Anda di halaman 1dari 8

KLIPING BERITA PERKEMBANGAN BAHASA MELAYU RIAU

BUDAYA MELAYU RIAU

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

ALYA MAYSYARAH
X MIPA 4

SMA NEGERI 3 MANDAU


TAHUN AJARAN 2020/2021
Berita 1

Liputan6.com, Batam - Bahasa Melayu telah lama dikenal sebagai bahasa pemersatu di wilayah
Semenanjung Melayu, Kepulauan Riau-Lingga, serta Pantai Timur Sumatera. Karena telah
dipakai selama berabad-abad sebagai lingua franca itulah, bahasa Melayu akhirnya ditetapkan
sebagai dasar bahasa Indonesia.

RM Suwardi Soerjaningrat, yang lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara, menjadi orang
pertama yang mengusulkan bahasa Melayu dijadikan sebagai bahasa persatuan dalam pergerakan
nasional dan di alam Indonesia merdeka pada 1916. Usulan itu disampaikan Ki Hajar Dewantara
dalam makalahnya yang dibacakan saat Kongres Pengajaran Kolonial di Den Haag, Belanda,
pada 28 Agustus 1916.

Ki Hajar Dewantara berpendapat bahasa Melayu-lah yang harus dijadikan bahasa persatuan
dengan melihat perkembangan pesat bahasa Melayu pada saat itu.

Hal itu ditegaskan lagi oleh Ki Hajar Dewantara saat Kongres I Bahasa Indonesia di Solo pada
1938. Dalam makalahnya "Bahasa Indonesia di dalam Perguruan", Ki Hajar menyebut, "Bahasa
Indonesia adalah bahasa Melayu… dasarnya berasal dari 'Melayu Riau'…".

Namun, apa sebab bahasa Melayu Riau yang dipakai sebagai rujukan sementara bahasa Melayu
yang tersebar luas di berbagai wilayah, termasuk di Sriwijaya, Johor, dan Lingga?

Tentu saja hal itu tak bisa dilepaskan dari kiprah Raja Ali Haji, Haji Ibrahim, dan Raja Ali
Kelana—para penyair dan sastrawan Kerajaan Riau-Lingga. H Abdul Malik, dekan FKIP dan
dosen bahasa di Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang, Kepulauan Riau, mengamini
hal tersebut.
"Raja Ali Haji punya peran besar dalam membina bahasa dan kebudayaan. Dengan kearifan
Beliau bahwa hanya dengan bahasa yang samalah kita bisa merdeka. Karena, menurut Raja Ali
Haji, bahasa merupakan unsur yang paling kuat untuk mempersatukan bangsa," ujarnya pada
Kamis (20/2/2020).

Salah satu karya Raja Ali Haji dalam bidang bahasa yang memiliki pengaruh kuat sampai saat ini
adalah Kitab Pengetahuan Bahasa yang terbit pada 1858. Kitab ini menjadi dasar pengajaran
bahasa Melayu hingga tersebar luas pada masa itu.

Kesimpulan berita 1

Jadi dapat disimpulkan bahwa bahasa melayu pada tahun 1916 itu sudah diusulkan sebagai
bahasa persatuan dalam pergerakan nasional dan di alam indonesia. Hal ini dikarenakan menurut
Ki Hajar Dewantara pada saat itu perkembangan bahasa melayu sangat pesat. Dan bahasa
melayu ini juga menjadi rujukan yang tersebar di berbagai wilayah, tentu saja hal itu tak bisa
dilepaskan dari kiprah Raja Ali Haji, Haji Ibrahim, dan Raja Ali Kelana—para penyair dan
sastrawan Kerajaan Riau-Lingga. Salah satu karya Raja Ali Haji dalam bidang bahasa yang
memiliki pengaruh kuat sampai saat ini adalah Kitab Pengetahuan Bahasa yang terbit pada 1858.
Kitab ini menjadi dasar pengajaran bahasa Melayu hingga tersebar luas pada masa itu.

