Anda di halaman 1dari 240

DIKTAT

BAHAN AJAR

MK. EVALUASI PEMBELAJARAN

PAULUS JOSEPH MENTANG, SS,M.Pd.

STP DON BOSCO TOMOHON


2019/2020
1
2

BAB I
PENDAHULUAN

1. PENGANTAR
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah evaluasi
pembelajaran. Kompetensi ini sejalan dengan tugas dan tanggung jawab guru dalam
pembelajaran yaitu mengevaluasi pembelajaran. Termasuk di dalamnya melaksanakan
penilaian proses dan hasil belajar. Kompetensi tersebut sejalan pula dengan instrumen
penilaian kemampuan guru, yang salah satu indikatornya adalah melakukan evaluasi
pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa pada semua model kompetensi dasar guru selalu
menggambarkan dan mensyaratkan adanya kemampuan guru dalam mengevaluasi
pembelajaran. Sebab kemampuan melakukan evaluasi pembelajaran merupakan
kemampuan dasar yang mutlak harus dimiliki oleh setiap guru dan calon guru.

2. PENGERTIAN EVALUASI
Evaluasi yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Evaluation. Secara
umum, pengertian evaluasi adalah suatu proses untuk menyediakan informasi tentang
sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu
dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih di antara keduanya,
serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-
harapan yang ingin diperoleh. Dalam pengertian yang lain, evaluasi adalah suatu proses
yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan, sampai sajuh mana tujuan
program telah dicapai.
Pengertian evaluasi menurut para ahli seperti Wrigstone, dkk (1956) mengatakan
bahwa evaluasi adalah penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan ke arah tujuan
atau nilai-nilai yang telah ditetapkan. Sedangkan dalam perusahaan, pengertian evaluasi
adalah proses pengukuran akan efektifitas strategi dalam upaya mencapai tujuan bagi
perusahaan, contohnya evaluasi proyek. Hal-hal yang dievaluasi dalam proyek adalah
tujuan dan pembangunan proyek, apakah sudah tercapai atau tidak, apakah sesuai dengan
rencana atau tidak, jika tidak, apa yang membuatnya tidak tercapai, apa yang harus
dilakukan agar sesuai dengan rencana. Hasil yang ditimbulkan dari evaluasi adalah bersifat
kualitatif. Adapun pengertian evaluasi juga dikemukakan oleh Sudijono (1996) yang
mengatakan bahwa pengertian evaluasi adalah penafsiran atau interpretasi bersumber pada
data kuantitatif, sedangkan data kuantitatif berasal dari hasil pengukuran.
Menurut Yunanda (2009) pengertian istilah “evaluasi merupakan kegiatan yang
direncanakan untuk menentukan keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan
hasilnya dibandingkan dengan patokan untuk kesimpulan”.
Hikmat (2004:3) berpendapat bahwa evaluasi adalah proses menilai pencapaian
tujuan dan pengungkapan masalah kinerja proyek untuk memberikan umpan balik untuk
meningkatkan kualitas kinerja proyek.
Griffin & Nix (1991:3) menyatakan: “Pengukuran, penilaian dan evaluasi hirarki.
Evaluasi didahului oleh penilaian (assesment), sedangkan penilaian yang didahului dengan
pengukuran. Pengukuran didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk membandingkan
3

pengamatan dengan kriteria, penilaian (assesment) adalah kegiatan menafsirkan dan


menggambarkan hasil pengukuran, sedangkan evaluasi adalah untuk menentukan nilai atau
implikasi perilaku”.
Suchman (Arikunto dan Jabar, 2010:1) memandang bahwa “evaluasi sebagai proses
penentuan hasil yang dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung
pencapaian tujuan”.
Stutflebeam dalam Arikunto dan Jabar (2010:2) mengatakan bahwa “evaluasi adalah
penggambaran proses, mencari dan memberikan informasi yang berguna bagi para
pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan”.
Lessinger 1973 (Gibson, 1981:374) mengemukakan bahwa evaluasi adalah proses
penilaian dengan jalan membandingkan antara tujuan yang diharapkan dengan kemajuan
prestasi nyata yang dicapai.
Wysong 1974 (Gibson, 1981:374) mengemukakan bahwa evaluasi adalah proses
untuk menggambarkan, memperoleh atau menghasilkan informasi yang berguna untuk
mempertimbangkan suatu keputusan.
Gibson dan Mitchell 1981 (Uman, 2007:91) mengemukakan bahwa proses evaluasi
adalah untuk mencoba menyesuaikan data objektif dari awal hingga akhir pelaksanaan
program sebagai dasar penilaian terhadap tujuan program.
Edwind Wand dan Gerald W. Brown (1977): Evaluation refer to the act or process to
determining the value of something. Menurut definisi ini maka istilah itu menunjuk kepada
atau mengandung perngertian suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari
sesuatu.
Lembaga Adminsitrasi Negara mengemukakan batasan mengenai Evaluasi
Pendidikan adalah sebagai berikut:
 Proses/kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan
tujuan yang telah ditentukan.
 Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feedback) bagi
penyempurnaan pendidikan.
Evaluasi pembelajaran adalah untuk mengevaluasi kegiatan atau mengoreksi hal-hal
yang telah terjadi atau dilakukan selama pembelajaran yang telah terjadi. Atau dengan kata
lain diulang kegiatan mereka mengetahui hal-hal penting dalam bentuk keuntungan dalam
kerugian yang terjadi dalam kegiatan yang terjadi dengan harapan bahwa itu akan
melakukan yang terbaik ketika kegiatan yang akan dilakukan kemudian untuk belajar.

Tujuan Evaluasi
Secara umum, tujuan evaluasi pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya untuk
menentukan efektivitas dan efisiensi sistem pembelajaran baik pada tujuan materi, metode,
media, sumber belajar, lingkungan dan sistem penilaian itu sendiri. Jadi tujuan penyesuaian
evaluasi, terutama dengan jenis studi evaluasi pembelajaran itu sendiri, seperti evaluasi dan
perencanaan pembangunan, evaluasi, pemantauan, evaluasi dampak, evaluasi ekonomi
dan program efisiensi yang komprehensif.

Fungsi Evaluasi
4

Fungsi evaluasi pembelajaran yang cukup luas untuk ditafsirkan, tapi evaluasi
Scriven mengungkapkan dua fungsi, yaitu sebagai fungsi dari fungsi formatif dan sumatif.
Fungsi formatif dilaksanakan apabila hasil yang diperoleh dari evaluasi kegiatan diarahkan
pada peningkatan bagian tertentu atau bagian dari kurikulum yang sedang dikembangkan.
Sementara fungsi sumatif berkaitan dengan kesimpulan tentang kebaikan dari sistem secara
keseluruhan, dan fungsi ini hanya dapat dilaksanakan jika pengembangan kurikulum telah
dianggap lengkap.

3. TAHAPAN SEBELUM MENGADAKAN EVALUASI


Ada hal yang mendasari atau sebelum proses evaluasi, yaitu:
1) Mengembangkan konsep dan melakukan penelitian awal. Konsep harus direncanakan
dengan baik sebelum eksekusi terorganisir dan pesan harus tes untuk memeriksa
kompatibilitas antara draft yang disiapkan oleh eksekusi pesan.
2) Dengan uji coba yang dilakukan, evaluator mencoba untuk mencari respon dari
penonton. Respon penonton adalah penting untuk mengukur efektivitas pesan.
Dalam melakukan evaluasi, ada tahapan-tahapan yang perlu dilakukan dalam
melakukan evaluasi yang terdapat urutan atau proses yang mendasari sebelum melakukan
evaluasi terbagi atas dua tahapan yaitu tahapan pertama: dengan mengembangkan konsep
dan mengadakan penelitian lebih awal, konsep direncanakan dengan matang sebelum
diadakannya dan harus diuji coba dalam mengecek draft yang dibuat dengan eksekusi
pesannya, sedangkan tahapan kedua: melakukan uji coba, mencari tanggapan atau
masukan, untuk mengukur efektifitas pesan yang disampaikan.
Proses evaluasi memiliki tahapan-tahapan, walaupun tahapan setiap objek evaluasi
berbeda-beda namun tidak menghilangkan fungsi dari evaluasi itu sendiri. Tahapan-tahapan
evaluasi secara umum adalah:
 Menentukan topik evaluasi: dalam mengevaluasi tentukan topik atau apa yang
akan kita evaluasi baik itu suatu program kerja, atau hasil kerja.
 Merancang kegiatan evaluasi: sebelum melakukan evaluasi, sebaiknya
merancang (desain) kegiatan-kegiatan evaluasi agar tidak ada yang kita
lewatkan dalam evaluasi nantinya.
 Pengumpulan data: setelah merancang (desain) kegiatan, lakukanlah
pengumpulan data sesuai dengan apa yang telah direncanakan dalam kegiatan
evaluasi berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah.
 Pengolahan dan analisis data: setelah data telah terkumpul, selanjutnya data
tersebut diolah dengan mengelompokkan agar mudah dianalisis, dan sediakan
tolak ukur waktunya sebagai hasil dari evaluasi. Pelaporan hasil evaluasi: hasil
evaluasi harus diketahui oleh setiap orang-orang yang berkepentingan agar
mengetahui hasil-hasil yang telah dikerjakan.

4. DEFINISI PENILAIAN
Menurut para ahli, definisi penilaian yaitu:
 Menurut Buana (www.fajar.co.id/news.php), assesment adalah alih-bahasa dari
istilah penilaian. Penilaian digunakan dalam konteks yang lebih sempit daripada
evaluasi dan biasanya dilaksanakan secara internal. Penilaian atau assesment
5

adalah kegiatan menentukan nilai suatu objek, seperti baik-buruk, efektif-tidak


efektif, berhasil-tidak berhasil, dan semacamnya sesuai dengan kriteria atau
tolak ukur yang telah ditetapkan sebelumnya.
 Menurut Angelo (1991:17). Penilaian kelas adalah suatu metode yang sederhana
dapat menggunakan fakultas (sekolah) untuk mengumpulkan umpan balik, awal
dan setelahnya, pada seberapa baik para peserta didik mereka belajar apa yang
mereka ajarkan.
 Menurut Suharsimi yang dikutip dari Sridadi (2007) penilaian adalah suatu usaha
yang dilakukan dalam pengambilan keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran
baik-buruk bersifat kualitatif.
Penilaian (assesment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam
alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik
atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan ) peserta didik. Penilaian menjawab
pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik.
Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan
nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau
penentuan nilai kuantitatif tersebut.
Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana
pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Penilaian hasil
belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai peserta didik
dengan kriteria tertentu. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pembelajar (learner) telah
mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan
pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan
instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan
dengan nilai. Penilaian adalah kegiatan menentukan nilai suatu objek, seperti baik-buruk,
efektif tidak efektif, berhasil-tidak berhasil, dan semacamnya sesuai dengan kriteria atau
tolak ukur yang telah ditetapkan sebelumnya.
Ciri penilaian adalah adanya objek atau program yang dinilai dan adanya kriteria
sebagai dasar untuk membandingkan antara kenyataan atau apa adanya dengan kriteria
atau apa harusnya. Penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan
belajar mengajar yang dilakukan oleh peserta didik dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan
pengajaran. Oleh sebab itu, penilaian hasil dan proses belajar saling berkaitan satu sama
lain sebab hasil merupakan akibat dari proses.

Fungsi Penilaian
Dengan mengetahui makna penilaian ditinjau dari berbagai segi pendidikan maka
dengan cara lain dapat dikatakan bahwa dalam tinjauan atau fungsi penilaian ada beberapa
hal:
 Penilaian berfungsi selektif. Dengan cara mengadakan penilaian guru
mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap peserta
didiknya. Penilaian itu sendiri mempunyai tujuan seperti; untuk memilih peserta
didik yang dapat diterima di sekolah tertentu, untuk memilih peserta didik yang
dapat naik kelas atau yang seharusnya mendapat beasiswa.
6

 Penilaian berfungsi diagnostik. Apabila alat yang digunakan dalam penilaian


cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan
mengetahui kelemahan peserta didik.
 Penilaian berfungsi sebagai penempatan.
 Sistem baru yang kini banyak dipopulerkan di negera barat adalah sistem belajar
sendiri.
 Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan.
 Alat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional.
 Umpan balik bagi perbaikan proses belajar mengajar.
 Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar peserta didik kepada para
orang tuanya.
Fungsi di atas dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program
berhasil diterapkan.

Tujuan Penelitian:

Ada beberapa tujuan dari penelitian yang dibuat untuk penilaian:


 Mendeskripsikan kecakapan belajar para peserta didik sehingga dapat diketahui
kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran
yang ditempuhnya.
 Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni
seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku peserta didik ke
arah tujuan pendidikan yang diharapkan.
 Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi
pelaksanaannya.
 Memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.

Fungsi penilaian dalam proses belajar mengajar


Penilaian yang dilakukan terhadap proses belajar mengajar berfungsi sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran, dalam hal ini adalah
tujuan instruksional khusus. Dengan fungsi ini dapat diketahui tingkat
penguasaan bahan pelajaran yang seharusnya dikuasi oleh para peserta didik.
Dengan perkataan lain dapat diketahui hasil belajar yang dicapai oleh peserta
didik.
2. Untuk mengetahui keefektifan proses belajar mengajar yang telah dilakukan oleh
guru. Dengan fungsi ini guru dapat mengetahui berhasil tidaknya ia mengajar.
Rendahnhya hasil belajar yang dicapai peserta didik tidak semata-mata
disebakan oleh kemampuan peserta didik tetapi juga bisa disebabkan kurang
berhasilnya guru mengajar. Melalui penilaian, berarti menilai kemampuan guru
itu sendiri dan hasilnya dapat dijadikan bahan dalam memperbaiki usahanya
yakni tindakan mengajar berikutnya.
7

Dengan demikian fungsi penilaian dalam proses belajar mengajar bermanfaat ganda,
yakni bagi peserta didik dan bagi guru. Penilaian hasil belajar dapat dilaksanakan dalam dua
tahap. Pertama, tahap jangka pendek yakni penilaian yang dilaksanakan oleh guru pada
akhir proses belajar mengajar. Penilaian ini disebut penilaian formatif. Kedua tahap jangka
panjang, yakni penilaian yang dilaksanakan setelah proses belajar mengajar berlangsung
beberapa kali atau setelah menempuh periode tertentu, misalnya penilaian tengah semester
atau penilaian pada akhir semester. Penilaian ini disebut penilaian sumatif. Dalam proses
belajar mengajar, kedua penilaian tersebut yakni penilaian formatif dan sumatif penting
dilaksanakan. Bahkan prestasi peserta didik selama satu semester sering digunakan data
yang diperoleh dari hasil penilaian formatif dan hasil penilaian sumatif.

