Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH APLIKASI TRANSKULTURAL NURSING

SEPANJANG DAUR HIDUP MANUSIA

DISUSUN OLEH :

1. Anisa Kurniasari 201711015


2. Dina Septiana 201711032
3. Merry Marentha 201711053
4. Nadila Adelinda 201711056
5. Titania Putri 201711062

STIKES St. ELISABETH SEMARANG


2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Transkultural Nursing mengetahui bagaimana seorang perawat itu dalam
melaksanakan tugasnya yang berhubungan dengan nilai budaya dalam masyarakat.
Dimana kebudayaan itu mempengaruhi seorang perawat dalam melaksanakan tugasnya
atau dalam perawatan pasiennya. Dalam hal ini konsep transkultural sangat diperlukan,
konsep keperawatan tersebut merupakan konsfigurasi dari ilmu kesehatan dan seni
perawat meliputi pengetahuan ilmu humanistic, philosopi keperawatan, praktik klinis
keperawatan, komunikasi dan ilmu sosial.
Dalam teori ini transcultural nursing didefinisikan sebagai area yang luas dalam
keperawatan yang fokusnya dalam komparatif studi dan analisis perbedaan kultur dan
subkultur dengan menghargai perilaku caring, nursing care, dan nilai sehat sakit,
kepercayaan dan pola tingkah laku dengan tujuan perkembangan ilmu dan humanistik
body of knowledge untuk kultur yang universal dalam keperawatan. Dalam hal ini
diharapkan adanya kesadaran terhadap perbedaan kultur berarti perawat yang
profesional memiliki pengetahuan dan praktik berdasarkan kultur secara konsep
perencanaan dalam praktik keperawatan. Kultur yang spesifik adalah kultur dengan
nilai-nilai dan norma spesifik yang dimiliki oleh kelompok tertentu. Kultur yang
universal adalah nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan dilakukan hampir
semua kultur
Transkultural nursing mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap
kehidupan individu, hal ini sangat penting bagi perawat untuk mengetahui latar belakang
budaya seorang pasien dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Kepercayaan kuno dan praktik pengobatan dalam hal ini masih sangat kental dalam
masyarakat, sistem pengobatan tradisional merupakan sub unsur kebudayaan masyarakat
yang percaya dalam pengobatan tradisional dan beberapa penyakit pun masih banyak
dihubungkan dengan kepercayaan dalam masyarakat.[1]
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menerapkan konsep teoritis keperawatan transcultural dalam pemberian
asuhan keperawatan yang peka budaya pada pasien.
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui penegertian transcultural
2. Mengetahui konsep transcultural
3. Mengetahui Fungsi dan peran transcultural
4. Mengetahui Kepercayaan kuno dan praktik pengobatan

C. Manfaat

1. Agar mahasiswa mengetahui penegertian transcultural

2 .Agar mahasiswa mengetahui konsep transcultural

3. Agar mahasiswa mengetahui Fungsi dan peran transcultural

4 .Agar mahasiswa mengetahui Kepercayaan kuno dan praktik pengobatan


BAB 2

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Transkultural
Bila ditinjau dari makna kata , transkultural berasal dari kata trans dan culture, Trans
berarti aluar perpindahan , jalan lintas atau penghubung.Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia; trans berarti melintang , melintas , menembus , melalui.
Culture berarti budaya . Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti :
kebudayaan , cara pemeliharaan , pembudidayaan.
1. Kepercayaan , nilai – nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi suatu kelompok
dan diteruskan pada generasi berikutnya , sedangkan cultural berarti : Sesuatu yang
berkaitan dengan kebudayaan.
Budaya sendiri berarti : akal budi , hasil dan adat istiadat.
Dan kebudayaan berarti :
2. Hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia seperti kepercayaan ,
kesenian dan adat istiadat.
3. Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk
menjadi pedoman tingkah lakunya
Jadi , transkultural dapat diartikan sebagai :
4. Lintas budaya yang mempunyai efek bahwa budaya yang satu mempengaruhi budaya
yang lain
5. Pertemuan kedua nilai – nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial
6. Transcultural Nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan
perbedaan maupun kesamaan nilai– nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda , ras , yang
mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada klien /
pasien ). Menurut Leininger ( 1991 ).
B. Konsep Transkultural
1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan
mengambil keputusan.
2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan
atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan
melandasi tindakan dan keputusan.
3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang
optimal daei pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan
variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan
budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan
termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan
individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap
bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki
oleh orang lain.

5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.

C. Fungsi dan Peran Transkultural


Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu . Oleh sebab
itu , penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang dirawat
( Pasien ) . Misalnya kebiasaan hidup sehari – hari , seperti tidur , makan , kebersihan
diri , pekerjaan , pergaulan social , praktik kesehatan , pendidikan anak , ekspresi
perasaan , hubungan kekeluargaaan , peranan masing – masing orang menurut umur .
Kultur juga terbagi dalam sub – kultur . Subkultur adalah kelompok pada suatu kultur
yang tidak seluruhnya mengaanut pandangan keompok kultur yang lebih besar atau
memberi makna yang berbeda . Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan
kebiasaan cultural.

Nilai – nilai budaya Timur , menyebabkan sulitnya wanita yang hamil mendapat
pelayanan dari dokter pria . Dalam beberapa setting , lebih mudah menerima
pelayanan kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan bidan . Hal ini menunjukkan
bahwa budaya Timur masih kental dengan hal – hal yang dianggap tabu.[2]

D. Kepercayaan Kuno dan Praktik Pengobatan


Sistem pengobatan tradisional merupakan sub unsur kebudayaan masyarakat sederhana ,
pengetahuan tradisional . Dalam masyarakat tradisional , sistem pengobatan tradisional
ini adalah pranata sosial yang harus dipelajari dengan cara yang sama seperti mempelajari
pranata social. Beberapa hal yang berhubungan dengan kesehatan (sehat – sakit) menurut
budaya – budaya yang ada di Indonesia diantaranya adalah :
a) Budaya Jawa
Untuk menentukan sebab – sebab suatu penyakit ada dua konsep ,
yaitu konsep personalistik dan konsep naluralistik . Dalam konsep
personalistik , penyakit disebabkan oleh makhluk supernatural ( makhluk
gaib , dewa ) , makhluk yang bukan manusia ( hantu , roh leluhur , roh
jahat ) dan manusia ( tukang sihir , tukang tenung ) . Penyakit ini disebut “
ora lumrah “ atau “ ora sabaene “ ( tidak wajar / tidak biasa ) .
Penyembuhannya adalah berdasarkan pengetahuan secara gaib atau
supernatural , misalnya melakukan upacara dan sesaji. Dilihat dari segi
personalistik jenis penyakit ini terdiri dari kesiku , kebendhu , kewalat ,
kebulisan , keluban , keguna – guna , atau digawe wong , kampiran bangsa
lelembut dan lain sebagainya . Penyembuhan dapat melalui seorang dukun
atau “ wong tuo “. 
Pengertian dukun bagi masyarakat Jawa adalah yang pandai atau ahli
dalam mengobati penyakit melalui “Japa Mantera “ , yakni doa yang
diberikan oleh dukun kepada pasien.

Ada beberapa kategori dukun pada masyarakat Jawa yang mempunyai


nama dan fungsi masing – masing :
a. Dukun bayi : khusus menangani penyembuhan terhadap penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan bayi , dan orang yang hendak melahirkan.
b. Dukun pijat / tulang (sangkal putung) : Khusus menangani orang yang
sakit terkilir , patah tulang , jatuh atau salah urat.
c. Dukun klenik : khusus menangani orang yang terkena guna – guna atau
“ digawa uwong “..
d. Dukun mantra : khusus menangani orang yang terkena penyakit karena
kemasukan roh halus.
e. Dukun hewan : khusus mengobati hewan.

b) Budaya Sunda
Konsep sehat sakit tidak hanya mencakup aspek fisik saja , tetapi juga
bersifat sosial budaya . Istilah lokal yang biasa dipakai oleh masyarakat
Jawa Barat ( orang sunda ) adalah muriang untuk demam , nyerisirah
untuk sakit kepala , yohgoy untuk batuk dan salesma untuk pilek / flu.
Penyebab sakit umumnya karena lingkungan , kecuali batuk juga karena
kuman . Pencegahan sakit umumnya dengan menghindari penyebabnya.
Pengobatan sakit umumnya menggunakan obat yang terdapat di warung
obat yang ada di desa tersebut , sebagian kecil menggunakan obat
tradisional . Pengobatan sendiri sifatnya sementara , yaitu penanggulangan
pertama sebelum berobat ke puskesmas atau mantri.

c) Budaya Batak
Orang Batak adalah keadaan dimana seseorang hanya berbaring , dan
penyembuhannya melalui cara – cara tradisional , atau ada juga yang
membawa orang yang sakit tersebut kepada dukun atau “ orang pintar “.
Dalam kehidupan sehari – hari orang batak , segala sesuatunya termasuk
mengenai pengobatan jaman dahulu , untuk mengetahui bagaimana cara
mendekatkan diri pada sang pencipta agar manusia tetap sehat dan jauh
dari mara bahaya.
Di dalam kehidupan Si raja Batak dahulu ilmu pengobatan telah ada ,
mulai sejak dalam kandungan sampai melahirkan.
1. Obat mulai dari kandungan sampai melahirkan
- Perawatan dalam kandungan : menggunakan salusu yaitu satu butir telur
ayam kampung yang terlebih dahulu di doakan
- Perawatan setelah melahirkan : menggunakan kemiri , jeruk purut dan
daun sirih
- Perawatan bayi : biasanya menggunakan kemiri , biji lada putih dan iris
jorango
- Perawatan dugu – dugu : sebuah makanan ciri khas Batak saat
melahirkan yang diresap dari bangun – bangun , daging ayam , kemiri dan
kelapa.

2. Dappol Siburuk ( obat urut dan tulang )


Asal mula manusia menurut orang batak adalah dari ayam dan burung.
Obat dappol si buruk ini dulunya berasal dari burung siburuk yang mana
langsung di praktikkan dengan penelitian alami dan hamper seluruh
keturunan Siraja Batak menggunakan obat ini dalam kehidupan sehari –
hari.

3. Untuk mengobati sakit mata.


Menurut orang batak , mata adalah satu panca indra sekaligus penentu
dalam kehidupan manusia , dan menurut legenda pada mata manusia
berdiam Roh Raja Simosimin , Berdasarkan pesan dari si raja batak , untuk
mengeluarkan penyakit dari mata , maukkanlah biji sirintak ke dalam mata
yang sakit . Setelah itu tutuplah mata dan tunggulah beberapa saat , karena
biji sirintak akan menarik seluruh penyakit yang ada di dalam mata .
Gunakan waktu 1x 19 hari , supaya mata tetap sehat. Sirintak adalah
tumbuhan Batak yang dalam bahasa Indonesia berarti mencabut
( mengeluarkan ) , nama ramuannya dengan sdama tujuannnya.

4. Mengobati penyakit kulit yang sampai membusuk


Berdasarkan pesan siraja batak untuk mengobati orang yang berpenyakit
kulit supaya menggunakan tawar mulajadi ( sesuatu yang berasal dari asap
dapur ). Rumpak 7 macam dan diseduh dengan air hangat.

Disamping itu , siraja batak berpesan kepada keturunannya , supaya


manusia dapat hidup sehat , maka makanlah atau minumlah : apapaga ,
airman , anggir , adolorab , alinggo , abajora , ambaluang , assigning , dan
arip – arip. Dalam budaya batak juga dikenal dengan adanya charisma ,
wibawa dan kesehatan menurut orang batak dahulu , supaya manusia dapat
sukses dalam segala hal biasanya diwajibkan membuat sesajen berupa :
ayam merah , ayam putih , ayam hitam , ketan beras ( nitak ) , jeruk purut ,
sirih beserta perlengkapannya.

d) Budaya Flores
Damianus Wera orang Flores satu ini punya karunia yang sangat langka .
Dami dikenal sebagai penyembuh alternative unik.Damianus wera bukan
dokter , buta huruf , tak makan sekolah , tapi buka praktik layaknya dokter
professional . Dia melakukan operasi hanya menggunakan pisau.
Menurut Dami ada tiga jenis penyakit yang dikeluhkan para pasien .
Pertama , jenis penyakit nonmedis atau santet / guna – guna . Biasanya
tubuh korban dirusak dengan paku , silet , lidi , kawat , beling , jarum ,
benang kusut. Kedua , penyakit medis seperti jantung koroner , batu
ginjal , tumor , kanker , dll.Dami mengangkat penyakit ini dengan operasi
dan juga sedot darah melalui selang . Ketiga , sakit psikologis misalnya :
banyak utang , stress , sulit hamil , dll. Dami mengingatkan kunci sehat itu
sebenarnya ada di pikiran yang sehat . Sebaliknya , pikiran yang ruwet ,
penuh beban dan tekanan , justru memicu munculnya penyakit dalam
tubuh manusia.

