Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PASIEN HENTI NAFAS DAN HENTI JANTUNG

Disusun oleh:

Kelompok 7

1. Anastasia Ayen (201721009)


2. Anna Rischa S (201721017)
3. Bagus Timur W (201721020)
4. Dina Septiana (201721032)
5. Ela Pangestuti (201721034)
6. Inozenzia Herdian (201711043)
7. Melani Atina (201711052)
8. Siti Aisyah (201721060)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES ST. ELISABETH

SEMARANG

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Resusitasi jantung paru adalah serangkaian usaha penyelamatan hidup pada


henti nafas dan henti jantung. Walaupun pendekatan yang dilakukan dapat
berbedaa-beda, tergantung penyelamat, pasien dan keadaan sekitar, tantangan
mendasar tetap ada, yaitu bagaimana melaukukan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
yang lebih dini, lebih cepat dan lebih efektif. Untuk menjawabnya, pengenalan
akan adanya henti jantung dan tindakan segera yang harus dilakukan menjadi
prioritas dalam tindakan penyelamatan.

Sejak Resusitasi Jantung Paru (RJP) modern diperkenalkan, sampai saat ini
banyak perubahan sesuai dengan perkembangan ilmu kesehatan dan kedokteran.
Hal ini karena banyak pasien-pasien henti napas dan atau henti jantung yng telah
terselamatkan tetapi prouktivitasnya menurun bahkan tergantung kepada orang
lain. Untuk itu diperlukan teknik RJP yang tetap dapat memelihara produktivitas
pasca perawatan dan meminimalkan cidera saat ditolong. Pada tahun 1950, Peter
Safar memperkenalkan nafas mulut ke mulut, bidan meresusitasi neonates. Pda
tahun 1960, Kouwenhoven dkk memperkenalkan kompresi dada. Selanjutnya
Peter safar memperkenalkan kombinasi keduanya, sebagai dasar Resusitasi
Jantung Paru yang saat ini digunakan, yaitu yang dibutuhkan hany ketrampilan
dua tangan.

Dengan penemuan tindakan diagnostic dan resusitasi mutakhir, maka


kematian tidak lagi dianggap sebagai saat berhenti kerja jantung. Sekarang
dikenal spectrum keadaan fisiologis yang meliputi kematian klinis, serebral dan
organismik. Tanpa pertolongan tindakan resusitasi maka henti sirkulasi akan
menyebabkan disfungsi serebral dan kemudian organismik (dengan kerusakan sel
irreversible). Tujuan Resusitasi Jantung Paru adalah untung mengadakan kembali
pembagian substrat sementara, sehingga memberikan waktu untuk pemulihan
fungsi jantung dan paru secara spontan. Selang waktu dari henti sirkulasi sampai
nekrosis sel terpendek pada jaringan otak, sehingga pemeliharaan perfusi serebral
merupakan tekanan utama pada Resusitasi Jaringan Paru.

B. Tujuan

1. Tujuan umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien henti jantung dan
henti nafas

2. Tujuan khusus

a. Untuk mendeskripsikan pengertian henti jantung dan henti nafas

b. Untuk mendeskripsikan etiologi dan atau faktor resiko henti jantung


dan henti nafas

c. Untuk mendeskripsikan tanda dan gejala henti jantung dan henti nafas

d. Untuk mendeskripsikan patofisiologi henti jantung dan henti nafas

e. Untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan henti jantung dan henti


nafas

C. Manfaat

a. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengertian henti jantung dan henti


nafas

b. Mahasiswa mampu mendeskripsikan etiologi dan atau faktor resiko henti


jantung dan henti nafas

c. Mahasiswa mampu mendeskripsikan tanda dan gejala henti jantung dan


henti nafas

d. Mahasiswa mampu mendeskripsikan patofisiologi henti jantung dan henti


nafas

e. Mahasiswa mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan henti jantung dan


