Disusun oleh:
Kelompok 7
SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sejak Resusitasi Jantung Paru (RJP) modern diperkenalkan, sampai saat ini
banyak perubahan sesuai dengan perkembangan ilmu kesehatan dan kedokteran.
Hal ini karena banyak pasien-pasien henti napas dan atau henti jantung yng telah
terselamatkan tetapi prouktivitasnya menurun bahkan tergantung kepada orang
lain. Untuk itu diperlukan teknik RJP yang tetap dapat memelihara produktivitas
pasca perawatan dan meminimalkan cidera saat ditolong. Pada tahun 1950, Peter
Safar memperkenalkan nafas mulut ke mulut, bidan meresusitasi neonates. Pda
tahun 1960, Kouwenhoven dkk memperkenalkan kompresi dada. Selanjutnya
Peter safar memperkenalkan kombinasi keduanya, sebagai dasar Resusitasi
Jantung Paru yang saat ini digunakan, yaitu yang dibutuhkan hany ketrampilan
dua tangan.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien henti jantung dan
henti nafas
2. Tujuan khusus
c. Untuk mendeskripsikan tanda dan gejala henti jantung dan henti nafas
C. Manfaat
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Henti jantung atau cardiac arrest adalah kondisi dimana detak jantung berhenti
secara tiba-tiba. Kondisi ini dapat ditandai dengan hilangnya kesadaran dan
napas yang berhenti. Henti napas bisa disebabkan oleh adanya hambatan jalan
nafas ataupun karena adanya kelainan pada jantung. Pada pasien henti napas
belum tentu mengalami henti jantung, tetapi bila henti jantung berarti akan
terjadi pula henti napas.
B. Etiologi
Henti jantung disebabkan oleh gangguan listrik jantung yang
menyebabkan aritmia maligna yang mengancam jiwa seperti takikardia
ventrikular yang dapat berlanjut menjadi fibrilasi ventrikular dan makin
memburuk menjadi disosiasi elektromekanikal atau asistol. Berbagai penelitian
melaporkan sebagian besar henti jantung mendadak karena aritmia maligna yang
terjadi pada pasien penyakit jantung koroner.
Henti jantung juga dipicu oleh kelainan yang reversible, yaitu
hipovolemia, hipoksia, hydrogen ion (asidosis), hipo/hiprkalemia, hipotermia,
tension pneumothorax, tamponade cardiac, thrombosis pulmonary, dan
thrombosis coronary (5H-5T).
C. Faktor Resiko Henti napas dan Henti Jantung
1. Riwayat kelaurga terkadap penyakit arteri koroner
2. Merokok
3. Tekanan darah tinggi
4. Kolesterol darah tinggi
5. Obesitas
6. Diabetes
7. Gaya hidup yang tidak aktif
8. Minum terlalu banyak alkohol
D. Tanda dan Gejala Henti Jantung dan Henti Napas
a. Pingsan secara tiba-tiba
b. Tidak ada denyut jantung
c. Tidak ada pernapasan
d. Kehilangan kesadaran
e. Nyeri dada
f. Pusing
g. Sesak napas
Kasus
Laki-laki, 56 tahun diantar ke IGD karena tidak sadarkan diri setelah bermain
tenis.Hasil pengkajian: tidak ada nadi dan tidak ada napas. Pada bed side monitor
tampakgelombang EKG di bawah ini:
Etik legal
Perawat mengaktifkan Code Blue kemudian memasang jalur infus pada metacarpal
sinistra pasien.
PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Tn. H
2. Umur : 56 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama : Kristen
5. Alamat : Ds. Tegalombo Rt 4/Rw 3 dukuhseti Pati
6. Diagnose medis : Henti Jantung dan Henti Nafas
7. No register : 2016-110-DF
B. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Look : Lidah jatuh ke belakang atau menghalangi jalan nafas,
retraksi intercosta
Listen : Tidak ada suara nafas tambahan (snooring, gurgling, stridor)
Feel : Tidak ada kecurigaan fraktur servikal
2. Breathing
Look :Tidak terlihat ada pengembangan dada
Listen : Tidak terdapat bunyi nafas tambahan (snooring, gurgling,
stridor)
Feel : Tidak terasa hembusan nafas
3. Circulation
Look :Tidak ada perdarahan luar, warna kulit pucat, tampak sianosis
Listen : Tekanan darah tidak bisa diukur
Feel : Nadi karotis tidak teraba
4. Disability
- Pasien U (Unresponsive)
C. PEMERIKSAAN LABORATURIUM
1. Hematologi
2. Kimia klinik
3. Analisa gas darah
4. EKG
- Ventrikel fibrilasi (VF)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada pemeriksaan penunjang
E. ANALISA DATA
c. Edukasi c. Edukasi
- -
d. Kolaborasi d. Kolaborasi
23. Bantu dalam pemasangan ET, sesuai indikasi 23. Membantu dalam pemasangan ET, sesuai
indikasi agar tidak terjadi kesalahan dalam
pemasangan ET
b. Monitor b. Monitor
3. Monitor efektifitas oksigen
3. Memonitor efektifitas oksigen untuk
4. Monitor peralatan oksigen untuk memastikan
bahwa alat tersebut tidak mengganggu upaya mengetahui apakah oksigen yang diberikan
bernafas pasien
sudah sesuai dan efektif
4. Memonitor peralatan oksigen untuk memastikan
bahwa alat tersebut tidak mengganggu upaya
c. Edukasi bernafas pasien dan untuk memastikan bahwa
-
kebutuhan oksigen terpenuhi
d. Kolaborasi
5. Berikan oksigen tambahan seperti yang
a. Edukasi
diperintahkan
-
b. Kolaborasi
5. Memberikan oksigen tambahan untuk memenuhi
kebutuhan oksigen pasien setelah ada nafas dari
perlakun RJP, untuk membantu pernafasan
pasien kembali normal lagi.
4. Etik Legal
Kasus
Perawat mengaktifkan Code Blue kemudian memasang jalur infus pada
metacarpalsinistra pasien.
Analisa Kelompok
Menurut kelompok perawat melanggar aspek etik legal non-maleficience
karena tindakan yang harus didahulukan bukan pemasangan infus. Akan tetapi
Resusitasi jantung paru terlebih dahulu, karena hitungan menit dapat mengancam
nyawa pasien.Ada pada (UU No 38 tahun 2014):
Pasal 35 :
- Dalam keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama, perawat
dapat melakukan tindakan medis dan pemberian obat sesuai dengan
kompetensinya.
- Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
menyelamatkan nyawa klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut.
- Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan
yang mengancam nyawa atau kecacatan klien.
Pasal 38 :
PENUTUP
A. Kesimpulan
Resusitasi jantung paru adalah serangkaian usaha penyelamatan hidup pada
henti nafas dan henti jantung. Walaupun pendekatan yang dilakukan dapat
berbedaa-beda, tergantung penyelamat, pasien dan keadaan sekitar, tantangan
mendasar tetap ada, yaitu bagaimana melaukukan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
yang lebih dini, lebih cepat dan lebih efektif. Untuk menjawabnya, pengenalan
akan adanya henti jantung dan tindakan segera yang harus dilakukan menjadi
prioritas dalam tindakan penyelamatan.
Tujuan Resusitasi Jantung Paru adalah untung mengadakan kembali
pembagian substrat sementara, sehingga memberikan waktu untuk pemulihan
fungsi jantung dan paru secara spontan. Selang waktu dari henti sirkulasi sampai
nekrosis sel terpendek pada jaringan otak, sehingga pemeliharaan perfusi serebral
merupakan tekanan utama pada Resusitasi Jaringan Paru.
B. Saran
Untuk pembaca informasi dan pelatihan tatalaksana henti nafas dan henti
jantung sebaiknya diberikan kepada masyarakat umum, mengingat bahwa
resusitasi dapat memberikan pertolongan awal. Dampak yang ditimbulkan
semakin berat jika waktu datangnya pertolongan semakin lama.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sartono, dkk. Basic Trauma Cardiac Life Support. Bekasi: Gadar Medik
Indonesia. 2019