1
“Hahaha, ngga papa, keleus. Tau kok,
anak sibuk,” gadis itu tertawa renyah,
menunjukkan lesung pipitnya yang manis.
2
“Hujan gini, ngingetin gue- eh
maksudnya aku, sama satu lagu. Coba tebak,
lagu apa?” Tanya Jake tiba-tiba.
3
“5 Second Of Summer, ya. Hmm,
enggak. I don’t have anybody to accompany
me,” ujarnya sambil memangku kepalanya
pada siku.
4
“Gebetan-gebetan apa. Gak usah sok-
sokan gitu, deh. Bilang aja mau ngejek kalau
aku jomblo,” si gadis mendengus kesal.
5
Hujan itu tenang, hujan itu damai, hujan itu
luapan emosi terdalam pada dirinya.
“Hah?”
6
Bunda, Keiko kecil, payung bermotif
kucing, tali sepatu, dan hujan. Memori kecil
yang sangat dihindari Keiko datang lagi. Kilas
balik mulai menajam dalam pikirnya. Sakit,
benaknya sakit. Rasa ingin menangis, tapi tak
bisa diluapkan. Rasa ingin berteriak dalam
hati memuncak, tapi suara mengikat dalam
benak. Semuanya sesak. Keiko merasakan ia
hancur di dalam dirinya sendiri.
7
hanya satu, menjauhkan pandangan si gadis
itu dari tangisan sang langit.
8
hujan, telinganya sudah tak mendengar
rintikan-rintikan hujan lagi. Seharusnya ia tak
tenang sekarang, tapi dalam dekapan Jake,
hangat dan tenang menyelimutinya.
9
kontrolnya tiba, tapi dua hari yang lalu tidak.
Ah, si psikiater itu lupa, sepertinya.
10
kontrolnya, tapi hari sebelumnya saya lupa
mengabari. Tolong ya sampaikan padanya,
Jake. Terima kasih banyak,”
11
Telepon diputus oleh pihak seberang.
Jake menghampiri Keiko yang kini tengah
duduk menggenggam remote televisinya. Ia
duduk di samping Keiko yang matanya hanya
fokus tertuju pada layar televisi yang mati.
Kedua kakinya diangkat di sofa dan
dipeluknya.
“Nggak mau.”
12
“Nggak. Hahahaha nggak jadi mau
Netflix-an,” Tawanya renyah.
“Apadooong terus?”
13
“Jake, i’m weird. Keiko aneh. Kenapa
Jake mau temenan sama Keiko…? Keiko kan
aneh banget, tadi ketawa-tawa, tapi sekarang
mau nangis terus. Jake kenapa mau teme-“
14
“Kei, kamu sadar nggak kalau kamu
mancarin sinar semangat buat aku? Inget, kan,
aku dulu nggak bisa buat mulai berteman atau
bersosialisasi dengan sekitar? Tapi kamu
gapai tanganku, kamu bantu aku buat jadi
pribadi yang lebih baik. Aku mau jadi kaya
kamu, aku mau kamu bisa lewatin semuanya,
enggak ataupun dengan aku. Jadi, ayo
semangat?” Jake menyunggingkan senyum.
15
for healing yourself this night, hope tomorrow
will be better than today. Dadaah!”
16
dan segelas susu stroberi menyapanya. Ia
duduk dan memposisikan siap menyantap
makanan tersebut.
17
Jake rupanya. Pasti Jake mengiriminya pesan
untuk mengabari bahwa ia sudah sampai di
rumah dengan selamat, atau sekadar
menanyakan masakannya tadi. Keiko sudah
sangat hafal kebiasaan Jake ini tentunya. Dan
benar saja dugaannya, Jake menanyakan
perihal crème soupnya tadi.
Jake, A.
Bagaimana, crème soup chef Jake, nona
Keiko?
Kei.
Sepertinya kau akan naik pangkat bintang,
Jake.
Jake, A.
HAHAHA. Apa aku akan naik menjadi chef
hotel bintang lima puluh empat?