henti nafas
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Henti jantung atau cardiac arrest adalah kondisi dimana detak jantung berhenti
secara tiba-tiba. Kondisi ini dapat ditandai dengan hilangnya kesadaran dan
napas yang berhenti. Henti napas bisa disebabkan oleh adanya hambatan jalan
nafas ataupun karena adanya kelainan pada jantung. Pada pasien henti napas
belum tentu mengalami henti jantung, tetapi bila henti jantung berarti akan
terjadi pula henti napas.
B. Etiologi
Henti jantung disebabkan oleh gangguan listrik jantung yang
menyebabkan aritmia maligna yang mengancam jiwa seperti takikardia
ventrikular yang dapat berlanjut menjadi fibrilasi ventrikular dan makin
memburuk menjadi disosiasi elektromekanikal atau asistol. Berbagai penelitian
melaporkan sebagian besar henti jantung mendadak karena aritmia maligna yang
terjadi pada pasien penyakit jantung koroner.
Henti jantung juga dipicu oleh kelainan yang reversible, yaitu
hipovolemia, hipoksia, hydrogen ion (asidosis), hipo/hiprkalemia, hipotermia,
tension pneumothorax, tamponade cardiac, thrombosis pulmonary, dan
thrombosis coronary (5H-5T).
C. Faktor Resiko Henti napas dan Henti Jantung
1. Riwayat kelaurga terkadap penyakit arteri koroner
2. Merokok
3. Tekanan darah tinggi
4. Kolesterol darah tinggi
5. Obesitas
6. Diabetes
7. Gaya hidup yang tidak aktif
8. Minum terlalu banyak alkohol
D. Tanda dan Gejala Henti Jantung dan Henti Napas
a. Pingsan secara tiba-tiba
b. Tidak ada denyut jantung
c. Tidak ada pernapasan
d. Kehilangan kesadaran
e. Nyeri dada
f. Pusing
g. Sesak napas
Kasus
Laki-laki, 56 tahun diantar ke IGD karena tidak sadarkan diri setelah bermain
tenis.Hasil pengkajian: tidak ada nadi dan tidak ada napas. Pada bed side monitor
tampakgelombang EKG di bawah ini:

Etik legal
Perawat mengaktifkan Code Blue kemudian memasang jalur infus pada metacarpal
sinistra pasien.

PENGKAJIAN

Tanggal masuk : 7 januari 2021 Jam : 08.30 WIB

Tanggal pengkajian : 7 januari 2021 Jam : 08.30 WIB

Label Triage : Merah, ATS Kategori 1

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Tn. H
2. Umur : 56 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama : Kristen
5. Alamat : Ds. Tegalombo Rt 4/Rw 3 dukuhseti Pati
6. Diagnose medis : Henti Jantung dan Henti Nafas
7. No register : 2016-110-DF

B. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Look : Lidah jatuh ke belakang atau menghalangi jalan nafas,
retraksi intercosta
Listen : Tidak ada suara nafas tambahan (snooring, gurgling, stridor)
Feel : Tidak ada kecurigaan fraktur servikal
2. Breathing
Look :Tidak terlihat ada pengembangan dada
Listen : Tidak terdapat bunyi nafas tambahan (snooring, gurgling,
stridor)
Feel : Tidak terasa hembusan nafas
3. Circulation
Look :Tidak ada perdarahan luar, warna kulit pucat, tampak sianosis
Listen : Tekanan darah tidak bisa diukur
Feel : Nadi karotis tidak teraba
4. Disability

- Pasien U (Unresponsive)

5. Exposure : Tidak ada cidera, tidak ada bau zat kimia


6. Heart Monitor : ventrikel fibrilasi (VF)

C. PEMERIKSAAN LABORATURIUM
1. Hematologi
2. Kimia klinik
3. Analisa gas darah
4. EKG
- Ventrikel fibrilasi (VF)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada pemeriksaan penunjang

E. ANALISA DATA

Tanggal/ Data Masalah Etiologi


waktu
7 Januari DS Penurunan 1. Perubahan
2021/ - curah frekuensi
08.30 DO jantung jantung
WIB 1. Pengkajian Primer 2. Perubahan
a. Airway irama
- Look : Lidah jatuh ke belakang jantung
atau menghalangi jalan nafas, retraksi 3. Perubahan
intercosta volume
b. Breathing sekuncup
- Look :Tidak terlihat ada
pengembangan dada
- Feel : Tidak terasa hembusan
nafas
c. Circulation
- Look : warna kulit pucat, tampak
sianosis
- Listen : Tekanan darah tidak bisa
diukur
- Feel : Nadi karotis tidak teraba
d. Disability
- Pasien U (unresponsive)
3. Hasil laboratorium
EKG: Ventrikel Fibrilasi (VF)
Rumusan Diagnosa

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung,


perubahan irama jantung, perubahan volume sekuncup dibuktikan dengan
airway: lidah jatuh ke belakang menutupi jalan nafas, retraksi intercosta,
breathing: tidak terlihat ada pengembangan dada; tidak terdapat bunyi nafas,
circulation: warna kulit pucat, tampak sianosis; tekanan darah tidak bisa diukur;
nadi karotis tidak teraba, disability: pasien unresponsive, heart monitor: ventrikel
fibrilator
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Tgl/Wakt No NOC NIC Rasionalisi


u DP
07 Januari 1 Penurunan curah jantung dapat Resusitasi (6320) Resusitasi (6320)
/ 08.30 dipotimalkan setelah dilakukan tindakan a. Mandiri a. Mandiri
keperawatan 8 menit, dengan kriteria 1. Evaluasi penyebab cedera pasien 1. Mengevaluasi penyebab cedera pasien untuk
hasil: 2. Cek respon pasien menggunakan verbal, mengetahui apa yang menyebabkan cedera.
Domain (II) : Kesehatan Fisiologi goyangkan korban, dan rangsangan nyeri 2. Mengecek respon pasien menggunakan verbal,
Kelas (E) : Jantung-Paru 3. Panggil bantuan jika tidak ada atau goyangkan korban, dan rangsangan nyeri untuk
Outcomes : Status Sirkulasi (0401) pernafasan tidak normal dan tidak ada respon mengetahui apakah pasien tersebut bisa
Indikator A T Keterangan 4. Periksa nadi karotis dan nafas pasien merasakan atau merespon nya.
Tekanan 1 4 1: Tidak teraba (pergerakan dada/ perut, suara nafas) 3. Memanggil bantuan jika tidak ada atau pernafasan
2 : Sedikit teraba
Nadi maximal 10 detik tidak normal dan tidak ada respon agar pasien
3 : Teraba lemah
4 : Teraba 5. Pastikan jalan nafas terbuka (head tilt) segera mendapat penanganan dengan cepat dan
5 : Teraba kuat
Tekanan 1 5 1 : <60 mmHg 6. Lakukan panggilan code sesuai standar tepat
2 : 60-69 mmHg institusi 4. Memeriksa nadi karotis dan nafas pasien untuk
darah
3 : 70-79 mmHg
sistolik 4 : 80-89 mmHg 7. Lakukan resusitasi jantung-paru (RJP) yang mengetahui apakah nadi teraba atau tidak
5 : 90-120 mmHg memfokuskan pada kompresi dada pasien 5. Memastikan jalan nafas terbuka dan posisikan
Tekanan 1 5 1 : <30 mmHg
2 : 30-39 mmHg 8. Pastikan bagian dada pasien terbuka untuk head tilt agar tidak ada sumbatan lagi dalam
diastolik
3 : 40-49 mmHg meyakinkan penempatan tangan dan untuk pernafasan.
4 :50-59 mmHg
5 : 60-80 mmHg melihat rekoil dada 6. Melakukan panggilan code sesuai standar institusi
Capilary 4 5 1 : 9-10 detik 9. Mulai 30 kompresi dada dengan laju dan agar dapat melakukan penanganan pada pasien
2 : 7-8 detik
reffil kedalaman yang spesifik, mempasilitasi dengan cepat dan sesuai
3 : 5-6 detik
4 : 3-4 detik pengembangan dada secara komplit diantara 7. Melakukan resusitasi jantung-paru (RJP) yang
5 : <2 detik
Saturasi O2 1 5 1 :80% kompresi, meminimalkan interupsi dalam memfokuskan pada kompresi dada pasien agar
2 :80-84% kompresi dan menghindari ventilasi berlebih dapat mengembalikan fungsi nafas atau sirkulasi
3 :85-89%
4 :90-94% 10. Berikan dua pernafasan buatan setelah darah didalam tubuh yang sempat terhenti
5 : 95-100 % pemberian 30 kompresi dada komplit 8. Memastikan bagian dada pasien terbuka agar
11. Minimalkan interval diantara waktu penempatan tangan sesuai dan untuk melihat
Domain : Kesehatan Fisiologis (II)
berhentinya kompresi dada dan pemberian rekoil dada
Kelas : Jantung Paru ( E)
kejutan listrik/shock, jika ada indikasi 9. Memulai kompresi dada dengan laju dan
Outcome : Status Jantung Paru (0104)
12. Berikan ventilasi manual ketika kedalaman yang spesifik, mempasilitasi
Indikator A T Keterangan
Pucat 1 4 1. Berat memungkinkan dan tanpa menggunakan pengembangan dada secara komplit diantara
