Anda di halaman 1dari 10

Blog's Lhina CreaMoet

Minggu, 19 Desember 2010

Makalah Prospek Sosial Budaya Dalam Keperawatan

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dan / atau kesehatan dalam kegiatan,
program kesehatan harus mengutamakan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Kegiatan,
proyek dan program kesehatan diselenggarakan agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Kegiatan, proyek dan program kesehatan diselenggarakan
dengan penuh tanggung jawab, sesuai dengan standar profesi dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku serta mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh kebutuhan dan kondisi spesifik daerah.

Prospek perawat profesional di masa depan sangat ditentukan oleh banyak faktor, mulai faktor keadaan
kestabilan sosial-ekonomi-politik di Indonesia dan faktor internal pada diri perawat sendiri.

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan
pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan
termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan
bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan
pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain. Definisi yang
bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para koleganya yang menulis bahwa pendidikan
kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dirancang untuk mempermudah adaptasi
sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan. Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini
lebih dari 80 persen rakyat Indonesia tidak mampu mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau
perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan Jamsostek. Golongan
masyarakat yang dianggap 'teranaktirikan' dalam hal jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan
masyarakat kecil dan pedagang. Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik,
berhubung dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia,
tetapi juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri.

Menjadi seorang tenaga kesehatan (perawat) bukanlah hal yang mudah. Seorang perawat harus
siap fisik maupun mental, karena tugas seorang perawat sangatlah berat. Di Indonesia ini jumlah
perawat memang tidak sedikit, tetapi untuk di pelosok daerah masih banyak masyarakat yang belum
paham akan arti dari profesi tenaga medis. perawat yang siap mengabdi di kawasan pedesaan, artinya ia
juga harus siap dengan konsekuensi yang akan terjadi. Tak mudah mengubah pola pikir ataupun
kebiasaan masyarakat. Apalagi, masalah proses pertolongan atau penyembuhan. Kehadiran tenaga
medis dengan spesialisasi melayani masyarakat di beberapa daerah terpencil merupakan hal yang baru
dan tidak mudah ubtuk beradtasi dengan budaya dan kebiasaan masyarakat.

Setiap individu, keluarga dan masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sehingga dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya. Kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas, terjangkau dan tepat
waktu tidak boleh memandang perbedaan ras, golongan, agama dan status sosial ekonomi seorang
individu, keluarga atau sekelompok masyarakat.

Pembangunan kesehatan yang cenderung urban-based harus terus diimbangi dengan upaya-upaya
pelayanan kesehatan yang bersifat rujukan, bersifat luar gedung maupun yang bersifat satelit pelayanan.
Dengan demikian, pembangunan kesehatan dapat menjangkau kantong-kantong penduduk risiko tinggi
yang merupakan penyumbang terbesar kejadian sakit dan kematian. Kelompok-kelompok penduduk
inilah yang sesungguhnya lebih membutuhkan pertolongan karena selain lebih rentan terhadap
penyakit, kemampuan membayar mereka jauh lebih sedikit.

2. TUJUAN

· Mengetahui tentang gambaran prospek social budaya terhadap pelayanan kesehatan khusunya
keperawatan

· Mengetahui pengaruh social budaya terhadap penerapan pelayanan kesehatan khususnya


keperawatan

· Mengetahui damapak- dampak dari social budaya dalam penerapan pelayanan kesehatan

· Sebagai bahan ajar dan penambahan pengetahuan tentang gambaran prospek social budaya
dalam pelayanan kesehatan.
BAB II

PEMABAHASAN

Prospek pengembangan pelayanan kesehatan yang berdasarkan pada perkembangan social buadaya
khusunya keperawat sangat cerah pada masa mendatang ditinjau dari kekayaan budaya di indonesia.
Namun dapat menimbulkan masalah dalam penerapan pelayanan kesehatan ketika budaya tidak sesuai
dengan penerapan asuahan keperawatn. Antara faktor penyokongnya tersedianya sumber kekayaan
alam Indonesia dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia, sejarah pengobatan tradisional
yang telah dikenal lama oleh nenek moyang dan diamalkan secara turun temurun sehingga menjadi
warisan budaya bangsa, isu global “back to nature” sehingga meningkatkan pasar produk herbal
termasuk Indonesia, krisis moneter menyebabkan pengobatan tradisional menjadi pilihan utama bagi
sebagian besar masyarakat dan kebijakan pemerintah.

Social budaya erat kaitannya dengan pendekatan ilmu antropoligi yaitu Kata Antropologi berasal dari
bahasa Yunani, anthropos dan logos. Anthropos berarti manusia dan logos berarti pikiran atau ilmu.
Secara sederhana, Antropologi dapat dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari manusia. Tentunya kita
akan semakin bertanya-tanya, begitu banyak ilmu yang mempelajari manusia.

Menurut William A. Haviland, seorang antropologi Amerika, Antropologi adalah ilrnu pengetahuan yang
mempelajari keanekaragaman manusia dan kebudayaannya. Dengan mempelajari kedua hal tersebut,
Antropologi adalah studi yang berusaha menjelaskan tentang berbagai macam bentuk perbedaan dan
persamaan dalam aneka ragam kebudayaan manusia.

berusaha mencapai sebuah pemahaman tentang manusia secara fisik, manusia dalam masyarakatnya,
dan manusia dengan kebudayaannya. Secara praktis, Antropologi berusaha membangun suatu
pandangan bahwa perbedaan manusia dan kebudayaannya merupakan suatu hal yang harus dapat
diterima, bukan sebagai sumber konflik tetapi sebagai sumber pemahaman baru, agar secara terus-
menerus manusia dapat merefleksikan dirinya. Secara praktis, kajian ilmu Antropologi dapat digunakan
untuk membangun masyarakat dan kebudayaannya tanpa harus membuat masyarakat dan kebudayaan
itu, kehilangan identitas atau tersingkir dari peradaban.

