BAHAN AJAR
BAB I
PENDAHULUAN
1. PENGANTAR
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah evaluasi
pembelajaran. Kompetensi ini sejalan dengan tugas dan tanggung jawab guru dalam
pembelajaran yaitu mengevaluasi pembelajaran. Termasuk di dalamnya melaksanakan
penilaian proses dan hasil belajar. Kompetensi tersebut sejalan pula dengan instrumen
penilaian kemampuan guru, yang salah satu indikatornya adalah melakukan evaluasi
pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa pada semua model kompetensi dasar guru selalu
menggambarkan dan mensyaratkan adanya kemampuan guru dalam mengevaluasi
pembelajaran. Sebab kemampuan melakukan evaluasi pembelajaran merupakan
kemampuan dasar yang mutlak harus dimiliki oleh setiap guru dan calon guru.
2. PENGERTIAN EVALUASI
Evaluasi yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Evaluation. Secara
umum, pengertian evaluasi adalah suatu proses untuk menyediakan informasi tentang
sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu
dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih di antara keduanya,
serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-
harapan yang ingin diperoleh. Dalam pengertian yang lain, evaluasi adalah suatu proses
yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan, sampai sajuh mana tujuan
program telah dicapai.
Pengertian evaluasi menurut para ahli seperti Wrigstone, dkk (1956) mengatakan
bahwa evaluasi adalah penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan ke arah tujuan
atau nilai-nilai yang telah ditetapkan. Sedangkan dalam perusahaan, pengertian evaluasi
adalah proses pengukuran akan efektifitas strategi dalam upaya mencapai tujuan bagi
perusahaan, contohnya evaluasi proyek. Hal-hal yang dievaluasi dalam proyek adalah
tujuan dan pembangunan proyek, apakah sudah tercapai atau tidak, apakah sesuai dengan
rencana atau tidak, jika tidak, apa yang membuatnya tidak tercapai, apa yang harus
dilakukan agar sesuai dengan rencana. Hasil yang ditimbulkan dari evaluasi adalah bersifat
kualitatif. Adapun pengertian evaluasi juga dikemukakan oleh Sudijono (1996) yang
mengatakan bahwa pengertian evaluasi adalah penafsiran atau interpretasi bersumber pada
data kuantitatif, sedangkan data kuantitatif berasal dari hasil pengukuran.
Menurut Yunanda (2009) pengertian istilah “evaluasi merupakan kegiatan yang
direncanakan untuk menentukan keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan
hasilnya dibandingkan dengan patokan untuk kesimpulan”.
Hikmat (2004:3) berpendapat bahwa evaluasi adalah proses menilai pencapaian
tujuan dan pengungkapan masalah kinerja proyek untuk memberikan umpan balik untuk
meningkatkan kualitas kinerja proyek.
Griffin & Nix (1991:3) menyatakan: “Pengukuran, penilaian dan evaluasi hirarki.
Evaluasi didahului oleh penilaian (assesment), sedangkan penilaian yang didahului dengan
pengukuran. Pengukuran didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk membandingkan
3
Tujuan Evaluasi
Secara umum, tujuan evaluasi pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya untuk
menentukan efektivitas dan efisiensi sistem pembelajaran baik pada tujuan materi, metode,
media, sumber belajar, lingkungan dan sistem penilaian itu sendiri. Jadi tujuan penyesuaian
evaluasi, terutama dengan jenis studi evaluasi pembelajaran itu sendiri, seperti evaluasi dan
perencanaan pembangunan, evaluasi, pemantauan, evaluasi dampak, evaluasi ekonomi
dan program efisiensi yang komprehensif.
Fungsi Evaluasi
4
Fungsi evaluasi pembelajaran yang cukup luas untuk ditafsirkan, tapi evaluasi
Scriven mengungkapkan dua fungsi, yaitu sebagai fungsi dari fungsi formatif dan sumatif.
Fungsi formatif dilaksanakan apabila hasil yang diperoleh dari evaluasi kegiatan diarahkan
pada peningkatan bagian tertentu atau bagian dari kurikulum yang sedang dikembangkan.
Sementara fungsi sumatif berkaitan dengan kesimpulan tentang kebaikan dari sistem secara
keseluruhan, dan fungsi ini hanya dapat dilaksanakan jika pengembangan kurikulum telah
dianggap lengkap.
4. DEFINISI PENILAIAN
Menurut para ahli, definisi penilaian yaitu:
Menurut Buana (www.fajar.co.id/news.php), assesment adalah alih-bahasa dari
istilah penilaian. Penilaian digunakan dalam konteks yang lebih sempit daripada
evaluasi dan biasanya dilaksanakan secara internal. Penilaian atau assesment
5
Fungsi Penilaian
Dengan mengetahui makna penilaian ditinjau dari berbagai segi pendidikan maka
dengan cara lain dapat dikatakan bahwa dalam tinjauan atau fungsi penilaian ada beberapa
hal:
Penilaian berfungsi selektif. Dengan cara mengadakan penilaian guru
mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap peserta
didiknya. Penilaian itu sendiri mempunyai tujuan seperti; untuk memilih peserta
didik yang dapat diterima di sekolah tertentu, untuk memilih peserta didik yang
dapat naik kelas atau yang seharusnya mendapat beasiswa.
6
Tujuan Penelitian:
Dengan demikian fungsi penilaian dalam proses belajar mengajar bermanfaat ganda,
yakni bagi peserta didik dan bagi guru. Penilaian hasil belajar dapat dilaksanakan dalam dua
tahap. Pertama, tahap jangka pendek yakni penilaian yang dilaksanakan oleh guru pada
akhir proses belajar mengajar. Penilaian ini disebut penilaian formatif. Kedua tahap jangka
panjang, yakni penilaian yang dilaksanakan setelah proses belajar mengajar berlangsung
beberapa kali atau setelah menempuh periode tertentu, misalnya penilaian tengah semester
atau penilaian pada akhir semester. Penilaian ini disebut penilaian sumatif. Dalam proses
belajar mengajar, kedua penilaian tersebut yakni penilaian formatif dan sumatif penting
dilaksanakan. Bahkan prestasi peserta didik selama satu semester sering digunakan data
yang diperoleh dari hasil penilaian formatif dan hasil penilaian sumatif.
5. DEFINISI PENGUKURAN
Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap
suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak hanya terbatas pada kuantitas
fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk mengukur hampir semua benda yang bisa
dibayangkan, seperti tingkat ketidakpastian atau kepercayaan konsumen.
Pengukuran adalah proses pemberian angka-angka atau label kepada unit analisis
untuk merepresentasikan atribut-atribut konsep. Proses ini seharusnya cukup dimengerti
orang walau misalnya definisinya tidak dimengerti. Hal ini karena antara lain kita sering kali
melakukan pengukuran.
Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran (measurement)
adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan
informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir
prestasi peserta didik dengan membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan peserta
didik, mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka katakan, dan menggunakan
indera mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan.
Menurut Zainul dan Nasution (2001) pengukuran memiliki dua karakteristik utama
yaitu: 1) penggunaan angka atau skala tertentu; 2) menurut suatu aturan atau formula
tertentu.
Measurement (pengukuran) merupakan proses yang mendeskripsikan performance
peserta didik dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (sistem angka) sedemikian rupa
sehingga sifat kualitatif dari performance peserta didik tersebut dinyatakan dengan angka-
angka (Alwasilah et. Al. 1996).
Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat yang menyatakan bahwa
pengukuran merupakan pemberian angka terhadap suatu atribut atau karakter tertentu yang
dimiliki oleh seseorang, atau suatu objek tertentu yang mengacu pada aturan formulasi yang
jelas. Aturan atau formulasi tersebut harus disepakati secara umum oleh para ahli (Zainul
dan Nasution, 2001). Dengan demikian, pengukuran dalam bidang pendidikan berarti
mengukur atribut atau karakteristik peserta didik tertentu dalam hal ini yang diukur bukan
peserta didik tersebut, akan tetapi karakteristik atau atributnya. Senada dengan pendapat
tersebut, secara lebih ringkas, Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian
pengukuran (measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan
ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.
8
Menurut Anne Anastasi dalam karya tulisnya yang berjudul Psychological Testing,
yang dimaksud dengan tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang objektif
sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat digunakan sebagai cara untuk
mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu. Menurut Lee J.
Cronbach dalam bukuunya berjudul Essential of Psychological Testing, tes merupakan
suatu prosedur yang sistematis untuk membandingkan tingkah laku dua orang atau lebih.
Sedangkan menurut Goodenough, tes adalah suatu tugas atau serangkaian tugas yang
diberikan kepada individu atau kelompok individu, yang dimaksud untuk membandingkan
kecakapan satu sama lain.
Dari pengertian dari para ahli tersebut dalam dunia pendidikan dapat disimpulkan
bahwa pengertian tes adalah cara yang digunakan atau prosedur yang ditempuh dalam
rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang memberikan tugas dan
serangkaian tugas yang diberikan oleh guru sehingga dapat dihasilkan nilai yang
melambangkan tingkah laku atau prestasi peserta didik.
Tes sebagai salah satu teknik pengukuran dapat didefinisikan A test will be defined
as a sytematic procedure for measuring a sample of an individual‟s behaviour (Brown,
1970:2). Definisi tersebut mengandung dua hal pokok yang perlu diperhatikan dalam
memahami makna tes, yaitu pertama adalah kata systematic procedure yang artinya bahwa
suatu tes harus disusun, dilaksanakan (diadministrasikan) dan diolah berdasarkan aturan-
aturan tertentu yang telah ditetapkan. Sistematis di sini meliputi tiga langkah, yaitu: (a)
sistematis dalam isi, artinya butir-butir soal (item) suatu tes hendaknya disusun dan dipilih
berdasarkan kawasan dan ruang lingkup tingkah laku yang akan dan harus diukur atau
dites, sehingga tes tersebut benar-benar tingkat validitasnya dapat dipertanggungjawabkan,
(b) sistematis dalam pelaksanaan (administrasi) artinya tes itu hendaknya dilaksanakan
dengan mengikuti prosedur dan kondisi yang telah ditentukan; dan (c) sistemati di dalam
pengolahannya, artinya data yang dihasilkan dari suatu tes diolah dan ditafsirkan
berdasarkan atura-aturan dan tolak ukur (norma) tertentu. Kedua adalah measuring of an
individual‟s behaviour yang artinya bahwa tes itu hanya mengukur suatu sampel dari suatu
tingkah laku individu yang dites. Tes tidak dapat mengkur seluruh (populasi) tingkah laku,
melainkan terbatas pada isi (butir soal) tes yang bersangkutan.
Suatu tes akan berisikan pertanyaan-pertanyaan dan atau soal-soal yang harus
dijawab dan atau dipecahkan oleh individu yang dites (testee), maka disebut tes hasil
belajar (achievement test). Hal ni sependapat dengan seorang ahli yang menyatakan bahwa
the tyype of ability test that describes what a person has learned to do is called an
achievement test (Thordike & Hagen, 1975:5). Berdasarkan pendapat itu, tes hasil belajar
biasanya terdiri dari sejumlah butir soal yang memiliki tingkat kesukaran tertentu (ada yang
mudah, sedang dan sukar). Tes tersebut harus dapat dikerjakan oleh peserta didik dalam
waktu yang sudah ditentukan. Oleh karena itu, tes hasil belajar merupakan power test.
Maksudnya adalah mengukur kemampuan peserta didik dalam menjawab pertanyaan atau
permasalahan.
sebagai instrumen utamanya, sehingga tes mengerjakan soal atau jawaban ujian pada
kertas ujian secara tertulis, baik dengan tulisan tangan maupun menggunakan komputer.
Sedangkan, tes lisan dilakukan dengan pembicaraan atau wawancara tatap muka antara
pendidik dan peserta didik. Sedangkan tes perbuatan mengacu pada proses penampilan
seseorang dalam melakukan sesuatu unit kerj. Tes perbuatan mengutamakan pelaksanaan
perbuatan peserta didik.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik memiliki fungsi untuk memantau kemajuan
belajar, memantau hasil belajar, dan mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta
didik secara berkesinambungan. Penilaian menggunakan acuan kriteria yang merupakan
penilaian kemajuan peserta didik dibandingkan dengan kriteria pencapaian kompetensi yang
ditetapkan. Skor yang diperoleh dari hasil suatu penilaian baik yang formatif maupun sumatif
seorang peserta didik tidak dibandingkan dengan skor peserta didik lainnya namun
dibandingkan dengan penguasaan kompetensi yang dipersyarakan.
Sesuai dengan salinan lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia no. 104 tahun 2014 tentang penilaian hasil belajar oleh pendidik pada
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
1) Penilaian hasil belajar oleh pendidik adalah proses pengumpulan informasi/bukti
tentang pencapaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual
dan sikap sosial, kompentensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang
dilakukan secara terencana dan sistematis selama dan setelah proses
pembelajaran.
2) Pendekatan penilaian adalah proses atau jalan yang ditempuh dalam melakukan
penilaian hasil belajar peserta didik.
3) Bentuk penilaian adalah cara yang dilakukan dalam menilai pencapaian
pembelajaran peserta didik, misalnya: penilaian unjuk kerja, penilaian projek, dan
penilaian tertulis.
4) Instrumen penilaian adalah alat yang digunakan untuk menilai pencapaian
pembelajaran peserta didik, misalnya: tes dan skala sikap-sikap, pengetahuan, dan
12
Prinsip penilaian hasil belajar oleh pendidik meliputi prinsip umum dan prinsip
khusus. Prinsip umum dalam penilaian hasil belajar oleh pendidik adalah sebagai berikut:
1) Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan
yang diukur.
2) Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak
dipengaruhi subjektivitas penilai.
3) Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena
berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat
istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4) Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak
terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5) Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6) Holistik dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua
aspek komptensi dan dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai
dengan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik.
7) Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikuti langka-langkah baku.
8) Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik,
prosedur, maupun hasilnya.
9) Edukatif, berarti penilaian dilakukan untuk kepentingan dan kemajuan peserta didik
dalam belajar.
13
Prinsip khusus dalam penilaian hasil belajar oleh pendidik berisikan prinsip-prinsip
penilaian autentik sebagai berikut:
1) Materi penilaian dikembangkan dari kurikulum.
2) Bersifat lintas muatan atau mata pelajaran.
3) Berkaitan dengan kemampuan peserta didik.
4) Berbasis kinerja peserta didik.
5) Memotivasi belajar peserta didik.
6) Menekankan pada kegiatan dan pengalaman belajar peserta didik.
7) Memberi kebebasan peserta didik untuk mengkonstruksi responnya.
8) Menekankan keterpaduan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
9) Mengembangkan kemampuan berpikir divergen.
10) Menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran
11) Menghendaki balikan yang segera dan terus menerus.
12) Menekankan konteks yang mencerminkan dunia nyata.
13) Terkait dengan dunia kerja.
14) Menggunakan data yang diperoleh langsung dari dunia nyata.
15) Menggunakan berbagai cara dan instrumen.
14
BAB II
KOMPONEN EVALUASI
1. PENGANTAR
Dalam proses belajar mengajar, evaluasi tidak hanya perlu dilakukan untuk
mengetahui hasil belajar. Evaluasi atau penilaian juga perlu dilakukan untuk menilai proses
pengajaran yang telah dilakukan oleh guru. Evaluasi untuk mengetahui hasil belajar bisa
digunakan untuk acuan mengetahui perkembangan atau kemajuan belajar peserta didik,
untuk penilaian pengajaran tentu juga dapat digunakan untuk mengetahui kemajuan
pengajaran serta mengetahui kekurangan dan kelemahan pengajaran yang dilakukan oleh
guru. Dengan dmeikian guru dapat memperbaiki sistem mengajar yang dipakai olehnya
sehingga kemampuan dan kuaitas mengajar guru dapat menjadi semakin baik dan semakin
baik.
Evaluasi terhadap pengajaran yang dilakukan guru ini tidak hanya dilakukan sekali
atau dua kali saja namun tentu harus dilakukan secara terus menerus, bahkan setiap
selesai melakukan pengajaran sangat perlu dilakukan penilaian. Evaluasi pada proses
pengajaran yang dilakukan secara terus menerus dapat membuat pengajaran guru semakin
berkembang. Guru semakin mampu menerapkan sistem pengajaran yang tepat antara
pengajaran satu dengan proses pengajaran lainnya terutama sistem pengajaran antar
materi pembelajaran.
Dengan sistem evaluasi yang baik maka akan mendorong pendiidk untuk
menentukan strategi mengajar yang baik sehingga dapat memotivasi peserta didik untuk
belajar yang lebih baik dengan tujuan akhir meningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia
pada umumnya, seperti yang diamanahkan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan tujuan pendidikan nasional.
2. KOMPONEN EVALUASI
Komponen evaluasi meliputi: evaluasi, penilaian, pengukuran dan tes dan non tes.
Dalam evaluasi pendidikan, ada empat komponen yang saling terkait dan merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan. Penjelasan dari keempat komponen tersebut yaitu sebagai
berikut:
a. Evaluasi
Dalam mendefinisikan evaluasi, para ahli memiliki sudut pandang yang berbeda
sesuai dengan bidang keahian masing-masing. Namun initi dari semua definisi menuju
ke satu titik, yaitu proses penetapan keputusan tentang sesuatu objek yang dievaluasi.
Dalam konteks pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan hasil kerja peserta
didik, Nitko dan Brookhart (2207) mendefinsikan evaluasi sebagai suatu proses
penetapan nilai yang berkaitan dengan kinerja dan hasil karya peserta didik. Fokus
evaluasi dalam konteks ini adalah individu, yaitu prestasi belajar yang dicapai kelompok
peserta didik atau kelas. Konsekuensi logis dari pandangan ini, mengharuskan
evaluator untuk mengetahui betul tentang tujuan yang ingin dievaluasi. Beberapa hal
15
yang dapat dijadikan sebagai objek evaluasi yaitu prestasi belajar, perilaku, motivasi,
motivasi diri, minat dan tanggung jawab.
Dalam konteks lembaga evaluasi merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam
meningkatkan kualitas, kinerja atau produktivitas suatu lembaga dalam melaksanakan
programnya (Mardapi, 2004). Hal yang hampir sama dikemukakan oleh Stuffelbeam
dan Shinkfield (2007), yang mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses
memperoleh, menyajikan, dan menggambarkan informasi yang berguna untuk menilai
suatu alternatif pengambilan keputusan tentang suatu program.
Selanjutnya, Ebel (1986) berpendapat bahwa evaluasi merupakan suatu kebutuhan
di mana evaluasi harus memberikan suatu keputusan tentang informasi apa saja yang
dibutuhkan, bagaimana informasi tersebut dikumpulkan, serta bagaimana informaasi
tersebut disintesiskan untuk mendukung hasil yang diharapkan.
Kirkpatrick (1998), menyarankan tiga komponen yang harus dievaluasi dalam
pembelajaran yaitu pengetahuan yang dipelajari, keterampilan apa yang dikembangkan,
dan sikap apa yang perlu diubah. Untuk mengevaluasi komponen pengetahuan
dan/atau perubahan sikap, dapat digunakan paper-and-pencil test (test tertulis) sebagai
alat ukurnya. Evaluasi program untuk meningkatkan keterampilan peserta didik dapat
digunakan tes kinerja sebagai alat ukurnya
Menurut Astin (1993) ada tiga komponen yang dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran yaitu masukan, lingkungan sekolah, dan keluarannya, artinya tidak ada
ranah kognitif saja yang diukur.
Ditinjau dari cakupannya, evaluasi ada yang bersifat makro yaitu menggunakan
sampel dalam menelaah suatu program dan dampaknya, yang sasarannya adalah
program pendidikan. Kemudian evaluasi yang bersifat mikro yang sasarannya adalah
program pembelajaran di kelas dan yang menjadi penanggungjawabnya adalah tenaga
pendidik.
Evaluasi pengajaran dapat dikategorikan menjadi dua yaitu formatif dan sumatif.
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu
pokok bahasan/topik yang tujuannya untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
Sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu
satuan waktu yang di dalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan, yang tujuannya
untuk menetapkan tingkat keberhasilan peserta didik dalam kurun waktu tertentu yang
ditandai dengan perolehan nilai peserta didik dengan ketetapan lulus atau belum.
b. Penilaian
Penilaian merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Upaya
meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas
pembelajaran dan kualitas penilaiannya. Penilaian didefinisikan sebagai proses
pengumpulan infomasi tentang kinerja peserta didik, untuk digunakan sebagai dasar
dalam membuat keputusan (Weeden, Winter, dan Broadfoot: 2002; Boot: 1996; Nitko:
1996; Mardapi: 2004). Selanjutnya Black dan Willian (1998) mendefinisikan penilaian
sebagai semua aktivitas yang dilakukan oleh guru dan peserta didik untuk menilai diri
mereka sendiri, yang memberikan informasi untuk digunakan sebagai umpan balik
untuk memodifikasi aktivitas belajar dan mengajar.
16
Tujuan penilaian:
Membantu belajar peserta didik
Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan peserta didik
Menilai efektivitas strategi pengajaran
Menilai dan meningkatkan efektivitas program kurikulum
Menilai dan meningkatkan efektivitas pengajaran
Menyediakan data yang membantu dalam membuat keputusan
Komunikasi dan melibatkan orang tua peserta didik
Kegiatan penilaian dalam proses pembelajaran harus diarahkan pada empat hal:
Penelusuran, untuk menelusuri kesesuaian proses pembelajaran dengan yang
direncanakan.
Pengecekan, untuk mencari informasi tentang kekurangan-kekurangan pada
peserta didik selama pembelajaran.
Pencarian, untuk mencari penyebab kekurangan yang muncul selama proses
pembelajaran.
Penyimpulan, untuk menyimpulkan tingkat pencapaian belajar yang telah dimiliki
peserta didik.
c. Pengukuran
Pengukuran merupakan suatu proses pemberian angka kepada suatu atribut atau
karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau objek tertentu menurut aturan
atau formulasi yang jelas. Berdasarkan pandangan tersebut, tampak bahwa semua
kegiatan di dunia ini tidak bisa lepas dari pengukuran.
Pengukuran pada dasarnya merupakan kegiatan penentuan angka bagi suatu objek
secara sistematik. Penentuan angka ini merupakan usaha untuk menggambarkan
karakteristik suatu objek kemampuan seseorang dalam bidang tertentu dinyatakan
dengan angka. Dalam menentukan karakteristik individu pengukuran yang dilakukan
harus sedapat mungkin mengandung kesalahan yang kecil (Mardapi, 2004).
Kesahihan alat ukur bisa dilihat dari kisi-kisi alat ukur. Kisi-kisi ini berisi tentang
materi yang diujikan, bentuk soal, tingkat berfikir yang terlibat, bobot soal dan cara
penskoran.
Pokok bahasan yang diujikan harus berdasarkan kriteria sebagai berikut:
Pokok bahasan yang esensial
Memiliki nilai aplikasi
Berkelanjutan
Dibutuhkan untuk mempelajari mata pelajaran lain
17
Memberikan evaluasi yang objektif dan adil serta segera menginformasikan hasil
evaluasi kepada peserta didik.
Memberi kesempatan kepada peserta didik mengadakan evaluasi terhadap diri
sendiri.
Memberi kesempatan kepada peserta didik mengadakan evaluasi terhadap teman.
Evaluasi sering dianggap sebagai kegiatan akhir dari suatu proses kegiatan.
Evaluation is often considered to be the final step in overall process, demikian
diungkapkan Miller (1985). Peserta didik dievaluasi setelah ia selesai melakukan suatu
pelajaran, apakah ia berhasil atau tidak setelah mengalami masa percobaan.
Fungsi Evaluasi
Evaluasi merupakan alat yang penting sebagai umpan balik bagi peserta didik.
Evaluasi merupakan alat yang penting untuk mengetahui bagaimana ketercapaian
peserta didik dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat memberikan informasi untuk mengembangkan program kurikulum.
Alat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional.
Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar peserta didik kepada para orang
tuanya.
Tujuan Evaluasi
Mendeskripsikan kecakapan belajar para peserta didik sehingga dapat diketahui
kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran
yang ditempuhnya.
Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni
seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para peserta didik ke
arah tujuan pendidikan yang diharapkan.
Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi
pelaksanaannya.
Memberikan pertanggungjawaban pihak sekolah kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Pihak yang dimaksud meliputi pemerintah, masyarakat, dan para orang
tua peserta didik.
4. PRINSIP PENILAIAN
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI no. 20 tahun 2007 ditegaskan
bahwa penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang
diukur.
Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak
dipengaruhi subjektivitas penilai.
Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena
berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat
istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak
terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat dikethui oleh pihak yang berkepentingan.
Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup
semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai tekik penilaian yang
sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikuti langkah-langkah baku.
Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi
yang ditetapkan.
Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik,
prosedur, maupun hasilnya.
Jenis-Jenis Evaluasi:
Dapat dilihat dari fungsinya, jenis penilaian ada beberapa macam, yaitu penilaian
formatif, penilaian sumatif, penilaian diagnostik, penilaian selektif, dan penilaian
penempatan.
Penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan paa akhir program belajar
mengajar untuk melhat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri. Dengan
demikian, penilaian formatif berorientasi kepada proses belajar mengajar. Dengan
penilaian formatif diharapkan guru dapat memperbaiki program pengajaran dan strategi
pelaksanaannya.
Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit program, yaitu
akhir semester, dan akhir tahun. Tujuannya adalah untuk melihat hasil yang dicapai oleh
20
para peserta didik, yakni seberapa jauh tujuan-tujuan kurikuler dikuasai oleh para
peserta didik.
Penilaian diagnostik adalah penilaian yang bertujuan untuk melihat kelemahan-
kelemahan peserta didik serta faktor penyebabnya. Penilaian ini dilaksanakan untuk
keperluan bimbingan belajar, pengajaran remedial (remedial teaching), menemukan
kasus-kasus. Soal-soal tentunya disusun agar dapat ditemukan jenis kesulitan belajar
yang dihadapi oleh para peserta didik.
Penilaian selektif adalah penilaian yang bertujuan untuk keperluan seleksi, misalnya
ujian saringan masuk ke lembaga pendidikan tertentu.
Penilaian penempatan adalah penilaian yang ditujukan untuk mengetahui
keterampilan prasyarat yang diperlukan bagi suatu program belajar dan penguasaan
belajar yang diprogramkan sebelum memulai kegiatan belajar untuk program itu.
5. RANAH KOGINITIF
a. Pengetahuan
Istilah pengetahuan merupakan terjemahan dari kata knowledge dalam
taksonomi Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab
dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual di samping pengetahuan
hafalan atau diingan seperti rumus, batasan, definisi, istilah, pasal dalam undang-
undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota.
b. Pemahaman
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah pemahaman.
Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimat sendiri sesuatu yang dibaca atau
didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan atau menggunakan
petunjuk penerapan pada kasus lain pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga
kategori, tingkat pertama (terendah) adalah pemahaman terjemahan, mulai dari
terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya dari bahasa Inggris ke dalam
bahasa Indonesia, mengartikan Bhineka Tunggal Ika, mengartikan merah putih.
21
6. RANAH AFEKTIF
Ranah afektif adalah satu domain yang berkaitan dengan sikap, nilai-nilai interest,
apresiasi atau penghargaan dan penyesuaian perasaan sosial.
Karakteristik Ranah Afektif. Lima karakteristik afektif yang penting yaitu: sikap, minat,
konsep diri, nilai, dan moral.
(1) Sikap
Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk bertindak secara suka atau
tidak suka terhadap suatu objek.
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975), sikap adalah suatu predisposisi
kepribadian yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif
terhadap sudaut objek, situasi, konsep, atau orang.
(2) Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui
pengalaman yang mendorong seseorang untuk berusaha memperoleh objek
khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau
pencapaian.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, minat atau keinginan adalah
kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu.
(3) Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap
kemampuan dan kelemahan yang dimilikinya.
Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri
(4) Nilai
Menurut Rokeach (1986), nilai merupakan suatu keyakinan tentang
perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan buruk.
(5) Moral
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap tindakan yang
dilakukan diri sendiri, dan berkaitan perasaan dengan orang lain. Misalnya,
membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis.
22
Instrumen Sikap
Definisi konsepptual adalah sikap merupakan kecenderungan merespon secara
konsisten baik menyukai atau tidak menyukai suatu objek, sedangkan definsi
operasional adalah sikap perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek. Cara yang
mudah untuk mengetahui sikap peserta didik adalah melalui kuesioner.
Pengembangan Instrumen Sikap (contoh dalam mata pelajaran matematika):
Contoh indikator sikap terhadap mata pelajaran matematika
Membaca buku matematika
Mempelajari matematika
Melakukan interaksi dengan guru matematika
Mengerjakan tugas matemaika
Melakukan diskusi tentang matematika
Contoh pertanyaan untuk kuesioner:
Saya senang membaca buku matematika
Tidak semua orang harus belajar matematika
Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran matematika
Saya tidak senang pada tugas pelajaran matematika
Saya berusaha mengerjakan soal-soal matematika sebaik-baiknya
Instrumen Minat
Definisi Konseptual:
Minat adalah keinginan yang tersusun melalui pengalaman yang mendorong individu
berusaha mencari objek, melakukan aktivitas, dan keterampilan untuk tujuan memperoleh
kepuasan.
Definisi Operasional:
Minat adalah keingintahuan seseorang tetnang keadaan suatu objek, dan atau
melakukan aktivitas tertentu.
Instrumen Nilai:
Nilai seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagaimana ia berbuat atau keinginan
untuk berbuat. Nilai berkaitan dengan keyakinan, sikap dan aktivitas atau tindakan
seseorang terhadap sesuatu yang merupakan refleksi dari nilai yang dianutnya.
Definisi koseptual adalah nilai keyakinan terhadap sesuatu pendapat, kegiatan, atau
objek. Definisi operasional nilai adalah keyakinan seseorang tentang keadaan suatu objek
atau kegiatan.