2. Cukup berat kompresi dada kompresi, meminimalkan interupsi dalam
3. Sedang 13. Pasang monitor jantung kompresi dan menghindari ventilasi berlebih agar
4. Ringan 14. Lakukan perekaman EKG penangan yang dilakukan tepat
5. Tidak ada 15. Interpretasikan hasil EKG dan berikan 10. Memberikan dua pernafasan buatan setelah
Sianosis 1 4 1. Berat cardioversion atau defibrillation sesuai pemberian 30 kompresi dada komplit agar dapat
2. Cukup berat kebutuhan. (Hasil EKG : Ventrikel Fibrilasi mempertahankan O2 sehingga dapat mengetahui
3. Sedang (VF)) apakah pasien bisa bernafas secara efektif dengan
4. Ringan 16. Sediakan automated external defibrillator menggembangnya dinding dada
5. Tidak ada (AED) 11. Meminimalkan interval diantara waktu
17. Tempelkan AED dan implementasikan berhentinya kompresi dada dan pemberian kejutan
Domain : Kesehatan Fisiologis (II) langkah-langkah spesifik listrik/shock, jika ada indikasi agar hasil lebih
Kelas : Jantung Paru (E) 18. Pastikan pemberian defibrilasi dengan cepat maksimal.
Outcome : Status Pernafasan (0415) sesuai kebutuhan 12. Memberikan ventilasi manual ketika
Indikator A T Keterangan 19. Pasang akses IV dan berikan cairan IV, memungkinkan dan tanpa menggunakan kompresi
Irama 1 3 1. Deviasi berat
sesuai kebutuhan (epineprin) dada agar pasien dapat memenuhi O2 dengan
jantung dari kisaran
20. Periksa suara nafas setelah intubasi untuk cepat dan dapat memacu jantung untuk bekerja
normal
ketepatan posisi ET kembali
2. Deviasi cukup
13. Memasang monitor jantung untuk mengetahui
berat dari
perkembangan kondisi pasien
kisaran normal
14. Melakukan perekaman EKG agar dapat
3. Deviasi
mengetahui kelainan atau masalah pada jantung
sedang dari
pasien
normal
15. Menginterpretasikan hasil EKG dan berikan
4. Deviasi ringan
cardioversion atau defibrillation sesuai kebutuhan
dari kisaran
agar mengetahui kelainan yang terjadi pada pasien
normal
16. Menyediakan automated external defibrillator
5. Tidak ada
(AED) untuk melakukan prosedur defibrilasi.
deviasi dari Shockable adalah Ventricular Tachycardia/VT dan
kisaran normal Ventricular Fibrillation/VF. Sedangkan, non
-shockable adalah asystole dan pulseless electrical
Domain : Kesehatan Fisiologis (II) activity/PEA. Sehingga hanya pasien dengan
Kelas : Jantung Paru (E) irama jantung VF/VT yang bisa mendapatkan
Outcome : Status Pernafasan (0415) defibrilasi/ kejutan listrik, dikarena kan jika irama
Indikator A T Keterangan jantung asistole dan PEA mendapat defibrilasi
Gangguan 2 4 1. Berat
menyebabkan aritmia yang mengancam jiwa atau
Kesadaran 2. Cukup berat
henti jantung.
3. Sedang
17. Menempelkan AED dan implementasikan
4. Ringan
langkah-langkah spesifik agar tidak ada kesalahan
5. Tidak ada
dalam melakukan prosedur defibrilasi
18. Memastikan pemberian defibrilasi dengan cepat
sesuai kebutuhan pasien tersebut.
19. Memasang akses IV dan berikan cairan IV, sesuai
kebutuhan agar kebutuhan pasien tetap terpenuhu
20. Memeriksa suara nafas setelah intubasi untuk
ketepatan posisi ET untuk mengetahui apakah ET
terpasang dengan benar
b. Monitor b. Monitor
21. Monitor kualitas dari RJP yang diberikan 21. Memonitor kualitas dari RJP yang diberikan
22. Monitor respon pasien terhadap usaha untuk mengetahui apakah ada perubahan kondisi
resusitasi pasien setelah dilakukan RJP
22. Memonitor respon pasien terhadap usaha
resusitasi untuk mengetahui respon yang dialami
pasien selama dilakukan penanganan

c. Edukasi c. Edukasi
- -
d. Kolaborasi d. Kolaborasi
23. Bantu dalam pemasangan ET, sesuai indikasi 23. Membantu dalam pemasangan ET, sesuai
indikasi agar tidak terjadi kesalahan dalam
pemasangan ET

Terapi Oksigen (3320) Terapi Oksigen (3320)


a. Mandiri a. Mandiri
1. Siapkan peralatan oksigen 1. Menyiapkan peralatan oksigen agar kebutuhan
2. Periksa perangkat alat pemberian oksigen oksigen pasien segera terpenuhi
2. Memeriksa perangkat alat pemberian oksigen
agar dapat memastikan konsentrasi yan sedang
diberikan sudah sesuai

b. Monitor b. Monitor
3. Monitor efektifitas oksigen
3. Memonitor efektifitas oksigen untuk
4. Monitor peralatan oksigen untuk memastikan
bahwa alat tersebut tidak mengganggu upaya mengetahui apakah oksigen yang diberikan
bernafas pasien
sudah sesuai dan efektif
4. Memonitor peralatan oksigen untuk memastikan
bahwa alat tersebut tidak mengganggu upaya
c. Edukasi bernafas pasien dan untuk memastikan bahwa
-
kebutuhan oksigen terpenuhi
d. Kolaborasi
5. Berikan oksigen tambahan seperti yang
a. Edukasi
diperintahkan
-
b. Kolaborasi
5. Memberikan oksigen tambahan untuk memenuhi
kebutuhan oksigen pasien setelah ada nafas dari
perlakun RJP, untuk membantu pernafasan
pasien kembali normal lagi.
4. Etik Legal
Kasus
Perawat mengaktifkan Code Blue kemudian memasang jalur infus pada
metacarpalsinistra pasien.

Analisa Kelompok
Menurut kelompok perawat melanggar aspek etik legal non-maleficience
karena tindakan yang harus didahulukan bukan pemasangan infus. Akan tetapi
Resusitasi jantung paru terlebih dahulu, karena hitungan menit dapat mengancam
nyawa pasien.Ada pada (UU No 38 tahun 2014):
Pasal 35 :
- Dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama, perawat
dapat melakukan tindakan medis dan pemberian obat sesuai dengan
kompetensinya.
- Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
menyelamatkan nyawa klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut.
- Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan
yang mengancam nyawa atau kecacatan klien.

Pasal 38 :

- Mendapatkan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar


pelayanan keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan
ketentuan peraturan perundang-undangan
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Resusitasi jantung paru adalah serangkaian usaha penyelamatan hidup pada
henti nafas dan henti jantung. Walaupun pendekatan yang dilakukan dapat
berbedaa-beda, tergantung penyelamat, pasien dan keadaan sekitar, tantangan
mendasar tetap ada, yaitu bagaimana melaukukan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
yang lebih dini, lebih cepat dan lebih efektif. Untuk menjawabnya, pengenalan
akan adanya henti jantung dan tindakan segera yang harus dilakukan menjadi
prioritas dalam tindakan penyelamatan.
Tujuan Resusitasi Jantung Paru adalah untung mengadakan kembali
pembagian substrat sementara, sehingga memberikan waktu untuk pemulihan
fungsi jantung dan paru secara spontan. Selang waktu dari henti sirkulasi sampai
nekrosis sel terpendek pada jaringan otak, sehingga pemeliharaan perfusi serebral
merupakan tekanan utama pada Resusitasi Jaringan Paru.

B. Saran
Untuk pembaca informasi dan pelatihan tatalaksana henti nafas dan henti
jantung sebaiknya diberikan kepada masyarakat umum, mengingat bahwa
resusitasi dapat memberikan pertolongan awal. Dampak yang ditimbulkan
semakin berat jika waktu datangnya pertolongan semakin lama.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sartono, dkk. Basic Trauma Cardiac Life Support. Bekasi: Gadar Medik
Indonesia. 2019

Anda mungkin juga menyukai