5. DEFINISI PENGUKURAN
Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap
suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak hanya terbatas pada kuantitas
fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk mengukur hampir semua benda yang bisa
dibayangkan, seperti tingkat ketidakpastian atau kepercayaan konsumen.
Pengukuran adalah proses pemberian angka-angka atau label kepada unit analisis
untuk merepresentasikan atribut-atribut konsep. Proses ini seharusnya cukup dimengerti
orang walau misalnya definisinya tidak dimengerti. Hal ini karena antara lain kita sering kali
melakukan pengukuran.
Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran (measurement)
adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan
informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir
prestasi peserta didik dengan membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan peserta
didik, mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka katakan, dan menggunakan
indera mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan.
Menurut Zainul dan Nasution (2001) pengukuran memiliki dua karakteristik utama
yaitu: 1) penggunaan angka atau skala tertentu; 2) menurut suatu aturan atau formula
tertentu.
Measurement (pengukuran) merupakan proses yang mendeskripsikan performance
peserta didik dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (sistem angka) sedemikian rupa
sehingga sifat kualitatif dari performance peserta didik tersebut dinyatakan dengan angka-
angka (Alwasilah et. Al. 1996).
Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat yang menyatakan bahwa
pengukuran merupakan pemberian angka terhadap suatu atribut atau karakter tertentu yang
dimiliki oleh seseorang, atau suatu objek tertentu yang mengacu pada aturan formulasi yang
jelas. Aturan atau formulasi tersebut harus disepakati secara umum oleh para ahli (Zainul
dan Nasution, 2001). Dengan demikian, pengukuran dalam bidang pendidikan berarti
mengukur atribut atau karakteristik peserta didik tertentu dalam hal ini yang diukur bukan
peserta didik tersebut, akan tetapi karakteristik atau atributnya. Senada dengan pendapat
tersebut, secara lebih ringkas, Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian
pengukuran (measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan
ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.
8

6. PERBEDAAN EVALUASI, PENILAIAN DAN PENGUKURAN


Berdasarkan pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa penilaian adalah suatu
proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui
pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes. Pengukuran adalah
membandingkan hasil tes dengan standar yang ditetapkan. Pengukuran bersifat kuantitatif.
Sedangkan menilai adalah kegiatan mengukur dan mengadakan estimasi terhadap hasil
pengukuran atau membandingkan dan tidak sampai ke taraf pengambilan keputusan.
Agar lebih jelas perbedaannya maka perlu dispesifikasi lagi untuk pengertian
masing-masing:
 Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan
nilai, karakter-judgement atau tindakan dalam pembelajaran.
 Penilaian dalam pembelajaran adalah suatu usaha untuk mendapatkan berbagai
informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses
dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak
didik melalui program kegiatan belajar.
 Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk
menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat
kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Dalam
dunia pendidikan, yang dimaksud pengukuran sebagaimana disampaikan
Cangelosi (1995:21) adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan
empiris.
Kegiatan mengukur, menilai, dan mengevaluasi sangatlah penting dalam dunia
pendidikan. Hal ini tidak terlepas karena kegiatan tersebut merupakan suatu siklus yang
dibutuhkan untuk mengetahui sejauhmana pencapaian pendidikan telah terlaksana.
Contohnya dalam evaluasi penilaian hasil belajar peserta didik kegiatan pengukuran dan
penilaian merupakan langkah awal dalam proses evaluasi tersebut. Kegiatan pengukuran
yang dilakukan biasanya dituangkan dalam berbagai bentuk tes dan hal ini yang paling
banyak digunakan.

7. PENGERTIAN TES HASIL BELAJAR


Kata tes berasal dari bahasa Perancis kuno yang berarti piring untuk menyisihkan
logam-logam mulia yang dimaksud di sini adalah dengan menggunakan alat berupa piring
akan dapat diperoleh jenis-jenis logam mulia yang bernilai tinggi.
Ada beberapa istilah yang memerlukan penjelasan sehubungan dengan uraian di atas
yaitu test, testing, tester dan testee, yang masing-masing mempunyai pengertian berbeda
namun erat kaitannya dengan tes.
 Tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan
penilaian.
 Testing berarti saat dilaksanakannya pengukuran dan penilaian atau saat
pengambilan tes.
 Tester artinya orang yang melaksanakan tes atau orang yang diserahi untuk
melaksanakan pengamilan tes terhadap para responden.
 Testee adalah pihak yang sedang dikenai tes.
9

Menurut Anne Anastasi dalam karya tulisnya yang berjudul Psychological Testing,
yang dimaksud dengan tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang objektif
sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat digunakan sebagai cara untuk
mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu. Menurut Lee J.
Cronbach dalam bukuunya berjudul Essential of Psychological Testing, tes merupakan
suatu prosedur yang sistematis untuk membandingkan tingkah laku dua orang atau lebih.
Sedangkan menurut Goodenough, tes adalah suatu tugas atau serangkaian tugas yang
diberikan kepada individu atau kelompok individu, yang dimaksud untuk membandingkan
kecakapan satu sama lain.
Dari pengertian dari para ahli tersebut dalam dunia pendidikan dapat disimpulkan
bahwa pengertian tes adalah cara yang digunakan atau prosedur yang ditempuh dalam
rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang memberikan tugas dan
serangkaian tugas yang diberikan oleh guru sehingga dapat dihasilkan nilai yang
melambangkan tingkah laku atau prestasi peserta didik.
Tes sebagai salah satu teknik pengukuran dapat didefinisikan A test will be defined
as a sytematic procedure for measuring a sample of an individual‟s behaviour (Brown,
1970:2). Definisi tersebut mengandung dua hal pokok yang perlu diperhatikan dalam
memahami makna tes, yaitu pertama adalah kata systematic procedure yang artinya bahwa
suatu tes harus disusun, dilaksanakan (diadministrasikan) dan diolah berdasarkan aturan-
aturan tertentu yang telah ditetapkan. Sistematis di sini meliputi tiga langkah, yaitu: (a)
sistematis dalam isi, artinya butir-butir soal (item) suatu tes hendaknya disusun dan dipilih
berdasarkan kawasan dan ruang lingkup tingkah laku yang akan dan harus diukur atau
dites, sehingga tes tersebut benar-benar tingkat validitasnya dapat dipertanggungjawabkan,
(b) sistematis dalam pelaksanaan (administrasi) artinya tes itu hendaknya dilaksanakan
dengan mengikuti prosedur dan kondisi yang telah ditentukan; dan (c) sistemati di dalam
pengolahannya, artinya data yang dihasilkan dari suatu tes diolah dan ditafsirkan
berdasarkan atura-aturan dan tolak ukur (norma) tertentu. Kedua adalah measuring of an
individual‟s behaviour yang artinya bahwa tes itu hanya mengukur suatu sampel dari suatu
tingkah laku individu yang dites. Tes tidak dapat mengkur seluruh (populasi) tingkah laku,
melainkan terbatas pada isi (butir soal) tes yang bersangkutan.
Suatu tes akan berisikan pertanyaan-pertanyaan dan atau soal-soal yang harus
dijawab dan atau dipecahkan oleh individu yang dites (testee), maka disebut tes hasil
belajar (achievement test). Hal ni sependapat dengan seorang ahli yang menyatakan bahwa
the tyype of ability test that describes what a person has learned to do is called an
achievement test (Thordike & Hagen, 1975:5). Berdasarkan pendapat itu, tes hasil belajar
biasanya terdiri dari sejumlah butir soal yang memiliki tingkat kesukaran tertentu (ada yang
mudah, sedang dan sukar). Tes tersebut harus dapat dikerjakan oleh peserta didik dalam
waktu yang sudah ditentukan. Oleh karena itu, tes hasil belajar merupakan power test.
Maksudnya adalah mengukur kemampuan peserta didik dalam menjawab pertanyaan atau
permasalahan.

Jenis dan Bentuk Tes Hasil Belajar


Tes merupakan serangkaian soal yang harus dijawab oleh peserta didik. Dalam hal
ini , tes hasil belajar dapat digolongkan ke dalam tiga jenis berdasarkan bentuk
pelaksanaannya, yaitu : (a) tes lisan, (b) tes tulisan, dan (c) tes tindakan atau perbuatan.
Tes tertulis dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada penggunaan kertas dan pensil
10

sebagai instrumen utamanya, sehingga tes mengerjakan soal atau jawaban ujian pada
kertas ujian secara tertulis, baik dengan tulisan tangan maupun menggunakan komputer.
Sedangkan, tes lisan dilakukan dengan pembicaraan atau wawancara tatap muka antara
pendidik dan peserta didik. Sedangkan tes perbuatan mengacu pada proses penampilan
seseorang dalam melakukan sesuatu unit kerj. Tes perbuatan mengutamakan pelaksanaan
perbuatan peserta didik.

8. RUANG LINGKUP EVALUASI PEMBELAJARAN


Pembelajaran adalah suatu proses di mana lingkungan seseorang secara sengaja
dikelola untuk memungkinkan turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi
khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu. Dalam evaluasi pembelajaran
terdapat ruang lingkup pembelajaran. Ruang lingkup evaluasi berkaitan dengan cakupan
objek evaluasi itu sendiri. Jika ovjek evaluasi itu tentang pembelajaran, maka semua hal
yang berkaitan dengan pembelajaran menjadi ruang lingkup evaluasi pembelajaran.
Ruang lingkup evaluasi pembelajaran akan ditinjau dari berbagai perspektif, yaitu
domain hasil belajar, sistem pembelajaran, proses pembelajaran hasil belajar dan
kompetensi. Hal ini dimaksudkan agar pendidik betul-betul dapat membedakan antara
evaluasi pembelajaran dengan penilaian hasil belajar sehngga tidak terjadi kekeliruan atau
tumpang tindih dalam penggunaannya.
Selain ruang lingkup untuk memperoleh hasil evaluasi yang lebih baik, maka
kegiatan evaluasi harus bertitik tolak prinsip-prinsip evaluasi pembelajaran. Selain itu juga
harus mengetahui jenis-jenis alat yang digunakan untuk melaksanakan evaluasi
pembelajaran. Agar mendapatkan hasil evaluasi pembelajaran yang baik.
Menurut Benyamin S. Bloom, dkk (1956) hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam
tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Setiap domain disusun menjadi beberapa
jenjang kemampuan, mulai dari hal yang sederhana sampai dengan hal yang kompleks,
mulai dari hal yang mudah sampai dengan hal yang sukar dan mulai dari yang konkrit
sampai dengan hal yang abstrak.

9. PRINSIP UMUM EVALUASI


Untuk memperoleh hasil umum evaluasi yang baik, maka kegiatan evaluasi harus
bertitik tolak dari prinsip umum sebagai berikut:
a) Kontinuitas
Evaluasi tidak boleh dilakukan secara insidental karena pembelajaran itu sendiri
adalah suatu proses yang kontinyu. Oleh sebab itu, evaluasi pun harus dilakukan
secara kontinyu. Hasil evaluasi yang diperoleh pada suatu waktu harus senantiasa
dihubungkan dengan hasil-hasil pada aktu sebelumnya, sehingga dapat diperoleh
gambaran yang jelas dan berarti tentang perkembangan peserta didik.
Perkembangan belajar peserta didik tidak dapat dilihat dari dimensi produk saja, tapi
juga dimensi proses bahkan dimensi input.
b) Komprehensif
Dalam melakukan evaluasi tahap suatu objek, guru harus mengambil seluruh objek
itu sebagai bahan evaluasi. Misalnya, jika objek evaluasi itu adalah peserta didik,
maka seluruh aspek kepribadian peserta didik itu harus dievaluasi, baik yang
11

menyangkut kognitif, afektif, maupun psikomotor. Begitu juga dengan objek-objek


evaluasi yang lain.
c) Adil dan Objektif
Dalam melaksanakan evaluasi, guru harus berlaku adil tanpa pilih kasih. Kata “adil”
dan “objektif” memang mudah diucapkan, tetapi sulit dilaksanakan. Meskipun
demikian, kewajiban manusia adalah harus berikhtiar. Semua peserta didik harus
diberlakukan sama tanpa “pandang bulu”. Guru hendaknya bertindak secara objektif,
apa adanya sesuai dengan kemampuan peserta didik. Oleh sebab itu, sikap like and
dislike, perasaan, keinginan, dan prasangka yang bersifat negatif harus dijauhkan.
Evaluasi harus didasarkan atas kenyataan (data dan fakta) yang sebenarnya, bukan
hasil manipulasai atau rekayasa.
d) Kooperatif
Dalam kegiatan evaluasi guru hendaknya bekerja sama dengan semua pihak, seperti
orang tua peserta didik, semua pendidik, kepala sekolah, termasuk dengan peserta
didik itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar semua pihak merasa puas dengan hasil
evaluasi, dan pihak-pihak tersebut merasa dihargai.
e) Praktis
Praktis mengandung arti mudah digunakan, baik oleh pendidik itu sendiri yang
menyusun alat evaluasi maupun orang lain yang menggunakan alat tersebut. Untuk
itu harus diperhatikan bahasa dan petunjuk mengerjakan soal.

10. PENILAIAN HASIL BELAJAR KURIKULUM 2013

Penilaian hasil belajar oleh pendidik memiliki fungsi untuk memantau kemajuan
belajar, memantau hasil belajar, dan mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta
didik secara berkesinambungan. Penilaian menggunakan acuan kriteria yang merupakan
penilaian kemajuan peserta didik dibandingkan dengan kriteria pencapaian kompetensi yang
ditetapkan. Skor yang diperoleh dari hasil suatu penilaian baik yang formatif maupun sumatif
seorang peserta didik tidak dibandingkan dengan skor peserta didik lainnya namun
dibandingkan dengan penguasaan kompetensi yang dipersyarakan.
Sesuai dengan salinan lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia no. 104 tahun 2014 tentang penilaian hasil belajar oleh pendidik pada
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
1) Penilaian hasil belajar oleh pendidik adalah proses pengumpulan informasi/bukti
tentang pencapaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi sikap spiritual
dan sikap sosial, kompentensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan yang
dilakukan secara terencana dan sistematis selama dan setelah proses
pembelajaran.
2) Pendekatan penilaian adalah proses atau jalan yang ditempuh dalam melakukan
penilaian hasil belajar peserta didik.
3) Bentuk penilaian adalah cara yang dilakukan dalam menilai pencapaian
pembelajaran peserta didik, misalnya: penilaian unjuk kerja, penilaian projek, dan
penilaian tertulis.
4) Instrumen penilaian adalah alat yang digunakan untuk menilai pencapaian
pembelajaran peserta didik, misalnya: tes dan skala sikap-sikap, pengetahuan, dan
12

keterampilan meliputi ketuntasan penguasaan substansi dan ketuntasan belajar


dalam konteks kurun waktu belajar.
5) Penilaian autentik adalah bentuk penilaian yang menghendaki peserta didik
menampilkan sikap, menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
dari pembelajaran dalam melakukan tugas pada situasi yang sesungguhnya.
6) Penilaian Diri adalah teknik penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
dilakukan sendiri oleh peserta didik secara reflektif.
7) Penilaian tugas adalah penilaian atas proses dan hasil pengerjaan tugas yang
dilakukan secara mandiri dan/atau kelompok.
8) Penilaian projek adalah penilaian terhadap suatu tugas berupa suatu investigasi
sejak dari perencanaan, pelaksanaan, pengolahan data, sampai pelaporan.
9) Penilaian berdasarkan pengamatan adalah penilaian terhadap kegiatan peserta
didik selama mengikuti proses pembelajaran.
10) Ulangan harian adalah penilaian yang dilakukan setiap menyelesaikan satu muatan
pembelajaran.
11) Ulangan tengah semester adalah penilaian yang dilakukan untuk semua muatan
pembelajaran yang diselesaikan dalam paruh pertama semester.
12) Ulangan akhir semester adalah penilaian yang dilakukan untuk semua muatan
pembelajaran yang diselesaikan dalam satu semester.
13) Nilai modus adalah nilai terbanyak pencapaian pembelajaran pada ranah sikap.
14) Nilai rerata adalah nila rerata pencapai pembelajaran pada ranah pengetahuan.
15) Nilai optimum adalah nilai tertinggi capaian pembelajaran pada ranah keterampilan.

