Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

HUKUM TRANSAKSI ELEKTRONIK


Inovasi Keuangan Digital (IKD) dibidang Jasa Pembiayaan (Financing) eks. Fintech P2P Lending dan
Alat Pebayaran

Dosen Pengajar :
Almaududi, S.H., M.H.

Oleh:
Kelompok V :
Farhan Putra Assyah 1810111012
Fadhel Muhammad Handersan 1810111023
Sri Delvi 1810111070
Afifattur Rahmi 1810112020
Muhammad ikhsan 1810112024
Nanang Kosasih 1810112047
Rafiqa Zahra Farhan 1810112089
Fawwazry Aulia 1810112180
Shafira Adianda 1810113065

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan internet menyebabkan terbentuknya dunia baru yang disebut dunia


maya.Di dunia maya setiap individu memiliki hak dan kemampuan untuk berinteraksi dengan
individu lain tanpa batasan apapun yang dapat menghalanginya .Globalisasi yang sempurna
sebenarnya telah berjalan di dunia maya yang kehadiran internet ,sektor bisnis merupakan
sektor yang paling terkena dampak dari perkembangan teknologi informasi dan
telekomunikasi serta paling cepat berkembang dan tumbuh.
Mobilitas manusia yang tinggi menuntut dunia perdagangan mampu menyediakan
layanan jasa barang dengan cepat sesuai permintaan konsumen untuk mengenai masalah
ini,munculah transasksi yang menggunakan media internet sebagai media yang dapat
menghubungkan produsen dan konsumen .selain itu juga berkembang Inovasi Keuangan
Digital (IKD) dibidang Jasa Pembiayaan (Financing) eks. Fintech P2PLending dan alat
pembayaran (eks. Gopay, Shopee Pay).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dan penyelenggaraan ,maksud dan tujuan Inovasi Keuangan
Digital (IKD)?
2. Apa Pengertian dan jenis jasa pembiayaan (financing)
3. Apa itu fintech,manfaat,jenis, dan regulasi?
4. Apa itu Peer to peer lending?
5. Apa yang dimaksud alat pembayaran?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Inovasi Keuangan Digital (IKD)

Pengertian Inovasi Keuangan Digital (IKD)


Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan RI No.13/POJK.02/2018 tentang Inovasi
Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan, Inovasi Keuangan Digital (IKD) adalah aktivitas
pembaruan proses bisnis, model bisnis, dan instrumen keuangan yang memberikan nilai
tambah baru disektor jasa keuangan dengan melibatkan ekosistem digital.
Penyelenggaraan Inovasi Keuangan Digital (IKD)
Menurut pasal 1 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan RI No.13/POJK.02/2018,
Penyelenggara adalah setiap pihak yang menyelenggarakan IKD. Bentuk badan hukum
penyelenggara pasal (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan RI No.13/POJK.02/2018 tentang
Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan.
(1) penyelenggara terdiri dari :

a. Lembaga Jasa Keuangan

b. PIhak lain yang lain yang melakukan kegiatan disektor jasa keuangan

(2) Penyelenggara sebagaimana dimkasud pada ayat (1) huruf b harus berbentuk badan
hukum perseroan terbatas atau koperasi.

(3) Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak diperkenankan
mengelola portofolio atau exposure

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan pencabutan status tercatat atas 6


Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) dan menetapkan tidak berlakunya status
tercatat atas 2 Penyelenggara IKD lainnya. Dari 6 Penyelenggara IKD yang dicabut status
tercatatnya tersebut, terdiri dari 5 mengajukan permohonan pencabutan atas inisiatif sendiri,
dan 1 melakukan perubahan terkait model bisnis, proses bisnis, kelembagaan, dan operasional
IKD tanpa pemberitahuan yang jelas kepada OJK. Adapun status tercatat 2 Penyelenggara
IKD lain dinyatakan tidak berlaku karena berdasarkan hasil Regulatory Sandbox ditetapkan
dapat mengajukan proses pendaftaran dan/atau perizinan dibawah kewenangan satuan kerja
terkait di OJK.
Daftar nama 6 Penyelenggara IKD yang dicabut status tercatatnya di OJK sebagaimana
dimaksud diatas antara lain:
1. Pt Agro Wira Yasa dengan nama platform iGrowChain yang diberikan status tercatat
berdasarkan surat nomor S-93/MS.72/2019 tanggal 26 Maret 2019 dan dikategorikan
dalam klaster Blockchain

2. Pt Afteroil Energi Utama dengan nama platform AfterOil yang diberikan status
tercatat berdasarkan surat nomor S-94/MS.72/2019 tanggal 26 Maret 2019 dan
dikategorikan dalam klaster Blockchain

3. Pt Biosphere Lestari Alam dengan nama platform Biosphere yang diberikan status
tercatat berdasarkan surat nomor S-95/MS.72/2019 tanggal 26 Maret 2019 dan
dikategorikan dalam klaster Blockchain

4. Pt Gapura Data Kreasi dengan nama platform Disitu yang diberikan status tercatat
berdasarkan surat nomor S-107/MS.72/2019 tanggal 26 Maret 2019 dan dikategorikan
dalam klaster Aggregator

5. Pt Yuk Hijra Bersama dengan nama platform Hijra yang diberikan status tercatat
berdasarkan surat nomor S-108/MS.72/2019 tanggal 26 Maret 2019 dan dikategorikan
dalam klaster Financing Agent

6. Pt Loangarage Indonesia dengan nama platform Duit Pintar yang diberikan status
tercatat berdasarkan surat nomor S-271/MS.72/2019 tanggal 25 Oktober 2019 dan
dikategorikan dalam klaster Aggregator

Dengan dicabutnya status tercatat atas 6 Penyelenggara IKD tersebut, maka seluruh
kegiatan operasional keenam Penyelenggara IKD dimaksud diberhentikan sebagaimana
diatur pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi
Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan.
Adapun 2 Penyelenggara IKD lainnya yang status tercatatnya dinyatakan tidak lagi berlaku
diantaranya:
1. Pt Indogold Solusi Gadai dengan nama platform Indogold yang diberikan status
tercatat berdasarkan surat nomor S-102/MS.72/2019 tanggal 26 Maret 2019 dan
dikategorikan dalam klaster Online Gold Depository, yang untuk selanjutnya
diteruskan ke Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK.