Dengan demikian jelas bahwa prospek social budaya dalam pelayanan kesehatan khususnya
keperawatan adalah untuk menerapkan pendekatan antropologi yang berorintasi pada keaneka
ragaman budaya baik antar budaya maupaun lintas budaya terhadap asuhan keperawatan yang tidak
membedakan perbedaan budaya dan melaksanakan sesuai dengan hati nurari dan sesuai dengan
standar penerapan tanpa membedakan suku, ras, budaya, dan lain-lian
Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21, termasuk tuntutan
terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin besar. Dengan adanya globalisasi, dimana
perpindahan penduduk antar negara (imigrasi) dimungkinkan, menyebabkan adaya pergeseran terhadap
tuntutan asuhan keperawatan.

Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang kuat, yang dapat
dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan. Perkembangan teori keperawatan
terbagi menjadi 4 level perkembangan yaitu metha theory, grand theory, midle range theory dan
practice theory.Salah satu teori yang diungkapkan pada midle range theory adalah Transcultural Nursing
Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks keperawatan.
Teori ini menjabarkan konsep. keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan
nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting
memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada
klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock.

Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi
dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa
ketidaknyamanan, ketidakberdayaan danbeberapa mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang
sering ditemukan adalah ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau negara

diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi
karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila berteriak atau
menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau berteriak,
maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah
memarahi pasien karena dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami
oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.

1. Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang
diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan
memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan
adalah perlindungan/mempertahankan budaya,mengakomodasi/negoasiasi budaya dan
mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).yang prospeknya terdiri dari

Ø Mempertahankan budaya

Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan.
Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah
dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya
budaya berolahraga setiap pagi

Ø Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi
terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat
memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien
sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber
protein hewani yang lain.

Ø Restrukturisasi budaya

Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat
berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola
rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang
dianut

2. Proses keperawatan

Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam
konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991).
menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan
memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan
dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.

Ø Pengkajian

Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai
dengan latar belakang budaya klien. Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada
"Sunrise Model" yaitu :

1. Faktor teknologi (tecnological factors)

Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan
masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat
atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih
pengobatan alternatif dan persepsi klien

tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.

2. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)

Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya.
Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya,
bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang
dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan
kebiasaan agama yang
berdampak positif terhadap kesehatan.

3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)

Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat
tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan
hubungan klien dengan kepala keluarga.

4. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)

Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap
baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas
pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah :

posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan,
makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan
kebiasaan membersihkan diri.

5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)

Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan
individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada
tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota
keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat

6. Faktor ekonomi (economical factors)

Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk
membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya :
pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain
misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga

7. Faktor pendidikan (educational factors)

Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal
tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh
buktibukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang
sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan
klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman
sakitnya sehingga tidak terulang kembali.

Ø Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang

budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi


keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa

keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural

yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,

gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan

ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang

diyakini.

Ø Perencanaan dan Pelaksanaan

Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses keperawatan yang
tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan
adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar,
1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995)
yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan
kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan
merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.

a. Cultural care preservation/maintenance

1). Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat

2).Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien

3). Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat

b. Cultural careaccomodation/negotiation

1).Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien

2).Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan

3).Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana

kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien

dan standar etik.

c. Cultual care repartening/reconstruction

1).Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang

diberikan dan melaksanakannya

2).Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya


kelompok

3).Gunakan pihak ketiga bila perlu

4).Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan

yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua

5) .Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan

Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing- masing melalui proses
akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan
memperkaya budaya budaya mereka.

Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak

percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan

terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan

menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

Ø Evaluasi

Evaluasi asuhan keperawatan dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya
yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien.
Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN

Ø Prospek social budaya terhadap Keperawatan adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan
yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan,

meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya dan menerapakan pelayanan
keperawatan sesuai dengan latar belakang budaya tanpa merugikan kesehatan atau melanggar prosedur
asuhan keperawatan.

Ø Pengkajian asuhan keperawatan dalam konteks social budaya sangat diperlukan untuk

menjembatani perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh perawat dengan klien

Ø Diagnosa keperawatan transkultural yang ditegakkan dapat mengidentifikasi

tindakan yang dibutuhkan untuk mempertahankan budaya yang sesuai dengan

kesehatan, membentuk budaya baru yang sesuai dengan kesehatan atau bahkan

mengganti budaya yang tidak sesuai dengan kesehatan dengan budaya baru.

Ø Perencanaan dan pelaksanaan proses keperawatan transkultural tidak dapat begitu

saja dipaksakan kepada klien sebelum perawat memahami latar belakang budaya

klien sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan budaya klien.

Ø Evaluasi asuhan keperawatan transkultural melekat erat dengan perencanaan dan

pelaksanaan proses asuhan keperawatan transkultural.

2. SARAN

· Penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan olehnya itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun sebagai bahan ajar untuk penyusunan berikutnya

DAFTAR PUSTAKA

Cultural Diversity in Nursing, (1997), Transcultural Nursing ; Basic Concepts and Case Studies, Ditelusuri
tanggal 17 desember 2010”http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing”

Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts,Theories, Research and
Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies

Understanding The Theoretical Basis of Transcultural Nursing Care.Ditelusuri tanggal 17desember 2010
dari “http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing”
Transcultural NursingModels ; Theory and Practice, Ditelusuri tanggal 17 september 2006 dari

“http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing”

http://www.google.com/rnc.org/info.konsep dasar transculturalnursing”

http://www.google.com/rnc.org/sosial budaya dan proyeksinya”

Blog's Lhina CreaMoet di 04.12

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

Mengenai Saya

Foto saya

Blog's Lhina CreaMoet

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai