Beberapa Waduk Besar


Tabel 2.1. Kapasitas Tampungan Waduk di Indonesia
No Nama Bendungan Vol. Waduk pada kondisi tertentu (juta m3)

m.a m.a Vol. mati Vol. efektif

banjir normal

1. Saguling 970 875 264 661

2. Cirata 2165 2165 177 796

3. Juanda 2893 2556 960 1790

4. Sutami (karang kates) 390 343 90 253

5. Mrican 50 193.50 146.50 47

6. Wonogiri 735 560 120 440

7. Wonorejo 259 122 16 106

8. Kedungombo 986 723 88.4 634.6

Sumber : http://pustaka.pu.go.id
2.1.4. Usia Guna Waduk
Usia guna waduk adalah masa manfaat waduk dalam menjalankan fungsinya,
sampai terisi penuh oleh sedimen kapasitas tampungan matinya. Dalam penjelasan ini
untuk memprediksikan usia guna waduk berdasarkan pada dua cara, yaitu:
1. Perkiraan Usia Guna Berdasarkan Kapasitas Tampungan Mati (Dead Storage)
Perhitungan ini berdasarkan pada berapa waktu yang dibutuhkan oleh sedimen
untuk mengisi kapasitas tampungan mati. Dengan diketahui besarnya kapasitas
tampungan mati dan besarnya kecepatan laju sedimen yang mengendap, maka akan
diketahui waktu yang dibutuhkan sedimen untuk mengisi pada daerah tampungan mati.
Semakin bertambah umur maka semakin berkurang kapasitas tampungan matinya, yang
kemudian akan mengganggu pelaksanaan operasional waduk. Sehingga hal ini
merupakan acuan untuk memprediksikan kapan kapasitas tampungan mati tersebut akan
penuh.

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

2. Perkiraan Usia Guna Berdasarkan Besarnya Distribusi Sedimen Yang


Mengendap Di Tampungan Dengan Menggunakan The Empirical Area
Reduction Method
Metode ini pertama kali diusulkan oleh Lane dan Koezler ( 1935 ), yang
kemudian dikembangkan oleh Borland Miller (1958, dalam USBR,1973) dan Lara (1965,
dalam USBR,1973). Dengan metode ini dapat diprediksi bagaimana sedimen terdistribusi
di dalam waduk pada masa-masa yang akan datang. Dalam perhitungan ini sebagai acuan
untuk menentukan usia guna waduk berdasar pada hubungan fungsi antara luas genangan
dengan elevasi genangan dan kapasitas tampungan. Sebagai patokan elevasi pintu
pengambilan sebagai acuannya. Sehingga apabila elevasi pintu pengambilan akan dicapai
oleh elevasi endapan sedimen, maka kegiatan operasional waduk akan terganggu, yang
pada akhirnya secara teknis akan mengakibatkan tidak berfungsinya waduk.
2.1.5. Unsur-unsur Kapasitas Waduk
Tampungan yang dibutuhkan di suatu sungai untuk memenuhi permintaan
tertentu bergantung pada tiga faktor (Mc.Mahon, 1976) , yaitu:
1. Unsur-unsur aliran sungai
2. Ukuran permintaan
3. Tingkat keandalan dari pemenuhan permintaan
Dalam bentuknya yang paling sederhana, masalah yang ditangani dapat
digambarkan sebagai berikut:

Rangkaian aliran

Sungai Q(t) Rangkaian pelepasan

terkendali D(t)

Waduk dengan kapasitas

Tamp.aktif C
limpahan

Gambar 2.3. Idealisasi masalah kapasitas kemampuan waduk


Sumber: Soedibyo, Teknik Bendungan

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

Rangkaian aliran sungai Q(t) akan dimanfaatkan untuk memenuhi permintaan


air dengan kebutuhan yang tertentu D(t), dalam hal ini mungkin periode aliran rendah
(low flow) dari sungai itu perlu diperbesar. Dengan demikian pertanyaan yang diajukan
dapat berupa berapa besarnya kapasitas waduk (C) yang harus disediakan bagi suatu
pelepasan atau draft yang terkendali D(t) dengan tingkat keandalan yang bisa diterima,
mungkin ada variasi lain dari pertanyaan ini misalnya menentukan pelepasan bagi suatu
kapasitas tertentu, tetapi masalah dasarnya tetap sama, yaitu hubungan antara
karakteristik aliran masuk (inflow), pelepasan yang terkendali dan keandalan harus
ditemukan.
2.1.5.1 Unsur-Unsur Aliran Sungai
Unsur-unsur aliran sungai ini diperlukan untuk menentukan besarnya tampungan
yang perlu dibangun agar dapat memenuhi permintaan. Di bawah ini diberikan penjelasan
tentang unsur-unsur aliran sungai yang berperan dalam penentuan kapasiras tampungan
waduk, antara lain:
a. Debit: Volume air yang mengalir per satuan waktu melewati suatu penampang
melintang palung sungai, pipa, pelimpah, aquifer dan sebagainya.
b. Limpasan (run off): Semua air yang bergerak ke luar dari pelepasan (outlet) daerah
pengaliran ke dalam sungai melewati rute, baik di atas permukaan maupun lewat
bawah tanah sebelum municipal sungai tersebut.
c. Limpasan permukaan (surface run off): Limpasan air yang selalu mengalir di atas
permukaan tanah.
d. Limpasan bawah tanah (subsurface run off): Limpasan air yang selalu melewati rute
bawah tanah, dan waktu meninggalkan daerah pengaliran pada pelepasannya berupa
aliran permukaan (surface stream).
e. Limpasan bulanan: Volume air selama bulan tertentu atau ekuivalen dengan debit
rata-rata dalam bulan tersebut.
f. Limpasan rata-rata bulanan atau tahunan: Harga rata-rata aliran dalam tiap bulan
suatu tahun atau aliran tahunan.
2.1.5.2. Ukuran Permintaan
Kapasitas waduk yang dibangun harus disesuaikan dengan ukuran permintaan
yang harus dapat dipenuhi oleh waduk tersebut. Adapun hal tersebut tergantung oleh
jumlah penduduk, jumlah lahan yang perlu diairi, jenis tanaman, jenis tanah, cara
pemberian air, cara pengelolaan dan pemeliharaan saluran, iklim, cuaca, dan lain-lain.

