Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

“ Pengendalian Tindakan, Personel Dan Budaya”

DOSEN PEMBIMBING :
Dr. Alfiati Silfi, S.E, M.Si, Ak

DISUSUN OLEH :
Azzahra Ivo Nita 1902124124
Rosalina Indah Putri 1902110002

AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena dengan berkah, rahmat, karunia serta hidayah-Nyalah kami dapat
menyelesaikan makalah Teori Akuntansi Keuangan dengan judul “ Pengendalian
Tindakan, Personel Dan Budaya”
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas
Matakuliah Sistem Pengendalian Manajemen. Untuk itu kami selaku penyusun
sangat berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Terutama kepada dosen Matakuliah Teori Akuntansi
Keuangan yaitu Ibu Dr. Alfiati Silfi, S.E, M.Si, Ak. yang telah memberikan
bimbingannya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Kami selaku penyusun sangat mengetahui bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu,kami mohon kritik dan saran yang membangun
agar kami dapat menyusunnya kembali lebih baik dari sebelumnya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,terutama bagi kami selaku
penyusun.

Pekanbaru, 03 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................iii

BAB I...........................................................................................................1

PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................2

1.3 Tujuan Penelitian............................................................................2

BAB II..........................................................................................................3

PEMBAHASAN..........................................................................................3

2.1 Pengendalian Tindakan..................................................................3

2.2 Pengendalian Personel....................................................................9

2.3 Pengendalian Budaya...................................................................11

2.4 Studi Kasus Axeon.......................................................................15

Kesimpulan Studi Kasus........................................................................20

BAB III......................................................................................................21

KESIMPULAN..........................................................................................21

3.1 Kesimpulan...................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA................................................................................22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengendalian hasil bukan hanya satu-satunya bentuk pengendalian.


Perusahaan dapat menambah atau mengganti pengendalian hasil dengan bentuk
pengendalian lainnya dengan tujuan untuk membuat karyawan bertindak
sesuaidengan yang diharapkan perusahaan. Salah satu jenis pengendalian,
pengendalian tindakan, ialah memastikan karyawan melakukan (atau tidak
melakukan) tindakan tertentu yang dinilai dapat menguntungkan (merugikan)
perusahaan. Meskipun pengendalian tindakan lazim digunakan dalam
perusahaan, tetapi wujud pengendalian ini tidak selalu efektif untuk setiap
situasi.
Pengendalian tindakan hanya tepat digunakan ketika manajer mengetahui
tindakan apa yang diinginkan (tidak diinginkan) dan bisa memastikan bahwa
tindakan yang diinginkan (tidak diinginkan) tersebut terjadi (tidak terjadi). Kedua,
pengendalian personel, didesain untuk membuat karyawan
dapatmelakukan tugas yang diinginkan dengan memuaskan secara
mandiri karenamereka adalah karyawan yang berpengalaman, jujur, dan
pekerja keras. Melakukan tugas dengan baik juga dapat menimbulkan rasa
realisasi diri dankepuasan pada karyawan.
Terakhir, pengendalian budaya diciptakan guna membentuk norma
perilaku perusahaan dan guna mendorong karyawan untuk memantau dan
memengaruhi perilaku antara satu karyawan dan karyawan lain. Pengendalian
tindakan, personel, dan budaya adalah bagian dari setiap sistem
pengendalian manajemen. Pada beberapa perusahaan, pengendalian-pengendalian
ini sangat penting sehingga mereka disebut sebagai bentuk pengendalian yang
dominan.

1
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah :


1. Apa yang dimaksud dengan pengendalian tindakan beserta uraiannya ?
2. Apa yang dimaksud dengan pengendalian personel beserta uraiannya ?
3. Apa yang dimaksud dengan pengendalian budaya beserta uraiannya ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :


1. Menjelaskan tentang pengendalian tindakan beserta uraiannya.
2. Memahami tentang pengendalian personel beserta uraiannya.
3. Mengetahui tentang pengendalian budaya dan uraiannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengendalian Tindakan


Pengendalian tindakan adalah bentuk paling langsung dari
pengendalian manajemen karena meliputi pengambilan langkah-langkah
tertentu untuk memastikan karyawan bertindak sesuai dengan keinginan
perusahaan dengan membuat tindakan karyawan sendiri sebagai fokus
pengendalian. Pengendalian tindakan memiliki empat bentuk dasar, yaitu
pembatasan perilaku, penilaian pratindakan, akuntabilitas tindakan, dan
redundansi.
1. Pembatasan Perilaku
Merupakan sebuah bentuk pengendalian tindakan yang bersifat
“negatif”atau “memaksa”. Pembatasan perilaku membuat karyawan mustahil,
atau setidaknya lebih sulit untuk melakukan hal-hal yang seharusnya
tidak dilakukan. Pembatasan dapat diterapkan secara fisik atau administratif.
Sebagian besar perusahaan menggunakan beragam bentuk
pembatasanfisik, termasuk mengunci meja, memasang kata sandi untuk
komputer, dan membatasi akses karyawan ke area-area tertentu, misalnya
tempat di manaperusahaan menyimpan informasi sensitif dan inventaris
berharga milikperusahaan. Beberapa pembatasan perilaku menggunakan
peralatan yang canggih dan sering kali mahal, seperti magnetic identification
card readers (alat pembaca kartu identifikasi magnetis) dan fingerprint
or eyeballpattern readers (alat pembaca pola sidik jari atau bola mata).
Pembatasan administratif dapat pula digunakan untuk membatasi
kemampuan karyawan untuk melaksanakan seluruh atau hanya sebagian porsi
dari tugas maupun tindakan tertentu. Suatu bentuk umum
daripengendalian administratif mencakup pembatasan otoritas dalam
pengambilan keputusan. Bentuk umum lain dari pengendalian
administratif biasanya merujuk pada pemisahan tugas. Hal ini meliputi
memecah tugas yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan

3
yangperlu penanganan khusus, sehingga tidak memungkinkan seseorang, atau
setidaknya menyulitkan seseorang untuk menyelesaikan tugas
tertentuseorang diri.
Pemisahan tugas adalah salah satu syarat dari pengendalian internal, yaitu
suatu istilah yang berorientasi pada pengendalian yang digunakan oleh
mereka yang bekerja di bidang auditing. Akan tetapi, efektivitas
dari pemisahan tugas ini dikatakan terbatas, sebab pemisahan tugas tidak dapat
menghilangkan kemungkinan terjadinya kolusi secara menyeluruh, sepertidi
antara mereka yang bertugas menerima cek dan bertanggung jawab
terhadap entri pembayaran. Terkadang pembatasan fisik dan administratif
dapat dikombinasikan, dengan suatu istilah yang disebut sebagai
poka-yokes yang dirancang untuk membuat suatu proses atau sistem
menjadi foolproof. Poka-yokes adalah tahapan yang dibangun ke dalam
sebuah proses untuk mencegah terjadinya penyimpangan (deviasi) dari
urutan tahap yang benar, yakni suatu tindakan tertentu harus diselesaikan
terlebih dahulu sebelum lanjut ketahap berikutnya. Sering kali sulit rasanya
untuk membuat foolproof pembatasan perilaku, khususnya ketika
perusahaan sedang bermasalah dengan ketidak setiaan maupun kejujuran
karyawan.
2. Penilaian Pratindakan
Mencakup adanya penyelidikan kritis terhadap rencana tindakan dari
padakaryawan yang dikendalikan. Penilai dapat menyetujui atau
tidakmenyetujui tindakan yang diajukan, meminta dilakukannya
modifikasi atau perubahan, maupun meminta agar perencanaannya
dirancang lebih saksama lagi sebelum memberikan persetujuan akhir. Bentuk
umum daripenilaian pratindakan berlangsung selama proses perencanaan
dan penganggaran yang ditandai oleh berbagai level penilaian
terhadap tindakan dan anggaran yang direncanakan pada level organisasi yang
lebih tinggi.
3. Akuntabilitas Tindakan

4
Ialah meminta karyawan untuk bertanggung jawab atas tindakan
yang mereka lakukan. Agar bisa diterapkan dengan baik, pengendalian
akuntabilitas tindakan membutuhkan hal-hal berikut, yaitu :
 Mendefinisikan tindakan apa yang dapat diterima maupun yang
tidakdapat diterima.
 Mengkomunikasikan definisinya kepada karyawan.
 Mengobservasi atau, jika tidak melacak apa yang terjadi.
 Memberikan imbalan kepada tindakan yang baik atau
memberikan hukuman kepada tindakan yang menyimpang dari norma.
Rincian mengenai tindakan apa saja yang menuntut pertanggung jawaban
karyawan dapat dikomunikasikan baik secara administratif maupun sosial.
Cara komunikasi administratif mencakup penetapan aturan kerja,
kebijakan dan prosedur, provisi kontrak, dan kode etik perusahaan. Walau
pengendalian akuntabilitas tindakan akan menjadi sangat efektif jika
tindakan-tindakan yang diinginkan dikomunikasikan dengan baik,
komunikasi saja tidak cukup untuk membuat pengendalian
berjalanefektif. Orang-orang yang dipengaruhi atau dikontrol harus memahami
apa saja yang disyaratkan dalam bekerja dan meyakini bahwa tindakan mereka
akan diperhatikan dan diberi imbalan atau hukuman.
Tindakan dapat dilacak dengan beberapa cara. Tindakan karyawan dapat
langsung diobservasi dan dilakukan terus-menerus oleh pengawas
langsung pada lini produk. Hal ini disebut dengan pengawasan
ataupemantauan langsung. Akuntabilitas tindakan biasanya diterapkan dengan
disertai penguatan negatif. Maksudnya tindakan-tindakan tertentu lebih
diidentikkan dengan hukuman dibandingkan dengan imbalan.
4. Redundansi
Yang meliputi penugasan lebih banyak karyawan (atau peralatan) untuk
melakukan suatu tugas dibandingkan jumlah yang sesungguhnya
dibutuhkan, atau setidaknya menyediakan karyawan (atau peralatan)
cadangan, juga dapat dikatakan sebagai pengendalian tindakan sebab hal ini
dapat meningkatkan kemungkinan akan terselesaikannya tugas dengan

5
memuaskan. Redundansi biasa terjadi di fasilitas komputer, fungsi
keamanan, dan operasi-operasi penting lainnya. Namun, redundansi jarang
dipakai di area kerja lain karena biayanya yang mahal. Terlebih, penugasan
lebih dari satu orang karyawan untuk tugas yang sama biasanya
menimbulkan konflik, frustasi, dan atau rasa bosan.

A. Pengendalian Tindakan dan Masalah Pengendalian


Pengendalian tindakan dapat berjalan baik karena, sama halnya dengan tipe
pengendalian lain, pengendalian tindakan berhubungan dengan satu atau lebih dari
tiga masalah dasar pengendalian. Pembatasan perilaku mulanya efektif untuk
menghilangkan masalah motivasional. Karyawan yang mungkin sempat
tergoda untuk terlibat dalam perilaku yang tidak diinginkan dapat terhindar
untuk berbuat demikian.
Penilaian pratindakan dapat berhubungan dengan tiga masalah
pengendalian. Karena penilaian ini sering melibatkan komunikasi kepada
karyawan mengenai hal apa saja yang diinginkan oleh perusahaan, maka
penilaian ini pun dapat membantu meringankan kurangnya pengarahan dalam
perusahaan. Penilaian ini juga dapat memberikan motivasi, sebab ancaman akan
dilaksanakannya penilaian terhadap tindakan karyawan, biasanya menuntut
adanya perhatian ekstra dalam persiapan proposal biaya, anggaran, atau
perencanaan tindakan. Penilaian ini dapat mencegah terjadinya kesalahan
maupun tindakan merugikan lainnya.
Pengendalian akuntabilitas tindakan dapat pula berhubungan dengan
semua masalah pengendalian. Rincian mengenai tindakan yang diinginkan
dapat membantu mengarahkan dan mengurangi ragam pembatasan perorangan
akibat keterampilan atau pengalaman yang tidak mencukupi. Adanya
imbalan dan hukuman membantu memberi motivasi
Penerapan redundansi relatif terbatas. Redundansi awalnya efektif
dalam membantu menyelesaikan tugas khusus jika terdapat keraguan mengenai
apakah karyawan yang ditugaskan untuk pekerjaan tersebut benar-benar