Prinsip penilaian hasil belajar oleh pendidik meliputi prinsip umum dan prinsip
khusus. Prinsip umum dalam penilaian hasil belajar oleh pendidik adalah sebagai berikut:
1) Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan
yang diukur.
2) Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak
dipengaruhi subjektivitas penilai.
3) Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena
berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat
istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4) Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak
terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5) Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6) Holistik dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua
aspek komptensi dan dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai
dengan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik.
7) Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikuti langka-langkah baku.
8) Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik,
prosedur, maupun hasilnya.
9) Edukatif, berarti penilaian dilakukan untuk kepentingan dan kemajuan peserta didik
dalam belajar.
13

Prinsip khusus dalam penilaian hasil belajar oleh pendidik berisikan prinsip-prinsip
penilaian autentik sebagai berikut:
1) Materi penilaian dikembangkan dari kurikulum.
2) Bersifat lintas muatan atau mata pelajaran.
3) Berkaitan dengan kemampuan peserta didik.
4) Berbasis kinerja peserta didik.
5) Memotivasi belajar peserta didik.
6) Menekankan pada kegiatan dan pengalaman belajar peserta didik.
7) Memberi kebebasan peserta didik untuk mengkonstruksi responnya.
8) Menekankan keterpaduan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
9) Mengembangkan kemampuan berpikir divergen.
10) Menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran
11) Menghendaki balikan yang segera dan terus menerus.
12) Menekankan konteks yang mencerminkan dunia nyata.
13) Terkait dengan dunia kerja.
14) Menggunakan data yang diperoleh langsung dari dunia nyata.
15) Menggunakan berbagai cara dan instrumen.
14

BAB II
KOMPONEN EVALUASI

1. PENGANTAR
Dalam proses belajar mengajar, evaluasi tidak hanya perlu dilakukan untuk
mengetahui hasil belajar. Evaluasi atau penilaian juga perlu dilakukan untuk menilai proses
pengajaran yang telah dilakukan oleh guru. Evaluasi untuk mengetahui hasil belajar bisa
digunakan untuk acuan mengetahui perkembangan atau kemajuan belajar peserta didik,
untuk penilaian pengajaran tentu juga dapat digunakan untuk mengetahui kemajuan
pengajaran serta mengetahui kekurangan dan kelemahan pengajaran yang dilakukan oleh
guru. Dengan dmeikian guru dapat memperbaiki sistem mengajar yang dipakai olehnya
sehingga kemampuan dan kuaitas mengajar guru dapat menjadi semakin baik dan semakin
baik.
Evaluasi terhadap pengajaran yang dilakukan guru ini tidak hanya dilakukan sekali
atau dua kali saja namun tentu harus dilakukan secara terus menerus, bahkan setiap
selesai melakukan pengajaran sangat perlu dilakukan penilaian. Evaluasi pada proses
pengajaran yang dilakukan secara terus menerus dapat membuat pengajaran guru semakin
berkembang. Guru semakin mampu menerapkan sistem pengajaran yang tepat antara
pengajaran satu dengan proses pengajaran lainnya terutama sistem pengajaran antar
materi pembelajaran.
Dengan sistem evaluasi yang baik maka akan mendorong pendiidk untuk
menentukan strategi mengajar yang baik sehingga dapat memotivasi peserta didik untuk
belajar yang lebih baik dengan tujuan akhir meningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia
pada umumnya, seperti yang diamanahkan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat
yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan tujuan pendidikan nasional.

2. KOMPONEN EVALUASI
Komponen evaluasi meliputi: evaluasi, penilaian, pengukuran dan tes dan non tes.
Dalam evaluasi pendidikan, ada empat komponen yang saling terkait dan merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan. Penjelasan dari keempat komponen tersebut yaitu sebagai
berikut:

a. Evaluasi
Dalam mendefinisikan evaluasi, para ahli memiliki sudut pandang yang berbeda
sesuai dengan bidang keahian masing-masing. Namun initi dari semua definisi menuju
ke satu titik, yaitu proses penetapan keputusan tentang sesuatu objek yang dievaluasi.
Dalam konteks pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan hasil kerja peserta
didik, Nitko dan Brookhart (2207) mendefinsikan evaluasi sebagai suatu proses
penetapan nilai yang berkaitan dengan kinerja dan hasil karya peserta didik. Fokus
evaluasi dalam konteks ini adalah individu, yaitu prestasi belajar yang dicapai kelompok
peserta didik atau kelas. Konsekuensi logis dari pandangan ini, mengharuskan
evaluator untuk mengetahui betul tentang tujuan yang ingin dievaluasi. Beberapa hal
15

yang dapat dijadikan sebagai objek evaluasi yaitu prestasi belajar, perilaku, motivasi,
motivasi diri, minat dan tanggung jawab.
Dalam konteks lembaga evaluasi merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam
meningkatkan kualitas, kinerja atau produktivitas suatu lembaga dalam melaksanakan
programnya (Mardapi, 2004). Hal yang hampir sama dikemukakan oleh Stuffelbeam
dan Shinkfield (2007), yang mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses
memperoleh, menyajikan, dan menggambarkan informasi yang berguna untuk menilai
suatu alternatif pengambilan keputusan tentang suatu program.
Selanjutnya, Ebel (1986) berpendapat bahwa evaluasi merupakan suatu kebutuhan
di mana evaluasi harus memberikan suatu keputusan tentang informasi apa saja yang
dibutuhkan, bagaimana informasi tersebut dikumpulkan, serta bagaimana informaasi
tersebut disintesiskan untuk mendukung hasil yang diharapkan.
Kirkpatrick (1998), menyarankan tiga komponen yang harus dievaluasi dalam
pembelajaran yaitu pengetahuan yang dipelajari, keterampilan apa yang dikembangkan,
dan sikap apa yang perlu diubah. Untuk mengevaluasi komponen pengetahuan
dan/atau perubahan sikap, dapat digunakan paper-and-pencil test (test tertulis) sebagai
alat ukurnya. Evaluasi program untuk meningkatkan keterampilan peserta didik dapat
digunakan tes kinerja sebagai alat ukurnya
Menurut Astin (1993) ada tiga komponen yang dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran yaitu masukan, lingkungan sekolah, dan keluarannya, artinya tidak ada
ranah kognitif saja yang diukur.
Ditinjau dari cakupannya, evaluasi ada yang bersifat makro yaitu menggunakan
sampel dalam menelaah suatu program dan dampaknya, yang sasarannya adalah
program pendidikan. Kemudian evaluasi yang bersifat mikro yang sasarannya adalah
program pembelajaran di kelas dan yang menjadi penanggungjawabnya adalah tenaga
pendidik.
Evaluasi pengajaran dapat dikategorikan menjadi dua yaitu formatif dan sumatif.
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu
pokok bahasan/topik yang tujuannya untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
Sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu
satuan waktu yang di dalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan, yang tujuannya
untuk menetapkan tingkat keberhasilan peserta didik dalam kurun waktu tertentu yang
ditandai dengan perolehan nilai peserta didik dengan ketetapan lulus atau belum.

b. Penilaian
Penilaian merupakan komponen penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Upaya
meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas
pembelajaran dan kualitas penilaiannya. Penilaian didefinisikan sebagai proses
pengumpulan infomasi tentang kinerja peserta didik, untuk digunakan sebagai dasar
dalam membuat keputusan (Weeden, Winter, dan Broadfoot: 2002; Boot: 1996; Nitko:
1996; Mardapi: 2004). Selanjutnya Black dan Willian (1998) mendefinisikan penilaian
sebagai semua aktivitas yang dilakukan oleh guru dan peserta didik untuk menilai diri
mereka sendiri, yang memberikan informasi untuk digunakan sebagai umpan balik
untuk memodifikasi aktivitas belajar dan mengajar.
16

Penilaian berdasarkan definisi di atas memberi penekanan pada usaha yang


dilakukan guru maupun peserta didik untuk memperoleh informasi yang berkaitan
dengan pembelajaran yang mereka lakukan yang dapat dijadikan sebagai umpan balik
untuk melakukan perubahan aktivitas belajar mengajar yang lebih baik dari
sebelumnya.

Tujuan penilaian:
 Membantu belajar peserta didik
 Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan peserta didik
 Menilai efektivitas strategi pengajaran
 Menilai dan meningkatkan efektivitas program kurikulum
 Menilai dan meningkatkan efektivitas pengajaran
 Menyediakan data yang membantu dalam membuat keputusan
 Komunikasi dan melibatkan orang tua peserta didik

Kegiatan penilaian dalam proses pembelajaran harus diarahkan pada empat hal:
 Penelusuran, untuk menelusuri kesesuaian proses pembelajaran dengan yang
direncanakan.
 Pengecekan, untuk mencari informasi tentang kekurangan-kekurangan pada
peserta didik selama pembelajaran.
 Pencarian, untuk mencari penyebab kekurangan yang muncul selama proses
pembelajaran.
 Penyimpulan, untuk menyimpulkan tingkat pencapaian belajar yang telah dimiliki
peserta didik.

c. Pengukuran
Pengukuran merupakan suatu proses pemberian angka kepada suatu atribut atau
karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau objek tertentu menurut aturan
atau formulasi yang jelas. Berdasarkan pandangan tersebut, tampak bahwa semua
kegiatan di dunia ini tidak bisa lepas dari pengukuran.
Pengukuran pada dasarnya merupakan kegiatan penentuan angka bagi suatu objek
secara sistematik. Penentuan angka ini merupakan usaha untuk menggambarkan
karakteristik suatu objek kemampuan seseorang dalam bidang tertentu dinyatakan
dengan angka. Dalam menentukan karakteristik individu pengukuran yang dilakukan
harus sedapat mungkin mengandung kesalahan yang kecil (Mardapi, 2004).
Kesahihan alat ukur bisa dilihat dari kisi-kisi alat ukur. Kisi-kisi ini berisi tentang
materi yang diujikan, bentuk soal, tingkat berfikir yang terlibat, bobot soal dan cara
penskoran.
Pokok bahasan yang diujikan harus berdasarkan kriteria sebagai berikut:
 Pokok bahasan yang esensial
 Memiliki nilai aplikasi
 Berkelanjutan
 Dibutuhkan untuk mempelajari mata pelajaran lain
17

d. Tes dan Non-Tes


1) Tes
Tes merupakan sejumlah pertanyaan yang memiliki jawaban yang benar atau
salah. Tes diartikan sebagai sejumlah pertanyaan yang membutuhkan jawaban,
atau sejumlah pertanyaan yang harus diberikan tanggapan dengan tujuan
mengukur tingkat kemampuan seseorang atau mengungkap aspek tertentu dari
orang yang dikenai tes (testee).
2) Nontes
Dapat digunakan untuk menguur semua ranah yang dimiliki oleh masing-masing
individu yang tentu berbeda.
Adapun ranah yang diukur dengan menggunakan nontes in adalah kognitif,
psikomotorik, perseptual, komunikasi, nondiskursip, dan ranah afektif.
Mardapi (2004) mengatakan bahwa dalam kaitan dengan afektif ada empat tipe
karakteristik afekif yang penting yaitu sikap, minat, konsep diri, dan nilai.

3. PRINSIP DASAR EVALUASI PEMBELAJARAN


Evaluasi berasal dari Bahasa Inggris, evaluation yang berarti penilaian atau
penaksiran. Menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan
informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Sementara menurut Djudju,
evaluasi adalah kegiatan untuk mengetes tingkat kecakapan seseorang atau kelompok
orang.
Semua kegiatan mengajar belajar perlu dievaluasi. Evaluasi dapat memberi motivasi
bagi pendidik maupuan peserta didik, mereka akan lebih giat belajar, meningkatkan proses
berpikirnya. Dengan evaluasi pendidik dapat mengetahui prestasi dan kemajuan peserta
didik, sehingga dapat bertindak yang tepat bila peserta didik mengalami kesulitan belajar
(Slameto, 2003).
Bagi peserta didik, evaluasi merupakan umpan balik tentang kelebihan dan
kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik dan meningkatkan motivasi
berprestasi. Evaluasi terhadap peserta didik dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
kemajuan yang telah mereka capai. Evaluasi tidak hanya dilakukan oleh guru tetapi juga
oleh peserta didik untuk mengevaluasi diri mereka sendiri (self assesment) atau evaluasi
diri.
Evaluasi diri dilakukan oleh peserta didik terhadap diri mereka sendiri, maupun
terhadap teman mereka. Hal ni akan mendorong peserta didik untuk berusaha lebih baik lagi
dari sebelumnya agar mencapai hasil yang maksimal. Mereka akan merasa malu kalau
kelemahan dan kekurangan yang dimiliki diketahui oleh teman mereka sendiri. Evaluasi
terhadap diri sendiri merupakan evaluasi yang mendukung proses belajar mengajar serta
membantu peserta didik meningkatkan keberhasilannya. Oleh karena itu, untuk
mempengaruhi hasil belajar peserta didik evaluasi perlu dilaksanakan dalam kegiatan
pembelajaran.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan evaluasi antara lain:
 Mengadakan evaluasi dan memberi umpan balik terhadap kinerja peserta didik.
18

 Memberikan evaluasi yang objektif dan adil serta segera menginformasikan hasil
evaluasi kepada peserta didik.
 Memberi kesempatan kepada peserta didik mengadakan evaluasi terhadap diri
sendiri.
 Memberi kesempatan kepada peserta didik mengadakan evaluasi terhadap teman.
Evaluasi sering dianggap sebagai kegiatan akhir dari suatu proses kegiatan.
Evaluation is often considered to be the final step in overall process, demikian
diungkapkan Miller (1985). Peserta didik dievaluasi setelah ia selesai melakukan suatu
pelajaran, apakah ia berhasil atau tidak setelah mengalami masa percobaan.

