Anda di halaman 1dari 34

DAFTAR PANDUAN PRAKTIS KLINIS (PPK) & CLINICAL PATHWAY

No. JUDUL PPK Clinical Pathway


1 Moderate Protein-Calorie Malnutrition (ICD10-E44) ada
2 Severe Protein-Calorie Malnutrition (ICD10-E40-sampai E42) ada
3 Obesity Due To Excess Calorie (ICD10-E66.0) ada
4 Malnutrition Related Diabetes Melitus without Complication (ICD10-E12.9) ada
5 Malnutrition related Diabetes Melitus with peripheral circulatory complications ada
(ICD10-E12.5)
6 Malnutrition-Related diabetes mellitus with renal complications (ICD10-E12.E74.8) ada
7 Malignant Neoplasma, Unspecified (termasuk Cachexia) (ICD10-C80.9) ada
8 Dysphagia (ICD10-R13) ada
9 Disorders of Plasma-Protein, Not Else Classified (Termasuk Hipoalbuminemia) ada
(ICD10-E88.0)
10 Dyslipidemia (ICD10-E78.1) Rawat jalan
11 Iron Deficiency Anaemia (ICD10-D.50.9) ada
12 Prosedur: Nutrisi Enternal (ICD9CM-96.6) Prosedur tindakan
13 Prosedur: Nutrisi Parenteral Total (ICD9-CM 99.15) Prosedur tindakan
14 Prosedur: Dietary Counselling (ICD9CM-V65.3) ??? Prosedur tindakan
15 Prosedur: Pemasangan Naso Gatric Tube (NGT) (ICD9CM-99.07) Prosedur tindakan
16 Assessment Nutritional Status by BMR (ICD 9 CM 89.39) Prosedur tindakan
17 Diagnostic physical therapy, Body measurement (ICD 9 CM 93.07) Prosedur tindakan
18 Special Screening examination for nutritional disordes (ICD 10 Z13.2) PPK belum

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


PROSEDUR TINDAKAN
RUMAH SAKIT STELLA MARIS
2013-2015
Prosedur: Pemasangan Naso Gastric Tube (NGT) (ICD9CM-99.07)
1. Pengertian (Definisi) Selang yang dimasukkan melalui hidung sampai ke lambung.
Digunakan untuk memberikan nutrisi dan obat-obatan kepada
seseorang yang tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan,
cairan, dan obat-obatan secara oral. Juga dapat digunakan
untuk mengeluarkan isi dari lambung.
2. Indikasi 1. Pemberian nutrisi enternal antara lain pada:
a) Pasien dengan kesadaran menurun
b) Perdarahan saluran cerna
c) Disfagia berat
2. Pasien yang mengalami stress berat yang tidak akan bias
makan peroral dalam 5-7 hari atau lebih, antara lain:
a) Trauma berat atau luka bakar
b) Setelah reseksi usus halus
c) Mengembalikan aktivitas fungsi saluran cerna
d) Fistula enterocutaneous low output (<500 mL/hari)
3. Pasien malnutrisi dengan asupan peroral tidak adekuat.
3. Kontra Indikasi 1. Absolut:
a) Asupan oral adekuat
b) Usus tidak berfungsi (gangguan anastomosis, obstruksi
saluran cerna, perforasi, nekrosis usus atau iskemia
usus)
c) Peritonitis general
d) Syok berat yang tidak terkontrol
e) Trauma basis cranial, trauma fasial, nasal injury,
abnormal nasal anatomy
2. Relatif:
a) Distensi abdomen atau diare berat yang lama
b) Peritonitis lokal, abses intra abdominal, perdarahan
saluran cerna bagian atas yang aktif
c) Resiko terjadinya aspirasi
d) Usus sangat pendek kurang dari 70 cm atau fistula letak
tinggi
e) Abnormal oesophageal tract (stricture, tumor atau
trauma)
f) Penyakit stadium akhir
g) Dementia, agitasi dan kebingungan
4. Persiapan 1. Pasien:
a) Informed consent
b) Berikan penjelasan tentang manfaat pemberian nutrisi
melalui NGT dan resikonya bila tidak dilakukan.
c) Berikan lembar Informed consent kepada pasien atau
keluarga bila setuju dilakukan pemasangan NGT.
2. Alat:
a) Pipa lambung nasogastrik sesuai ukuran (ukuran 12-16 fr)
b) Jelly
c) Spoit 50 cc
d) Stetoskop
e) Lampu senter/pen light
f) Handuk kecil
g) Tissue
h) Handschoen steril 1 pasang
i) Plester
j) Nierbekken
k) Bak instrument
l) Air minum
5. Prosedur Tindakan 1. Apabila penderita sadar; penjelasan prosedur tindakan,
tujuan, efek samping dan informed consent kepada pasien.
Apabila pasien tidak sadar; penjelasan prosedur tindakan,
tujuan, efek samping dan informed consent kepada keluarga
pasien
2. Alat-alat diletakkan disisi sebelah kepala penderita
3. Petugas mencuci tangan yang bersih
4. Jika pasien sadar, posisikan duduk
5. Jika pasien tidak sadar, posisikan pasien tidur terlentang
kepala ditinggikan pakai 1-2 bantal
6. Periksa dan perbaiki kepatenan nasal
7. Bersihkan mucus dan sekresi dari hidung dengan tissue
lembab, periksa adakah infeksi, kelainan anatomi, dll
8. Tempatkan handuk diatas dada pasien
9. Gunakan sarung tangan
10. NGT diukur, dengan meletakkan ujung NGT pada telinga
kemudian ke hidung dan memanjang lurus ke procesus
xiphoideus, lalu diberi tanda panjang 45 cm atau 50 cm
pangkal NGT di kleim.
11. Ujung NGT diolesi dengan jelly
12. Bila sadar untuk menelan bersama dengan NGT dimasukkan
13. Secara perlahan NGT dimasukkan kedalam lambung melalui
lubang hidung
14. Masukkan pipa lambung lebih dalam ke esophagus dengan
memberikan tekanan lembut tanpa memaksa saat pasien
menelan (jika pasien batuk atau pipa lambung menggulung
di tenggorokan, tarik pipa lambung ke faring dan ulangi
langkah-langkahnya).
15. Ketika tanda plester pada selang mencapai jalan masuk ke
lubang hidung, hentikan insersi selang dan periksa
penempatannya, minta pasien membuka mulut untuk
melihat pipa lambung
16. Pastikan NGT masuk ke dalam lambung dengan cara:
 Buka kleim, jika keluar cairan berarti sudah masuk dalam
lambung
 Masukkan udara kedalam lambung sebanyak 30 cc
segera, tenaga kesehatan yang satu mendengar dengan
stetoskop didaerah lambung, bila terdengar hembusan
udara berarti NGT sudah benar masuk lambung
17. Untuk mengamankan pipa lambung: gunting bagian tengah
plester sepanjang 2 inch, sisakan 1 inch tetap utuh,
tempelkan 1 inchi plester pada lubang hidung, lilitkan salah
satu ujung, kemudian yang lain, satu sisi plester lilitan
mengitari pipa lambung.
6. Pasca Prosedur Tindakan Dokumentasi:
1. Tanggal dan waktu insersi pipa lambung
2. Warna dan jumlah residu lambung
7. Tingkat Evidens I, II
8. Tingkat Rekomendasi C
9. Penelaah Kritis
10. Indikator Prosedur Tindakan Aspirasi cairan lambung dapat dibuktikan.
11. Kepustakaan 1. NHS Trust. 2012. Guidance on the insertion of Nasogastric
(NG) tubes, management of feeds and administration of
medicines via an NG tube or via a Percutaneous Endoscopic
Gastric tube (PEG) in adults
2. PDGKI. Pedoman Tata Laksana Gizi Klinik. Lukito, W, editor.
Jakarta: PDGKI; 2008.
3. Nasogastric tube insertion university of Ottawa. Department
of Emergency Medicine. 2003
4. Hasse JM, Materase LE., Enteral dan parenteral nutrition
support, 12 th Ed, saunders Elsevier, Canada, 2008.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