6
termotivasi untuk melakukan pekerjaan secara memuaskan, ataukah ia
memang mampu untuk melakukannya.
B. Pencegahan Versus Deteksi
Pengendalian tindakan dapat juga diklasifikasikan berdasarkan
apakah pengendalian ini ditujukan untuk mencegah atau untuk mendeteksi
perilaku yang tidak diinginkan. Dibuatnya pembedaan ini terbilang penting karena
pengendalian yang mencegah munculnya tindakan yang tak diinginkan
ketika pengendalian berjalan dengan efektif, merupakan bentuk pengendalian
yang paling kuat sebab dapat mencegah timbulnya biaya dan kerusakan
akibat perilaku yang takdiinginkan tersebut.
Tipe pengendalian tindakan dengan deteksi berbeda dari tipe pengendalian
dengan pencegahan, yakni pengendalian dengan deteksi diaplikasikan
sesudah perilaku terjadi. Akan tetapi, pengendalian tipe ini akan berjalan dengan
efektif jika deteksi dibuat secara tepat waktu dan juga jika deteksi berhasil
menghentikan perilaku serta berhasil mengoreksi dampak-dampak dari
tindakan yang merugikan. Selain itu, deteksi dini terhadap tindakan yang
merugikan itu sendiri bersifat preventatif (dapat mencegah), deteksi ini bisa
menyurutkan niat seseorang untuk sengaja melibatkan diri dalam perilaku yang
tak diinginkan.
Sebagian besar pengendalian tindakan bertujuan untuk mencegah
perilaku yang tidak diinginkan, kecuali pengendalian akuntabilitas
tindakan. Walau pengendalian akuntabilitas tindakan di desain untuk memotivasi
karyawan agar berperilaku dengan pantas, tapi tidak dapat dipastikan
apakah tindakan yang pantas itu terus dilakukan hingga bukti dari tindakan
tersebut telah terkumpul. Namun, jika pengumpulan bukti dilangsungkan
bersamaan dengan kegiatan, samahalnya dengan pengawasan langsung, maka
pengendalian akuntabilitas tindakandapat mendekati keadaan hal-hal tak
diinginkan tersebut sesuai dengan yang diharapkan dapat dicegah.
Berikut contoh pengendalian tindakan yang diklasifikasikan
berdasarkan tujuan :

7
C. Kondisi Menentukan Evaluasi Pengndalian Tindakan
Kondisi Menentukan Efektivitas Pengendalian Tindakan Pengendalian
tindakan tidak dapat digunakan dengan efektif pada setiap situasi.
Pengendalian tindakan hanya efektif ketika kedua kondisi ini ada yaitu :
- Perusahaan dapat menentukan tindakan apa yang diinginkan
(tidakdiinginkan).
- Perusahaan dapat memastikan bahwa tindakan yang diinginkan
(tidakdiinginkan) terjadi (tidak terjadi)
D. Pemahaman Mengenai Tindakan yang Diinginkan
Kurangnya pemahaman mengenai tindakan apa yang diinginkan merupakan
kendali yang paling membatasi dilangsungkannya pengendalian tindakan.
Pemahaman mengenai perilaku yang diinginkan dapat dicari atau
dipelajaridengan dua cara. Pertama dengan menganalisis pola tindakan dalam
situasi khususatau situasi yang mirip sepanjang waktu untuk mengetahui tindakan
apa yang memberikan hasil yang terbaik. Yang kedua atau cara lain perusahaan
untuk dapat mengetahui tindakan apa yang diinginkan adalah dengan
mendapatkan informasi dari orang lain, khususnya untuk keputusan strategis.
Tentu saja, ini merupakan peran utama yang dimainkan oleh konsultan dengan
pengetahuan mendetail akancara pelaksanaan yang terbaik.

E. Kemampuan Untuk Memastikan Bahwa Tindakan Yang Diinginkan


Sudah Dilakukan

8
F. Mengetahui bahwa
tindakan yang diinginkan
ternyata tidak memadai
untuk
G.memastikan
pengendalian yang baik,
perusahaan harus mampu
memastikan atau
H.mengobservasi bahwa
tindakan yang diinginkan
sudah dilakukan.
Kemampuan ini
I. bervariasi di antara
pengendalian tindakan

9
yang berbeda.
Efektivitas dari
J. pembatasan perilaku dan
penilaian pratindakan
bervariasi secara
langsung dengan
K.reabilitas alat fisik atau
prosedur administratif
yang dimiliki perusahaan
untuk
L. memastikan bahwa
tindakan yang diinginkan
(tidak diinginkan) sudah
dilakukan
M. (tidak dilakukan).
10
N.Pelacakan tindakan
sering memberikan
tantangan signifikan
yang harus
O.dihadapi dalam
membuat pengendalian
akuntabilitas tindakan
berjalan efektif.
P. Biasanya beberapa
tindakan dapat dilacak
meskipun ketika tindakan
karyawan
Q.tidak dapat
diobservasi langsung.

11
Tetapi, pelacakan ini
tidak selalu efektif.
R.Kriteria yang harus
dipakai untuk menilai
apakah pelacakan
tindakan sudah
S. berlangsung efektif
terdiri atas ketepatan,
objektivitas, ketetapan
waktu, dan
T. kemampuan untuk
memahami. Jika beberapa
kualitas pengukuran ini
tidak dapat

12
U.dicapai, pengendalian
akuntabilitas tindakan
tidak akan efektif
dalam
V.membangkitkan
perilaku yang
diinginkan. Namun,
seperti pengendalian
hasil,
W. pengendalian
tindakan biasanya tidak
dapat dibuat sempurna,
atau setidaknya
X.memerlukan biaya yang
cukup besar untuk
13
membuatnya mendekati
sempurna.
Y.Akibatnya, perusahaan
menggunakan
pengendalian personel
dan budaya untuk
Z. membantu mengisi
kesenjangan yang ada.
Pengendalian ini
memotivasi karyawan
AA. untuk mengendalikan
perilaku mereka sendiri
(pengendalian personel)
maupun

