Anda di halaman 1dari 22

SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

Control Tightness ( or Looseness )


(Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pengendalian Manajemen)

Oleh :
Lulu Puspita Damayanti
M. Arief Fauzi
Mutia Annisa Octivianti
S1 Akuntansi Reguler B 2012

Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Jakarta
2014

KATA PENGANTAR

8335123546
8335123535
8335120533

Assalamualaikum Wr. Wb.


Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah untuk
memenuhi mata kuliah Sistem Pengendalian Manajemen. Makalah ini berjudul
Control Tightness ( or Looseness) sesuai dengan tujuan instruksional khusus
mata kuliah Sistem Pengendalian Manajemen, Program Studi S1 Akuntansi,
Jurusan akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Jakarta.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi
penyusunan

bahasa

maupun

segi

lainnya.

Oleh

karena

itu

penyusun

mengharapkan dan menerima saran dan kritik dari pembaca sehingga kami dapat
memperbaiki makalah mengenai sistem pengendalian manajemen ini. Akhirnya
penyusun mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi
bahan pembelajaran bagi pembaca. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih
atas perhatian pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Jakarta, 12 Oktober 2014,


Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1
Latarbelakang
1.2
Rumusan Masalah
1.3
Tujuan Penulisan
1.4
Manfaat Penulisan
1.5
Metodologi Penelitian
BAB II. PEMBAHASAN
2.1
Control Tightness (or Looseness)
2.2
Tight Action Control
2.3
Tight Result Control
2.4
Tight People Control
2.5
Multiple Form of Control
BAB III. STUDI KASUS
3.1
Pengertian Kencangkan Ikat Pinggang
3.2
Profil PT Pelindo 1
3.3
Penerapan Kontrol Kencangkan Ikat Pinggang pada PT Pelindo 1
3.4
Pengaruh Kontrol Kencangkan Ikat Pinggang terhadap Kinerja Keuangan
perusahaan
BAB IV. PENUTUP
4.1
4.2

Kesimpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Banyaknya penyimpangan perilaku yang terjadi didalam suatu
organisasi menyebabkan organisasi tersebut tidak berkembang dengan baik.
Sehingga diperlukan suatu control yang harus diterapkan pada organisasi

agar dapat mencapai visi dan misi organisasi tersebut. Control yang
diterapkan pada organisasi dapat berupa: action control, result control, dan
personnel and cultural control. Action control adalah suatu pengendalian
yang diterapkan perusahaan pada proses operasionalnya. Result control
merupakan pengendalian terhadap hasil dari proses operasional organisasi.
Sedangkan personnel and cultural control adalah pengendalian dengan
menciptakan suatu budaya yang berguna untuk memotivasi karyawan.
Ketiga control tersebut harus dijalankan dengan baik dan benar agar
tidak menjadi boomerang bagi organisasi itu sendiri. Cara menjalankan
control tersebut, dapat diterapkan dengan 2 cara yaitu dengan: TIGHT or
LOOSE. Control yang terjadi dalam organisasi dikatakan TIGHT apabila
pengendalian yang diterapkan memaksakan keinginan perusahaan terhadap
individu yang menjalankan, sedangkan LOOSE apabila perusahaan
memberikan kebebasan kepada karyawan dalam bekerja sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya.
Selain membahas materi control tightness (or looseness), kami akan
membahas studi kasus Control Kencangkan Ikat Pinggang yang mulai
dilakukan oleh PT Pelabuhan Indonesia 1 pada tahun 2011 silam.
1.2

Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan control tightness or looseness ?
b. Bagaimana penerapan control tightness pada action control, result
control, dan people control ?
c. Bagaimana penerapan kontrol Kencangkan Ikat pinggang pada PT
Pelindo 1 ?

1.3

Tujuan Penulisan
a. Untuk memenuhi

nilai

tugas

matakuliah

Sistem

Pengendalian

Manajemen.
b. Untuk mengetahui pengertian control tightness dan looseness.
c. Untuk mengetahui penerapan control tightness pada action control,
result control, dan people control.
d. Untuk mengetahui penerapan kontrol kencangkan ikat pinggang pada PT
Pelindo 1.

1.4

Manfaat Penulisan
Sebagai bahan pembelajaran bagi pembaca khususnya mahasiswa agar dapat
mengetahui lebih dalam mengenai tightness control pada action control,
personnel control dan cultural control dalam sistem pengendalian
manajemen. Selain itu agar mahasiswa mengetahui penerapan control
tightness pada perusahaan yang sedang melakukan Kencangkan Ikat
Pinggang.

1.5

Metode Penelitian
Dalam penyusunan makalah ini metode penelitian yang kami gunakan
adalah penjelajahan internet (untuk mencari materi dan beberapa informasi
yang tidak bisa kami dapatkan dari buku-buku).