Fungsi Evaluasi
 Evaluasi merupakan alat yang penting sebagai umpan balik bagi peserta didik.
 Evaluasi merupakan alat yang penting untuk mengetahui bagaimana ketercapaian
peserta didik dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan.
 Evaluasi dapat memberikan informasi untuk mengembangkan program kurikulum.
 Alat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional.
 Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar peserta didik kepada para orang
tuanya.

Tujuan Evaluasi
 Mendeskripsikan kecakapan belajar para peserta didik sehingga dapat diketahui
kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran
yang ditempuhnya.
 Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni
seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para peserta didik ke
arah tujuan pendidikan yang diharapkan.
 Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi
pelaksanaannya.
 Memberikan pertanggungjawaban pihak sekolah kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Pihak yang dimaksud meliputi pemerintah, masyarakat, dan para orang
tua peserta didik.

Menurut Anas (1995), tujuan evaluasi pendidikan terdiri atas dua:


a) Tujuan Umum
Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua yaitu:
 Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti
mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para
peserta didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka
waktu tertentu.
 Untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah
dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu.
b) Tujuan Khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan
adalah:
19

 Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program


pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbl kegairahan atau
rangsangan pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan
prestasinya masing-masing.
 Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan
ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga
dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya.

4. PRINSIP PENILAIAN
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI no. 20 tahun 2007 ditegaskan
bahwa penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
 Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang
diukur.
 Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak
dipengaruhi subjektivitas penilai.
 Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena
berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat
istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
 Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak
terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
 Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat dikethui oleh pihak yang berkepentingan.
 Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup
semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai tekik penilaian yang
sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
 Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikuti langkah-langkah baku.
 Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi
yang ditetapkan.
 Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik,
prosedur, maupun hasilnya.

Jenis-Jenis Evaluasi:
Dapat dilihat dari fungsinya, jenis penilaian ada beberapa macam, yaitu penilaian
formatif, penilaian sumatif, penilaian diagnostik, penilaian selektif, dan penilaian
penempatan.
Penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan paa akhir program belajar
mengajar untuk melhat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri. Dengan
demikian, penilaian formatif berorientasi kepada proses belajar mengajar. Dengan
penilaian formatif diharapkan guru dapat memperbaiki program pengajaran dan strategi
pelaksanaannya.
Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit program, yaitu
akhir semester, dan akhir tahun. Tujuannya adalah untuk melihat hasil yang dicapai oleh
20

para peserta didik, yakni seberapa jauh tujuan-tujuan kurikuler dikuasai oleh para
peserta didik.
Penilaian diagnostik adalah penilaian yang bertujuan untuk melihat kelemahan-
kelemahan peserta didik serta faktor penyebabnya. Penilaian ini dilaksanakan untuk
keperluan bimbingan belajar, pengajaran remedial (remedial teaching), menemukan
kasus-kasus. Soal-soal tentunya disusun agar dapat ditemukan jenis kesulitan belajar
yang dihadapi oleh para peserta didik.
Penilaian selektif adalah penilaian yang bertujuan untuk keperluan seleksi, misalnya
ujian saringan masuk ke lembaga pendidikan tertentu.
Penilaian penempatan adalah penilaian yang ditujukan untuk mengetahui
keterampilan prasyarat yang diperlukan bagi suatu program belajar dan penguasaan
belajar yang diprogramkan sebelum memulai kegiatan belajar untuk program itu.

Hasil Belajar Sebagai Objek Evaluasi


Pertanyaan pokok sebelum melakukan evaluasi ialah apa yang harus dinilai itu.
Terhadap pertanyaan ini kita kembali kepada unsur-unsur yang terdapat dalam proses
belajar mengajar, yakni tujuan bahan, metode dan alat serta penilaian. Tujuan sebagai
arah dari proses belajar mengajar pada hakekatnya adalah rumusan tingkah laku yang
diharapkan dapat dikuasai oleh peserta didik setelah menerima atau menempuh
pengalaman belajarnya (Nana, 1989).
Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik dalam mencapai tujuan
pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Howard Kingsley membagi
tiga macam hasil belajar, yakni: (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan
pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan
pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi
hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga
ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

5. RANAH KOGINITIF
a. Pengetahuan
Istilah pengetahuan merupakan terjemahan dari kata knowledge dalam
taksonomi Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab
dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual di samping pengetahuan
hafalan atau diingan seperti rumus, batasan, definisi, istilah, pasal dalam undang-
undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota.
b. Pemahaman
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah pemahaman.
Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimat sendiri sesuatu yang dibaca atau
didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan atau menggunakan
petunjuk penerapan pada kasus lain pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga
kategori, tingkat pertama (terendah) adalah pemahaman terjemahan, mulai dari
terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya dari bahasa Inggris ke dalam
bahasa Indonesia, mengartikan Bhineka Tunggal Ika, mengartikan merah putih.
21

Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian


terdahulu dengan yang diketahui berikutnya. Tingkat ketiga atau tingkat tertinggi
adalah pemahaman ekstrapolasi. Membuat contoh item pemahaman tidaklah
mudah. Sebagian item pemahaman dapat disajikan dalam gambar, denah, diagram,
atau grafik.
1) Aplikasi, adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkrit atau situasi khusus.
Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan
abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi.
2) Analisis (analysis), diartikan kemampuan menjabarkan atau menguraikan suatu
konsep menjadi bagian-bagian yang lebih rinci, memilah-milih, merinci,
mengaitkan hasil rinciannya.
3) Sintesis (Synthesis), diartikan kemampuan menyatukan bagian-bagian secara
terintegrasi menjadi suatu bentuk tertentu yang semula belum ada.
4) Evaluasi (evaluation), diartikan kemampuan membuat penilaian judgement
tentang nilai (value) untuk maksud tertentu.

6. RANAH AFEKTIF
Ranah afektif adalah satu domain yang berkaitan dengan sikap, nilai-nilai interest,
apresiasi atau penghargaan dan penyesuaian perasaan sosial.
Karakteristik Ranah Afektif. Lima karakteristik afektif yang penting yaitu: sikap, minat,
konsep diri, nilai, dan moral.
(1) Sikap
 Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk bertindak secara suka atau
tidak suka terhadap suatu objek.
 Menurut Fishbein dan Ajzen (1975), sikap adalah suatu predisposisi
kepribadian yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif
terhadap sudaut objek, situasi, konsep, atau orang.
(2) Minat
 Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui
pengalaman yang mendorong seseorang untuk berusaha memperoleh objek
khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau
pencapaian.
 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, minat atau keinginan adalah
kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu.
(3) Konsep Diri
 Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap
kemampuan dan kelemahan yang dimilikinya.
 Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri
(4) Nilai
 Menurut Rokeach (1986), nilai merupakan suatu keyakinan tentang
perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan buruk.
(5) Moral
 Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap tindakan yang
dilakukan diri sendiri, dan berkaitan perasaan dengan orang lain. Misalnya,
membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis.
22

 Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu


keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi, moral
berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.

Tingkatan afektif ini ada lima, yaitu:


 Kemauan menerima, berarti keinginan untuk memperhatikan suatu gejala atau
rancangan tertentu seperti keinginan membaca buku, mendengar musik, atau
bergaul dengan orang yang mempunyai ras berbeda.
 Kemauan menanggapi, berarti kegiatan yang menunjuk pada partisipasi aktif
kegiatan tertentu seperti menyelesaikan tugas terstruktur, mentaati peraturan,
mengikuti diskusi kelas, menyelesaikan tugas di laboratorium atau menolong
orang lain.
 Berkeyakinan, berarti kemauan menerima sistem nilai tertentu pada individu
seperti menunjukkan kepercayaan terhadap sesuatu, apresiasi atau
penghargaan terhadap sesuatu, sikap ilmiah atau kesungguhan untuk melakukan
suatu kehidupan sosial.
 Penerapan karya, berarti penerimaan terhadap berbagai sistem nilai yang
berbeda-beda berdasarkan pada suatu sistem nilai yang lebih tinggi, seperti
menyadari pentingnya keselarasan antara hak dan tanggung jawab, bertanggung
jawab tehradap hal yang telah dilakukan, memahami dan menerima kelebihan
dan kekurangan diri sendiri.
 Ketekunan dan ketelitian, berarti individu yang sudah memiliki sistem nilai selalu
menyelaraskan perilakunya sesuai dengan sistem nilai yang dipengangnya,
seperti bersikap objektif terhadap segala hal.

Pengukuran Ranah Afektif


Menurut Andersen (1980), ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur
ranah afektif, yaitu: (1) metode observasi, dan (2) metode laporan diri. Penggunaan
metode observasi didasarkan pada asumsi bahwa karakteristik afektif dapat dilihat dari
perilkau atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologis seseorang. Metode
laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan seseorang adalah dirinya
sendiri. Namun, metode ini menuntut kejujuran dalam mengukap karakteristik afektif diri
sendiri.
Pengembangan penilaian aspek afektif meliputi hal-hal berikut:
1. Membuat kisi-kisi instrumen
2. Menulis instrumen
3. Menentukan skala pengukuran
4. Menentukan pedoman penskoran
5. Menelaah (validitas isi) instrumen
6. Melakukan ujicoba instrumen
7. Menganalisis hasil ujicoba
8. Memperbaiki instrumen
9. Melaksanakan pengukuran
10. Menafsirkan hasil pengukuran
23

Instrumen Sikap
Definisi konsepptual adalah sikap merupakan kecenderungan merespon secara
konsisten baik menyukai atau tidak menyukai suatu objek, sedangkan definsi
operasional adalah sikap perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek. Cara yang
mudah untuk mengetahui sikap peserta didik adalah melalui kuesioner.
Pengembangan Instrumen Sikap (contoh dalam mata pelajaran matematika):
 Contoh indikator sikap terhadap mata pelajaran matematika
 Membaca buku matematika
 Mempelajari matematika
 Melakukan interaksi dengan guru matematika
 Mengerjakan tugas matemaika
 Melakukan diskusi tentang matematika
Contoh pertanyaan untuk kuesioner:
 Saya senang membaca buku matematika
 Tidak semua orang harus belajar matematika
 Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran matematika
 Saya tidak senang pada tugas pelajaran matematika
 Saya berusaha mengerjakan soal-soal matematika sebaik-baiknya

Instrumen Minat
Definisi Konseptual:
Minat adalah keinginan yang tersusun melalui pengalaman yang mendorong individu
berusaha mencari objek, melakukan aktivitas, dan keterampilan untuk tujuan memperoleh
kepuasan.
Definisi Operasional:
Minat adalah keingintahuan seseorang tetnang keadaan suatu objek, dan atau
melakukan aktivitas tertentu.

Instrumen Konsep Diri


Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri.
Definisi Konseptual: konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri
yang menyangkut keunggulan dan kelemahannya. Definisi operasional: konsep diri adalah
pernyataan tentang kemampuan diri sendiri yang terkait dengan sesuatu hal.

Instrumen Nilai:
Nilai seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagaimana ia berbuat atau keinginan
untuk berbuat. Nilai berkaitan dengan keyakinan, sikap dan aktivitas atau tindakan
seseorang terhadap sesuatu yang merupakan refleksi dari nilai yang dianutnya.
Definisi koseptual adalah nilai keyakinan terhadap sesuatu pendapat, kegiatan, atau
objek. Definisi operasional nilai adalah keyakinan seseorang tentang keadaan suatu objek
atau kegiatan.

Instrumen Moral:
24

Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui moral peserta didik. Contoh indikator moral
sesuai dengan definisi tersebut adalah:
 Memegang janji
 Memiliki kepedulian terhadap orang lain
 Menunjukkan komitmen terhadap tugas-tugas
 Memiliki kejujuran

Pengembangan Instrumen Moral


Contoh pernyataan untuk instrumen moral, antara lain:
 Bila saya berjanji pada teman, tidak harus menepati
 Bila menghadapi kesulitan, saya selalu meminta bantuan orang lain
 Bila ada orang lain yang menghadapi kesulitan, saya berusaha membantu
 Bila bertemu teman, saya selalu menyapanya walau ia tidak melihat saya
 Saya selalu bercerita hal yang menyenangkan teman, walau tidak seluruhnya benar
 Bila ada orang yang bercerita, saya tiak selalu mempercayainya.

Pengukuran ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan, yakni sebagai berikut:
a) Menerima
Jenjang ini berhubungan dengan kesediaan atau kemauan peserta didik
untuk ikut dalam fenomena atau stimulasi khusus (kegiatan dalam kelas, baca
buku dan sebagainya) dihubungkan dengan pengajaran jenjang ini berhubungan
dengan menimbulkan, mempertahankan, dan mengarahkan perhatian peserta
didik. Sedangkan perumusan untuk membuat soalnya yaitu menanyakan,
menjawab, menyebutkan, memilih, mengidentifikasi, memberikan, mengikuti,
menyeleksi, menggunakan, dan lain-lain.
b) Menjawab
Kemampuan ini bertalian dengan partisipasi peserta didik. Pada tingkat ini,
peserta didik hanya menghadiri suatu fenomena tertentu tetapi juga mereaksi
terhadapnya dengan salah satu cara. Hasil belajar dalam jenjang ini dapat
menekankan kemauan untuk menjawab. Sedangkan perumusan bentuk soalnya
adalah menjawab, melakukan, menulis, menceritakan, membantu, melaporkan,
dan sebagainya.
c) Menilai
Jenjang ini bertalian dengan nilai yang dikenakan peserta didik terhadap
suatu objek, fenomena, atau tingkah laku tertentu, jenjang ini dimulai dari hanya
sekedar penerima nilai sampai ke tingkat komitmen keterampilan. Sedangkan
perumusan soalnya menerangkan, membedakan, memilih, mempelajari,
mengusulkan, menggambarkan, menggabung, mempelajari, menyeleksi,
bekerja, membaca, dan sebagainya.
d) Organisasi
Yaitu menyatukan nilai yang berbeda, menyelesaikan masalah di antara nilai
itu sendiri, jadi tugas seorang guru dalam mengevaluasi ialah memberikan
penekanan pada membandingkan, menghubungkan dan mensintesiskan nilai-
nilai. Mengorganisasikan, mengatur, membandingkan, mengintegrasikan,
memodifikasi, menghubungkan, menyusun, memadukan, menyelesaikan,
mempertahankan, menjelaskan, menyatukan, dan lain-lain.
25

e) Karakterisasi dengan suatu nilaiatau kompleks nilai


Pada jenjang ini individu memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah
lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama sehingga membentuk karakteristik
“pola hidup”. Jadi, tingkah lakunya menetap konsisten, dan dapat diramalkan.
Hasil belajar meliputi sangat banyak kegiatan, tapi menekankan lebih besar
diletakkan pada kenyataan bahwa tingkah laku itu menjadi ciri khas atau
karakteristik peserta didik itu.

