Anda di halaman 1dari 4

SEJARAH PERKEMBANGAN PROMOSI KESEHATAN DI INDONESIA

Sejarah adalah uraian tentang peristiwa nyata berupa fakta dan data yang bisa dijadikan
bahanuntuk disimpulkan manfaat dan mudaratnya bagi pijakan untuk kegiatan masa kini dan
yang akan datang. Di sini sejarah lebih mempunyai arti ke depan.

Istilah Health Promotion (Promosi Kesehatan) sebenarnya sudah mulai dicetuskan


setidaknya pada tahun 1986, pada waktu diselenggarakan Konferensi International Pertama
tentang Health Promotion di Ottawa, Canada, pada tahun 1986. Pada waktu itu dicanangkan the
Ottawa Charter, yang memuat definisi dan prinsip-prinsip dasar Health Promotion. Namun
istilah tersebut pada waktu itu di Indonesia belum bergema. Pada waktu itu, istilah yang ada
tetap Penyuluhan Kesehatan, disamping juga populer istilah-istilah lain seperti KIE
(Komunikasi, Informasi dan Edukasi), Pemasaran Sosial (Social Marketing), Mobilisasi Sosial,
dll,

Dengan demikian penggunaan istilah promosi kesehatan di Indonesia tersebut dipacu oleh
perkembangan dunia internasional. Nama unit Health Education di WHO baik di Headquarter,
Geneva maupun di SEARO, India juga sudah berubah menjadi Unit Health Promotion. Nama
organisasi profesi internasional juga sudah berubah menjadi International Union for Health
Promotion and Education (IUHPE). Istilah promosi kesehatan tersebut juga ternyata sesuai
dengan perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia sendiri, yang mengacu pada
paradigma sehat.

Strategi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Bertolak dari prinsip-prinsip yang dapat dipelajari tentang Promosi Kesehatan, pada
pertengahan tahun 1995 dikembangkanlah Strategi atau Upaya Peningkatan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (disingkat PHBS), sebagai bentuk operasional atau setidaknya sebagai embrio
promosi kesehatan di Indonesia. Strategi tersebut dikembangkan melalui serangkaian pertemuan
baik internal Pusat Penyuluhan Kesehatan maupun external secara lintas program dan lintas
sektor.
Promosi Kesehatan juga merupakan upaya untuk menjajakan, memasarkan atau menjual
yang bersifar persuasif, karena sesungguhnya “kesehatan” merupakan “sesuatu” yang sangat
layak jual, karena sangat perlu dan dibutuhkan setiap orang dan
masyarakat.Pendidikan/penyuluhan kesehatan menekankan pada pendekatan edukatif, sedangkan
pada promosi kesehatan, selain tetap menekankan pentingnya pendekatan edukatif yang banyak
dilakukan pada tingkat masyarakat di strata primer (di promosi kesehatan selanjutnya digunakan
istilah gerakan pemberdayaan masyarakat), perlu dibarengi atau didahului dengan upaya
advokasi, terutama untuk strata tertier (yaitu para pembuat keputusan atau kebijakan) dan bina
suasana (social suppoprt), khususnya untuk strata sekundair (yaitu mereka yang dikategorikan
sebagai para pembuat opini).

Pada pendidikan/penyuluhan kesehatan, masalah diangkat dari apa yang ditemui atau
dikenali masyarakat (yaitu masalah kesehatan atau masalah apa saja yang dirasa penting/perlu
diatasi oleh masyarakat).

Pada pendidikan/penyuluhan kesehatan yang menonjol adalah pendekatan di masyarakat


melalui pendekatan edukatif ,promosi kesehatan dikembangkan adanya 5 tatanan yaitu di
rumah/tempat tinggal (where we live), di sekolah (where we learn), di tempat kerja (where we
work), di tempat-tempat umum (where we play and do everything) dan di sarana kesehatan
(where we get health services). Dari sini dikembangkan kriteria rumah sehat, sekolah sehat,
tempat kerja sehat, tempat umum sehat, dll yang mengarah pada kawasan sehat seperti desa
sehat, kota sehat, kabupaten sehat, dll sampai ke Indonesia Sehat.

Pada promosi kesehatan, peran kemitraan lebih ditekankan lagi, yang dilandasi oleh
kesamaan (equity), keterbukaan (transparancy) dan saling memberi manfaat (mutual benefit).
Kemitraan ini dikembangkan antara pemerintah dengan masyarakat termasuk swasta dan
Lembaga Swadaya Masyarakat, juga secara lintas program dan lintas sektor.

Sebagaimana pada Pendidikan dan Penyuluhan, Promosi Kesehatan sebenarnya juga lebih
menekankan pada proses atau upaya, dengan tanpa mengecilkan arti hasil apalagi dampak
kegiatan. Jadi sebenarnya sangat susah untuk mengukur hasil kegiatan, yaitu perubahan atau
peningkatan perilaku individu dan masyarakat. Yang lebih sesuai untuk diukur: adalah mutu dan
frekwensi kegiatan seperti advokasi, bina suasana, gerakan sehat masyarakat, dll.
Promosi Kesehatan Di Era Reformasi Dan Desentralisasi

Lahirnya semangat reformasi yang ditingkahi dengan terjadinya pergantian pemerintahan


pada tahun 1998 telah membawa perubahan fundamental dalam kehidupan bangsa dan negara
Indonesia. Angin reformasi yang bertiup kencang sejak lengsernya Presiden Soeharto
memperoleh wadahnya dalam sidang-sidang MPR, yang merupakan lembaga tertinggi negara.
Akhirnya dilakukan amandemen terhadap UUD 1945, sesuatu yang “diharamkan” pada era
sebelumnya. Amandemen tersebut bahkan dilakukan beberapa kali, antara lain menyangkut
tentang penghapusan lembaga Dewan Pertimbangan Agung, dibentuknya Mahkamah Konstitusi,
ada Dewan Perwakilan Daerah (DPD), pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI secara
langsung oleh rakyat, dll.

Salah satu perubahan yang mendasar adalah bergantinya sistem pemerintahan sentralisasi
menjadi desentralisasi, atau otonomi daerah. Semangat inilah yang mengilhami diundangkannya
UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta UU No.
25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diberlakukan pada tahun
2001. Sesuai dengan UU tersebut, maka Gubernur, Bupati dan Walikota kini dipilih langsung
oleh rakyat dan karenanya mempunyai kewenangan yang sangat menentukan, termasuk dalam
penentuan organisasi daerah, jabatan dan personilnya. Sementara itu lembaga legislatif, baik
DPR di Pusat maupun DPRD di daerah mempunyai kewenangan yang lebih besar (bahkan
sangat besar) dalam penyusunan anggaran keuangan baik Pusat maupun Daerah. Berkaitan
dengan itu, partai-partai politik mempunyai peranan yang sangat menentukan, melalui wakil-
wakilnya yang duduk di pemerintahan (ekskutif) dan lembaga perwakilan (legislatif), baik di
Pusat maupun di daerah.

Untuk mengantisipasi hal ini Departemen Kesehatan dalam hal ini Promosi Kesehatan
menyelenggarakan pertemuan dengan Bupati dan Walikota seluruh Indonesia pada bulan Juli
2000 yang menyepakati tentang perlunya perhatian Daerah secara lebih sungguh-sungguh
terhadap program kesehatan, kelembagaan, ketenagaan serta anggaran yang mendukungnya.
Berbagai pertemuan khusus untuk menjelaskan dan mendiskusikan tentang Paradigma Sehat dan
Visi Indonesia sehat 2010 juga diselenggarakan kepada partai-partai politik dan anggota DPR
kkhususnya komisi yang mengurusi bidang kesehatan.
Demikian pula dengan tujuan yang sama beberapa kali pertemuan khusus juga digelar di
daerah, paling tidak di beberapa propinsi, seperti Banten, Sumatera Selatan, Bangka Belitung,
Sumatera Barat, dll. Belum lagi panduan tertulis tentang penanganan program-program
kesehatan termasuk promosi kesehatan di daerah.

Selanjutnya dalam rangka desentralisasi dan otonomi daerah, setelah dilakukan


pembahasan dan sosialisasi dengan daerah, telah ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan
tentang Stándar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Salah satu
SPM bidang kesehatan tersebut adalah tentang Penyuluhan perilaku sehat, yang harus mencakup
setidaknya: Rumah tangga sehat (65%) dan Desa Posyandu Purnama (40%). Selain itu juga
ditetapkan bahwa promosi kesehatan merupakan salah satu pelayanan yang wajib dilakukan di
Puskesmas.

Era Globalisasi Dan Promosi Kesehatan

Kurun waktu 2000 an ini juga merupakan era globalisasi. Batas-batas antar negara menjadi
lebih longgar. Persoalan menjadi lebih terbuka. Berkaitan dengan era globalisasi ini dapat
menimbulkan pengaruh baik positif maupun negatif. Di satu pihak arus informasi dan
komunikasi mengalir sangat cepat. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Dunia
menjadi lebih terpacu dan maju. Di pihak lain penyakit menular yang ada di satu negara dapat
menyebar secara cepat ke negara lain apabila negara itu rentan atau rawan. Misalnya AIDS,
masalah merokok, penyalahgunaan NAPZA, dll sudah menjadi persoalan dunia. Demikian pula
budaya negatif di satu bangsa/negara dengan cepat juga dapat masuk dan mempengaruhi budaya
bangsa/negara lain.

Anda mungkin juga menyukai