2. Pt Stockbit Investa Bersama dengan nama platform Stockbit yang diberikan status
tercatat berdasarkan surat nomor S-106/MS.72/2019 tanggal 26 Maret 2019 dan
dikategorikan dalam klaster Social Network & Robo Advisor, yang untuk selanjutnya
diteruskan ke Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK.

Tujuan Inovasi Keuangan Digital (IKD)


Menurut pasal 2 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan RI No.13/POJK.02/2018 tentang
Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan.
(1) IKD dilaksanakan oleh penyelenggara secara bertanggung jawab

(2) Pengturan IKD dilakukan dengan tujuan untuk :

a. Mendukung pengembangan IKD yang bertanggung jawab

b. Mendukung pemantauan IKD yang efektif

c. Mendorong sinergi di dalam ekosistem digital jasa keuangan

B. Jasa pembiayaan (Financing)


a. Pengertian Pembiayaan
Arti pembiayaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan biaya1. Secara etimologi pembiayaan
berasal dari kata biaya, yaitu membiayai kebutuhan usaha.
Berdasarkan UU No 20 Tahun 2008 yang dimaksud pembiayaan adalah:
Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan lembaga keuangan
bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah.2

1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2008).
2
UU No 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
Pembiayaan secara luas berarti finansial atau pembelanjaan, yaitu pendanaan
yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan
sendiri maupun dijalankan oleh orang lain.3
Sedangkan dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan
pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan. Namun, dalam perbankan
pembiayaan dikaitkan dengan bisnis dimana pembiayaan merupakan pendanaan baik
aktif maupun pasif yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan kepada nasabah dan
bisnis merupakan aktivitas berupa jasa, perdagangan dan industri guna
memaksimalkan nilai keuntungan.4
b. Layanan pengguna jasa layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi

Kegiatan pinjam meminjam uang secara langsung berdasarkan perjanjian


baik tertulis maupun tidak tertulis merupakan praktik yang telah berlangsung di
tengah kehidupan masyarakat. Pinjam meminjam secara langsung banyak diminati
oleh pihak yang membutuhkan dana cepat atau pihak yang karena sesuatu hal
tidak dapat diberikan pendanaan oleh industri jasa keuangan konvensional seperti
Perbankan, Pasar Modal, atau Perusahaan Pembiayaan. Segala manfaat ekonomi,
kerugian yang ditimbulkan, serta dampak hukum dari kegiatan pinjam meminjam
yang dilakukan secara langsung sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pihak
sesuai dengan kesepakatan yang telah diperjanjikan. Praktik dimaksud dinilai masih
terdapat banyak kelemahan yang diantaranya seperti pelaksanaan kegiatan pinjam
meminjam dilakukan oleh para pihak yang sudah saling mengenal dan harus bertatap
muka, subjektifitas terhadap penilaian risiko gagal bayar, kesulitan dalam penagihan
pembayaran, maupun tidak adanya sistemasi pencatatan pelunasan pinjaman yang
telah dilakukan.
Dalam era perkembangan ekonomi digital, masyarakat terus mengembangkan
inovasi penyediaan layanan dalam kegiatan pinjam meminjam yang salah satunya
ditandai dengan adanya penyediaan Layanan Jasa Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi yang dinilai turut berkontribusi terhadap pembangunan dan
perekonomian nasional.
Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi sangat
membantu dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap produk jasa keuangan
3
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 160.
4
Muhammad, Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontemporer (Yogyakarta:UII Press), 260
secara online baik dengan berbagai pihak tanpa perlu saling mengenal. Keunggulan
utama dari Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi antara
lain tersedianya dokumen perjanjian dalam bentuk elektronik secara online untuk
keperluan para pihak, tersedianya kuasa hukum untuk mempermudah transaksi secara
online, penilaian risiko terhadap para pihak secara online, pengiriman informasi
tagihan (collection) secara online, penyediaan informasi status pinjaman kepada para
pihak secara online, dan penyediaan escrow accountdan virtual accountdi perbankan
kepada para pihak, sehingga seluruh pelaksanaan pembayaran dana berlangsung
dalam sistem perbankan. Atas hal ini, Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dana tunai secara cepat,
mudah, dan efisien, serta meningkatkan daya saing. Selain itu, layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi diharapkan dapat menjadi salah satu
solusi untuk membantu pelaku usaha skala mikro, kecil, dan menengah (UMKM)
dalam memperoleh akses pendanaan.
Salah satu jenis jasa keuangan berbasis teknologi informasi yang cukup
populer saat ini adalah model Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi / Fintech peer-to-peer (P2P) Lending.