14
BB. untuk mengendalikan
perilaku orang lain
(pengendalian budaya).
CC. Mengetahui bahwa
tindakan yang diinginkan
ternyata tidak memadai
untuk
DD. memastikan
pengendalian yang baik,
perusahaan harus mampu
memastikan atau
EE. mengobservasi bahwa
tindakan yang diinginkan
sudah dilakukan.
Kemampuan ini
15
FF. bervariasi di antara
pengendalian tindakan
yang berbeda.
Efektivitas dari
GG. pembatasan perilaku
dan penilaian pratindakan
bervariasi secara
langsung dengan
HH. reabilitas alat fisik
atau prosedur
administratif yang
dimiliki perusahaan untuk
II.memastikan bahwa
tindakan yang diinginkan

16
(tidak diinginkan) sudah
dilakukan
JJ. (tidak dilakukan).
KK. Pelacakan tindakan
sering memberikan
tantangan signifikan
yang harus
LL. dihadapi dalam
membuat pengendalian
akuntabilitas tindakan
berjalan efektif.
MM. Biasanya beberapa
tindakan dapat dilacak
meskipun ketika tindakan
karyawan
17
NN. tidak dapat
diobservasi langsung.
Tetapi, pelacakan ini
tidak selalu efektif.
OO. Kriteria yang harus
dipakai untuk menilai
apakah pelacakan
tindakan sudah
PP. berlangsung efektif
terdiri atas ketepatan,
objektivitas, ketetapan
waktu, dan
QQ. kemampuan untuk
memahami. Jika beberapa

18
kualitas pengukuran ini
tidak dapat
RR. dicapai,
pengendalian
akuntabilitas tindakan
tidak akan efektif
dalam
SS. membangkitkan
perilaku yang
diinginkan. Namun,
seperti pengendalian
hasil,
TT. pengendalian
tindakan biasanya tidak

19
dapat dibuat sempurna,
atau setidaknya
UU. memerlukan biaya
yang cukup besar untuk
membuatnya mendekati
sempurna.
VV. Akibatnya,
perusahaan menggunakan
pengendalian personel
dan budaya untuk
WW. membantu mengisi
kesenjangan yang ada.
Pengendalian ini
memotivasi karyawan

20
XX. untuk mengendalikan
perilaku mereka sendiri
(pengendalian personel)
maupun
YY. untuk mengendalikan
perilaku orang lain
(pengendalian budaya).
Mengetahui bahwa tindakan yang diinginkan ternyata tidak memadai untuk
memastikan pengendalian yang baik, perusahaan harus mampu memastikan atau
mengobservasi bahwa tindakan yang diinginkan sudah dilakukan. Kemampuan ini
bervariasi di antara pengendalian tindakan yang berbeda. Efektivitas
dari pembatasan perilaku dan penilaian pratindakan bervariasi secara langsung
dengan reabilitas alat fisik atau prosedur administratif yang dimiliki perusahaan
untuk memastikan bahwa tindakan yang diinginkan (tidak diinginkan) sudah
dilakukan (tidak dilakukan).
Pelacakan tindakan sering memberikan tantangan signifikan yang
harus dihadapi dalam membuat pengendalian akuntabilitas tindakan
berjalan efektif. Biasanya beberapa tindakan dapat dilacak meskipun ketika
tindakan karyawan tidak dapat diobservasi langsung. Tetapi, pelacakan ini
tidak selalu efektif. Kriteria yang harus dipakai untuk menilai apakah
pelacakan tindakan sudah berlangsung efektif terdiri atas ketepatan,
objektivitas, ketetapan waktu, dan kemampuan untuk memahami. Jika
beberapa kualitas pengukuran ini tidak dapat dicapai, pengendalian
akuntabilitas tindakan tidak akan efektif dalam membangkitkan perilaku

21
yang diinginkan. Namun, seperti pengendalian hasil, pengendalian
tindakan biasanya tidak dapat dibuat sempurna, atau setidaknya
memerlukan biaya yang cukup besar untuk membuatnya mendekati sempurna.
Akibatnya, perusahaan menggunakan pengendalian personel dan budaya untuk
membantu mengisi kesenjangan yang ada. Pengendalian ini memotivasi karyawan
untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri (pengendalian personel) maupun
untuk mengendalikan perilaku orang lain (pengendalian budaya).

2.2 Pengendalian Personel


Pengendalian personel membangun kecendrungan alami karyawan
untuk mengendalikan atau memotivasi diri mereka sendiri. Pengendalian
personel memiliki tiga tujuan, yaitu :
 Beberapa pengendalian personel membantu mengklarifikasikan harapan.
Pengendalian ini membantu memastikan bahwa tiap karyawan memahami
apa yang diinginkan perusahaan.
 Beberapa pengendalian personel membantu memastikan bahwa tiap
karyawan mampu melakukan pekerjaan dengan baik, bahwa
mereka mempunyai kemampuan (seperti pengalaman, kepandaian)
dan sumberdaya (seperti informasi dan waktu) yang dibutuhkan
untuk melakukan pekerjaan.
 Beberapa pengendalian personel meningkatkan kemungkinan bahwa tiap
karyawan akan terlibat dalam self monitoring. Self monitoring terbilang
efektif sebab kebanyakan orang memiliki hati nurani yang membimbing
mereka untuk melakukan hal yang baik dan mampu melahirkan perasaan
positif akan rasa hormat kepada diri sendiri (self respect) dan kepuasan saat
mereka melakukan pekerjaan dengan baik serta menyaksikan
keberhasilan perusahaan.
Pengendalian personel dapat diimplementasikan melalui seleksi dan
penempatan, pelatihan, dan desain pekerjaan dan resourcing. Dengan kata lain,
menemukan orang yang tepat untuk melakukan pekerjaan tertentu,
melatihmereka, dan memberikan mereka lingkungan kerja yang baik serta sumber