7. RANAH PSIKOMOTORIK
Ranah psikomotorik adalah ranah yang menitikberatkan kepada kemampuan fisik
dan kerja otot (Bloom, 1979). Dalam pengembangannyapun mata pelajaran yang
berkaian dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang lebih berorientasi pada
gerakan dan menekankan pada reaksi-raksi fisik dan keterampilan tangan. Keterampilan
itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam sauatu tugas atau
sekumpulan tugas tertentu.
Buttler (1972) membagi hasil belajar psikomotor menajdi tiga, yaitu: specific
responding, motor chaining, rule using. Pada tingkat specific responding peserta didik
mampu merespons hal-hal yang sifatnya fisik, (yang dapat didengar, dilihat, atau
diraba), atau melakukan keterampilan yang sifatnya tunggal, misalnya memegang raket,
memegang bed untuk tenis meja. Pada motor chaining peserta didik sudah mampu
menggabungkan lebih dari dua keterampilan dasar menjadi satu keterampilan
gabungan, misalnya memukul bola, menggergaji, menggunakan jangka sorong, dan
lain-lain. Pada tingkat rule using peserta didik sudah dapat menggunakan
pengalamannya untuk melakukan keterampilan yang kompleks. Pengembangan
perangkat peniliaian psikomotor misalnya bagaimana memukul bola secara tepat agar
dengan tenaga yang sama hasilnya lebih baik.
Ranah psikomotor berkaitan dengan keterampilan atau skill yang bersikap manual
atau motorik. Tingkatan psikomotor ini meliputi:
 Persepsi, berkenaan dengan penggunaan indera dalam melakukan kegiatan.
Contoh: mengenal kerusakan mesin dari suaranya yang sumbang.
 Kesiapan melakukan suatu kegiatan, berkenaan dengan melakukan sesuatu
kegiatan atau set termasuk di dalamnya metal set atau kesiapan mental, physical set
(kesiapan fisik) atau (emotional set) kesiapan emosi perasaan untuk melakukan
suatu tindakan.
 Mekanisme, berkenaan dengan penampilan respon yang sudah dipelajari dan
menjadi kebiasaan sehingga gerakan yang ditampilkan menunjukkan kepada suatu
kemahiran. Contoh: menulis halus, menari, menata laboratorium dan menata kelas.
 Respon terbimbing, berkenaan dengan meniru (imitasi) atau mengikut, mengulangi
perbuatan yang diperintahkan atau ditunjukkan oleh orang lain, melakukan kegiatan
coba-coba (trial and error).
 Kemahiran, berkenaan dengan penampilan gerakan motorik dengan keterampilan
penuh. Kemahiran yang dipertunjukkan biasanya cepat, dengan hasil yang baik
namun menggunakan sedikit tenaga. Contoh: keterampilan menyetir kendaraan
bermotor.
26

 Adaptasi, berkenaan dengan keterampilan yang sudah berkembang pada diri


individu sehingga yang bersangkutan mampu memodifikasi pada pola gerakan
sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu. Contoh: orang yang bermain tenis, pola-
pola gerakan disesuaikan dengan kebutuhan mematahkan permainan lawan.
 Organisasi, berkenaan dengan penciptaan pola gerakan baru untuk disesuaikan
dengan situasi atau masalah tertentu, biasanya hal ini dapat dilakukan oleh orang
yang sudah mempunyai keterampilan tinggi, seperti menciptakan model pakaian,
menciptakan tarian, komposisi musik (Uno, 2008).

Di bawah ini diberikan skema untuk mendapatkan gambaran global tentang ranah
psikomotorik.

Kategori Jenis Perilaku Kemampuan Internal Kata Kerja Operasional


1. Persepsi  Menafsirkan rangsangan Memilih
 Peka terhadap rangsangan Membedakan
 mendiskriminasikan Mempersiapkan
Menyisihkan
Menunjukkan
Mengidentifikasikan
Menghubungkan
2. Kesiapan  Berkonsentrasi Memulai
 Menyiapkan diri (fisik dan Mengawal
mental) Bereaksi
Mempersiapkan
Memprakarsai
Menangggapi
Menpertunjukkan
3. Gerakan  Meniru contoh Mempraktekkan
Terbimbing Memainkan
Mengikuti
Mengerjakan
Membuat
Mencoba
Memperlihatkan
Memasang
Membongkar
4. Gerakan  Berketerampilan Mengoperasikan
Terbiasa  Berpegang pada pola Membangun
Memasang
Membongkar
Memperbaiki
Melaksanakan
Mengerjakan
Menyusun
Menggunakan
Mengatur
Mendemonstrasikan
27

Memainkan
Menangani
5. Gerekan  Berketerampilan secara ... Ada pada kategori jenis
Kompleks  Misalnya: lancar, luwes, no. 4
supel, gesit, lincah
6. Penyesuaian  Menyesuaikan diri Mengubah
pola gerakan  Bervariasi Mengadaptasi
Mengatur kembali
Membuat variasi
7. Kreativitas  Menciptakan yang baru Merancang
 Berinisiatif Menyusun
Menciptakan
Mendesain
Merancang bangun
Mereka-reka
Merekayasa
Mengkombinasikan
Mengatur
Merencanakan

Dari bagian di atas dapat diketahui bahwa domain psikomotor meliputi hal-hal:
 Persepsi: menunjuk pada proses kesadaran akan adanya perubahan setelah
keaktifan: melihat, mendengar, menyentuh, merasakan, membau serta gerak diri
urat syaraf kita dan lebih dekat terhadap alat panca indera kita.
 Kesiapan: menunjuk langkah lanjut setelah adanya persepsi kemampuan dalam
membedakan, memilih dan menggunakan neuromuscular yang tepat dalam
membuat respons.
 Yang menjadi tujuan dalam hal kesiapan adalah: kesiapan mental: memilih dan
membuat sintesa. Kesiapan fisik: dalam menyesuaikan kemamuan neuromuscular.
Kesiapan emosional dalam merespon menurut sikap yang tepat.
 Gerakan terbimbing: dengan persepsi dan kesiapan di atas mengembangkan
kemampuan dalam aktivitas.
 Yang menjadi tujuan dalam tahap ini adalah imitasi (meniru contoh),
mempertunjukkan sesuatu.
 Gerakan terbiasa: setelah melewati pada tahapan gerakan terbimbing, maka akan
mendapati pada gerakan terbiasa pada satu keterampilan tertentu.
 Tujuan dalam tahap ini adalah mulai muncul kecepatan dalam menggunakan waktu
tertentu pada satu keterampilan tertentu.
 Gerakan kompleks: penggunaan sejumlah skill dalam aktivitas yang kompleks,
meliputi semua gerakan di atas.

Langkah-langkah pokok dalam evaluasi hasil belajar:


1. Menyusun rencana evaluasi hasil belajar
2. Sebelum evaluasi hasil belajar dilaksanakan, harus disusun terlebih dahulu
perencanaannya secara baik dan matang. Perencanaan evaluasi hasil belajar itu
umumnya mencakup enam jenis kegiatan, yaitu:
28

 Merumuskan tujuan dilaksanakannya evaluasi. Perumusan tujuan evaluasi hasil


belajar itu penting sekali.
 Menetapkan aspek-aspek yang akan dievaluasi, misalnya apakah aspek kognitif,
afektif, ataukah aspek psikomotorik.
 Memilih dan menentukan teknik yang akan dipergunakan di dalam pelaksanaan.
 Evaluasi, misalnya apakah evaluasi itu akan dilaksanakan dengan teknik tes atau
teknik non tes.
 Menyusun alat-alat pengukur yang akan dipergunakan dalam pengukuran dan
penilaian hasil belajar.
 Menentukan tolak ukur, norma atau kriteria yang akan dijadikan pegangan, atau
patokan dalam memberikan interpretasi terhadap data hasil evaluasi.
 Menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar itu sendiri.
 Menghimpun data.
 Melakukan verifikasi data.
 Mengolah dan menganalisis data.
 Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan
 Tindak lanjut hasil evaluasi.
Untuk meningkatkan mutu pembelajaran dibutuhkan sistem evaluasi yang tepat,
karena peserta didik memiliki berbagai kemampuan yang berbeda-beda, maka sistem
evaluasi yang digunakan harus terintegrasi dan mampu mengukur semua kemampuan
yang ada pada peserta didik. Evaluasi pendidikan tidak hanya digunakan untuk
mengukur ranah kognitif peserta didik, tetapi juga harus menilai ranah afektif dan
psikomotornya.

8. TAHAPAN PELAKSANAAN EVALUASI


Tahapan pelaksanaan evaluasi proses pembelajaran adalah penentuan tujuan,
menentukan desain evaluasi, pengembangan instrumen evaluasi, pengumpulan
informasi/data, analisis dan interpretasi dan tindak lanjut.
a. Menentukan Tujuan
Tujuan evaluasi proses pembelajaran dapat dirumuskan dalam bentuk
pernyataan atau pertanyaan. Secara umum tujuan evaluasi proses pembelajaran
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
 Apakah strategi pembelajaran yang dipilih dan dipergunakan oleh pendidik efektif
 Apakah media pembelajaran yang digunakan oleh pendidik efektif
 Apakah cara mengajar pendidik menarik dan sesuai dengan pokok materi sajian
yang dibahas, mudah diikuti dan berdampak peserta didik mudah mengerti sajian
materi yang dibahas
 Bagaimana persepsi peserta didik terhadap materi sajian yang dibahas
berkenaan dengan kompetensi dasar yang akan dicapai
 Apakah peserta didik antusias untuk mempelajari materi sajian yang dibahas,
 Bagaimana peserta didik mensikapi pembelajaran yang dilaksanakan oleh
pendidik,
 Bagaimanakah cara belajar peserta didik mengikuti pembelajaran yang
dilaksanakan oleh pendidik,
29

b. Menentukan desain evaluasi


Desain evaluasi proses pembelajaran mencakup rencana evaluasi proses dan
pelaksana evaluasi. Rencana evaluasi proses pembelajaran berbentuk matriks
dengan kolom-kolom berisi tentang: nomor urut, informasi yang dibutuhkan,
indikator, metode yang mencakup teknik dan instrumen, responden dan waktu.
Selanjutnya pelaksana evaluasi proses adalah pendidik matpel yang bersangkutan.
c. Penyusunan instrumen evaluasi
Instrumen evaluasi proses pembelajaran untuk memperoleh informasi deskriptif
dan/atau informasi judgemental dapat berwujud:
 Lembar pengamatan untuk mengumpulkan informasi tentang kegiatan belajar
peserta didik dalam mengikuti pembelajaran yang dilaksanakan oleh pendidik
dapat digunakan oleh pendidik sendiri atau oleh peserta didik untuk saling
mengamati,
 Kuesioner yang harus dijawab oleh peserta didik berkenaan dengan strategi
pembelajaran yang dilaksanakan pendidik, metode dan media pembelajaran
yang digunakan oleh pendidik, minat, persepsi peserta didik tentang
pembelajaran untuk suatu materi pokok sajian yang telah terlaksana.
d. Pengumpulan data atau informasi
Pengumpulan data atau informasi dilaksanakan secara objektif dant erbuka
agar diperoleh informasi yang dapat dipercaya dan bermanfaat bagi peningkatan
mutu pembelajaran.
Pengumpulan data atau informasi dilaksanakan pada setiap akhir pelaksanaan
pembelajaran untuk materi sajian berkenaan dengan satu kompetensi dasar dengan
maksud pendidik dan peserta didik memperoleh gambaran menyeluruh dan
kebulatan tentang pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan untuk
pencapaian penguasaan satu kompetensi dasar.
e. Analisis dan Interpretasi
Analisis dan interpretasi hendaknya dilaksanakan segera setelah data atau
informasi terkumpul. Analisis berwujud deskripsi hasil evaluasi berkenaan dengan
proses pembelajaran yang telah terlaksana; sedang interpretasi merupakan
penafsiran terhadap deskripsi hasil analisis proses pembelajaran.
Analisis dan interpretasi dapat dilaksanakan bersama oleh pendidik dan
peserta didik agar hasil evaluasi dapat segera diketahui dan dipahami oleh pendidik
dan peserta didik sebagai bahan dan dasar memperbaiki pembelajaran selanjutnya.
f. Tindak Lanjut
Tindak lanjut merupakan kegiatan menindaklanjuti hasil analisis dan
interpretasi. Dalam evaluasi proses pembelajaran tindak lanjut pada dasarnya
berkenaan dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan selanjutnya dan evaluasi
pembelajarannya. Pembelajaran yang akan dilaksanakan selanjutnya merupakan
keputusan tentang upaya perbaikan pembelajaran yang akan dilaksanakan sebagai
upaya peningkatan mutu pembelajaran; sedang tindak lanjut evaluasi pembelajaran
berkenaan dengan pelaksanaan dan instrumen evaluasi yang telah dilaksanakan
mengenai tujuan, proses dan instrumen evaluasi proses pembelajaran.
30

BAB III
JENIS EVALUASI

1. PENGANTAR
Tujuan dilaksanakannya evaluasi proses dan hasil pembelajaran adalah untuk
mengetahui keefektifan pelaksanaan pembelajaran dan pencapaian hasil pembelajaran
oleh setiap peserta didik. Informasi kedua hal tersebut pada gilirannya sebagai masukan
untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Manfaat dilaksanakannya
evaluasi proses dan hasil pembelajaran ada beberapa hal, di antaranya yang penting
adalah:
 Memperoleh pemahaman pelaksanaan dan hasil pembelajaran yang telah
berlangsung atau dilaksanakan oleh pendidik/guru.
 Membuat keputusan berkenaan dengan pelaksanaan dan hasil pembelajaran, dan
 Meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dalam rangka upaya
meningkatkan kualitas keluaran/lulusan.
Dalam menentukan hasil evaluasi dapat dipergunakan tiga pendekatan sesuai dengan
keperluannya, yaitu ukuran mutlak, ukuran relatif, dan ukuran perfomance.
a. Penilaian dengan ukuran mutlak
Dalam pendekatan ini, guru terlebih dahulu menentukan kriteria keberhasilan
peserta didik secara mutlak. Misalnya seorang peserta didik dikatakan berhasil baik,
apabila dia dapat mengerjakan semua soal penilaian dengan benar. Pada umumnya,
pendekatan ini digunakan dalam penilaian formatif, karena dengan pendekatan ini di
antaranya guru dapat mengetahui tingkat penguasaan setiap peserta didik dalam
mempelajari suatu satuan pelajaran. Penilaian ini dapat digunakan pula dalam
penilaian sumatif, apabila program pengajaran yang dinilai itu merupakan program
minimal yang harus dikuasai.
b. Penilaian dengan Ukuran Relatif
Dalam penilaian dengan pendekatan ini, kriteria keberhasilan tidak ditetapkan
sebelumnya, tetapi bergantung kepada keberhasilan umum dalam kelompok peserta
didik yang sedang dinilai. Jadi, keberhasilan ditentukan oleh gambaran umum dari
kelompok yang bersangkutan. Dengan perkataan lain keberhasilan itu ditentukan
oleh rata-rata keberhasilan kelompok. Pendekatan peniliaian dengan ukuran relatif
ini, biasanya digunakan dalam penilaian sumatif, terutama dalam memberikan nilai
akhir, atau mengelompokkan peserta didik dalam kelompok kerja di mana
dibutuhkan kelompok dengan kemampuan yang homogen dalam bidang pengajaran
tertentu, dalam seleksi, atau dalam memberikan keputusan, apakah peserta didik
lulus atau tidak lulus, naik atau tidak naik.
c. Penilaian dengan Ukuran Self Performance
Pendekatan ini didasarkan pada performance yang dilakukan sebelumnya.
Guru mengambil keputusan lulus tanpa memperhatikan ukuran mutlak hasil
pencapaian, dan juga tidak melihat prestasi hasil rata-rata kelompoknya. Jadi
pendekatan ini melihat kemajuan (keberhasilan) yang dicapai. Dalam pendekatan ini,
31

perlu diperhatikan tiga tahap status yaitu: status peserta didik sebelum mengikuti
pengajaran, status potensi peserta didik pada masa yang akan datang.

2. OBYEK EVALUASI
Berdasarkan objek, evaluasi dibagi dalam beberapa jenis, yaitu:
a. Evaluasi input
Evaluasi input yaitu evaluasi terhadap peserta didik mencakup kepribadian,
sikap dan keyakinan. Tujuan utama input adalah untuk menentukan bagaimana
memanfaatkan input dalam mencapai tujuan program. Contoh: program pemanduan
anak bakat. Tujuan adalah untuk mengembangkan kemampuan anak berbakat
dalam bidang musik. Maka dalam program itu dinilai input yang bagaimanakah dapat
menunjang pencapaian tujuan tersebut. Antara lain:
 Program pembinaan
 Biaya
 Hambatan-hambatan
 Strategi yang mungkin dipilih
 Fasilitas belajar
 Lingkungan
 Sarana prasarana
 Bagaimana kualitas anak berbakat
 Kualitas staf yang mampu mendukung kegiatan belajar
b. Evaluasi Transformasi
Evaluasi terhadap unsur-unsur transformasi proses pembelajaran antara lain
materi, media, metode-metode dan lain-lain.
c. Evaluasi Output
Evaluasi terhadap lulusan yang mengacu pada ketercapaian hasil pembelajaran
Sasaran pokok dalam setiap kegiatan evaluasi dalam pendidikan adalah anak didik.
Yang harus diperhatikan dalam perkembangan anak didik setelah mengalami
pendidikan dan pengajaran selama jangka waktu tertentu adalah:
 Bagaimana pengembangan pengetahuannya,
 Bagaimana pekembangan sikapnya,
 Bagaimana keterampilan dan kecekatannya,
 Bagaiaman kecerdasan cara berpikirnya,
 Bagaimana perkembangan jasmani dan kesehatannya.

3. JENIS EVALUASI PENDIDIKAN


a. Jenis evaluasi berdasarkan sasaran
 Evaluasi konteks, adalah evaluasi yang ditujukan untuk mengukur program baik
mengenai rasional tujuan latar belakarng program, maupu kebutuhan-kebutuhan
yang muncul dalam perencanaan.
 Evaluasi input, adalah evaluasi yang diarahkan untuk mengetahui input baik
sumber daya maupun strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan.
32

 Evaluasi proses, adalah evaluasi yang ditujukan untuk melihat proses


pelaksanaan baik mengenai kelancaran proses, kesesuaian dengan rencana,
faktor pendukung dan faktor hambatan yang muncul dalam proses pelaksanaan
dan sejenisnya.
 Evaluasi hasil atau produk, adalah evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil
program yang dicapai sebagai dasar untuk menentukan keputusan akhir,
diperbaiki, dimodifikasi, ditingkatkan, atau dihentikan.
 Evaluasi outcome atau lulusan, adalah evaluasi yang diarahkan untuk melihat
hasil belajar peserta didik lebih lanjut, yakni evaluasi lulusan setelah terjun ke
masyarakat.
b. Jenis evaluasi berdasarkan lingkup kegiatan pembelajaran
 Evaluasi program pembelajaran, adalah evaluasi yang mencakup terhadap
tujuan pembelajaran, isi program pembelajaran, strategi belajar mengajar, aspek-
aspek program pembelajaran yang lain.
 Evaluasi program pembelajaran, adalah evaluasi yang mencakup kesesuaian
antara proses pembelajaran dengan garis-garis besar program pembelajaran
yang ditetapkan, kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran,
kemampuan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran.
 Evaluasi hasil pembelajaran, adalah evaluasi hasil belajar mencakup tingkat
penguasaan peserta didik terhadap tujuan pembelajaran yang ditetapkan, baik
umum maupun khusus, ditinjau dari aspek kognitif, afektif dan psikomotor.

4. MODEL EVALUASI PENDIDIKAN


Dalam melakukan evaluasi, perlu dipertimbangkan model evaluasi yang akan dibuat.
Model evaluasi merupakan suatu desain yang dibuat oleh para ahli atau pakar evaluasi.
Biasanya model evaluasi ini dibuat berdasarkan kepentingan seseorang, lembaga atau
instansi yang ingin mengetahui apakah program yang telah dilaksanakan dapat
mencapai hasil yang diharapkan.
Berdasarkan hal tersebut, di bawah ini dijelaskan lima model evaluasi yang biasanya
sering digunakan, yaitu:
a. Model Evaluasi CIPP
b. Model Evaluasi UCLA
c. Model Evaluasi Brinkerhoff
d. Model Evaluasi Stake atau Model Countenance
e. Model Evaluasi Metfessel dan Michael
Berikut uraian dari kelima model evaluasi di bawah ini:
a. Model Evaluasi CIPP
Model Evaluasi CIPP yang dikemukakan oleh Stufflebeam & Shinkfield (1985)
adalah sebuah pendekatan evaluasi yang berorientasi pada pengambil keputusan (a
decision oriented evaluation approach structured) untuk memberikan bantukan
kepada adminsitrator atau leader pengambil keputusan. Stufflebeam mengemukakan
bahwa hasil evaluasi akan memberikan alternatif pemecahan masalah bagi para
33

pengambil keputusan. Model evaluasi CIPP ini terdiri dari empat hurup yang
diuraikan sebagai berikut:
 Context evaluation to serve planning decision
Seorang evaluator harus cermat dan tajam memahami konteks evaluasi yang
berkaitan dengan merencanakan keputusan, mengidentifikasi kebutuhan, dan
merumuskan tujuan program.
 Input evaluation structuring decision
Segala sesuatu yang berpengaruh terhadap proses pelaksanaan evaluasi harus
disiapkan dengan benar. Input evaluasi ini akan memberikan bantuan agar dapat
menata keputusan, menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan, mencari
berbagai alternatif. Yang akan dilakukan, menentukan rencana yang matang,
membuat strategi yang akan dilakukan dan memperhatikan prosedur kerja dalam
mencapainya.
 Process evaluation to serve implementing decision
Pada evaluasi proses ini berkaitan dengan implementasi suatu program. Ada
sejumlah pertanyaan yang harus dijawab dalam proses pelaksanaan evaluasi ini.
Misalnya, apakah rencana yang telah dibuat sesuai dengan pelaksanaan di
lapangan? Dalam proses pelaksanaan program apakah yang harus diperbaiki?
Dengan demikian proses pelaksanaan program dapat dimonitor, diawasi atau
bahkan diperbaiki.
 Product evaluatiion to serve recycling decision
Evaluasi hasil digunakan untuk menentukan keputusan apa yang akan
dikerjakan berikutnya. Apa manfaat yang dirasakan oleh masyarakat berkaitan
dengan program yang digulirkan? Apakah memiliki pengaruh dan dampak
dengan adanya program tersebut? Evaluasi hasil berkaitan dengan manfaat dan
dampak suatu program setelah dilakukan evaluasi secara seksama. Manfaat
model ini untuk pengambilan keputusan (decision making) dan bukti
pertanggungjawaban (accountability) suaut program kepada masyarakat.
Tahapan evaluasi dalam model ni yakni penggambaran (delineating), perolehan
atau temuan (obtaining), dan penyediaan (providing) bagi para pembuat
keputusan.

b. Model evaluasi UCLA


Menurut Alkin (1969) evaluasi adalah suatu proses meyakinkan keputusan,
memilih informasi yang tepat, mengumpulkan, dan menganalisa informasi sehingga
dapat melaporkan ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan dalam
memilih beberapa alternatif. Ia mengemukakan lima macam evaluasi yakni:
 Sistem assesment, yaitu memberikan informasi tentang keadaan atau posisi
sistem.
 Program planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan
berhasil memenuhi kebutuhan program.
 Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah
diperkenalkan kepada kelompok tertentu tepat seperti yang direncanakan

c. Model Evaluasi Brinkerhoff


34

Brinkerhoff & Cs. (1983) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun
berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator-evaluator
lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri sebagai berikut:
 Fixed vs emergent evaluation design. Dapatkah masalah evaluasi dan kriteria
akhirnya dipertemukan? Apabila demikian, apakah itu suatu keharusan? Belum
lengkap penjelasannya.
 Formative vs summative evaluation. Apakah evaluasi akan dipakai untuk
perbaikan atau untuk melapjorkan kegunaan atau manfaat suatu program? Atau
keduanya?
 Experimental and quasi experimental design vs natural/unobtrusive inquiry.
Apakah evaluasi akan melibatkan intervensi ke dalam kegiatan
program/mencoba memanipulasi kondisi, orang diperlakukan, variabel
dipengaruhi dan sebagainya, atau hanya diamati, atau keduanya?

d. Model evaluasi Stake atau Model Countenance


Menurut model „Countenance‟, peniaian harus mengandung langkah-langkah
beriku; menerangkan program; melaporkan keterangan tersebut kepada pihak yang
berkepentingan; mendapatkan dan menganalisis „judgement‟; melaporkan kembali
hasil analisis kepada pelanggan. Seterusnya, model responsive mencadangkan
perhatian yang terus menerus oleh penilai dan semua pihak yang terlibat dengan
penilaian. Stake (1975) telah menentukan 12 langkah interaksi antara penilai dan
pelanggan dalam proses penilaian.
Model evaluasi Stake (1967), merupakan analisisi proses evaluasi yang
membawa dampak yang cukup besar dalam bidang ini meletakkan dasar yang
sederhana namun merupakan konsep yang cukup kuat untuk perkembangan yang
lebih jauh dalam bidang evaluasi. Stake menekankan pada dua jenis operasi yaitu
deskripsi (descriptions) dan pertimbangan (judgements) serta membedakan tiga fase
dalam evaluasi program yaitu:
 Persiapan atau pendahuluan (antecedents)
 Proses/transaksi (transaction-process)
 Keluaran atau hasil (outcomes, output)

e. Model evaluasi Metfessel dan Michael


Metfessel dan Michael (1967), dapat digunakan oleh guru dan evaluator
program. Dalam strategi model Metfessel dan Michael terdapat delapan langkah
yaitu:
 Keterlibatan masyarakat (envalvement of the community) yakni orang tua, ahli-
ahli pendidikan dan peserta didik,
 Pengembangan tujuan dan memilih tujuan menurut skala prioritas,
 Menterjemahkan tujuan menjadi bentuk tingkah laku dan mengembangkan
pengajaran,
 Mengembangkan metode untuk mengukur dan mengevaluasi pencapaian tujuan,
 Menyusun dan mengadministrasi ukuran untuk mengevaluasi pencapaian tujuan
 Menganalisis hasil pengukuran
 Menginterpretasi dan mengevaluasi data,
35

 Menyusun rekomendasi untuk mengembangkan pengajaran.


Metode ini dilengkapi dengan instrumen pengumpulan data, lengkap dengan
kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi sebuah proyek/kegiatan
program. Seperangkat instrumen tersebut meliputi: tes, angket, checklist, dan
sebagainya serta cara-cara lain untuk menghimpun data penunjang.

5. JENIS EVALUASI PEMBELAJARAN


Jenis evaluasi berdasarkan tujuan dibedakan atas lima jenis evaluasi:
a. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang ditujukan untuk menelaah kelemahan-
kelemahan peserta didik beserta faktor-faktor penyebabnya.
b. Evaluasi Selektif
Evaluasi selektif adalah evaluasi yang digunakan untuk memilih peserta didik yang
paling tepat sesuai dengan kriteria program kegiatan tertentu.
c. Evaluasi Penempatan
Evaluasi penempatan adalah evaluasi yang digunakan untuk menempatkan peserta
didik dalam program pendidikan tertentu yang sesuai dengan karakteristik peserta
didik.
d. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk memperbaiki dan
meningkatkan proses belajar dan mengajar.
e. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk menentukan hasil dan
kemajuan belajar peserta didik.

Sedangkan, jenis evaluasi berdasarkan lingkup kegiatan pembelajaran, yaitu:


a) Evaluasi Program Pembelajaran
Evaluasi yang mencakup terhadap tujuan pembelajaran, isi program pembelajaran,
strategi belajar mengajar, aspek-aspek program pembelajaran yang lain.
b) Evaluasi Proses Pembelajaran
Evaluasi yang mencakup kesesuaian antara proses pembelajaran dengan garis-
garis besar program pembelajaran yang ditetapkan, kemampuan guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran, kemampuan peserta didik dalam mengikuti
proses pembelajaran.
c) Evaluasi Hasil Pembelajaran
Evaluasi hasil belajar mencakup tingkat penguasaan peserta didik terhadap tujuan
pembelajaran yang ditetapkan, baik umum maupun khusus, ditinjau dalam aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik.

6. BENTUK-BENTUK TES
Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau
mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah
ditentukan. Tes hasil belajar adalah sekelompok pertanyaan atau tugas-tugas yang
harus dijawab atau diselesaikan oleh peserta didik dengan tujuan untuk mengukur
kemajuan belajar peserta didik.
36

Tes merupakan serangkaian soal yang harus dijawab oleh peserta didik. Dalam hal
ini tes hasil belajar dapat digolongkan ke dalam tiga jenis berdasarkan bentuk
pelaksanaannya, yaitu (a) tes lisan, (b) tes tulisan, (c) tes tindakan atau perbuatan. Tes
tertulis dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada penggunaan kertas dan pensil
sebagai instrumen utamanya sehingga tes mengerjakan soal atau jawaban ujian pad
akertas ujian secara tertulis, baik dengan tulisan tangan maupun menggunakan
komputer. Sedangkan, tes lisan dilakukan dengan pembicaraan atau wawancara tatap
muka antara guru dan peserta didik. Sedangkan, tes perbuatan mengacu pada proses
penampilan seseorang dalam melakukan sesuatu unit kerja. Tes perbuatan
mengutamakan pelaksanaan perbuatan peserta didik.

Dari segi bentuk soal dan kemungkinan jawabannya tes dibagi menjadi 2 bagian
yakni:
a. Tes Essay (uraian)
Tes essay adalah tes yang disusun dalam bentuk pertanyaan terstruktur dan
peserta didik menyusun, mengorganisasikan sendiri jawaban tiap pertanyaan itu
dengan bahasa sendiri. Tes essay ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan
kemampuan dalam menjelaskan atau mengungkapkan suatu pendapat dalam
bahasa sendiri.
Subino, (1987: 2) menyatakan bahwa berdasarkan tingkat kebebasan jawaban
yan dimungkinkan dalam tes bentuk uraian, butir-butir soal dalam hal ini dapat
dibedakan atas butir-butir soal yang menuntut jawaban bebas. Butir-butir soal
dengan jawaban terikat cenderung akan membatasi, baik isi maupun bentuk
jawaban; sedangkan butir soal dengan jawaban bebas cenderung tidak membatasi,
baik isi maupun jawaban.
Tes uraian merupakan tes yang tertua, namun bentuk ini masih digunakan
secara luas di Amerika Serikat hingga kini, bahkan merupakan bentuk soal yang juga
masih digunakan secara luas di bagian-bagian dunia lainnya (Gronlund, 1977).
Tes bentuk uraian memiliki ciri-ciri tertentu, seperti yang dikemukakan oleh
Wirasasmita 91981:24) yaitu:
 Hendaknya setiap pertanyaan merupakan suatu perumusan yang jelas, definitif,
dan pasif.
 Tiap pertanyaan hendaknya diserta petunjuk yang jelas tentang jawaban yang
dikehendaki oleh peserta.
 Hendaknya pertanyaan-pertanyaan tersebut mencakup semua bahan yang
terpenting serta komprehensif.
 Perbandingan soal sukar, sedang, dan mudah harus seimbang, walaupun belum
ada patokan yang pasti. Sebaiknya perbandingannya, sukar = 30%-25%,
sedang=50%, mudah =20% - 25%, dan setelah soal disusun segera susun kunci
jawabannya, dengan memperhatikan berbagai kemungkinan jawaban.

b. Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang disusun sedemikian rupa dan telah disediakan
alternatif jawabannya. Tes ini terdiri dari berbagai macam bentuk, antara lain:
a) Tes betul-salah (True-False)
37

b) Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice)


c) Tes Menjodohkan (Matching)
d) Tes Analisa Hubungan (Relationship Analysis)
Pada prinsipnya, bentuk tes objektif di atas mempunyai kelemahan dan
kebaikannya, akan tetapi biasanya bentuk objektif dapat menteskan semua bahan
yang telah diajarkan, sedangkan bentuk uraian agak sukar untuk mengukur semua
bahan yang sudah diajarkan, karena ruang lingkup bentuk tes tersebut sangat
sempit. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Gronlund (1985:36) menyatakan
bahwa ... objective test items ca be used to measure a variety of knowledge out
come ... the most generally useful is the multiple choice items ... but other items
types also have a place.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa item-item tes objektif dapat digunakan
untuk mengukur berbagai hasil belajar yang berupa pengetahuan. Umumnya yang
paling berguna adalah item bentuk pilihan jamak, sementara itu, tipe item objektif
yang lainnya punya peran tersendiri.
Pendapat lain yang berbeda, yakni Lado (1961:201) mengemukakan bahwa The
usual objectians to objective test are that they are too simple, tha they do not require
real thinking but simple memory, and that they do not test the ability of the student to
organize his thought.
Pendapat di atas menunjukkan bahwa keberatan tes objektif adalah karena tes
itu terlalu mudah, tidak menuntut pemikiran yang nyata, dan tidak menguji
kecakapan peserta didik dalam mengorganisasikan pikirannya.
Dilihat dari sudut waktu kapan dan untuk apa tes itu dilakukan, maka tes hasil
belajar dapat dikelompokkan menjadi tes awal (pretest), tes akhir (post-test), dan
entering behaviour test.
Tes awal biasanya dilakukan setelah proses belajar mengajar selesai.
Tujuannya untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi
pelajaran yang telah diberikan pada proses belajar mengajar yang bersangkutan.
Tujuan lain adalah untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang telah dilakukan,
hasilnya disebut hasil tes formatif, sedangkan bila tujuannya adalah untuk
menetapkan lulusan atau kenaikan kelas seseorang terhadap mata pelajaran
tertentu maka disebut ujian akhir atau ulangan umum.
Entering behaviour test adalah suatu tes yang berisikan materi pelajaran atau
kemampuan-kemampuan peserta didik yang harus sudah dikuasai sebelum mereka
menempuh suatu proses.
Dari segi fungsi tes di sekolah, tes dibedakan menjadi:
1. Tes Formatif
Tes formatif, yaitu tes yang diberikan untuk memonitor kemajuan belajar selama
proses pembelajaran berlangsung. Tes ini diberikan dalam tiap satuan unit
pembelajaran. Manfaat tes formatif bagi peserta didik adalah:
 Untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai materi dalam tiap
unit pembelajaran.
 Merupakan penguatan bagi peserta didik
 Merupakan usaha perbaikan bagi peserta didik, karena dengan tes formatif
peserta didik mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.
 Peserta didik dapat mengetahui bagian dari bahan yang belum dikuasainya.
38

2. Tes Sumatif
Tes sumatif diberikan dengan maksud untuk mengetahui penguasaan atau
pencapaian peserta didik dalam bidang tertentu. Tes sumatif dilaksanakan pada
tengah atau akhir semester.
3. Tes penempatan
Tes penempatan adalah tes yang diberikan dalam rangka menentukan jurusan
yang akan dimasuki peserta didik atau kelompok mana yang paling baik
ditempati atau dimasuki peserta didik dalam belajar.
4. Tes Diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mendiagnosis penyebab
kesulitan yang dihadapi seseorang baik dari segi intelektual, emosi, fisik dan lain-
lain yang mengganggu kegiatan belajarnya.

Ciri-ciri Tes Yang Baik


Sebuah tes dikatakan baik jika memenuhi persyaratan:
 Bersifat valid atau memiliki validitas yang cukup tinggi. Suatu tes dikatakan valid
bila tes itu isinya dapat mengukur apa yang seharusnya diukur, artinya alat ukur
yang digunakan tepat.
 Bersifat reliable, atau memiliki reliabelitas yang baik. Reliabilitas sering diartikan
dengan kerandalan. Suatu tes dikatakan reliabel jika tes itu berulang-ulang
memberikan hasil yang sama.
 Bersifat praktis atau memiliki kepraktisan. Tes memiliki sifat kepraktisan artinya
praktis dari segi perencanaan, pelaksanaan tes dan memiliki nilai ekonomi tetapi
harus tetap mempertimbangkan kerahasiaan tes.
Namun syarat minimum yang harus dimiliki oleh sebuah tes yang baik adalah valid dan
reliabel.

7. LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN TES


Ada enam tahap dalam merencanakan dan menyusun tes agar diperoleh tes yang
baik, yaitu:
a. Pengembangan Spesifikasi Tes
Spesifikasi tes adalah suatu ukuran yang menunjukkan keseluruhan kualitas tes dan
ciri-ciri yang harus dimiliki oleh tes yang akan dikembangkan. Hal yang perlu
diperhatikan adalah:
 Menentukan tujuan, tujuan pembelajaran yang baik hendaklah berorientasi
kepada peserta didik, bersifat menguraikan hasil belajar, harus jelas dan dapat
dimengerti, mengandung kata kerja yang jelas (kata kerja operasional), serta
dapat diamati dan dapat diukur.
 Menyusun kisi-kisi soal, penyusunan kisi-kisi soal bertujuan untuk merumuskan
setepat mungkin ruang lingkup, tekanan dan bagian-bagian tes sehingga
perumusan tersebut dapat menjadi pentunjuk yang efektif bagi penyusun tes.
39

 Memilih tipe soal, dalam memilih tipe soal perlu diperhatikan kesesuaian antara
tipe soal dengan materi, tujuan evaluasi, skoring pengelolaan hasil evaluasi,
penyelenggaraan tes, serta ketersediaan dana dan kepraktisan.
 Merencanakan tingkat kesukaran soal, untuk soal objektif dapat diketahui melalui
uji coba atau dapat juga diperkirakan berdasarkan berat ringannya beban
penyelesaian soal tersebut.
 Merencanakan banyak soal.
 Merencanakan jadwal penerbitan soal.
 Penulisan soal.
 Penelaahan soal, yaitu menguji validitas soal yang bertujuan untuk mencermati
apakah butir-butir soal yang disusun sudah tepat untuk mengukur tujuan
pembelajaran yang sudah dirumuskan, ditinjau dari segi isi/materi, kriteria dan
psikologis.
 Pengujian butir-butir soal secara empriris, kegiatan ini sangat penting jika soal
yang dibuat akan dibakukan.
 Penganalisasian hasil uji coba
 Pengadministrasian soal

b. Menganalisis Tes
Menganalisis instrumen (alat evaluasi) bertujuan untuk mengetahui apakah alat ukur
yang digunakan atau yang akan digunakan sudah memenuhi syarat-syarat sebagai
alat ukur yang baik, tepat mengukur sesuatu tujuan yang telah diruuskan. Sebuah
instrumen dikatakan baik jika memenuhi syarat validitas, reliabilitas dan bersifat
praktis.
a) Validitas Tes
Suatu tes dikatakan valid jika tes itu dapat mengukur apa yang seharusnya
diukur. Valid disebut juga sahih, terandalkan atau tepat. Tes hasil belajar yang
valid, harus dapat menggambarkan hasil belajar yang diukur.
Macam-macam validitas:
1) Validitas isi (content validity)
Validitas isi sering juga disebut validitas logis atau validitas rasional. Validitas
isi dapat dianalisis dengan bantuan kisi-kisi tes dan pedoman penelaahan
butir soal.
Penelahaan butir soal secara umum ditinjau dari tiga aspek yaitu:
 Aspek materi
 Aspek bahasa
 Aspek konstruksi
2) Validitas ramalan (predictive validity)
Suatu tes dikatakan memiliki validitas ramalan, apabila hasil pengukuran
yang dilakukan dengan tes itu dapat digunakan untuk meramalkan, atau tes
itu mempunyai daya prediksi yang cukup kuat. Untuk mengetahui apakah
suatu tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai tes yang memiliki validitas
ramalan dapat dilakukan dengan mengkorelasikan tes hasil belajar yang
sedang diuji dengan krieria yang ada.
3) Validitas bandingan (concurrent validity)
40

Suatu tes dikatakan memiliki validitas concurrent, apabila tes tersebut


memiliki keseuaian dengan hasil pengukuran lain yang dilaksanakan saat itu.
Misalnya, membandingkan hasil tes dari soal yang sedang dicari validitasnya
dengan hasil tes dari soal standar. Jika terdapat korelasi yang positif antara
kedua tes tersebut, berarti soal tes yang dibuat mempunyai validitas
concurrent.
4) Construct validity (validitas konstruk)
Validitas konstruk artinya butir-butir soal dalam tes tersebut membangun
setiap aspek berpikir seperti yang tercantum dalam tujuan pembelajaran yang
telah dirumuskan. Penganalisasian validitas ini dapat dilakukan dengan jalan
melakukan pencocokan antara aspek berpikir yang dikehendaki diungkapkan
oleh tujuan pembelajaran, yaitu melalui penelaahan butir-butir soal.
Meski terdapat beberapa jenis validitas, dalam periode terakhir validitas
dianggap sebagai suatu konsep utuh, tidak dipilah-pilah sebagai jenis
validitas.
Cara menentukan validitas instrumen
Kriteria-kriteria hasil validitas:
 Antara sangat tinggi
 Antara tinggi
 Antara cukup
 Antara rendah
 Antara sangat rendah
Cara menentukan validitas tiap butir soal
Tinggi rendahnya validitas soal secara keseluruhan berhubungan dengan
validitas tiap butir soal. Validitas butir soal dapat dicari dalam hubungannya
dengan skor total tiap individu yang ikut serta dalam evaluasi. Langkah-
langkah yang ditempuh sebagai berikut:
 Skor suatu instrumen dengan baik dan teliti
 Untuk individu yang benar diberi angka 1, sedangkan yang salah diberi
angka nol.
 Jumlahkan skor total untuk tiap individu
 Gunakan rumus product moment correlation atau korelasi biserial

b) Reliabilitas
Suatu alat ukur dikatakan reliabel, apabila alat ukur itu dicobakan kepada objek
yang sama secara berulang-ulang maka hasilnya akan tetap sama, konsisten,
stabil atau relatif sama.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reliabilitas:
 Konstruksi item yang tidak tepat, sehingga tidak dapat mempunyai daya
pembeda yang kuat.
 Panjang/pendeknya suatu instrumen
 Evaluasi yang subjektif akan menurunkan reliabilitas
 Ketidaktepatan waktu yang ada dalam kelompok
 Kemampuan yang ada dalam kelompok
41