PROSEDUR TINDAKAN
RUMAH SAKIT STELLA MARIS
2013-2015
OBESITY DUE TO EXCESS CALORIE
(ICD10-E66.0)
1. Pengertian (Definisi) Kelebihan berat badan disebabkan ketidak seimbangan energi
yang masuk dan dikeluarkan oleh tubuh yang ditandai dengan
kelebihan lemak dalam tubuh (chronic overnutrition)
2. Anamnesis 1. Riwayat peningkatan berat badan
2. Riwayat keluarga dengan obesitas
3. Pola makan sehari-hari termasuk kebiasaan makan dan
asupan makan dalam 24 jam terakhir
4. Adanya gangguan pola makan (eating disorder)
5. Pola aktivitas fisik
6. Psikogenik (riwayat adanya stress, depresi)
3. Pemeriksaan Fisik 1. Indeks massa tubuh (IMT)
2. Lingkar pinggang
3. Tebal lipatan kulit (Triseps, biseps, subskapula dan
suprailiaka)
4. Komposisi lemak tubuh
4. Kriteria Diagnosis 1. IMT 25-29,9 kg/m2 (Pra obes I), IMT 30-34,9 kg/m 2 (Obes I),
IMT 35-35,99 kg/m2 (Obes II)
2. Lingkar pinggang >80 cm pada wanita, >90 cm pada pria
3. % Lemak tubuh ≥25 pada laki-laki dan ≥33 pada wanita
(berdasarkan table durmin)
5. Diagnosis Kerja Obesity Due To Excess Calorie (ICD10-E66.0).
6. Diagnosis Banding 1. Other Obesity (Morbid obesity) (ICD10-E66.8)
2. Obesity unspecified (simple obesity) (ICD10-E66.9)
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Komposisi tubuh dengan BIA
2. Laboratorium:
a) Profil lipid (kolesterol total, LDL-C, HDL-C, Trigliserida)
b) Kadar gula darah puasa
c) SGOT, SPGT
d) Asam urat
e) USG Abdomen (Fatty Liver)
8. Terapi 1. Terapi Diet:
a. Diet rendah kalori, rendah lemak deficit 600 kkal/hari,
atau 15-30% dari kebiasaan asupan harian dengan target
penurunan berat badan:
IMT 25-35 kg/m2:5-10% dari berat badan biasanya
IMT >35 kg/m2:15-20% dari berat badan biasanya
b. Diet rendah kalori antara 800-1200 kkal/hari
c. Diet sangat rendah kalori (<800 kkal/hari) selama 3-4
bulan.
2. Farmakoterapi jika IMT ≥30 kg/m2 atau IMT ≥27 kg/m2 yang
disertai adanya komorbid (hipertensi, DM tipe 2, dsb) =
Orlistat 120 mg 3 kali sehari.
Evaluasi pada 3 bulan I, target penurunan berat badan pada
non diabetes >5% dan pada diabetes >3%, jika tercapai
pengobatan dilanjutkan sampai 12 minggu, bila gagal,
pengobatan dihentikan.
3. Suplementasi mikronutrien (vitamin A, D, B, C, Fe, Se, Zn)
sesuai angak kecukupan gizi (AKG) khususnya pada diet
rendah kalori dan sangat rendah kalori.
4. Serat 25-30 g/hari
5. Aktufitas fisik dengan intensitas sedang diawali 30 menit 3
kali/minggu ditingkatkan sampai 60 menit
9. Edukasi 1. Mengurangi asupan makan terutama dari sumber makanan
(Hospital Health Promotion) padat kalori (tinggi lemak, tinggi karbohidrat)
2. Meningkatkan asupan makan sumber serat
3. Meningkatkan aktivitas fisik (minimal 30 menit/hari),
misalnya jogging, bersepeda, dsb.
10. Prognosis Ad vitam : dubiaadadbonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad Fungsionam : dubiaadadbonam/malam
11. Tingkat Evidens I, II
12. Tingkat Rekomendasi A, B
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis 1. Tingkat kepatuhan terhadap diet dan perubahan gaya hidup
2. Penurunan berat badan sesuai target
15. Kepustakaan 1. WHO expert consultation. 2004. Appropriate body-mass
index for Asian populations and its implications for policy
and intervention strategies. Lancet; 363: 157-63
2. SIGN. Management of obesity. A national clinical guideline.
2010.
3. Management of Obesity in Adults: European Clinical Practice
Guidelines. Obesity Facts. 2008;1:106-116.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


PROSEDUR TINDAKAN
RUMAH SAKIT STELLA MARIS
2013-2015
Prosedur: Nutrisi Parenteral Total (ICD9-CM 99.15)
1. Pengertian (Definisi) Metode pemberian formula nutrisi melalui jalur intra vena
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
2. Indikasi 1. Traktus gastrointestinal tidak berfungsi dan tidak dapat
digunakan
2. Obstruksi total usus
3. Peritonitis
4. Muntah yang tidak terkontrol
5. Diare berat (>1500 mL/hari)
6. IIeus berat
7. Fistula enterokutan high-output (>500 mL/hari) kecuali bila
pemberian makanan dapat dilakukan melalui bagian distal
fistel
8. Sindroma usus pendek (short bowel syndrome)
9. Malabsorpsi berat
10. Pancreatitis akut berat
11. Kebutuhan mengistirahatkan usus, seperti pada penyakit
ulcerative colitis, granulomatous enterocolitis, tubercular
enteritis, dan infectious atau parasitic enterocolitis
3. Kontra Indikasi 1. Traktus gastrointestinal berfungsi dan dapat digunakan
2. Hemodinamik tidak stabil
3. Prognosis pasien tidak memberikan manfaat dengan
dukungan nutrisi yang agresif
4. Resiko lebih banyak dibandingkan manfaat
5. Tidak ada akses vena
4. Persiapan 3. Pasien:
d) Hemodinamik stabil
e) Telah terpasang jalur intravena sentral baik CVC atau
PICC
4. Bahan:
m)Larutan Dektrose ≥ 25% 1000 ml
n) Larutan asam amino ≥ 10% 1000 ml
o) Larutan lipid 20% 250 ml
p) Larutan elektrolit 500 ml
q) Multivitamin dan mineral
r) Atau sediaan multichamber yang setara (two in one atau
three in one)
5. Prosedur Tindakan 1. Menilai status gizi pasien
2. Menghitung kebutuhan energi
3. Menghitung kebutuhan cairan
4. Menentukan komposisi makronutrien dan mikronutrien
(termasuk elektrolit)
Kebutuhan Makronutrien Maksimum Dosin/Dosis
& Mikronutrien Harian
Glukosa 7 g/kg/hr ; 4-5mg/kg/mnt
Protein 2 g/kg/hr
Lipid 2,5 g/kg/hr
Na, K 1-2 meq
Phosfor 20-40 mmol
Ca 10-15 meq
Mg 8-20 meq
Thiamin 6 mg
Riboflavin 3,6 mg
Niacin 40 mg
Folic acid 600 mcg
Phantotenic acid 15 mg
Piridoksin 6 mg
Cianokobalamin 5 mcg
Biotin 60 mcg
Ascorbic acid 200 mg
Vitamin A 3300 IU
Vitamin D 200 IU
Vitamin E 10 IU
Vitamin K 150 mcg
Zinc 2,5-5 mg
Selenium 20-60 mcg