22
dayayang dibutuhkan, cenderung dapat meningkatkan kemungkinan akan
dilakukannya pekerjaan dengan baik.
 Seleksi dan Penempatan
Perusahaan mencurahkan seluruh waktu dan upaya untuk menyeleksi
dan menempatkan karyawan. Sebuah literatur mempelajari dan
menjelaskan cara terbaik untuk mencapainya. Umumnya isi dalam
literatur tersebut menjelaskan peramal-peramal kesuksesan yang
mungkin, seperti pendidikan, pengalaman, keberhasilan masa lalu, dan
kepribadian serta keterampilan sosial. Seleksi karyawan sering meliputi
pengecekan referensi terhadap karyawan baru, yang beberapa tahun
terakhir telah ditingkatkan oleh banyak perusahaan sebagai respon
terhadap meningkatnya kekhawatiran akan keamanan tempat kerja.
Namun, selain penyaringan terhadap karyawan untuk memitigasi masalah
keamanan, perusahaan terutama memfokuskan diri dalam mencocokkan
persyaratan suatu pekerjaan dengan kemampuan pelamar kerja. Semakin
banyak teknik seleksi karyawan yang canggih telah dikembangkan dan
digunakan. Beberapa perusahaan telah memilih untuk menganalisis tulisan
tangan dari karyawan yang potensial atau menggunakan tes poligraf
sebagai upaya untuk menyingkirkan karyawan yang rawan bekerja dengan
buruk.
 Pelatihan
Cara umum lainnya untuk meningkatkan kemungkinan karyawan
melakukan pekerjaan dengan baik. Pelatihan dapat memberikan informasi
yang bermanfaat mengenai tindakan atau hasil seperti apa yang diharapka
noleh perusahaan dan cara terbaik untuk melaksanakan suatu tugas.
Pelatihan dapat juga memberi dampak motivasional yang positif sebab
karyawan dapat diberikan rasa profesionalisme yang lebih besar,
dan mereka sering kali lebih terpancing untuk melakukan pekerjaan dengan
baik jika pekerjaan tersebut mereka pahami.
 Desain Pekerjaan dan Persediaan Sumber Daya yang Dibutuhkan

23
Cara lain untuk membantu karyawan bertindak tepat ialah
memastikan bahwa pekerjaannya dirancang untuk memungkinkan
karyawan yang termotivasi dan berkualitas untuk meraih sukses.
Karyawan juga memerlukan adanya seperangkat sumber daya khusus untuk
mereka agar dapat melakukan pekerjaan dengan baik. Kebutuhan akan
sumber daya sangat terspesifikasi pada pekerjaan, tapi didalamnya juga bisa
meliputi hal-hal seperti informasi, peralatan, persediaan, dukungan staf,
bantuan keputusan, maupun kebebasan interupsi. Pada perusahaan
yang lebihbesar, khususnya, terdapat kebutuhan besar akan transfer
informasi antarentitas dalam perusahaan, sehingga koordinasi dari
tindakan dan keputusan yang tepat waktu dan efisien dapat dipertahankan

2.3 Pengendalian Budaya


Pengendalian ini didesain untuk mendukung pemantauan bersama
(mutualmonitoring) dari sebuah tekanan kuat dari suatu kelompok terhadap
individu yang menyimpang dari norma dan nilai kelompok. Pengendalian budaya
akan bekerja paling efektif jika anggota kelompok memiliki keterikatan sosial
atau emosional antara satu sama lain.
Budaya dibangun di atas tradisi, norma, kepercayaan, nilai, ideologi, sikap,
dan cara berperilaku bersama. Norma budaya mirip sekali dengan
peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mengatur perilaku karyawan. Budaya
perusahaan relatif tetap dari waktu ke waktu, meski tujuan dan strategi beradaptasi
seperlunya terhadap perubahan kondisi bisnis. Budaya perusahaan yang kuat dan
fungsional memengaruhi karyawan untuk bekerja sama dalam model yang
sinergis. Namun, hal ini juga menunjukkan bahwa meski pengarahan dan
kekompakan memberikan manfaat tertentu, budaya yang kuat terkadang dapat
menjadi sumber terjadinya inersia yang dapat menghalangi perubahan dan
adaptasi yang diperlukan dalam lingkungan yang berkembang cepat. Budaya
perusahaan dapat dibentuk dalam banyak cara, baik lewat kata maupun contoh,
meliputi kode etik, penghargaan kelompok, transfer antarperusahaan, pengaturan
fisik dan sosial, dan tone at the top.

24
1) Kode Etik
Kebanyakan perusahaan dengan ukuran di atas minimal berupaya
untuk membentuk budaya perusahaan mereka melalui kode tingkah laku,
kode etik, kredo perusahaan, atau pernyataan visi misi, ataupun
filosofi manajemen. Dokumen tertulis yang formal tersebut
memberikan pernyataan umum akan nilai perusahaan, komitmen
kepada pemegang kepentingan, dan keinginan pihak manajemen
mengenai bagaimana seharusnya perusahaan berfungsi.
Kode didesain untuk membantu karyawan memahami perilaku apa
yang diharapkan meski tidak ada peraturan yang spesifik, itu pun kodenya
lebih didasarkan pada prinsip dibandingkan hanya didasarkan pada peraturan.
Kode ini dapat meliputi pesan penting mengenai dedikasi terhadap kualitas
maupun kepuasan pelanggan, perlakuan yang adil pada karyawan
dan pelanggan, keamanan karyawan, inovasi, pengambilan risiko,
ketaatanpada prinsip etis, komunikasi yang terbuka, dan kesediaan untuk
berubah. Supaya efektif, pesan yang dimasukkan dalam pernyataan
ini harus diperkuat melalui sesi pelatihan formal dan melalui diskusi
informal atau pertemuan pendampingan antara karyawan dan pengawasnya.
Bentuk kode tingkah laku dapat bervariasi antar perusahaan.
Selain pernyataan kebijakan umum, yang dielaborasi seperlunya oleh
hampir semua kode tingkah laku, beberapa kode memberikan panduan untuk
isu tertentu. Jika panduan yang demikian disertakan, maka rincian
perilakuakan dapat menunjukkan bentuk pengendalian akuntabilitas
tindakan karena karyawan yang melanggar akan mendapat teguran.
Nilai-nilai yang paling umum dikutip dan ditanamkan dalam
kode etikialah integritas, kerja sama, rasa hormat, inovasi, dan fokus pada
klien dan paling sering ditujukan kepada karyawan. Tapi beberapa kode etik
tidak berhasil karena kode tidak didukung oleh kepemimpinan yang kuat
dantone from the top yang tepat. Manajer puncak tidak selalu berkomitmen
terhadap kode ini, atau lebih buruk lagi, memberikan contoh buruk dengan
melakukan tindakan yang tidak tepat.