Instrumen Moral:
24
Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui moral peserta didik. Contoh indikator moral
sesuai dengan definisi tersebut adalah:
Memegang janji
Memiliki kepedulian terhadap orang lain
Menunjukkan komitmen terhadap tugas-tugas
Memiliki kejujuran
Pengukuran ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan, yakni sebagai berikut:
a) Menerima
Jenjang ini berhubungan dengan kesediaan atau kemauan peserta didik
untuk ikut dalam fenomena atau stimulasi khusus (kegiatan dalam kelas, baca
buku dan sebagainya) dihubungkan dengan pengajaran jenjang ini berhubungan
dengan menimbulkan, mempertahankan, dan mengarahkan perhatian peserta
didik. Sedangkan perumusan untuk membuat soalnya yaitu menanyakan,
menjawab, menyebutkan, memilih, mengidentifikasi, memberikan, mengikuti,
menyeleksi, menggunakan, dan lain-lain.
b) Menjawab
Kemampuan ini bertalian dengan partisipasi peserta didik. Pada tingkat ini,
peserta didik hanya menghadiri suatu fenomena tertentu tetapi juga mereaksi
terhadapnya dengan salah satu cara. Hasil belajar dalam jenjang ini dapat
menekankan kemauan untuk menjawab. Sedangkan perumusan bentuk soalnya
adalah menjawab, melakukan, menulis, menceritakan, membantu, melaporkan,
dan sebagainya.
c) Menilai
Jenjang ini bertalian dengan nilai yang dikenakan peserta didik terhadap
suatu objek, fenomena, atau tingkah laku tertentu, jenjang ini dimulai dari hanya
sekedar penerima nilai sampai ke tingkat komitmen keterampilan. Sedangkan
perumusan soalnya menerangkan, membedakan, memilih, mempelajari,
mengusulkan, menggambarkan, menggabung, mempelajari, menyeleksi,
bekerja, membaca, dan sebagainya.
d) Organisasi
Yaitu menyatukan nilai yang berbeda, menyelesaikan masalah di antara nilai
itu sendiri, jadi tugas seorang guru dalam mengevaluasi ialah memberikan
penekanan pada membandingkan, menghubungkan dan mensintesiskan nilai-
nilai. Mengorganisasikan, mengatur, membandingkan, mengintegrasikan,
memodifikasi, menghubungkan, menyusun, memadukan, menyelesaikan,
mempertahankan, menjelaskan, menyatukan, dan lain-lain.
25
7. RANAH PSIKOMOTORIK
Ranah psikomotorik adalah ranah yang menitikberatkan kepada kemampuan fisik
dan kerja otot (Bloom, 1979). Dalam pengembangannyapun mata pelajaran yang
berkaian dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang lebih berorientasi pada
gerakan dan menekankan pada reaksi-raksi fisik dan keterampilan tangan. Keterampilan
itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam sauatu tugas atau
sekumpulan tugas tertentu.
Buttler (1972) membagi hasil belajar psikomotor menajdi tiga, yaitu: specific
responding, motor chaining, rule using. Pada tingkat specific responding peserta didik
mampu merespons hal-hal yang sifatnya fisik, (yang dapat didengar, dilihat, atau
diraba), atau melakukan keterampilan yang sifatnya tunggal, misalnya memegang raket,
memegang bed untuk tenis meja. Pada motor chaining peserta didik sudah mampu
menggabungkan lebih dari dua keterampilan dasar menjadi satu keterampilan
gabungan, misalnya memukul bola, menggergaji, menggunakan jangka sorong, dan
lain-lain. Pada tingkat rule using peserta didik sudah dapat menggunakan
pengalamannya untuk melakukan keterampilan yang kompleks. Pengembangan
perangkat peniliaian psikomotor misalnya bagaimana memukul bola secara tepat agar
dengan tenaga yang sama hasilnya lebih baik.
Ranah psikomotor berkaitan dengan keterampilan atau skill yang bersikap manual
atau motorik. Tingkatan psikomotor ini meliputi:
Persepsi, berkenaan dengan penggunaan indera dalam melakukan kegiatan.
Contoh: mengenal kerusakan mesin dari suaranya yang sumbang.
Kesiapan melakukan suatu kegiatan, berkenaan dengan melakukan sesuatu
kegiatan atau set termasuk di dalamnya metal set atau kesiapan mental, physical set
(kesiapan fisik) atau (emotional set) kesiapan emosi perasaan untuk melakukan
suatu tindakan.
Mekanisme, berkenaan dengan penampilan respon yang sudah dipelajari dan
menjadi kebiasaan sehingga gerakan yang ditampilkan menunjukkan kepada suatu
kemahiran. Contoh: menulis halus, menari, menata laboratorium dan menata kelas.
Respon terbimbing, berkenaan dengan meniru (imitasi) atau mengikut, mengulangi
perbuatan yang diperintahkan atau ditunjukkan oleh orang lain, melakukan kegiatan
coba-coba (trial and error).
Kemahiran, berkenaan dengan penampilan gerakan motorik dengan keterampilan
penuh. Kemahiran yang dipertunjukkan biasanya cepat, dengan hasil yang baik
namun menggunakan sedikit tenaga. Contoh: keterampilan menyetir kendaraan
bermotor.
26
Di bawah ini diberikan skema untuk mendapatkan gambaran global tentang ranah
psikomotorik.
Memainkan
Menangani
5. Gerekan Berketerampilan secara ... Ada pada kategori jenis
Kompleks Misalnya: lancar, luwes, no. 4
supel, gesit, lincah
6. Penyesuaian Menyesuaikan diri Mengubah
pola gerakan Bervariasi Mengadaptasi
Mengatur kembali
Membuat variasi
7. Kreativitas Menciptakan yang baru Merancang
Berinisiatif Menyusun
Menciptakan
Mendesain
Merancang bangun
Mereka-reka
Merekayasa
Mengkombinasikan
Mengatur
Merencanakan
Dari bagian di atas dapat diketahui bahwa domain psikomotor meliputi hal-hal:
Persepsi: menunjuk pada proses kesadaran akan adanya perubahan setelah
keaktifan: melihat, mendengar, menyentuh, merasakan, membau serta gerak diri
urat syaraf kita dan lebih dekat terhadap alat panca indera kita.
Kesiapan: menunjuk langkah lanjut setelah adanya persepsi kemampuan dalam
membedakan, memilih dan menggunakan neuromuscular yang tepat dalam
membuat respons.
Yang menjadi tujuan dalam hal kesiapan adalah: kesiapan mental: memilih dan
membuat sintesa. Kesiapan fisik: dalam menyesuaikan kemamuan neuromuscular.
Kesiapan emosional dalam merespon menurut sikap yang tepat.
Gerakan terbimbing: dengan persepsi dan kesiapan di atas mengembangkan
kemampuan dalam aktivitas.
Yang menjadi tujuan dalam tahap ini adalah imitasi (meniru contoh),
mempertunjukkan sesuatu.
Gerakan terbiasa: setelah melewati pada tahapan gerakan terbimbing, maka akan
mendapati pada gerakan terbiasa pada satu keterampilan tertentu.
Tujuan dalam tahap ini adalah mulai muncul kecepatan dalam menggunakan waktu
tertentu pada satu keterampilan tertentu.
Gerakan kompleks: penggunaan sejumlah skill dalam aktivitas yang kompleks,
meliputi semua gerakan di atas.
BAB III
JENIS EVALUASI
1. PENGANTAR
Tujuan dilaksanakannya evaluasi proses dan hasil pembelajaran adalah untuk
mengetahui keefektifan pelaksanaan pembelajaran dan pencapaian hasil pembelajaran
oleh setiap peserta didik. Informasi kedua hal tersebut pada gilirannya sebagai masukan
untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Manfaat dilaksanakannya
evaluasi proses dan hasil pembelajaran ada beberapa hal, di antaranya yang penting
adalah:
Memperoleh pemahaman pelaksanaan dan hasil pembelajaran yang telah
berlangsung atau dilaksanakan oleh pendidik/guru.
Membuat keputusan berkenaan dengan pelaksanaan dan hasil pembelajaran, dan
Meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dalam rangka upaya
meningkatkan kualitas keluaran/lulusan.
Dalam menentukan hasil evaluasi dapat dipergunakan tiga pendekatan sesuai dengan
keperluannya, yaitu ukuran mutlak, ukuran relatif, dan ukuran perfomance.
a. Penilaian dengan ukuran mutlak
Dalam pendekatan ini, guru terlebih dahulu menentukan kriteria keberhasilan
peserta didik secara mutlak. Misalnya seorang peserta didik dikatakan berhasil baik,
apabila dia dapat mengerjakan semua soal penilaian dengan benar. Pada umumnya,
pendekatan ini digunakan dalam penilaian formatif, karena dengan pendekatan ini di
antaranya guru dapat mengetahui tingkat penguasaan setiap peserta didik dalam
mempelajari suatu satuan pelajaran. Penilaian ini dapat digunakan pula dalam
penilaian sumatif, apabila program pengajaran yang dinilai itu merupakan program
minimal yang harus dikuasai.
b. Penilaian dengan Ukuran Relatif
Dalam penilaian dengan pendekatan ini, kriteria keberhasilan tidak ditetapkan
sebelumnya, tetapi bergantung kepada keberhasilan umum dalam kelompok peserta
didik yang sedang dinilai. Jadi, keberhasilan ditentukan oleh gambaran umum dari
kelompok yang bersangkutan. Dengan perkataan lain keberhasilan itu ditentukan
oleh rata-rata keberhasilan kelompok. Pendekatan peniliaian dengan ukuran relatif
ini, biasanya digunakan dalam penilaian sumatif, terutama dalam memberikan nilai
akhir, atau mengelompokkan peserta didik dalam kelompok kerja di mana
dibutuhkan kelompok dengan kemampuan yang homogen dalam bidang pengajaran
tertentu, dalam seleksi, atau dalam memberikan keputusan, apakah peserta didik
lulus atau tidak lulus, naik atau tidak naik.
c. Penilaian dengan Ukuran Self Performance
Pendekatan ini didasarkan pada performance yang dilakukan sebelumnya.
Guru mengambil keputusan lulus tanpa memperhatikan ukuran mutlak hasil
pencapaian, dan juga tidak melihat prestasi hasil rata-rata kelompoknya. Jadi
pendekatan ini melihat kemajuan (keberhasilan) yang dicapai. Dalam pendekatan ini,
31
perlu diperhatikan tiga tahap status yaitu: status peserta didik sebelum mengikuti
pengajaran, status potensi peserta didik pada masa yang akan datang.
2. OBYEK EVALUASI
Berdasarkan objek, evaluasi dibagi dalam beberapa jenis, yaitu:
a. Evaluasi input
Evaluasi input yaitu evaluasi terhadap peserta didik mencakup kepribadian,
sikap dan keyakinan. Tujuan utama input adalah untuk menentukan bagaimana
memanfaatkan input dalam mencapai tujuan program. Contoh: program pemanduan
anak bakat. Tujuan adalah untuk mengembangkan kemampuan anak berbakat
dalam bidang musik. Maka dalam program itu dinilai input yang bagaimanakah dapat
menunjang pencapaian tujuan tersebut. Antara lain:
Program pembinaan
Biaya
Hambatan-hambatan
Strategi yang mungkin dipilih
Fasilitas belajar
Lingkungan
Sarana prasarana
Bagaimana kualitas anak berbakat
Kualitas staf yang mampu mendukung kegiatan belajar
b. Evaluasi Transformasi
Evaluasi terhadap unsur-unsur transformasi proses pembelajaran antara lain
materi, media, metode-metode dan lain-lain.
c. Evaluasi Output
Evaluasi terhadap lulusan yang mengacu pada ketercapaian hasil pembelajaran
Sasaran pokok dalam setiap kegiatan evaluasi dalam pendidikan adalah anak didik.
Yang harus diperhatikan dalam perkembangan anak didik setelah mengalami
pendidikan dan pengajaran selama jangka waktu tertentu adalah:
Bagaimana pengembangan pengetahuannya,
Bagaimana pekembangan sikapnya,
Bagaimana keterampilan dan kecekatannya,
Bagaiaman kecerdasan cara berpikirnya,
Bagaimana perkembangan jasmani dan kesehatannya.
pengambil keputusan. Model evaluasi CIPP ini terdiri dari empat hurup yang
diuraikan sebagai berikut:
Context evaluation to serve planning decision
Seorang evaluator harus cermat dan tajam memahami konteks evaluasi yang
berkaitan dengan merencanakan keputusan, mengidentifikasi kebutuhan, dan
merumuskan tujuan program.
Input evaluation structuring decision
Segala sesuatu yang berpengaruh terhadap proses pelaksanaan evaluasi harus
disiapkan dengan benar. Input evaluasi ini akan memberikan bantuan agar dapat
menata keputusan, menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan, mencari
berbagai alternatif. Yang akan dilakukan, menentukan rencana yang matang,
membuat strategi yang akan dilakukan dan memperhatikan prosedur kerja dalam
mencapainya.
Process evaluation to serve implementing decision
Pada evaluasi proses ini berkaitan dengan implementasi suatu program. Ada
sejumlah pertanyaan yang harus dijawab dalam proses pelaksanaan evaluasi ini.
Misalnya, apakah rencana yang telah dibuat sesuai dengan pelaksanaan di
lapangan? Dalam proses pelaksanaan program apakah yang harus diperbaiki?
Dengan demikian proses pelaksanaan program dapat dimonitor, diawasi atau
bahkan diperbaiki.
Product evaluatiion to serve recycling decision
Evaluasi hasil digunakan untuk menentukan keputusan apa yang akan
dikerjakan berikutnya. Apa manfaat yang dirasakan oleh masyarakat berkaitan
dengan program yang digulirkan? Apakah memiliki pengaruh dan dampak
dengan adanya program tersebut? Evaluasi hasil berkaitan dengan manfaat dan
dampak suatu program setelah dilakukan evaluasi secara seksama. Manfaat
model ini untuk pengambilan keputusan (decision making) dan bukti
pertanggungjawaban (accountability) suaut program kepada masyarakat.
Tahapan evaluasi dalam model ni yakni penggambaran (delineating), perolehan
atau temuan (obtaining), dan penyediaan (providing) bagi para pembuat
keputusan.
Brinkerhoff & Cs. (1983) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun
berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator-evaluator
lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri sebagai berikut:
Fixed vs emergent evaluation design. Dapatkah masalah evaluasi dan kriteria
akhirnya dipertemukan? Apabila demikian, apakah itu suatu keharusan? Belum
lengkap penjelasannya.
Formative vs summative evaluation. Apakah evaluasi akan dipakai untuk
perbaikan atau untuk melapjorkan kegunaan atau manfaat suatu program? Atau
keduanya?
Experimental and quasi experimental design vs natural/unobtrusive inquiry.
Apakah evaluasi akan melibatkan intervensi ke dalam kegiatan
program/mencoba memanipulasi kondisi, orang diperlakukan, variabel
dipengaruhi dan sebagainya, atau hanya diamati, atau keduanya?
6. BENTUK-BENTUK TES
Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau
mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah
ditentukan. Tes hasil belajar adalah sekelompok pertanyaan atau tugas-tugas yang
harus dijawab atau diselesaikan oleh peserta didik dengan tujuan untuk mengukur
kemajuan belajar peserta didik.
36
Tes merupakan serangkaian soal yang harus dijawab oleh peserta didik. Dalam hal
ini tes hasil belajar dapat digolongkan ke dalam tiga jenis berdasarkan bentuk
pelaksanaannya, yaitu (a) tes lisan, (b) tes tulisan, (c) tes tindakan atau perbuatan. Tes
tertulis dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada penggunaan kertas dan pensil
sebagai instrumen utamanya sehingga tes mengerjakan soal atau jawaban ujian pad
akertas ujian secara tertulis, baik dengan tulisan tangan maupun menggunakan
komputer. Sedangkan, tes lisan dilakukan dengan pembicaraan atau wawancara tatap
muka antara guru dan peserta didik. Sedangkan, tes perbuatan mengacu pada proses
penampilan seseorang dalam melakukan sesuatu unit kerja. Tes perbuatan
mengutamakan pelaksanaan perbuatan peserta didik.
Dari segi bentuk soal dan kemungkinan jawabannya tes dibagi menjadi 2 bagian
yakni:
a. Tes Essay (uraian)
Tes essay adalah tes yang disusun dalam bentuk pertanyaan terstruktur dan
peserta didik menyusun, mengorganisasikan sendiri jawaban tiap pertanyaan itu
dengan bahasa sendiri. Tes essay ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan
kemampuan dalam menjelaskan atau mengungkapkan suatu pendapat dalam
bahasa sendiri.
Subino, (1987: 2) menyatakan bahwa berdasarkan tingkat kebebasan jawaban
yan dimungkinkan dalam tes bentuk uraian, butir-butir soal dalam hal ini dapat
dibedakan atas butir-butir soal yang menuntut jawaban bebas. Butir-butir soal
dengan jawaban terikat cenderung akan membatasi, baik isi maupun bentuk
jawaban; sedangkan butir soal dengan jawaban bebas cenderung tidak membatasi,
baik isi maupun jawaban.
Tes uraian merupakan tes yang tertua, namun bentuk ini masih digunakan
secara luas di Amerika Serikat hingga kini, bahkan merupakan bentuk soal yang juga
masih digunakan secara luas di bagian-bagian dunia lainnya (Gronlund, 1977).
Tes bentuk uraian memiliki ciri-ciri tertentu, seperti yang dikemukakan oleh
Wirasasmita 91981:24) yaitu:
Hendaknya setiap pertanyaan merupakan suatu perumusan yang jelas, definitif,
dan pasif.
Tiap pertanyaan hendaknya diserta petunjuk yang jelas tentang jawaban yang
dikehendaki oleh peserta.
Hendaknya pertanyaan-pertanyaan tersebut mencakup semua bahan yang
terpenting serta komprehensif.
Perbandingan soal sukar, sedang, dan mudah harus seimbang, walaupun belum
ada patokan yang pasti. Sebaiknya perbandingannya, sukar = 30%-25%,
sedang=50%, mudah =20% - 25%, dan setelah soal disusun segera susun kunci
jawabannya, dengan memperhatikan berbagai kemungkinan jawaban.
b. Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang disusun sedemikian rupa dan telah disediakan
alternatif jawabannya. Tes ini terdiri dari berbagai macam bentuk, antara lain:
a) Tes betul-salah (True-False)
37
2. Tes Sumatif
Tes sumatif diberikan dengan maksud untuk mengetahui penguasaan atau
pencapaian peserta didik dalam bidang tertentu. Tes sumatif dilaksanakan pada
tengah atau akhir semester.
3. Tes penempatan
Tes penempatan adalah tes yang diberikan dalam rangka menentukan jurusan
yang akan dimasuki peserta didik atau kelompok mana yang paling baik
ditempati atau dimasuki peserta didik dalam belajar.
4. Tes Diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mendiagnosis penyebab
kesulitan yang dihadapi seseorang baik dari segi intelektual, emosi, fisik dan lain-
lain yang mengganggu kegiatan belajarnya.
Memilih tipe soal, dalam memilih tipe soal perlu diperhatikan kesesuaian antara
tipe soal dengan materi, tujuan evaluasi, skoring pengelolaan hasil evaluasi,
penyelenggaraan tes, serta ketersediaan dana dan kepraktisan.
Merencanakan tingkat kesukaran soal, untuk soal objektif dapat diketahui melalui
uji coba atau dapat juga diperkirakan berdasarkan berat ringannya beban
penyelesaian soal tersebut.
Merencanakan banyak soal.
Merencanakan jadwal penerbitan soal.
Penulisan soal.
Penelaahan soal, yaitu menguji validitas soal yang bertujuan untuk mencermati
apakah butir-butir soal yang disusun sudah tepat untuk mengukur tujuan
pembelajaran yang sudah dirumuskan, ditinjau dari segi isi/materi, kriteria dan
psikologis.
Pengujian butir-butir soal secara empriris, kegiatan ini sangat penting jika soal
yang dibuat akan dibakukan.
Penganalisasian hasil uji coba
Pengadministrasian soal
b. Menganalisis Tes
Menganalisis instrumen (alat evaluasi) bertujuan untuk mengetahui apakah alat ukur
yang digunakan atau yang akan digunakan sudah memenuhi syarat-syarat sebagai
alat ukur yang baik, tepat mengukur sesuatu tujuan yang telah diruuskan. Sebuah
instrumen dikatakan baik jika memenuhi syarat validitas, reliabilitas dan bersifat
praktis.
a) Validitas Tes
Suatu tes dikatakan valid jika tes itu dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur. Valid disebut juga sahih, terandalkan atau tepat. Tes hasil belajar yang
valid, harus dapat menggambarkan hasil belajar yang diukur.
Macam-macam validitas:
1) Validitas isi (content validity)
Validitas isi sering juga disebut validitas logis atau validitas rasional. Validitas
isi dapat dianalisis dengan bantuan kisi-kisi tes dan pedoman penelaahan
butir soal.
Penelahaan butir soal secara umum ditinjau dari tiga aspek yaitu:
Aspek materi
Aspek bahasa
Aspek konstruksi
2) Validitas ramalan (predictive validity)
Suatu tes dikatakan memiliki validitas ramalan, apabila hasil pengukuran
yang dilakukan dengan tes itu dapat digunakan untuk meramalkan, atau tes
itu mempunyai daya prediksi yang cukup kuat. Untuk mengetahui apakah
suatu tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai tes yang memiliki validitas
ramalan dapat dilakukan dengan mengkorelasikan tes hasil belajar yang
sedang diuji dengan krieria yang ada.
3) Validitas bandingan (concurrent validity)
40
b) Reliabilitas
Suatu alat ukur dikatakan reliabel, apabila alat ukur itu dicobakan kepada objek
yang sama secara berulang-ulang maka hasilnya akan tetap sama, konsisten,
stabil atau relatif sama.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reliabilitas:
Konstruksi item yang tidak tepat, sehingga tidak dapat mempunyai daya
pembeda yang kuat.
Panjang/pendeknya suatu instrumen
Evaluasi yang subjektif akan menurunkan reliabilitas
Ketidaktepatan waktu yang ada dalam kelompok
Kemampuan yang ada dalam kelompok
41
11. Penggunaan soal esai membutuhkan waktu koreksi yang lama dalam
menentukan nilai.
Memungkinkan peserta tes untuk bersikap ABS (asal bapak senang), atau
mengiyakan semua komentar penguji dengan maksud supaya diluluskan.
Keunggulan Tes Perbuatan:
Tes perbuatan dapat digunakan untuk melakukan penilaian sejumlah perilaku atau
penampilan yang kompleks dalam situasi riil.
Tes perbuatan dapat digunakan untuk melakukan penilaian penampilan yang tidak
dapat dievalausi dengan alat-alat evaluasi lainnya.
Ujian perbuatan dapat digunakan untuk melihat kesesuaian antara pengetahuan
yang bersifat teoritis dan keterampilan di dalam praktik.
Di dalam ujian perbuatan tidak ada peluang untuk saling menyontek.
Kelemahan Tes Perbuatan:
Ujian perbuatan memerlukan waktu yang lebih banyak, karena penilaiannya hanya
dapat dilakukan seorang demi seorang (terutama pada penilaian proses).
Ujian perbuatan pada umumnya memerlukan peralatan, mesin-mesin atau bahan-
bahan khusus, sehingga menjadi lebih mahal dari pada ujian tertulis.
Penilaian dalam ujian perbuatan pada umumnya lebih subjektif, karena akan selalu
melibatkan keputusan penilai.
Seringkali sangat membosankan, karena umumnya bersifat monoton.
Tes Tertulis:
1. Soal Tes Bentuk Uraian (essay)
Ciri khas tes uraian adalah bahwa jawaban soal tidak disediakan oleh orang yang
mengkonstruksi tes, tetapi harus dipasok oleh peserta tes. Peserta tes bebas
menjawab pertanyaan yang diajukan.
2. Soal tes bentuk objektif
Tes bentuk objektif adalah perangkat tes yang butir-butir soalnya mengandung
alternatif jawaban yang harus dipilih atau dikerjakan oleh peserta tes. Alternatif
jawaban yang telah dipasok oleh pengkonstruksi butir soal. Peserta tes hanya
memilih jawaban dari alternatif jawaban yang telah disediakan.
Soal Tes Bentuk Uraian (essay)
Tes ini umumnya memerluan jawaban yang berbentuk bahasan. Ciri-cirinya selalu
diawali dengan kata-kata “Bagaimana, Mengapa, berikan alasan, uraikan, jelaskan,
bandingkan, simpulkan, tunjukkan, bedakan” dan sebagainya. Mengingat untuk dapat
memberikan jawaban soal tes bentuk essay ini melibatkan tingkat berpikir yang tinggi
dan kemampuan berpikir abstrak, maka soal tes ini tentunya belum sesuai untuk
digunakan bagi peserta didik di tingkat dasar, seperti: kelas 1, 2 atau 3 SD.
Keunggulan Tes Uraian:
Jawaban harus disusun sendiri oleh testi (melatih dalam pemilihan kata-ata dan
menyusun kalimat)
Tidak ada kemungkinan menebak,
Dapat mengukur kemampuan yang kompeleks,
Dapat digunakan untuk mengembangkan penalaran testi,
Proses penyusunan soal relatif mudah, dan
45
BAB IV
ALAT EVALUASI
1. PENGANTAR
Dalam pengertian umum, alat adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk
mempermudah seseorang untuk melaksanakan tugas atau mencapai tujuan secara lebih
efektif dan efisien. Kata alat biasa disebut juga dengan istilah intrumen, dengan demikian
alat evaluasi juga dikenal dengan instrumen evaluasi.
Secara garis besar, alat evaluasi digolongkan menjadi dua macam yaitu, tes dan non
tes. Selanjutnya tes dan non tes juga disebut teknik evaluasi. (Suharsimi Arikunto, 1997:23)
Secara umum alat evaluasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Tes
Tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan
penilaian, yang dapat berupa pertanyaan, perintah dan petunjuk yang ditujukan
kepada peserta didik untuk mendapatkan repons sesuai dengan petunjuk
tersebut, dengan tujuan untuk mengukur tingkat kemampuan seseorang atau
mengungkap aspek tertentu dari orang yang dikenai tes.
b. Non-Tes
Adalah prosedur penilaian yang ditujukan untuk menilai hasil belajar dari aspek
tingkah laku seperti menilai aspek afektif dan aspek keterampilan (psikomotorik).
Ditinjau dari segi pelaksanaan, tes terdiri dari tiga jenis, yaitu: alat penilaian yang
harus dijawab oleh peserta didik, meliputi: tes bentuk uraian, yaitu semua tes yang
pertanyaannya membutuhkan jawaban dalam bentuk uraian. Tes bentuk objektif, yaitu
semua tes yang mengharuskan peserta didik memilih di antara kemungkinan-kemungkinan
jawaban yang telah disediakan, memberi jawaban singkat atau mengisi jawaban pada kolom
titik-titik yang telah disediakan.
Ditinjau dari segi fungsinya, tes terdiri dari:
a) Tes Seleksi
Tes ini dilaksanakan dalam rangka pengujian dan pemilihan calon peserta didik yang
tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang mengikuti tes.
b) Tes awal
Tes ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau
bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dikuasai oleh para peserta didik.
c) Tes Akhir
Tes akhir dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi
pelajaran tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh para
peserta didik.
d) Tes diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat, jenis
kesukaran yang dihadapi oleh para peserta didik dalam suatu pelajaran tertentu.
e) Tes formatif
47
Tes formatif adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui sudah sejauh
manakah peserta didik telah terbentuk (sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah
ditentukan) setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu
tertentu.
f) Tes sumatif
Tes sumatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan
program pengajaran selesai diberikan.
2. TEKNIK NON-TES
Yang tergolong dalam alat ukur non test adalah:
a. Skala bertingkat (rating scale)
b. Kuesioner (questionaire)
c. Daftar cocok (check list)
d. Wawancara (interview)
e. Pengamatan (observation)
f. Riwayat hidup
Yang dimaksud dengan daftar cocok adalah deretan pertanyaan (yang biasanya
singkat), di mana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok (√)
di tempat yang sudah disediakan.
d. Wawancara (interview)
Adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban
dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Wawancara dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu:
Interview bebas, di mana responden mempunyai kebebasan untuk
mengutarakan pendapatnya tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah
dibuat oleh subjek evaluasi.
Interview terpimpin, yaitu interview yang dilakukan oleh subjek evaluasi dengan
cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu.
e. Pengamatan (observasi)
Adalah suatu teknik yang dilakukan dengan caa pengamatan secara teliti serta
pencatatan secara sistematis. Ada tiga macam observasi yaitu:
Observasi partisipan, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat, tetapi
dalam pada itu pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang
sedang diamati.
Observasi sistematik, yaitu observasi di mana faktor-faktor yang diamati sudah
didaftar secara sistematis dan sudah diatur menurut kategorinya.
Observasi eksperimental, adalah observasi yang terjadi jika pengamat tidak
berpartisipasi dalam kelompok.
f. Riwayat Hidup
Adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa
kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat hidup maka subjek evaluasi akan dapat
menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian, kebiasaan, dan sikap dari objek yang
dinilai (Suharsimi Arikunto, 1997:24-28).
Selain teknik-teknik di atas, ada juga teknik lain yaitu:
(1) Studi kasus (case study)
Adalah studi yang mendalam dan komprehensif tentang peserta didik, kelas atau
sekolah yang memiliki kasus tertentu.
(2) Catatan insidentil (anecdotal record)
Adalah catatan-catatan singkat tentang peristiwa-peristiwa sepintas yang dialami
peserta didik secara perorangan
(3) Sosiometri
Adalah suatu prosedur untuk merangkum, menyusun dan sampai batas tertentu
dapat mengkuantifikasi pendapat-pendapat peserta didik tentang penerimaan teman
sebayanya serta hubungan di antara mereka.
(4) Inventori kepribadian
Hampir serupa dengan tes kepribadian, bedanya dalam inventori kepribadian
jawaban peserta didik tidak mempunyai kriteria benar atau salah. Semua jawaban
peserta didik adalah benar selama dia menyatakan yang sesungguhnya (Zainal
Arifin, 2009:168-172).
49
3. TEKNIK TES
Tes adalah penilaian yang komprehensif terhadap seorang individu atau keseluruhan
usaha evaluasi program. Selanjutnya, di dalam bukunya; Teknik-teknik Evaluasi,
Muchtar Bukhori mengatakan: “Tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk
mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid atau
kelompok murid”.