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

2.1.6. Flood Routing (Penelusuran Banjir)


Flood routing atau penelusuran banjir adalah merupakan peramalan hidrograf
disuatu titik pada suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan
hidrograf di titik lain. Hidrograf banjir dapat ditelusuri lewat palung sungai atau lewat
waduk.
Tujuan penelusuran banjir adalah sebagai berikut:
a. Peramalan banjir jangka pendek
b. Perhitungan hidrograf satuan pada berbagai titik sepanjang sungai dari hidrograf
satuan di suatu titik di sungai tersebut.
c. Peramalan terhadap kelakuan sungai setelah terjadi perubahan keadaan palung sungai
(misalnya karena adanya pembangunan bendungan atau pembuatan tanggul).
d. Derivasi hidrograf sintetik
Pada dasarnya penelusuran banjir lewat palung sungai merupakan persoalan aliran
tidak tunak (non steady flow) sehingga oleh karenanya dapat dicari penyelesaiannya.
Karena pengaruh gesekan tidak dapat diabaikan, maka penyelesaian persamaan dasar
alirannya akan sangat sulit. Dengan menggunakan cara karakteristik atau finite element
akan daat diperoleh penyelesaian yang memadai, tetapi masih memerlukan usaha yang
sangat besar.
Cara penelusuran banjir yang akan diuraikan pada bab ini tidak didasarkan pada
hukum-hukum dasar hidrolika, yang ditinjau disini hanyalah hukum kontinuitas,
sedangkan persamaan keduanya didapatkan secara empiris pada pengamatan banjir. Oleh
karena berlakunya cara ini harus diperiksa untuk setipa kasus khusus.
Penelusuran lewar waduk, dimana penampangnya adalah merupakan fungis dari
aliran keluar (outflow), maka cara penyelesaiannya dapat ditempuh dengan cara yang
lebih eksak.
2.1.6.1. Penelusuran Banjir Lewat Palung Sungai
Penelusuran banjir dengan cara Muskingum berlaku dalam kondisi:
1. Tidak ada anak sungai yang masuk ke dalam bagian memanjang palung sungai yang
ditinjau.
2. Penambahan atau kehilangan air oleh curah hujan, aliran masuk atau keluar air tanah
dan evaporasi, kesemuanya ini diabaikan.
Persamaan kontinuitas yang umum dipakai dalam penelusuran banjir adalah:

ds (2.1)
I Q 
dt
TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK
JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

dengan:
I = debit yang masuk ke permulaan bagian memanjang palung sungai (m3/dt)
Q = debit yang keluar dari akhir bagian memanjang palung sungai (m3/dt)
s = besarnya tampungan (storage) dalam bagian memanjang palung sungai yang
ditinjau (m3)
dt = periode penelusuran (detik, jam atau hari)
Kalau penelusurannya duibah dari dt menjadi ∆t maka:
I1  I 2
I =
2
Q1  Q2
I =
2
dS = S2 – S1
sehingga rumus (2.1) dapat diubah menjadi:
I1  I 2 Q  Q2
I = + 1 = S2 – S1 (2.2)
2 2
Dalam mana indeks-indeks 1 merupakan pada saat permulaan periode
penelusuran, dan indeks-indeks 2 merupakan keadaan pada akhir peroide penelusuran.
Dalam persamaan (2-2) tersebut, I1 dan I2 dapat diketahui dari hidrograf debit
masuk yang diukur besarnya Q1 dan S1 diketahui dari periode sebelumnya. Q2 dan S2
tidak diketahui.
Ini berarti diperlukan persamaan kedua. Kesulitan terbesar dalam penelusuran
banjir lewat palung sungai ini terletak pada mendapatkan persamaan kedua ini. Pada
penelusuran banjir lewat waduk, persamaan tersebut lebih sederhana, yaitu Q2 = f (S2).
Tetapi pada penelusuran lewat palung sungai besarnya tampungan tergantung
pada debit masuk dan debit keluar. Persamaan yang menyangkut kepada debit masuk dan
debit keluar. Persamaan yang menyangkut hubungan S dan Q pada palung sungai hanya
berlaku untuk hal-hal yang khusus, yang bentuknya adalah sebagai berikut:
S = k {x I + (1-x) Q}
k dan x ditentukan oleh hidrograf debit masuk dan debit keluar yang masing-
masing diamati pada saat bersamaan, sehingga hanya berlaku untuk bagian memanjang
palung sungai yang ditinjau.
Faktor x merupakan faktor penimbang (weight) yang besarnya berkisar antara 0
dan 1, biasanya lebih kecil dari 0,5 dan dalam banyak hal besarnya kira-kira sama dengan
0,3 serta tidak berdimensi.

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

Karena S mempunyai dimensi volume, sedangkan I dan Q berdimensi debit, maka


k harus dinyatakan dengan dimensi waktu (jam atau hari).
Dari persamaan (2-2) dapat dibuat persamaan berikut:
S1 = k {x I1 + (1-x) Q1}
S2 = k {x I2 + (1-x) Q2}
Dari persamaan didapat:
Q2 = c0 I2 + c1 I1 + c2 Q1
dimana
kx  0,5t
c0 = -
k  kx  0,5t
kx  0,5t
c1 =
k  kx  0,5t
k  kx  0,5t
c2 =
k  kx  0,5t
dan
c0 + c1 + c2 = 1
2.1.6.2. Penelusuran Banjir Lewat Waduk
Penelusuran lewat waduk, di mana penampungannya adalah merupakan fungsi
langsung dari aliran keluar (outflow), maka cara penyelesaiannya lebih eksak.
Berdasarkan rumus (2.2) diperoleh hubungan berikut:
I 1  I 2 Q1  Q2
  S 2  S1 (2.3)
2 2
Faktor-faktor yang diketahui ditempatkan di ruas kiri seperti berikut:
 I1  I 2   Q   Q 
 xt    S1  1 xt    S 2  2 xt  (2.4)
 2   2   2 
S1 Q1 S Q
jika    1 dan 2  2   2 maka rumus dapat ditulis menjadi:
t 2 t 2
I1  I 2
 1   2 (2.5)
2
I1 dan I2 diketahui dari hidrograf debit masuk ke waduk, jika periode penelusuran
(Flood Routing) t telah ditentukan.
S1 merupakan tampungan waduk pada permulaan periode penelusuran yang
diukur dari datum fasilitas pengeluaran (puncak bangunan pelimpah atau spillway atau
sumbu terowongan outlet).

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

Q1 adalah debit keluar pada permulaan periode penelusuran kalau fasilitas


pengeluarannya berupa bangunan pelimpah (spillway), maka:
3

Q  C.B.H 2
dengan:
C = koefisien debit bangunan pelimpah (1,7 – 2,2 m1/2/dt)
B = panjang ambang bangunan pelimpah (m)
H = tinggi energi di atas ambang bangunan pelimpah
Pada umumnya kecepatan air di waduk di depan ambang bangunan pelimpah
sangat kecil, sehingga dapat diabaikan. Kalau fasilitas pengeluarannya berupa
terowongan, maka harus diperhitungkan terhadap dua macam keadaan:
1. Pada saat seluruh panjang terowongan belum terisi penuh oleh air, sehingga masih
belum berupa aliran alur terbuka. Dalam hal ini digunakan rumus kontinuitas Q =
V.A, dimana V menggunakan rumus Manning.
2. Pada saat seluruh panjang terowongan penampang atau profil alirannya terisi penuh
oleh air,sehingga terjadi aliran tekan atau aliran pipa. Dalam hal demikian kecepatan
airnya ditentukan oleh perbedaan tinggi tekanan di permulaan dan ujung terowongan.
Perbedaan tekanan tersebut merupakan penjumlahan dari kehilangan energi yang
dipengaruhi oleh bentuk inlet terowongan, kekasaran dinding terowongan, adanya
penyempitan atau pelebaran dalam terowongan, adanya belokan dan bentuk outlet
terowongan.
Pada suatu elevasi muka air setinggi kurang lebih 1,5 kali diameter terowongan di
atas sumbu terowongan di hulu inlet terjadi peralihan dari aliran alur bebas menjadi aliran
tekan. Karena peralihan tersebut tidak dapat ditentukan pada ketinggian yang tepat.