Berita 2

tirto.id - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, berkeinginan menjadikan


bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar atau lingua franca di kawasan Asia Tenggara.
Nadiem mengatakan bahwa hal tersebut telah masuk dalam rencana program Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kemendikbud. "Ke depannya Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa bisa menjadikan bahasa Indonesia salah satu bahasa yang
menjadi lingua franca Asia Tenggara. Enggak tahu apa ini bisa tercapai, tapi kita harus punya
mimpi yang besar," kata Nadiem saat rapat kerja bersama Komisi X DPR RI, Kamis (20/2/2020).
Meski demikian, Nadiem mengaku belum bisa membeberkan detail rencana tersebut karena saat
ini Badan Bahasa masih mendalami strategi dan caranya. Menurutnya, pembahasan masih
berjalan dan ia menjanjikan untuk menjelaskan hal itu dalam waktu dekat. Yang terang, perlu
ada kebijakan besar agar bahasa Indonesia bisa diterima di Asia Tenggara. Apalagi, katanya,
bahasa Indonesia harus mampu beradaptasi dengan berbagai kultur di Asia Tenggara.

Jika terwujud, hal ini bisa mengangkat martabat Indonesia di antara negara-negara kawasan Asia
Tenggara. "Dengan negara sebesar ini, menurut kami merupakan suatu hal yang sangat menarik
dan sangat penting menjadikan Indonesia negara yang lebih penting di panggung dunia, lebih
penting di Asia Tenggara," ucapnya. Nadiem jelas masih perlu memformulasikan lagi langkah-
langkah untuk mencapai targetnya itu. Meski masih sangat jauh, agaknya visi Nadiem tak
mustahil diwujudkan. Pasalnya, bahasa Melayu—embrio bahasa Indonesia—masih dituturkan
dan jadi bahasa resmi di Malaysia, Brunei, dan Singapura. Pada era yang oleh sejarawan
Anthony Reid disebut sebagai Kurun Niaga (abad ke-15 hingga abad ke-17).

Lingua Franca pada Kurun Niaga

Bahasa Melayu Kuno diperkirakan telah digunakan secara luas pada masa Kerajaan Sriwijaya
pada abad ke-7. Prasasti Kedukan Bukit yang dikeluarkan Sriwijaya pada 683 Masehi adalah
bukti arkeologis tertua penggunaan bahasa Melayu Kuno berhuruf Pallawa (India). Hubungan
erat Sriwijaya dengan negeri-negeri India membuat kosakata Melayu Kuno banyak pula
mendapat pengaruh bahasa Sanskerta.

Seorang musafir Cina bernama I Tsing yang pernah berkunjung ke Sriwijaya di masa itu
menyebut bahwa bahasa Melayu Kuno lazim dipakai untuk keperluan perdagangan. Selain itu,
bahasa ini juga dipakai untuk keperluan sosial, politik, dan sebagai bahasa pengantar
mempelajari bahasa Sanskerta dan agama Buddha.

“Bahasa Melayu Kuno inilah yang kemudian berkembang pada berbagai tempat di Indonesia
terutama masa Hindu dan masa awal kedatangan Islam (abad ke-13). Pedagang-pedagang
Melayu yang berkeliling di Indonesia memakai bahasa Melayu sebagai lingua franca,” tulis
Lukman Ali dalam Ikhtisar Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia (1998, hlm. 2). Menurut Jajat
Burhanudin, dosen Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, bahasa Melayu kian
mapan sebagai lingua franca di kawasan Asia Tenggara pada masa Kesultanan Samudra Pasai di
abad ke-14. Ketika Sriwijaya mulai meredup, Samudra Pasai tumbuh sebagai kota dagang baru
di bagian utara Selat Malaka.
Pada era Samudra Pasai, bahasa Melayu kian berkembang dengan menyerap pengaruh bahasa
mitra dagangnya, yakni Arab dan Persia. Kosakata dan konsep-konsep baru yang bernapas Islam
pun muncul. Salah satu bukti masuknya pengaruh Arab dan Persia ini bisa dilihat pada Prasasti
Munye Tujoh (791 H/1389 M) yang mulai menerapkan penanggalan hijriah menggantikan tarikh
Saka. “Kata-kata Melayu asal Sanskerta memang masih tetap berperan bergandengan dengan
bahasa Arab, meskipun kata-kata Melayu tersebut lebih dekat dengan bahasa Melayu abad-abad
berikutnya. Hal ini berarti bahwa pengaruh bahasa Sanskerta secara perlahan berkurang dan
digantikan bahasa Arab-Islam,” tulis Jajat dalam Islam dalam Arus Sejarah Indonesia (2017,
hlm. 162).