C. Financial Technology (FinTech)

a. Pengertian Financial Technology (FinTech)

Fintech berasal dari istilah financial technology atau teknologi finansial. Menurut
The National Digital Research Centre (NDRC), fintech merupakan suatu inovasi pada
sektor finansial. Tentunya, inovasi finansial ini mendapat sentuhan teknologi modern.
Keberadaan fintech diharapkan dapat mendatangkan proses transaksi keuangan yang
lebih praktis dan aman. Proses transaksi keuangan ini meliputi proses pembayaran,
proses peminjaman uang, transfer, ataupun jual beli saham.
Dari konsep ini, kemudian muncullah startup yang bergerak di bidang fintech. Di
berbagai negara, startup fintech tengah menjadi tren terkini. Di Indonesia sendiri,
startup fintech juga sudah mulai banyak bermunculan dan diperkirakan akan menjadi
tren di tahun 2018 ini. Startup-startup fintech di Indonesia tersebut, misalnya CekAja,
UangTeman, Pinjam, CekPremi, Bareksa, Kejora, Doku, Veritrans, Kartuku, adalah
beberapa di antaranya. Bahkan, seiring dengan perkembangan startup-startup fintech di
Indonesia, September 2015 lalu telah diluncurkan pendirian asosiasi perusahaan
teknologi finansial bernama FinTech Indonesia.

Layanan yang diberikan oleh startup fintech pastinya berkaitan dengan finansial.
Namun, setiap startup fintech memiliki fokus yang berbeda-beda. Ada startup yang fokus
terhadap bisnis mikro, dengan menyediakan penjualan pulsa, pembayaran tagihan, dan
layanan keuangan. Kemudian ada juga startup yang fokus menyediakan payment
gateway untuk memudahkan berbagai macam urusan pembayaran. Ada juga startup
fintech yang fokus menyediakan produk finansial, seperti kartu kredit, asuransi, dan
investasi. Fintech telah membawa warna baru dalam dunia finansial.

Sejarah Singkat FinTech

Financial Technology (FinTech) adalah salah satu bentuk penerapan teknologi


informasi di bidang keuangan. Alhasil, munculah berbagai model keuangan baru yang
dimulai pertama kali pada tahun 2004 oleh Zopa, yaitu institusi keuangan di Inggris
yang menjalankan jasa peminjaman uang. Kemudian model keuangan baru melalui
perangkat lunak Bitcoin yang digagas oleh Satoshi Nakamoto pada tahun 2008. Dalam
perspektif sejarah, konsep inti dari pengembangan FinTech sebenarnya tidak bisa
dilepaskan dari aplikasi konsep peer-to-peer (P2P) yang digunakan oleh Napster pada
tahun 1999 untuk music sharing. Inovasi yang berkembang di sini adalah
pengadaptasian prinsip jaringan komputer yang diterapkan pada bidang keuangan.
Meski pada mulanya konsep finansial P2P ini diperuntukkan bagi para startup
(wirausaha baru) dalam mencari investor untuk membiayai bisnisnya. Tetapi dalam
perkembangannya finansial P2P ini memiliki partisipan yang lebih luas tidak hanya
para pemodal untuk menginvestasikan uangnya kepada start-up baru. Dengan
banyaknya partisipan yang berkontribusi memasukkan uang maka kemudian menjadi
crowdfunding, sehingga pemanfaatan finansial P2P tidak terbatas bagi para start-up saja
seperti yang dilakukan oleh perusahaan Zopa di Inggris.

b. Manfaat FinTech

1. Kemudahan Pelayanan Finansial

Berkat kehadiran Fintech, proses transaksi keuangan menjadi lebih mudah. Nasabah
juga mendapatkan pelayanan finansial meliputi proses pembayaran, pinjaman uang,
transfer, ataupun jual beli saham dengan cara mudah dan aman. Nasabah bisa
mengakses pelayanan finansial melalui teknologi seperti ponsel pintar maupun laptop.
Sehingga tidak perlu datang langsung ke bank untuk mendapatkan pinjaman demi
memenuhi berbagai kebutuhan. Kehadiran teknologi dalam urusan finasial seperti ini
jelas membantu masyarakat dalam memaksimalkan layanan finansial. Masyarakat yang
memerlukan produk finansial tertentu, cukup mengajukan melalui online. Kemudahan
pelayanan finansial ini tercermin dari proses kerja yang tergolong cepat serta minimnya
kebutuhan dokumen untuk mendapatkan produk finansial terkait.

2. Melengkapi Rantai Transaksi Keuangan

Efek Fintech bagi perekonomian Indonesia salah satunya adalah melengkapi rantai
transaksi keuangan. Faktor kelahiran Fintech ini pun karena ada tuntunan zaman dan
pasar ekonomi. Melalui Fintech segala transaksi keuangan seperti proses pembayaran,
pembiayaan, jual beli dan transfer semakin praktis dan aman. Pun, semuanya bisa
diakses hanya melalui smartphone atau tablet. Peranan Fintech bukan sebagai pengganti
bagi bank konvensional, melainkan sebagai pelengkap rantai transaksi keuangan.
Hadirnya Fintech memperkuat ekosistem keuangan di Indonesia karena bisa
meningkatkan daya beli masyarakat terhadap produk-produk finansial. Hal ini menjadi
kesempatan emas dalam menjangkau masyarakat yang selama ini belum terjangkau oleh
berbagai layanan keuangan.