E. Paradigma transcultural nursing (Leininger 1985) , adalah cara pandang, keyakinan, nilai-
nilai, konsep-konsep dalam asuhan keperawatan yang sesuai latar belakang budaya,
terhadap 4 konsep sentral keperawatan yaitu :

1. Manusia

Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilaidan


norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan
pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memilikikecenderungan untuk
mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapundia berada (Geiger and
Davidhizar, 1995).

2. Sehat

Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam


mengisikehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan
suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk
menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasidalam
aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang samayaitu ingin
mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehatsakit yangadaptif (Andrew and
Boyle, 1995)

3. Lingkungan

Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi


perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai
suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi.
Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik
adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa,
pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang
hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan
sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi
individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam
lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku
di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol
yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni,
riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.

4. Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada


praktikkeperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan
budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah
perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan
mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).[3]
BAB 3
ANALISIS JURNAL

N KOMPONEN YANG DIANALISIS HASIL ANALISIS


O
1. Judul “PELAYANAN KEPERAWATAN PRIMA
BERBASIS BUDAYA BERPENGARUH
TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN DI
RUMAH SAKIT”
2. Hipotesa Penelitian Pelayanan prima berbasis budaya sangat
berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pasien di
rumah sakit, adanya berbagai budaya yang ada dapat
mempengaruhi perubahan kesehatan. Faktor
komunikasi dalam keseatan merupakan komponen
utama dalam proses asuhan keperawatan sehingga
dengan komunikasi yang baik dapat menghilangkan
adanya perubahan perbedaan budaya yang ada.
3. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi
experiment dengan rancangan pre and post with
control group design.

2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di sebuah rumah sakit di
Papua, untuk waktu penelitian tidak di jelaskan
persis berapa lamanya penelitian ini dilakukan.

3. Populasi dan Sampel Perawat yang menjadi responden dalam penelitian


ini ada dua, yaitu perawat dalam kelompok
intervensi berasal dari RS X dan perawat dalam
kelompok kontrol berasal dari RS Y. Sementara
pasien yang dirawat inap sebagai responden yang
berasal dari RS X (kelompok intervensi) dan pasien
yang dirawat inap sebagai responden berasal dari RS
Y (kelompok kontrol), karakteristik pasien dan
karakteristik perawat didapatkan data yang
homogen. Teknik pengambilan sampel untuk
perawat menggunakan total sampling, sementara
untuk
pasien dilakukan dengan consecutive sampling,

4. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data-


data penelitian ini adalah Observasi, Pre Test, dan
Post test

5. Metode Analisis Data Teknik pengambilan sampel untuk perawat


menggunakan total sampling, sementara untuk
pasien dilakukan dengan consecutive sampling.
6. Desain Penelitian Desain deskriptif dan dengan memberikan pelatihan
pelayanan prima berbasis budaya
4. Kesimpulan Hasil Penelitian Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata skor kepuasan
pasien sebelum intervensi adalah -8,81 dan rerata
skor kepuasan pasien setelah intervensi menjadi
4,95. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan
rerata skor kepuasan pasien sebelum dan sesudah
pelaksanaan intervensi pelatihan pelayanan prima
berbasis budaya pada kelompok intervensi (p=
0,000). Artinya ada pengaruh pelatihan pelayanan
prima berbasis budaya terhadap kepuasan pasien
pada kelompok intervensi.

Tabel 1. Perbedaan Kepuasan Pasien Sebelum dan


Sesudah Pelatihan terhadap Kelompok Intervensi
dan Kontrol .
Mean SD CI 95% P
1.Kelompo
k intervensi
a) Pretest -8.81 14.226 20,26- 0,001*
b) Posttest 4.95 14.795 7,24

2.Kelompo
k kontrol
a) Pretest 3.11 12.020 0,37- 0,075
b) Posttest 0.41 8.930 7,39
*bermakna
pada α=
0,05