Kesimpulan Berita 2

Bahasa melayu akan dijadikan sebagai Lingua Franca di Asia Tenggara, hal ini dikarenakan
Pasalnya, bahasa Melayu—embrio bahasa Indonesia—masih dituturkan dan jadi bahasa resmi di
Malaysia, Brunei, dan Singapura. Pada era yang oleh sejarawan Anthony Reid disebut sebagai
Kurun Niaga (abad ke-15 hingga abad ke-17). Bahasa Melayu Kuno diperkirakan telah
digunakan secara luas pada masa Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7. Hubungan erat Sriwijaya
dengan negeri-negeri India membuat kosakata Melayu Kuno banyak pula mendapat pengaruh
bahasa Sanskerta. Seorang musafir Cina bernama I Tsing yang pernah berkunjung ke Sriwijaya
di masa itu menyebut bahwa bahasa Melayu Kuno lazim dipakai untuk keperluan perdagangan.
Selain itu, bahasa ini juga dipakai untuk keperluan sosial, politik, dan sebagai bahasa pengantar
mempelajari bahasa Sanskerta dan agama Buddha.

Jika terwujud, hal ini bisa mengangkat martabat Indonesia di antara negara-negara kawasan Asia
Tenggara. "Dengan negara sebesar ini, menurut kami merupakan suatu hal yang sangat menarik
dan sangat penting menjadikan Indonesia negara yang lebih penting di panggung dunia, lebih
penting di Asia Tenggara,

Berita 3
Logat Melayu

Ophuijsen (1983) juga menjelaskan bahwa bahasa Melayu, seperti halnya bahasa Belanda,
memiliki banyak logat. Di antara aneka logat, yang diutamakan oleh orang Melayu ialah logat
yang dituturkan di Johor, di sebagian Semenanjung Melayu, dan di Kepulauan Riau-Lingga
(khususnya di Pulau Penyengat, tempat Raja Muda Riau dulu bersemanyam dan di Daik di Pulau
Lingga yang sampai baru-baru ini menjadi tempat kedudukan Sultan Lingga).

Bahasa Melayu Riau-Lingga itu dijadikan rujukan karena dua sebab. Pertama, sebagian besar
kepustakaan tertulis ada dalam bahasa itu. Kedua, di istana-istana Melayu sebanyak mungkin
masih digunakan bahasa itu, baik dalam pergaulan maupun dalam surat-menyurat oleh golongan
berpendidikan.

Di daerah tersebut, pengaruh yang dialaminya dari bahasa-bahasa lain paling kecil; di sanalah
watak khasnya paling terpelihara. Untuk mereka yang ingin menelaah bahasa nusantara yang
lain, pengetahuan tentang bahasa Melayu Riau-Lingga merupakan bantuan besar.

Situasi kebahasaan pada masa kolonial juga diperikan oleh Francois Valentijn, pendeta yang juga
pakar-sejarah Belanda. Pada abad ke-18 bahasa Melayu di bawah Kesultanan Riau-Johor telah
mengalami kemajuan pesat (Karim 2003, 14; Hassim, Rozali, & Ahmad 2010, 4).

"Bahasa mereka, bahasa Melayu, bukan sahaja dituturkan di daerah pinggir laut, tetapi juga
digunakan di seluruh Kepulauan Melayu dan di segala negeri Timur, sebagai suatu bahasa yang
difahami di mana-mana sahaja oleh setiap orang, tidak ubah seperti bahasa Perancis atau Latin di
Eropah, atau sebagai bahasa Lingua Franca di Itali dan di Levant. Sungguh luas tersebarnya
bahasa Melayu itu sehingga kalau kita memahaminya tidaklah mungkin kita kehilangan jejak,
kerana bahasa itu bukan sahaja difahami di Parsi bahkan lebih jauh dari negeri itu, dan di sebelah
timurnya sehingga Kepulauan Filipina."