Definisi selanjutnya adalah yang dikutipkan dari Webster’s Collegiate, Tes = any
series of questions or exercise or other means of measuring the skill, knowledge,
intelligence, capacities of aptitudes or an individual or group. Yang kurang lebih artinya
sebagai berikut: tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau
bakat yang dimiliki oleh seorang individu atau kelompok.
Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur peserta didik, maka tes dibedakan atas
tiga macam, yaitu: tes diagnostik, tes formatif, tes sumatif.
Berikut keterangan masing-masing tes di atas:
a. Tes diagnostik
Adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan peserta didik sehingga
berdasarkan hal itu dapat dilakukan pemberian yang tepat.
b. Tes formatif
Dari kata form yang merupakan dasar dari istilah formatif maka evaluasi formatif
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah terbentuk setelah
mengikuti suatu program tertentu.
Evaluasi formatif mempunyai manfaat, baik bagi peserta didik, guru, maupun
program itu sendiri.
mengetahui hasil tes formatif, peserta didik dengan jelas dapat mengetahui
bagian mana dari bahan pelajaran yang masih dirasakan sulit.
c. Tes Sumatif
Tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya permberian sekelompok program
atau sebuah program yang lebih besar.
Ada beberapa manfaat tes sumatif, dan tiga di antaranya yang terpenting adalah:
Untuk menentukan nilai. Apabila tes formatif terutama digunakan untuk
memberikan informasi demi perbaikan penyampaian, dan tidak digunakan untuk
memberikan nilai atau tidak digunakan untuk penentuan kedudukan seorang
peserta didik di antara teman-temannya (grading), maka nilai dari tes sumatif ini
digunakan untuk menentukan kedudukan peserta didik.
Untuk menentukan dapat atau tidaknya seorang peserta didik mengikuti kelompok
dalam menerima program berikutnya. Dalam kepentingan seperti ini maka tes
sumatif berfungsi sebagai tes prediksi.
Untuk mengisi catatan kemajuan belajar peserta didik yang akan berguna bagi
orang tua peserta didik, pihak bimbingan dan penyuluhan di sekolah, dan pihak-
pihak lain apabila peserta didik tersebut akan pindah ke sekolah lain.
Alat ukur yang baik, yaitu alat ukur yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
51
Alat ukur tersebut harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Kalau ingin
mengukur IQ hendaknya menggunakan tes IQ dan kalau ingin menukur sikap
hendaknya menggunakan tes sikap.
Alat ukur tersebut harus mempunyai taraf konsistensi yang tinggi, pengkuran yang
berulang-ulang dalam kondisi yang sama, dan menggunakan alat ukur yang sama,
harus menghasilkan ukuran yang sama. Alat ukur menjadi tidak reliabel kalu
pengukuran yang berulang-ulang dalam kondisi yan g sama dan alat ukur yang
sama menghasilkan ukuran yang berulang-ulang dalam kondisi yang sama dan
alat ukur yang sama menghasilkan ukuran yang berbeda.
Alat ukur tersebut harus mampu mengukur keseluruhan komponen atau aspek
yang membangunkonsep tertentu yang diukur. Bila konsep yang diukur terdiri dari
aspek A, B, C dan D, maka ke empat aspek tersebut harus dapat terukur
semuanya.
Alat ukur tersebut bersifat netral atau “apa adanya”, tidak mengandung prasangka
dan tidak berusaha “menggiring” jawaban. Misalnya alat ukur sikap: pertanyaannya
harus benar-benar netral tidak mengarahkan pada sikap tertentu, positif ataupun
negatif.
Alat ukur hendaknya dapat digunakan dengan “mudah”; kapan saja dan di mana
saja, dalam artian tiak terlalu terikat oleh kondisi dan situasi.
3. Tes sumatif
Rata-rata mempunyai tingkat kesulitan antara 0,35 – 0,70 ditambah beberapa
soal yang sangat mudah dan beberapa lagi sangat sukar.
Karenanya, tes hasil belajar yang baik harus mampu mengukur kemampuan
peserta didik dalam memahami materi-materi yang diajarkan.
Tes hasil belajar merupakan sumber data bagi guru untuk mengetahui
berapakah nilai peserta didik. Tes hasil belajar juga dapat dijadikan sebagai evaluasi
bagi guru maupun pihak sekolah. Dengan tes tersebut peserta didik dapat
mengetahuai di mana posisinya jika dibandingkan dengan teman-temannya.
Dalam perkembangannya dan seiring kemajuan zaman tes berarti ujian
atau percobaan. Ada beberapa istilah yang memerlukan penjelasan sehubungan
dengan uraian di atas yaitu test, testing, tester dan testee, yang masing-masing
mempunyai pengertian berbeda namun erat kaitannya dengan tes.
Tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan
penilaian.
Testing berarti saat dilaksanakannya pengukuran dan penilaian atau saat
pengambilan tes.
Tester artinya orang yang melaksanakan tes atau orang yang diserahi untuk
melaksanakan pengamilan tes terhadap para responden.
Testee adalah pihak yang sedang dikenai tes.
Ada beberapa pendapat dari beberapa ahli tentang pengertian tes, menurut
Anne Anastasi dalam karya tulisnya yang berjudul Psychological Testing, yang
dimaksud dengan tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang objektif
sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat digunakan secagai cara untuk
mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu. Menurut
Lee J. Cronbach dalam bukunya berjudul Essential of Psychological Testing, tes
merupakan suatu prosedur yang sistematis untuk membandingkan tingkah laku dua
orang atau lebih. Sedangkan menurut Goodenough, tes adalah suatu tugas atau
serangkaian tugas yang diberikan kepada individu atau kelompok individu, yang
dimaksud untuk membandingkan kecakapan satu sama lain.
Dari pengertian dari para ahli tersebut dalam dunia pendidikan dapat
disimpulkan bahwa pengertian tes adalah cara yang digunakan atau prosedur yang
ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang
memberikan tugas dan serangkaian tugas yang diberikan oleh guru sehingga dapat
dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi peserta didik.
Tes sebagai salah satu teknik pengukuran dapat didefinisikan A test will be
defined as a sytematic procedure for measuring a sample of an individual‟s
behaviour (Brown, 1970:2). Definisi tersebut mengandung dua hal pokok yang perlu
diperhatikan dalam memahami makna tes, yaitu pertama adalah kata systematic
procedure yang artinya bahwa suatu tes harus disusun, dilaksanakan
(diadministrasikan) dan diolah berdasarkan aturan-aturan tertentu yang telah
ditetapkan. Sistematis di sini meliputi tiga langkah, yaitu: (a) sistematis dalam isi,
artinya butir-butir soal (item) suatu tes hendaknya disusun dan dipilih berdasarkan
kawasan dan ruang lingkup tingkah laku yang akan dan harus diukur atau dites,
sehingga tes tersebut benar-benar tingkat validitasnya dapat
dipertanggungjawabkan, (b) sistematis dalam pelaksanaan (administrasi) artinya tes
itu hendaknya dilaksanakan dengan mengikuti prosedur dan kondisi yang telah
ditentukan; dan (c) sistemati di dalam pengolahannya, artinya data yang dihasilkan
dari suatu tes diolah dan ditafsirkan berdasarkan atura-aturan dan tolak ukur (norma)
56
Dari segi bentuk soal dan kemungkinan jawabannya tes dibagi menjadi 2 bagian
yakni:
1. Tes Essay (uraian)
Tes essay adalah tes yang disusun dalam bentuk pertanyaan terstruktur dan
peserta didik menyusun, mengorganisasikan sendiri jawaban tiap pertanyaan itu
dengan bahasa sendiri. Tes essay ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan
kemampuan dalam menjelaskan atau mengungkapkan suatu pendapat dalam
bahasa sendiri.
Subino, (1987: 2) menyatakan bahwa berdasarkan tingkat kebebasan jawaban
yan dimungkinkan dalam tes bentuk uraian, butir-butir soal dalam hal ini dapat
dibedakan atas butir-butir soal yang menuntut jawaban bebas. Butir-butir soal
dengan jawaban terikat cenderung akan membatasi, baik isi maupun bentuk
jawaban; sedangkan butir soal dengan jawaban bebas cenderung tidak membatasi,
baik isi maupun jawaban.
Tes uraian merupakan tes yang tertua, namun bentuk ini masih digunakan
secara luas di Amerika Serikat hingga kini, bahkan merupakan bentuk soal yang juga
masih digunakan secara luas di bagian-bagian dunia lainnya (Gronlund, 1977).
Tes uraian memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan tes objektif, yaitu:
57
2. Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang disusun sedemikian rupa dan telah disediakan
alternatif jawabannya. Tes ini terdiri dari berbagai macam bentuk, antara lain:
Tes betul-salah (True-False)
Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice)
Tes Menjodohkan (Matching)
Tes Analisa Hubungan (Relationship Analysis)
Pada prinsipnya, bentuk tes objektif di atas mempunyai kelemahan dan
kebaikannya, akan tetapi biasanya bentuk objektif dapat menteskan semua bahan
yang telah diajarkan, sedangkan bentuk uraian agak sukar untuk mengukur semua
bahan yang sudah diajarkan, karena ruang lingkup bentuk tes tersebut sangat
sempit. Untuk lebih jelasnya perlu diterangkan dahulu kelemahan dan kebaikan tes
bentuk objektif. Keuntungan atau kebaikan bentuk objektif dalam evaluasi hasil
belajar bahasa Indonesia bagi peserta didik adalah tes bentuk objektif (1) tepat untuk
mengungkapkan hasil belajar yang bertatanan pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
dan analisis, (2) mempunyai dampak belajar yang mendorong peserta didik untuk
mengingat, menafsirkan dan menganalisis pendapat dan (3) jawaban yang diberikan
dapat menggambarkan ranah tujuan pendidikan menurut Bloom, khususnya ranah
cognitive doman. Sedangkan kelemahannya bahwa tes objektif (1) peserta didik
tidak dituntut untuk mengorganisasikan jawaban, karena jawabannya sudah
disediakan, (2) pserta didik ada kemungkinan dapat menebak jawaban yang telah
tersedia (3) tidak dapat mengungkap proses berpikir dan bernalar, (4) hanya
mengukur ranah kognitif yang paling rendah tidak mengungkap kemampuan yang
lebih kompleks. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Gronlund (1985:36)
menyatakan bahwa ... objective test items ca be used to measure a variety of
knowledge out come ... the most generally useful is the multiple choice items ... but
other items types also have a place.
58
3) Tes penempatan
Tes penempatan adalah tes yang diberikan dalam rangka menentukan jurusan
yang akan dimasuki peserta didik atau kelompok mana yang paling baik
ditempati atau dimasuki peserta didik dalam belajar.
4) Tes Diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mendiagnosis penyebab
kesulitan yang dihadapi seseorang baik dari segi intelektual, emosi, fisik dan lain-
lain yang mengganggu kegiatan belajarnya.
Ada enam tahap dalam merencanakan dan menyusun tes agar diperoleh tes
yang baik, yaitu:
1) Pengembangan spesifikasi tes
Spesifikasi tes adalah suatu ukuran yang menunjukkan keseluruhan tes dan ciri-
ciri yang harus dimiliki oleh tes yang akan dikembangkan. Hal yang perlu
diperhatikan adalah:
Menentukan tujuan, tujuan pembelajaran yang baik hendaklah berorientasi
pada peserta didik, bersifat menguraikan hasil belajar, harus jelas dan dapat
dimengerti, mengandung kata kerja yang jelas (kata kerja operasional), serta
dapat diamati dan dapat diukur.
Menyusun kisi-kisi soal, penyusunan kisi-kisi soal bertujuan untuk
merumuskan setepat mungkin ruang lingkup, tekanan dan bagian-bagian tes
sehingga perumusan tersebut dapat menjadi pentunjuk yang efektif bagi
penyusun tes.
Memilih tipe soal, dalam memilih tipe soal perlu diperhatikan kesesuaian
antara tipe soal dengan materi, tujuan evaluasi, skoring pengelolaan hasil
evaluasi, penyelenggaraan tes, serta ketersediaan dana dan kepraktisan.
Merencanakan tingkat kesukaran soal, untuk soal objektif dapat diketahui
melalui uji coba atau dapat juga diperkirakan berdasarkan berat ringannya
beban penyelesaian soal tersebut.
Merencanakan banyak soal.
Merencanakan jadwal penerbitan soal.
2) Penulisan soal.
3) Penelaahan soal, yaitu menguji validitas soal yang bertujuan untuk mencermati
apakah butir-butir soal yang disusun sudah tepat untuk mengukur tujuan
pembelajaran yang sudah dirumuskan, ditinjau dari segi isi/materi, kriteria dan
psikologis.
4) Pengujian butir-butir soal secara empiris, kegiatan ini sangat penting jika soal
yang dibuat akan dibakukan.
5) Penganalisasian hasil uji coba
6) Pengadministrasian soal
61
BAB V
PENILAIAN EVALUASI
1. PENGANTAR
Penilaian merupakan komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan
pendidikan. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui
peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaiannya.
Evaluasi atau penilaian dalam pengajaran tidak semata-mata dilakukan terhadap
hasil belajar, tetapi juga harus dilakukan terhadap proses pengajaran itu sendiri. Dengan
penilaian dapat dilakukan revisi desain pengajaran dan strategi pengajaran. Dengan
kata lain, ia dapat berfungsi sebagai umpan pengajaran masih kurang mendapat
perhatian dibandingkan oleh penilaian terhadap hasil pengajaran yang dicapai peserta
didik. Oleh sebab itu, upaya remedial pengajaran jarang dilakukan oleh para guru,
sehingga strategi pengajaran tidak menunjukkan adanya perubahan yang berarti dari
waktu ke waktu dan dari situasi ke situasi. Kecenderungan ini hampir terjadi semua
tingkat dan jenjang pendidikan.
Evaluasi pengajaran merupakan suatu komponen dalam sistem pengajaran,
sedangkan sistem pengajaran itu sendiri merupakan implementasi kurikulum sebagai
upaya untuk menciptakan belajar di kelas.
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan
menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam
pengambilan keputusan.
Penilaian yang akan dilaksanakan harus memenuhi persyaratan atau kriteria sebagai
berikut: (1) memiliki validitas, (2) mempunyai reliabilitas, (3) objektivitas, (4) efisiensi, (5)
kegunaan/kepraktisan.
Prinsip Penilaian:
a. Berorientasi pada pencapaian kompetensi, artinya penilaian yang dilakukan harus
berfungsi untuk mengukur ketercapaian peserta didik dalam pencapaian kompetensi
seperti yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
b. Instrumen penilaian harus valid dan reliabel, artinya penilaian yang dilakukan harus
dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk itu guru memerlukan alat ukur
yang datanya menghasilkan hsil pengukuran yang valid dan reliabel. Reliabel artinya
alat ukur tersebut walaupun digunakan berulang-ulang akan mendapat hasil yang
sama.
c. Adil, artinya pernilaian oleh guru harus adil kepada seluruh peserta didik.
d. Objektif, artinya dalam penilaian hasil belajar peserta didik guru harus dapat
menjaga objektifitas proses dan hasil belajar peserta didik.
e. Berkesinambungan (kontinuitas) artinya penilaian yang dilakukan harus terencana,
bertahap, teratur, terus menerus dan berkesinambungan untuk memperoleh
informasi hasil belajar dan perkembangan belajar peserta didik.
62
f. Menyeluruh, dalam arti bahwa penilaian yang guru lakukan harus mampu menilai
keseluruhan kompetensi yang terdapat dalam kurikulum yang meliputi kognitif, afektif
dan psikomotor.
g. Terbuka, kriteria penilaian harus terbuka bagi berbagai kalangan sehingga
keputusan hasil belajar peserta didi jelas bagi pihak-ihak yang berkepentingan.
h. Bermakna, hasil penilaian harus bermakna bagi peserta didik, dan juga pihak-pihak
berkepentingan.
Teknik/Cara Penilaian:
a. Unjuk kerja (performance)
b. Penugasan (project)
c. Hasil kerja (product)
d. Tes tertulis (paper & pen)
e. Portofolio (portfolio)
f. Penilaian sikap
Selanjutnya dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
a. Unjuk kerja (Performance)
Pengamatan terhadap aktivitas peserta didik sebagaimana terjadi (unjuk kerja,
tingkah laku, interaksi).
b. Penugasan (Project)
Penilaian terhadap suatu tugas (mengandung investigasi) yang harus selesai dalam
waktu tertentu.
c. Hasil Kerja (Product)
Penilaian terhadap kemampuan membuat produk teknologi dan seni
d. Tes tertulis
Memilih jawaban: pilihan ganda, 2 pilihan (benar-salah; ya-tidak), mensuplai
jawaban: isian atau melengkapi jawaban singkat, uraian.
e. Portofolio
Penilaian melalui koleksi karya (hasil kerja) yang sistematis.
f. Penilaian sikap
Penilaian terhadap perilaku dan keyakinan peserta didik terhadap objek sikap.
tersebut diperoleh guru, maka guru dapat melakukan penilaian ini dengan
mempelajari dan menganalisis kemajuan-kemajuan belajar yang ditunjukkannya,
misalnya analisis terhadap hasil belajar, hasil tes seleksi masuk, nilai STTB, raport
dan hasil ulangan.
b. Minat, perhatian dan motivasi belajar peserta didik
Minat, perhatian, motivasi pada hakikatnya merupakan usaha peserta didik dalam
mencapai kebutuhan belajarnya. Oleh sebab itu studi mengenai kebutuhan peserta
didik dalam proses pengajaran menjadi bagian penting dalam menumbuhkan minat,
perhatian, memotivasi belajar peserta didik dapat digunakan: pengamatan terhadap
kegiatan belajar peserta didik, wawancara kepada peserta didik, studi data pribadi
peserta didik, kunjungan rumah, dialog dengan orang tuanya dan sebagainya.
c. Kebiasaan belajar
Kebiasaan belajar baik dari segi cara belajar, waktu belajar, keteraturan belajar,
suasana belajar, dan lain-lain merupakan faktor penunjang keberhasilan belajar
peserta didik.
Kebiasaan ini perlu diketahui oleh guru bukan hanya untuk menyelesaikan
pengajaran dengan kebiasaan yang menunjang prestasi atau sebaliknya. Kebiasaan
belajar yang salah harus diperbaiki dan ditinggalkan dan guru mencoba
mengembangkan kebiasaan belajar baru yang lebih bermakna.
d. Pengetahuan awal dan prasyarat
Penilaian terhadap pengetahuan awal dan prasyarat dapat dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan kepada peserta didik sebelum pengajaran diberikan.
Pertanyaan itu berkenaan dengan bahan sebelumnya atau pengetahuan lain yang
telah ada padanya, yang relevan dengan bahan pengajaran yang akan diberikan.
Jika ternyata pengetahuan prasyarat belum dikuasai, sangat bijaksana bila guru
menjelaskannya terlebih dahulu sebelum memberikan bahan pengajaran baru yang
telah dirancangnya.
e. Karakteristik peserta didik
Untuk mengetahui informasi mengenai karakteristik peserta didik, guru perlu
mengamati tingkah laku peserta didik dalam berbagai situasi, melakukan analisis,
data pribadi, melakukan wawancara, dan memberikan kuesioner atau daftar lisan
mengenai sifat dan karakter peserta didik.
Lima aspek yang dikemukakan di atas minimal harus diketahui oleh guru agar ia
dapat menentukan strategi pengajaran sesuai dengan kondisi peserta didik.
Penilaian terhadap masukan instrumental mencakup dimensi sebagai berikut:
Kurikulum. Kurikulum adalah program belajar untuk peserta didik, terdiri dari
pengetahuan ilmiah, pengalaman, dan kegiatan belajar mereka yang telah
disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan program, isi dan struktur
program, dan strategi pelaksanaan oleh program.
Sumber dan sarana belajar. Sumber belajar mencakup manusia dan non
manusia yang dapat memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik,
sedangkan sarana belajar adalah fasilitas dan perlengkapan yang diperlukan
untuk kegiatan belajar seperti alat bantu, laboratorium, perpustakaan, dan
sebagainya.
65
3. PRINSIP PENILAIAN
Hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan penilaian berdasarkan kebijakan
kurikulum adalah:
Valid, artinya penilaian harus memberikan informasi yang akurat tentang hasil belajar
peserta didik.
Mendidik, artinya penilaian harus memberikan sumbangan positif terhadap
pencapaian belajar peserta didik.
Berorientasi pada kompetensi, artinya penilaian harus menilai pencapaian
kompetensi yang dimaksud dalam kurikulum.
Adil, artinya adil terhadap semua peserta didik dengan tidak membedakan latar
belakang sosial ekonomi, budaya, bahasa, dan gender.
Terbuka, artinya kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan harus jelas dan
terbuka bagi semua pihak (peserta didik, guru, sekolah, orang tua, dan pihak lain
yang terkait).
Berkesinambungan, artinya penilaian dilakukan secara berencana, bertahap, dan
terus-menerus untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar peserta
didik sebagai hasil kegiatan belajarnya.
Menyeluruh, artinya penilaian dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan prosedur
termasuk mengumpulkan berbagai bukti hasil belajar peserta didik.
Bermakna, artinya penilaian hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti, berguna,
dan bisa ditindaklanjuti oleh semua pihak (Fajar, 2002: 184)
Dalam melaksanakan penilaian hendaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain, sebagai berikut:
Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang biasa dilakukan
peserta diidk setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan
posisi seseorang terhadap kelompoknya.
Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan.
Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut.
Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh
dalam proses pembelajaran.
2) Waktu Pelaksanaan
Penilaian formatif ini dilakukan untuk menilai hasil belajar jangka pendek dari
suatu proses belajar mengajar/pada akhir unit pelajaran yang singkat seperti
satuan pelajaran.
3) Aspek Tingkah Laku yang dinilai
Karena penilaian formatif itu dilakukan untuk menilai hasil belajar dari suatu
proses belajar mengajar pada akhir unit pengajaran yang singkat, maka aspek
tingkah laku yang dinilai cenderung terbatas pada segi kognitif (pengetahuan)
dan segi psikomotor (keterampilan) yang terkandung dalam tujuan khusus
pengajaran. Untuk menilai segi afektif (sikap dan nilai), maka penggunaan
penilaian formatif tidaklah tepat.
4) Cara Menyusun Soal
Sesuai dengan fungsi dan tujuan penilaian, maka soal tes pada penilaian formatif
harus disusun sedemikian rupa sehingga benar-benar mengukur tujuan khusus
pengajaran yang hendak dicapai. Oleh karena itu, soal tes harus dibuat secara
langsung dengan menjabarkan tujuan khusus pengajaran ke dalam bentuk
pertanyaan.
5) Pendekatan Penilaian yang digunakan
Sesuai dengan fungsi dan tujuan penilaian, maka pada penilaian formatif
sasaran penilaian itu adalah kecakapan nyata setiap peserta didik.
6) Cara Pengelolaan Hasil Penilaian
Pertama, menghitung angka persentase peserta didik yang gagal dalam setiap
soal. Kedua, menghitung persentase penguasaan kelas atas bahan yang telah
disajikan. Ketiga, menghitung persentase jawaban yang benar yang dicapai
setiap peserta didik dalam tes secara keseluruhan.
7) Penggunaan Hasil Penilaian
Pertama; atas dasar angka persentase peserta didik yang gagal dalam setiap
soal, guru dapat mempertimbangkan apakah bahan pelajaran yang
bersangkutan dengan soal tes perlu dibicarakan lagi secara umum atau tidak.
Kedua, atas dasar angka persentase penguasaan kelas atas bahan yang telah
disajikan, guru akan dapat menilai dirinya sendiri mengenai kemampuannya
dalam mengajar. Ketiga, dengan mengetahui persentase jawaban yang benar
yang dapat dicapai setiap peserta didik dalam tes secara keseluruhan, guru
dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan yang ada pada setiap peserta didik
sehingga guru mendapatkan bahan yang dapat dijadikan sebagai dsar
pertimbangan, apakah seorang peserta didik perlu mendapatkan
bantuan/pelayanan khusus dari guru untuk mengatasi kesulitan dalam belajar.
b. Penilaian Sumatif
1) Fungsi Penilaian
Penilaian sumatif adalah jenis penilaian yang fungsinya untuk menentukan angka
kemajuan/hasil belajar peserta didik.
67
2) Waktu pelaksanaan
Sesuai dengan fungsi dan tujuan penilaian, maka penilaian sumatif ini dilakukan
untuk menilai hasil belajar yang jangka panjang dari suatu proses belajar
mengajar seperti pada akhir program pengajaran
3) Aspek tingkah laku yang dinilai
Karena penilaian sumatif itu dilakukan untuk menilai hasil belajar dari suatu
proses belajar mengajar jangka panjang seperti pada akhir program pengajaran,
maka fungsinya tidak lagi untuk memperbaiki proses belajar mengajar setiap
peserta didik. Sebab pada akhir program pengajaran, guru telah berkali-kali
melakukan penilaian formatif pada akhir satuan pengajaran. Oleh karena itu,
aspek tingkah laku yang dinilai harus meliputi segi kognitif (pengetahuan),
psikomotor (keterampilan), dan afektif (sikap dan nilai).
4) Cara menyusun soal
Penyusunan soal-soalnya harus didasarkan atas tujuan umum pengajaran yang
ada di dalam program pengajaran, oleh karena itu, soal-soalnya harus
representatif atau mewakili setiap tujuan umum pengajaran yang ada di dalam
program pengajaran tersebut. Namun demikian, jika guru masih memiliki soal-
soal tes untuk setiap satuan pelajaran yang telah diberikan selama program
pengajaran, maka penilaian pada akhir program pengajaran dapat disesuaikan
dengan tujuan umum pengajaran tersebut, asal soal-soal itu dipilih/diseleksi
sedemikian rupa, sehingga benar-benar mewakili setiap tujuan umum
pengajaran.
5) Pendekatan penilaian yang digunakan
Pada penilaian sumatif kedua pendekatan dalam penilaian dapat digunakan
penilaian yang bersumber pada kriteria mutlak dan penilaian yang bersumber
pada norma relatif (kelompok)
6) Cara pengolahan hasil penilaian
Pengolahan hasil penilaian berdasarkan ukuran mutlak. Jika pengolahan hasil
penilaian itu berdasarkan ukuran/kriteria mutlak, maka yang harus dicari ialah
persentasi jawaban yang benar yang dicapai oleh peserta didik. Kemudian angka
persentase tersebut diubah ke dalam skala penilaian yang dikehendaki
umpamanya skala penilaian 0 -10.
7) Pengolahan hasil penilaian berdasarkan norma relatif (kelompok)
Untuk mengolah hasil penilaian yang berdasarkan norma relatif, digunakan nilai-
nilai yang standar seperti skala nilai 0 – 10 (C-Score), skala nilai 0 -100 (T-
Score), nilai Z (Z-Score) dan persentil (percentile). Untuk mengubah nilai/skor
mentah ke dalam skor terjabar berdasarkan skala penilaian tertentu, maka
prosedur/langkah-langkah berikut harus ditempuh.
Pertama : menyusun distribusi/frekuensi skor s yang diperoleh peserta didik.
Kedua : menghitung angka rata-rata
Ketiga : menghitung standar deviasi
Keempat : mengubah skor ke dalam skala penilaian yang dikehendaki.
68
kehidupan nyata. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian penguasaan
kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu, sepeti: praktik di
bengkel/laboratorium, praktik sholat, praktik olah raga, presentasi, diskusi, bermain
peran, memainkan alat musik, bernyanyi, dan membaca puisi/deklamasi. Cara penilaian
ini dianggap lebih otentik daripada tes tertulis, karena apa yang dinilai lebih
mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.
Penilaian unjuk kerja harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1) Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik untuk
menunjukkan kinerja dari suatu komponen.
2) Ketepatan dan kelengkapan aspek yang akan dinilai.
3) Kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
4) Upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak sehingga semua dapat
teramati.
5) Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan yang akan diamati
Level 2 Peserta didik menggunakan cara untuk mengukur sesuatu secara tidak
efisien.
Level 1 Peserta didik belum memahami masalah dan tugas yang diberikan
Keterangan:
1) Pemberian skor untuk pernyataan: YA=1, TIDAK=0
2) Skor (skala 1-4)= (skor yang dicapai/skor maksimum) x 4
3) Kode nilai/predikat:
3.25 – 4.00 = SB (Sangat Baik)
2.50 – 3.24 = B (Baik)
1.75 – 2.49 = C (Cukup)
1.00 – 1.74 = K (Kurang)
Selanjutnya guru membuat rekapitulasi hasil penilaian yang dilakukan oleh peserta didik
menggunakan format berikut.
Skor Indikator
4 Empat indikator dilakukan
3 Tiga indikator dilakukan
2 Dua indikator dilakukan
1 Satu indikator dilakukan
Contoh format penilaian unjuk kerja dalam titrasi asam basa menggunakan skala
penilaian
PENILAIAN KINERJA TITRASI ASAM BASA
Nama Peserta Didik : Amin Zainulah
Mata Pelajaran : Kimia
Kelas : XI
Semester :2
Tahun Pelajaran : 2015-2016
No. Aktivitas Yang Diamati Skor
1 Memasang buret 4
2 Mengisi buret 4
3 Menghilangkan gelembung udara dalam buret (jika ada) 4
4 Memeriksa ketepatan isi buret 4
5 Mengambil titran 3
6 Menuangkan titran ke dalam Erlenmeyer 3
7 Memberikan indikator fenolftalein pada tiran 4
8 Mengaduk titran dengan menggoyang-goyangkan Erlenmeyer pada 3
saat titrasi
9 Mengakhiri titrasi dengan tepat 2
Skor yang dicapai (skor maksimum = 36) 31
Skor (skala 1-4) 3,44
Kode Nilai SB
Keterangan:
1) Pemberian skor = 1-4
2) Skor = (skor yang dicapai x 4/skor maksimum)
3) Kode nilai/predikat
3.26 – 4.00 = SB (Sangat Baik)
2.51 – 3.24 = B (Baik)
1.75 – 2.49 = C (Cukup)
1.00 – 1.74 = K (Kurang
Selanjutnya guru dapat membuat rekapitulasi hasil penilaian yang dilakukan oleh
peserta didik sebagaimana yang dilakukan pada daftar cek.
6. PENILAIAN PENUGASAN
Adalah penilaian terhadap suatu tugas (di mana mengandung investigasi) yang
harus diselesaikan dalam waktu tertentu. Penugasan (proyek) di mana merupakan penilaian
terhadap suatu tugas yang harus selesai dalam waktu tertentu.