5. Menentukan kecepatan tetesan infus per 24 jam


6. Pasca Prosedur Tindakan 1. Monitoring asupan per hari
2. Monitoring keseimbangan cairan
3. Monitoring antropometri (per minggu)
4. Monitoring laboratorium:
a. GDS setiap 6 jam pada 48 jam pertama setelah
pemberian PN, selanjutnya setiap hari
b. SGOT, SGPT: awal pemberian PN selanjutnya sekali/mgg
c. Ur, Cr: awal pemberian PN selanjutnya sekali/mgg
d. Trigliserida: diawal pemberian PN pada 48 jam pertama,
kemudian seminggu 1 kali sesudahnya.
e. Elektrolit: (Na, K, Cl, Mg, P) diawal pemberian PN dan
selanjutnya 3 kali/mgg
5. Monitoring tanda-tanda komplikasi akses intravena
7. Tingkat Evidens I, II
8. Tingkat Rekomendasi C
9. Penelaah Kritis
10. Indikator Prosedur Tindakan 1. Terpenuhi criteria indikasi pemberian tindakan
2. Persiapan tindakan sesuai prosedur
3. Persetujuan tindakan setelah informed consent
4. Komplikasi metabolik tidak terjadi atau minimal dengan
monitoring klinis yang ketat
5. Stop nutrisi parenteral total jika fungsi saluran cerna telah
ada, dan lakukan transitional feeding.
11. Kepustakaan 1. McCarnish M, Riella MC, Rombeau JL, et al. Total Nutrition
Therapy. Manual Book. USA.
2. Mirtallo J, Canada T, Johnson D et al. For the task Force for
the Revision of safe Practices for Parenteral Nutrition. JPEN
Nutr.; 2004:28.
3. Gottschlich MM, De Legge MH, Mattox T, Muller C,
Worthington P. The ASPEN Nutrition Support Core
Curriculum. A Case based Approach-the Adult Patient. 2007
4. Pittiruti M, Hamilton H, Biffi R, MacFie J, Pertkiewicz M.
ESPEN Guidelines on Parenteral Nutrition: Central Venous
Catheters (access, care, diagnosis and therapy of
complications). Clinical Nutrition 28 (2009) 365-377
5. NHS Trust. Clinical Guideline for Adult Total Parenteral
Nutrition in the Hospital Setting. 2006.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


PROSEDUR TINDAKAN
RUMAH SAKIT STELLA MARIS
2013-2015
Prosedur: Nutrisi Parenteral Perifer (ICD9-CM 99.15)
1. Pengertian (Definisi) Metode pemberian formula nutrisi melalui jalur intravena (vena
perifer) untuk memenuhi kekurangan kebutuhan nutrisi dari
asupan oral dan atau enteral
2. Indikasi Kondisi status gastrointestinal fungsional namun asupan nutrisi
per oral dan atau enteral tidak adekuat ( <60% kebutuhan
energi) seperti pada:
1) Kebutuhan nutrisi sangat tinggi (luka bakar)
2) Gangguan digesti saluran cerna (tetanus)
3) Gangguan absorbs saluran cerna (short bowerl syndrome,
irritable bowel disease)
3. Kontra Indikasi Kondisi status gastrointestinal fungsional dimana asupan nutrisi
per oral dan enteral adekuat
4. Persiapan 1. Pasien:
f) Telah terpasang jalur intravena (vena perifer)
2. Bahan:
Larutan Nutrisi dengan osmolaritas < 900 mOsm/L
Osmolarity (mOsml/L)=(gr Dextrose/L) × 5 + (gr aminoacid/L)
× 10 + (mEq cations/L) × 2
s) Larutan Dekstrose ≤10%
t) Larutan asam amino ≤10%
u) Larutan lipid 20% 100 ml, 250 ml
v) Larutan elektrolit 500 ml
w) Multivitamin & mineral
x) Atau sediaan multichamber two in one
5. Prosedur Tindakan 1. Menilai status nutrisi pasien
2. Menghitung kebutuhan energi
3. Menghitung kebutuhan cairan
4. Menentukan komposisi makronutrien & mikronutrien
5. Menentukan kecepatan tetesan infuse per 24 jam
6. Pasca Prosedur Tindakan 1. Monitoring asupan per hari
2. Monitoring antropometri (per minggu)
3. Monitoring laboratorium: GDS, GOT, GPT, ur, cr, trigliserida,
elektrolit (Na, K, Cl, Mg, P)
7. Tingkat Evidens IV
8. Tingkat Rekomendasi C
9. Penelaah Kritis
10. Indikator Prosedur Tindakan 1. Terpenuhi kriteria indikasi pemberian tindakan
2. Persiapan tindakan sesuai prosedur
3. Persetujuan tindakan setelah informed consent
4. Komplikasi metabolic tidak terjadi atau minimal dengan
monitoring klinis yang ketat
5. Stop jika 75-80% energi atau 90-100 kkal/kgbb, pasien
dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi per oral dan enteral
adekuat
11. Kepustakaan 1. Cnada T, crill C, Gueter P. Parenteral Nutrition Handbook.
ASPEN. 2009.
2. Mirtall JM. Parenteral nutrition therapy; 208: 7-40
3. Dietisien Association of Australia Nutrition manual for adult
in health care; 2011: 5-71
4. Rollins CJ. Peripheral Parenteral Nutrition.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
PROSEDUR TINDAKAN
RUMAH SAKIT STELLA MARIS
2013-2015
MODERATE PROTEIN-CALORIE MALNUTRITION (ICD10-E44)
1. Pengertian (Definisi) Kekurangan energy dan protein derajat sedang yang disebabkan
oleh factor primer, yaitu asupan gizi yang tidak adekuat atau
tidak berkualitas dan dapat disebabkan oleh penyebab
sekunder
2. Anamnesis 1. Asupan makan menurun
2. Penurunan berat badan tanpa sengaja (>5% dalam 3-6
bulan)
3. Penurunan nafsu makan
4. Kesulitan mengunyah
5. Kesulitan menelan
6. Keluhan mual
7. Keluhan muntah
8. Keluhan diare
3. Pemeriksaan Fisik 1. Konjunctiva anemis
2. Kehilangan lemak subkutan
3. Abdomen tampak cekung
4. Kekuatan genggam menurun
5. Ekstremitas wasting
6. Kekuatan genggam menurun
7. Pemeriksaan indeks massa tubuh 16-16,9 kg/m2
8. Pemeriksaan lingkar lengan atas 19-21,9 cm
4. Kriteria Diagnosis Sesuai dengan criteria anamnesis dan pemeriksaan fisis
5. Diagnosis Kerja MODERATE PROTEIN-CALORIE MALNUTRITION
(ICD10-E44)
6. Diagnosis Banding 1. Severe protein calorie malnutrition
2. Mild protein-calorie malnutrition
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Kadar albumin
2. Kadar protein total
3. Kadar nitrogen urea urin
4. Kadar elektrolit
5. Darah lengkap
8. Terapi 1. Koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Kebutuhan energi:
Menggunakan formula RUTF atau F75 dan F100 (bila alergi
RUTF atau menggunakan NGT) atau formula modifikasi.