Hasil analisis pada Tabel 1 menunjukkan bahwa


skor rerata kepuasan pasien sebelum intervensi di
kelompok kontrol terjadi penurunan tingkat
kepuasan pasien sebelum dan sesudah pelatihan
pelayanan prima berbasis budaya kontrol.
5. Pembahasan Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor
kepuasan pasien sebelum intervensi dan setelah
intervensi mengalami peningkatan satu setengah kali
lipat lebih puas dari kondisi awal. Artinya ada
pengaruh pelatihan pelayanan prima berbasis
budaya terhadap kepuasan pasien pada kelompok
intervensi. Komunikasi perawat terhadap pasien
menjadi faktor yang penting dalam pemberian
pelayanan prima berbasis budaya. Rumah sakit
mempunyai tanggung jawab untuk selalu
meningkatkan kepuasan pasien sehingga rumah
sakit juga mempunyai tanggung jawab untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan
perawatnya agar dapat memberikan pelayanan
prima kepada pasien maupun keluarga. sehingga
ilmu yang didapat setelah pelatihan dapat
diaplikasikan kepada pasien sehingga
meningkatkan kepuasan pasien yang dirawat.
Sikap dan perilaku perawat juga mengalami
perubahan dari yang kurang care menjadi lebih care
terhadap pasien, lebih ramah dengan pasien,
penampilan perawat juga menjadi lebih baik, cara
komunikasi lebih efektif dengan pasien dan sebagian
perawat sudah mulai menggunakan dialek Papua
ketika berinteraksi dengan pasien, khususnya pasien
yang berasal dari suku Papua. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pasien
terhadap kelompok intervensi terjadi peningkatan
jika dibandingkan antara sebelum pelatihan dan
setelah pelatihan. Hal ini terjadi karena pemberian
pelayanan prima berbasis budaya yang dilakukan
oleh perawat dapat diterima dan sesuai dengan
budaya lokal di Papua, artinya dalam pemberian
pelayanan prima, kita perlu mempertimbangkan
budaya lokal yang tidak dapat kita hilangkan,
tetapi dapat kita modifikasi sehingga antara budaya
dan pelayanan dapat berjalan seiring, tujuan
akhirnya adalah kepuasan bagi pasien, keluarga
maupun pengunjung (HH, TN).
6. Aplikasi dalam ASKEP pelayanan prima, caring, komunikasi
terapeutik, dan budaya. Setelah mendapatkan
materi pelatihan dilakukan kegiatan role play,
tentang cara komunikasi dengan pasien
menggunakan dialek Papua, peserta disimulasikan
sebagai pasien dan perawat. Kegiatan ini
berlangsung selama dua jam, memang tidak
semua peserta mendapat kesempatan untuk
melakukan simulasi karena keterbatasan waktu
pelatihan.
7. DAFTAR PUSTAKA [1]Budiono. (2012). Pelayanan Prima dalam
memuaskan konsumen. Yogyakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
[2] Jurnal Keperawatan Indonesia, Vol. 18, No. 1,
Maret 2015, hal 38-44 44 Foster, G., & Anderson,
B. (2009). Antropologi kesehatan. (Priyanti
Suryadarma dan Meutia F Hatta, Penerjemah).
Jakarta: Universitas Indonesia.
[3] Gerson, F.R. (2011). Beyound customer
service, program-program untuk mempertahankan
pelanggan. Jakarta: Lutan Edukasi.
[4] Sumijatun. (2011). Membudayakan etika
dalam praktek keperawatan. Jakarta: Medika
Salemba.
[5] Akhtari-Zavare, M., Abdullah, M.Y., Hassan,
T.S., Said, S.B., & Kamali, M. (2010). Patient
satisfaction: Evaluating nursing care for patients
hospitalized with cancer in Tehran Teaching
Hospitals, Iran. Global Journal of Health Science, 2
(1), 117–126.[4]
BAB 4
PENUTUP

A. Kesimpulan
Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu. Oleh sebab
itu, penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya klien yang dirawat.
B. Saran
Walaupun dalam kenyataanya mungkin konsep keperawatan transkultural
efektif digunakan pada klien, namun pengkajian lebih lanjut juga sangat diperlukan
untuk mencapai hasil yang maksimal dalam proses penyembuhan. 
DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.academia.edu/6525238/Makalah_transcultural_nursing
2. http://okfridacanismutputri.blogspot.com/2012/04/penerapan-dan-konsep-
transkultural.html
3. https://docit.tips/queue/makalah-transkultural-nursing_pdf?&queue_id=-
1&v=1538098561&u=MzYuODQuMjkuMzc
4. https://www.researchgate.net/publication/316338948_Pelayanan_Keperawatan_Prima
_Berbasis_Budaya_Berpengaruh_terhadap_Tingkat_Kepuasan_Pasien_di_Rumah_Sa
kit

Anda mungkin juga menyukai