75
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus
diselesaikan dalam waktu/periode tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak
dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data.
Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan
mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta
didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas. Dalam penilaian proyek setidaknya ada tiga
hal yang perlu dipertimbangkan yaitu: a) kemampuan pengelolaan. Kemampuan peserta
didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta
penulisan laporan. B) relevansi. Yaitu kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan
mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam
pembelajaran. C) keaslian. Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil
karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan
terhadap proyek peserta didik. Tahapanny adalah sebagai berikut:
1) Perencanaan
2) Pengumpulan data
3) Pengolahan data
4) Penyajian data
Penilaian proyek, bermanfaat menilai:
Keterampilan menyelidiki secara umum
Pemahaman dan pengetahuan dalam bidang tertentu
Kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dalam suatu penyelidikan
Kemampuan menginformasikan subjek secara jelas
Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil
akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai,
seperti penyusunan desain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapan laporan
tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk poster.
Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/instrumen penilaian berupa daftar cek
ataupun skala penilaian. Beberapa contoh kegiatan peserta didik dalam penilaian proyek.
keleluasaan besar bagi pesrta didik untuk berkreasi, akan mempersulit peserta didik
untuk memenuhi tugas yang dimaksud.
Oleh karena itu spesifikasi tugas sebaiknya berisi hal-hal sebagai berikut:
Batasan pada tahap perencanaan/perancangan. Batasan diberikan untuk
membantu peserta didik agar dapat memfokuskan diri pada proses kerja. Selain
itu batasan diperlukan untuk mempermudah guru menilai keterampilan atau
kompetensi yang diukur dalam tugas tersebut.
Merinci langkah-langkah yang harus dilakukan peserta didik dalam membuat
suatu hasil kerja. Hal ini akan membantu peserta didik untuk memfokuskan diri
pada langkah-langkah yang akan dinilai.
Menyusun kriteria penilaian secara jelas. Rincian tentang aspek, kompetensi,
langkah, kualitas yang akan dinilai perlu ditulis secara eksplisit disertai nilainya.
Bila hasil penilaian produk ini diperlukan untuk membandingkan individu satu
dengan individu lainnya, maka keadilan penilaian perlu diperhatikan.
Tahap Produksi
Skor 3 = Peserta didik mempunyai kejelian dan terampil dalam memilih dan
menggunakan bahan peralatan, terampil dalam teknik kerja.
80
Skor 2 = Peserta didik mempunyai kejelian dan terampil dalam memilih dan
menggunakan bahan peralatan, tidak terampil dalam teknik kerja.
Skor 1 = Peserta didik mempunyai kejelian, tidak terampil dalam memilih dan
menggunakan bahan peralatan, tidak terampil dalam teknik kerja.
Tahap Akhir
Skor 3 = Anggota kelompok mempunyai kekompakan dalam bekerjasama, pembagian
tugas dilakukan secara merata.
Skor 2 = Anggota kelompok mempunyai kekompakan dalam bekerjasama, pembagian
tugas tidak dilakukan secara merata.
Skor 1 = Anggota kelompok tidak mempunyai kekompakan dalam bekerjasama,
pembagian tugas tidak dilakukan secara merata
Skor Maksimum adalah 4 x 3 = 12
Skor perolehan nilai = x 100
Kriteria Nilai
A = 80 – 100 : Baik Sekali
B = 70-79 : Baik
C = 60 – 69 : Cukup
D = < 60 : Kurang
Keterangan Skor:
Asepek Utama
Skor 4 = Ada tema, sesuai dan menari
Skor 3 = Ada tema, sesuai/menarik
Skor 2 = Ada tema tetapi tidak sesuai/tidak menarik
Skor 1 = Tidak ada tema
Aspek Sumber:
Skor 4 = Ada sumber, lengkap dan akurat
Skor 3 = Ada sumber, lengkap/akurat
Skor 2 = Ada sumber, tetapi tidak lengkap dan tidak akurat
Skor 1 = tidak ada sumber
Aspek Isi:
Skor 4 = Isi sesuai tema, berbobot, dan terkini
Skor 3 = Isi sesuai tema dan berbobot/terkini
Skor 2 = Isi sesuai tema tetapi tidak berbobot/terkini
81
Lampiran
LEMBAR KEGIATAN PESERTA DIDIK
1. Judul: Diorama Rumah Kaca Mini
2. Mata pelajaran : Geografi
3. Kelas/Semester: X/2
4. Alokasi Waktu: 45 menit
5. Kompetensi Dasar: Menganalisis atmosfer dan dampaknya terhadap kehidupan di
muka bumi.
6. Petunjuk belajar:
Baca secara cermat LKS ini sebleum anda mengerjakan tugas.
Lakukan pembuatan diorama rumah kaca mini, pengamatan dan pencatatan
sesuai prosedur.
Diskusikan tugas/permasalahan secara bersama dalam kelompok.
Apabila anda/kelompok anda menemui kendala/permasalahan dalam
menyelesaikan konsultasikan kepada guru.
8. PENILAIAN PORTOFOLIO
Portofolio adalah kumpulan hasil karya seorang peserta didik, sebagai hasil
pelaksanaan tugas kinerja, yang ditentukan oleh guru atau oleh peserta didik bersama
guru, sebagai bagian dari usaha mencapai tujuan belajar, atau mencapai kompetensi
yang ditentukan dalam kurikulum portofolio sebenarnya diartikan sebagai suatu wujud
benda fisik, sebagai suatu proses sosial pedagogis, maupun sebagai adjective. Sebagai
suatu wujud benda fisik itu adalah bundel, yakni kumpulan atau dokumentasi hasil
pekerjaan peserta didik yang disimpan pada suatu bundel. Sebagai suatu proses sosial
pedagogis, portofolio adalah collection of learning experience yang terdapat di dalam
pikiran peserta didik baik yang berwujud pengetahuan (kognitif), keterampilan (skill),
maupun nilai dan sikap (afektif). Adapun sebagai adjective, pada umumnya
dibandingkan dengan konsep pembelajaran yang dikenal dengan istilah pembelajaran
berbasis portofolio (portofolio based learning) dan dapat dibandingkan dengan konsep
82
penilaian yang dikenal dengan istilah penilaian berbasis portofolio (portofolio based
learning).
Dalam konteks penilaian portofolio dapat diartikan sebagai kumpulan karya atau
dokumen peserta didik yang tersusun secara sistematis dan teroganisasi yang diambil
selama proses pembelajaran, digunakan oleh guru dan peserta didik untuk menilai dan
memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik dalam
mata pelajaran tertentu. Kumpulan keterangan atau karya peserta didik hendaknya
melibatkan partisipasi peserta didik dalam memilih bahan-bahan, kriteria seleksi dan
kriteria penilaian.
Portofolio peserta didik untuk penilaian merupakan kumpulan produksi peserta didik,
yang berisi berbagai jenis karya seorang peserta didik, misalnya:
1) Hasil proyek, penyelidikan, atau praktik peserta didik, yang disajikan secara tertulis
atau dengan penjelasan tertulis.
2) Gambar atau laporan hasil pengamatan peserta didik, dalam raka melaksanakan
tugas untuk mata pelajaran yang bersangkutan.
3) Analisis situasi yang berkaitan atau relevan dengan mata pelajaran yang
bersangkutan.
4) Deskripsi dan diagram pemecahan suatu masalah, dalam mata pelajaran yang
bersangkutan.
5) Laporan hasil penyelidikan tentang hubungan antara konsep-konsep dalam mata
pelajaran atau antar mata pelajaran.
6) Penyelesaian soal-soal terbuka.
7) Hasil tugas pekerjaan rumah yang khas, misalnya dengan cara yang berbeda
dengan cara yang diajarkan di sekolah, atau dengan cara yang berbeda dari cara
pilihan teman-teman kelasnya.
8) Laporan kerja kelompok.
9) Hasil kerja peserta didik yang diperoleh dengan menggunakan alat rekam video, alat
rekam audio, dan komputer.
10) Fotokopi surat piagam atau tanda penghargaan yang pernah diterima oleh peserta
didik yang bersangkutan.
11) Hasil karya dalam mata pelajaran yang bersangkutan, yang tidak ditugaskan oleh
guru (atas pilihan peserta didik sendiri, tetapi relevan dengan mata pelajaran yang
bersangkutan).
12) Cerita tentang kesenangan atau ketidaksenangan peserta didik terhadap mata
pelajaran yang bersangkutan.
13) Cerita tentang usaha peserta didik sendiri dalam mengatasi hambatan psikologis,
atau usaha peningkatan diri, dalam mempelajari mata pelajaran yang bersangkutan.
14) Laporan tentang sikap peserta sikap terhadap pelajaran.
Menurut Hart (1994) sembarang item yang menampilkan bukti-bukti kemampuan dan
perkembangan kemampuan peserta didik dapat dimasukkan dalam portofolio. Umumnya
item-item yang digunakan adalah sebagai berikut: contoh-contoh dari pekerjaan tertulis,
jurnal dan catatan harian, video penampilan peserta didik, kaset presentasi, laporan
kelompok, tes dan kuis, peta grafik, daftar buku bacaan, hasil kuesioner, tinjauan teman
sejawat, dan evaluasi diri.
Portofolio digunakan oleh peserta didik untuk mengumpulkan semua dokumen yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang dipelajari baik di kelas maupun di luar kelas
83
termasuk di luar sekolah. Semakin rajin peserta didik dalam mencari sumber belajar di
luar kelas, semakin banyak dokumen portofolio yang dimiliki sesuai dengan tugas yang
diberikan oleh guru, bakat, minatnya.
b) Ketepatan waktu
Evidence yang antara lain berupa lembar kerja, hasil kerja, karya tulis peserta
didik dimasukkan ke dalam bendel portofolio segera setelah mendapatkan
catatan, penilaian, atau komentar dari guru.
c) Kelengkapan Informasi
Portofolio merupakan dokumen evidence peserta didik yang lengkap mulai dari
apa yang dipelajari apa yang pernah dikerjakan, berikut lembar kerja dan hasil-
hasil kerjanya. Dengan demkian, dalam portofolio semua kegiatan peserta didik
yang berkaitan dengan proses belajar dan perkembangan hasil belajarnya dapat
dilihat secara lengkap.
d) Keterbacaan Dokumen
Setiap dokumen portofolio harus dalam keadaan yang jelas terbaca. Sehingga
setiap saat diperlukan dapat segera diperoleh informasi. Selain itu harus dipilih
yang tahan lama dan tidak mudah rusak.
e) Kepraktisan Dokumen
Dokumen harus dipilih yang ukurannya praktis dan bisa dimasukkan ke dalam
bendel.
f) Perencanaan
Portofolio harus mencakup dokumen seluruh waktu yang dilewati, sehingga
diperlukan suatu perencanaan agar tidak terjadi kelebihan atau kekurangan
dokumen.
g) Penataan Dokumen
Penataan dokumen dilakukan dengan pemisahan berdasarkan jenis
dokumennya.
h) Pengadminstrasian Dokumen
Setiap hasil pekerjaan peserta didik yang bersifat penilaian harus dicatat dalam
buku catatan harian peserta didik atau daftar nilai peserta didik. Dengan demkian
tindakan cukup hanya mengumpulkan dokumen-dokumen pembelajaran ke
dalam portofolio, tetapi harus juga mencatatnya sebelum dimasukkan ke dalam
bendel portofolio.
Portofolio berfungsi untuk:
1) Mengetahui perkembangan dan pertumbuhan kemampuan peserta didik.
2) Melihat perkembangan tanggungjawab peserta didik dalam belajar.
3) Pembaharuan kembali proses belajar mengajar.
4) Portofolio dalam penilaian di kelas dapat digunakan untuk mencapai beberapa
tujuan yaitu:
Menghargai perkembangan yang dialami peserta didik.
Mendokumentasikan proses pembelajaran yang berlangsung.
Memberi perhatian pada prestasi kerja peserta didik yang terbaik.
Meningkatkan efektivitas proses pengajaran.
Bertukar informasi dengan orangtua/wali peserta didik dan guru
Membina dan mempercepat pertumbuhan konsep diri positif.
Meningkatkan kemampuan melakukan refleksi diri
Prinsip Penilaian Portofolio
1) Saling Percaya
85
Dalam penilaian portofolio, guru dan peserta didik harus memiliki rasa saling
percaya. Mereka harus merasa sebagai pihak-pihak yang saling memerlukan
dan memiliki semangat untuk saling membantu.
2) Kerahasiaan Bersama
Kerahasiaan hasil pengumpulan bahan dan hasil penilaiannya perlu dijaga
dengan baik, tidak disampaikan kepada pihak-pihak lain, yang tidak
berkepentingan.
3) Milik Bersama
Semua pihak, guru maupun peserta didik harus menganggap bahwa semua
evidence merupakan milik bersama yang dijaga secara bersama-sama pula.
4) Kepuasan dan Kesesuaian
Tidak semua evidence peserta didik dapat memuaskan guru maupun peserta
didik. Tetapi, hasil kerja portofolio seyogyanya berisi keterangan-keterangan dan
atau bukti-bukti yang memuaskan bagi guru dan peserta didik.
5) Penciptaan Budaya Mengajar
Penilaian portofolio akan efektif jika pengajarannya menuntut peserta didik untuk
menunjukkan kemampuan yang nyata yang menggambarkan pengembangan
aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada taraf yang lebih tinggi.
6) Refleksi Bersama
Portofolio secara jelas mencerminkan hasil peserta didik yang dirumuskan dan
diidentifikasikan dalam kompetensi dasar dan indikator yang diharapkan
dipelajari oleh peserta didik.
7) Proses dan Hasil
Penilaian portofolio tidak sekedar menilai hasil akhir pembelajaran melainkan
juga perlu memberikan penilaian terhadap proses belajar.
Keuntungan dan Kelemahan Portofolio:
Keuntungan menggunakan portofolio antara lain:
Peserta didik dapat menggambarkan pembelajaran mereka sendiri dan cara-cara
memperbaikinya.
Memberi lebih banyak informasi tentang apa dan bagaimana peserta didik
belajar.
Menjadi media bagi peserta didik, guru, orang tua untuk mengkomunikasikan dan
menyampaikan harapan tentang pembelajaran peserta didik.
Dapat digunakan untuk mendokumentasikan prestasi peserta didik, ini berarti
penilaian yang diberikan akan lebih akurat.
Dapat meningkatkan kemampuan evaluasi diri peserta didik.
Berguna bagi guru dalam mengidentifikasikan letak, kelemahan dan kelebihan
peserta didik.
Kelemahan menggunakan portofolio antara lain:
Membutuhkan waktu yang relatif lama dan tenaga bagi guru untuk memiliih tugas
portofolio, menyusun portofolio bersama peserta didik dan mengoreksi portofolio.
Portofolio mungkin tidak merupakan karya peserta didik sendiri, tentu juga ada
bantuan dari teman, saudara dan orangtua.
Banyaknya peserta didik dalam suatu kelas relatif besar.
Respon peserta didik sulit dinilai.
86
BAB VII
PENGUKURAN
1. PENGANTAR
Pengertian Pengukuran (Measurement)
a. Menurut Ign. Masidjo (1995:14), pengukuran adalah suatu kegiatan menentukan
kuantitas suatu objek melalui aturan-aturan tertentu sehingga kuantitas yang
diperoleh benar-benar mewakili sifat dari suatu objek yang dimaksud.
b. Pengukuran bisa diartikan sebagai proses memasangkan fakta-fakta suatu objek
dengan fakta-fakta satuan tertentu (Djaali & Pudji Muljono, 2007).
c. Menurut Endang Purwanti (2008:4), pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan
atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau
peristiwa atau benda sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka.
d. Pengukuran dapat diartikan dengan kegiatan untuk mengukur sesuatu. Pada
hakekatnya, kegiatan in adalah membandingkan sesuatu dengan atau sesuatu yang
lain (Anas Sudiono, 2001).
e. Pengukuran adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan kuantitas tertentu
(Zaenal Arifin, 2012).
f. Hopkins dan Antes (1990), mengartikan pengukuran sebagai “suatu proses yang
menghasilkan gambaran berupa angka-angka berdasarkan hasil pengamatan
mengenai beberapa ciri tentang suaut objek, orang atau peristiwa”.
g. Menurut Zainul dan Nasution (2001), pengukuran memiliki dua karakteristik utama
yaitu: 1) penggunaan angka atau skala tertentu; 2) menurut suatu aturan atau
formula tertentu. Pengukuran merupakan pemberian angka terhadap suatu atribut
atau karakter tertentu yang dimiliki oleh seseorang, atau suatu objek tertenu yang
mengacu pada aturan dan formulasi yang jelas. Aturan atau formulasi tersebut harus
disepakati secara umum oleh para ahli.
h. Menurut Cangelosi (1995: 21), pengukuran adalah proses pengumpulan data melalui
pengamatan empiris yang digunakan untuk mengumpulkan informasi yang relevan
dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir prestasi peserta
didik dengan membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan peserta didik,
mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka katakan, dan
menggunakan indera mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh, mencium,
dan merasakan.
i. Menurut Wiersma & Jurs (1990), pengukuran adalah penilaian numerik pada fakta-
fakta dari objek yang hendak diukur menurut kriteria atau satuan-satuan tertentu.
j. Alwasilah et al. (1996), Measurement (pengukuran) merupakan proses yang
mendeskripsikan performa peserta didik dengan menggunakan suatu skala
kuantitatif (sistem angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari performa
peserta didik tersebut dinyatakan dengan angka-angka.
88
Penilaian
(assesment)
2 PENGUKURAN (MEASUREMENT)
Hasil: Kuantitatif (Angka)
Dapat berupa:
pengukuran
(Measurement) a b
lain pengukuran adalah suatu usaha untuk mengetahui keadaan sesuatu seperti adanya
yang dapat dikuantitaskan, hal ini dapat diperoleh dengan jalan tes atau cara lain.
Pengukuran diartikan sebagai kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan
kriteria. Pengukuran dinyatakan sebagai proses penetapan angka terhadap individu atau
karakteristiknya menurut aturan tertentu (Ebel & Frisbie, 1986:14). Allen & Yen
mendefinisikan pengukuran sebagai penetapan angka dengan cara yang sistematik
untuk menyatakan keadaan individu (Djemari Mardapi, 2000:1), esensi dari pengukuran
adalah kuantifikasi atau penetapan angka tentang karakteristik atau keadaan individu
menurut aturan-aturan tertentu. Keadaan individu ini bisa berupa kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotor.
Penilaian
Penilaian (assesment) hasil belajar merupakan komponen yang penting dalam kegiatan
pembelajaran. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui
peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas penilaiannya. Penilaian dalam konteks
hasil belajar diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran tentang
kecakapan yang dimiliki peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Menurut Djemari Mardapi kualitas pembelajaran dapat dilihat dari hasil penilaiannya.
Sistem penilaian yang baik akan mendorong pendidik untuk menentukan strategi
mengajar yang lebih baik. The Task Group On Assesment and Testing (TGAT)
mendeskripsikan assesment sebagai semua cara yang digunakan untuk menilai unjuk
kerja individu atau kelompok.
Popham mendefinisikan assesment dalam konteks pendidikan, sebuah usaha formal
untuk menentukan status peserta didik berkenaan dengan berbagai kepentingan
pendidikan. Boyer & Ewel mendefinisikan assesment sebagai proses yang menyediakan
informasi tentang individu peserta didik, tentang kurikulum atau program, tentang
institusi atau segala sesuatu yang berkaitan dengan sistem institusi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa assesment atau penilaian dapat diartikan sebatai kegiatan
menafsirkan data hasil pengukuran berdasarkan kriteria maupun aturan-aturan tertentu.
2. PENGERTIAN PENGUKURAN
Istilah pengukuran sangat sering kita dengar dalam berbagai aspek kehidupan.
Terkadang tidak kita sadari dalam kehidupan ini sering kali kita melakukan pengukuran.
90
Contohnya ketika ingin membuat pakaian maka penjahit akan mengukur berapa lingkar
pinggang, lebar bahu, dan sebagainya. Contoh lain ketika seseorang ingin membuat
surat kesehatan maka perlu diketahui tinggi maupun berat badan.
Suharsimi Arikunto dalam Amirah Diniaty (2001:20) menegaskan pengukuran adalah
menyamakan benda yang diukur dengan sebuah alat ukur, baik terstandar maupun tidak
standar dan hasilnya berupa angka, misalnya 170 sentimeter, dan diberi makna dalam
bentuk kualitas misalnya tinggi sekali untuk ukuran seorang gadis. Pengukuran adalah
awal dari kegiatan evaluasi.
Lebih lanjut A. Muri Yusuf (2011:12) menjelaskan hasil pengukuran akan ditentukan
oleh kecanggihan alat ukur instrumen yang dipakai, pengadministrasian, yang tepat
serta pengolahan data menurut pola yang sebenarnya berdasarkan patokan yang
disepakati. Hasil pengukuran itu berupa angka atau simbol lain yang menggambarkan
keadaan yang sebenarnya. Sehubungan dengan itu ada tiga langkah yang perlu dilalalui
dalam melaksanakan pengukuran.
Mengidentifikasi dan merumuskan atribut atau kualitas yang diukur.
Menentukan seperangkat operasi yang dapat digunakan untuk mengukur atribut
tersebut.
Menetapkan seperangkat prosedur atau definisi untuk menterjemahkan hasil
pengukuran dalam pernyataan kuantitatif.
Pengukuran, penilaian/assesment, dan evaluasi, merupakan istilah yang saling
berkaitan. Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi atau kapasitas dalam bentuk
kuantitatif, biasanya terhadap suatu standar atau satuan pengukuran, sedangkan
penilaian adalah proses menentukan nilai suatu objek dengan menggunakan ukuran
atau kriteria tertentu yang berbentu kualitatif. Evaluasi merupakan proses
menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk
merumuskan suatu alternatif keputusan.
Logical validity, konsep validitas logis bertitik tolak dari konstruksi teoritik tentang
sesuatu yang hendak diukur oleh suatu alat pengukur. Dari konsep teoritik
dilahirkan definisi operasional yang digunakan oleh pembuat alat pengukur
sebagai pangkal kerja dan sbagai ukuran valid tidaknya alat pengukur yang
dibuatnya (Construct V/Validity by definition).
Factorial Validity, penilaian validitas faktor suatu alat pengukur harus ditinjau dari
segi apakah butir-butir soal yang diduga mengukur faktor-faktor tertentu telah
benar-benar dapat memenuhi fungsinya mengukur faktor yang dimaksud.
Content validity/validitas isi, yaitu alat pengukur yang butir-butir soalnya sudah
mencakup keseluruhan hal-hal yang hendak diukur.
Emperical validity, kriteriumnya adalah derajat kesesuaian antara apa yang
dinyatakan oleh pengukuran dengan keadaan yang sebenarnya.
Menurut Remmers, Gage dan Rummel:
Content validity, validitas alat pengukur yang dicari dengan menggunakan
isi/materi program/tugas-tugas yang dibebankan kepadanya sebagai kriterium.
Construct validity: validitas alat pengukur yang dicari dengan menguraikan
aspek/konstruksi dari suatu yang hendak diukur.
Concurrent validity: kesesuaian suatu ala pengukur dengan alat pengukur lain
yang sudah dipandang valid.
Predictive validity: alat pengukur yang dapat meramal keberhasilan suatu tugas
yang didudukinya kemudian adalah makna validitas prediktif.
Kriteriumnya dalah bukti atau keterangan/laporan tentang keberhasilan alat
pengukur itu pada waktu kemudian.
c. Reliabilitas Alat Pengukur
1) Pengertian Reliabilitas
Persoalan reliabilitas alat pengukur berkisar pada seberapa suatu alat pengukur
dapat menunjukkan kestabilan/kekonstanan hasil pengukurannya. Suatu alat
pengukur dikatakan reliabel bila alat pengukur tersebut diberikan kepada subjek
yang sama, pada saat yang berbeda dan orang yang mengukur juga berbeda,
hasilnya tetap sama.
2) Pengujian Reliabilitas Alat Pengukur
a. Teknik Ulangan (test retest)
Pada prinsipnya teknik ini, memberikan test yang sama kepada subjek yang
sama, pada saat yang berbeda, dengan kondisi pengukuran yang relatif
sama.
Langkah-langkahnya:
Berikan test kepada sejumlah subjek.
Selang beberapa waktu kemudian ulangi lagi.
Hitunglah korelasi antara hasil tes.
b. Teknik Bentuk Paralel (equivalent form)
Pada titik ini ada dua test yang diberikan kepada sejumlah subjek. Kedua test
tersebut harus seimbang artinya masing-masing test butir soalnya harus
mewakili keseluruhan aspeknya, demikian juga pola penyusunannya maupun
taraf kesukarannya relatif sama.
92
Langkah-langkahnya:
Berikan tes bentuk I kepada sejumlah subjek.
Tanpa tenggang waktu berikan tes bentuk II.
Korelasikan skor tes bentuk I dan tes bentuk II
c. Teknik Bela Dua (split half)
Dalam teknik ini tes berikan kepada sejumlah subjek, kemudian butir-butir
soalnya dibagi dua sehingga ada dua jumlah skor dari butir-butir soal bagi I
dan bagian II.
Langkah-langkahnya:
Berikan test kepada sejumlah subjek.
Butir-butir soal test tersebut dibagi dua.
Korelasikan skor test bagian I dengan bagian II
Setelah koefisien korelasi diketahui terus masukkan ke rumus Spearmen
Brown.
d. Teknik Alpha Crown Bach
Teknik ini untuk menguji reliabilitas tes/alat pengukur yang setiap butir
soalnya menghendaki skor yang bertingkat (gradualisasi skor), bukan benar
dan salah skornya 1 dan 0.
d. Daya Pembeda
1) Pengertian Daya Beda
Daya pembeda atau discriminating power suatu soal yaitu seberapa jauh
suatu soal mampu membedakan antara yang mampu dengan yang tidak mampu.
Jadi suatu butir soal dikatakan memiliki daya pembeda bila suatu butir soal
mampu membedakan tentang keadaan yang diukur apabila memang
keadaannya berbeda. Misalnya: anak yang sangat bodoh dengan anak yang
bodoh. Anak yang sangat pandai dengan anak yang pandai.
2) Pengujian Daya Beda
a) Cara sederhana untuk mengetahui daya beda soal, dengan menggunakan
perbedaan proporsi subjek yang menjawab betul pada kelompok atas dengan
proporsi subjek yang menjawab betul pada kelompok bawah.
Rumus Indeks Daya Beda Soal:
Bd = Pa – Pb
Interpretasi terhadap indeks daya beda soal:
Bd dengan tanda negatif (Pa lebih kecil daripada Pb) artinya soal tersebut
berkebalikan untuk memenuhi fungsinya.
Bd = O (Pa = Pb) artinya butir soal tersebut tidak memiliki daya beda.
Bd dengan tanda positif (Pa lebih besar dari pada Pb) semakin besar
indeksnya semakin baik soal tersebut.
b) Dengan rumus statistik signifikan yaitu dengan perhitungan statistik dengan
rumus student t (t test) dan chi kuadrat.
fisik tetapi juga dapat diperlukan untuk mengukur hampir semua benda yang bisa
dibayangkan, seperti tingkat ketidakpastian, atau kepercayaan konsumen.
Pengukuran adalah proses pemberian angka-angka atau label kepada unit analisis
untuk merepresentasikan atribut-atribut konsep. Proses ini seharusnya cukup dimengerti
orang walau misalnya definisinya tidak dimengerti. Hal ini karena antara lain kita sering
kali melakukan pengukuran.
Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran (measurement)
adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk
mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal
ini guru menaksir prestasi peserta didik dengan membaca atau mengamati apa saja
yang dilakukan peserta didik, mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka
katakan, dan menggunakan indera mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh,
mencium dan merasakan. Menurut Zainul dan Nasution (2001) pengukuran memiliki dua
karakteristik utama yaitu: 1) penggunaan angka atau skala tertentu; 2) menurut suatu
aturan atau formula tertentu.
Measurement (pengukuran) merupakan proses yang mendeskripsikan performance
peserta didik dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (sistem angka) sedemikian
rupa sehingga sifat kualitatif dari performance peserta didik tersebut dinyatakan dengan
angka-angka (Alwasilah et. Al. 1996). Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat
yang menyatakan bahwa pengukuran merupakan pemberian angka terhadap suatu
atribut atau karakter tertentu yang dimiliki oleh seseorang, atau suatu objek tertentu
yang mengacu pada aturan formulasi yang jelas. Aturan atau formulasi tersebut harus
disepakati secara umum oleh para ahli (Zainul dan Nasution, 2001). Dengan demikian,
pengukuran dalam bidang pendidikan berarti mengukur atribut atau karakteristik peserta
didik tertentu dalam hal ini yang diukur bukan peserta didik tersebut, akan tetapi
karakteristik atau atributnya. Senada dengan pendapat tersebut, secara lebih ringkas,
Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai
kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya
menjadi kuantitatif.
94
BAB VII
JENIS-JENIS TES
1. PENGANTAR
Untuk dapat memperoleh alat penilaian (tes) yang memenuhi persyaratan, setiap
penyusun tes hendaknya dapat mengikuti langkah-langkah penyusunan tes.
Sax (1980), mengindentifikasi langkah-langkah pengembangan tes ke dalam
sembilan langkah sebagai berikut:
Menyusun kisi-kisi (tabel spesifikasi) tes, yang memuat materi pokok yang akan
diteskan, aspek perilaku atau tingkatan kognitif yang akan diukur, penentuan jumlah
butir tes untuk setiap aspeknya.
Menulis butir-butir soal dengan mendasarkan pada aspek-aspek yang telah
tercantum pada tabel spesifikasi (kisi-kisi) tersebut.
Melakukan telaah soal tes (analisis tes secara logis).
Melakukan uji coba soal.
Analisis soal secara empiris.
Memperbaiki atau merevisi tes.
Merakit tes, dengan menyiapkan komponen-komponen pendukung untuk
penyelenggaraan tes, yang meliputi: (a) buku tes; (b) lembar jawaban tes; (c) kunci
jawaban tes; dan (d) pedoman penilaian atau pedoman pemberian skor.
Melaksanakan tes, dan
Menafsirkan hasil tes.