Fase I: fase stabilisasi dan transisi


Tabel 1. Kebutuhan energy Sesuai umur
Usia Kebutuhan Volume diet yang
(tahun) energi dibutuhkan
a
harian (mL/kg/jam)
Kkal/kgbb F-75 F-100
7-10 75 4,2 3,0
11-14 60 3,5 2,5
15-18 50 2,8 2,0
19-75 40 2,2 1,7
>75 35 2,0 1,5
Tabel 2. Kebutuhan energy berdasarkan berat badan dan
freuensi pemberian makan
Berat 8×/hari/ml 6×/hari/ml 5×/hari/ml
(kg)
15-19,9 260 300 400
20-29,9 300 350 450
30-60 350 400 500

Fase II: Fase rehabilitasi


Berat 6×/hari/ml 5×/hari/ml
(kg)
15-19,9 550 650
>20 750 900

3. Kebutuhan protein 1,2-2 g/kg


4. Suplemen vitamin dan mineral iron 200 mg dan folat 200
mcg.
5. Vitamin C 300 mg/hari
6. Zn 20 mg/hari
9. Edukasi 1. Motivasi penderita mengkonsumsi makanan sesuai anjuran
(Hospital Health Promotion) 2. Konsumsi makanan bernilai gizi tinggi energy dan protein.
3. Perhatikan variasi makanan
10. Prognosis Ad vitam : dubiaadadbonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad Fungsionam : dubiaadadbonam/malam
11. Tingkat Evidens I
12. Tingkat Rekomendasi A/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis 1. Asupan membaik
2. Kenaikan berat badan/LILA
15. Kepustakaan 1. WHO expert consultation. 2004. Appropriate body-mass
index for Asian populations and its implications for policy
and intervention strategies. Lancet; 363: 157-63
2. Unicef. 2006. Interim Guidelines For The Management Of
Acute Malnutrition In Adolescents And Adults
3. Evidence based practice guidelines for the nutritional
management of malnutrition in adult patients across the
continuum of care. Nutrition & Dietetics 2009; 66
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
PROSEDUR TINDAKAN
RUMAH SAKIT STELLA MARIS
2013-2015
Malnutrition-Related diabetes mellitus with renal complications (ICD10-E12.E74.8)
1. Pengertian (Definisi) Malnutrisi yang ditemui pada penderita diabetes mellitus
disertai gangguan fungsi ginjal.
2. Anamnesis 1. Riwayat penyakit diabetes mellitus
2. Riwayat penurunan berat badan, minimal 5% dalam 3-6
bulan.
3. Luka di anggota tubuh baik ganggren ataupun ulcer
4. Riwayat keluarga penderita DM
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan indeks massa tubuh
2. Pemeriksaan lingkar lengan atas
3. Konjunctiva anemis
4. Kehilangan lemak subkutan derajat ringan-berat
5. Terdapat gangguan fungsi ginjal
4. Kriteria Diagnosis 1. Pemeriksaan indeks massa tubuh ≤18,49 kg/m2 atau
pemeriksaan lingkar lengan atas 75,1-85%
2. HbA1c > 6,5% atau
3. Kadar Gula darah spuasa: >126 mg/dl atau
4. Kadar Gula darah 2 jam pp: > 200 mg/dl atau GDS > 200
mg/dl (hiperglikemia kritis/gejala hiperglikemia klasik)
5. Laju Filtrasi glomerulus dihitung dengan rumus MDRM
(Modification of Diet in Renal Disease)
5. Diagnosis Kerja Malnutrition-Related diabetes mellitus with renal complications
(ICD10-E12.E74.8) include: Chronic Kidney Disease
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang 1. GDP
2. GD2PP
3. HbA1c
4. GDS
5. Albumin serum
6. Hb
7. Leukosit
8. Tes fungsi Hati
9. Profil lipid
10. Ureum dan Kreatinin serum
11. Albuminuria
12. Urine Urea nitrogen (UUN)
13. Electrolit dan kalsium serum
8. Terapi 1. Nutrisi diberikan dalam bentuk formula oral, enteral, dan
parenteral sesuai kondisi.
2. Pada pasien gizi baik
 Energy 27 kkal/kgbb/hr (pasien yang diterapi insulin)
Atau 35 kkal/kgbb/hr (tanpa insulin umur <60 th) atau
30-35 kkal/kgbb/hr (tanpa insulin umur >60 th) atau 30-
35 (tanpa insulin dengan menggunakan BBI)
 Penggunaan Adjusted Body weight pada pasien obes,
pengurangan 25% BB dan penambahan 25% pasien
underweight.
3. Karbohidrat kompleks 50-60%
4. Kebutuhan protein tanpa dialysis:
GFR=25-70 ml/min: 0,55-0,60 (2/3 HBV) dan GFR <25
ml/min: 0,55-0,60 (2/3 HBV) atau 0,28 + EAA or EAA + KA
Ketoacid/amino supplementation: 10-15-20 tablet (0,1
g/kgbb/hari)
Kebutuhan protein dengan dialysis: 1,1-1,2 gr/kgbb/hari
5. Lemak ≥30% (MUFA 32%) atau 25-30% (jika terdapat
hiperlipidemia)
6. Serat 25-30 gr/hari
7. Kebutuhan vitamin dan mineral
Dialisis:
 Phospat 800-1000 mg/hr
 Kalium 2000-2500 mg/hr
 Natrium 1,8-2,5 gr/hr
 Vitamin B6 10-20 mg/hr
 Vitamin C 30-60 mg/hr
 Zink 15 mg/hr
 Selenium 50-70 mcg/hr
 Asamfolat 1 mg/hr
 Perlu penambahan fortifikasi makanan mengandung
vitamin D.
Non Dialisis:
 Natrium <2 gr/hr
 Kalium 40-70 mEg/hr
 Phosphor ≤10 mg/kgbb/hr
 Kalsium 1400-1600 mg/hr
Perlu dipikirkan pemberian Fe via oral dan IV pasien dialysis
dan non dialysis.
8. Kebutuhan Cairan: IWL + volume urine

EAA: Esential Amino Acid KA: Ketoacid


9. Edukasi 1. Motivasi penderita mengkonsumsi makanan sesuai anjuran
(Hospital Health Promotion) 2. Konsumsi protein bernilai biologic tinggi
3. Pengetahuan mengenai sumber makanan bahan
karbohidrat.
4. Pengetahuan mengenai indeks glikemik, glikemik load bahan
makanan.
10. Prognosis Ad vitam : dubiaadadbonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad Fungsionam : dubiaadadbonam/malam
11. Tingkat Evidens I, II
12. Tingkat Rekomendasi A, B, C, D
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis 1. Peningkatan GFR atau perbaikan fungsi ginjal
2. Asupan kalori dan protein adekuat
3. Kadar Glukosa darah terkontrol
4. Nitrogen Balans
15. Kepustakaan 1. American Dietietiecs Association. 2008. Position statement:
Nutrition recommendation and intervention in diabetes.
2. American Diabetes Association. Standards Of Medical Care
In Diabetes. Diabetes Care. 2013.
3. ESPEN Congress Nice. 2010. Feeding the Malnorished
Diabetic.
4. Recommendation Summary Chronic Kidney Disease (CKD)
Coordination Care. National Kidney foundation K/DOQI
Clinical Practice Guideline, 2006.
5. Lindholm B. Nutrional Management in Chronic kidney
Diseases and After Transplantation. ESPEN congress Nice.
2010.
6. ASPEN. Clinical Guideline: Nutrition Support in Adult Acute
and Chronic Renal Failure. JPEN. 2010.
7. Cano N, Fiaccadori E, Tesinsky P, et al. ESPEN. Guidelines on
Enternal Nutrition: Adult Renal Failure. ClinNutr. 2006.
25:295-310.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