25
2) Imbalan Kelompok
Penyediaan imbalan atau insentif yang didasarkan pada
pencapaian kolektif juga mendukung pengendalian budaya. Rencana
insentif yang berdasarkan pada pencapaian kolektif tersebut bisa
berwujud dalam berbagai bentuk. Contoh umumnya adalah bonus,
pembagian laba (profitsharing) atau pembagian keuntungan (gain
sharing) yang memberikan kompensasi berdasarkan pada kinerja
perusahaan atau entitas secara keseluruhan (alih-alih secara individu)
berkenaan dengan, keuntungan atau reduksi biaya (cost reductions).
Penghargaan kelompok di sini lebih dibahas sebagai tipe dari
pengendalian budaya dibandingkan sebagai pengendalian hasil, sebab
penghargaan kelompok tersebut sesungguhnya berbeda karakter dengan
penghargaan yang diberikan untuk kinerja secara individu, dengan imbalan
kelompok, hubungan antara upaya individu dan hasil yang diberikan
imbalan tergolong lemah, atau setidaknya dilemahkan. Oleh karenanya,
motivasi untuk mendapat imbalan tidak termasuk dalam dorongan
utama yang dipengaruhi oleh imbalan kelompok, justru komunikasi
harapan dan pemantauan bersamalah yang termasuk di dalamnya.
Tidak disebutkan bahwa imbalan kelompok tidak dapat memberi
dampak positif terhadap motivasi, meski pengaruhnya tidak langsung.
Imbalan kelompok dapat mendorong terciptanya kerja sama, pelatihan
ditempat kerja untuk karyawan baru (ketika mereka ditugaskan ke
dalam kelompok yang bersamaan dengan rekan kerja yang sudah
berpengalaman), dan pengadaan tekanan dari rekan kerja terhadap karyawan
agar ikut aktif bekerja demi kebaikan kelompok.
Bukti lain dari keberhasilan imbalan kelompok berasal dari pekerjaan
yang menggambarkan pengalaman perusahaan dengan program yang
dikenal sebagai open book management (OBM), yaitu ketika imbalan
kelompok merupakan unsur penting. Tujuan dari program OBM
adalah untuk menciptakan garis pandang yang jelas antara tindakan
atau keputusan karyawan dan kinerja keuangan perusahaan, dengan

26
demikian menanamkan insentif bagi karyawan untuk berperilaku
sesuai dengan keinginan terbaik perusahaan dan untuk membuat saran
perbaikan. Sepertiyang dijelaskan sebelumnya bahwa imbalan
kelompok secara esensial mampu mendelegasikan pemantauan perilaku
karyawan kepada temankerja karyawan. Ini merupakan esensi dari
pemantauan bersama.
3) Pendekatan Lain Untuk Membentuk Budaya Perusahaan
Pendekatan umum lain untuk membentuk budaya perusahaan
meliputi transfer antar perusahaan, pengaturan fisik dan sosial, serta tone at
the top. Transfer antar perusahaan atau rotasi karyawan membantu
menyebarkan budaya dengan memperbaiki sosialisasi karyawan dalam
perusahaan, memberikan mereka apresiasi terhadap masalah yang lebih yang
dihadapi oleh berbagai bagian dalam perusahaan, dan menghambat
terciptanya tujuan dan pandangan yang saling bertentangan. Pengaturan fisik,
seperti rencana kantor, arsitektur, dan dekor interior, serta pengaturan sosial
seperti kode penggunaan baju, kebiasaan yang dilembagakan, perilaku,
dan kosa kata, dapat pula membantu membentuk budaya perusahaan.
Terakhir, manajemen dapat membentuk budaya dengan mengatur tone at the
top yang tepat. Pernyataan mereka harus konsisten dengan tipe budaya yang
sedang mereka coba untuk ciptakan, dan yang penting, tindakan dan perilaku
mereka harus konsisten dengan pernyataan mereka. Manajer bertindak
sebagai panutan, dan manajer merupakan faktor penentu dalam menciptakan
integritas budaya dalam perusahaan mereka.

2.4 Studi Kasus Axeon


Axeon N.V berpusat di Heerlen, Belanda. Axeon memproduksi lini produk
bahanbahan kimia industri di 24 pabrik. Pada sejarahnya Axeon mengakuisisi
sejumlah perusahaan asing, yang diantaranya termasuk, Hollandsworth, LTd., di
London. Guna memanfaatkan keahlian geografis dari perusahaan yang diakuisisi
ini, setiap cabang diminta untuk bertanggung jawab atas penjualan semua produk
Axeon yang berada dalam wilayah tanggung jawabnya: Eropa Selatan untuk