Kei.
18
Kau ini seperti preman saja. Bintangnya
terlalu banyak.
Jake, A.
Nggak apa-apa, lah. Emang kenapa, kalau
kebanyakan?
Kei.
Nggak dibolehin banyak-banyak, nanti
bintangnya habis.
Jake, A.
Hahaha, oke. Nggak bakal aku habiskan. Btw,
tidur Kei.
19
Suara alarm berbisik pada telinga
Keiko, membangkitkannya dari tidur pulasnya
semalam. Keiko bangun, melirik jam dinding
yang terpampang nyata di depan matanya.
Pukul delapan pagi, kata jam itu. Gadis cantik
itu langsung terperanjat. Pasalnya, pukul
sembilan lebih lima belas, kelasnya dimulai.
20
Sampai di kampus, Keiko tak
menemukan teman-temannya. Ia merogoh
ponsel dalam sakunya dan tanpa basa-basi lagi
ia langsung membuka pesan. Kelasnya
diundur nanti sore.
“SIALAN,” umpatnya.
21
Keiko masuk ke Perpustakaan dan
langsung menuju ke shelter kopi. Tentu kartu
mahasiswa dicek terlebih dahulu, guna
memastikan bahwa memang benar dia adalah
mahasiswa Universitas Edenford. Penjaga
shelter itu melirik sekilas dan mengangguk,
Keiko langsung mengambil segelas latte,
seperti biasa.
22
Keiko menyesap kopinya sedikit-
sedikit. Ia menghabiskan waktu dengan
melamun menghadap ke jendela besar itu.
Pemandangan yang tampak hanya gedung-
gedung fakultas dan beberapa pohon yang
rindang. Cerah, sang surya agaknya sedang
bahagia.
23
“Ah benarkah? Haha, kebetulan yang
terjadi berulang-ulang.”
24
beberapa pikirannya selain hujan adalah
menggambar. Bakat gambarnya juga turunan
dari sang bunda. Keiko ini benar-benar anak
bunda. Hampir semua bakat, hobi, dan
kebiasaannya turunan dari bundanya.
25
Bundanya pandai menyembunyikan masalah,
seolah-olah taka da apa-apa. Ya, Keiko juga.
Yang parah, Bundanya punya penyakit.
Hanahaki Byou atau Hanahaki Disease.
Hanahaki Byou atau Hanahaki Disease adalah
penyakit yang menyerang saluran pernafasan.
Penyakit ini disebabkan oleh one sided love
atau cinta bertepuk sebelah tangan. Dapat
menyebabkan tumbuhnya kebun bunga di
paru-paru manusia. Bunga-bunga itu akan
terus mekar dan tumbuh hingga menyumbat
sistem pernapasan. Bila sudah parah,
penderitanya dapat meninggal karena
kekurangan oksigen. Penyakit ini menurun ke
Keiko.
Ting!
26
mengabari kalau kelas hari ini batal karena
dosennya masih di kota seberang. Seperti
mencari jarum dalam tumpukan jerami, sia-sia
Keiko bergegas cepat ke kampus. Keiko yang
kesal langsung keluar dari Perpustakaan
Utama.
Keiko memarkir motornya sempurna
pada parkiran Rumah Sakit Noreden.
Tentunya kedatangannya ke sini untuk
menyapa si psikiater muda itu. Tak lama
butuh waktu lebih lama untuk berjalan,
ruangan psikiater itu ada di Klinik Jiwa, lantai
satu. Kosong bangku antriannya, berarti
sedang tak ada pasien, syukurlah. Ia langsung
masuk ke dalam ruangan psikiater muda itu.
Tak perlu heran mengapa Keiko tak perlu
melakukan pendaftaran terlebih dahulu seperti
pasien-pasien lain, suster-suster dan beberapa
27
dokter hafal dengan Keiko. Psikiater itu
mengenalkan Keiko sebagai anaknya. Keiko
sudah dianggap anak kandungnya sendiri,
padahal nyatanya Keiko hanya anak asuhnya
saja.
28
“Nggak, memang betul. Seingatku
kemarin kumat lagi, deh. Tapi nggak papa,
hari ini nggak ada kumat-kumat. I’m glad, aku
hari ini sempat ke sini.” Keiko duduk di kursi
depan meja kerja psikiater muda itu.
29
TAPI KELASNYA KATANYA DIUNDUR.
Ya udah, aku ke perpustakaan utama, tapi tau-
tau Henriette imessage aku kalau dosennya
masih di kota seberang dan kelasnya batal.
How am i supposed to not be mad with it???”
Keiko mengomel sejadi-jadinya.
30
sembari berjalan mendekati pintu. Ia
mengangkat kedua alisnya, “Nggak mau
nemenin, nih? Hahaha.”
Kalau bertanya mengapa bisa Keiko
diasuh oleh psikiater muda ini, Keiko sudah
tidak punya siapa-siapa lagi yang
merawatnya. Bundanya meninggal dunia, saat
Keiko masih duduk di bangku sekolah dasar,
tepatnya saat ia berusia sembilan tahun.
Sempat tinggal dengan sang ayah, sekitar
hampir enam tahun, namun akhirnya Keiko
ditelantarkan. Ayahnya menikah lagi. Keiko
sering ditinggal sendirian di rumah, ayahnya
mengaku lembur, padahal ayahnya sibuk
dengan pacarnya. Awalnya Keiko percaya-
percaya saja, tapi lama-lama terbongkar
sudah. Menginjak dunia Sekolah Menengah
Atas, Keiko tinggal bersama bibinya.
31
Bibinya tak sebaik saat sang bunda
masih hidup. Bibinya itu, keras dan tega.
Hampir setiap hari Keiko diperbudak, dipukul
jika tak sesuai kerjanya dengan yang
diharapkan sang bibi. Keiko akhirnya lulus
Sekolah Menengah Atas dan masuk ke
perguruan tinggi. Universitas Edenford,
Universitas impian masyarakat Eden. Keiko
masuk dengan bekal beasiswa. Saat tes
masuk, Keiko mendapat peringkat kedua,
peringkat nyaris sempurna. Rewardnya yaitu
beasiswa penuh, sampai lulus. Jake,
sahabatnya sejak bangku Sekolah Menengah
Atas juga berhasil masuk ke Universitas
Edenford dengan jalur mandiri. Sayangnya
mereka terpisah, Jake mengambil Fakultas
Teknik Jurusan Teknik Arsitektur.
32
murung. Tahun terberatnya saat itu. Jake yang
sadar pun mengajak Keiko ke si psikiater
muda itu. Jeaneth Rose Marianne, Dokter
Marie singkatnya. Mengetahui kondisi Keiko,
Marie mengangkat Keiko menjadi anaknya.
Tak semata-mata karena penuh iba dan pilu
akibat tahu latar belakang Keiko, tapi Marie
memang menyayangi Keiko. Marie benar-
benar memperlakukan Keiko seperti anak
kandungnya. Ia memfasilitasi lengkap Keiko.
Sebenarnya ia bisa memberikan apapun pada
Keiko, tapi Keiko tak mau. Tak ingin punya
mental lemah dan mengemis, katanya. Keiko
tinggal di apartemen milik keluarga Marie.
Tak perlu membayar sewa atau biaya beli,
tinggal menempati saja. Ponsel, alat
elektronik, peralatan kuliah, motor, dan uang
saku bulanan semua dari psikiater itu.
Sebenarnya psikiater itu sudah menawari
Keiko beberapa barang mewah seperti mobil
33
dan beberapa barang branded, tapi Keiko
kekeuh tidak tertarik. Takut ketergantungan
hidup dalam harta, nanti tenggelam.
Keiko pamit pulang karena dirasa
sebentar lagi langit akan menangis. Bukannya
tak mau menikmati langit seperti hari-hari
biasanya, tapi Marie bilang, hindari dulu.
Keiko juga tak boleh makan nasi selama
mengonsumsi obat yang diberi Marie tadi.
Entah obat apa namanya, yang jelas semacam
penenang syarafnya. Jarak Rumah Sakit
Noreden dengan apartemen tak begitu jauh,
dengan motor sekitar lima belas menit pun
sampai. Tak seperti jarak apartemen dan
kampus yang memakan hampir setengah jam.
34
Sampai di apartemen, ponsel Keiko
bordering. Sepertinya ada telepon masuk, dan
benar, itu Jake.
35
harganya jika kau tetap yakin ingin
mengganti.”
36
Sambungan telepon terputus. Keiko
pun langsung berberes diri dan bersiap untuk
tidur. Sepertinya memang benar, gadis ini
sudah sangat lelah tubuhnya. Ia langsung
terlelap setelah kurang lebih dua menit
berbaring di kasur.
Langit kala itu menangis, tapi tak
begitu sedih nampaknya. Hanya bulir-bulir air
yang tak terlalu besar dan lebat turun
membasahi bumi. Keiko Nanami dan
bundanya sedang menikmati hujan. Mereka
tak sekedar menikmati di bawah teduhan,
tetapi berjalan-jalan menggunakan payung
bermotif kucing dan jas hujan karet.
37
Bundanya tersenyum lebar sembari
menjawab, “Kita menyatu sama air-air
Tuhan
38
Tangan sang bunda menyodorkan
payung kepada Keiko untuk digenggamnya.
Keiko mengangguk sembari menunggu
bundanya selesai menali.
39
disakiti oleh seseorang. Penyebab muntahan
bunga marigold bunda tidak lain dan tidak
bukan, ayah. Bunda sudah kerap kali menahan
sesaknya kebun bunga yang mekar dalam
jantungnya. Bunda tak mau melakukan
operasi pengangkatan kebun bunga. Konon
katanya, jika operasi dilakukan, maka si
penderita tersebut tidak dapat lagi merasakan
yang namanya cinta. Artinya, rasa cinta dan
sayangnya kepada Keiko juga akan hilang.
Ayah memang tak sebegitu cinta dengan
bunda, ia kerap mengasari bunda baik di
depan maupun belakang mata Keiko. Sampai
pada puncaknya, ayah selingkuh. Sudah
benar-benar habis cintanya untuk jalang gila
pilihan ayah itu sampai-sampai tak ada lagi
sedikitpun sisa cinta untuk bunda. Berakhirlah
tragis, hanahakinya makin menjadi.
40
tak diberi sandi. Bunda pergi saat Keiko
berusia sembilan, tapi kebeneran baru
terungkap saat Keiko menginjak usia tiga
belas, hampir remaja. Salah satu curhatan
bunda yang seakan terpatri dalam ingatan
Keiko adalah,
41
Keiko bangun dalam posisi langsung
terduduk karena kaget. Mimpi- ah bukan,
memori itu datang lagi mengganggunya.
Sebuah fraksi yang sebegitu menyakitkan dan
menyayat hati lagi-lagi tega merusak tidur
lelap si gadis. Birai ranumnya mendadak
terasa getir, Keiko menangis. Isak tangis
bergerak terjun bebas membahasahi pipi
Keiko. Bunda, bunda, bunda. Hanya itu yang
ia pikirkan sekarang. Tangannya gusar
mencari obat yang diberi Marie tadi di nakas
kecil samping ranjangnya. Lekas diminumnya
obat itu agar dirinya dapat tenang lagi seperti
semula.
42
Sekitar pukul sebelas siang, Keiko
baru bangun. Untung hari ini tak ada kelas,
jadi Keiko bisa bersantai-santai saja di
apartemen. Ia sarapan, menunya simpel saja,
hanya dengan semangkuk sereal yang diberi
kuah susu putih. Disantapnya sarapan itu di
depan layar televisi.
43
mengambil sendiri di dapur selagi kau masih
punya tangan dan kaki sendiri, yaaa.”
44
“Nggak. Kamu aja, carilah. Kamu kan
banyak yang naksir, tinggal pilih saja.”
45
penasaran, Jake, aku malas menjelaskan.
Sedang tak ingin banyak bicara.”
46
“Jatuh cinta, ya… indah, kalau kata
orang-orang. Tapi buat aku, jatuh cinta itu tak
menyenangkan tapi tak sebegitu menyakitkan.
Ah, lebih baik tak usah jatuh cinta, Kei, nanti
kalau jatuh sakit.”
47
Jake benar-benar getir sekarang. Jake
mencintai Keiko sejak mereka masih duduk di
bangku Sekolah Menengah Atas. Sengaja tak
diungkapkan, Jake itu lelaki payah. Ia
menghindari kemungkinan-kemungkinan
buruk yang akan menimpanya. Benar saja,
perkataan Keiko ini seakan menghujam
hatinya. Timingnya jelas tidak tepat .Tertolak,
bahkan sebelum menyatakan. Jake harus
sadar, Keiko tak bisa membalas rasanya, dan
Jake tak boleh egois memaksa Keiko harus
mencintainya juga atau Keiko akan berada
dalam bahaya.
48
pernah membahas ini. Keiko bisa saja
membalas rasa Jake, tapi Keiko tak bisa.
Kalau bertanya alasannya mengapa tak bisa,
kembali lagi ke poin yang pertama, Keiko
memilih persahabatan daripada cinta.
Sejujurnya, yang tak mau dengan seorang
Jake Mattiere Anderson itu siapa, sih?
Keluarga Anderson, punya bisnis besar yang
sukses di Kota Eden. Kaya raya? Ya, sudah
jelas. Jake bukan orang sombong, ia benar-
benar rendah hati dan santun. Benar-benar
anak yang baik dan berbakti pada kedua
orangtuanya. Jelas hal ini membuat banyak
yang tertarik pada Jake, tapi tak ada yang
dipilih Jake, semuanya tak sesuai kriteria,
katanya.
49
Gadis di sampingnya itu sudah terlelap
dalam balutan selimut. Ia memeluk boneka
pinguin kesayangannya. Jake tersenyum, itu
hadiah darinya untuk ulang tahun Keiko yang
ke tujuh belas. Dibelainya surai gadis itu
lembut sembari tangan kirinya meraih remote
televisi untuk mematikan televisi. Filmnya
sudah usai, tapi kata-kata Keiko masih
tertancap pada hati lelaki itu.
Keiko bangun, disambut sang surya
yang perlahan terbit. Semburat cahayanya
menerobos ke dalam kamarnya melalui
jendela. Alam benar-benar indah, Tuhan
menciptakan segalanya sempurna. Keiko
bangkit dan berjalan ke arah jendelanya yang
berukuran besar itu. Ia melakukan sedikit
banyak peregangan agar otot-ototnya tak
kaku, kemudia ia mulai membersihkan diri.
50
Keiko ingat kemarin Marie bilang
bahwa hari ini Keiko diundang makan siang
ke rumah Marie. Adik Marie, Anneliese, baru
saja menyelesaikan studinya di Seattle. Maka
dari itu, Keiko lekas bergegas untuk pergi ke
rumah Marie.
51
bahagia, bohong jika Keiko tak senang, dan
bohong jika Keiko tak bangga.
52
Mereka sampai di meja makan.
Beberapa jamuan dihidangkan apik nan rapi.
Keluarga besar Marie sudah duduk di kursi
masing-masing. Ada kakek nenek, orangtua
Marie, dua kakak Marie beserta pasangannya,
empat adik Marie, beserta cucu-cucu orangtua
Marie. Para pelayan sibuk di belakang
mengurus makanan dan minuman.
53
“Kau bawa obatmu?” Tanya Marie.
54
“Dia sedang tidur, biarkan saja dulu.”
55
“Hah, hahaha. Bicara apa kau ini,
melantur ya? Zaman sekarang, hanahaki
masih ada? Hahaha.”
56
perihal hanahaki ini. Dosenku, Dr. Omada
namanya.”
“Ya, kau benar. Aku muntah bunga
tiap bipolarku kambuh. Sesak sekali, An. Aku
berencana melakukan operasi pengangkatan
kebun bunga, sayangnya aku tak tahu di mana
dan bagaimana…”
57
Anneliese menatap lamat-lamat gadis
yang sedang sibuk memoles cat kuku warna
ungu di depannya itu. ‘Baru saja aku mau
bertanya, padahal. Gadis ini, cenayang, ya?’
gumam Anneliese dalam hati.
Satu bulan kemudian…
58
Pesawat dari Eden ke Seattle sudah
landing. Keiko akan menetap sebentar di
Seattle ditemani Anneliese dan Marie.
Tentunya perihal hanahaki.
59
BELAS MENIT LAGI. DOKTER GILA,”
Marie melirik jam dinding.
60
“Halo, dokter. Saya Keiko Nanami, si
penderita hanahaki itu,” Keiko
memperkenalkan diri.
“Iya… bundaku.”
61
rawan. Aku melakukan riset untuk itu
beberapa tahun silam,” Kata sang dokter.
Hari selasa. Hari yang agaknya akan
menjadi hari bersejarah di hidup Keiko.
62
Menyiapkan mental, sudah. Menelepon Jake,
sudah semalam. Menyiapkan keperluan
operasi, sudah. Sebentar lagi ia akan masuk ke
ruang operasi. Peluh mengucur deras, Marie
dengan sabar mengelap peluhnya dengan tisu.
Anneliese duduk di kursi tunggu sembari
mendo’akan yang terbaik untuk Keiko.
Ranjang Keiko didorong masuk ruang operasi
tepat saat lampu hijau di samping pintu
instalasi bedah menyala.
63
Biusnya habis, Keiko pun sadar
perlahan. Ia pun membuka matanya sayup-
sayup kemudian menatap lamat-lamat sekitar
seakan bingung ia di mana sekarang. Oh, dia
ingat. Operasi pengangkatan hanahaki dan
Seattle. Anneliese yang pertama kali
menyadari Keiko sudah sadar, ia langsung
menghampiri Keiko.
“IKOOOO!!”
64
Bau apartemennya yang khas
menyambut pulangnya Keiko ke Eden.
Apartemennya gelap, padahal seingatnya ia
tak pernah mematikan lampu. Rintik-rintik
hujan sepertinya membasahi kota Eden. Tanpa
menyalakan lampu, Keiko langsung berlari ke
jendela besar di area ruang keluarga. Di
tengah jalan, ia tersandung.
“APA, NIH.”
65
Keiko. Keiko langsung menghampiri Jake dan
memeluk Jake erat.
66
“Besok kita nonton konser, lho, jangan
lupa.” Jake mengawali.
“Kei, sorry…”
“M-Maksudnya apa?”
67
“Aku juga… dijodohin. Sama anaknya
rekan aliansi bisnis papa. Aku nggak mau,
sebenernya, tapi hidupku kedepannya gimana
aku nggak tahu. Nggak mungkin aku bertahan
sama cinta sepihak sampai aku mati, kan?”
Jake mengukir senyum miris.
68
Hari ini, hari keberangkatan Jake ke
Perth. Keiko jelas menangis. Isaknya deras,
semua meluruh keluar. Keiko sadar, ia sayang
pada Jake. Rasa tak ingin melepas Jake begitu
kuat, menggebu ingin menahan. Tapi daya tak
selaras, Keiko tidak boleh egois.
69
hampir saja tertinggal. Jake masuk ke dalam,
meninggalkan Keiko yang masih menangis.
Dua tahun kemudian…
70
merah sebagai hiasan. Ada nama ‘Keiko’ pada
pitanya.
Nostos, Algos
71
akan memberinya hadiah natal spesial yang
dia buat atas usahanya sendiri. Ini, ini hadiah
dari Jake. Jake yang kini lupa ingatan akibat
benturan keras karena ditabrak.
72
Selesai.
73