PROSEDUR TINDAKAN
RUMAH SAKIT STELLA MARIS
2013-2015
Malnutrition Related Diabetes Mellitus without Complications (ICD10-E12.9)
1. Pengertian (Definisi) Malnutrisi yang ditemui pada penderita diabetes mellitus.
2. Anamnesis 1. Riwayat penyakit diabetes mellitus
2. Riwayat penurunan berat badan, minimal 5% dalam 3-6
bulan.
3. Riwayat keluarga penderita DM
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan indeks massa tubuh
2. Pemeriksaan lingkar lengan atas
3. Konjunctiva anemis
4. Kehilangan lemak subkutan derajat ringan-berat
4. Kriteria Diagnosis 1. Pemeriksaan indeks massa tubuh ≤18,49 kg/m2 atau
pemeriksaan lingkar lengan atas 75,1-85%
2. HbA1c > 6,5% atau
3. Kadar Gula darah spuasa: >126 mg/dl atau
4. Kadar Gula darah 2 jam pp: > 200 mg/dl atau
5. GDS > 200 mg/dl
(hiperglikemia kritis/gejala hiperglikemia klasik)
5. Diagnosis Kerja Malnutrition related Diabetes Mellitus without complications
(ICD10-E12.9)
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan Penunjang 1. GDP
2. GD2PP
3. HbA1c
4. GDS
5. Albumin serum
6. Hb
7. Leukosit
8. Tes fungsi Hati
9. Profil lipid
8. Terapi 1. Nutrisi diberikan dalam bentuk formula oral, enteral, dan
parenteral sesuai kondisi.
2. Pada pasien gizi baik
 Energy 27 kkal/kgbb/hr (pasien yang diterapi insulin)
Atau 35 kkal/kgbb/hr (tanpa insulin umur <60 th) atau
30-35 kkal/kgbb/hr (tanpa insulin umur >60 th) atau 30-
35 (tanpa insulin dengan menggunakan BBI)
 Penggunaan Adjusted Body weight pada pasien obes,
pengurangan 25% BB dan penambahan 25% pasien
underweight.
3. Karbohidrat kompleks 45-65%
4. Protein 15-20% kebutuhan energi
5. Lemak 20-25% (sfa < 7%. PUFA < 10%, MUFA selebihnya)
6. Kolesterol < 300 mg
7. Serat 25-30 gr/hari
8. Kebutuhan cairan 30-50 ml/kgbb/hr
9. Edukasi 1. Motivasi penderita mengkonsumsi makanan sesuai anjuran
(Hospital Health Promotion) 2. Konsumsi makanan bernilai gizi tinggi energy dan protein.
3. Pengetahuan mengenai sumber makanan bahan
karbohidrat.
4. Pengetahuan mengenai indeks glikemik, glikemik load bahan
makanan.
5. Pengetahuan mengenai jumlah, komposisi, dan jenis
makanan pada penyakit diabetes mellitus.
10. Prognosis Ad vitam : dubiaadadbonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad Fungsionam : dubiaadadbonam/malam
11. Tingkat Evidens I, II
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis 1. Asupan adekuat
2. Berat badan atau LILA meningkat dalam 14 hari terapi
3. Jika pasien mendapat insulin, target glukosa darah puasa <
140 mg/dL dan glukosa sewaktu 180 mg/dL.
Sedangkan untuk pasien kritis yang mendapat insulin, target
glukosa darah adalah 140-1 80 mg/dL.
15. Kepustakaan 1. American Dietietiecs Association. 2008. Position statement:
Nutrition recommendation and intervention in diabetes.
2. American Diabetes Association. Standards Of Medical Care
In Diabetes. Diabetes Care. 2013.
3. ESPEN Congress Nice. 2010. Feeding the Malnorished
Diabetic.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


PROSEDUR TINDAKAN
RUMAH SAKIT STELLA MARIS
2013-2015
Malnutrition related Diabetes Mellitus with peripheral circulatory complications (ICD10-E12.5)
1. Pengertian (Definisi) Malnutrisi yang ditemui pada penderita diabetes mellitus
disertai gangguan sikulasi pembuluh darah perifer.
2. Anamnesis 1. Riwayat penyakit diabetes mellitus
2. Riwayat penurunan berat badan, minimal 5% dalam 3-6
bulan.
3. Luka di anggota tubuh baik ganggren atau pun ulcer
4. Riwayat keluarga penderita DM
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan indeks massa tubuh
2. Pemeriksaan lingkar lengan atas
3. Konjunctiva anemis
4. Kehilangan lemak subkutan derajat ringan-berat
5. Terdapat luka/ulkus
4. Kriteria Diagnosis 1. Pemeriksaan indeks massa tubuh ≤18,49 kg/m2(WHO, 2004) atau
pemeriksaan lingkar lengan atas 75,1-85%
2. HbA1c > 6,5% atau
3. Kadar Gula darah spuasa: >126 mg/dl atau
4. Kadar Gula darah 2 jam pp: > 200 mg/dl atau
5. GDS > 200 mg/dl (hiperglikemia kritis/gejala hiperglikemia
klasik)(ADA, 2013)
5. Diagnosis Kerja Malnutrition related Diabetes Mellitus with peripheral
ciculatory complications (ICD10-E12.5)
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan Penunjang 1. GDP
2. GD2PP
3. HbA1c
4. GDS
5. Albumin serum
6. Hb
7. Leukosit
8. TLC
9. Elektrolit (Na, K, Cl, Mg, P)
10. Tes fungsi Hati
11. Profil lipid (trigliserida)
12. UUN
8. Terapi 1. Energy 27 kkal/kgbb (pasien yang diterapi insulin)
2. Karbohidrat kompleks 50-60%
3. Protein 15-20% kebutuhan energy
4. Lemak ≥ 30% (SFA < 7%, MUFA 32%)
5. Kolesterol < 300 mg
6. Serat 25-30 gr/hari
7. Kebutuhan cairan 30-50 ml/kgbb/hr
8. Nutrisi diberikan dalam bentuk formula oral, enteral, dan
parenteral
9. Edukasi 1. Motivasi penderita mengkonsumsi makanan sesuai anjuran
(Hospital Health Promotion) 2. Konsumsi makanan bernilai gizi tinggi energy dan protein.
3. Pengetahuan mengenai sumber makanan bahan
karbohidrat.
4. Pengetahuan mengenai indeks glikemik, glikemik load bahan
makanan.
5. Pengetahuan mengenai jumlah, komposisi, dan jenis
makanan pada penyakit diabetes mellitus.
10. Prognosis Ad vitam : dubiaadadbonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad Fungsionam : dubiaadadbonam/malam
11. Tingkat Evidens I, II
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis 1. Asupan adekuat
2. Berat badan atau LILA meningkat dalam 14 hari terapi
3. Jika pasien mendapat insulin, target glukosa darah puasa <
140 mg/dL dan glukosa sewaktu 180 mg/dL.
Sedangkan untuk pasien kritis yang mendapat insulin, target
glukosa darah adalah 140-1 80 mg/dL.
15. Kepustakaan 1. American Dietietiecs Association. 2008. Position statement:
Nutrition recommendation and intervention in diabetes.
2. American Diabetes Association. Standards Of Medical Care
In Diabetes. Diabetes Care. 2013.
3. ESPEN Congress Nice. 2010. Feeding the Malnorished
Diabetic.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