3. Meningkatkan Taraf Hidup

Selama ini hanya kalangan masyarakat menegah ke atas saja yang mumpuni
menikmati layanan finansial. Bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah),
mengajukan kartu kredit atau KTA bunga rendah saja sepertinya sulit. Hal ini
dipengaruhi oleh peraturan Bank Indonesia yang mewajibkan masyarakat harus
memiliki kartu kredit terlebih dahulu untuk mendapatkan kartu kredit atau pinjaman.
Pernyataan tersebut perlahan sirna karena Fintech memudahkan MBR untuk
mendapatkan pinjaman dana tunai hingga pembayaran dengan cara mudah. Sehingga
dengan adanya Fintech dapat mempercepat terwujudnya inklusi keuangan seluruh
masyarakat Indonesia, bahkan MBR sekalipun. Dan hal ini sekaligus meningkatkan
taraf hidup serta kesejahteraan MBR. Mereka bisa memperoleh pinjaman dengan bunga
rendah untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Pada akhirnya, Fintech turut
mendorong perekonomian Indonesia dengan mengentaskan kemiskinan.
Dilihat dari pengertian dan beberapa manfaat dari Fintech, tidak dipungkiri bahwa
teknologi keuangan ini juga akan mampu membantu Indonesia dalam mengembangkan
teknologi di bidang keuangan. Di dukung oleh sifat masyarakat Indonesia yang
konsumsif, termasuk mengenai teknologi, maka inovasi perkembangan keuangan
digital di Indonesia akan cepat berkembang.
Fintech juga mumpuni menerbitkan sistem pinjaman uang dengan cara transparan.
Masyarakat bisa mengetahui berapa persen bunga yang harus dibayarkan, berapa
cicilan per bulannya dan berapa lama tenor pinjaman yang tersedia. Bahkan di
AturDuit, Anda juga menghitung simulasi cicilan per bulan sesuai jumlah pinjaman
yang diajukan. Jadi, Fintech dapat meringankan persoalan finansial. Secara khusus,
keberadaan Fintech membantu masyarakat dalam membuat keputusan keuangan. Saat
inipun, Fintech jadi salah satu sarana meningkatkan pemasaran produk di tengah
industri keuangan, karena produk online saat ini makin digemari publik.

c. Jenis FinTech di Indonesia


Bisnis perusahaan rintisan (startup) di bidang jasa keuangan berbasis teknologi
(fintech) masih akan terus tumbuh di Indonesia. Alasannya, belum optimalnya peran
perbankan di sektor jasa keuangan dan masih banyak masyarakat yang belum bisa
mengakses perbankan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengklasifikasikan fintech di Indonesia ke dalam dua


kategori. Fintech 2.0 untuk layanan keuangan digital yang operasikan lembaga
keuangan seperti Mandiri Online besutan Bank Mandiri. Fintech 3.0 untuk startup
teknologi yang punya produk dan jasa inovasi keuangan. Badan internasional pemantau
dan pemberi rekomendasi kebijakan mengenai sistem keuangan global, Financial
Stability Board (FSB) membagi fintech dalam empat kategori berdasarkan jenis
inovasi.
Pertama, payment, clearing dan settlement. Ini adalah fintech yang memberikan
layanan sistem pembayaran baik yang diselenggarakan oleh industri perbankan maupun
yang dilakukan Bank Indonesia seperti Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
(BI-RTGS), Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI) hingga BI scripless Securities
Settlement System (BI-SSSS). Contohnya, Kartuku, Doku,iPaymu, Finnet dan Xendit.
Kedua, e-aggregator. Fintech ini menggumpulkan dan mengolah data yang bisa
dimanfaatkan konsumen untuk membantu pengambilan keputusan. Startup ini
memberikan perbandingan produk mulai dari harga, fitur hingga manfaat. Contohnya,
Cekaja, Cermati, KreditGogo dan Tunaiku.
Ketiga, manajemen resiko dan investasi. Fintech ini memberikan layanan seperti
robo advisor (perangkat lunak yang memberikan layanan perencanaan keuangan dan
platform e-trading dan e-insurance. Contohnya, Bareksa, Cekpremi dan Rajapremi.
Keempat, peer to peer lending (P2P). Fintech ini mempertemukan antara pemberi
pinjaman (investor) dengan para pencari pinjaman dalam satu platform. Nantinya para
investor akan mendapatkan bunga dari dana yang dipinjamkan. Contohnya, Modalku,
Investree, Amartha dan KoinWorks.
Direktur Kebijakan Publik Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) mengatakan saat
ini sudah ada 235 penyelenggara fintech yang terdaftar. Pemain dalam sistem
pembayaran yang mendominasi sekitar 39%. “Sub sektor ini dipercaya terus menguat
sejalan dengan semakin banyaknya potensi dan kekuatan solusi dari masing-masing
pihak penyelenggara Fintech. Meski begitu, jumlah pemain P2P lending yang tumbuh
paling pesat. Bila tahun 2016 pelakunya tumbuh 16% maka pada tahun 2017 tumbuh
32%. Pemain P2P lending bertambah sejak OJK meluncurkan aturan P2P lending.
Sisanya terbagi pada sub sektor lain walaupun tidak banyak seperti pada bisnis
pengiriman uang (remittance), securities, asuransi dan lain-liannya.

d. Regulasi FinTech
Menjamurnya fintech tidak dibiarkan liar oleh regulator. Dasar hukum
penyelenggaraan fintech dalam sistem pembayaran di Indonesia yang dikeluarkan Bank
Indonesia (BI), antara lain:
1. Peraturan BI No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan
Transaksi Pembayaran
2. Surat Edaran BI No. 18/22/DKSP perihal Penyelenggaraan Layanan Keuangan
Digital
3. Peraturan BI No. 18/17/PBI/2016 tentang Uang Elektronik.
Dengan adanya dasar hukum yang berlaku, baik penyedia maupun pengguna
fintech bisa melakukan berbagai aktivitas finansial secara lebih aman dan nyaman.
Dalam pemanfaatan fintech, Bank Indonesia memastikan keamanan konsumen,
terutama untuk kerahasiaan data dan informasi kamu. Di sisi lain, Bank Indonesia
juga memastikan bahwa setiap penyedia produk atau layanan fintech telah mematuhi
peraturan yang telah ditetapkan.
OJK pun berperan untuk mengawasi, mengatur industri fintech, dan melindungi
nasabah dengan mengeluarkan aturan terbaru, yakni Peraturan OJK No.
13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital (IKD) di Sektor Jasa Keuangan.
Sebelumnya, OJK telah lebih dulu menerbitkan POJK No. 77/POJK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Ada 11 poin penting yang tertuang di dalam aturan teranyar POJK No. 13/2018,
antara lain mencakup:
1. Mekanisme Pencatatan dan Pendaftaran Fintech
Setiap penyelenggara IKD atau fintech, baik perusahaan startup maupun
Lembaga Jasa Keuangan (LJK) akan melalui 3 tahap proses sebelum mengajukan
permohonan perizinan:
• Pencatatan kepada OJK untuk perusahaan startup/non-LJK. Permohonan
pencatatan secara otomatis termasuk permohonan pengujian Regulatory
Sandbox (ruang uji coba terbatas produk, layanan, model bisnis, dan
teknologi dari fintech). Sedangkan untuk LJK, permohonan Sandbox
diajukan kepada pengawas masing-masing bidang (Perbankan, Pasar Modal,
Industri Keuangan Non-Bank/IKNB)

• Proses Regulatory Sandbox jangka waktu paling lama 1 tahun dan dapat
diperpanjang selama 6 bulan bila diperlukan
• Pendaftaran/perizinan kepada OJK
2. Mekanisme Pemantauan dan Pengawasan Fintech
OJK akan menetapkan Penyelenggara IKD yang wajib mengikuti proses
Regulatory Sandbox. Hasil uji coba Regulatory Sandbox ditetapkan dengan status:
• Direkomendasikan
• Perbaikan
• Tidak direkomendasikan
Penyelenggara IKD yang sudah menjalani Regulatory Sandbox dan berstatus
direkomendasikan dapat mengajukan permohonan pendaftaran kepada OJK. Untuk
pelaksanaan pemantauan dan pengawasan, penyelenggara IKD diwajibkan untuk
melakukan pengawasan secara mandiri dengan menyusun laporan self assessment
yang sedikitnya memuat aspek tata kelola dan mitigasi risiko.
3. Pembentukan Ekosistem Fintech
Untuk memelihara ekosistem keuangan, LJK yang telah memperoleh izin atau
terdaftar di OJK dilarang bekerja sama dengan penyelenggara IKD atau fintech yang
belum tercatat di OJK atau terdaftar di otoritas lain yang berwenang guna
memelihara ekosistem keuangan.
4. Membangun Budaya Inovasi
OJK menginisiasi pembentukan Pusat Inovasi Keuangan Digital (Fintech Center)
dan ekosistem IKD yang bertujuan sebagai sarana komunikasi, koordinasi, dan
kolaborasi antara otoritas terkait dan pelaku IKD, serta wadah Inovasi dan
Pengembangan IKD.
5. Inklusi dan Linterasi
Perusahaan fintech wajib melaksanakan kegiatan untuk meningkatkan literasi
dan inklusi keuangan kepada masyarakat.
6. Bisnis dan Perlindungan Data
Penyelenggara IKD wajib menyediakan pusat pelayanan konsumen berbasis
teknologi sebagai bentuk penerapan edukasi dan perlindungan konsumen beserta
usahanya.
7. Manajemen Risiko yang Efektif
Penyelenggara IKD wajib menerapkan prinsip pemantauan secara mandiri,
menginventarisasi risiko utama, menyusun laporan risk self assessment secara
bulanan, dan memiliki perangkat yang dapat meningkatkan efisiensi dan kepatuhan
atas proses pemantauan yang dilakukan oleh OJK.
8. Kolaborasi
Dengan dibentuknya Fintech Center, maka dapat membantu berjalannya proses
Regulatory Sandbox sebagai langkah inkubasi model bisnis yang inklusif dan
memenuhi prinsip kehati-hatian, serta meningkatkan sinergi antar industri,
pemerintah, akademisi dan innovation hub lain.
9. Perlindungan Konsumen
Penyelenggara wajib menerapkan prinsip dasar perlindungan konsumen, yaitu
(a) transparansi, (b) perlakuan yang adil, (c) keandalan, (d) kerahasiaan dan
keamanan data/informasi konsumen, dan (e) penanganan pengaduan serta
penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau.
10. Transparansi
Fintech wajib menerapkan prinsip pengawasan berbasis disiplin pasar, risiko dan
teknologi terhadap inovasinya, antara lain harus memperhatikan transparansi produk
dan layanan, pasar yang kompetitif dan inklusif, kesesuaian dengan kebutuhan
konsumen, penanganan mekanisme keluhan yang segera, dan aspek keamanan dan
kerahasiaan data konsumen dan transaksi.
11. Anti- Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme
Perusahaan fintech juga wajib menerapkan program anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme di sektor jasa keuangan terhadap konsumen sesuai
ketentuan Peraturan OJK di bidang AML-CFT (Anti Money Laundering and
Counter-Financing of Terrorism)

D. Peer to peer lending


Pengertian
P2P atau Peer to Peer Lending adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan yang
mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan
perjanjian pinjam meminjam dengan menggunakan sistem elektronik dan jaringan internet.
P2P Lending dapat dikatakan sebagai inovasi yang terjadi dalam dunia perbankan khususnya
dalam kegiatan pengajuan pinjaman dana dengan memanfaatkan perkembangan teknologi
yang sudah ada saat ini.

P2P Lending dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 adalah:

“Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi adalah


penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan
penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang
rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.”