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Control Tightness (or Looseness)
Control Tightness or Looseness menggambarkan penstrukturan
internal organisasi yakni cara-cara yang digunakan manajemen untuk
mengontrol karyawan sesuai dengan regulasi kerja setiap hari juga berkenaan
dengan berbagai pengeluaran yang dilakukan oleh organisasi.
Kontrol yang terjadi dalam organisasi dapat dikatakan TIGHT apabila
pengendalian yang diterapkan memaksakan keinginan perusahaan terhadap
individu yang menjalankan atau organisasi mengawasi perilaku karyawan
secara ketat demi menjaga efisiensi biaya, sedangkan kontrol suatu
perusahaan dapat dikatakan LOOSE apabila perusahaan memberikan
kebebasan kepada karyawan dalam bekerja sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya atau organisasi tidak secara aktif mengawasi perilaku karyawan
dan mengabaikan efisiensi biaya.

Keberhasilan suatu perusahaan tentunya tidak lepas dari pengendalian


baik yang dilakukan guna terwujudnya visi dan misi perusahaan.
Pengendalian yang baik (Good Control) terjadi ketika perusahaan memiliki
probabilitas yang tinggi bahwa tujuan perusahaan akan tercapai dan
probabilitas yang rendah bahwa kejadian yang tidak diharapkan akan terjadi.
Dalam hal ini, menurut Merchant (1998), control tightness adalah sesuatu
yang dianggap bagus, maksudnya tingkat kepastian dari karyawan yang tinggi
dapat dicapai dengan perilaku yang sesuai dengan keinginan perusahaan.
Namun menurut Anthony & Govindarajan (1998) dengan
menjalankan control tightness system dapat mengakibatkan dysfunctional
effect yaitu :
1. Tindakan jangka pendek yang tidak sesuai dengan tujuan jangka panjang
yang ingin dicapai organisasi. Tekanan lebih yang dilakukan untuk
mencapai tingkat profit saat ini, membuat manager unit bisnis mengambil
tindakan jangka pendek yang mungkin salah dalam jangka panjang.
2. Untuk mencapai profit jangka pendek, manager manager unit bisnis
tidak menjalankan tindakan tindakan untuk jangka panjang.
3. Tight financial control dapat memotivasi manager untuk melakukan
manipulasi terhadap data dengan cara memalsukan data.
2.2 Tight Action Control
Tight action control pada awalnya muncul karena action control yang
semakin ketat dalam sebuah perusahaan. Menurut Merchant (1998), pada
dasarnya suatu action control dikatakan ketat hanya jika kontrol tersebut
memungkinkan para karyawan, melaksanakan tugasnya dengan konsisten
untuk mencapai tujuan perusahaan dan tidak mengambil suatu tindakan yang
membahayakan yang mungkin menghambat tercapainya tujuan perusahaan.
Pengendalian ini bersifat preventif, yaitu menjaga jangan sampai hal-hal yang
tidak diinginkan terjadi dan diketahui pada akhir proses. Tindakan perbaikan
dilakukan secepatnya saat diketahui terdapat tindakan yang perlu diperbaiki.
Pengendalian tindakan yang ketat dapat dilakukan melalui tiga cara,
yaitu pembatasan perilaku (behavioral constraints), pengkajian sebelum
tindakan dilakukan (preaction reviews), dan akuntabilitas tindakan (action
accountability)

a.

Behavioral Constraints
Behavioral Constraints adalah pembatasan kinerja yang harus dilakukan
oleh karyawan agar melakukan hal yang sesuai dengan keinginan
organisasi. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai syarat
terciptanya Behavioral Constraints yang ketat. Behavioral Constraints ini
sendiri adalah bentuk sistem control formal. Menurut Anthony &
Govindarajan (1998), harus ada rules atau peraturan yang mendukung
terciptanya suatu formal control yang baik. Wujud dari rules ini antara
lain :
Physical Constraints
Pengendalian yang dilakukan dengan memberikan hambatan akses
secara fisik kepada karyawan yang meliputi pemasangan peralatan
seperti kunci, sistem identifikasi personal, penggunaan password
untuk memasuki ruang tertentu atau file dan program tertentu
dikomputer, serta pembatas akses pada area dimana inventaris dan
informasi vital disimpan. Hal ini dilakukan untuk mencegah karyawan
melakukan tindakan yang menimbulkan kerugian fisik bagi badan
usaha.
Administrative Constraint
Administrative constraint adalah pembatasan batasan kemampuan
individu dalam melakukan tugas yang spesifik baik sebagian maupun
keseluruhan

dalam

perusahaan.

Contoh

hal
dari

yang

berurusan

dengan

administrasi

Administrative

Control

ini

adalah

pembatasan pembuatan keputusan. Jadi terdapat pemisahan jabatan


dalam perusahaan. Top manajer diberi wewenang dalam mengambil
keputusan lebih luas daripada lower dan di harapkan kemampuan
dalam pengambilan keputusan lebih baik daripada lower manajement.
Yang ditekankan pada pembatasan ini adalah agar seseorang tidak
memiliki akses yang tidak terbatas dan agar terjadi saling kontrol
antara pihak-pihak yang terlibat untuk melakukan suatu pekerjaan.
b. Preaction Review

Preaction Review adalah pengkajian kembali rencana kegiatan


operasional sebelum kegiatan operasional itu dilakukan untuk mencapai
tujuan perusahaan dan kegiatan ini menghasilkan persetujuan atau
penolakan. Kegiatan pemeriksaan ulang ini dilakukan secara mendetail
oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya.
Preaction review ini biasanya menyebabkan pertimbangan sistem
pengendalian yang sangat ketat yang melibatkan alokasi sumber daya
karena merupakan investasi yang menentukan kesuksesan atau kegagalan
suatu bisnis dalam perusahaan.
Ada dua bentuk preaction reviews, yaitu:
Formal preaction reviews: Pengkajian yang dilakukan secara
formal. Contohnya, rapat yang dilakukan oleh manager setiap
minggu untuk membahas hal-hal yang perlu dilakukan, atau
pengajuan proposal atau rencana kerja yang harus disetujui oleh

atasan.
Informal preaction reviews: Pengkajian yang dilakukan secara
tidak formal seperti mengomunikasikan secara lisan ataupun
tertulis sehingga pihak yang mengendalikan dapat memberikan
masukan, petunjuk, atau bahkan perintah tertentu sebelum
pekerjaan tersebut dilaksanakan. Contohnya, pembicaraan informal
antara manager dengan karyawannya yang dapat dilakukan melalui
media informal seperti sms, telpon, atau internet.

c.

Action Accountability
Suatu bentuk pengendalian aksi yang dilakukan dengan cara
membuat kesepakatan atau aturan dalam organisasi bahwa seseorang
harus bertanggungjawab atas segala sesuatu yang dikerjakannya. Tujuan
dari kontrol ini adalah untuk memberikan batasan terhadap tingkah laku
para karyawan. Sehingga dalam pengendalian ini akan terdapat dokumen
yang berisi ketentuan perusahaan akan kegiatan yang diinginkan
perusahaan yang seharusnya dilakukan oleh karyawan dan konsekuensi
yang harus ditanggung karyawan apabila tidak mengerjakan jenis

pekerjaan yang dimaksud dan reward yang akan diterima bila berhasil
mengerjakan dengan baik.
Action Accountability dapat diaplikasikan dengan cara :
a. Mendefinisikan secara jelas tentang macam pekerjaan apa yang dapat
diterima perusahaan (acceptable) dan juga apa yang tidak dapat
diterima (unacceptable).
Contoh : Karyawan department store diwajibkan untuk senyum
kepada pelanggan dan tidak diperkenankan untuk duduk selama
bekerja.
b. Mengkomunikasikan hal tersebut kepada seluruh elemen perusahaan.
Contoh : adanya aturan kerja, sistem dan prosedur, standard operating
procedures (SOP).
c. Melakukan observasi atau pelacakan tentang apa yang sebenarnya
terjadi tentang cara-cara orang melakukan pekerjaan tertentu melalui
observasi langsung (direct observation) maupun dengan teknik-teknik
pengawasan lainnya.
Contoh : melakukan inspeksi mendadak (sidak), ataupun CCTV.
d. Menyediakan stimulus yaitu sistem reward dan punishment pada
karyawan. Memberikan penghargaan kepada karyawan yang bekerja
dengan baik dan benar serta memberikan hukuman kepada karyawan
yang melanggar peraturan yang ada dalam badan usaha.
Kemampuan untuk mengukur action control secara efektif memiliki 4 ciri,
yaitu :
1. Tepat (precision), manajemen tahu secara pasti bahwa tindakan yang
dilakukan benar atau salah.
2. Objektif, artinya pengukuran dilakukan oleh seseorang yang independen.
3. Tepat waktu, artinya tindakan yang menyimpang diketahui secepatnya
agar segera dapat diperbaiki.
4. Dapat dimengerti, staff mengerti tindakan-tindakan apa yang boleh atau
tidak boleh dilakukan.

2.3 Tight Result Control

Result control merupakan strategi pengendalian yang menekankan


pada hasil dari suatu aktivitas. Hal ini berkaitan dengan memberikan imbalan
(reward) pada pihak-pihak yang memperoleh hasil seperti yang diharapkan,
dan memberikan hukuman (punishment) bagi pihak-pihak yang tidak berhasil
mendapat hasil sesuai dengan yang diharapkan. Ini mengikuti konsep result
accountability,dimana karyawan (termasuk manajer) harus mempertanggung
jawabkan hasil yang diperoleh.
Pencapaian tight result control tergantung pada :
a. The definitions of the desired results areas (Definisi dari hasil yang
diinginkan). Mendefinisikan dimensi kinerja bagi suatu organisasi yang
disesuaikan dengan karakteristiknya. Yang paling penting adalah organisasi
harus menetapkan apa saja yang harus dilihat untuk menyatakan suatu unit
organisasi berkinerja baik atau tidak.
Congruence
Congruent berarti memilih ukuran dimensi kinerja yang mencerminkan
tujuan perusahaan yang sesungguhnya. Result control system yang tidak
congruence terjadi karena manajer tidak mengerti dengan baik tujuan
organisasi yang sebenarnya.
Contoh :
Kesuksesan suatu museum

dapat

dicerminkan

dari

jumlah

pengunjung.
Kinerja perusahaan dapat dilihat dari hasil profit tahunan dan
prospek pertumbuhan yang signifikan.
Specificity
Merupakan target kinerja yang harus ditetapkan secara spesifik dan
feedback dilakukan dalam jangka pendek. Tight result control juga
tergantung pada adanya performance target yang spesifik dan dalam
jangka waktu tertentu. Fungsi penetapan target ini adalah memotivasi
untuk mencapai apa yang telah ditetapkan dan menjaga agar dapat
bekerja secara efisien. Terget harus mencantumkan angka.
Contoh :
Penetapan target penjualan yang harus meningkat 50% dibanding
tahun lalu

Penetapan laba Rp 10 milyar untuk tahun 2015.


Communication and Internalization
Merupakan target kinerja atau hasil

yang

diinginkan

harus

dikomunikasikan dan diinternalisasikan secara efektif kepada individu


yang akan dikontrol. Hal ini dipengaruhi oleh :
Kualifikasi dan personel yang terlibat
Jumlah partisipasi yang diperbolehkan dalam proses penetapan
sasaran
Tingkat pemahaman kemampuan pengendalian
Sasaran yang jelas dan dapat dicapai
Internalisasi menjadi rendah ketika pekerja merasa bahwa tujuan
organisasi tersebut tidak dapat dicapai, dan menyadari bahwa hasil yang
mereka harapkan tidak dapat diraih.
Completeness
Merupakan pengukuran kinerja yang harus lengkap. Completeness
berarti hasil yang ditentukan dalam manajement control system
mencakup semua area di mana organisasi mengharapkan kinerja yang
baik dan dimana para karyawan yang dilibatkan dapat memiliki
pengaruh. Jika pengukuran tidak lengkap, maka kinerja yang diukur
tidak akan efektif. Dalam hybrid control system yang merupakan
kombinasi result control, action control, dan personel control, manajer
perlu untuk memperhatikan dan memastikan bahwa semua masalah
yang potensial dapat diatasi dengan beberapa tipe control.
b.

Pengukuran Kinerja (Performance Measurement)


Tight result control tergantung pada efektivitas pengukuran kinerja yang
digunakan. Result control tergantung pada pengukuran yang :
1. Tepat (precise), artinya manajemen dapat mengukur kinerja tepat sesuai
dengan target yang telah ditetapkan.
2. Obyektif (objective), artinya pengukuran dilakukan oleh seseorang yang
independen.
3. Tepat waktu (Timely), artinya mengacu pada waktu antara kinerja dengan
pengukuran hasil.

4. Dapat dimengerti (Understandability), artinya staff dapat mengerti apa


yang harus dipertanggungjawaban dan cara pengukuran hasil.
c.

Penyediaan Stimulus (Reward and Punishment)


Result control menjadi lebih ketat bila reward dan punishment secara
langsung dan pasti terhubung ke perwujudan dari hasil yang diinginkan.
Direct link berarti result yang diartikan secara otomatis dalam bentuk
reward atau punishment, tanpa hambatan dan tidak ambigu. Define link
berarti tidak ada alasan yang dapat ditoleransi.
Reaksi setiap karyawan berbeda beda terhadap reward dan punishment
sehingga sulit untuk memprediksi pengaruhnya pada karyawan. Meskipun
tren manajemen compensation (yang mengarah pada hubungan antara
kompensasi dan kinerja badan usaha) lebih secara langsung dan pasti,
hasilnya relatif lemah untuk manajemen tingkat atas disebagian besar
perusahaan.

2.4 Tight People Control


a. Personnel Control
Merchant dan Van der Stede (2007) menyatakan bahwa
pengendalian orang (personnel control) merupakan bentuk pengendalian
yang memungkinkan seseorang untuk mengendalikan diri sendiri. Hal ini
dibangun dari suatu pemahaman bahwa pada dasarnya manusia memiliki
kecenderungan untuk mengendalikan diri sendiri dan memotivasi diri
sendiri. Pengendalian orang dilakukan untuk memastikan bahwa karyawan
memahami apa yang diinginkan oleh perusahaan.
Ketatnya suatu personnel control tergantung pada banyaknya
ketidaksamaan antara tujuan individu dan organisasi. Semakin besar
ketidaksamaan tersebut, maka kontrol itu dirasakan lebih ketat.
Control yang ketat ini sering terjadi dalam bisnis dengan skala kecil
yang dikelola oleh keluarga. Pada kondisi ini personel control yang ada
dapat berjalan efektif karena adanya kesesuaian tujuan individu dan
perusahaan, serta rendahnya tingkat keragaman orang orang di
dalamnya.

Secara umum, personnel control yang efektif adalah suatu fungsi


dari pengetahuan yang tersedia untuk menghubungkan mekanisme
pengendalian dengan solusi atas problem pengendalian yang sudah terjadi.
Metode yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan personnel
control adalah:
1. Seleksi dan penempatan staff
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan orang yang tepat pada tempat
yang sesuai dan mendorong orang tersebut menggunakan imajinasinya
dalam menyelesaikan tugasnya. Organisasi dapat melakukan sendiri
proses rekruitmen tersebut, menyerahkan kepada professional atau
perusahaan rekruitmen melalui outsourcing, dan kombinasi antara
keduanya.
2. Pelatihan (training)
Pelatihan yang tepat harus disiapkan untuk karyawan yang sudah ada di
perusahaan.Training dimaksudkan untuk meningkatkan kemungkinan
agar karyawan dapat memberikan kinerja sesuai yang diharapkan dan
juga untuk mempersiapkan diri agar kayawan siap menghadapi tuntutan
perubahan. Training yang dilakukan sendiri oleh perusahaan (in house
training) dapat dilakukan secara formal maupun tidak formal. Cara-cara
formal adalah melalui pelatihan klasikal (didalam kelas seperti kuliah)
dan training melalui kerja dengan pendampingan (on the job training).
Sedangkan training yang tidak formal adalah dengan memberi
kesempatan bagi karyawan untuk saling belajar.
3. Desain pekerjaan dan penyediaan sumber daya yang memadai
Pekerjaan seluruh elemen organisasi harus dirancang sebaik-baiknya
agar karyawan termotivasi untuk bekerja yang terbaik untuk organisasi.
Di dalam perancangan kerja yang baik, karyawan yang lebih berkualitas
akan memiliki kesempatan yang lebih pula didalam mencapai sukses
organisasi maupun karir. Perancangan kerja yang baik akan
menunjukkan jalur karir (carrier path) yang jelas dan terbuka bagi

semua orang sehingga semua orang memiliki informasi yang cukup


tentang bagaimana mereka dapat meniti karir di organisasi tersebut.
Sistem penerimaan karyawan yang baik dan terbuka, sistem
penempatan pegawai yang tepat dan terbuka, kesempatan pelatihan yang
cukup dan berkualitas, serta rancangan tugas dan karir yang baik akan
mendorong karyawan untuk berkinerja. Sistem pengendalian orang akan
mempengaruhi kinerja perusahaan.
Tingkat efektivitas langkah langkah yang digunakan untuk
meningkatkan kekuatan personnel control biasanya sulit untuk dinilai.
Informasi tentang seberapa baik faktor yang mempengaruhi kinerja seperti
pendidikan,

pengalaman

dan

kepribadian,

seringkali

tidak

dapat

diandalkan.
b. Cultural Control
Pengendalian kultural dirancang untuk mendorong para karyawan
untuk saling mengendalikan antar satu orang dengan orang lainnya, untuk
memberikan arahan dan tekanan dari suatu kelompok (group pressure)
kepada individu yang bertindak tidak sesuai dengan norma dan nilai yang
berlaku di perusahaan (Merchant dan Van der Stede, 2007). Pengendalian
kulturan akan meningkatkan rasa kebersamaan yang berkenaan dengan
tradisi, norma, kepercayaan, idiologi, sikap, dan perilaku.
Cultural contol seringkali lebih kuat dan stabil. Budaya melibatkan
sekumpulan kepercayaan dan nilai bersama yang digunakan para karyawan
sebagai petunjuk dan pandangan dalam berperilaku baik. Budaya dalam
beberapa perusahaan bisa dikatakan kuat karena budaya itu berisi
kepercayaan dan nilai nilai yang dipegang erat dan dibagi bersama.
Bagi perusahaan yang mempunyai budaya organisasi yang kuat,
pengendalian yang ketat mungkin tidak dapat dipengaruhi hanya dengan
personnel atau cultural control saja. Kebanyakan personnel atau cultural
control lebih fleksibel. Hal ini disebabkan karena dalam sebuah organisasi
terdiri dari beragam individu yang memiliki cara pandang yang berbeda.

2.5 Multiple Form of Controls


Ketika manajer ingin memperkuat kontrol, mereka sering mengunakan
bentuk kontrol multiple. Kontrol kontrol tersebut dapat saling
mempengaruhi dan saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Tujuan dari kombinasi kontrol ini adalah :
Untuk mencapai kontrol yang lebih ketat atas semua faktor penting
dalam yang mempengaruhi keberhasilan perusahaan.
Untuk mendapatkan jaminan yang lebih tinggi atas kesesuaian tindakan
karyawan dengan tujuan perusahaan.
Misalnya :
Menyewa atau mempekerjakan manajer yang bagus (personnel control).
Memotivasi karyawan dengan bonus yang besar berdasarkan hasil yang
dicapai (result control).

BAB III
STUDI KASUS
3.1 Pengertian Kontrol Kencangkan Ikat Pinggang
Kontrol Kencangkan Ikat Pinggang adalah suatu program atau
upaya-upaya yang dilakukan perusahaan guna mencapai efisiensi biaya
dengan memangkas biaya-biaya yang tidak begitu penting bagi operasional
perusahaan sehingga dapat memaksimalkan laba. Dalam penerapannya,
perusahaan harus memiliki pengendalian yang baik untuk dapat
mewujudkan tujuan program kencangkan ikat pinggang yaitu efisiensi
biaya. Untuk itu perusahaan dapat melakukan pengendalian yang ketat
pada action control, result control, maupun people control.

3.2 Profil Perusahaan


PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) 1 adalah Badan Usaha Milik
Negara

yang 100% kepemilikan sahamnya dimiliki oleh Pemerintah

Republik Indonesia. Perusahaan yang bergerak dibidang jasa kepelabuhan


ini berkantor pusat di Jalan Krakatau Ujung No.10 Medan, Sumatera
Utara, Indonesia. Perusahaan ini didirikan berdasarkan Peraturan
Pemerintah No.56 Tahun 1991.
Visi dari PT Pelindo adalah menjadi penyedia jasa kepelabuhan
dan logistik yang terkemuka di tingkat regional. Untuk itu, dia melakukan
upaya dengan menyediakan jasa kepelabuhan dan logistik berkualitas yang
memenuhi harapan pelanggan dan memberikan nilai tambah bagi
pertumbuhan ekonomi wilayah.
Kegiatan operasional PT Pelindo 1 mencakup kegiatan jasa
kepelabuhan, seperti : menyediakan dermaga dan fasilitas lain untuk
bertambat, bongkar muat peti kemas, curah cair dan kering, dan kendaraan,
menyediakan jasa terminal peti kemas, penumpang, pelayaran rakyat,
menyediakan jasa-jasa yang berhubungan dengan pemanduan dan
penundaan kapal, jasa pengisian bahan bakar bagi kapal maupun
kendaraan lain dilingkungan pelabuhan, menyediakan jasa konsultasi,
pendidikan, dan pelatihan yang berkaitan dengan kepelabuhanan, serta
kegiatan lainnya.
3.3 Penerapan kencangkan ikat pinggang
PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo)

(Persero)

mulai

mengencangkan ikat pinggang pada tahun 2011. Aksi ini dilakukan


setelah sejumlah direksi di badan usaha milik negara (BUMN) pengelola
21 pelabuhan yang tersebar di Sumatera Utara, NAD, Riau, dan Kepulauan
Riau diganti.
Pengencangan ikat pinggang ini dilakukan dengan cara merevisi
semua sektor maupun kinerja terutama yang berhubungan dengan finansial
perusahaan. Dalam menerapkan program ini, perusahaan juga melakukan

kebijakan

pengetatan

pengendalian

untuk

meningkatkan

kinerja

perusahaan.
Berikut langkah-langkah penerapan kontrol Kencangkan Ikat
Pinggang yang dilakukan perusahaan, yaitu :
1. Menerapkan Program Pengurangan Biaya
Menata ulang biaya iklan di media cetak yang selama ini dianggap
tidak efisien
Menghapus berbagai event yang dianggap tidak penting
Menghapus pembiayaan pejabat perusahaan yang sering ke luar kota
ataupun keluar negeri dengan alasan studi banding
Surat Keterangan Perjalanan Dinas tidak lagi mudah diterbitkan
seperti sebelumnya.
Membatasi mobil dinas untuk pegawai yang dinilai terlalu banyak.
2. Meningkatkan Kinerja Perusahaan
Menetapkan dan meningkatkan target untuk meningkatkan motivasi
karyawan.
Perusahaan selalu menetapkan laporan anggaran setiap
tahunnya dan meningkatkan target yang kemudian dikomunikasikan
kepada pegawai perusahaan untuk dapat meningkatkan motivasi dan
kinerja individu dan cabang.
Meningkatkan kompetensi karyawan dengan pelatihan
Membangun keterampilan dan kemampuan pegawai yang
berorientasi pada pelanggan akan memungkinkan para pegawai
Pelindo I akan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada
pelanggan. Secara konsisten perusahaan melakukan peningkatan
kompetensi SDM melalui pendidikan dan pelatihan baik yang
berhubungan dengan core business perusahaan maupun pendukung
lainnya agar dapat mandiri dalam melakukan kegiatan perusahaan.
Mengevaluasi

kinerja

perusahaan

dalam

memenuhi

harapan

pelanggan serta posisi pada persaingan.


Pada saat ini perusahaan menerapkan SMART yang
merupakan singkatan dari Sistem Manajemen Kinerja Terpadu.

Penilaian kinerja pegawai sesuai SMarT merupakan gabungan


penilaian dari aspek kompetensi dan Key Performance Indicator
(KPI) pegawai. Dengan SMarT, penilaian kinerja pegawai lebih
terukur dan relevan, disesuaikan dengan pencapaian kinerja
unit/organisasi. Penilaian kinerja ini juga diterapkan sehingga
perusahaan maupun pegawai dalam proses kerja tidak hanya diukur
melalui hasil kerjanya saja (KPI) tetapi juga melalui proses
pekerjaannya (kompetensi).
Melakukan perombakan manajemen cabang maupun pusat.
Berdasarkan hasil evaluasi, Direksi baru telah melakukan
perombakan Manajemen Cabang maupun Kantor Pusat. Diharapkan
Perusahaan bisa lebih cepat dan tepat dalam menentukan langkah
perusahaan ke depan yang lebih baik dengan menggunakan berbagai
potensi dan kekuatan yang dimiliki. Dalam hal ini, Pelindo I segera
menyusun berbagai program strategis pengembangan pelabuhan di
Selat Malaka yang terbentang mulai dari Pekanbaru sampai Ujung
Pulau Sumatera, Aceh dan juga menghubungkan jaringan ini dengan
seluruh dunia.
Penerapan sistem reward and punishment
Sistem
ini diterapkan untuk

meningkatkan

kinerja

perusahaan. Reward akan diterima oleh orang yang menunjukkan


kompetensi dan kinerja yang baik. Perusahaan menerapkan metode
berbasis 3P yaitu pay for person, pay for position, dan pay for
performance. Sedangkan punishment akan diberikan kepada orang
yang kinerjanya menurun. Punishment terbaru yang diterapkan
adalah : pemberian punishment untuk cabang yang pendapatannya
menurun, yaitu : Direksi akan berkantor di cabang tersebut untuk
memantau kegiatan operasional secara langsung. Hal ini akan
mendorong manager dan general manajer bekerja maksimal untuk
meningkatkan pendapatan cabang.

3.4 Pengaruh Kontrol Kencangkan Ikat Pinggang terhadap Kinerja


Keuangan perusahaan
Tabel perbandingan kinerja keuangan PT Pelindo 1 :
(dalam Rupiah)

Pendapatan
Beban Usaha
Laba bersih

Sebelum
2009
2010
939.865.452.237
988.428.977.876
(675.911.936.300) (756.261.964.235)
174.724.957.462
138.667.603.292

Sesudah
2011
2012
1.163.630.554.090 1.564.755.654.050
(821.138.206.815) (998.021.829.386)
211.335.377.811
355.576.855.200

Tabel peningkatan atau (penurunan) persentase kinerja keuangan PT


Pelindo 1 dibandingkan tahun sebelumnya :
Pendapatan
Beban Usaha
Laba Bersih

2010
5,17%
11,89%
-20,6%

2011
17,725%
8,58%
52,4%

2012
34,47%
21,54%
68,25%

Berdasarkan kedua tabel diatas, maka dapat dinilai kinerja


keuangan

perusahaan

sebelum

dan

sesudah

penerapan

kontrol

Kencangkan Ikat Pinggang. Sebelumnya pada tahun 2010, terjadi


penurunan pada kinerja keuangan yang dapat dilihat dari penurunan laba
perusahaan menjadi Rp 138.667.603.292 atau turun 20,6% dibanding
tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan peningkatan beban usaha yang
melebihi pendapatan. Atau dengan kata lain, perusahaan dapat dibilang
tidak efisien dalam menjalankan operasionalnya. Terlebih lagi, pada tahun
tersebut pendapatan dan laba perusahaan juga tidak mencapai target yang
telah dianggarkan pada RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan).
Pada tahun 2011, perusahaan mulai mengencangkan ikat
pinggangnya untuk melakukan efisiensi biaya. Dengan berbagai upaya
yang telah dilakukan, perusahaan dapat memperbaiki kinerja keuangannya
dengan meningkatkan pendapatan yang lebih besar 17,725% dibanding
tahun sebelumnya. Peningkatan pendapatan ini terjadi pada hampir semua
cabang perusahaan. Peningkatan pendapatan tentunya diiringi oleh

peningkatan beban operasional. Namun beban usaha perusahaan hanya


meningkat 8,58% dibanding tahun sebelumnya yaitu Rp 821.138.206.815
dan nilai ini lebih rendah dari anggarannya yang sebesar Rp
832.531.337.167. Selanjutnya, laba bersih perusahaan meningkat sebesar
52,4% dibanding thun 2010 yaitu sebesar Rp 211.335.377.811 dan
melampaui target RKAP. Maka dari itu, akibat pengetatan kontrol ini,
perusahaan dapat melakukan efisiensi pada beban usaha yang dapat
memaksimalkan laba perusahaan 2011.
Pada tahun berikutnya, perusahaan terus menerapkan kontrol
kencangkan ikat pinggang dan menyempurnakan kebijakan pengetatan
pengendalian pada perusahaan. Dapat dikatakan program ini berhasil
diterapkan pada perusahaan, karena kinerja keuangan perusahaan terus
membaik dengan ditandai oleh peningkatan pendapatan yang begitu
signifikan yaitu 34,47% dibandingkan tahun 2011. Perusahaan juga terus
melakukan efisiensi untuk mengendalikan beban usaha yang hanya
meningkat 21,54% untuk menghasilkan laba yang 68,25% lebih besar
dibanding tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 355.576.855.200.
Atas peningkatan kinerja perusahaan yang sangat baik, PT Pelindo
1 meraih penghargaan Infobank BUMN Award 2013 dari Biro Riset
Infobank atas kinerja keuangan perseroan yang memperoleh penilaian
sangat baik. Penghargaan tersebut mencakup 5 kriteria yaitu pertumbuhan
aset, penjualan, laba, serta rasio keuangan seperti efisiensi, rentabilitas,
likuiditas, dan solvabilitas.

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Tightness Control adalah pengendalian ketat yang dilakukan oleh

perusahaan dengan menerapkan kebijakan yang dapat memaksakan keinginan


perusahaan terhadap individu yang menjalankan atau pengawasan secara ketat
terhadap perilaku karyawan demi menjaga efisiensi biaya. Hal ini dilakukan agar
perusahaan dapat mencapai tujuan perusahaan dan meminimalisir kemungkinan
kejadian yang akan merugikan perusahaan. Kontrol yang ketat ini dapat dilakukan
untuk pengendalian terhadap action, result, dan people.
Berdasarkan kasus Kencangkan Ikat Pinggang pada PT Pelindo
(Pelabuhan Indonesia) 1, maka dapat dikatakan bahwa efisiensi biaya dapat
dihasilkan dengan menerapkan kontrol yang ketat pada perusahaan. Program yang
diterapkan direksi baru untuk menetapkan target dan mengadakan punishment
yang tegas bagi cabang yang pendapatannya menurun merupakan kontrol yang
ketat terhadap result yang dapat memotivasi karyawan untuk meningkatkan
kinerjanya. Action control terjadi pada saat perusahaan memangkas biaya-biaya
seperti mobil dinas, biaya iklan, berbagai event, dan mempersulit SKPJ bagi
karyawan. Pengendalian terhadap perilaku karyawan ini akan menghasilkan
efisiensi pada beban usaha yang maksimal.
Oleh karena itu, kami dapat menyimpulkan bahwa penerapan kontrol
Kencangkan Ikat Pinggang memberikan dampak positif bagi kinerja perusahaan.

Hal ini dibuktikan dengan kinerja keuangan yang terus-menerus mengalami


peningkatan setelah diterapkannya kontrol tersebut.
4.2

Saran
Sebaiknya perusahaan terus menerapkan kontrol yang ketat agar dapat

mempertahankan efisiensi dan senantiasa meningkatkan kinerja keuangan secara


berkelanjutan. Kontrol ini sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk dapat fokus
pada hal-hal utama dan tidak disibukkan oleh hal-hal yang tidak penting.
DAFTAR PUSTAKA

Lasakar, M. F. (2013). Penerapan Action Control untuk Mengatasi Motivational


Problem Karyawan di PT Pundimas Bahagia di Atambua. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Universitas Surabaya .
Praptapa, A. (2009, Mei 26). Action Control. Dipetik Oktober 2, 2014, dari
Scribd: https://id.scribd.com/doc/15812788/Action-Control-Agung-Praptapa
Praptapa, A. (2009, Mei 26). Result Control. Retrieved Oktober 2, 2014, from
Scribd: https://id.scribd.com/doc/15812620/Result-Control
Simanjuntak, W. (2011, Oktober 17). Pelindo 1 "Kencangkan Ikat Pinggang".
Retrieved
Oktober
11,
2014,
from
BUMN.go.id:
http://www.bumn.go.id/pelindo1/berita/1421/Pelindo.I.
Simanjuntak, W. (2013, November 2). Pelindo I Raih Infobank BUMN Award
2013.
Retrieved
Oktober
11,
2014,
from
MedanBisnis:
http://medanbisnisdaily.com/news/read/2013/11/02/59763/pelindo_iraih_inf
obank_bumn_award_2013/#.VD-qEFfePMw
Ynoviera. (2010, November 3). Control Tightness, Control System Cost, and
Controller.
Retrieved
Oktober
2,
2014,
from
Scribd:
https://id.scribd.com/doc/40859275/Control-Tightness-Control-SystemCost-and-Controller-Organizations

Anda mungkin juga menyukai