PROSEDUR TINDAKAN
RUMAH SAKIT STELLA MARIS
2013-2015
MALIGNANT NEOPLASMA, UNSPECIFIED/CACHEXIA (ICD10-C80.9)
1. Pengertian (Definisi) Sekumpulan gejala yang ditandai dengan anoreksia, penurunan
berat badan dan penurunan massa otot akibat inflamasi
sistemik.
2. Anamnesis -
3. Pemeriksaan Fisik 1. Penurunan berat badan
2. Mual dan atau muntah
3. Anoreksia
4. Penurunan massa otot
5. Penurunan kekuatan otot
6. Lemah yang berat
4. Kriteria Diagnosis 1. Penurunan berat badan:
a. Penurunan BB ≥ 5% (mild)
b. Penurunan BB ≥ 10% (moderate)
c. Penurunan BB ≥ 15% (severe)
d. Penurunan BB ≥ 20% (terminal)
2. Aneroksia
3. CRP serum
a. 5 mg/L ≤ CRP ≤ 10 mg/L (mild)
b. 10 mg/L ≤ CRP ≤ 20 mg/L (moderate)
c. CRP serum ≥ 20 mg/L (severe)
5. Diagnosis Kerja MALIGNANT NEOPLASMA, UNSPECIFIED/CACHEXIA (ICD10-
C80.9)
6. Diagnosis Banding Starvasi
7. Pemeriksaan Penunjang 1. CRP serum
2. Albumin serum
3. Hb
4. Glukosa darah
5. Elektrolit (Na, K, Cl, Mg, P)
6. BIA
8. Terapi 1. Anjuran nutrisi enteral parenteral sesuai indikasi
2. Adekuat asupan cairan
3. Kebutuhan energy: 30-35 kkal/kg/hr
4. Protein: 1,5-2,5 g/kg/hr
5. Lemak terutama MCT
6. Porsi kecil dan frekuensi sering (5-6 kali/hari)
7. Suplementasi vitamin dan mineral
8. Suplementasi anti oksidan dan EPA (1,5-2 g/hr)
9. Suplementasi imuno nutrient: arginin, glutamine,
nukleotida.
10. Pertimbangkan penggunaan obat sesuai kondisi:
a. Metoclorpromide 10 mg/4-8 jam.
b. Megestrol acetate 160-800 mg/hari, titrasi
c. Dexamethasone 4-8 mg/hari, titrasi.
11. Terapi refeeding syndrome bila terdapat gejala klinis dan
pemeriksaan penunjang yang mendukung.
9. Edukasi 1. Batasi 30 menit asupan cairan sebelum makan
(Hospital Health Promotion) 2. Hindari rasa penuh/kenyang setelah makan
3. Stop makan 2 jam sebelum waktu tidur normal
10. Prognosis Ad vitam : dubiaadadbonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad Fungsionam : dubiaadadbonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II/III
12. Tingkat Rekomendasi A/B
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis 1. Asupan adekuat sesuai kebutuhan
2. Peningkatan berat badan
15. Kepustakaan 1. Bauner JD, Ash S, Davidson W, et al., Evidence based
practice guideline for nutritional management of cancer
cachexia, Nutr & Diet, 2006;63:s5-32
2. Abby C, Voss AC. Improving Outcomes with Nutrition in
Patient with Cancer. 2011
3. Bauer JD, Nutrional Management and Dietary guidelines for
Cancer cachexia, Euro Onc Disease, 2007
4. Radbuch L, Elsner F, Trottenberg P, et al. Clinical Practice
Guideline on Cancer Cachexia in Advanced Cancer Patients,
Europian Clinical guidelines. 2010.
5. Fearon KC, Voss AC, Hustead DS. Defenition of Cancer
Cachexia, AmJClinNutr. 2006.
6. Argiles JM, Lopez Soriano FJ, Toledo M, et al. The Cachexia
Score (CASCO): A New Tool for Staging Cachectic Cancer
Patients. J Cachexia Sarcopenia Musce. 2011.2;87-93.
7. Fraser health. Symptom Guidelines Nutrition & Cachexia.
Hospital Palliative Care, Clinical Practice Committee. 2006.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


PROSEDUR TINDAKAN
RUMAH SAKIT STELLA MARIS
2013-2015
Iron Deficiency Anaemia (ICD 10-D.50.9)
1. Pengertian (Definisi) Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis
2. Anamnesis 1. Lemah, letih, lesu, lelah, lalai
2. Nafas pendek
3. Susah buang air besar
4. Nafsu makan berkurang
5. Pusing
6. Mudah mengantuk
3. Pemeriksaan Fisik 1. Konjungtiva anemis
2. Koilonychia/spoon nail/kuku sendok
3. Atropi papil lidah
4. Stomatitis angularis
5. Glositis
6. Disfagia
4. Kriteria Diagnosis 1. Kadar hemoglobin kurang dari normal:
Laki-laki : < 13 g/dl
Wanita : < 12 g/dl
Wanita hamil : < 11 g/dl
2. Kadar MCV < 80,0 fl
3. Kadar MCH < 26,5 pg
4. Kadar MCHC < 32 g/dl
5. Kadar besi serum < 50 µg/dl
6. Kadar TICB > 350 µg/dl
7. Kadar feritin 0-12 µg/dl (level A), kecuali pada penyakit
inflamasi
8. Saturasi transferin < 16%
9. Kadar hematokrit kurang dari normal:
Laki-laki : < 40%
Wanita : < 37%
5. Diagnosis Kerja Iron Deficiency Anaemia (ICD 10-D.50.9)
6. Diagnosis Banding Anemia penyakit kronik
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Darah rutin
2. Analisis darah tepi
3. Besi serum
4. TIBC
5. Feritin
8. Terapi Nutrisi:
1. KEB (kebutuhan energy basal): rumus Harris-Benedict
2. KET (kebutuhan energy terkoreksi): KEB × 1.2 × 1.3
3. Kebutuhan protein: 1-2 g/kgBB/hari
4. Kebutuhan karbohidrat: 50-65% dari KET
5. Kebutuhan lemak: 20-30% dari KET
6. Preparat besi (Ferrous Sulphate) 200 mg, 2 kali sehari ini
diberikan sampai 3 bulan setelah defisiensi besi terkoreksi.
7. Besi parenteral diberikan pada pasien yang tidak berespon
terhadap terapi oral atau intoleransi.
a. Iron Dextran: maksimum single dose 20 mg/kgbb infuse
selama 6 jam
b. Iron sucrose: maksimum single dose 200 mg/kgbb infuse
selama 10 menit atau 500 mg infuse selama 4 jam
c. Ferric carboxyl maltose maksimum single dose 1000 mg
infuse selama 15 menit.
8. Vitamin C: 250-500 mg, 2 kali sehari
9. Edukasi 1. Menjamin asupan zat besi dari makanan sehari-hari serta
(Hospital Health Promotion) makanan yang membantu absorpsi besi
2. Menhindari makanan yang mengandung asam fitat tinggi
3. Control teratur untuk pemeriksaan laboratorium setiap 3
bulan selama 1 tahun, dan selanjutnya sekali setahun.
10. Prognosis Ad vitam : dubiaadadbonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad Fungsionam : dubiaadadbonam/malam
11. Tingkat Evidens I/II
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Peningkatan kadar Hb, besi serum, feritin mencapai normal
15. Kepustakaan 1. Goddard AF, James MW, McIntyre AS, Scott BB. Guidelines
for the Management of Iron Deficiency Anaemia. Gut.
2011;60.
2. Edward J, Benz Jr. Disorders of Hemoglobin. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. 17 th ed. United States: The
McGraw-Hill Companies. 2008:635-42.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