Akan tetapi pengaturan dalam peraturan ini tidak mencantumkan atau mengatur
tentang bagaimana tanggung jawab ketika terjadi gagal bayar dalam peer to peer lending,
mitigasi risiko dari gagal bayar diserahkan kepada pihak penyelenggara dalam perjanjian
baku antara pemberi pinjaman dan platform peer to peer lending.

Saat ini, telah banyak perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang peer to peer
lending saat ini yang melakukan kegiataan layanan pinjaman (marketplace), contohnya
adalah investree, amartha, koinworks, modalku, dan lain-lain.

Pengaturan Hukum
1. Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
2. Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UndangUndang No. 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 / POJK.01/ 2016 tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Penyelenggara P2P Lending

Badan hukum Penyelenggara berbentuk: a. perseroan terbatas; atau b. koperasi.


Penyelenggara pinjaman bisa didirikan dan dimiliki oleh Warga Negara/Badan Hukum
Indonesia dan atau Asing. Penyelenggara oleh warga negara asing dan/atau badan hukum
asing, baik secara langsung maupun tidak langsung paling banyak 85% (delapan puluh lima
persen). Artinya, minimum kepemilikan Indonesia adalah 15% dalam layanan P2P.
Perubahan kepemilikan Penyelenggara harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari
OJK.

Adapun tahapan yang harus dilakukan oleh penyelenggara pinjaman adalah sebagai berikut :

1. Pendaftaran.
Penyelenggara yang akan melakukan kegiatan P2P wajib mengajukan
permohonan pendaftaran ke OJK. Sementara, penyelenggara yang sudah melakukan
kegiatan P2P sebelum POJK 77 ini diberi waktu paling lama 6 bulan untuk mendaftar.
2. Perizinan.
Penyelenggara yang telah terdaftar di OJK, wajib mengajukan permohonan
izin sebagai Penyelenggara dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak
tanggal terdaftar di OJK. Jika dalam jangka waktu 1 tahun, Penyelenggara tidak
mengajukan perizinan atau tidak memenuhi persyaratan perizinan, maka status
terdaftarnya di OJK dinyatakan batal. Jika sudah batal status terdaftarnya, OJK
menetapkan bahwa Penyelenggara tidak dapat lagi menyampaikan permohonan
pendaftaran kepada OJK. Modal minimum adalah Rp 1 Miliar saat pendaftaran dan
Rp 2.5 Miliar pada saat mengajukan permohonan perizinan.

Subjek P2P Lending

1. Peminjam
Penerima Pinjaman adalah orang dan/atau badan hukum yang mempunyai utang karena
perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Sebagai
peminjam, yang perlu peminjam lakukan hanyalah mengunggah semua dokumen yang
dibutuhkan untuk mengajukan pinjaman secara online yang di antaranya merupakan
dokumen berisi laporan keuangan dalam jangka waktu tertentu dan juga tujuan peminjam
dalam pinjaman tersebut. Bagi badan usaha yang mendaftar sebagai peminjam, biasanya
diminta menyerahkan juga dokumen identitas, bukti legalitas perusahaan, dan laporan
keuangan usaha.

2. Pendana
Pemberi Pinjaman adalah orang, badan hukum, dan/atau badan usaha yang mempunyai
piutang karena perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Sebagai investor, nantinya pendana memiliki akses untuk menelusuri data-data pengajuan
pinjaman di dashboard yang telah disediakan. pendana juga pastinya bisa melihat semua data
mengenai setiap pengajuan pinjaman, terutama data relevan mengenai si peminjam seperti
pendapatan, riwayat keuangan, tujuan peminjaman (bisnis, kesehatan, atau pendidikan)
beserta alasannya, dan sebagainya.

Resiko

Bank Indonesia mencatat ada beberapa resiko dalam P2P Lending, diantaranya :

1. Pencatatan dan pelaporan Pencatatan yang dilakukan oleh fintech wajib


dilaporkan kepada OJK setiap 3 bulan. Namun demikian, belum ada standardisasi
pengkategorian kredit, sehingga antar fintech yang satu dengan fintech yang lain
dapat berbeda dalam pengakuan NPL.
2. Credit scoring atau penilaian kredit yang dilakukan oleh penyelenggara layanan
penyimpanan untuk menilai semua peminjam yang layak atau tidaknya untuk
menerima pinjaman. Belum ada standardisasi komponen web footprint yang
digunakan dapat berbeda antar credit scoring yang satu dengan yang lain,
sehingga dapat memperoleh hasil yang berbeda.
3. Fraud/ kecurangan. dapat terjadi dalam berbagai bentuk, antara lain peminjam
fiktif, penyaluran pinjaman secara berlebih kepada satu peminjam yang diragukan
tanpa sepengetahuan investor.
4. Penurunan profitabilitas bank. Total aset fintech saat ini masih sangat kecil
dibandingkan total aset perbankan, namun perkembangannya sangat pesat.
Dengan perkembangan tersebut, fintech dapat mempengaruhi stabilitas DPK di
bank yang ada saat ini dan bersaing dalam memperoleh pendapatan dari bunga
kredit dari bank.
5. Penarikan dana investor secara tiba-tiba. Suatu fintech cenderung menyalurkan
pinjaman pada satu wilayah atau satu subsektor tertentu yang dapat
menumbuhkan ketergantungan dari sekelompok peminjam pada pendanaan dari
fintech. Sentimen negatif dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan investor
kepada fintech secara tiba-tiba. Hal ini dapat mempengaruhi keberlangsungan
usaha kelompok peminjam yang tergantung pada fintech.
6. Dari segi IT. Terdapat potensi pencurian data nasabah yang dikelola oleh fintech
jika tidak diimbangi security yang memadai. Jika bank menggunakan teknologi
dari fintech yang digunakan secara plug-in, meningkatkan kerentanan terhadap
cyber attack.
7. Penyaluran kredit kepada debitur bermasalah. Selain kepada peminjam layak yang
belum bankable, terdapat potensi penyaluran pinjaman dari fintech kepada
peminjam yang ditolak oleh bank sehingga lebih berisiko.
8. Proses collection. Skala usaha yang kecil dan pengalaman yang belum lama
menyebabkan proses collection yang dilakukan belum tentu sebaik yang
dilakukan oleh bank sehingga berpotensi menurunkan recovery rate.
9. Exit policy. Belum ada pengaturan bagaimana perlakuan terhadap fintech yang
tutup.