27
Saraceno, Inggris untuk Hollandsworth dan Skandinavia berturut-turut,
menyumbang 8%, 14% dan 6% dari total penjualan Axeon. Penjualan lain
ditangani oleh perusahaan Axeon di Belanda.
Gaya manajer tingkat atas di Axeon ialah menekankan pada tingginya
tingkat desentralisasi. Untuk produk-produk yang dibuat di Belanda, perusahaan
penjualan Axeon Belanda akan menetapkan harga yang sama untuk perusahaan
cabang, sama halnya dengan yang mereka tetapkan pada semua agen di seluruh
Negara.
Ian Wallingford, seorang pria 39 tahun dengan gelar universitas di bidang
teknik dan perdagangan, dipekerjakan. Ian memiliki pengalaman sebagai insinyur
manufaktur, sebagai seorang manajer pemasaran untuk kantor cabang suatu
perusahaan di Inggris dari perusahaan yang berpusat di Amerika dan sebagai
seorang manajer laba pusat pada sebuah perusahaan industri besar di Inggris.
Menurut Ian, Hollandsworth dapat mengembangkan pasar di Inggris yang
akan hampir sebesar pasar global terkini Axeon yang memasarkan AR-42. Ada
sekitar 600 ton AR-42 yang dulu diproduksi tiap tahunnya di pabrik Axeon di
Belanda, tetapi tidak ada satu pun hasilnya yang dijual di Inggris, Manajemen
Hollandsworth mewawancarai konsumen potensial dan melakukan percobaan di
tiga pabrik mereka dan mendapat bukti bahwa penghematan biaya besar-besaran
memang akan terwujud. Mereka memperkirakan potensi total market Inggris
untuk lapisan seperti AR-42 mencapai 800 ton per tahun. Jika mereka dapat
menjual produk seharga £3.700 per ton, mereka dapat memperoleh setengah dari
total market atau 400 ton per tahun, dalam periode tiga tahun.
Usul Ian tersebut dibahas dalam sebuah rapat yang diadakan Anton van
Leuven (Direktur Manajemen) bersama 4 manajer lain Axeon NV di Belanda.
Hasil dari pembahasan tersebut adalah 3 dari 4 manajer menolak ide
pembangunan pabrik untuk membangun AR-42 di Inggris. Sekembalinya Ian ke
Inggris ia melaporkan hasil rapat di Belanda kepada dua anggota dewan. Salah
satu anggota dewan mengancam akan mengundurkan diri bila usul pembangunan
pabrik AR-42 di Inggris ditolak.

28
Anton mengetahui surat dari anggota dewan tersebut dan memutuskan
untuk melakukan pertimbangan lebih lanjut. Setelah dilakukan perhitungan lebih
lanjut dan teliti, direktur pabrik di Belanda mengapresiasi ide penjualan Ian
namun sekaligus menolak ide pembangunan pabrik. Ian kecewa dengan keputusan
direksi dan mengungkapkan dirinya menyerah.

Pembahasan Studi Kasus


1. Analisis awal tentang kesalahan yang kontras terjadi dalam Axeon
Dalam analisis awal, ditemukan terdapat tiga masalah yang cukup kontras
dan harus serius diperhatikan oleh perusahaan Axeon untuk ditangani atau
diselesaikan. Masalah tersebut adalah mengenai overoptimis, investasi, dan nilai
asset.
a. Hal pertama mendasar adalah adanya sebuah skenario dalam perusahan
yang terjadi didasarkan pada sifat optimisme yang tinggi Sifat tersebut
akan lebih merujuk pada akibat yang negative; diantaranya egoistis. Dalam
hal ini berdampak pada kinerja yang mengedepankan sifat tersebut dari
pada memperhitungkan terlebih dahulu secara matang, usulan atau
kebijakan yang akan diambil.
b. Masalah Ian yang mengajukan proposal peminjaman uang untuk investasi
pabrik baru di Inggris. Maka sangat penting adanya analisis dan
perhitungan atas pengaruh pengembalian hutang. Dan mungkin akan lebih
baik jika memang investasi tersebut mendatangkan kembali mobal yang
lebih tinggi dalam jangka waktu yang diharapkan. Namun kalau
perhitungan tidak relevan, kemungkinan besar berakibat tebalik dan
menurunkan profitabilitas.
c. Masalah perkiraan atau perhitungan nilai asset perusahaan cabang di
Inggris, dimana nilai estimasi pabrik pada tahun ke-7 adalah 1.400.000 dan
jumlahnya sama dengan nilai investasi awal. Hal ini tampaknya tidak
masuk akal karena Ian mengasumsikan tidak terdapat depresiasi. bahwa
kesalahan perhitungan tersebut dapat membuat perhitungan selanjutnya
terkait pengambilan keputusan dapat menjadi salah.

29
2. Pengendalian budaya dan personel dalam perusahaan Axeon sudah sesuai
dengan sistem yang ada
a. Sistem yang dianut oleh perusahaan Axeon.N.V
Axeon.N.V. adalah perusahaan yang menekankan sistem desentralisasi.
Oleh sebab itu, manajer cabang memiliki otonomi yang besar untuk
memutuskan kelangsungan hidup perusahaan cabang masing-masing.
Desentralisasi adalah pembuatan keputusan tidak hanya dimonopoli oleh
pimpinan puncak saja melainkan dengan cara melibatkan seluruh elemen
yang ada dalam organisasi (melibatkan manajer dan bawahannya sesuai
dengan keterkaitannya dengan masalah yang akan diputuskan).
Dapat disimpulkan bahwa Desentralisasi perusahaan adalah Sebuah
perusahaan yang terdesentralisasi, yang mana wewenang pengambilan
keputusannya tidak diserahkan pada beberapa orang eksekutif puncak,
melainkan disebarkan diseluruh perusahaan cabang terkait.
Pada pengambilan keputusan terdesentralisasi memperkenankan manajer
pada jenjang yang lebih rendah untuk membuat dan mengimplementasikan
keputusankeputusan penting yang berkaitan dengan wilayah
pertanggungjawaban mereka dengan mempertimbangkan pendapat dari
seluruh pihak terkait.
b. Pengendalian personel dalam perusahaan Axeon.N.V.
Perusahaan Axeon.N.V. dengan sistemnya desentralisasi terbilang sukses
dalam menciptakan suatu pengendalian personel. Hal tersebut
tergambarkan pada tercapainnya tiga tujuan dari pengendalian personel di
tengah-tengah sistem tersebut.
Pertama adalah dalam hak otonomi yang diberikan pada perusahaan
cabang, beberapa pengendalian personel membantu mengklarifikasikan
harapan. Membantu memastikan bahwa setiap karyawan memahami apa
yang diinginkan perusahaan.
Kedua adalah dengan sistem desentralisasi tersebut juga perusahaan-
perusahaan cabang menghasilkan karyawan-karyawan yang berkualitas.
Mempunyai kemampuan seperti kepandaian, pengalaman dalam