Kesimpulan Berita 3

Bahasa Melayu, seperti halnya bahasa Belanda, memiliki banyak logat. Di antara aneka logat,
yang diutamakan oleh orang Melayu ialah logat yang dituturkan di Johor, di sebagian
Semenanjung Melayu, dan di Kepulauan Riau-Lingga (khususnya di Pulau Penyengat, tempat
Raja Muda Riau dulu bersemanyam dan di Daik di Pulau Lingga yang sampai baru-baru ini
menjadi tempat kedudukan Sultan Lingga). Bahasa Melayu Riau-Lingga itu dijadikan rujukan
karena dua sebab. Pertama, sebagian besar kepustakaan tertulis ada dalam bahasa itu. Kedua, di
istana-istana Melayu sebanyak mungkin masih digunakan bahasa itu, baik dalam pergaulan
maupun dalam surat-menyurat oleh golongan berpendidikan.
Berita 4

PRO PINANG – Bahasa Melayu sejak lama telah dikenal oleh masyarakat dunia. Hal itu juga
bermakna bahasa Melayu telah berkedudukan sangat penting bagi bangsa kita jauh sebelum
terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” kata Abdul Malik, budayawan,
yang juga penulis sejarah Kepri.

Menurut dia, dalam konteks Indonesia dan beberapa negara modern yang berdiri, kemudian di
Asia Tenggara, bahasa Melayu telah menyertai, melayani, menyemangati, mendorong, dan
menyokong kemajuan bangsa dan negara-negara tersebut. Bahkan, karena peran istimewanya,
bangsa asing memandangnya sebagai bahasa internasional yang diperhitungkan di dunia (Collins
2011, xvii; Mees 1957, 16; & Ophuijsen 1910).

Keistimewaan itu, kata dia disebabkan oleh sebarannya sangat luas di Asia, khususnya di Asia
Tenggara, sehingga menjadi satu dari lima bahasa yang memiliki jumlah penutur terbanyak di
dunia. Faktor yang paling menentukan peran pentingnya adalah kewibawaannya sebagai bahasa
diplomasi utama dan satu-satunya yang digunakan oleh kerajaan-kerajaan tradisional nusantara.

Para raja nusantara pada masa lampau sangat setia dan hanya menggunakan bahasa Melayu
sebagai bahasa diplomasi, baik dalam perhubungan diplomatik dengan sesama mereka (penguasa
nusantara) maupun dengan penguasa dan atau pelaku bisnis bangsa asing yang berhubungan
dengan mereka. Sikap yang diterapkan secara konsisten di dalam kebijakan kerajaan-kerajaan
nusantara itu telah menjulangkan bahasa Melayu di kalangan masyarakat dunia pada masa itu,
termasuk di kalangan para pemimpin bangsa asing yang berhubungan dengan para penguasa
tempatan (nusantara).

Pada masa pendudukannya di nusantara pemerintah kolonial Belanda berkali-kali berusaha untuk
mengatasi kedudukan istimewa Bahasa Melayu. Mereka hendak menggantikannya dengan
bahasa Belanda. “Pasalnya, jika rakyat Indonesia menerima bahasa Belanda sebagai alat
komunikasi luas, penjajahan mereka terhadap bangsa kita diprediksi akan berlangsung jauh lebih
lama. Akan tetapi, apakah yang terjadi kemudian?” tutur Abdul yang juga Dekan Fakultas
Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang.

Kesimpulan berita 4

Bahasa melayu mempunyai keistimewaan yang menyatukan nusantara keistimewaan itu, kata dia
disebabkan oleh sebarannya sangat luas di Asia, khususnya di Asia Tenggara, sehingga menjadi
satu dari lima bahasa yang memiliki jumlah penutur terbanyak di dunia. Faktor yang paling
menentukan peran pentingnya adalah kewibawaannya sebagai bahasa diplomasi utama dan satu-
satunya yang digunakan oleh kerajaan-kerajaan tradisional nusantara.

Anda mungkin juga menyukai