Bentuk tes yang digunakan di sekolah dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu tes
objektif dan tes non-objektif. Objektif di sini dilihat dari sistem penskorannya, yaitu siapa saja
yang memeriksa lembar jawaban tes akan menghasilkan skor yang sama. Tes non-objektif
adalah tes yang sistem penskorannya dipengaruhi oleh pemberi skor. Dengan kata lain
dapat dikatakan bahwa tes objektif adalah tes yang sistem penskorannya objektif, sedang
tes non-objektif sistem penskorannya dipengaruhi oleh subjektifitas pemberi skor.
Jenis-jenis tes dilihat dari cara pelaksanaannya, tes dapat dibedakan menjadi tes
tertulis, tes lisan dan tes perbuatan. Ter tulisan bisa berupa tes esai dan tes objektif. Tes
esai/essay aalah bentuk tes dengan cara peserta didik diminta untuk menjawab pertanyaan
secara terbuka yaitu menjelaskan atau menguraikan melalui kalimat yang disusun sendiri.
Sementara tes objektif adalah bentuk tes yang mengharapkan peserta didik memilih
jawaban yang sudah ditentukan, contoh: B-S, tes pilihan ganda, menjodohkan, dan bentuk
melengkapi. Tes perbuatan adalah tes dalam bentuk peragaan.
Sebelum memberikan tes, guru harus selalu berpedoman pada fungsi tes.
Sehubungan dengan hal-hal yang harus diingat pada waktu penyusunan tes, maka fungsi
tes dapat ditinjau dari tiga hal: a) fungsi untuk kelas, b) fungsi untuk bimbingan, c) fungsi
untuk adminsitrasi. Selain fungsi-fungsi tes ini, hal lain yang harus diingat adalah : hubungan
dengan penggunaan, komprehensif, dan kontinu.
Beberapa macam fungsi tes, dan hal tersebut dapat dibuat menjadi perbandingan
antar tes, di antaranya fungsi untuk kelas, fungsi untuk bimbingan dan fungsi administrasi.
95
2. BENTUK TES
Tes adalah sejumlah pertanyaan yang harus dijawab, atau pernyataan-pernyataan
yang harus dipilih, ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh orang yang diuji
untuk waktu tertentu, dengan tujuan untuk mengukur kemampuan tertentu dari orang yang
diuji.
Tes merupakan sejumlah pertanyaan yangmemiliki jawaban benar dan salah,
pertanyaan yang membutuhkan jawaban, pertanyaan yang harus diberikan tanggapan
dengan tujuan mengukur tingkat kemampuan seseorang.
Bentuk tes yang digunakan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu tes objektif dan
tes non-objektif. Objektif di sini dilihat dari sistem penskorannya, yaitu siapa saja yang
memeriksa lembar jawaban tes akan menghasilkan skor yang sama. Tes non-objektif
adalah tes yang sistem penskorannya dipengaruhi oleh pemberi skor. Dengan kata lain
dapat dikatakan bahwa tes objektif adalah tes yang sistem penskorannya objektif, sedang
tes non-objektif sistem penskorannya dipengaruhi oleh subjektifitas pemberi skor.
Persyaratan Tes:
1) Validitas
Suatu tes dikatakan valid (sahih) apabila tes tersebut secara tepat dapat mengukur
apa yang seharusnya diukurnya. Contoh:
Untuk mengukur tingkat partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran, maka
bukan diukur berdasarkan nilai atau prestasi yang diperoleh pada saat mengikuti
ujian, akan tetapi akan lebih tepat jika diukur berdasarkan:
Tingkat kehadirannya
96
Berikut beberapa bentuk soal yang dipakai dalam sistem penilaian adalah sebagai
berikut:
1) Benar-Salah
Soal benar-salah merupakan salah satu dari tes bentuk objektif di mana butir-butir
soalyang diajukan dalam tes prestasi belajar tersebut berupa pernyataan
(statement), di mana dalam tes itu ada pernyataan yang benar dan ada pula
pernyataan yang salah. Tugas peserta tes adalah membubuhkan tanda tertentu
(simbol) atau mencoret hufur B, jika peserta tes yakin bahwa pernyataan yang
diberikan tersebut benar. Sebaliknya mencoret huruf S jika peserta tes yakin bahwa
pernyataan itu salah.
2) Melengkapi
Soal bentuk melengkapi merupakan salah satu bentuk tes objektif dengan ciri-ciri
yaitu: a) tes tersebut terdiri dari susunan kalimat yang bagian-bagiannya sudah
dihilangkan (sudah dihapuskan); b) bagian yang dihilangkan itu diganti dengan titik-
titik (,,,,); c) tugas peserta tes adalah mengisi titik-titik tersebut dengan jawaban yang
sesuai (benar).
3) Pilihan Ganda
Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar
atau paling tepat bentuk ini bisa mencakup banyak materi pelajaran, penskorannya
objektif, dan bisa dikoreksi dengan komputer. Namun membuat butir soal pilihan
ganda yang berkualitas baik cukup sulit, dan kelemahan lain adalah peluang kerja
sama antar peserta tes sangat besar. Oleh karena itu, bentuk ini dipakai untuk ujian
yang melibatkan banyak peserta didik dan waktu untuk koreksi relatif singkat.
Penggunaan bentuk ini menuntut agar pengawas ujian teliti dalam melakukan
97
pengawasan saat ujian berlangsung. Tingkat berpikir yang diukur bisa tinggi
tergantung pada kemampuan pembuat soal (Ebel, 1979).
Strukturnya bentuk soal pilihan ganda terdiri atas:
Stem : pertanyaan atau pernyataan yang berisi permsalah yang akan
dinyatakan.
Option : sejumlah pilihan atau alternatif jawaban
Kunci : jawaban yang benar atau paling tepat
Distractor : jawaban-jawaban lain selain kunci jawaban.
4) Uraian Objektif
Bentuk ini cocok untuk mata pelajaran yang batasannya jelas seperti Matematika
dan IPA (Fisika, Kimia, dan Biologi). Agar hasil penskorannya objektif diperlukan
pedoman penskoran. Objektif di sini berarti hasil penilaian terhadap suatu lembar
jawaban akan sama walau diperiksa oleh orang yang berbeda asal memiliki latar
belakang pendidikan sesuai dengan mata pelajaran yang diujikan. Tingkat berpikir
yang diukur bisa sampai pada tingkat yang tinggi. Penskoran dilakukan secara
analitik, yaitu setiap langkah pengerjaan diberi skor. Misalnya, jika peserta didik
menuliskan rumusnya diberi skor, menghitung hasilnya diberi skor, dan menafsirkan
atau menyimpulkan hasilnya, juga diberi skor. Penskoran bersifat hierarkis, sesuai
dengan langkah pengerjaan soal. Bobot skor untuk tiap butir soal ditentukan oleh
tingkat kesulitan butir soal, yang sulit bobotnya lebih besar dibandingkan dengan
yang mudah.
5) Uraian non-objektif/uraian bebas
Bentuk ini cocok untuk mata pelajaran ilmu-ilmu sosial. Walau hasil penskoran
cenderung subjektif, namun bila disediakan pedoman penskoran yang jelas, hasilnya
diharapkan dapat lebih objektif. Tingkat berpikir yang diukur bisa tinggi. Bentuk ini
bisa menggali informasi kemampuan penalaran, kemampuan berkreasi atau
kreativitas peserta didik, karena kunci jawabannya tidak satu.
6) Jawaban singkat atau isian singkat
Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam
bentuk kata, bilangan, kalimat atau simbol dan jawabannya hanya dapat dinilai benar
atau salah. Bentuk ini cocok digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan
pemahaman peserta didik jumlah materi yang diuji bisa banyak, namun tingkat
berpikir yang diukur cenderung rendah.
Kelebihan soal jawaban singkat:
Menyusun soalnya relatif mudah
Kemungkinan kecil peserta didik memberi jawaban dengan menebak
Menuntut peserta didik untuk dapat menjawab singkat dan tepat
Hasil penilaiannya cukup objektif
Kelemahan soal jawaban singkat:
Kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi
Memerlukan waktu yang agak lama untuk menilainya sekalipun tidak selama
bentuk uraian
Menyulitkan pemeriksaan apabila jawaban peserta didik membingungkan
pemeriksa
98
7) Menjodohkan
Bentuk ini cocok untuk mengetahui pemahaman peserta didik tentang fakta dan
konsep. Cakupan materi bisa banyak, namun tingkat berpikir yang terlibat cenderung
rendah. Bentuk soal menjodohkan terdiri atas dua kelompok pernyataan yang paralel
dan berada dalam satu kesatuan. Kelompok sebelah kiri merupakan bagian yang
berisi soal-soal yang harus dicari jawabannya. Dalam bentuk yang paling sederhana,
jumlah soal sama dengan jumlah jawabannya, tetapi sebaiknya jumlah jawaban yang
disediakan dibuat lebih banyak daripada soalnya karena hal ini akan mengurangi
kemungkinan peserta didik menjawab bentuk dengan hanya menebak.
Kelebihan soal menjodohkan:
Penilaiannya dapat dilakukan dengan cepat dan objektif
Tepat digunakan untuk mengukur kemampuan bagaimana mengidentifikasi
antara dua hal yang berhubungan
Dapat mengukur ruang lingkup pokok bahasan atau subpokok bahasan yang
lebih luas
Kelemahan soal menjodohkan:
Hanya dapat mengukur hal-hal yang didasarkan atas fakta dan hafalan
Sukar untuk menentukan materi atau pokok bahasan yang mengukur hal-hal
yang berhubungan.
8) Performa
Bentuk ini cocok untuk mengukur kemampuan seseorang dalam melakukan tugas
tertentu seperti praktik di laboratorium. Peserta tes diminta untuk
mendemonstrasikan kemampuan dan keterampilan dalam bidang tertentu.
9) Portofolio
Bentuk ini cocok untuk mengetahui perkembangan unjuk kerja peserta didik, dengan
menilai kumpulan karya-karya, atau tugas yang dikerjakan peserta didik. Portofolio
berarti kumpulan karya atau tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik. Karya-karya
ini dipilih kemudian dinilai, sehingga dapat dilihat perkembangan kemampuan
peserta didik. Cara ini bisa dilakukan dengan baik bila jumlah peserta didik yang
dinilai tidak banyak.
Instrumen penilaian yang dapat dipakai dalam sistem penilaian dapat terkait dengan
ranah kognitif ataupun psikomotor, antara lain yaitu sebagai berikut:
1) Kuis
Waktu yang diperlukan relatif singkat, kurang lebih 15 menit dan hanya menanyakan
hal-hal yang prinsip saja dan bentuknya berupa jawaban singkat dengan tingkat
berpikir rendah. Biasanya kuis diberikan sebelum pelajaran baru dimulai, untuk
mengetahui penguasaan pelajaran yang lalu secara singkat. Namun bisa juga kuis
diberikan setelah pembelajaran selesai, yaitu untuk mengetahui pemahaman peserta
didik terhadap bahan ajar yang baru diajarkan. Bila ada bagian pelajaran yang belum
dikuasai, sebaiknya guru menjelaskan kembali dengan menggunakan metode
pembelajaran yang berbeda.
2) Pertanyaan lisan di kelas
Materi yang ditanyakan berupa pemahaman terhadap konsep, prinsip, atau teorema.
Teknik bertanya yang baik adalah mengajukan pertanyaan ke kelas, memberi waktu
99
sebentar untuk berpikir, dan kemudian memilih peserta didik secara acak untuk
menjawab. Jawaban peserta didik benar atau salah selalu diberikan ke peserta didik
lain atau minta pendapatnya terhadap jawaban peserta didik yang pertama.
Kemudian guru menyimpulkan tentang jawaban peserta didik yang benar.
Pertanyaan lisan ini bisa dilakukan di awal pelajaran, di tengah, atau di akhir
pelajaran. Dalam arti kata bahwa pertanyaan bisa diberikan sepanjang kegiatan
pembelajaran berlangsung.
3) Ulangan harian
Ulangan harian adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu kompetensi dasar
(KD) atau lebih. Bentuk soal yang digunakan sebaiknya bentuk uraian objektif atau
yang non-objektif. Tingkat berpikir yang terlibat sebaiknya mencakup sampai ke
tingkat berpikir tinggi.
4) Tugas individu
Tugas individu dapat diberikan setiap minggu dengan bentuk tugas/soal uraian
objektif atau non-objektif. Tingkat berpikir yang terlibat sebaiknya aplikasi, analisis,
bila mungkin sampai sintesis dan evaluasi. Tugas individu untuk mata pelajaran
tertentu dapat terkait dengan ranah psikomotor, seperti menugas peserta didik untuk
melakukan observasi lapangan dalam geografi atau menugasi peserta didik untuk
berlatih tari dan musik pada pelajaran Seni Budaya.
5) Tugas Kelompok
Tugas kelompok digunakan untuk menilai kemampuan kerja kelompok. Bentuk soal
yang digunakan adalah uraian dengan tingkat berpikir yang tinggi yaitu aplikasi
sampai evaluasi. Bila mungkin peserta didik diminta untuk menggunakan data
sebenarnya, melakukan pengamatan terhadap suatu gejala, atau merencanakan
sesuatu proyek. Proyek pada umumnya menggunakan data sesungguhnya dari
lapangan. Seperti halnya tugas individu, tugas kelompok dapat terkait dengan ranah
psikomotor.
6) Laporan kerja praktik atau laporan praktikum
Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya, seperti
Fisika, Kimia, dan Biologi. Peserta didik bisa diminta untuk mencatat dan melaporkan
hasil praktik yang telah dilakukan.
7) Responsi atau ujian praktik
Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya, seperti
Fisika, Kimia, dan Biologi yaitu untuk mengetahui penguasaan akhir baik dari ranah
kognitif maupun psikomotor. Ujian responsi bisa dilakukan pada awal praktik atau
setelah melakukan praktik. Ujian dilakukan sebelum praktik bertujuan untuk
mengetahui kesiapan peserta didik melakukan praktik di laboratorium, sedang bila
dilakukan setelah praktik, tujuannya untuk mengetahui kompetensi dasar praktik
yang dicapai peserta didik dan yang belum.
Tingkat berpikir peserta didik yang terlibat dalam mengerjakan tugas-tugas dalam
sistem penilaian yang berbasis kompetensi meliputi: tingkat berpikir yang berkait
dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Deklaratif berisi
tentang konsep, prinsip, dan fakta-fakta, sedang prosedural mencakup proses,
strategi, aplikasi, dan keterampilan.
100
3. TES ESAI/ESSAY
Jenis tes ini (disebut juga tes uraian) menuntut kemampuan peserta didik untuk
mengemukakan, menyusun, dan memadukan gagasan yang telah dimilikinya dengan
menggunakan kata-katanya sendiri. Tes jenis ini memungkinkan peserta didik menjawab
pertanyaan secara bebas.
Secara umum tes essay (tes uraian) adalah pertanyaan yang menuntut peserta didik
menjawab dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan,
memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan
dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Maka dalam tes dituntut
kemampuan peserta didik untuk menggeneralisasikan gagasannya melalui bahasa
tulisan, sehingga tipe essay test lebih bersifat power tes. Bentu essay test dibedakan
menjadi tiga, yaitu:
a. Pertanyaan bebas
Bentuk pertanyaan diarahkan pada pertanyaan bebas dan jawaban tes tidak
dibatasi, tergantung pada pandangan peserta didik..
b. Pertanyaan terbatas
Pertanyaan pada hal-hal tertentu atau ada pembatasan tertentu. Pembatasan dapat
dilihat dari segi: ruang lingkupnya, sudut pandang jawabannya, dan indikatornya.
c. Pertanyaan terstruktur
Merupakan bentuk antara soal-soal objektif dan essay. Soal dalam bentuk ini
merupakan serangkaian jawaban singkat sekalipun bersifat terbuka dan bebas
jawabannya.
Tes uraian (essay test) yang sering juga dikenal dengan istilah tes subjektif, adalah
salah satu jenis tes hasil belajar yang memiliki karakteristik sebagaimana dikemukakan
berikut ini:
Tes tersebut berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban
berupa uraian atau paparan kalimat yang pada umumnya cukup panjang.
Bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntut kepada testee untuk
memberikan penjelasan, komentar, penafsiran, membandingkan, membedakan, dan
sebagainya.
Jumlah butir soal umumnya terbatas, yaitu berkisar antara lima sampai dengan
sepuluh butir.
Pada umumnya, butir-butir soal tersebut diawali dengan kata-kata: jelaskan,
mengapa, bagaimana, atau kata-kata lain yang serupa dengan itu (Anas Sudijono,
2008:100).
Beberapa keunggulan dan kelemahan dari tes bentuk esai di antaranya yaitu:
Keunggulan:
Memungkinkan peserta didik menjawab pertanyaan tes secara bebas.
Memberi kesempatan keapda peserta didik untuk meningkatkan kemampuannya
dalam hal menulis, mengutarakan ide-ide atau jalan pikirannya secara terorganisir,
berpikir kreatif dan kritis.
Merupakan tes terbaik untuk mengukur kemampuan peserta didik mengemukakan
pandangan dalam bentuk tulisan.
101
Kelebihan:
Menyusun soal sangat mudah.
Testi bebas menjawab.
Testi melatih mengemukakan gagasan.
Lebih ekonomis.
Kelemahan:
Kurang efektif untuk materi yang cakupannya luas.
Jawabannya heterogen menyulitkan teser.
Baik-buruk tulisan, panjang pendek, tidak sama jawaban dapat mengakibatkan
penskoran kurang objektif.
Salah pengertian dalam memahami soal tes.
Koreksi memerlukan waktu dan ketelitian.
b. Konstruksi
Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Artinya kemampuan/materi
yang hendak diukur/ditanyakan harus jelas, tidak menimbulkan pengertian atau
penafsiran yang berbeda dari yang dimaksudkan penulis. Setiap butir soal hanya
mengandung satu persoalan/gagasan.
Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang
diperlukan saja. Artinya apabila terdapat rumusan atau pernyataan yang
sebetulnya tidak diperlukan, maka rumusan atau pernyataan itu dihilangkan saja.
Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar. Artinya, pada
pokok soal jangan sampai terdapat kata, kelompok kata, atau ungkapan yang
dapat memberikan petunjuk ke arah jawaban yang benar.
Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda. Artinya,
pada pokok soal jangan sampai terdapat dua kata atau lebih yang mengandung
104
arti negatif. hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan penafsiran peserta didik
terhadap artinya pernyataan yang dimaksud. Untuk keterampilan bahasa,
penggunaan negatif ganda diperbolehkan bila aspek yang akan diukur justru
pengertian tentang negatif ganda itu sendiri.
Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi. Artinya,
semua pilihan jawaban harus berasal dari materi yang sama seperti yang
ditanyakan oleh pokok soal, penulisannya harus setara, dan semua pilihan
jawaban harus berfungsi.
Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “semua pilihan jawaban di atas
salah” atau “semua pilihan jawaban di atas benar”. Artinya, dengan adanya
pilihan jawaban seperti ini, maka secara materi pilihan jawaban berkurang satu
karena pernyataan itu bukan merupakan materi yang ditanyakan dan pernyataan
itu menjadi tidak homogen.
Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. Kaidah ini diperlukan
karena adanya kecenderungan peserta didik memilih jawaban yang paling
panjang karena seringkali jawaban yang lebih panjang itu lebih lengkap dan
merupakan kunci jawaban.
Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan
urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis. Artinya pilihan jawaban yang
berbentuk angka harus disusun dari nilai angka paling kecil berurutan sampai
nilai angka yang paling besar, dan sebaliknya. Demikian juga pilihan jawaban
yang menunjukkan waktu harus disusun secara kronologis. Penyusunan secara
unit dimaksudkan untuk memudahkan peserta didik melihat pilihan jawaban.
Gambar, grafik, tabel, diagram, wacana, dan sejenisnya yang terdapat pada soal
harus jelas dan berfungsi. Artinya, apa saja yang menyertai suatu soal yang
ditanyakan harus jelas, terbaca, dapat dimengerti oleh peserta didik. Apabila soal
bisa dijawab tanpa melihat gamar, grafik, tabel atau sejenisnya yang terdapat
pada soal, berarti gambar, grafik, atau tabel itu tidak berfungsi.
Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata yang bermakna
tidak pasti seperti: sebaiknya, umumnya, kadang-kadang.
Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya. Ketergantungan
pada soal sebelumnya menyebabkan peserta didik tidak dapat menjawab benar
soal pertama tidak akan dapat menjawab benar soal berikutnya.
c. Bahasa/Budaya
Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia dalam penulisan soal di antaranya meliputi:
Pemakaian kalimat: (1) unsur subjek; (2) unsur predikat; (3) anak kalimat;
Pemakaian kata: (1) pilihan kata; (2) penulisan kata; dan
Pemakaian ejaan: (1) penulisan huruf, (2) penggunaan tanda baca.
Bahasa yang digunakan harus komunikatif, sehingga pernyataannya mudah
dimengerti peserta didik. Pilihan jawaban jangan mengulang kata/frase yang bukan
merupakan satu kesatuan pengertian. Letakkan kata/frase pada pokok soal.
Kekurangan:
Kurang memberi kesempatan menyatakan gagasan
Testi mencoba-coba, bisa bersifat spekulasi
Memerlukan ketelitian, waktu cukup lama dan kurang ekonomi
Kelebihan bentuk tes pilihan ganda menurut Slameto (2001:63) adalah:
Mengukur berbagai jenjang kognitif (dari ingatan sampai dengan evaluasi).
Penskorannya mudah, cepat, objektif, dan dapat mencakup ruang lingkup
bahan/materi yang luas dalam suatu tes untuk suatu kelas atau jenjang
pendidikan.
Bentuk ini sangat tepat untuk ujian yang pesertanya sangat banyak atau yang
sifatnya massal, sedangkan hasilnya harus segera diumumkan, seperti ujian
semester, ujian sekolah, dan ujian akhir semester.
Sedangkan keterbatasan bentuk tes pilihan ganda antara lain:
Memerlukan waktu yang relatif lama untuk menulis soalnya
Sulit membuat pengecoh yang homogen dan berfungsi
Terdapat peluang untuk menebak kunci jawaban
Jumlah soal hendaknya cukup banyak, jumlah yang benar dan yang salah
hendaknya seimbang.
Urutan soal yang harus dijawab benar dan harus dijawab salah tidak merupakan
pola tetap.
Tes Benar-Salah ini cocok untuk:
Pemahaman pada level pengetahuan
Mengevaluasi pemahaman peserta didik tentang miskonsepsi yang umum
Konsep dengan dua respon logis
Keunggulan:
Mudah dikonstruksi
Perangkat soal dapat mewakili seluruh pokok bahasan
Mudah diskor
Alat yang baik untuk mengukur fakta dan hasil belajar langsung terutama yang
berkaitan dengan ingatan.
Digunakan untuk mengetes reaksi sebab akibat atau miskonsepsi yang terjadi
Peserta didik dapat menjawab 3-4 soal per menit
Keterbatasan:
Mendorong peserta untuk menebak jawaban. Peserta didik memiliki kemungkinan
menjawab benar atau salah 50% dengan cara menebak
Sulit mengembangkan soal yang betul-betul objektif
Pernyataan yang ambigu mengakibatkan kesulitan dalam menjawab dan menilai
Meminta respon peserta yang berbentuk penilaian absolut
Terlalu menekankan pada ingatan
Soal terlalu mudah sehingga peserta didik kadang hanya menebak jawaban
walaupun tidak memahami isinya
Sulit membedakan peserta didik yang memahami materi dengan yang tidak
memahami materi
Membutuhkan banyak item untuk mendapatkan reliabilitas yang tinggi
Tips menulis butir soal benar salah:
Setiap butir soal harus menguji/mengukur hasil belajar peserta tes yang penting dan
bermakna, tidak menanyakan yang remeh/trivial.
Setiap butir soal haruslah menguji pemahaman, tidak hanya pengukuran terhadap
daya ingat
Kunci jawaban yang ditentukan haruslah benar.
Butir soal yang baik haruslah jelas jawabannya bagi seorang peserta tes yang
belajar dan jawaban yang salah kelihatan lebih seakan-akan benar bagi peserta tes
yang tidak belajar dengan baik.
Pernyataan dalam butir soal harus dinyatakan secara jelas dan menggunakan
bahasa yang baik dan benar.
Rumusannya idak meragukan sehingga dapat dinyatakan 100% benar atau 100%
salah
Diskusikan dengan pakar yang relevan (bahasa dan ilmu yang diteskan) untuk
meyakinkan bahwa sisi bahasa dan kebenaran soal dan jawaban yang meyakinkan.
108
6. TES MENJODOHKAN
Soal bentuk menjodohkan adalah bentuk soal yang terdiriatas dua kelompok
pernyataan. Lajur sebelah kiri merupakan soal pernyataan, sedangkan lajur sebelah
kanan merupakan jawaban atau respon.
110
Tes ini sebenarnya merupakan bentuk khusus dari tes pilihan berganda. Isi yang
membedakan keduanya adalah bahwa bentuk menjodohkan tidak hanya ada satu
alternatif jawaban. Jawabannya harus dituliskan dalam satu kemungkinan jawaban.
Secara nyata dalam tes bentuk ini disediakan dua kelompok bahan, dan peserta didik
harus mencari pasangan/jodoh-jodoh yang sesuai antara bahan yang terdapat pada
kelompok bahan yang terdapat pada kelompok pertama dan pada kelompok kedua.
Kelebihan Tes Menjodohkan:
Baik untuk mengukur proses mental yang rendah (knowledge).
Kemungkinan untuk mengukur proses mental yang tinggi tetap ada tetapi sulit sekali.
Objektif.
Mudah disusun.
Cocok untuk mengukur informasi-informasi yang berbentuk fakta dari suatu
pengertian, hubungan antar pengertian atau konsep-konsep.
Kelemahan Tes Menjodohkan:
Kelemahan dari soal test bentuk ini adalah sukar untuk mengukur proses mental
yang tinggi dan peserta didik cenderung untuk membuat penafsiran-penafsiran.
Petunjuk Praktis Penyusunan Soal:
Buatlah pengantar sejelas mungkin.
Bentuklah test terdiri dari sederetan (satu seri) pertanyaan/persoalan dan sederetan
jawaban.
Hal-hal yang disusun baik dalam pertanyaan maupun jawaban hendaknya homogen.
Jumlah jawaban buatlah lebih banyak daripada jumlah pertanyaan.
Batasi tiap kelompok jangan lebih dari 10 pertanyaan, jika ingin lebih banyak buatlah
beberapa kelompok.
Semua pertanyaan dan jawaban hendaknya dibuat pada hanya satu halaman saja.
Setiap satu pertanyaan usahakan hanya ada satu jawaban yang benar.
Tiap pertanyaan diberi waktu pengerjaan maksimum ½ menit.
Buatlah kunci jawaban dan pedoman penilaiannya.
7. TES ISIAN
Tes isian adalah tes tertulis yang menuntut peserta didik untuk mengisikan
perkataan, ungkapan atau kalimat pendek sebagai jawaban terhadap kalimat yang tidak
lengkap atau jawaban, atau suatu pertanyaan atau jawaban atas asosiasi yang harus
dilakukan.
Sesuai dengan bentuknya, terdapat tiga jenis tes isian yaitu:
1. Bentuk pertanyaan dengan satu jawaban.
Contoh: Siapakah proklamator bangsa Indonesia?
2. Bentuk kalimat tidak lengkap
Di mana peserta didik tinggal mengisi satu jawaban yang dibutuhkan.
Contoh: Proklamator bangsa Indonesia adalah ....
3. Bentuk asosiasi
111
BAB VIII
ANALISA BUTIR TES
1. PENGANTAR
Analisis tes hasil belajar merupakan kegiatan penting dalam upaya memperoleh
instrumen yang berkategori baik. Analisis ini meliputi menentuka validasi dan
reabilitas tes, dan analisis butir (item analisis).
Menurut Thorndike dan Hagen (Purwanto, 1992) analisis terhadap butir tes yang
telah di jawab peserta didik suatu kelas mempunyai dua tujuan yakni jawaban-
jawaban soal tersebut merupakan informasi diagnostik untuk meneliti pelajaran dari
kelas itu dan kegagalan-kegagalan belajar, serta selanjutnya untuk membimbing ke
arah cara belajar yang lebih baik, dan jawaban terhadap soal dan perbaikan (review)
soal-soal yang didasarkan atas jawaban-jawaban tersebut merupakan dasar bagi
penyiapan tes-tes yang lebih baik.
Dengan melakukan analisis butir sedikitnya kita dapat mengetahui empat hal
penting, yakni:
Bagaimana taraf kekuasaan setiap butir tes?
Apakah setiap soal memiliki daya pembeda baik?
Sejauh mana tiap butir tes dapat mengukur hasil pembelajaran?
Analisis butir soal memiliki banyak manfaat, diantaranya yakni:
Membantu pengguna tes dalam mengevaluasi kualitas tes yang digunakan.
Relevan bagi penyusunan tes informal seperti tes yang disiapkan guru untuk
peserta didik di kelas.
Mendukung penulisan butir soal yang efektif.
Secara materi dapat memperbaiki tes di kelas.
Meningkatkan validitas soal dan reliabilitas.
Selain itu, data hasil analisis butir soal juga sangat bermanfaat sebagai dasar untuk:
Diskusi tentang efisien hasil tes,
Kerja remedial,
Peningkatan secara umum pembelajaran di kelas,
Peningkatan keterampilan pada konstruksi tes.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa analisis butir soal memberikan
manfaat:
a. Menentukan soal-soal yang cacat atau tidak berfungsi dengan baik.
b. Meningkatkan butir soal melalui tiga komponen analisis yaitu, tingkat kesukaran,
daya pembeda dan pengecoh soal.
c. Merevisi soal yang tidak relevan dengan materi yang diajarkan ditandai dengan
banyaknya anak yang tidak dapat menjawab butir soal tertentu.
Keterangan:
P : Angka indeks kesukaran item soal
Np : Banyaknya testee yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir
item
yang bersangkutan
N : Jumlah testee yang mengikuti tes
Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklarifikasi
sebagai berikut:
114
P = PH/Pi
Keterangan:
P : Indeks Kesukaran.
PH : Proporsi peserta didik kelompok atas yang menjawab benar butir
tes.
Pi : Proporsi peserta didik kelompok bawah yang menjawab benar butir
tes.
