Anda di halaman 1dari 2

Bab 1

Dia Kakekku

Malam itu Angga datang kerumah bersama Yansop untuk menemuiku. Sebenarnya janji untuk bertemu
kemarin pas malam minggu, namun karena ada pekerjaan mendadak jadi mereka baru bisa datang
malam senin lebih tepatnya bakda isya.

Kupersilakan mereka masuk dan duduk diruang tamu lalu kami mengobrol santai sebentar untuk
mencairkan suasana.

"Mbak, yang berdiri disebelahmu siapa?" Tanya Angga tiba-tiba

"Siapa yang berdiri Ngga, gak ada tuh. Kita cuma bertiga diruangan ini." Jawabku masih santai

"Dia sepuh, tinggi, kulitnya mirip kayak kamu mbak, pakaiannya serba putih." Balas Angga serius

"Mbak gak ngerasain apaa gitu?" Celetuk Yansop

"Nggak sih, masih baik-baik aja. Cuma ya kalo akhir-akhir ini sering gelisah, khawatir, risau banget gitu
hatiku, cuma gak tau apa yang bikin perasaan itu muncul. Tapi, anehnya kalo habis ada perasaan begitu
selaluu aja ada peristiwa yang tidak mengenakkan di diriku, keluarga, atau temen deket. Im so scared."
Jelasku

"Wih bro, yang berdiri disitu?" Celetuk Yansop

Aku melanjutkan cerita yang kualami beberapa waktu ini dan Angga tak sedikitpun merespon. Hanya
sesekali menatapku dengan raut muka yang aneh. Aku mulai memperhatikan apa yang dilakukannya
sejauh ini.

"Mbak, jadi gini, " Ujarnya setelah beberapa menit kami terdiam. Ruangan menjadi sunyi dan suasana
berubah menegangkan.
Angga menjelaskan padaku bahwa dia yang bersamaku, sesuatu yang tak kasat mata itu adalah qorin
Kakekku yang akan mewariskan ilmunya padaku. Sekarang beliau sedang proses membuka six sense ku
dan perlahan memberiku energi baik supaya aku kuat dan mampu menerima ilmunya nanti. Sebenarnya
beliau Kakek buyutku yang belum pernah bertemu denganku. Angga bilang Kakek akan selamanya
bersamaku untuk menjaga dan melindungiku.

"Tapi, yang paling penting adalah imanmu harus jauh lebih besar Mbak. Kita gak boleh terlalu
bergantung sama mereka yang tak terlihat. Ingat! Kita sama-sama makhluk, tidak boleh dan tidak bisa
berharap kepada sesama makhluk." Ujar Angga bijak sebelum mereka berpamitan pulang.

Anda mungkin juga menyukai