PROSEDUR TINDAKAN
RUMAH SAKIT STELLA MARIS
2013-2015
DISORDERS OF PLASMA-PROTEIN, NOT ELSE CLASSIFIED (TERMASUK HIPOALBUMINEMIA)
(ICD10-E88.0)
1. Pengertian (Definisi) Suatu kondisi terjadinya penurunan kadar albumin serum < 3,5
g/dL
2. Anamnesis 1. Terdapat gangguan hati
2. Terdapat perdarahan
3. Terdapat luka (bekas operasi, luka bakar)
4. Riwayat cuci darah
5. Riwayat asupan makan kurang dalam jangka waktu lama
6. Keluhan adanya gangguan saluran cerna (diare kronis)
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pitting edema ekstremitas
2. Ascites (undu parulasi, shifting dullness +)
3. Ronkhi basah kasar pad
4. Kriteria Diagnosis Albumin serum < 3,5 mg/dL
1. Ringan: 2,8- < 3,5 mg/dL
2. Sedang: 2,1-2,7 mg/dL
3. Berat: ≤ 2,0 mg/dL
5. Diagnosis Kerja DISORDERS OF PLASMA-PROTEIN, NOT ELSE CLASSIFIED
(TERMASUK HIPOALBUMINEMIA) (ICD10-E88.0)
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium:
 Albumin serum,
 Proteinuria,
 UUN
8. Terapi 1. Dukungan nutrisi adekuat khususnya protein:
Hipoalbuminemia Ringan: protein 1,0-1,2 g/kgbbi
Hipoalbuminemia Sedang: 1,2-1,5 g/kgbbi
Hipoalbuminemia Berat: 1,5-2,0 g/kgbbi
2. Pemberian infuse human albumin pada hipoalbuminemia
berat (< 2,0 g/dL):
a. Cerebral ischemia/Hemorrhage: Human Albumin 5%,
250 mL bolus setiap 2-4 jam sampai target CVP tercapai
b. Ascites, Cirrhosis, Paracentesis, Spontaneous Bacteria
Iperitonitis (SBP) & Hepatorenal Syndrom (HRS):
Pada Ascites yang dikeluarkan > 4 L: setiap liter cairan
ascites diganti dengan 6-8 g albumin
Pada SBP & HRS: 1.5 g albumin/kgbb dalam 6 jam
setelah terdeteksi dan 1.0 g/kgbb dalam 3 hari
(maksimal 100 g)
Pada Traumatic Brain Injury (TBI) dan Septic Shock tidak
dianjurkan.
3. Pemberian ekstrak ikan gabus 3x 1500 mg pada
hipoalbuminemia ringan-sedang
9. Edukasi 1. Motivasi penderita mengkonsumsi makanan sesuai anjuran
(Hospital Health Promotion) 2. Konsumsi makanan bernilai gizi tinggi energy dan protein
terutama protein bernilai biologis tinggi
10. Prognosis Ad vitam : dubiaadadbonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad Fungsionam : dubiaadadbonam/malam
11. Tingkat Evidens I, IV
12. Tingkat Rekomendasi A, C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis 1. Peningkatan kadar albumin serum mencapai > 2,5 g/dL
2. Asupan energy dan protein adekuat
15. Kepustakaan 1. University Hospital Consortium. 2010. Guidelines For Use Of
Albumin. Archives of Internal Medicine; 155.
2. Mary Width, 2009. The clinical Dietitian’s Essential Pocket
Guide. Lippincort, USA
3. Sri, M, Taslim, Astuti N. 2008. Efek Pemberian Kapsul
Albumin Ikan Gabus Terhadap Perubahan Status Gizi &
Status Neurologis Penderita Stroke Di RSUP Wahidin
Sudirohusodo Makassar.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