D = PH – PL
Keterangan:
D : Indeks Daya Pembeda
PH : Proporsi peserta didik kelompok atas yang menjawab benar butir tes
115
sekian banyak testee yang merasa tertarik atau terangsang untuk memilih distraktor
tersebut sebagai jawaban betul, maka hal ini mengandung makna bahwa distraktor
tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan baik.
semua peserta didik salah atau semua peserta didik benar, butir
tersebut membingungkan sebagai akibat konstruksinya ambigu
(mungkin menimbulkan penafsiran ganda). Apabila porsi peserta didik
yang tidak tahu jawaban benar lebih banyak dibandingkan dengan yang
tahu, maka IDB menjadi negatif. Hal ini bisa terjadi mungkin disebabkan
karena konstruksi tes bersifat ambigu, atau kunci jawabannya yang
salah. Secara umum, semakin tinggi IDB suatu butir semakin besar
kemungkinan butir tersebut mampu membedakan antara peserta didik
yang tahu jawaban benar dengan peserta didik yang tidak tahu. Kriteria
IDB dapat diacu, rentangan berikut, IDB: 0,00-20,00 adalah sangat
rendah, 0,20-0,40 adalah rendah, 0,40 - 0,60 adalah sedang, 0,60-0,80
adalah tinggi, 0,80-1,00 adalah sangat tinggi. Untuk tes standar
dianjurkan menggunakan tes yang memiliki IDB > 0,20.
Menentukan keefektifan pengecoh (distracters effectiveness).
Kriterianya, adalah pengecoh akan efektif apabila jumlah peserta didik
KB lebih banyak memilih dibandingkan jumlah peserta didik KA.
2) Analisis Butir untuk Tes Esai
Untuk tes esai, analisis butir hanya menyangkut IKB dan IDB. Prosedur
analisisnya adalah sebagai berikut.
Lakukan koreksi terhadap semua jawaban responden pada semua butir
tes, kemudian tabulasi ke dalam tabel kerja,
Urutkan skor-skor responden tersebut dari yang tertinggi ke yang
terendah,
Tetapkan 25% dari urutan nomor 1 ke bawah sebagai KA dan 25% dari
urutan terakhir ke atas sebagai KB.
Hitung jumlah skor-skor untuk masing-masing butir baik pada KA
maupun pada KB.
Tentukan IKB dan IDB masing-masing dengan formula-formula berikut:
dengan ∑ = jumlah skor Kelompok Atas (KA), ∑ = jumlah skor
Kelompok Bawah (KB), N = jumlah responden pada KA atau KB,
Scoremax = skor tertinggi butir, dan Scoremin = skor terendah butir.
Kriteria IKB dan IDB dapat diacu ketentuan yang berlaku pada analisis
butir tes pilihan ganda.
X1 = Rata-rata skor dari subjek yang menjawab benar untuk butir soal
yang akan dicari validitasnya.
X2 = Rata-rata skor total
SDt = Simpangan beku skor total
P = Proposal peserta didik yang menjawab benar pada butir soal
dinamakan (n-N)
q = Proposal peserta didik yang menjawab salah pada butir soal
dimaksud = 1-p
Efektivitas Option
Suatu option dikatakan efektif jika memenuhi fungsi atau tujuan disajikan
Option tersebut. Option kunci dikatakan efektif jika memenuhi kriteria sebagai
berikut:
Jumlah pemilih sekolah atas harus lebih banyak dari jumlah pemilih
kelompok bawah;
Jumlah pemilih kelompok atas dan kelompok bawah lebih dari 25% dan
tidak lebih dari 75% testi (peserta didik) pada kelompok atas dan kelompok
bawah tersebut.
Selanjutnya option pengecoh dikatakan efektif jika memenuhi kriteria
sebagai berikut:
Tabel Sebaran Pilihan Option Pada Suatu Butir
Kelompok Option Omit
a b c d
Atas 0 2 5 1 0
Bawah 1 1 3 2 1
Jumlah pemilih kelompok atas harus lebih sedikit (kurang) dari pemilih pada
kelompok bawah.
Jumlah pemilih paling sedikit (minimal) 5% dari testi (peserta didik) pada
kelompok atas dan kelompok bawah.
Jika testi (peserta didik) tidak memilih satu option pada butir tes tersebut
(disebut omit), maka jumlahnya tidak lebih dari 10% jumlah peserta didik
pada kelompok atas dan kelompok bawah.
D = Ppost – Ppre
Keterangan
Ppost = proporsi yang menjawab butir soal secara benar pada post-test.
Ppre = proporsi yang menjawab butir soal secara benar pada pre-test
Masih 30 peserta didik mengajarkan suatu tes yang terjadi atas 10 butir,
sebelum dan sesudah pe,belajaran. Hasil tes tersebut dan sensitivitas butirnya
disajukan pada table.
Indeks sensitivitas butir yang efektif berada di antara 0,00-1,00. Semakin
besar indeks sensitivitas butir menunjukkan semakin besar keberhasilan
pembelajarannya.
b) Indeks Persesuaian
Ada kalanya pengembangan tes perlu mengkaji kemiripan jawaban dari satu
kelompok peserta didik terhadap setiap kemungkinan pasangan butir yang
dibuat dengan spesifikasi sama. Untuk menentukan indeks persesuaian
digunakan rumus.
n = a+b+c+d
Keterangan:
n = Banyaknya peserta didik keseluruhan
a = Banyaknya peserta didik yang menjawab benas kedua butir
b = Ba nyaknya peserta didik yang menjawab salah satu butir 1, terap
benar pada butir 2
c = Banyaknya peserta didik yang menjawab benar butir 1, tetapi salah
pada butir 2
d = Banyaknya peserta didik yang menjawab salah kedua butir
Selanjutnya dapat pula ditentukan proporsi persesuaian yang menunjukkan
kekonsistenan dalam menjawab kedua butir. P = Proporsi persetujuan.
Selain itu, dapat pula ditentukan apakah taraf kesukaran butir sama dalam
populasi peserta didik, dengan kata lain, apakah kedua butir tes telah dipelajari
peserta didik dengan cara yang sama baik; ataukah peserta didik secara
signifikan tampil lebih baik pada satu butir dibandingkan dengan butir yang lain
untuk itu digunakan rumus.
Misalnya dari hasil uji coba pada 60 peserta didik diketahui bahwa 30 peserta
didik menjawab kedua butir dengan benar; 12 peserta didik menjawab butir satu
salah tetapi butir dua benar; 5 peserta didik menjawab butir satu benar tetapi
120
butir dua salah; dan 10 orang yang menjawab kedua butir salah. Data ini dapat
dinyatakan dalam tabel sel berikut:
Butir 1 Butir 1
Butir2 + a b Butir 2 + a b
c d - - c d
Sehingga didapatkan indeks persesuaiannya.
Indeks persesuaian:
Nilai X2 ini lebih dari tabel = 3,84 (untuk α = 0,05). Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa kedua butir tersebut mengukur hal (isi) yang benar.
Proporsi persesuaian:
Ini menunjukan bahwa terdapat konsistensi penampilan pada kedua butir
tersebut bagi 66,7 % peserta didik.
Uji X2 untuk perbedaan taraf kesukaran butir:
Nilai X2 ini kurang dari X2 tabel = 3,84 (untuk a = 0,05). Dengan demikian, taraf
kesukaran kedua butir sama. Dengan kata lain, peserta didik telah belajar sama
baiknya terhadap isi yang diukur oleh kedua butir.
5. VALIDASI
Validitas merupakan produk dari validasi. Validasi adalah suatu proses yang
dilakukan oleh penyusun atau pengguna instrumen untuk mengumpulkan data
secara empiris guna mendukung kesimpulan yang dihasilkan oleh skor instrumen.
Sedangkan validitas adalah kemampuan suatu alat ukur untuk mengukur sasaran
ukumya. Suatu alat ukur disebut memiliki validitas apabila alat ukur tersebut isinya
layak mengukur objek yang seharusnya diukur dan sesuai dengan kreteria tertentu,
artinya adanya kesesuaian antara alat ukur dengan fungsi pengukuran dan sasaran
pengukuran. Ini sesuai dengan Encyclopedia of Educational Evaluation yang ditulis
oleh Scarvia B Anderson dan disadur oleh Prof. Dr. Suharsimi Arikunto (2007, 65)
bahwa A test is valid if it measures what it purpose to measure bila diartikan sebuah
tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Bilamana
alat ukur tidak memiliki validitas yang dapat dipertanggungjawabkan, maka data
yang masuk juga salah dan kesimpulan yang ditarik juga menjadi salah.
a. Validitas Tes Hasil Belajar
Menurut Suharsimi Arikunto 2007, validitas sebuah tes dapat diketahui dari
hasil pemikiran dan dari hasil pengalaman. Hal yang pertama akan diperoleh
validitas logis dan hal yang kedua akan diperoleh validitas empiris. Dua hal inilah
yang menjadi dasar pengelompokan validitas tes.
(a) Validasi logis
Mengandung arti penalaran, sehingga validitas logis untuk suatu
instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang
memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Kondisi valid itu
dipandang terpenuhi karena instrumen itu telah dirancang sebaik mungkin
121
menurut ketentuan yang ada. Dengan keadaan itu validitas logis dapat
dicapai apabila instrumen disusun mengikuti ketentuan yang ada.
Validitas logis yang dapat dicapai oleh sebuah instrumen terdiri dari dua
yaitu:
1) Validitas Isi
Validitas isi bagi sebuah instrumen menunjuk suatu kondisi sebuah
instrumen yang disusun berdasarkan isi materi pelajaran yang dievaluasi.
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan
khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang
diberikan. Oleh karena materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum
maka validitas ini sering disebut juga dengan validitas kurikuler.
Validitas isi dapat diusahakan tercapainya sejak saat penyusunan
dengan cara merinci materi kurikulum atau materi buku pelajaran.
2) Validitas Konstruk
Validitas konstruk sebuah instrumen menunjukkan suatu kondisi
sebuah instrumen yang disusun berdasarkan konstruk-konstruk aspek
kejiwaan yang seharusnya dievaluasi. Sebuah tes dikatakan memiliki
validitas konstruk apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut
mengukur setiap aspek berfikir seperti yang disebutkan dalam tujuan
instruksional khusus. Dengan kata lain jika butir-butir soal mengukur
aspek berfikir tersebut sudah sesuai dengan aspek berfikir yang menjadi
tujuan instruksional.
2) Validitas prediksi
Prediksi artinya meramal, dengan meramal selalu mengenai hal yang
akan datang jadi sekarang belum terjadi. Sebuah tes dikatakan memiliki
validitas prediksi apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa
yang terjadi pada masa yang akan datang. Misalnya tes masuk perguruan
tinggi adalah sebuah tes yang diperkirakan dapat meramalkan keberhasilan
peserta tes dalam mengikuti kuliah di masa yang akan datang. Calon yang
tersaring berdasarkan hasil tes diharapkan mencerminkan tinggi rendahnya
kemampuan mengikuti kuliah. Jika nilai tesnya tinggi tentu menjamin
keberhasilan kelak. Sebaliknya seorang calon dikatakan tidak lulus tes
karena memiliki nilai tes yang rendah jadi diperkirakan akan tidak mampu
mengikuti perkuliahan yang akan datang. Sebagai alat pembanding validitas
prediksi adalah nilai-nilai yang diperoleh setelah peserta tes mengikuti
pelajaran diperguruan tinggi. Jika ternyata siapa yang memiliki nilai tes lebih
tinggi gagal dalam ujian semester I dibandingkan dengan yang dahulu nilai
tesnya lebih rendah maka tes masuk yang dimaksud tidak memiliki validitas.
a. Validitas Item Tes Hasil Belajar
Tinggi rendahnya validitas suatu tes secara keseluruhan sangat
dipengaruhi oleh validitas yang dimiliki oleh masingmasing butir item yang
membangun tes tersebut. Semakin besar dukungan yang diberikan oleh bu
tir-butir item terhadap tes hasil belajar maka tes tersebut akan semakin dapat
menunjukkan kemantapannyal Item tes hasil belajar dapat dikatakan valid
apabila skor-skor pada butir item yang bersangkutan memiliki kesesuaian
arah dengan skor totalnya. Atau dengan kata lain memiliki korelasi positif
yang signifikan antara skor item dengan skor totalnya.
Suatu butir item dikatakan valid jika skor item yang bersangkutan
berkorelasi positif yang signifikan dengan skor total. Untuk menentukan
valid tidaknya suatu butir item dapat digunakan teknik korelasi product
moment dan korelasi point biserial.
Penyebab Invaliditas:
Ancaman utama terhadap validitas instrumen adalah:
Ketidakterwakilkan konstruk. Menunjukkan bahwa tugas yang diukur dalam
penilaian tidak mencakup dimensi penting dari konstruk. Oleh karena itu,
hasil tes tersebut tidak mungkin untuk mengungkapkan kemampuan peserta
didik sebenarnya dalam konstruk yang hendak diukur oleh instrumen.
Penyimpangan keragaman konstruk berarti bahwa instrumen tersebut
mengukur terlalu banyak variabel, dan kebanyakan variabel tersebut tidak
relevan terhadap isi konstruk.
dan penyimpangan kesukaran konstruk terjadi bila aspek-aspek luar dari tugas
membuat tingkat kesukaran tugas tidak sejalan terhadap sebagian atau
keseluruhan anggota kelompok.
Sementara bila terjadi penyimpangan keragaman konstruk yang pertama
menyebabkan seseorang memperoleh skor yang lebih tinggi dibanding dengan
kemampuan yang sebenarnya, dan terjadinya penyimpangan keragaman
konstruk yang kedua menyebabkan seseorang memperoleh skor yang lebih
rendah dibandin g dengan kemampuan yang sebenarnya.
Kesukaran butir (p);
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar.
Soal yang terlalu mudah tidak merangsang peserta didik untuk mempertinggi
usaha pemecahannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan
peserta didik menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba
lagi karena diluar jangkauannya.
Seorang akan menjadi hafal akan kebiasaan gurunya dalam pembuatan soal.
Dengan kebiasaaan ini maka peserta didik akan belajar giat untuk menghadapi
ulangan dengan guru yang terbiasa memberikan soal sukar, sedangkan peserta
didik akan malas belajar bila akan ujian dengan guru yang terbiasa dengan soal
ulangan yang mudah-mudah.
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut
dengan indeks kesukaran. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai
dengan 1,0. Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal
dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukkan kalau soal itu terlalu sukar,
sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah. Indeks
kesukaran butir yang baik berkisar antara 0,3-0,7 paling baik pada 0,5.
Dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P singkatan dari
proporsi. Dengan demikian maka soal dengan P = 0,70 lebih mudah jika
dibandingkan dengan P = 0,20. sebaliknya soal dengan P = 0,30 lebih sukar
daripada soal dengan P = 0,80.
Rumusan mencari indeks kesukaran menurut Daryanto (2005, 180) adalah:
Proportion (P) =
atau
Dimana:
P = indeks kesukaran.
B = banyaknya peserta didik yang menjawab soal itu dengan betul
JS= jumlah seluruh peserta didik peserta tes.
Misalkan:
Jumlah peserta didik peserta tes dalam suatu kelas ada 40 orang, dari 40
orang peserta didik tersebut 12 orang dapat mengerjakan soal no 1 dengan
betul. Maka indeks kesukarannya adalah:
124
P=
= 0,3
Berarti soal ini berada dalam kategori sedang. Berdasarkan ketentuan yang
sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:
Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang
Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah
6. RELIALIBITAS
Reliabilitas instrumen adalah keadaan instrumen yang menunjukkan hasil
pengukuran yang reliable (tidak berubah-ubah, konsisten). Instrumen yang reliable
adalah instrumen yang apabila di gunakan untuk mengukur subyek atau objek yang
sama pada waktu yang berbeda dan pengukuran dilakukan oleh orang yang berbeda
hasilnya tetap sama.
Beberapa faktor penting yang mempengaruhi reliabilitas suatu tes yaitu:
Kemampuan peserta tes atau subjek uji coba: Makin heterogen atau makin
berbeda kemampuan peserta tes makin tinggi reliabilitas tes.
Semakin besar jumlah peserta tes semakin besar reliabilitas, karena semakin
banyak peserta tes maka semakin beragam kemampuannya.
Panjang pendeknya tes. Jumlah item tes yang banyak dengan mengkaji
beberapa tujuan akan lebih reliable dibandingkan dengan jumlah item yang
sedikit, karena akan lebih representatif. Namun jumlah item tes yang terlalu
banyak akan melelahkan dan mengganggu konsentrasi sehingga hasil yang
diperoleh tidak tepat lagi
Evaluasi yang subjektif juga akan menurunkan reliabilitas.
Hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan tes.
Adanya hal-hal yang mempengaruhi hasil tes ini semua, secara tidak langsung
akan mempengaruhi reliabilitas soal tes. Reliabilitas instrumen dinyatakan dengan
koefisien reliabilitas. Instrumen yang reliable adalah instrumen yang memiliki
koefisien reliabilitas minimal 0,70. Sebaiknya koefisien reliabilitas instrumen 0,80
atau lebih. Koefisien reliabilitas instrumen dihitung dengan menggunakan rumus
tertentu.
Pada tes belajar'bentuk objektif, ada tiga macam metode yang dapat digunakan
untuk menentukan taraf reliabilitas.
1) Metode atau teknik ulangan ( test-retest method) atau single test-double
trial method.
Instrumen penelitian test-retest dilakukan dengan cara mencobakan instrumen
dua kali pada responden. Jadi dalam hal ini instrumennya sama, respondennya
sama, dan waktunya yang berbeda. Reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara
percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila koefisien korelasi positif dan
signifikan maka instrumen tersebut reliable. Pengujian cara ini sering juga disebut
stability, yaitu seberapa stabil skor yang diperoleh individu apabila dilakukan
pengujian dalam.waktu yang berbeda. Rumus yang dapat digunakan untuk
menentukan reliabiltas test dengan metode test-retest antara lain adalah Product
Momen Correlation. Yaitu sebagai berikut:
Dimana:
∑ ∑ ∑
XXY
√ ∑ ∑ ∑ ∑
X = skor test pertama
Y = skor test kedua
N = jumlah peserta tes
Cara lain yang dapat digunakan dengan teknik tes retes ini adalah teknik korelasi
rank-order dari Spearmen menggunakan rumus:
Dimana:
∑
= koefisien korelasi
D = difference (beda antara rank skor hasil tes I dengan rank skor hasil tes II).
D = RI-RII
N = banyaknya peserta tes.
2) Metode Belah Dua (split-half method) atau Single Test Single Trial Method
Dalam menggunakan metode ini pendidik atau evaluator hanya menggunakan
sebuah tes dan dicobakan satu kali. Oleh sebab itu disebut juga singel-test-singel-
trial method. Pada metode ini tes yang diberikan dibagi/dibelah menjadi dua
bagian. Jumlah item yang diberikan harus genap sehingga dapat dibagi dua dan
tiap kelompok memiliki jumlah item/butir soal yang sama jumlahnya.
Untuk menentukan reliabilitas seluruh tes dapat digunakan rumus Spearman-Brown
sebagai berikut:
Rumus Spearman Brown:
Dimana:
r = korelasi antara skor-skor setiap belahan tes.
y= koefisien reliabilitas tes.
126
Cara lain yang juga dapat digunakan pada metode singel-testsingel-trial adalah
formula Rulon, Flanagan, Kuder-Richardson, Hoyt.
Keterangan
∑ = jumlah varians skor tiap-tiap item
= varians total
127
KB
18 KA
KB
19 KA
KB
20 KA
KB
21 KA
KB
22 KA
KB
23 KA
KB
24 KA
KB
25 KA
KB
26 KA
KB
27 KA
KB
28 KA
KB
29 KA
KB
30 KA
KB
31 KA
KB
32 KA
KB
33 KA
KB
34 KA
KB
35 KA
KB
36 KA
KB
37 KA
KB
38 KA
KB
39 KA
KB
129
40 KA
KB
……, ………………..
Guru Mata Pelajaran
………………………
………………………
130
n p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10
n = jumlah semua peserta tes (bukan hanya yang lulus/ diterima)
(2) Isi kolom
a. (1) nomor urut semua peserta tes
b. (2) nomor peserta tes
c. (3) s/d (12) dengan 0 bila dijawab salah, dan 1 bila dijawab benar
d. Hitung harga p (tingkat kesukaran tiap butir soal) dengan rumus:
p tiap butir soal =
e. Hitung harga p (tingkat kesukaran untuk naskah soal) dengan rumus: p
naskah soal ujian;
∑
Ib. PROSEDUR MENGHITUNG DAYA BEDA (D) Untuk peserta jumlah besar (lebih
dari 50 peserta)
(1) Susunlah urutan peserta berdasarkan skor yang diperolehnya, mulai skor-tertinggi
sampai skor terendah.
(2) Bagilah peserta tes tersebut menjadi 2 (dua) kelompok:
Kelompok A: 27% kelompok atas (skor tinggi mulai yang paling atas).
Kelompok B: 27% kelompok bawah (skor rendah mulai paling rendah).
(3) Hitung jumlah kelompok atas yang menjawab benar terhadap butir soal yang yang
akan dihitung daya bedanya (Ba).
(4) Hitung jumlah kelompok bawah yang menjawab benar terhadap butir soal yang yang
akan dihitung daya bedanya (Bb).
(5) Hitung proporsi peserta yang menjawab benar terhadap butir soal tersebut untuk
masing-masing kelompok.
(6) Indeks Daya Beda = proporsi kelompok atas dikurangi proporsi kelompok bawah.
Ba - Bb
Daya Beda (D) =
0,5 T
T = Jumlah peserta tes, Bila jumlah peserta tes ganjil, maka T = jumlah peserta
dikurangi 1.
(7) Catatan:
Daya beda bernilai (-1) hingga (+1)
(-1) artinya semua kelompok bawah menjawab benar
(+1) artinya semua kelopmpok atas menjawab benar
Daya beda dianggap:
Langsung masuk bank soal bila daya beda D > 0,40
Memadai bila daya beda D > 0, 25
Tidak dipakai lagi bila D < 0,2
A* B C D E
2 Atas/Tinggi 27% = 40 40 0 0 0 0
orang
Bawah/Rendah 27% = 40 0 8 12 10 10
orang
* Jawaban yang benar
Soal No 1 benar-benar jelek, karena baik kelompok atas maupun
kelompokrendah semuanya bingung dan kedua kelompok memilih C, selain itu
distraktor atau pengecoh atau pilihan E tidak berfungsi atau tidak efektif karena tidak
ada yang memilih.
Soal No 2 adalah soal yang bagus karena dapat membedakan peserta tes yang
pandai dan tidak pandai.
Catatan:
Sekali lagi analisis butir soal ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu:
a. Tingkat Kesukaran Soal (p)
b. Daya Beda Butir Soal (D)
c. Berfungsi tidaknya pilihan/ pengecoh/ distraktor
133
BAB IX
PENYUSUNAN KISI-KISI TES
1. PENGANTAR
Kisi-kisi adalah suatu format atau matriks yang memuat informasi yang dapat
dijadikan pedoman untuk menulis tes atau merakit tes. Indikator soal adalah
gambaran perilaku yang dapat diamati/ terukur untuk menunjukkan bahwa seorang
siswa telah mencapai suatu kompetensi tertentu sebagai bentuk hasil pembelajaran
yang telah dilakukan. Kegunaan Indikator:
Merupakan penjabaran lebih rinci dari tujuan yang lebih besar (kompetensi
dasar/ KD), sehingga bila indikator tercapai kemungkinan akan tercapainya KD
akan lebih besar pula.
Membantu siswa, siswa dapat mengatur waktu, energi, dan pemusatan
perhatiannya pada tujuan yang akan dicapai.
Membantu guru, guru dapat mengatur kegiatan pembelajarannya, metodenya,
strateginya untuk mencapai tujuan tersebut.
Evaluator, evaluator dapat menyusun tes sesuai dengan apa yang harus dicapai
siswa.
Sebagai kerangka pembelajaran yang guru laksanakan.
Penanda tingkah laku yang harus diperlihatkan siswa seusai kegiatan
pembelajaran.
Fungsi kisi-kisi:
Pedoman penulisan soal
Pedoman perakitan soal
Syarat kisi-kisi:
Mewakili isi kurikulum
Singkat dan jelas
Soal dapat disusun dengan bentuk soal
Komponen Kisi-kisi:
Identitas
SK/KD
Materi Pelajaran
Indikator Soal
Bentuk Tes
Nomor Soal
INDIKATOR SOAL
KETERANGAN SOAL
Proporsi jawaban Keterang
N Digunak Tangg Juml Tingkat Daya pada aspek an
O. an al ah Kesukar Pembe A B C D E Om
untuk Sisw an da it
a
137
INDIKATOR SOAL
KETERANGAN SOAL
Proporsi Jawaban pada Pilihan Keterang
NO Digunak Tangg Jumla Tingkat Daya Proporsi an
. an untuk al h Kesukar Pembe A B C D E pengalaman
Siswa an da sikap
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4 5 6
138
UKRK
Kecakapan hidup (life skill);
Kemampuan dan keberanian menghadapi/mengatasi problema kehidupan:
Kecakapan Akademik
Kecakapan Pribadi
Kecakapan Sosial .
Kecakapan Vocasional
Membedakan jenis kelamin;
Ilustrasi gambar, nama, dan lain-lain
Bapak pcrgi ke….
Ibu pergi ke….
Pendidikan multikultural;
Menghargai keberagaman dalam kebemamaan: suku agama, ras, dan
sejenisnya;
Saling temasmo (sains, lingkungan, teknologi, masyarakat, moral)
SETSM (science,envirintment, technology, society, moral)
Teknik Merumuskan Indikator:
Misalnya KD mendeskripsikan hubungan antara struktur kerangka tubuh manusa
dengan fungsinya.
Kata kunci:
1. Kata kerja operasional untuk mendeskripsikan:
Mengidentifikasi.
Menunjukkan.
Memberi contoh.
Menjelaskan
Mendemonstrasikan
2. Materi : hubungan kerangka tubuh manusia dan fungsinya:
Macam rangka.
Macam tulang.
Pengertian sendi
Fungsi kerangka.
Macam-macam sendi
Teknik perumusan indicator:
1. Bila soal terdapat stimulus;
Rumusan indikatornya:
Disajikan ..., siswa dapat menjelaskan …
Rumusan indikator:
A = Audience
B = Behaviour
C = Condition
D = Degree
Bila soal tidak terdapat stimulus:
142
rumusan indikatornya:
siswa dapat membedakan …
Soal Uraian:
Soal uraian adalah soal yang jawabannya menuntut peserta tes untuk
mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara
mengemukakan gagasan tersebut dalam bentuk tulisan.
Kaidah penulisan soal uraian:
1) Soal sesuai dengan indikator.
2) Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan sudah sesuai.
3) Materi yang ditanyakan sesuai dengan tujuan pengukuran.
4) Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat
kelas.
5) Menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban uraian.
6) Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
7) Ada pedoman penskorannya
8) Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas dan
terbaca.
9) Rumusan kalimat soal komunikatif.
10) Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baku.
11) Tidak menggunakan kata/ ungkapan yang menimbulkan penafsiran ganda atau
salah pengertian.
12) Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/ tabu.
13) Rumusan soal tidak mengandung kata/ungkapan yang dapat menyinggung
perasaan siswa.
Keterangan: *butir soal yang tidak valid berdasarkan perhitungan dengan program ITEMAN.
146
ditimbulkan apabila
kekurangan 30 23
karbohidrat
q. Menyebutkan unsur- 21
unsur penyususnan
protein
r. Menyebutkan fungsi
lemak bagi manusia. 29
s. Menganalisis hasil 28 25
percobaan uji lemak
dalam bahan makana
t. Menyebutkan sumber-
sumber makanan
penghasil tenaga bagi
tubuh manusia
Total 6 15 6 3
148
permasalahan Polisi
Lalulintas.
- Menyimpulkan suatu kasus 9 1
pelanggaran di lapangan
- Menilai kinerja Polantas 10 1
Total 2 4 1 1 1 1 10
Psikomotorik meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen, (3) keterampilan
perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris,
diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4) keterampilan fisik,
(5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa melalui gerakan)
meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif.
Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi atau
pengamatan. Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur
tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik
dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain,
observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik.
Observasi dilakukan pada saat proses kegiatan itu berlangsung. Pengamat terlebih
dahulu harus menetapkan kisi-kisi tingkah laku apa yang hendak diobservasinya, lalu
dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi. Pengisian hasil
observasi dalam pedoman yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam
bentuk uraian mengenai tingkah laku yang tampak untuk diobservasi, bisa pula dalam
bentuk memberi tanda cek (V) pada kolom jawaban hasil observasi.
Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan
atau kinerja (performance) yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut dapat
berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja.
1) Tes simulasi
Kegiatan psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, jika tidak ada alat
sesungguhnya yang dapat dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik,
sehingga peserta didik dapat dinilai tentang penguasaan keterampilan dengan
bantuan peralatan tiruan atau berperaga seolah-olah menggunakan suatu alat yang
sebenarnya.
2) Tes unjuk kerja (work sample)
Kegiatan psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, dilakukan dengan
sesungguhnya dan tujuannya untuk mengetahui apakah peserta didik sudah
menguasai/ terampil menggunakan alat tersebut. Misalnya dalam melakukan praktik
pengaturan lalu lintas lalu lintas di lapangan yang sebenarnya.
Tes simulasi dan tes unjuk kerja, semuanya dapat diperoleh dengan observasi
langsung ketika peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Lembar observasi
dapat menggunakan daftar cek (check-list) ataupun skala penilaian (rating scale).
Psikomotorik yang diukur dapat menggunakan alat ukur berupa skala penilaian
terentang dari sangat baik, baik, kurang, kurang, dan tidak baik.
Hal yang diperhatikan dalam mengembangkan butir tes keterampilan :
Mengacu indikator kompetensi yang dikembangkan.
Mengidentifikasi langkah kerja yang diobservasi.
Menentukan model skala yang dipakai, yakni rating scale atau check list.
Membuat rubrik/ pedoman penskoran yang dilengkapi dengan kategorisasi
keberhasilan kompetensi yang dikembangkan.
152
Penilaian afektif
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah
afektif kemampuan yang diukur adalah: menerima (memperhatikan), merespon,
menghargai, mengorganisasi, dan karakteristik suatu nilai.
Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap kegiatan
suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung
(positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan
berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi.
Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi
berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi
berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu, sikap
selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden,
apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh
sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif
dan pernyataan negatif.
Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala
Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai
oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak
setuju.
NO. PERNYATAAN SS S R TS STS
Keterangan:
SS: sangat setuju
S : setuju
R : tidak punya pendapat/ ragu-ragu
TS : tidak setuju
STS: sangat tidak setuju
Beberapa petunjuk untuk menyusun Skala Likert:
Tentukan objek yang dituju, kemudian tetapkan variabel yang akan diukur dengan
skala tersebut.
Lakukan analisis variabel tersebut menjadi beberapa subvariabel atau dimenSi
variabel, lalu kembangkan indikator setiap dimensi tersebut.
Dari setiap indikator di atas, tentukan ruang lingkup pernyataan sikap yang
berkenaan dengan aspek kognisi, afeksi, dan konasi terhadap objek.
Susunlah pernyataan untuk masing-masing aspek tersebut dalam dua kategori,
yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif, secara seimbang banyaknya.
Tahapan mengembangkan kisi-kisi instrumen afektif adalah sebagai berikut:
Pilih ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap.
Tentukan indikator sikap.
Pilih tipe skala yang digunakan, misalnya; skala Likert dengan lima skala, seperti
sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju.
Tentukan nomor butir soal sesuai dengan indikator sikap.
153
Skor untuk masing masing sikap di atas dapat berupa angka. Akan tetapi, pada
tahap akhir skor tersebut dirata-ratakan dan dikonversikan ke dalam bentuk kualitatif.
Skala penilaian dibuat dengan rentangan dari 1 sampai dengan 5. Penafsiran angka-
angka 1= sangat kurang , 2 = kurang, 3 = cukup, 4 = baik, 5 = amat baik.
Jadi skor maksimum = 5 (skor maks setiap indikator) X 6 (indikator) = 30.
Nilai afektif diberikan dalam bentuk huruf, oleh karena itu total skor yang telah
diperoleh harus dikonversi. Banyak cara untuk mengkonversi skor menjadi nilai,
salah satunya yang sederhana yaitu menggunakan kriteria.
Nilai konversi NILAI KONVERSI
Kualifikasi STANDAR 4
91-100 Baik sekali 4
81-90 Baik 3
71-80 Sedang 2
61-70 Kurang 1
kurang dari 61 Gagal Gagal
Konversi Nilai =
BAB X
KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)
1. PENGANTAR
KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) adalah kriteria paling rendah untuk
menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan. KKM harus ditetapkan diawal tahun
ajaran oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di
satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang
hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi
pertimbangan utama penetapan KKM. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dijadikan
dasar patokan nilai terendah dalam penilaian peserta didik. Jika peserta didik
mampu mendapatkan nilai di atas KKM maka dianggap peserta didik tersebut telah
tuntas atau menguasai kompetensi yang dipelajari. Sebaliknya jika ditemukan
peserta didik mendapat nilai di bawah KKM berarti perlu adanya perbaikan.
KKM ditetapkan oleh sekolah pada awal tahun pelajaran dengan
memperhatikan:
Intake (kemampuan rata-rata peserta didik)
Kompleksitas (mengidentifikasi indikator sebagai penanda tercapainya
kompetensi dasar)
Kemampuan daya pendukung (berorientasi pada sumber belajar)
KKM ditetapkan pada awal tahun pelajaran oleh satuan pendidikan berdasarkan
hasil musyawarah guru mapel di satuan pendidikan;
Ketuntasan Belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu
kompetensi dasar berkisar antara 0 - 100%.
Nilai KKM dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat dengan rentang 0 - 100.
Sekolah dapat menetapkan KKM di bawah nilai ketuntasan belajar maksimal,
dan berupaya secara bertahap meningkatkan untuk mencapai ketuntasan
maksimal.
Nilai KKM harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar Peserta didik.
Fungsi KKM
Sebagai acuan bagi seorang guru untuk menilai kompetensi peserta didik sesuai
dengan Kompetensi Dasar (KD) suatu mata pelajaran atau Standar Kompetensi
(SK).
Sebagai acuan bagi peserta didik untuk mempersiapkan diri dalam mengikuti
pembelajaran.
Sebagai target pencapaian penguasaan materi sesuai dengan SK/KD- nya.
Sebagai salah satu instrumen dalam melakukan evaluasi pembelajaran.
Sebagai "kontrak” pedagogik antara pendidik, peserta didik dan masyarakat
(khususnya orang tua dan wali murid).
Menentukan KKM dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata
peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber daya
pendukung meliputi warga sekolah/ madrasah, sarana dan prasarana dalam
1nenyelenggarakan.5atuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria
Ketuntasan Belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.
Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran disahkan
oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam melakukan
penilaian.
KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan.
KKM dicantumkan dalam LHB pada saat hasil penilaian dilaporkan kepada
orang tua/ wali peserta didik.
c. Penentuan KKM
1) Kompleksitas
Tingkat Kompleksitas: (kesulitan dankerumitan) setiap KD atau indikator yang
harus dicapai oleh peserta didik. Kompleksitas tinggi, apabila dalam
mencapai kompetensi yang diperlukan; 1). Guru; memahami kompetensi
yang harus dicapai peserta didik, kreatif dan inovatif dalam melaksanakan
pembelajaran, 2). Waktu; cukup lama karena perlu pengulangan, 3). Peserta
didik: penalaran dan kecermatan peserta didik yang inggi.
2) Daya dukung.
Ketersediaan tenaga, sarana dan prasarana pendidikan yang diperlukan,
biaya operasional pendidikan, manajemen sekolah, kepedulian stakeholders
sekolah.
3) Intake peserta.
Adalah tingkat kemampuan rata-rata peserta didik. Pada tingkat X dapat
didasarkan pada hasil seleksi penerimaan peserta didik baru, Nilai ujian
nasional, rapor kelas 3 SMP, test seleksi masuk atau psikotes. Pada tingkat
XI dan XII didasarkan pada tingkat pencapaian KKM peserta didik pada
semester atau kelas sebelumnya.
3) Penerapan (C 3),
4) Analisis (C 4),
5) Sentesis (C 5),
6) Evaluasi (C 6).
2. Apektif (A)
Apektif adalah kejiwaan, rohani, nurani, tingkatannya ada lima tingkatan,yakni:
Menerima (A 1).
Menanggapi (A 2).
Menilai (A 3).
Mengelola (A 4).
Menghayati (A 5).
3. Psikomotorik (P)
Psikomotorik adalah keterampilan gerakan fisik, tingkatannya ada empat, yakni:
Peniruan (P 1)
Manipulasi (P 2)
Artikulasi ( P 3)
Pengalamiahan (P 4)
1) Kriteria kompleksitas
JENIS TINGKAT RENTANG
No. SKOR NILAI
PENDEKATAN KOMPETENSI NILAI
1. Pengetahuan
50 – 64 Tinggi 1
dan pemahaman
2. Penerapan dan
1 Ranah kognitif 65 – 80 Sedang 2
analisis
3. Sintesis dan
81 - 100 Rendah 3
evaluasi
1. Menerima dan 50 – 64 Tinggi 1
menanggapi
2 Ranah afektif 2. Menilai dan 65 – 80 Sedang 2
mengolah
3. Menghayati 81 - 100 Rendah 3
1. Peniruan dan 50 – 64 Tinggi 1
Ranah manipulasi
3
psikomotor 2. Artikulasi 65 – 80 Sedang 2
3. pengalamiahan 81 - 100 Rendah 3
1 56 – 80 Sedang 2
81 - 100 Tinggi 3
1 56 – 80 Sedang 2
81 – 100 Tinggi 3
2
Dst
Jadi KKM nya 67. KKM 67 untuk KKM satu indikator, sementara yang dicari
adalah KKM mata pelajaran, maka untuk mencari KKM mata pelajaran, melalui
KKM indikator, yakni carilah KKM setiap indikator untuk satu semester,
kemudian dijumlahkan, hasil penjumlahan dibagi sebanyak indikator dalam
satu semester, maka dapatlah nilai rata-rata, maka nilai rata-rata ini menjadi
nilai KKM mata pelajaran.
Kemudian dalam menafsirkan KKM dapat pula dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya:
Pemberian Point/Skor, Pemberian Poin adalah dengan memberikan point pada
setiap kriteria yang ditetapkan, Kompleksitas (tingkat kesulitan/ kerumitan).
Kompleksitas tinggi pointnya = 1
Kompleksitas sedang pointnya = 2
Kompleksitas rendah pointnya = 3
Daya dukung (Sarana/ prasarana, kemampuan guru, lingkungan biaya):
Daya dukung tinggi pointnya = 3
Daya dukung sedang pointnya = 2
Daya dukung rendah pointnya = 1
Intake Siswa (masukan kemampuan siswa):
Intake siswa tinggi pointnya = 3
Intake siswa sedang pointnya = 2
Intake siswa rendah pointnya = 1
Contoh: Jika indikator memiliki kreteria sebagai berikut; Kompleksitas tinggi =1,
daya dukung tinggi =3, intake sisaa sedang = 2, maka KKM-nya adalah (1 + 3 + 2) /x
10= 66, 7 %.
Dengan menggunakan rentang nilai/skala penilaian. Dengan menggunakan
rentang nilai/skala penilaian adalah sebagai berikut:
Kompleksitas (tingkat kesulitan / kerumitan);
Kompleksitas tinggi rentang nilainya = <65
Kompleksitas sedang rentang nilainya = 65 -79
Kompleksitas rendah rentang nilainya = 8 -100
Daya dukung (sarana/prasarana, kemampuan guru, lingkungan dan biaya) adalah;
Daya dukung tinggi rentang nilainya = 80- 100.
Daya dukung sedang rentang nilainya = 65 -79
Daya dukung sedang rentang nilainya = < 65
Intake siswa (masukan Kemampuan Siswa) adalah;
Intake siswa tinggi rentang nilainya = 80- 100
Intake siswa sedang rentang nilainya = 65-79
Intake siswa sedang rentang nilainya = < 65
dilakukan pembimbing implementasi ku rikulum 2013. Jadi tidak ada alasan lagi bagi
guru untuk tidak melaksanakannya.
Bila dipahami secara keseluruhan, kurikulum 2013 lebih bagus karena siswa
berperan aktif dalam pembelajaran setiap mata pelajaran yang diberikan. Penillaian
juga menitikberatkan pada sikap, ketrampilan dan pengetahuan.
Pada Kurikulum 2013 juga adanya ketuntasan bagi peserta didik tetapi sangat
berbeda dengan penerapan kurikulum KTSP. Seperti yang kita ketahui bersama,
pada kurikulum sebelumnya dikenal istilah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).
Dalam hal ini KKM menjadi tolok ukur apakah seorang peserta didik dikatakan tuntas
atau tidak dalam menempuh kompetensi tertentu. KKM sendiri ditentukan dengan
memperhatikan tiga aspek yaitu: intake, kompleksitas, dan daya dukung. Sehingga,
terdapat perbedaan KKM hampir di setiap mata pelajaran dan bahkan antar mata
pelajaranpun dalam satu satuan pendidikan mungkin juga berbeda KKMnya.
Konversi Nilai Skala 1-100 Ke Skala 1-4 Penilaian Pengetahuan, Keterampilan
dan Sikap.
Table Konversi Nilai Akhir
N NILAI AKHIR KONVERSI NILAI NILAI NILAI
O. KTSP AKHIR K13 PENGETAHUAN SIKAP
SKALA 1-100 INTERVAL SKALA DAN
1-4 KETERAMPILAN SB
1 91,75-100,0 3,67 – 4,00 4,00 A
Dalam kurikulum 2013 nilai yang diperoleh siswa tidak lagi berupa angka 0-100
melainkan 1-4 dengan kelipatan 0,33. Dalam kurikulum 2013 siswa dinilai dalam 3
kompetensi yaitu sikap (KI-1 dan KI-2), pengetahuan (KI-3), dan keterampilan (KI-4).
Sesuai dengan Permendikbud 81A Tahun 2013, untuk KI-3 dan KI-4 peserta
didik dapat dikatakan tuntas apabila menunjukkan indikator nilai Z 2.66 dari hasil tes
formatif. Sedangkan, untuk KI-l dan KI-2 peserta didik dinyatakan tuntas jika profil
sikap peserta didik secara umum berada pada kategori baik (B) menurut standar
yang ditetapkan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Bagaimana jika yang tidak tuntas adalah kompetensi sikap? ]ika peserta didik
belum dinyatakan tuntas untuk kompetensi sikap (KI-l dan KI-2) maka pembinaan
terhadap peserta didik yang secara umum profil sikapnya belum berkategori baik
dilakukan secara holistik (paling tidak oleh guru mata pelajaran, guru BK, dan orang
tua).
163
Keterangan :
A. Nilai Pengetahuan
1. Capaian Kompetansi Pengetahuan
Penilaian Pengetahuan dilakukan oleh Guru mata pelajaran (Pendidik),
terdiri atas: nilai proses (Nilai Harian) = NH; nilai Ulangan Tengah
Semester = NTS; dan Nilai ulangan Akhir Semester = NAS.
Nilai "Harian (NH) dapat dilakukan melalui tes tulis, tes lisan, atau
penugasan setiap kompetensi dasar (KD) sesuai dengan karakteristik KD
tersebut.
Rerata Nilai Harian (RNH) diperoleh dari rerata hasil Tes Tulis, Tes
Lisan, dan Penugasan setiap Kompetensi Dasar (KD).
Capaian Kompetensi Pengetahuan merupakan rerata atau menggunakan
bobot dari data RNH, NTS, dan NAS. Penentuan besarnya bobot pada
masing-masing RNI, NTS, dan NAS merupakan kebijakan satuan
pendidikan yang dirumuskan bersama dengan dewan guru. Beberapa hal
yang dapat menjadi pertimbangan bagi satuan pendidikan dalam
menentukan besarnya bobot adalah: a). tingkat cakupan kompetensi
yang diukur; b). Konsistensi dan kontinuitas pengukuran pencapaian
kompetensi; c). Keakuratan pengukuran pelaksanaan masing-masing
ulangan; dan d). Pemenuhan kompetensi secara bertahap dan
menyeluruh.
2. ]ika peserta didik belum dinyatakan tuntas untuk KI-3 dan KI-4 maka
diberikan remedial individual sesuai dengan kebutuhan kepada peserta didik
yang memperoleh nilai kurang dari 2.66 dan diadakan remedial klasikal
sesuai dengan kebutuhan apabiia lebih dari 75% peserta didik memperoleh
nilai kurang dari 2.66.
B. Nilai Keterampilan
Nilai Keterampilan adalah menilai kompetensi keterampilan meiaiui peniiaian
kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu
kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, proyek, dan penilaian
portofolio. insuumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating
scale) yang dilengkapi rubrik. Rubrik adalah daftar kriteria yang menunjukkan kinerja,
aspek-aspek atau konsep-konsep yang akan dinilai, dan gradasi mutu, mulai dari
tingkat yang paling sempurna sampai yang paling buruk. Nilai KKM pengetahan
ketrampilan adalah 2,66. Bila kurang dari nilai ini maka dilakukan remedial sebelum
nilai dimuat dalam rapor semester tersebut. Nilai keterampilan yang tercakup dalam
kurikulum 2013 adalah:
164
a) Test Praktek
Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan
melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi.
b) Tes Proyek
Proyek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang leliputi kegiatan
perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan
dalam waktu tertentu. Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian
terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu.
Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan,
pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data.
Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman,
kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan
menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.
Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan
yaitu sebagai berikut:
Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan
mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap
pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelaiaran.
Keaslian;
Projek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya,
dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan
terhadap proyek peserta didik.
Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan,
sampai hasil akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan
yang perlu dinilai, seperti penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data,
dan penyiapan laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat
disajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan
alat/instrumen penilaian berupa daftar cek atau skala penilaian.
c) Penilaian Produk
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan
kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan
peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan,
pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat
dari kayu, keramik, plastik, dan logam atau alat-alat teknologi tepat guna
yang sederhana. Pengembangan produk meliputi tiga tahap dan setiap tahap
perlu diadakan penilaian yaitu:
Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan
merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan
mendesain produk.
165
C. Penilaian Sikap
Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian
diri (self assessment), penilaian " teman sejawat" (peer assessment), dan jurnal.
Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan
kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu. Sikap juga sebagai
ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang.
Penilaian sikap yang dapat dilakukan oleh para guru dengan menilai perilaku
sehingga penilaian sikap dilakukan dengan cara observasi perilaku, Kompetensi
sikap pada pembelajaran Fisika yang harus dicapai peserta didik sudah terinci
166
3.1 Mempraktikkan
168
3 3.Mempraktikkan rangkaian
keterampilan senamlantai dengan
senam lantai dan menggunakan
nilai-nilai yang bantuan serta nilai
terkandung di percaya diri,
dalamnya. kerjasama,
tanggungjawab dan
menghargai teman
Senam lantai 72 72 73 73
KKM : 73
Nomor Kompetensi Dasar Kriteria Ketuntasa Minimal
Urut SK Kriteria Penetapan Keputusan Nilai
KKM
Kompleksitas Daya Intake
Dukung
1 1.Mempraktikkan 1.1 Mempraktikkan
berbagai keterampilan bermain
keterampilan salah satu permainan
permainan dan olahraga beregu
olahraga dalam bola besar serta nilai
bentuk sederhana kerjasama, kejujuran,
dan nilai-nilai menghargai,
yang terkandung semangat, dan
di dalamnya, percaya diri.
Permainan Bola voli 73 74 73 73
1.2 Mempraktikkan
keterampilan bermain
salah satu permainan
dan olaraga bola kecil
dengan menggunakan
peraturan dimodifikasi
serta nilai kerjasama,
kejujuran, menghargai
dan percaya diri
Bermain soft 74 72 73 73
ball/Base ball
1.3 Mempraktikkan
keterampilan atletik
dengan menggunakan
peraturan yang
dimodifikasi serta nilai
kerjasama, kejujuran,
menghargai, semngat
dan percaya diri.
Atletik
1.4 Mempraktikkan 73 74 72 73
keterampilan gerak
olehraga bela diri
serta nilai kejujuran,
toleransi, kerja keras
dan percaya diri
Beladiri pencak silat
74 72 73 73
2.1 Mempraktikkan
2 2.Mempraktikkan berbagai bentuk
latihan kebugaran kebugaran jasmani
170
kecelakaan di air
dengan sistim
Resusitas Janting dan
Paru (RJP) serta nilai
disiplin, kerja keras,
keberanian dan
tanggungjawab. 74 73 73 73
Penyelematan
6.Mempraktikkan kecelakaan di air.
6 perencanaan
Penjelajahan dan 6.1 Mempraktikkan
penyelamatan keterampilan dasar-
aktivitas di alam dasar kegiatan
bebas dan nilai- menjelajah gunung
nilai yang serta nilai
terkandung di tanggungjawab,
dalamnya. kerjasama, toleransi,
tolong menolong, dan
melaksanakan
7.Menerapkan keputusan kelompok, 74 72 73 73
7 budaya hidup Penjelajahan gunung
sehat. 7.1 Menganalisis 73 73 74 73
dampak seks bebas
7.2 Memahami cara 73 73 74 73
menghindari sesk
bebas
…………………. ………………………..
172
BAB XI
PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK
1. PENGANTAR
Materi ini merupakan ringkasan atau intisari dari Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2015 Tentang Penilaian Hasil Belajar
Oleh pendidik dan satuan pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Kurikulum 2013 sebagai kurikulum yang baru memiliki arah dan paradigma yang
berbeda dibandingkan kurikulum-kurikulum sebelumnya, yakni kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) tahun 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun
2006. Pada setiap kurikulum, evaluasi menjadi hal yang sangat penting untuk di perhatikan,
mengingat evaluasi sebagai salah satu alat untuk menilai dan mengukur tingkat kemampuan
peserta didik di samping memahami perubahan-perubahan yang terjadi pada keseharian
peserta didik. Kurikulum 2013 mengisyaratkan penting sistem penilaian diri, dimana peserta
didik dapat menilai kemampuannya sendiri. Sistem penilaian mengacu pada tiga (3) aspek
penting, yakni: Knowlidge, Skill dan Attitude.
Dalam peraturan Permendiknas nomor 20 tahun 2007 tentang standar penilaian
pendidikan disebutkan bahwa “Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil
belajar peserta didik. Setiap skill, knowlidge dan attitude peserta didik harus dinilai dengan
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan jenis evaluasi yang digunakan.
Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan informasi untuk menentukan
pencapaian hasil belajar peserta didi. Penilaian menjadi penentu tingkat keberhasilan
peserta didik dalam sistem pembelajaran.
Model penilaian dalam kurikulum 2013 yang dilakukan saat proses pembelajaran
berlangsung berdasarkan tiga komponen di atas. Diantara teknik dan instrumen penilaian
sebagai berikut :
1) Penilaian kompetensi sikap
Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri,
penilaian ”teman sejawat” (peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen
yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antar peserta didik
adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan
pada jurnal berupa catatan pendidik.
2) Penilaian Kompetensi Pengetahuan
Menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.
3) Penilaian Kompetensi Keterampilan
Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui Penilaian kinerja, yaitu
penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi
tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen
yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi
rubrik.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik yang dilakukan secara berkesinambungan
bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk
meningkatkan efektivitas pembelajaran. Adapun penilaian terhadap peserta didik
dapat dilihat sebagai berikut.
174
Lingkup Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik mencakup aspek sikap, aspek
pengetahuan, dan aspek keterampilan. Lingkup Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan
Pendidikan mencakup aspek pengetahuan dan aspek keterampilan.
Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik menggunakan berbagai instrumen
penilaian berupa tes, pengamatan, penugasan perseorangan atau kelompok, dan
bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan
peserta didik. Instrumen penilaian yang digunakan oleh Satuan Pendidikan dalam
bentuk Penilaian Akhir dan/ atau Ujian Sekolah/Madrasah memenuhi persyaratan
substansi, konstruksi, dan bahasa serta memiliki bukti validitas empirik.
2. Pengetahuan
Sasaran Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada kemampuan berpikir adalah
sebagai berikut.
Kemampuan Berpikir Deskripsi
Mengingat: Pengetahuan hafalan: ketepatan, kecepatan,
Mengemukakan kembali kebenaran pengetahuan yang diingat dan kembali
sudah dipelajari dari guru, apa yang digunakan ketika menjawab pertanyaan
buku, sumber lainnya tentang fakta, definisi konsep, prosedur, guru, buku,
sebagaimana aslinya, tanpa sumber hukum, teori dari apa yang sudah dipelajari
melakukan perubahan. di kelas tanpa diubah/ berubah.
pemikiran antara satu karya satu karya dengan karya lainnya, dan sebagainya.
dengan karya lainnya.
3. Keterampilan
Sasaran Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada keterampilan abstrak berupa
kemampuan belajar adalah sebagai berikut.
Kemampuan belajar Dekripsi
Mengamati Perhatian pada waktu mengamati suatu objek/ membaca
suatu tulisan/ mendengar suatu penjelasan, catatan yang
dibuat tentang yang diamati, kesabaran, waktu (on task)
yang digunakan untuk mengamati.
Menanya Jenis, kualitas, dan jumlah pertanyaan yang diajukan
peserta didik (pertanyaan faktual, konseptual, prosedural,
dan hipotetik).
Mengumpulkan Jumlah dan kualitas sumber yang dikaji/ digunakan,
178
Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes tertulis, tes lisan, dan
penugasan sesuai dengan kompetensi yang dinilai;
Penilaian keterampilan dilakukan melalui praktik, produk, proyek, portofolio, dan/
atau teknik lain sesuai dengan kompetensi yang dinilai;
Hasil penilaian pencapaian pengetahuan dan keterampilan oleh pendidik
disampaikan dalam bentuk angka dan/ atau deskripsi; dan
Peserta didik yang belum mencapai KKM harus mengikuti pembelajaran remedi.
Hasil belajar yang diperoleh dari penilaian oleh pendidik digunakan untuk
menentukan kenaikan kelas peserta didik. Peserta didik dinyatakan tidak naik kelas
apabila hasil belajar dari paling sedikit 3 (tiga) mata pelajaran pada kompetensi
pengetahuan, keterampilan belum tuntas dan/ atau sikap belum baik.
Dalam bentuk penilaian dengan skala penilaian maka dapat dijelaskan pula
sebagai berikut:
1) Penilaian Hasil Belajar olehPendidik untuk kompetensi sikap, kompetensi
pengetahuan, dan kompetensi keterampilan menggunakan skala penilaian.
181
2) Skala penilaian sebagaimana dimaksud pada point (1) di atas untuk kompetensi
sikap menggunakan rentang predikat Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C),
dan Kurang (K).
3) Skala penilaian sebagaimana dimaksud pada point (1) di atas untuk kompetensi
pengetahuan dan kompetensi keterampilan menggunakan rentang angka dan
huruf 4,00 (A) - 1,00 (D) dengan rincian sebagai berikut:
03,85 - 4,00 dengan huruf A;
03,51 - 3,84 dengan huruf A-;
03,18 - 3,50 dengan huruf B+;
2,85 - 3,17 dengan huruf B;
02,51 - 2,84 dengan huruf B-;
02,18 - 2,50 dengan huruf C+;
1,85 - 2,17 dengan huruf C;
1,51 - 1,84 dengan huruf C-;
1,18 - 1,50 dengan huruf D+;
1,00 - 1,17 dengan huruf D.
dan genap dalam satu tahun pelajaran untuk menentukan kenaikan kelas.
Ketuntasan kompetensi sikap ditetapkan dengan predikat Baik. Skor rerata untuk
ketuntasan kompetensi pengetahuan ditetapkan paling kecil 2,67. Capaian Optimum
untuk ketuntasan kompetensi keterampilan ditetapkan paling kecil 2,67.
1) Observasi
Sikap dan perilaku keseharian peserta didik direkam melalui pengamatan
dengan menggunakan format yang berisi sejumlah indikator perilaku yang
diamati, baik yang terkait dengan mata pelajaran maupun secara umum.
Pengamatan terhadap sikap dan perilaku yang terkait dengan mata pelajaran
dilakukan oleh guru yang bersangkutan selama proses pembelajaran
berIangsung, seperti: ketekunan belajar, percaya diri, rasa ingin tahu,
kerajinan, kerjasama, kejujuran, disiplin, peduli lingkungan, dan selama
peserta didik berada di sekolah atau bahkan di luar sekolah selama
perilakunya dapat diamati guru.
2) Penilaian diri (self assessment)
Penilaian diri digunakan untuk memberikan penguatan (reinforcement)
terhadap kemajuan proses belajar peserta didik. Penilaian diri berperan
penting Bersamaan dengan bergesernya pusat pembelajaran dari guru ke
peserta didik yang didasarkan pada konsep belajar mandiri (autonomous
learning).
Untuk menghilangkan kecenderungan peserta didik menilai diri terlalu
tinggi dan subyektif, penilaian diri dilakukan berdasarkan kriteria yang jelas
dan objektif. Untuk itu penilaian diri oleh peserta didik di kelas perlu dilakukan
melalui langkah-langkah sebagai berikut.
Menjelaskan kepada peserta didik tujuan penilaian diri.
Menentukan kompetensi yang akan dinilai.
183
2) Projek
Penilaian projek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman,
kemampuan mengaplikasi, kemampuan menyelidiki dan kemampuan
menginformasikan suatu hal secara jelas. Penilaian projek dilakukan mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pelaporan. Untuk itu, guru perlu
menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan
desain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapan laporan tertulis/
lisan. Untuk menilai setiap tahap perlu disiapkan kriteria penilaian atau
rubrik.
3) Produk
Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat
produk-produk, teknologi, dan seni, seperti: makanan (contoh: tempe, kue,
asinan, bakso, dan nata de coco), pakaian, sarana kebersihan (contoh:
sabun, pasta gigi, cairan pembersih dan sapu), alat-alat teknologi (contoh:
adaptor ac/ dc dan bel listrik), hasil karya seni (contoh: patung, lukisan dan
gambar), dan barang-barang terbuat dari kain, kayu, keramik, plastik, atau
logam.
Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu
diadakan penilaian yaitu:
Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan
merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan
mendesain produk.
Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan
peserta didik dalamb menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan
teknik.
Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang
dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan, misalnya
berdasarkan, tampilan, fungsi dan estetika.
Penilaian produk biasanya menggunakan cara analitik atau holistik.
a) Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan
terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses
pengembangan (tahap: persiapan, pembuatan produk, penilaian produk).
b) Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya
dilakukan hanya pada tahap penilaian produk.
2 Proses Pembuatan
a. Persiapan Alat dan Bahan
b. Teknik Pengolahan
c. K3 (Keamanan, Keselamatan dan
Kebersihan)
3 Hasil Produk
a. Bentuk Fisik
b. Bahan
c. Warna
d. Pewangi
e. Kebaruan
Total Skor
* Aspek yang dinilai disesuaikan dengan jenis produk yang dibuat
** Skor diberikan tergantung dari ketepatan dan kelengkapan jawaban yang
diberikan. Semakin lengkap dan tepat jawaban, semakin tinggi perolehan
skor.
4) Portofolio
Penilaian portofolio pada dasarnya menilai karya-karya peserta didik
secara'individu pada satu periode untuk suatu mata pelajaran. Akhir suatu
periode hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru dan peserta
didik sendiri. Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan
peserta didik sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan peserta didik
dan terus menerus melakukan perbaikan. Dengan demikian, portofolio dapat
memperlihatkan dinamika kemampuan belajar peserta didik melalui
sekumpulan karyanya, antara lain: karangan, puisi, surat, komposisi musik,
gambar, foto, lukisan, resensi buku/literatur, laporan penelitian, sinopsis dan
karya nyata individu peserta didik yang diperoleh dari pengalaman. Berikut
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan penilaian portofolio.
Peserta didik merasa memiliki portofolio sendiri.
Tentukan bersama hasil kerja apa yang akan dikumpulkan.
Kumpulkan dan simpan hasil kerja peserta didik dalam satu map atau
folder.
Beri tanggal pembuatan.
Tentukan kriteria untuk menilai hasil kerja peserta didik.
Minta peserta didik untuk menilai hasil kerja mereka secara
berkesinambungan.
Bagi yang kurang beri kesempatan perbaiki karyanya, tentukan jangka
waktunya
Bila perlu, jadwalkan pertemuan dengan orang tua
190
Contoh Format
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Albkasi Waktu :
Satu Semester :
Sampel yang dikumpulkan karangan :
Nama Peserta didik :
Kelas :
5) Tertulis
Selain menilai kompetensi pengetahuan, penilaian tertulis juga digunakan
untuk menilai kompetensi keterampilan, seperti menulis karangan, menulis
laporan, dan menulis surat.
191
BAB XII
FORMAT RAPOR
1. PENGANTAR
Rapor, adalah laporan kemajuan belajar peserta didik dalam kurun waktu satu
semester. Laporan prestasi mata pelajaran, berisi informasi tentang pencapaian
kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum 2013. Rapor merupakan laporan
hasil penilaian yang diberikan oleh pendidik kepada anak didik sebagai bentuk nilai
dan/ arau deskripsi pencapaian kompetensi untuk hasil penilaian kompetensi
pengetahuan serta keterampilan termasuk penilaian hasil pembelajaran tematik-
terpadu. Deskripsi sikap diberikan untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual
dan sikap sosial.
Fungsi rapor adalah:
Sebagai pelaporan kepada orang tua peserta didik dilakukan secara berkala
setiap tengah semester dan akhir semester.
Bentuk laporan ini berupa laporan hasil penilaian tengah semester.
Mengukur ketuntasan seorang pendidik dalam menyelesaikan satuan
pendidikan yang berdasarkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Konten rapor;
Kelompok A Wajib
Kelompok B Wajib
Kelompok C Wajib
Kelompok C1 Dasar Bidang Keahlian
Kelompok C2 Dasar Program Keahlian
Kelompok C3 Paket Keahlian
2. Penilaian Keterampilan
a. Penilaian Keterampilan dilakukan oelh Guru Mata Pelajaran (Pendidik)
b. Penilaian Keterampilan diperoleh melalui penilaian kinerja yang terdiri atas:
1) Nilai Praktik
2) Nilai Portofolio
3) Nilai Proyek
c. Penilaian Keterampilan dilakukan pada setiap akhir menyelesaikan satu KD.
d. Pengolahan Nilai untuk Keterampilan menggunakan penilaian kuantitatif 1– 4:
Sangat Baik =4
Baik =3
Cukup =2
Kurang =1
Dengan kelipatan 0,33, dengan 2 (dua) decimal di belakang koma seperti
sebagai berikut:
195
3. Penilaian Sikap
a. Penilain sikap (spiritual dan sosial) dilakukan oleh guru mata pelajaran
(pendidikan)
b. Penilaian sikap diperoleh menggunakan instrumen:
1) Penilaian observasi (Penilaian Proses)
2) Penilaian diri sendiri
3) Penilaian antar teman
4) Jurnal catatan guru
c. Nilai observasi diperoleh dari hasil pengamatan terhadap proses seikap
tertentu pada sepanjang proses pembelajaran saru Kompetensi Dasar (KD).
d. Untuk penilaian sikap spiritual dan sosial (KI 1 dan KI 2) menggunakan nilai
kualitatif sebagai berikut:
No. Rentang Nilai Keterangan
1 80 – 100 SB = Sangat Baik
2 70 – 79 B = Baik
3 60 – 69 C = Cukup
4 < 60 K = Kurang
e. Penghitungan nilai sikap adalah dengan cara :
1) Memperoleh pembobotan
2) Pembobotan ditetapkan oleh satuan pendidik dengan mempertimbangkan
karakteristik sekolah dan peserta didik.
3) Nilai proses atau nilai observasi disarankan diberi bobot lebih besar dari
pada penilaian diri sendiri, Nilai antar teman, dan nilai jurnal guru karena
lebih lebih mencerminkan proses perkembangan perilaku peserta didik
yang otentik.
4) Contoh : Pembobotan 2 : 1 : 1 : 1 untuk
Nilai Observasi : Nilai Penilaian Diri Sendiri : Nilai Antar teman : Nilai
Jurnal Guru
(Jumlah perbandingan pembobotan = 5).
Siswa A dalam Mata Pelajaran Agama dan Budi Pekerti meperoleh:
Nilai Obsevasi = 85
Nilai diri sendiri = 75
Nilai antar teman = 80
Nilai Jurnal = 75
Nilai Rapor = {(2x85)+(1x75)+(1x80)+(1x75)} : 5
= (170+75+80+75) : 5
= 400: 5
Nilai Rapor = 80
Nilai Konversi = 80 = SB (Sangat Baik)
Deskripsi = sangat baik dalam proses pembelajaran, perlu
berkomunkasi untuk meningkatkan sikap percaya diri.
4. FORMAT RAPOR
Format dan penjelasan lebih jauh tentang Rapor ini terdapat pada lampiran.
197
DAFTAR PUSTAKA
Anas Sudijono. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo persada,
Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safruddin Abd. Jabar, 2010, Evaluasi Program Pendidikan,
Pedoman Teoretis Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Asep Jihad dan Abdul Haris. 2010. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Press.
Asmawi Zainul dan Noehi Nasoetion. 1997. Penilaian Hasil Belajar. Pusat Antar Universitas,
Direktorat Jenderal Pendidikan TInggi: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2006. Model Penilaian Kelas. ]akarta:
Depdiknas
Dali, S. Naga. 1992. Pengantar Teori Sekor Pada Pengukuran Pendidikan Jakarta:
Gunadarma.
Dani Hidayat. 2010. Sistem Evaluasi Pendidikan. Tasikmalaya: Ma'had’ Aly Persatuan
Islam.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1997. Manual Item And Test Analysis (Iteman).
Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sistem Pengujian.
Depdiknas. 2001. Penyusunan Butir Soal dan Instrumen Penilaian (Pedoman bagi Jabatan
Fungsional Pengawas Sekolah dan Jabatan Fungsional Guru). Jakarta: Ditjen
Dikdasmen.
Depdiknas. 2010. Petunjuk Teknis (J uknis) Penetapan Nilai KKM. Jakarta: Direktorat
Pembina Sekolah Menengah Umum, Departemen Pendidikan Nasional.
Djaali, Pudji Muljono. 2007. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Ence Surahman, Ziaurrahman. 2014. Makalah Teori Evaluasi Dalam Pendidikan. Program
Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Hamid Hasan, S dan Asmawi Zainul. 1991. Evaluasi Hasil Belajar. Jakarta: Depdikbud.
Haryati, Mimin. 2010. Model dan Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta:
Gaung Persada Press.
Ign Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Yogyakarta:
Kanisius.
Irianwati, Nanik, 2013. Modul Penilaian Dalam Pembelajaran Anak Usia Dini, BP-PNFI
Provinsi Bengkulu.
Kartawidjaja, Eddy Sowardi. 1987. Pengukuran dan Hasil Evaluasi Belajar. Bandung: Sinar
Baru.
Kusaeri. 2014. Acuan dan Teknik Penilaian Proses dan Hasil Belajar dalam Kurikulum 2013.
Mardapi, Djemari, 2004. Penyusunan Tes Hasil Belajar. Yogyakarta: Program Pascasarjana
UNY.
Masidjo 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Jogjakarta: Kanisius.
Masnur Muslich. 2011. Penilaian Berbasis Kelas dan Kompetensi. Bandung: Refika
Aditama.
Nana Sudjana. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Ngalim Purwanto, 2004, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, 2008. Penilaian Hasil Belajar.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2015
tentang penilaian hasil belajar oleh pemerintah melalui Ujian Nasional, dan penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan melalui Ujian Sekolah/Madrasah/ Pendidikan
Kesetaraan pada SMP/ MTS atau yang sederajat dan SMA/MA/SMK atau yang
sederajat.
199
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik lndonesia Nomor 104 Tahun 2014
tentang penilaian hasil belajar oleh pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2013.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2013.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013.
Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015 tentang Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik dan
Satuan Pendidikan Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Sarwono, Moelyono Biyakto Atmojo. 2002. Evaluasi Pengajaran Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan. Jakarta: Pusat Penerbit Universitas Terbuka.
Seels, B. 1994. Teknologi Pembelajaran Definisi dan Kawasannya. Jakarta: Unit Percetakan
UNJ.
Silverus, Suke, 1991. Evaluasi Hasil Belajar dah Umpan Balik. Jakarta: Grasindo.
Sudjana, Nana, 2005, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sudjana, Nana, R. Ibrahim. 2000. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar
Baru.
Sukardi. 2010. Evaluasi Pendidikan, Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara.
Suprananto, Kusaen. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta: Graha llmu.
Surapranata, Sumarna, 2005. Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes.
Implementasi kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Uno H amzah B dan Stria Kono. 2012. Assesment Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Widoyoko, Eko Putro, 2010. Evaluasi Program Pembelajaran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wirawan, 2011. Evaluasi Teori, model, “standar, aplikasi dan profesi, Jakarta: Rajawali.
Zainul dan Nasution. 2001. Penilaian Hasil belajar. Jakarta: Dirjen Dikti.
http: //www.rangkumanmakalah.com/analisis-kualitas-tes-dan-butirsoal/
www.operatorsekolah.com>RAPOR>SD/Mi>SMA/MA/SMK>SMP/MTs
www.maribelajarbk.web.id.
201
LAMPIRAN
FORMAT RAPOR
RAPOR
PESERTA DIDIK
SEKOLAH DASAR
NISN/NIS
PETUNJUK PENGISIAN
1. Rapor Peserta Didik dipergunakan selama peserta didik yang bersangkutan
mengikuti seluruh program pembelajaran di Sekolah Dasar tersebut;
2. Identitas Sekolah diisi dengan data yang sesuai dengan keberadaan Sekolah
Dasar;
3. Daftar Peserta Didik diisi oleh data siswa yang ada dalam rapor Peserta Didik
ini;
4. Identitas Peserta Didik diisi oleh data yang sesuai dengan keberadaan peserta
didik;
5. Rapor Peserta Didik harus dilengkapi dengan pas foto berwarna (3x4) dan
pengisiannya dilakukan oleh Guku Kelas;
6. Kompetensi inti (KI-1) untuk sikap spiritual diambil dari KI-1 pada muatan
pelajaran pendidikan agama dan budu pekerti;
7. Kompetensi inti 2 (KI-2) untuk sikap sosial diambil dari KI-2 pada muatan
pelajaran PKn;
8. Kompetensi initi 3 dan 4 (KI-3 dan KI-4) diambil dari KI-3 dan KI-4 pada semua
muatan pelajaran;
9. Silap ditulis dengan deskripsi, menggunakan kalimat positif, berisi perkembangan
sikap/ perilaku siswa yang sangat baik dan/ atau baik dan yang mulai/ sedang
berkembang berdasarkan kumpulan hasil observasi (catatan);
10. Pengetahuan dan keterampilan ditulis dengan angka dan deskripsi untuk
masing-masing muatan pelajaran;
11. Deskripsi pengetahuan dan keteranpilan ditulis dengan kalimat positif sesuai
dengan capaian KD tertinggi atau terendah dari masing-masing muatan
pelajaran yang diperoleh peserta didik. Deskripsi berisi pengetahuan dan
keterampilan yang sangat baik/ dan atau baik yang dikuasai dan penguasaannya
belum optimal. Apabila nilai capaian KD muatan pelajaran yang diperoleh dari
suatu muatan pelajaran sama, kolom deskripsi ditulis sesuai dengan capaian
unutk semua KD;
12. Laporan Ekstrakurikuler diisi oleh kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh
peserta didik;
13. Saran-saran diisi oleh hal-hal yang perlu mendapaatkan perhatian peserta didik,
guru, dan orang tua/wali terutama untuk, hal-hal yang tidak didapatkan dari
sekolah.
14. Laporan tinggi dan berat badan peserta didik ditulis berdasarkan hasil
pengukuran yang dilakukan guru bekerjasama dengan pihak lain yang relevan;
15. Laporan kondisi kesehatan fisik diisi dengan deskripsi hasil pemeriksaan yang
dilakukan guru, bekerjasama dengan tenaga kesehatan atau puskesmas
terdekat;
16. Prestasi diisi dengan prestasi peserta didik yang menonjol;
17. Kolom ketidakhadiran ditulis dengan data akumulasi ketidakhadiran peserta didik
karena sakit, izin, atau tanpa keterangan selama satu semester;
18. Apabila peserta didik pindah, maka dicatat di dalam kolom keterangan pindah.
203
RAPOR
PESERTA DIDIK
SEKOLAH DASAR
Nama Sekolah :
NPSN :
NISN/NIS :
Alamat Sekolah :
Kode Pos Telp
Kelurahan/ Desa :
Kecamatan :
Kabupaten/ Kota :
Provinsi :
Webside :
E-mail :
204
……………. , …………..
Pas Foto Kepala Sekolah,
Ukuran NIP
RAPOR PESERTA DIDIK DAN PROFIL PESERTA DIDIK
3x4
Nama Peserta Didik : Kelas :
NISN/NIS : Semester : 1(Satu)
Nama Sekolah : Tahun Pelajaran :
Alamat Sekolah :
A. Sikap
Deskripsi
1. Sikap Spiritual
2. Sikap Sosial
C. Ekstra Kurikuler
No. Kegiatan Ekstrakulikuler Keterangan
1
2
3
D. Saran-Saran
F. Kondisi Kesehatan
No. Aspek Fisik Keterangan
1 Pendengaran
2 Penglihatan
3 Gigi
4
206
G. Prestasi
No. Jenis Prestasi Keterangan
1 Kesenian
2 Olaraga
3
H. Ketidakhadiran
Sakit :……….hari
Izin :……….hari
Tanpa Keterangan :……….hari
Mengetahui ………….,………….20
Orang Tua/ Wali Guru Kelas,
…………………. …………………………
NIP. ……………………
Mengetahui,
Kepala Sekolah
…………………….
NIP………………..
RAPOR PESERTA DIDIK DAN PROFIL PESERTA DIDIK
Nama Peserta Didik : Kelas :
NISN/NIS : Semester : 2(Dau)
Nama Sekolah : Tahun Pelajaran :
Alamat Sekolah :
I. Sikap
Deskripsi
3. Sikap Spiritual
4. Sikap Sosial
Kewarganegaraan
3 Bahasa Indonesia
4 Matematika
5 Ilmu Pengetahuan
Alam
6 Ilmu Pengetahuan
Sosial
7 Seni Budaya dan
Prakarya
8 Pendidikan
Jasmani, Olaraga
dan Kesehatan
9 Muatan Lokal
a…………..
b…………..
c……………
K. Ekstra Kurikuler
No. Kegiatan Ekstrakulikuler Keterangan
1
2
3
L. Saran-Saran
N. Kondisi Kesehatan
No. Aspek Fisik Keterangan
1 Pendengaran
2 Penglihatan
3 Gigi
4
O. Prestasi
No. Jenis Prestasi Keterangan
1 Kesenian
208
2 Olaraga
3
P. Ketidakhadiran
Sakit :……….hari
Izin :……….hari
Tanpa Keterangan :……….hari
Keputusan :
Berdasarkan pencapaian kompetensi pada semester ke-1 dan semester ke-2 siswa
ditetapkan*)
Naik ke kelas ……….. (…………..)
Tinggal di kelas ………… (…………)
Mengetahui ………….,………….20
Orang Tua/ Wali Guru Kelas,
…………………. …………………………
NIP. ……………………
Mengetahui,
Kepala Sekolah
…………………….
NIP………………..
209
NIP
Orang Tua/ Wali
…………,…………
Kepala Sekolah,
NIP
Orang Tua/ Wali
…………,…………
Kepala Sekolah,
NIP
Orang Tua/ Wali
210
………………….. ………………
NIP, ……………..
Mengetahui,
Kepala Sekolah
Nama ………………
NIP:…………………
211
LAPORAN
HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
(SMP)
LAPORAN
HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
(SMP)
Nama Sekolah :
NIS/NSS/NDS :
Alamat Sekolah :
Kode Pos ……………Telp,…………….
Kelurahan :
Kecamatan :
Kota/ Kabupaten :
Provinsi :
Webside :
E-mail :
213
PETUNJUK PENGGUNAAN
1. Buku Laporan Hasil Belajar ini dipergunakan selama peserta didik mengikuti
pelajaran di Sekolah Menengah Pertama (SMP).
2. Apabila peserta didik pindah sekolah, buku Laporan Hasil Belajar dibawa oleh
peserta didik yang bersangkutan untuk dipergunakan sebagai bukti pencapaian
kompetensi.
3. Apabila buku Laporan Hasil Belajar peserta didik yang bersangkutan hilang,
dapat diganti dengan buku Laporan Hasil Belajar Pengganti dan diisi dengan
nilai-nilai yang dikutip dari Buku Induk Sekolah yang bersangkutan.
4. Buku Laporan Hasil Belajar peserta didik ini harus dilengkapi dengan pas foto
ukuran 3 x 4 cm, dan pengisiannya dilakukan oleh wali kelas.
dengan 1,33
3 1,33 < C- ≤ 1,66 Nilai C- = lebih dari 1,33 dan kurang dari atau sama
dengan 1,66
4 1,66 < C ≤ 2,00 Nilai C = lebih dari 1,66 dan kurang dari atau sama
dengan 2,00.
5 2,00 < C+ ≤ 2,33 Nilai C+ = lebih dari 2,00 dan kurang dari atau sama
dengan 2,33
-
6 2,33 < B ≤ 2,66 Nilai B- = lebih dari 2,33 dan kurang dari atau sama
dengan 2,66.
7 2,66 < B ≤ 3,00 Nilai B = lebih dari 2,66 dan kurang dari atau sama
dengan 3,00
8 3,00 < B+ ≤ 3,33 Nilai B+ = lebih dari 3,00 dan kurang dari arau sama
dengan 3,33
-
9 3,33 < A ≤ 3,66 Nilai A= lebih dari dan kuran dari 3,33 atau sama
dengan 3,66
10 3,66 < A ≤ 4,00 Nilai A= lebih dari 3,66 dan kurang dari atau sama
dengan 4,00.
Ketidakhadiran
Sakit :……….hari
Izin :……….hari
Tanpa Keterangan :……….hari
………………….. …………………………..
NIP……………………….
216
Pengetahuan
2 Pendidikan Pancasila dan Keterampilan
Kewarganegaraan Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
3 Bahasa Indonesia Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
4 Matematika Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
5 Ilmu Pengetahuan Alam Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
6 Ilmu Pengetahuan Sosial Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
7 Bahasa Inggris Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Kelompok B
Pengetahuan
1 Seni Budaya Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
2 Pendidikan Jasmani, Keterampilan
Olah Raga, dan Sikap Spiritual dan
Kesehatan Sosial
Pengetahuan
217
3 Prakarya Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
………………….. …………………………
NIP……………………..
218
Ketidakhadiran
Sakit :……….hari
Izin :……….hari
Tanpa Keterangan :……….hari
………………….. …………………………..
NIP……………………….
219
Pengetahuan
2 Pendidikan Pancasila dan Keterampilan
Kewarganegaraan Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
3 Bahasa Indonesia Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
4 Matematika Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
5 Ilmu Pengetahuan Alam Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
6 Ilmu Pengetahuan Sosial Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
7 Bahasa Inggris Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Kelompok B
Pengetahuan
1 Seni Budaya Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
2 Pendidikan Jasmani, Keterampilan
Olah Raga, dan Sikap Spiritual dan
Kesehatan Sosial
Pengetahuan
220
3 Prakarya Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Keputusan:
Berdasarkan hasil yang dicapai pada semester 1 dan 2, peserta didik
Ditetapkan naik ke kelas ……. (………………..)………………………
Tinggal di kelas ……………(……………..)………….
………………….. …………………………
NIP……………………..
221
KELUAR
Tanggal Kelas yang Sebab-sebab Tanda Tangan
Ditinggalkan Keluar atau Atas Kepada Sekolah,
Perintah (Tertulis) Stempel Sekolah,
dan Tanda Tangan
Orang Tua/Wali
…………,…………
Kepala Sekolah,
NIP
Orang Tua/ Wali
…………,…………
Kepala Sekolah,
NIP
Orang Tua/ Wali
…………,…………
Kepala Sekolah,
NIP
Orang Tua/ Wali
222
1 Kurikuler
2 Ekstra Kurikuler
3 Catatan Khusus
Lainnya
224
LAPORAN
CAPAIAN KOMPETENSI PESERTA DIDIK
SEKOLAH MENENGAH ATAS
(SMA)
LAPORAN
HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
(SMP)
Nama Sekolah :
NPSN/NSS :
Alamat Sekolah :
Kode Pos ……………Telp,…………….
Kelurahan :
Kecamatan :
Kabupaten/Kota :
Provinsi :
Webside :
E-mail :
226
PETUNJUK PENGGUNAAN
1. Laporan Cspaian Kompetensi ini digunakan selama peserta didik mengikuti
pembelajaran di Sekolah Menengah Atas.
2. Apabila peserta didik pindah sekolah, Laporan Capaian Kompetensi dibawa oleh
peserta didik yang bersangkutan sebagai bukti pencapaian kompetensi.
3. Apabila Laporan Capaian Kompetensi Peserta Didik hilang, dapay diganti dengan
Laporan Capaian Kompetensi Pengganti dan diisi dengan nilai dan deskripsi yang
dikutip dari Buku Induk Sekoah asal peserta didik dan disahkan oleh Kepala Sekolah
yang bersangkutan.
4. Laporan Capaian Kompetensi Peserta Didik ini harus dilengkapi dengan pas foto
terbaru ukuran 3 x 4 cm, dan pengisiannya dilakukan oleh wali kelas.
227
Kewarganegara melalui
an (Nsma Guru) rapat
3 Bahasa semua
Indinesia (Nama guru mata
Guru) pelajaran
4 Metematika dengan
(Nama Guru) wali kelas
5 Sejarah
Indonesia
(Nama Guru)
6 Bahasa Inggris
(Nama Guru)
Kelompok B (Wajib)
1 Seni Budaya
(Nama Guru)
2 Pendidikan
Jasmani, Olah
Raga, dan
Kesehatan
(Nama Guru)
3 Prakarya dan
Kewirausahaan
(Nama Guru)
Kelompok C
(Peminatan)
1 …………….
2 …………….
3 …………….
Ketidakhadiran
Sakit :……….hari
Izin :……….hari
Tanpa Keterangan :……….hari
………………….. …………………………..
NIP……………………….
Nama Sekolah :………………………………...... Kelas :…………………
Alamat : …………………………………. Semester : 1 (Satu)
229
Pengetahuan
2 Pendidikan Pancasila dan Keterampilan
Kewarganegaraan Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
3 Bahasa Indonesia Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
4 Matematika Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
5 Sejarah Indonesia Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
6 Bahasa Inggris Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Kelompok B (Wajib)
Pengetahuan
1 Seni Budaya Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
2 Pendidikan Jasmani, Keterampilan
Olah Raga, dan Sikap Spiritual dan Sosial
Kesehatan
Pengetahuan
3 Prakarya dan Keterampilan
Kewirausahaan Sikap Spiritual dan Sosial
Kelompok C (Peminatan)
Pengetahuan
1 Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
2 Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
3 Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
230
4 Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
5 Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
6 Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
………………….. …………………………
NIP……………………..
231
Ketidakhadiran
Sakit :……….hari
Izin :……….hari
Tanpa Keterangan :……….hari
………………….. …………………………..
NIP……………………….
Pengetahuan
2 Pendidikan Pancasila dan Keterampilan
Kewarganegaraan Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
3 Bahasa Indonesia Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
4 Matematika Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
5 Sejarah Indonesia Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
6 Bahasa Inggris Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Kelompok B (Wajib)
Pengetahuan
1 Seni Budaya Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
233
Pengetahuan
6 Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Keputusan :
Berdasarkan hasil yang dicapai pada semester 1 dan 2, peserta didik
ditetapkan naik ke kelas ……………(……………)
tinggal di kelas …………….. (……………..)
……………, …………20……
Kepala Sekolah,
…………………………
NIP……………………..
Wali Kelas Orang Tua/ Wali
……………………… …………………….
NIP………………….
234
KELUAR
Tanggal Kelas yang Sebab-sebab Tanda Tangan
Ditinggalkan Keluar atau Atas Kepada Sekolah,
Perintah (Tertulis) Stempel Sekolah,
dan Tanda Tangan
Orang Tua/Wali
…………,…………
Kepala Sekolah,
NIP
Orang Tua/ Wali
…………,…………
Kepala Sekolah,
NIP
Orang Tua/ Wali
…………,…………
Kepala Sekolah,
NIP
Orang Tua/ Wali
235
c. Kolom Sikap Spiritual dan Sosial (KI-1 dan KI-2) dalam Mapel diisi denga
menggunakan nilai kualitatif: Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang
(K) menggunakan indicator sebagai berikut.
Predikat Indikator
SB Sudah konsisten (selalu berperilaku) sesuai yang diharapkan
B Mulai konsisten (sering berperilaku) sesuai yang diharapkan
C Belum konsisten (kadang-kadang berperilaku) sesuai yang diharapkan
K Tidak konsisten (tidak pernah berperilaku) sesuai yang diharapkan
d. Kolom Sikap Spiritual dan Sosial (KI-1 dan KI-2) antarmapel diisi oleh wali kelas
dengan deskripsi kesimpulan dari sikap peserta didik secara keseluruhan.
Kesimpulan tersebut diperoleh melalui rapat bersama dengan semua guru mata
pelajaran.
e. Kelompok C (Peminatan)
Nomor 1 – 4 diisi mata pelajaran yang sesuai dengan kelompok peminatan yang
dipilih peserta didik. Nomor 5 – 6 diisi mata pelajaran lintas minat dan/ atau
pendalaman sesuai dengan pilihan peserta didik.
f. Ekstra kurikuler diisi dengan penjelasan mengenai kegiatan yang menonjol yang
dilakukan peserta didik pada masing-masing kegiatan ekstra kurikuler yang
diikuti. Penjelasan ini diperoleh dari guru pembina/ pelatih ekstra kurikuler.
g. Kolom ketidakhadiran diisi dengan rekapitulasi ketidakhadiran peserta didik
(sakit, izin, dan tanpa keterangan) dari wali kelas.
h. Disikan nama kota dan tanggal, bulan, serta tahun diterbitkan rapor.
i. Dilengkapi dengan tanda tangan dan nama wali kelas, serta NIP (jika ada)
j. Nama dan tanda tangan orangtua/ wali harus diisi setelah orangtua/ wali peserta
didik menerima laporan capaian kompetensi (rapor) putera/ puterinya.
238
4. Lembar DESKRIPSI
a. Diisi dengan identitas sekolah dan peserta didik.
b. Kolom catatan untuk kompetensi pengetahuan diisi dengan capaian KD dari KI-3
(yang menonjol) dan KD yang perlu ditingkatkan pada setiap mata pelajaran.
c. Kolom catatan untuk kompetensi keterampilan diisi dengan capaian KD dari KI-4
(yang menonjol) dan KD yang perlu ditingkatkan pada setiap mata pelajaran.
d. Kolom catatan untuk kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial diisi dengan
capaian KD dari KI-1 (yang menonjol) dan KD yang perlu ditingkatkan pada
setiap mata pelajaran.
e. Diisikan nama kota dan tanggal, bulan, serta tahun diterbitkannya rapor.
f. Dilengkapi dengan tanda tangan dan nama wali kelas, serta NIP (jika ada).
g. Nama dan tanda tangan orangtua/wali harus diisi setelah orangtua/ wali peserta
didik menerima laporan capaian kompetensi putera/puterinya.
h. Untuk kelas X semester 2 (dua) pada kotak Keputusan, jika peserta didik naik
kelas, setelah kana naik ke kelas diisi XI (sebelas) dan dicoret kata tinggal di
kelas. Atau sebaliknya, jika peserta didik tidak naik kelas, kata naik ke kelas
dicoret, dan setelah kata tinggal di kelas diisi X (sepuluh). Selanjutnya diisikan
nama kota dan tanggal, bulan, serta tahun diterbitkannya rapor, dilengkapi tanda
tangan kepala sekolah dan NIP (jika ada), serta dibubuhi stempel sekolah.
i. Kriteria kenaikan kelas ditentukan oleh pihak sekolah berdasarkan karakteristik
sekolah masing-masing.
Contoh:
Peserta didik dinyatakan naik kelas apabila memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1) Menyelesaikan seluruh program pembelajaran dalam dua semester pada
tahun pelajaran yang diikuti.
2) Tidak terdapat 3 mata pelajaran atau lebih, pada kompetensi pengetahuan,
keterampilan, dan/ atau sikap yang belum tuntas/ belum baik pada semester
kedua.
3) Ketidakhadiran peserta didik tanpa keterangan maksimal 15% dari jumlah
hari efektif.
5. Keterangan pidah sekolah (Keluar) diisi sebagai berikut.
a. Nama peserta didik diisi lengkap.
b. Tanggal ditetapkannya keluar dari sekolah.
c. Kelas yang ditinggalkan pada saat keluar dari sekolah.
d. Alasan keluar dari sekolah.
e. Nama kota, tanggal, bulan, dan tahun keluar sekolah. tanda tangan dan nama
kepala sekolah yang ditinggalkan, NIP (jika ada), dan dibubui stempel sekolah.
f. Pengesahan kepindahan keluar sekolah dikuatkan dengan tanda tangan dan
nama orang tua/ wali peserta didik.
6. Keterangan pindah sekolah (Masuk) diisi sebagai berikut.
a. Nama peserta didik diisi lengkap.
b. Nomor 1, 2, dan 3 diisi identitas peserta didik (nama, nomor induk, dan nama
sekolah asal) dengan lengkap.
c. Nomor 4 Masuk di sekolah ini diisi sekolah yang baru. Tanggal diisi mulai
(pertama kali) peserta didik diterima di sekolah yang baru. Di kelas diisi kelas
239
peserta didik diterima di sekolah yang baru. Tahun pelajaran diisi tahun pelajaran
yang sedang berjalan pada waktu peserta didik diterima di sekolah yang baru.
d. Nama kota tempat sekolah yang baru, tanggal, bulan, dan tahun diterima di
seklah yang baru. Tanda tangan dan nama kepala sekolah, NIP (jika ada) dan
dibubui stempel sekolah.
7. Catatan prestasi yang pernah dicapai diisi sebagai berikut.
a. Identitas peserta didik (Nama, nama sekolah, NISN).
b. Catatan prestasi yang menonjol baik pada bidang akademik maupun non-
akademik.