2.2. Lengkung Kapasitas Waduk


2.2.1. Umum
Lengkung kapasitas waduk (storage capacity curve of reservoir) merupakan suatu
kurva yang menggambarkan hubungan antara luas muka air (reservoir area), volume
(storage capasity) dengan elevasi (reservoir water level). Dari lengkung kapasitas waduk
ini akan diketahui berapa besarnya tampungan pada elevasi tertentu, sehingga dapat
ditentukan ketinggian muka air yang diperlukan untuk mendapatkan besarnya volume
tampungan pada suatu elevasi tertentu, kurva ini juga dipergunakan untuk menentukan

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

besarnya kehilangan air akibat perkolasi yang dipengaruhi oleh luas muka air pada elevasi
tertentu.
Dari persamaan lengkung kapasitas tinggi dapat ditentukan tinggi muka air waduk
dengan persamaan:
H = Ch.S0,5……………………...……….………………...(2.7)
dengan:
A = luas muka air waduk (km2)
S = volume tampungan total (m3)
Ch = koefisien
Jika kehilangan turut diperhitungkan, kehilangan ini dikalikan luasan untuk
mendapatkan volume kehilangan. Persamaan lengkung kapasitas luasan waduk dapat
dinyatakan:
A= Ca.S0,5 ………...……………………………………….(2.8)
dengan:
A = luas muka air waduk (km2)
S = volume tampungan total (m3)
Ca = koefisien

Tabel 2.2. Kapasitas Tampungan Waduk Peudada


No Elevasi A V
(m) (km²) (E-6.m³)
1.00 40.00 0.00 0.00
2.00 45.00 0.01 0.00
3.00 50.00 0.27 0.23
4.00 55.00 0.53 0.86
5.00 60.00 0.78 2.14
6.00 65.00 0.99 4.09
7.00 70.00 1.14 8.04
8.00 75.00 2.33 15.61
9.00 80.00 3.45 28.95
Sumber : http:/pustaka.pu.go.id

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

Tabel 2.3. Kapasitas Tampungan Waduk Batang Agam


Elevasi Luas Genangan Volume Vol. Tampungan
(+m) (m2) Tampungan (m3) Kumulatif (m3)
15,00 0,00 0 0.00
20,00 1823284,00 3038806,67 3038806,67
25,00 4196388,00 14642922,57 17681729,24
30,00 6321203,00 26113253,65 43794982,89
35,00 8236006,00 36287620,30 80082603,19
40,00 9816711,00 45074011,82 125156615,01
45,00 12849639,00 56496016,02 181652631,03
50,00 14881061,00 69264661,37 250917292,4
55,00 16534168,00 78501802,18 329419094,58
Sumber : http:/pustaka.pu.go.id

2.2.2. Lengkung Kapasitas Waduk di Indonesia

LENGKUNG KAPASITAS WADUK DAN LUAS PERMUKAAN GENANGAN


WADUK
Luas Genangan (km²)
Elevasi (m)

Volume (106
m³)
Gambar 2.4. Lengkung Kapasitas Waduk Peudada
Sumber : http:/pustaka.pu.go.id

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

Lengkung Kapasitas Waduk


Luas Genangan (m2)
Elevasi (m)

Gambar 2.5. Lengkung Kapasitas Waduk Ir. H. Juanda

Volume

Volume (m3)

Gambar 2.5. Lengkung Kapasitas Waduk Batang Agam


Sumber : http:/pustaka.pu.go.id

2.3. Inflow Tampungan Waduk


2.3.1. Umum
Rangkaian air yang memberikan kontribusi sebagai debit inflow sungai antara lain
adalah berasal dari presipitasi (atau saluran) langsung, debit air tanah, dan termasuk juga
limpasan permukaan dan limpasan bawah permukaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume total limpasan:
1. Faktor-faktor iklim:
a. Banyaknya presepitasi.
b. Banyaknya evapotranspirasi.
2. Faktor-faktor DAS:
a. Ukuran daerah aliran sungai.
b. Tinggi tempat rata-rata daerah aliran sungai (pengaruh orografis).
Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran waktu limpasan:
1. Faktor-faktor meteorologis:
a. Presipitasi.
b. Intensitas curah hujan.
c. Lamanya curah hujan.
d. Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran.

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

e. Arah pergerakan curah hujan.


f. Curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah.
g. Kondisi-kondisi meteorologi yang lain.
2. Faktor-faktor daerah aliran sungai:
a. Topografi.
b. Geologi.
c. Tipe tanah.
d. Vegetasi.
e. Jaringan drainasi.
3. Faktor-faktor manusiawi:
a. Struktur hidrolik.
b. Teknik-teknik pertanian.
c. Urbanisasi.
2.3.2. Macam Limpasan
2.3.2.1. Limpasan Permukaan
Limpasan permukaan merupakan limpasan air yang mengalir di atas permukaan
tanah. Limpasan permukaan berasal dari air hujan yang terus mengalir karena tidak ada
tanaman yang menghambatnya. Limpasan permukaan disebut juga run off.
2.3.2.2. Limpasan Bawah Permukaan
Limpasan air yang selalu mengalir di bawah permukaan tanah, dan pada waktu
meninggalkan daerah pengaliran pada pelepasaannya berupa aliran permukaan.
2.3.3. Debit Andalan
Debit andalan diartikan sebagai debit yang tersedia untuk keperluan tertentu
(seperti irigasi, PLTA, air minum dan lain-lain) sepanjang tahun, dengan resiko kegagalan
yang telah diperhitungkan.
Menurut pengamatan, besarnya andalan yang diambil untuk mengoptimalkan
penggunaan air dibeberapa macam proyek adalah sebagai berikut (CD.
Soemarto,1986:214)

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

Tabel 2.4. Besarnya andalan untuk berbagai kegunaan


Kegunaan Keandalan
1. Penyediaan air minum 99 %
2. Penyediaan air indutri 95 – 98 %
3. Penyediaan air irigasi untuk
- Daerah iklim setengah lembab 75 – 85 %
- Daerah iklim kering 80 – 95 %
4. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) 85 – 90 %
Sumber : C.D. Soemarto, Hidrologi Teknik
Ada berbagai cara untuk menentukan debit andalan, masing-masing cara
mempunyai ciri khas sendiri-sendiri. Pemilihan metode yang sesuai umumnya didasarkan
atas pertimbangan data yang tersedia, jenis kepentingan dan pengalaman. Metode-metode
untuk analisis debit andalan tersebut antara lain berikut:
a. Metode Karakteristik aliran (flow characteristic)
Perhitungan debit andalan dengan metode ini antara lain memakai data yang
didapatkan berdasar karakteristik alirannya.
Metode ini umumnya dipakai untuk:
1. Daerah pengaliran sungai (DPS) dengan fluktuasi maksimum dan minimumnya
relatif besar dari tahun ke tahun.
2. Kebutuhan yang relatif tidak konstan sepanjang tahun.
3. Data yang tersedia cukup panjang.
Karakteristik aliran dalam hal ini dihubungkan dengan kriteria sebagai berikut:
1. Tahun normal, jika debit rata-rata tahunannya sama dengan atau mendekati debit
rata-rata dari tahun ke tahun.
2. Tahun kering, jika debit rata-rata tahunannya di bawah debit rata-rata dari tahun
ketahun.
3. Tahun basah, jika debit rata-rata tahunannya diatas debit rata-rata dari tahun
ketahun.
b. Metode tahun penentu (basic year).
c. Penentuan debit andalan dengan menggunakan metode ini antara lain dengan
menentukan suatu tahun tertentu sebagai dasar perencanaan.
d. Metode bulan penentu.

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

e. Metode ini seperti pada karakteristik aliran tetapi hanya dipilih bulan tertentu sebagai
dasar perencanaan.
f. Metode Q rata-rata minimum.
Penentuan debit andalan dengan metode ini berdasar data debit rata-rata bulanan
yang minimum ini biasanya dipakai untuk:
1. DPS dengan fluktuasi debit maksimum dan minimum tidak terlalu besar dari tahun
ke tahun.
2. Kebutuhan relatif konstan sepanjang tahun.
Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode karakteristik aliran.
Menurut Suyono Sosrodarsono (1980:204), terminologi debit dinyatakan sebagai
berikut:
1. Debit air cukup (affluent), yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 95
hari dalam setahun (peluang keandalan 26,02%).
2. Debit air normal, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 185 hari
dalam setahun (peluang keandalan 50,68%).
3. Debit air rendah, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 275 hari dalam
setahun (peluang keandalan 75,34%).
Debit air kering, yaitu debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 355 hari dalam
setahun (peluang keandalan 97,30).

2.4. Pembangkitan Data Inflow


Terdapat tiga model yang digunakan dalam perhitungan-perhitungan hidrologi
yaitu model deterministik, model probabilistik, model stokastik. Model stokastik mampu
mengisi kekosongan di antara kedua model tersebut, yaitu mempertahankan sifat-sifat
peluang yang berhubungan dengan runtun waktu kejadiannya. Termasuk dalam model
stokastik adalah proses perpanjangan runtun data.
Sedangkan dasar-dasar teknik pembangkitan data dapat dijelaskan seperti berikut,
dasar proses perpanjangan runtun data (generated) adalah bahwa prosesnya tidak
berubah, dalam arti sifat-sifat statistik proses terhadap runtun data historis tidak berubah
terhadap waktu sehingga sifat-sifat kejadian sesungguhnya dapat dipakai untuk membuat
runtun data sintetis yang panjang. Kegunaan pembangkitan data debit sungai adalah:

a) Untuk memenuhi kebutuhan tampungan waduk dengan data sintetis

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

b) Untuk membantu perancangan waduk akibat data kurang panjang


c) Untuk simulasi pengoperasian waduk
Pembangkitan data dalam hal ini memerlukan proses dimana kekuatan-kekuatan
yang saling bersangkut paut dan menimbulkan pengaruh bertindak menghasilkan suatu
rangkaian waktu (time series). Proses terbaik adalah yang sesuai dengan karakteristik
fisik dari rangkaian waktu tersebut. Sedangkan dari segi pandang stokastik, aliran sungai
bisa dipandang dari empat komponen yaitu:
1) Komponen kecenderungan (Tt)
2) Komponen periodik atau musiman (St)
3) Komponen korelasi (Kt)
4) Komponen acak (t)
Yang dapat dikombinasikan secara sederhana sebagai berikut:
Xt = Tt + St + Kt + t ………………….………………..…. (2.10)
Konsep dari metode stokastik adalah pembangkitan data dengan cara
mempertahankan karakteristik data debit historis, melalui parameter rerata data, standar
deviasi dan koefisien korelasi antar waktu.
2.4.1. Bilangan Random
Data debit historis dan sintetik memiliki urutan terjadi berdasarkan proses acak,
serta terletak dalam interval waktu tertentu. Urutan nilai ini sering disebut rangkaian
waktu (time series). Secara umum nilai ke-i dari variabel X yang merupakan anggota dari
suatu rangkaian waktu adalah jumlah dari 2 komponen.
Xi = di + ei ………………..……………………………………... (2.11)
Dimana komponen deterministik diperoleh dari nilai parameter-parameternya dan nilai
sebelumnya dari proses, seperti Xi+1, Xi+2 dan seterusnya. Komponen bilangan acak
uniform dengan cara sebagai berikut:
t1 = (u1 + u2 + u3 + ………… + u12) – 6 : dst ………..………..…(2.12)
dengan:
t1 dan t2 = bilangan acak normal
u1,u2,u3 = bilangan acak uniform
Metode lain untuk memperoleh bilangan acak normal dengan persamaan Box
Muller, yaitu:
Ni   2 . ln(U i )  Cos (2 .  . U i 1 ) ............................................(2.13)
N i 1   2 . ln(U i )  Sin (2 .  . U i 1 ) ............................................(2.14)
dengan :
TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK
JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

N1 dan N2 = bilangan acak normal


u1,u2,u3 = bilangan acak uniform
2.4.2. Metode Thomas–Fiering
Untuk membangkitkan data debit dapat digunakan model Thomas-Fiering. Model
ini menganggap bahwa setahun terbagi menjadi musim atau terdiri dari 12 bulan.
Dianggap bahwa data aliran adalah x1.1, x1.2,……x1.12, x2.1, x2.2,……..,xn.12; contoh,
indeks pertama menyatakan tahun dimana aliran terjadi dan kedua berjalan secara siklus
dari 1 ke 12.
Prosedur perhitungan:
1. Perhitungan aliran rata-rata untuk tiap bulannya.
1 n
X =  Xi, b
n i 1
……….…………………………....….…(2.15)

dengan:
X = debit rata-rata
n = jumlah tahun
Xi,b = data debit pada tahun ke-i dan bulan ke-b
2. Perhitungan standar deviasi

 
1/2
 1 b 2
Sd =  
 n  1 i 1
Xi  X  …………..…………….............(2.16)

3. Perhitungan koefisien korelasi antar aliran dalam waktu i. dan waktu i.-1
n

X
i 1
i, b , X i,b 1  n.X b .X b 1
rj = ............................................(2.17)
Sd b .Sd b 1.n  1
Persamaan aliran sintetis:

q1,b = X b +
rb.Sd b
Sd b 1
   
q i,b 1  X b 1 + t i,b .Sd b . 1  rb2 ….......(2.18)

dengan:
qi,b = debit hasil pembangkitan untuk bulan b dan tahun ke-I
Xb , Xb-1 = rerata debit pada bulan b
rb , rb-1 = korelasi untuk bulan b dan bulan b-1
Sdb , Sdb-1 = standar deviasi bulan b dan bulan b-1
ti,b = bilangan random bulan b
qi,b-1 = debit pada tahun ke-i dan bulan b
2.4.3. Uji Hipotesis

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

Perlu dipastikan tentang keandalan data sebelum dilakukan perhitungan dan


analisis. Untuk itu dilakukan pengujian-pengujian secara statistik. Pengujian dilakukan
untuk memastikan ketepatannya agar hasil perhitungan itu dapat digunakan untuk proses
lebih lanjut.
Pengujian statistik lebih ditujukan untuk menguji parameter-parameternya, antara
lain dapat dilakukan dengan membandingkan rerata, variansi, kovariansi, korelasi dan
sebagainya. Sedangkan pada pengujian suatu fungsi, diuji keandalan parameter-
parameter yang membentuk fungsi tersebut.
Hipotesa yang dirumuskan dengan harapan untuk ditolak disebut hipotesa nol atau
dinyatakan dengan Ho. Penolakan Ho mengakibatkan penerimaan hipotesa alternatif
yaitu H1.
2.4.3.1. Uji F
Uji analisis pada dasarnya adalah menghitung F score, lalu membandingkan
dengan F tabel. Yang diuji adalah ketidaktergantungan (independence) atau keseragaman
(homogenitas). Uji analisis variansi dapat bersifat satu arah atau dua arah.
Prinsip uji hipotesis ini adalah membandingkan variansi gabungan antara
kelompok sampel (variance between group) dengan varian kombinasi seluruh kelompok.
Untuk pengaman selanjutnya akan digunakan uji F dengan analisa variansi yang
bersifat dua arah, dengan hipotesa sebagai berikut:
Hipotesa 1 : Ho = hujan homogen dari bulan ke bulan.
H1 = hujan tidak homogen dari bulan ke bulan.
Hipotesa 2 : Ho = hujan homogen dari tahun ke tahun.
H1 = hujan tidak homogen dari tahun ke tahun.
Ada dua F score dihitung dengan rumus-rumus berikut:

n  1 n x i  x 
k 2

i 1
F1 = ………….....….…………….(2.19)
 x 
k n
2
ij  xi  x j  x
i 1 j1

k  1 k x j  x 
k 2

i 1
F2 = ……………..……...……….(2.20)
 x 
k n
2
ij  xi  x j  x
i 1 j1

dengan:
XI = harga rata-rata untuk bulan i

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

Xj = harga rata-rata untuk bulan j


X = harga rata-rata untuk keseluruhan
Xij = pengamatan untuk bulan i pada tahun j
n = banyak pengamatan perbulan (tahun)
k = banyak bulan
2.4.3.2. Uji T
Uji T termasuk jenis uji untuk sampel kecil. Sampel kecil adalah dimana ukuran
sampel n < 30. Untuk mengetahui apakah 2 sampel x1 dan x2 berasal dari populasi yang
sama, maka dihitung t score dengan rumus:

t =
x1  x2  ....................................(2.21)
1 1
 
N1 N 2

N1  1  s12  N 2  1  s2 2
 = ...................(2.22)
N1  N 2  2

dengan: x1 = rerata dari sampel x1

x 2 = rerata dari sampel x2


s1 = simpangan baku dari sampel x1
s2 = simpangan baku dari sampel x2
N1 = ukuran dari sampel x1
N2 = ukuran dari sampel x2
Hipotesa:
H0 : sampel x1 dan x2 berasal dari populasi yang sama
H1 : sampel x1 dan x2 tidak berasal dari populasi yang sama
Harga t tabel dicari pada tabel distribusi student's t untuk derajat bebas  = N1 + N2 – 2
dan  = (Level of Significance) misal 5%.
Apabila t score < t tabel, maka H0 diterima, dan jika sebaliknya maka H0 ditolak.

2.5. Simulasi Pola Operasi di Waduk


2.5.1. Umum
Tergantung dari kebutuhannya, maka lingkup waktu dari simulasi mencakup 1
tahun operasi atau lebih. Salah satu operasi dibagi-bagi menjadi sejumlah periode,

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

misalnya bulanan, 15 harian, 10 harian, mingguan, maupun harian. Persamaan umum


simulasi operasi waduk adalah Neraca Keseimbangan Air (water balance).
Aturan umum dalam simulasi waduk adalah:
1. Air waduk tidak boleh turun di bawah tampungan aktif. Dalam banyak keadaan, maka
batas bawah tampungan aktif ini ditentukan oleh tingginya lubang outlet waduk.
2. Air waduk tidak dapat melebihi batas atas tampungan aktif. Dalam banyak keadaan
maka batas atas tampungan aktif ini ditentukan oleh puncak spillway. Apabila terjadi
kelebihan air, maka kelebihan ini akan melimpah (spillout).
3. Ada beberapa waduk (waduk multiguna) yang memiliki batasan debit yang
dikeluarkan (outflow), baik debit maksimum atau debit minimum.
2.5.2. Pola Operasi Waduk Harian dan Waduk Tahunan
Pola operasi waduk adalah suatu acuan pengaturan air untuk pengoperasian
waduk-waduk yang disepakati bersama oleh para pemanfaat air dan pengelola melalui
Panitia Tata Pengaturan Air (PTPA). Maksudnya adalah sebagai pedoman pengaturan air
untuk memenuhi berbagai kebutuhan air dan pengendali banjir, dengan tujuan untuk
memenfaatkan air secara optimal dengan cara mengalokasikan secara proporsional
sedemikian sehingga tidak terjadi konflik antar kepentingan dan pengendalian banjir pada
musim hujan.
Waduk tahunan berfungsi sebagai penampung/penyadiaan air dan pengendali
fluktuasi debit yang terjadi selama kurun waktu satu tahun, sedangkan waduk harian
berfungsi sebagai pengatur/pengendali fluktuasi debit yang terjadi dalam rentang waktu
yang relatif pendek, yaitu satu hari saja.
Ketersediaan air di waduk tergantung dari kapasitas waduk dan debit inflow yang
masuk ke waduk. Fluktuasi debit air yang masuk ke waduk sangat dipengaruhi oleh
penutup lahan di hulu waduk.
2.5.3. Simulasi Kapasitas Tampungan Waduk
Dalam situasi atau analisa perilaku operasi waduk bertujuan untuk mengetahui
perubahan kapasitas tampungan waduk. Persamaan yang digunakan adalah kontinuitas
tampungan (mass storage equation) yang memberi hubungan antara masukan, keluaran
dan perubahan tampungan.
Persamaan secara matematika dinyatakan, sebagai berikut (Mc Mahon, 1978:24)
St + 1 = St + Qt – Dt – Et – Lt ……………..……………………(2.23)
Dengan kendala 0St+1=C
dengan:
TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK
JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

t = interval waktu yang digunakan


St = tampungan waduk pada awal interval waktu
St+1 = tampungan waktu pada akhir interval waktu
Qt = aliran masuk selama interval waktu t
Dt = lepasan air selama interval waktu t
Et = evaporasi selama interval waktu t
Lt = kehilangan-kehilangan air lain dari waduk selama interval waktu t,
mempunyai harga yang kecil dan dapat diabaikan
C = tampungan aktif (tampungan efektif)
Kapasitas tampungan harus dapat menjamin pasokan air dengan keandalan
pemenuhan 100%.
2.5.4. Simulasi Luas Lahan yang Dapat Diairi
Simulasi luas lahan yang dapat diairi diizinkan dengan peluang kegagalan
maksimum sebesar 20%, untuk pemenuhan seluruh kebutuhan air dari kapasitas
tampungan yang ada.
Dengan mempertimbangkan luas genangan waduk yang bervariasi terhadap
waktu, maka lebih lanjut persamaan ditulis sebagai berikut (Sudjarwadi, 1990):
St + 1 = St + Qt + Rt(A) – Ot – Et – Pt – SPt(A) ……………………(2.24)
dengan:
Rt(A) = hujan yang jatuh ke waduk pada interval waktu t, sebagai fungsi luas
permukaan air waduk
Ot = pengambilan air waduk selama interval dari t
Et(A) = evaporasi selama interval waktu t, sebagai fungsi luas permukaan di
waduk
Pt = limpahan yang melewati bangunan pelimpah selama interval waktu t
SPt(A) = rembesan keluar dari waduk selama interval waktu, sebagai fungsi luas
permukaan air waduk mempunyai harga yang kecil dan dapat
diabaikan

2.6. Outflow Tampungan Waduk


2.6.1. Outflow Melalui Pelimpah
Secara umum, hidrograf adalah suatu grafik yang menunjukkan keragaman debit
(dapat juga limpasan, tinggi muka air, kecepatan, beban sedimen, dan lain-lain) dengan
waktu. Hidrograf periode pendek terdiri atas cabang naik, puncak (maksimum) dan

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

cabang turun. Bentuk umum hidrograf ini dikendalikan oleh faktor-faktor meteorologis
(jumlah dan intensitas curah hujan, dan lain-lain), agihan (agihan areal dan waktu curah
hujan) dan tanah. Karena itu, hidrograf merupakan salah satu tanggapan aliran sungai
terhadap masukan curah hujan.
Hidrograf outflow spillway adalah grafik hubungan antara debit outflow spillway
dan waktu. Penentuan outflow spillway harus memperhitungkan liku debit diatas spillway.
Untuk waduk kecil, besarnya debit antara hidrograf inflow dan outflow hampir sama, nilai
puncak dan perbedaan waktu mencapai nilai puncak antara hidrograf outflow dan inflow
tidak begitu jauh, jadi debit inflow yang masuk ke inflow cenderung untuk segera dibuang
dalam jumlah yang sama.
Untuk waduk besar, besarnya debit antara hidrograf inflow dan outflow
memperlihatkan perbedaan yang besar, nilai puncak dan perbedaan waktu mencapai nilai
puncak antara hidrograf outflow dan inflow cukup jauh, jadi debit inflow yang masuk ke
waduk cenderung ditampung terlebih dahulu, atau dengan kata lain outflow dibuang
dalam waktu yang lebih lama. Waduk besar baik digunakan sebagai pengendali banjir.
2.6.2. Kehilangan Air di Waduk Akibat Evaporasi
2.6.2.1. Umum
Evaporasi adalah proses perubahan fisik yang mengubah suatu cairan atau bahan
padat menjadi gas melalui proses perpindahan panas. Besarnya harga evaporasi sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang terkadang tidak merata di seluruh daerah
(Suyono, 1980:57).
Volume kehilangan air di waduk karena evaporasi dihitung dengan rumus:
Vew = Ev(t) x A(t) x t x 10 ……………………..(2.25)
dengan:
Vew = volume evaporasi di waduk (m3)
Ev(t) = evaporasi rata-rata yang tercatat di alat ukur (mm/hari)
A(t) = luas genangan waduk (km2)
t = jumlah hari (hari)
Sedangkan kehilangan air di sungai karena evaporasi diperhitungkan dengan
asumsi bahwa keliling basah pada penampang sungai dalam kondisi jenuh dan bersifat
impermeabel. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Ves = Ev(t) x L(t) x P x t ………………………………….(.2.26)
dengan:
Ves = volume evaporasi di sungai (m3)

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

Ev(t) = evaporasi rata-rata yang tercatat di alat ukur (mm/hari)


L(t) = lebar muka air sungai (m)
P = panjang alur sungai (km)
T = jumlah hari (hari)
2.6.2.2. Pengambilan Data Evaporasi di Waduk
Relatif hanya sedikit waduk-waduk yang mempunyai perhitungan-perhitungan
penguapan yang dapat diandalkan untuk bisa dijabarkan dari budget air secara kontinyu,
tetapi nilai-nilai dari periode tertentu sering dapat mengecek atau mengkalibrasikan
teknik-teknik lainnya. Bila kondisinya sedemikian rupa sehingga hasil-hasil yang
memuaskan tidak diperoleh dengan menggunakan budjet air, penguapan dari waduk yang
ada dapat ditentukan baik dengan pendekatan aerodinamis empiris maupun budget energi.
Kedua metode ini sebaiknya dipakai dalam jangka pendek, mengingat mahalnya biaya
yang diperlukan.
Pengoperasian stasiun panci (di dekat waduk, tapi tak cukup dekat untuk
terpengaruh secara materiil olehnya) untuk pengambilan data, relatif tidak mahal dan
akan memberikan hasil-hasil evaporasi waduk yang sebenarnya. Beberapa reabilitas akan
diperoleh jika adveksi waduk bersihnya dihitung, tetapi item ini jarang sangat penting
kecuali evaporasi musiman atau bulanan dari penguapan tahunannya diperlukan.
Untuk studi-studi desain waduk, semua data yang berhubungan bagi daerah
tersebut harus dianalisa dengan menggunakan semua teknik untuk mana datanya cocok
bila aspek-aspek ekonomi perencanaan sangat memungkinkan, jarang terdapat alasan-
alasan yang dapat dibenarkan untuk membangun waduk yang besar sebelum diperoleh
pengumpulan data yang sekurang-kurangnya 1 atau 2 tahun dari panci dan data
meteorologi yang berhubungan dengan lokasi proyek.
2.6.3. Kebutuhan Air Irigasi
2.6.3.1. Umum
Pengembangan sumber daya air dalam peningkatan produksi pangan merupakan
hal yang penting dalam usaha pertanian, dimana irigasi merupakan salah satu bagian dari
program intensifikasi pertanian. Peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi merupakan
salah satu bentuk pengembangan sumber daya air bagi pertanian.
Penggunaan air irigasi ditetapakan dalam peraturan pemerintah no. 23 pasal 4 dan
pasal 7 tahun 1992 tentang irigasi yaitu air irigasi digunakan untuk mengairi tanaman,
selain itu digunakan untuk pemukiman, ternak dan sebagainya. Untuk memperoleh hasil

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

produksi yang optimal pemberian air harus sesuai dengan jadwal dengan jumlah dan
waktu yang diperlukan tanaman.
Dalam pembangunan proyek irigasi banyaknya air diperlukan untuk pertanian
harus diketahui dengan tepat, sehingga pemberian air irigasi dapat diefisienkan dengan
maksimal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya pemakaian air irigasi adalah:
a. Jenis tanaman
b. Cara pemberian air
c. Jenis tanah
d. Cara pengolahan dan pemeliharaan saluran serta bangunan (dengan
memperhitungkan kehilangan air berkisar 30% - 40%)
e. Waktu tanam yang berturutan yang berselang lebih dari dua minggu sehingga
memudahkan pergiliran air
f. Pengolahan tanah
g. Iklim dan cuaca, meliputi; curah hujan, angin, letak lintang, kelembaban, dan suhu
udara
2.6.3.2. Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi
Kebutuhan total air irigasi yang diukur pada pintu pengambilan dalam satu
periode adalah hasil kali kebutuhan air disawah dengan faktor efisien dan jumlah hari
dalam satu periode penanaman.
Rumus yang digunakan:
WR.A.T
DR = ………………………………….(2.27)
Ki.1000
dengan:
DR = kebutuhan air irigasi pada pitu pengambilan (m3).
WR = kebutuhan air disawah (mm/hari).
A = luas sawah yang diairi (ha).
Ki = efisiensi irigasi (%).
T = periode waktu pemberian air (hari).
= jumlah hari dalam 1 periode x 24 jam x 3600 detik.
Perkiraan kebutuhan air disawah:
a. Untuk tanaman padi
NFR = Cu + Pd + NR + P – Re …….. ………………(2.28)