PROSEDUR TINDAKAN
RUMAH SAKIT STELLA MARIS
2013-2015
Prosedur: Nutrisi Enteral (ICD9CM-96.6)
1. Pengertian (Definisi) Pemberian dukungan nutrisi melalui system saluran cerna baik
melalui pemberian makanan cair atau formula suplemen nutrisi
peroral (Oral Nutrition Suplementation/ONS) maupun
menggunakan pipa atau kateter yang dipasang ke dalam saluran
cerna apabila asupan oral tidak adekuat, dengan tujuan sebagai
suplemen atau pengganti asupan makanan.
2. Indikasi 1) Ketidak mampuan untuk mengkonsumsi nutrisi secara oral
dengan adekuat > 5-7 hari atau lebih dini pada pasien
malnutrisi
2) Gangguan ingesti nutrient
3) Gangguan neurologis, trauma pada muka/oral dan
esophagus, anomaly congenital, gagal pernafasan, kista
fibrosis, trauma pada otak.
4) Hiperemesis, hipermetabolik, koma, penyakit jantung
congenital, trauma tulang belakang, anoreksia pada gagal
jantung, kanker, penyakit paru menahun
5) Kegagalan digesti, absorpsi dan metabolism
6) Gastroparesis berat, penyakit chron, sindroma usus pendek,
kelainan metabolism bawaan
7) Wasting yang berat atau pertumbuhan terhambat
8) Kista fibrosis, gagal tumbuh, kanker, sepsis, myasthenia
gravis.
3. Kontra Indikasi 1. Kontra indikasi absolute
a) Asupan oral adekuat
b) Usus tidak berfungsi: gangguan anastomosis, obstruksi
saluran pencernaan, usus nekrosis atau iskemia
c) Peritonitis umum
d) Syok berat yang tidak terkontrol
2. Relative
a) Distensi abdomen atau diare berat yang lama
b) Peritonitis local, abses intra abdominal, perdarahan
saluran cerna bagian atas yang aktif
c) Pasien koma dengan resiko terjadinya aspirasi
d) Usus sangat pendek kurang dari 70 cm atau fistula letak
tinggi
e) Intoleransi cairan atau elektrolit (gagal ginjal, jantung
atau hati)
f) Penyakit stadium akhir
g) Dementia, agitasi atau kebingungan
4. Persiapan 1. Telah terpasang NGT, OGT, nasoduodenostomi, gastrostomi,
PEG, atau Jejunostomi
2. Pasien:
a) Penjelasan tujuan pemberian nutrisi enteral
b) Ijin persetujuan (informed consent) tindakan pemberian
nutrisi enteral
c) Penjelasan jenis nutrisi enteral yang akan diberikan
d) Penjelasan cara pemberian nutrisi enteral
e) Penjelasan jadwal pemberian nutrisi enteral
f) Kelengkapan pemeriksaan penunjang.
3. Alat:
a) Form pemberian nutrisi enteral
b) Form jadwal pemberian nutrisi
c) Gravity bag
4. Dokter:
a) Penentuan jumlah kebutuhan energy
b) Penentuan komposisi nutrisi.
c) Penentuan rute pemberian nutrisi
d) Penentuan jenis formula
e) Pembuatan jadwal pemberian nutrisi.
5. Prosedur Tindakan 1. Pipa Lambung (NGT)
 Pemberian formula standar/polimerik dimulai pada
volume 50 cc/jam kecuali ada kecurigaan mengenai
gangguan motilitas lambung. Jika ditoleransi baik,
asupan dapat ditingkatkan 25 cc/jam setiap 4-8 jam
sampai kebutuhan kalori total yang diharapkan
terpenuhi.
 Pemberian formula elemental/oligomerik (defined
formula) dimulai dengan volume 25 cc/jam pada 12 jam
pertama, selanjutnya asupan dapat ditingkatkan 25
cc/jam setiap 4-8 jam setiap 6-12 jam sampai kebutuhan
total terpenuhi
 Pemberian formula restriksi cairan/padat kalori (1,5-2
kkal/cc) dimulai dengan volume 25 cc/jam; selanjutnya
asupan dapat ditingkatkan 25 cc/jam setiap 4-8 jam
setiap 6-12 jam sampai kebutuhan total terpenuhi.
2. Pipa duodenum atau jejunum
 Pemberian formula elemental/oligomerik (defined
formula) dimulai pada volume pada 25 cc/jam untuk 12
jam pertama kemudian ditingkatkan 25 cc/jam setiap
jam 6-12 sampai kebutuhan kalori total yang diharapkan
terpenuhi
 Metode pemberian makanan secara continous atau
intermitten menggunakan gravity bag, bolus tidak
dianjurkan.
 Monitor toleransi tidak mengacu pada produksi residu
lambung, namun berupa terjadinya emesis, nyeri perut,
distensi abdomen atau penurunan bising usus; pada
kondisi ini asupan enteral dihentikan sementara dan di
reevaluasi tiap 4 jam.
6. Pasca Prosedur Tindakan 1. Monitoring toleransi setiap hari
a) Pemantauan toleransi dengan memeriksa produksi
volume residu lambung setiap 4 jam. Bila residu lebih
besar dari 250 cc pada evaluasi pertama, pemberian
feeding tetap dilanjtkan dengan volume yang sama, bila
pada evaluasi kedua residu tetap > 250 cc, pemberian
feeding dihentikan sementara, dan recheck dalam 1 jam.
Jika tetap tinggi turunkan 25 cc/jam sampai sama
dengan volume awal, berikan eritromisin 6 mg/hari IV
dengan dosis terbagi atau prokinetik (metoklopramid
3x10 mg)
b) Jika residu tetap tinggi sehingga pasien tidak mendapat
makan lebih dari 2 jam, atau terjadi distensi abdomen
dan/atau emesis maka asupan makanan harus di
reevaluasi dan diberikan nutrisi parenteral
2. Monitoring antropometrik setiap minggu
3. Monitoring laboratorium setiap minggu
7. Tingkat Evidens I, II
8. Tingkat Rekomendasi A, B, C
9. Penelaah Kritis
10. Indikator Prosedur Tindakan 70% pasien dengan asupan tidak terpenuhi memerlukan nutrisi
enteral
11. Kepustakaan 1. Lochsa H, Allisonb SP, Meierc R, Pirlicha M, Kondrupd J, St.
Schneidere, van den Berghe G, Pichardg C. Introductory to
the ESPEN Guidelines on Enteral Nutrition: Terminology,
Definitions and General Topics. Clinical Nutrition, 2006;
25:180-186.
2. Bankhead R, Boullata J, Brantley S, Corkins M, Guenter P,
Krenitsky J, et al. Enteral Nutrition Practice
Recommendations. JPEN J Parenter Enteral Nutr
2009;33:122-67.
3. Gordon S. Doig P, Fiona Simpson M, Simon Finfer F, Anthony
Delaney F, Andrew R. Davies F, Imogen Mitchell F, et al.
Effect of Evidence-Based Feeding Guidelines on Mortality of
Critically Ill Adults: A Cluster Randomized Controlled Trial.
JAMA 2008;300:2731-41.
4. Stroud M, Duncan H, and Nightingale J. Guidelines for
enteral feeding in adult hospital patients. Gut 2003;52
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
PROSEDUR TINDAKAN
RUMAH SAKIT STELLA MARIS
2013-2015
DYSPHAGIA (ICD10-R13)
1. Pengertian (Definisi) Kesulitan menelan/memasukkan makanan mulai dari mulut
sampai lambung selama fase normal menelan yaitu fase oral.
Pharyngeal, esophageal.
2. Pemeriksaan Fisik 1. Gejala oral:
a. Kesulitan membuka bibir
b. Tekanan pipi menurun
c. Penurunan sensasi oral
d. Trismus
e. Xerostomia
2. Gejala pharyngeal
a. Nasal regurgitasi
b. Batuk, tersedak setelah makan
c. Aspirasi setelah makan
d. Makanan tidak tertelan
e. Suara mendengkur basah
3. Gejala Esophageal
a. Nyeri
b. Rasa terbakar
c. Aspirasi
d. Regurgitasi
e. Sendawa
3. Kriteria Diagnosis Uji fungsi menelan terganggu/negatif
4. Diagnosis Kerja Dysphagia (ICD10 R13)
5. Diagnosis Banding Dysphagia causa frustasi, depresi dan anxietas
6. Pemeriksaan Penunjang Uji fungsi menelan
7. Terapi 1. Nutrisi Enteral sesuai kondisi penyakit dasar
2. Porsi kecil, freuensi sering, konsistensi full liquid dan
semiliquid (Blenderized Diet)
3. Tinggi energy, tinggi protein
4. Supplement multivitamin liquid mengandung Fe
5. Pemberian nutrisi enteral dihentikan jika asupan peroral ≥
75% selama 3 hari berturut-turut.
6. Fase oral diharapkan mulai hari ke 5.
8. Edukasi 1. Memberikan pengertian tentang manfaat nutrisi enteral.
(Hospital Health Promotion) 2. Edukasi sesuai penyakit dasar
9. Prognosis Ad vitam : dubiaadadbonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad Fungsionam : dubiaadadbonam/malam
10. Tingkat Evidens II
11. Tingkat Rekomendasi B
12. Penelaah Kritis
13. Indikator Medis Tercapai asupan 75% via oral.
14. Kepustakaan 1. BC cancer Agency, Nutrition Guideline for symptom
management. Oncology Nutrition.
2. Corrigan ML, Escuro AA, and Kirby DF, 2011. Invited Review.
Nutrition in Stroke Patient. ASPEN. Nutr Clin Pract 26:242.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
PROSEDUR TINDAKAN
RUMAH SAKIT STELLA MARIS
2013-2015
DYSLIPIDEMIA (ICD 10-E78.1)
1. Pengertian (Definisi) Peningkatan salah salah satu kadar profil lipid: kenaikan kadar
kolesterol total atau kenaikan kadar LDL atau kenaikan kadar
trigliserida dalam darah
2. Anamnesis 1. Ada peningkatan kadar lemak darah
2. Riwayat pola makan tinggi lemak dan karbohidrat
3. Perasaan kebas khususnya pada ekstremitas, sakit kepala,
fatique
4. Riwayat obesitas, penyakit kardiovaskuler, diabetes
3. Pemeriksaan Fisik 1. Dapat ditemukan status gizi lebih/obesitas
2. Dapat ditemukan tanda klinis sesuai dengan komplikasi
penyakit yang menyertai (DM, CKD, Penyakit Jantung)
4. Kriteria Diagnosis Laboratorium:
a. LDL > 130 mg/dL dan HDL < 40 mg/dL atau
b. TG > 200 mg/dL
5. Diagnosis Kerja Dislipidemia
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium:
a. Profil lipid: kolesterol total, LDL, HDL, Trigliserida
b. Gula darah puasa, 2 jam PP
c. Tes fungsi hati (SGOT, SGPT)
8. Terapi a) Diet rendah kalori pada pasien overweight & obesitas untuk
cegah peningkatan berat badan
b) Karbohidrat: 50-60%
c) Lemak: 25-35% (MUFA 20%, PUFA 10%, SAFA < 7%)
16. Edukasi 3. Motivasi penderita mengkonsumsi makanan sesuai anjuran
(Hospital Health Promotion) 4. Konsumsi makanan bernilai gizi tinggi energy dan protein
terutama protein bernilai biologis tinggi
17. Prognosis Ad vitam : dubiaadadbonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad Fungsionam : dubiaadadbonam/malam
18. Tingkat Evidens I, IV
19. Tingkat Rekomendasi A, C
20. Penelaah Kritis
21. Indikator Medis 3. Peningkatan kadar albumin serum mencapai > 2,5 g/dL
4. Asupan energy dan protein adekuat
22. Kepustakaan 4. University Hospital Consortium. 2010. Guidelines For Use Of
Albumin. Archives of Internal Medicine; 155.
5. Mary Width, 2009. The clinical Dietitian’s Essential Pocket
Guide. Lippincort, USA
6. Sri, M, Taslim, Astuti N. 2008. Efek Pemberian Kapsul
Albumin Ikan Gabus Terhadap Perubahan Status Gizi &
Status Neurologis Penderita Stroke Di RSUP Wahidin
Sudirohusodo Makassar.

Anda mungkin juga menyukai