Kelebihan dan kekuragan bagi peminjam


No Kelebihan Kekurangan
1 Suku bunga lebih rendah daripada Suku bunga pinjaman P2P Lending
suku bunga lembaga keuangan melonjak naik saat kelayakan kredit
Bank peminjam jatuh.

2 Proses pinjamanan yang sederhana Jika peminjam telat membayar, tagihan


dan singkat. akan sangat signifikan, di mana jika
peminjam gagal membayar pinjaman
peminjam, jumlah yang harus dibayar
nantinya bisa melejit tinggi.

3 Tidak memerlukan agunan atau Pinjaman P2P Lending bagusnya hanya


jaminan apapun disetiap pinjaman untuk jangka pendek dikarenakan
tagihan yang akan terus menerus naik.

Kelebihan dan kekurangan bagi Pemberi Pinjaman


No Kelebihan Kekurangan
1 P2P Lending sudah resmi diatur dan Pendana tidak dapat menarik lagi
diawasi oleh Otoritas Jasa investasi dana yang telah di masukan
Keuangan (OJK) lewat Peraturan ke P2P Lending
OJK nomor 77/POJK.01/2016.

2 P2P Lending sebagai tempat yang Resiko tidak kembalinya dana pemberi
mudah dan cepat bagi pendana pinjaman yang tidak dikembalikan oleh
untuk mengalokasikan dananya peminjam
yang akan digunakan untuk
berinvestasi.

3 Suku bunga pinjaman yang diterima


memiliki nilai yang signifikan,
sehingga lebih menguntungkan.

4 Memberikan pinjaman melalui


sistem P2P Lending ini juga
memudahkan pendana untuk
mendiversifikasi investasi pendana,
sehingga memperbesar kesempatan
untuk meraup keuntungan yang
lebih besar.
Perbedaan P2P Lending dan Bank

1. Dana pinjaman Bank berasal dari dana nasabah yang dikelola oleh bank untuk
pemberian kredit. Sedangkan dana P2P Lending berasal dari dana investor yang
meminjamkan uang untuk mendapatkan keuntungan berupa suku bunga.
2. Durasi peminjamana sampai pencairan dana di Bank relatif lebih lama dibandingkan
P2P Lending yang terbilang cepat dan singkat.
3. Peminjaman dana pada Bank harus disertai dengan adanya jaminan atau agunan,
sedangkan P2P Lending tidak memerlukan agunan dalam setiap pinjamannya.

E. Alat Pembayaran
Alat Pembayaran (eks Gopay, Shopeepay)
Alat pembayaran di Indonesia berkembang sangat pesat dan maju. Alat
pembayaran terus berkembang dari alat pembayaran tunai (cash based) ke alat
pembayaran nontunai (non-cash) seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper
based) misalnya cek dan bilyet giro yang diproses menggunakan mekanisme
kliring/settlement. Selain itu dikenal juga alat pembayaran paperless seperti transfer
dana elektronik dan alat pembayaran memakai Kartu ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit
dan Kartu Prabayar (card-based).5
Pada satu dekade terakhir, telah terjadi gelombang digitalisasi dan
penetrasinya ke kehidupan masyarakat yang mengubah secara drastis perilaku
masyarakat.
Terkait dengan perkembangan perdagangan secara elektronik telah
memunculkan metode-metode baru dalam pembayaran. Setidaknya terdapat beberapa
cara pembayaran dalam perdagangan secara elektronik, yaitu: transfer langsung
(electronic funds transfer), menggunakan kartu pembayaran (payment card),
menggunakan uang elektronik (electronic money) dan uang digital (digital money).6
Uang elektronik pada hakikatnya merupakan uang tunai tanpa ada fisik (cashless
money), yang nilai uangnya berasal dari nilai uang yang disetor terlebih dahulu
kepada penerbitnya, kemudian disimpan secara elektronik dalam suatu media

5
https://www.bi.go.id/id/fungsi-utama/sistem-pembayaran/default.aspx
6
Rachmadi Usman,” Karakteristik Uang Elektronik dalam Sistem Pembayaran “ Vol 32 No. 1, 2017, hlm 159
elektronik berupa server (hard drive) atau kartu chip, yang berfungsi sebagai alat
pembayaran non tunai kepada pedagang yang bukan penerbit uang elektronik yang
bersangkutan. Nilai uang (monetary value) pada uang elektronik tersebut berbentuk
elektronik (nilai elektronis) yang didapat dengan cara menukarkan sejumlah uang
tunai atau pendebitan rekeningnya di bank untuk kemudian disimpan secara
elektronik berupa kartu penyimpanan dana (stored value card). Bedanya dengan kartu
ATM, kartu debet atau kartu kredit, nilai uangnya tersimpan pada rekening nasabah
yang bersangkutan di bank, sedangkan pada uang elektronik, nilai uangnya tersimpan
pada perangkat sistem komputer, ponsel, kartu prabayar atau kartu chip. Selanjutnya,
ketika pemegang uang elektronik melakukan transaksi pembayaran atau transfer
dana, maka nilai uang yang terdapat dalam uang elektronik tersebut akan berkurang
sesuai dengan nilai transaksi pembayaran atau transfer dana yang dilakukan layaknya
seperti uang tunai. Sebaliknya nilai uang dalam uang elektronik dapat bertambah bila
menerima pembayaran atau pada saat pengisian ulang.7
Saat ini, sudah banyak uang elektronik yang berlaku di Indonesia, ada yang
jenis chip based maupun server based. Uang elektronik dengan jenis server based atau
uang elektronik teregistrasi biasanya pada saat pembuatan uang elektronik ini,
pengguna harus memberikan data identitas dahulu kepada acquirer. Karena uang
elektronik jenis ini saldo yang tersimpan bisa mencapai maksimal Rp. 5.000.000,00
(lima juta rupiah). Pada saat penggunaannya pun harus memasukkan kode PIN
terlebih dahulu. Ada pula uang elektronik jenis server based yang tanpa menggunakan
identitas maupun penggunaan kode PIN, namun saldonya hanya dibatasi maksimal
Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah). Contoh uang elektronik ini seperti TCASH,
Dompetku, XL Tunai, BBM Money, DoKu dan lain-lain.8
Sedangkan uang elektronik jenis chip based atau uang elektronik tidak
teregistrasi biasanya tanpa menggunakan identitas maupun PIN untuk melakukan
transaksi. Batas maksimal saldo uang elektronik jenis chip based Rp. 1.000.000,00
(satu juta rupiah) saja karena uang elektronik ini tidak dapat di blokir jika saja fisik
dari uang elektronik ini rusak, hilang maupun berpindah tangan. Uang elektronik jenis
ini cara transaksinya menggunakan mesin EDC sehingga dalam transaksinya tanpa

7
Ibid, hlm 140
8
Rifqy Tazkiyyaturrohmah, Eksistensi Uang Elektronik Sebagai Alat Transaksi Keuangan Modern, Vol.3, No.1,
Mei 2018Hlm 34
menggunakan PIN. Berikut beberapa contoh uang elektronik jenis chip based seperti
BRIZZI, BCA Flazz, Mandiri e-money, Jakcard dari bank DKI dan lain-lain.9
Berkembangnya bisnis startup di Indonesia juga mempengaruhi transaksi uang
elektronik semakin meningkat. Sebut saja bisnis startup yang sedang tren beberapa
tahun belakang, seperti jasa penyedia transportasi online GoJek ataupun Grab.
Persaingan antara Grab dan Go-Jek tidak hanya seputar bisnis jaringan tranportasi
saja, namun juga persaingan uang elektronik sebagai pendukung bisnis utama
perusahaan. Grab melalui GrabPay dan Go-Jek melalui Go-Pay berjuang
mengembangkan layanan uang elektronik mereka karena ini adalah masa depan
pembayaran dan konsumen cederung lebih loyal untuk bertransaksi jika memiliki
saldo pada uang elektronik mereka.10
Untuk pengakhiran uang elektronik, pengguna bisa melakukan pencairan dana
saldo yang masih ada dari uang elektronik tersebut sampai habis. Karena menurut
Peraturan BI No. 168//PBI/2014 tentag uang elektronik memang ditegaskan bahawa
acquirer uang elektronik juga dilarang untuk menetapkan nilai, baik untuk
penggunaan maupun persyaratan pengakhiran penggunaan redeem. Sehingga harus
menggunakan saldo uang elektroniknya sampai habis yang juga sama seperti
menggunakan uang tunai.

9
Ibid.
10
Ibid.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Perkembangan internet menyebabkan terbentuknya dunia baru yang disebut dunia
maya.Di dunia maya setiap individu memiliki hak dan kemampuan untuk berinteraksi dengan
individu lain tanpa batasan apapun yang dapat menghalanginya .Globalisasi yang sempurna
sebenarnya telah berjalan di dunia maya yang kehadiran internet ,sektor bisnis merupakan
sektor yang paling terkena dampak dari perkembangan teknologi informasi dan
telekomunikasi serta paling cepat berkembang dan tumbuh.
Mobilitas manusia yang tinggi menuntut dunia perdagangan mampu menyediakan
layanan jasa barang dengan cepat sesuai permintaan konsumen untuk mengenai masalah
ini,munculah transasksi yang menggunakan media internet sebagai media yang dapat
menghubungkan produsen dan konsumen .selain itu juga berkembang Inovasi Keuangan
Digital (IKD) dibidang Jasa Pembiayaan (Financing) eks. Fintech P2PLending dan alat
pembayaran (eks. Gopay, Shopee Pay).
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press,
2001)

Muhammad, Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontemporer (Yogyakarta:UII Press)

Rachmadi Usman,” Karakteristik Uang Elektronik dalam Sistem Pembayaran “ Vol 32 No.
1, 2017, hlm 159

Rifqy Tazkiyyaturrohmah, Eksistensi Uang Elektronik Sebagai Alat Transaksi Keuangan


Modern, Vol.3, No.1, Mei 2018Hlm 34

UU No 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan RI No.13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital


di Sektor Jasa Keuangan
Departemen Pendidikan Nasional,

Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008).

http://journal.unpar.ac.id/index.php/veritas/article/download/3057/2715

https://id.wikipedia.org/wiki/P2P_Lending
https://www.bi.go.id/id/fungsi-utama/sistem-pembayaran/default.aspx

Anda mungkin juga menyukai