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

b. Untuk tanaman palawija


NFR = Cu + P – Re ………………………….……….(2.29)
dengan:
NFR = kebutuhan air bersih disawah (l/dt/ha)
Cu = kebutuhan air tanaman (mm/hari)
Pd = kebutuhan air untuk kebutuhan tanah (mm/hari)
NR = kebutuhan air untuk pembibitan (mm/hari)
P = kebutuhan air karena perkolasi (mm/hari)
Re = hujan efektif (mm)
Perkiraan kebutuhan air irigasi:
a. Untuk tanaman padi
IR = NFR/e ……………………………..……………..(2.30)
b. Untuk tanaman palawija
IR = (Etc – Re)/e ……………………...……………….(2.31)
dengan:
Etc = penggunaan konsumtif (mm)
P = kehilangan air akibat perkolasi (mm/hari)
e = efisiensi irigasi secara keseluruhan (%)
Langkah-langkah dalam menentukan besarnya kebutuhan air bagi tanaman dapat
ditentukan sebagai berikut:
1. Menghitung evaporasi potensial
2. Menghitung kebutuhan air tanaman
3. Menentukan laju perkolasi lahan
4. Menentukan kebutuhan air untuk pengolahan lahan dan pertanian
5. Menghitung curah hujan efektif
6. Menentukan koefisien tanaman
7. Menghitung kebutuhan air disawah
8. Menentukan efisien irigasi
9. Perhitungan kebutuhan air irigasi
2.6.4. Kebutuhan Air Baku
Nilai-nilai parameter mutu yang dipergunakan untuk meninjau kecocokan suatu
air tertentu bagi pemakaian tertentu sering disebut kriteria. Kriteria mutu air adalah nilai-
nilai yang didasarkan pada pengalaman dan kenyataan ilmiah yang dapat dipergunakan
oleh pemakainya untuk menetapkan manfaat-manfaat relatif dari air tertentu, sedangkan

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

baku mutu air biasanya untuk menetapkan taraf-taraf batas bagi berbagai bahan
kandungan yang dapat disetujui sesuai dengan tujuan pemanfaatan atau pemanfaatan-
pemanfaatannya.
Baku mutu air biasanya didasarkan pada salah satu atau beberapa hal dibawah ini:
1. Praktik yang diterapkan atau yang sudah berjalan
2. Perolehan (baku tersebut harus dapat diperoleh dengan mudah atau dengan wajar)
3. Pemukiran ilmiah dengan mempergunakan informasi terbaik yang ada
4. Percobaan-percobaan
5. Pengalaman berdasarkan akibat terhadap manusia
Dibawah ini disajikan nilai-nilai baku air minimum berdasarkan ciri-cirinya menurut
“Drinking Water Standard And Guidelines”.

Tabel 2.5. Ciri-Ciri Fisik


Ciri-ciri fisik Batas yang diijinkan
Kekeruhan 1 satuan
Warna 15 satuan
Bau 3 angka ambang bau
Sumber : Drinking Water Standard and Guidelines

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

Tabel 2.6. Ciri-Ciri Kimiawi dalam Miligram Perliter


Batas yang diijinkan
Unsur
Estetika Kesehatan
Atsenikum (As) 0,1
Barium (Ba) 1,0
Kadmium (Cd) 0,01
Klorida (Cl) 2,50
Chromium 0,05
Tembaga (Cu) 1,0
Ekstrak Chloroform Carbon (CCC) 0,7
Sianida (CN) 0,2
Fluorida (F) 0,6-1,8
Besi (Fe) 0,3
Timah (Pb) 0,05
Mangan (Mn) 0,05
Mercury (Hg) 0,02
Bahan methylene biru aktif 0,5
Nitrogen nitrat (NO3 sebagai N) 10,0
Selenium (Se) 0,01
Perak (Ag) 0,05
Sulfat (SO4) 2,50
Bahan padat terlarut semua (tak terbatas)
Seng (Zn) 5,0
Aldrin (ditangguhkan)
DDT (ditangguhkan)
Dieldrin (ditangguhkan)
Chlordane 0,003
Endrin 0,0002
Hepta chlor 0,0001
Hepta chlor epoxide 0,0001
Lindane 0,004
Methoxy chlor 0,1
Toxaphene 0,005

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

Batas yang diijinkan


Unsur
Estetika Kesehatan
Insektisida organophosphorus
Azodrin 0,003
Dichlorvos 0,01
Dimethoate 0,002
Ethion 0,02
Herbisida chlorophenoxy
2,4-D 0,1
2,4,5-T (2,4,5-TP dan silvex) 0,01

Sumber : Drinking Water Standard and Guidelines


2.6.5. Pembangkit Tenaga Listrik
2.6.5.1. Umum
Tujuan utama dari konsep dasar ini adalah dalam aspek pengembangan sumber
daya air seperti pemakaian air, pengaturan waduk dan sistem perencanaan menghasilkan
hal yang positif. Sebelum beberapa aspek tersebut memenuhi sasaran maka konsep dasar
dari teknik tenaga air perlu diketahui lebih dalam.
Perencanaan PLTA umumnya terdiri dari perencanaan dengan tinggi jatuh rendah,
perencanaan dengan tinggi jatuh menengah dan perencanaan dengan tinggi jatuh tinggi.
Perencanaan dengan tinggi jatuh rendah berkisar antara beberapa feet sampai
kurang lebih 50 feet dengan tujuan mendapatkan debit yang besar. Sedangkan
perencanaan dengan tinggi jatuh menengah berkisar antara 50-200 feet, tentunya dalam
merencanakan dam yang tinggi khusus PLTA adalah cukup mahal sehingga biasanya
perencanaan ini dipilih jika kebetulan pada daerah sungainya ada terjunan. Sedangkan
perencanaan dengan tinggi jatuh tinggi bekisar antara 200-5000 feet. Perencanaan ini
hampir sama dengan perencanaan tipe menengah yaitu menentukan lokasi yang sesuai,
mengalirkan air pada saluran terbuka dengan kemiringan yang kecil sampai mencapai
beda tinggi antara kanal dan sungai bagian bawah tempat rumah turbin sebesar mungkin
sedangkan jarak horisontal antara kanal dan sungai sekecil mungkin.
2.6.5.2. Turbin
Terdapat dua jenis turbin, yaitu turbin impuls dan turbin reaksi. Pada turbin
impuls, pancaran (jet) air bebas mendorong bagian turbin yang terbuka yang ditempatkan
pada tekanan atmosfir. Pada turbin reaksi, aliran air terjadi dengan tekanan pada ruang
TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK
JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

tertutup. Meskipun energi yang diberikan pada turbin impuls adalah semata-mata energi
kinetik sedangkan turbin reaksi juga memanfaatkan tekanan disamping energi kinetik,
tetapi kedua jenis turbin tersebut tergantung kepada perubahan momentum dari air,
sehingga gaya dinamiklah yang berputar atau runner dari turbin tersebut.
Untuk PLTA pada umumnya turbin yang dipakai biasanya turbin reaksi. Pada
dasarnya turbin reaksi dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Turbin Francis
2. Turbin baling-baling
Pada turbin Francis yang biasa air masuk kedalam rumah siput dan bergerak
kedalam runner melalui sederet sudut pengatur dengan celah-celah penyempitan yang
mengubah tinggi tekanan menjadi tinggi kecepatan.
Turbin baling-baling adalah suatu mesin yang digerakkan oleh gerakan aksial
dengan runnernya diletakkan di dalam saluran tertutup. Ada satu jenis lagi turbin reaksi
yang sering dipakai yaitu turbin kaplan. Turbin kaplan adalah suatu turbin baling-baling
dengan daun baling-baling yang dapat bergerak dan gerak majunya dapat diatur agar
sesuai dengan kondisi operasi yang baik.
2.6.5.3. PLTA di Waduk
PLTA di waduk adalah PLTA yang mempunyai tampungan air yang ukurannya
cukup untuk memungkinkan penampungan air kelebihan musim hujan guna musim
kemarau yang dimaksud untuk mengatur pastinya aliran air yang lebih dari pada aliran
alamiah minimum. Suatu PLTA aliran sungai biasanya hanya mempunyai kapasitas
waduk yang terbatas dan hanya dapat mempergunakan air bila memang datang.
Suatu pengembangan tenaga air umumnya meliputi sebuah bangunan sadap, suatu
pipa saluran (pipa pesat) untuk mengaliri air ke turbin, turbin-turbin dengan mekanisme
pengaturnya, generator pelengkapan kontrol dan tombol penghubung, rumah peralatan,
transfromator dan jarak transmisi ke pusat-pusat distribusi.
Dalam waduk, biasanya PLTA dibangun dengan dilengkapi pompa untuk
membangkitkan energi untuk beban puncak, tetapi pada waktu-waktu tertentu diluar itu
airnya dipompa dari kolam air buangan ke kolam hulu untuk pemanfataan yang akan
datang. Pompa ini memiliki nilai ekonomis tambahan bagi jaringan daya yang
bersangkutan. Penentuan PLTA di waduk dapat diperhitungkan tanpa memperhatikan
tampungan (ROR = Run Of River) atau dengan memperhatikan tampungan harian:
a. PLTA di waduk tanpa tampungan (ROR) dengan menggambarkan lengkung durasi
atau hubungan antar debit dengan presentasi waktu

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

b. PLTA dengan tampungan harian (ROR)


Q2 = .Q1 ……………………………………….…………….....(2.32)
dengan:
Q2 = debit dengan adanya tampungan
Q1 = debit tanpa adanya tampungan
 = perbandingan jumlah jam operasi tanpa adanya tampungan dengan adanya
tampungan
Pendekatan kapasitas terpasang dengan adanya tampungan “” kali tanpa adanya
tampungan.
Pada waduk yang mempunyai aktif tertentu, waduk membangkitkan daya PLTA
sesuai dengan debit outflow yang tersedia. Rumus pembangkitan tenaga PLTA adalah
sebagai berikut :
Pw = 9,8 EffPLTA . Q . He……………………………………….(2.33)
dengan :
Pw = daya pembangkit PLTA (kw)
EffPLTA = efisiensi PLTA (%)
Q = debit outflow yang lewat PLTA (m3/det)
He = head efektif dari PLTA (m)
Head efektif suatu PLTA dapat dicari dari hubungan berikut :
He = El.MAW – El.TWL – Head loss ………………………….(2.34)
dengan :
El.MAW = elevasi Muka Air Waduk (m)
El. TWL = elevasi Tail Water Level di saluran tailrace (m)
Head loss = kehilangan tinggi di penstock dan waterway

2.7. Peluang Kegagalan Operasi Waduk


2.7.1. Umum
Penilaian kuantitatif kegagalan waduk dapat didasarkan pada kegagalan menurut
jumlah kejadian (occurance based probability) maupun jumlah kekurangan air (volume
based probability). Peluang keandalan dalam operasi waduk didefinisikan sebagai
hubungan antara volume waduk dengan volume kebutuhan air, atau bila dinyatakan
dalam persamaan adalah sebagai berikut:
volume nyata yang di suplai dari waduk
Rv = …………………(2.35)
permintaan kebutuhan air

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
AARON PETROVA A (125060400111003-64)

2.7.2. Periode Kritis


Periode kritis (critical period), yaitu periode dimana sebuah waduk berubah dari
kondisi penuh ke kondisi kosong tanpa melimpah selama periode tersebut. Awal periode
kritis adalah waduk dalam keadaan penuh, akhir periode kritis adalah ketika waduk
pertama kali kosong. Jadi hanya satu kali kegagalan yang bisa terjadi selama periode
kritis. Definisi tersebut tidak diterima sepenuhnya, misalnya U.S. Army Corps of
Engineer (1975) menetapkan periode kritis mulai dari kondisi penuh melewati
kekosongan dan kembali ke kondisi penuh serta memakai istilah periode muka air surut
kritis (Critical drawdown period) terhadap perubahan tingkat penuh ke tingkat kosong.
Selanjutnya yang dipakai dalam analisa adalah definisi dari U.S. Army Corps of Engineer.
2.7.3. Probabilitas Keandalan Debit
Probabilitas kejadian suatu peristiwa ditentukan oleh perbandingan antara
banyaknya kejadian terhadap jumlah kejadian yang mungkin dan kejadian yang tidak
mungkin (berpeluang atau yang tidak berpeluang). Kejadian suatu peristiwa biasanya
dinamakan keberhasilan, sedangkan kejadian yang tidak mungkin dinamakan kegagalan.
Probabilitas keandalan debit adalah suatu kemampuan debit yang tersedia guna
memenuhi suatu perencanaan tertentu sepanjang satu periode, dengan resiko kegagalan
yang telah diperhitungkan.
2.7.4. Probabilitas Keandalan Tampungan
Suatu waduk lazim dikatakan andal apabila waduk tersebut mampu menjamin
kebutuhan minimum yang diperlukan. Penentuan yang didasarkan pada analisa catatan
historis tak dapat memberikan bukti-bukti keandalan suatu waduk. Adapun probabilitas
keandalan tampungan adalah kemampuan suatu tampungan untuk menyediakan
kebutuhan air yang direncanakan guna memenuhi kebutuhan, untuk lebih jelasnya dapat
dipakai kurva-kurva probabilitas lapangan. Kurva tersebut menunjukan probabilitas
bahwa alirannya selama suatu periode dimasa yang akan datang yang sama dengan
panjang rangkaiannya ternyata akan mampu mempertahankan jumlah kebutuhan yang
diingini tanpa mengalami penurunan. Suatu reabilitas 0,99 menunjukan bahwa hanya 1
dari 100 rangkaian yang akan mengalami penurunan, misalnya suatu waduk dengan
kapasitas tertentu memberikan jaminan 99 % kesuksesan pengoperasian selama umur
proyek.

TUGAS BESAR PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN WADUK


JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN – FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Anda mungkin juga menyukai