30
menjalakan pekerjaan dalam cabang. Kemampuan terus meningkat akibat
dari tanggung jawab yang dibebani langsung pada cabang untuk
mengurusi dirinya sendiri.
Ketiga adalah setiap karyawan akan terlibat pada self-monitoring control.
Dengan kata lain, sistem desentralisasi melatih mereka, dan memberikan
mereka lingkungan kerja yang baik serta sumber daya yang dibutuhkan,
cenderung dapat meningkatkan kemungkinan akan dilakukannya
pekerjaan yang baik.
c. Pengendalian Budaya dalam perusahaan Axeon.N.V.
Pengendalian budaya didesain untuk mendukung pemantauan bersama
(mutual monitoring); sebuah tekanan kuat dari suatu kelompok terhadap
individu yang menyimpang dari peraturan dan nilai perusahaan. Budaya
perusahaan relatif tetap dari waktu ke waktu, meski tujuan dan strategi
beradaptasi seperlunya terhadap perubahan kondisi bisnis. Budaya
perusahaan dapat dibentuk dalam banyak cara, baik lewat kata maupun
contoh, meliputi kode etik, pengharagaan kelompok, transfer
antarperusahaan, pengaturan fisik dan sosial dan tone at the top. Pada
perusahaan Axeon.N.V. sendiri sangat kental budaya yang terjadi,
sehingga kemajuan harapan, kemampuan dan saling memonitoring antar
karyawan sangat terjaga di dalam sistem Desentralisasi ini.
3. Keputusan terbaik yang seharusnya diambil oleh Van Leuven
Perkiraan biaya variabel manufaktur AR-42 di Belanda untuk pengiriman
ke Inggris

31
Perusahaan dapat memperluas produksi di Belanda untuk mengoptimalkan
profit dan mengurangi biaya. Ini bisa lebih menguntungkan dalam jangka panjang
daripada membangun pabrik baru di Inggris. Selain lebih menguntungkan, solusi
tersebut juga merupakan solusi terbaik demi kepentingan perusahaan dari
Axeon.NV.
Sebagai peran seorang Direktor Manajemen, Mr Van Leuven adalah
seseorang yang memegang penuh kekuasaan dalam menentukan keputusan yang
dilaksanakan oleh perusahaan. dalam kasus proposal ini, terdapat dua hal yang
harus dipertimbangkan secara serius.
a. Mr Van Leuven harus benar-benar menghitung secara mendetail dan
membandingkannya, mana diantara kedua pilihan tersebut yang dapat
mencapai tujuan biaya yang paling efektif sekaligus efisien waktu.
Maka keputusan yang terbaik adalah bahwa Hollandworth membeli
produk AR-42 dari Belanda daripada investasi pabrik sendiri, karena tidak
efektif dan efisien.
b. Memimpin otonomi dan moral manajemen anak perusahaan dengan cara
yang baik dan bijaksana, agar tidak melanggar dari sistem yang ada.
Untuk hal yang kedua, komunikasi yang baik adalah hal penting yang
harus dijaga oleh Mr Van Leuven. Hal ini menjadi satu-satunya cara
terbaik untuk meminimalkan dampak negatif dari kasus yang terjadi.
Otonomi yang bermoral sangat penting pula dalam perusahaan cabang
dalam mencapai keuntungan ekobnomi. Komunikasi yang terjaga dari
kedua belah pihak sangat diperlukan demi kepentingan tujuan perusahaan
yang lebih baik.
Dengan kata lain, walaupun proposal yang diajukan Ian selaku manajer
Hollandsworth ditolak. Penolakan tersebut perlu dikomunikasikan karena
berdasarkan pertimbangan dan perhitungan yang matang. Agar keputusan
ini dapat diterima dengan baik dan memberi reward atas inisiatif penjualan
AR-42 di Inggris.

Kesimpulan Studi Kasus

32
Dari hasil pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Axeon sebagai
perusahaan yang menekankan sistem desentralisasi sangat perlu dijalankan
pengendalian tindakan, personel, dan budaya. Dalam kasus yang terjadi di
perusahaan ini adalah menggambarkan bagaimana pentingnya sebuah analisis dan
perhitungan yang matang dalam mengambil sebuah keputusan atau kebijakan.
Kesampingkan sikap optimisme berlebihan serta egoistik, namun dahulukan
kematangan perhitungan tersebut agar tercapainya tujuan perusahaan.

33
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Pengendalian tindakan memiliki sejumlah bentuk yang berbeda,


yaitu pembatasan perilaku, penilaian pratindakan, akuntabilitas tindakan,
dan redundansi. Pengendalian tindakan merupakan tipe pengendalian
manajemen paling langsung, sebab pengendalian tindakan memastikan perilaku
tepat yang ditampilkan oleh orang-orang yang harus diandalkan oleh
perusahaan dengan berfokus langsung pada tindakan mereka.
Pengendalian personel dan budaya, yakni mendorong manajer salah satu
atau kedua kekuatan positif yang biasanya terdapat dalam perusahaan,
yaitu pemantauan diri dan pemantauan bersama. Kekuatan-kekuatan ini
dapat ditingkatkan dengan berbagai cara, termasuk seleksi dan penempatan
personel yang efektif, pelatihan, desain pekerjaan, dan penyediaan
sumber daya yangdibutuhkan, kode etik, imbalan kelompok, transfer antar
perusahaan, pengaturan fisik dan sosial, dan tone at the top.
Pengendalian budaya dan personel, yang terkadang merujuk pada
pengendalian yang lunak, menjadi kajian yang lebih penting akhir-akhir
ini. Perusahaan sudah menjadi lebih baik. Manajer memiliki rentang kendali
yang lebih luas, dan mengelaborasi hierarki serta sistem pengendalian
tindakan (birokrasi) telah dicopot dan digantikan dengan karyawan yang berdaya.
Dalam lingkungan ini, nilai bersama perusahaan telah menjadi alat yang lebih
penting untuk memastikan bahwa setiap orang bertindak sesuai dengan
kepentingan terbaik perusahaan.

34
DAFTAR PUSTAKA
Merchant, Kenneth A., dan Wim A. Van der Stede. 2014. Sistem
Pengendalian Manajemen. Jakarta: Salemba Empat

35

Anda mungkin juga menyukai