 Luas/tidaknya sampel yang diambil


 Teknik pengujian reliabilitas tes hasil belajar
Tes uraian adalah bentuk tes yang mengandung pertanyaan yang jawabannya
tiak disediakan oleh pembuat soal. Tes esai adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari
pertanyaan atau suruhan yang menghendaki jawaban yang berupa uraian-uraian
yang relatif panjang. Nurkancana dan Sumartana (1986:42).
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam sebuah tes uraian, peserta didik
dituntut untuk dapat mengeskpresikan apa yang ada di dalam pikirannya dengan
menggunakan kata-kata sendiri. Oleh karena itu, dalam tes uraian sangat mungkin
terdapat variasi yang berbeda dalam jawaban yang diberikan oleh peserta didik,
karena jawaban yang diberikan bersifat subjektif. Tes uraian biasanya digunakan
untuk mengukur kemampuan kognitif yang relatif tinggi dan kompleks. Soal-soal tes
uraian pada umumnya mengandung permasalahan dan menuntut penguraian
sebagai jawaban, sehingga apabila direncanakan dengan baik, soal berbentuk
uraian sanat tepat digunakan untuk menilai cara berpikir peserta didik dalam
memecahkan sebuah masalah dan cara peserta didik untuk mengungkapkannya
dalam bentuk tulisan. Terdapat tiga faktor yangharus dilihat untuk dapat menentukan
apakah butiran soal tertentu itu baik atau tidak. Pertama, tingkat kesukaran.
Kesukaran butiran soal ditentukan oleh perbandingan antara banyaknya peserta
didik yang menjawab butiran soal itu. Kedua, indeks diskriminasi atau daya pembeda
adalah korelasi antara skor jawaban terhadap sebuah butiran soal dengan skor
jawaban seluruh soal. Ketiga, melihat bagaimana pilihan jawaban lain dipilih oleh
kelompok-kelompok itu dibandingkan dengan pilihannya terhadap pilihan yang
benar.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan tes soal
uraian. Tes uraian dapat digunakan apabila:
 Jumlah peserta didik atau peserta tes terbatas
 Waktu yang dipunyai guru untuk mempersiapkan soal sangat terbatas.
 Tujuan instruksional yang ingin dicapai adalah kemampuan mengekspresikan
pikiran dalam bentuk tertulis, menguji kemampuan dengan baik, atau
penggunaan kemampuan penggunaan bahasa secara tertib.
 Guru ingin memperoleh informasi yang tidak tertulis secara langsung di
dalam soal ujian tetapi dapat disimpulkan dari tulisan peserta tes, seperti:
sikap, nilai atau pendapat. Soal uraian dapat digunakan untuk memperoleh
informasi langsung tersebut, tetapi harus digunakan dengan sangat hari-hati
oleh guru.
 Guru ingin memperoleh hasil pengalaman belajar peserta didiknya. Soal
uraian (esai) berbeda dengan soal objektif dalam kebenarannya yang
bertingkat. Jawaban tidak dinilai mulai dari 100% benar dan 100% salah.
Kebenaran bertingkat tergantung tingkat kesesuaian jawaban peserta didik
dengan jawaban yang dikehendaki yang dituangkan dalam kunci. Jawaban
mungkin mengarah kepada jawaban yang tidak tunggal (divergence).
Kebenaran yang dicapai bisa 0%, 20%, 30%, 50%, 70%, atau 10%
tergantung ketepatan jawabannya.
42

c. Jenis Tes Uraian


Tes uraian dapat dibagi menajdi dua jenis yaitu, tes uraian bentuk terbuka (extended
response) dan tes uraian terbatas (restricted response). Pembagian jenis tes ini
berdasarkan pada kebebasan yang diberikan pembuat soal kepada penjawab soal
atau peserta didik untuk menuangkan hasil gagasan atau pemikirannya. Pada tes
uraian terbuka setiap peserta tes sepenuhnya memiliki kebebasan untuk menjawab
sesuai dengan yang dipikirkannya. Sedangkan tes uraian terbatas jawaban yang
dikehendaki adalah jawaban yang sifatnya sudah dibatasi.
Kelebihan Tes Uraian:
1. Tes uraian dapat dengan baik mengukur hasil belajar yang kompleks.
2. Tes bentuk uraian terutama menekankan kepada pengukuran kemampuan dan
kemampuan menguraikan berbagai hasil pemikiran dan sumber informasi ke
dalam suatu pola berpikir tertentu, yang disertai dengan keterampilan
pemecahan masalah.
3. Bentuk tes uraian lebih meningkatkan motivasi peserta didik untuk melahirkan
kepribadiannya dan watak sendiri.
4. Memudahkan guru untuk menyusun butir soal.
5. Tes uraian sangat menekankan kemampuan menulis.
6. Tidak memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menebak jawaban.
7. Dapat mengetahui sejauh mana penguasaan peserta didik terhadap suatu
materi.

Kelemahan Tes Uraian


1. Reliabilitasnya rendah artinya skor yang dicapai oleh peserta didik tidak
konsisten bila tes yang sama atau tes yang paralel yang diuji ulang beberapa
kali. Menurut Robert L. Ebel A. Frisbie (1986:129) terdapat tiga hal yang
menyebabkan tes uraian reliabilitasnya rendah yaitu:
 Pertama, keterbatasan sampel bahan yang tercakup dalam soal tes.
 Kedua, batas-batas tugas yang harus dikerjakan oleh peserta tes sangat
longgar, walaupun telah diusahakan untuk menentukan batasan-batasan
yang cukup ketat.
 Ketiga, subjektifitas penskoran yang dilakukan oleh pemeriksa tes.
2. Untuk menyelesaikan tes uraian guru dan peserta didik membutuhkan waktu
yang banyak.
3. Jawaban peserta tes kadang-kadang disertai bualan-bualan.
4. Kemampuan menyatakan pikiran secara tertulis menjadi hal yang paling
membedakan prestasi belajar peserta didik.
5. Memeriksa hasil tes relatif sulit dan memerlukan waktu yang lebih lama.
6. Dalam penilaian mudah dipengaruhi unsur subjektivitas dari penilai.
7. Kurang representatif dalam mewakili materi pelajaran, karena hanya terdiri dari
beberapa butir soal.
8. Pemeriksanya hanya dapat dilakukan oleh ahlinya.
9. Ruang lingkup yang diungkap sangat terbatas.
10. Memungkinkan timbulnya keragaman dalam memberikan jawaban sehingga
tidak ada rumusan benar yang pasti. Lebih memberikan peluang untuk bersifat
subjektif.
43

11. Penggunaan soal esai membutuhkan waktu koreksi yang lama dalam
menentukan nilai.

Cara Memeriksa Tes Uraian


 Memeriksa tes bentuk essay lebih sulit dibandingkan dengan bentuk tes objektif.
Siapapun yang menilai lembar jawaban tes objektif hasilnya pasti sama.
Sedangkan memeriksa tes essay hasilnya bisa berbeda kalau yang memeriksa
orangnya berbeda, sekalipun kriteria jawaban yang sudah tepat sudah
ditetapkan. Itu sebabnya bentuk tes ini disebut dengan tes subjektif.
 Untuk menghindari faktor subjektifitas maka sebaiknya sebelum memeriksa
lembar jawaban dipersiapkan dulu kriteria jawaban yang benar. Ada dua cara
yang bisa dilakukan dalam memeriksa lembar jawaban tes objektif.
 Lembar jawaban diperiksa perorang. Maksudnya setelah selesai memeriksa
punya si A dan diberi skor lalu memeriksa punya di B, lalu si C dan seterusnya.
 Lembar jawaban diperiksa nomor demi nomor. Misalnya satu lokal terdiri dari 30
orang, maka pemeriksaan lembar jawaban dilakukan mulai nomor satu pada
seluruh lembar jawaban essay. Setelah selesai dilanjutkan dengan nomor dua
untuk seluruh lembar jawaban peserta didik demikian seterusnya. Bila
dibandingkan cara pertama dengan cara kedua maka cara kedua lebih objektif.
Sedangkan cara pertama lebih subjektif. Oleh karena itu sebaiknya untuk
memperoleh hasil yang lebih objektif gunakan cara kedua.

8. BENTUK PELAKSANAAN TES


Tes lisan, berbentuk tanya jawab face to face. Penilai memberikan pertanyaan
secara langsung kepada peserta tes
Tes perbuatan, dilakukan dengan cara menyuruh peserta didik (peserta tes) untuk
melakukan sesuatu pekerjaan yang bersifat fisik (praktik).
Tes tertulis, dilakukan secara berkelompok dengan mengambil tempat di suatu
ruangan tertentu. Dalam ujian tertulis dikenal dua bentuk tes, yaitu tes essai (uraian) dan
tes objektif.
Keunggulan Tes Lisan:
 Dapat digunakan untuk melakukan penilaian hasil belajar yang mendalam
 Dapat digunakan untuk mengevaluasi kemampuan berpikir bertaraf tinggi.
 Dapat digunakan untuk menguji pemahaman seseorang terkait dengan hasil
karyanya.
 Tidak memungkinkan penyontekkan dan bahannya cukup luas.
Kelemahan Tes Lisan:
 Jika pertanyaannya tidak dipersiapkan dengan baik, maka penguji hanya akan
bertanya pada hal-hal yang diingatnya saja.
 Sangat mungkin terjadinya ketidakadilan antara peserta tes, baik yang berkaitan
dengan lama waktu ujian, tingkat kesukaran soal maupun tolak ukur dalam penilaian.
 Penilaiannya bersifat sangat subjektif.
 Banyak memakan waktu dalam pelaksanaannya; dan
44

 Memungkinkan peserta tes untuk bersikap ABS (asal bapak senang), atau
mengiyakan semua komentar penguji dengan maksud supaya diluluskan.
Keunggulan Tes Perbuatan:
 Tes perbuatan dapat digunakan untuk melakukan penilaian sejumlah perilaku atau
penampilan yang kompleks dalam situasi riil.
 Tes perbuatan dapat digunakan untuk melakukan penilaian penampilan yang tidak
dapat dievalausi dengan alat-alat evaluasi lainnya.
 Ujian perbuatan dapat digunakan untuk melihat kesesuaian antara pengetahuan
yang bersifat teoritis dan keterampilan di dalam praktik.
 Di dalam ujian perbuatan tidak ada peluang untuk saling menyontek.
Kelemahan Tes Perbuatan:
 Ujian perbuatan memerlukan waktu yang lebih banyak, karena penilaiannya hanya
dapat dilakukan seorang demi seorang (terutama pada penilaian proses).
 Ujian perbuatan pada umumnya memerlukan peralatan, mesin-mesin atau bahan-
bahan khusus, sehingga menjadi lebih mahal dari pada ujian tertulis.
 Penilaian dalam ujian perbuatan pada umumnya lebih subjektif, karena akan selalu
melibatkan keputusan penilai.
 Seringkali sangat membosankan, karena umumnya bersifat monoton.

Tes Tertulis:
1. Soal Tes Bentuk Uraian (essay)
Ciri khas tes uraian adalah bahwa jawaban soal tidak disediakan oleh orang yang
mengkonstruksi tes, tetapi harus dipasok oleh peserta tes. Peserta tes bebas
menjawab pertanyaan yang diajukan.
2. Soal tes bentuk objektif
Tes bentuk objektif adalah perangkat tes yang butir-butir soalnya mengandung
alternatif jawaban yang harus dipilih atau dikerjakan oleh peserta tes. Alternatif
jawaban yang telah dipasok oleh pengkonstruksi butir soal. Peserta tes hanya
memilih jawaban dari alternatif jawaban yang telah disediakan.
Soal Tes Bentuk Uraian (essay)
Tes ini umumnya memerluan jawaban yang berbentuk bahasan. Ciri-cirinya selalu
diawali dengan kata-kata “Bagaimana, Mengapa, berikan alasan, uraikan, jelaskan,
bandingkan, simpulkan, tunjukkan, bedakan” dan sebagainya. Mengingat untuk dapat
memberikan jawaban soal tes bentuk essay ini melibatkan tingkat berpikir yang tinggi
dan kemampuan berpikir abstrak, maka soal tes ini tentunya belum sesuai untuk
digunakan bagi peserta didik di tingkat dasar, seperti: kelas 1, 2 atau 3 SD.
Keunggulan Tes Uraian:
 Jawaban harus disusun sendiri oleh testi (melatih dalam pemilihan kata-ata dan
menyusun kalimat)
 Tidak ada kemungkinan menebak,
 Dapat mengukur kemampuan yang kompeleks,
 Dapat digunakan untuk mengembangkan penalaran testi,
 Proses penyusunan soal relatif mudah, dan
45

 Proses berpikir testi dapat dilacak dari jawabannya.


Kelemahan Tes Uraian:
 Jumlah soal sangat terbatas, sehingga cakupan materi (validitas isi) lemah
 Tingkat kebenaran jawaban dan penilaiannya subjektif
 Jawaban testi kadang tidak relevan dengan pertanyaan
 Pemeriksaannya sulit, hanya dapat dilakukan oleh penyusunnya
 Skor umumnya kurang reliable
 Kualitas jawaban tergantung pada kemampuan dalam memilih kata-kata dan
menyusun kalimat, dan
 Banyak dijumpai soal-soal tes uraian yang hanya mengungkap pengetahuan yang
dangkal
Meningkatkan Objektifitas Tes Uraian:
 Penilaian dilakukan oleh lebih dari satu orang (validitas antar rater)
 Membuat pedoman penilaian
 Memecah langkah perumusan jawaban (dinilai tiap-tiap langkahnya pada penilaian
kemampuan proses)
 Koreksi hendaknya dilakukan sekali selesai (sehingga situasi kejiwaan penilai dalam
kondisi yang sama)
46

BAB IV
ALAT EVALUASI

1. PENGANTAR
Dalam pengertian umum, alat adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk
mempermudah seseorang untuk melaksanakan tugas atau mencapai tujuan secara lebih
efektif dan efisien. Kata alat biasa disebut juga dengan istilah intrumen, dengan demikian
alat evaluasi juga dikenal dengan instrumen evaluasi.
Secara garis besar, alat evaluasi digolongkan menjadi dua macam yaitu, tes dan non
tes. Selanjutnya tes dan non tes juga disebut teknik evaluasi. (Suharsimi Arikunto, 1997:23)
Secara umum alat evaluasi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Tes
Tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan
penilaian, yang dapat berupa pertanyaan, perintah dan petunjuk yang ditujukan
kepada peserta didik untuk mendapatkan repons sesuai dengan petunjuk
tersebut, dengan tujuan untuk mengukur tingkat kemampuan seseorang atau
mengungkap aspek tertentu dari orang yang dikenai tes.
b. Non-Tes
Adalah prosedur penilaian yang ditujukan untuk menilai hasil belajar dari aspek
tingkah laku seperti menilai aspek afektif dan aspek keterampilan (psikomotorik).
Ditinjau dari segi pelaksanaan, tes terdiri dari tiga jenis, yaitu: alat penilaian yang
harus dijawab oleh peserta didik, meliputi: tes bentuk uraian, yaitu semua tes yang
pertanyaannya membutuhkan jawaban dalam bentuk uraian. Tes bentuk objektif, yaitu
semua tes yang mengharuskan peserta didik memilih di antara kemungkinan-kemungkinan
jawaban yang telah disediakan, memberi jawaban singkat atau mengisi jawaban pada kolom
titik-titik yang telah disediakan.
Ditinjau dari segi fungsinya, tes terdiri dari:
a) Tes Seleksi
Tes ini dilaksanakan dalam rangka pengujian dan pemilihan calon peserta didik yang
tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang mengikuti tes.
b) Tes awal
Tes ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau
bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dikuasai oleh para peserta didik.
c) Tes Akhir
Tes akhir dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi
pelajaran tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh para
peserta didik.
d) Tes diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat, jenis
kesukaran yang dihadapi oleh para peserta didik dalam suatu pelajaran tertentu.
e) Tes formatif
47

Tes formatif adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui sudah sejauh
manakah peserta didik telah terbentuk (sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah
ditentukan) setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu
tertentu.
f) Tes sumatif
Tes sumatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan
program pengajaran selesai diberikan.

2. TEKNIK NON-TES
Yang tergolong dalam alat ukur non test adalah:
a. Skala bertingkat (rating scale)
b. Kuesioner (questionaire)
c. Daftar cocok (check list)
d. Wawancara (interview)
e. Pengamatan (observation)
f. Riwayat hidup

Berikut ini keterangan dari setiap alat pengukur tersebut:


a. Skala bertingkat (rating scale)
Skala yang menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu
hasil perkembangan. Seperti Oppenheim mengatakan: rating gives a numerical
value to some kind of judgement, maka suatu skala selalu disajikan dalam bentuk
angka. Kita dapat menilai hampir segala sesuatunya dengan skala. Dengan maksud
agar pencatatannya dapat objektif maka penilaian terhadap penampilan atau
penggambaran kepribadian seseorang disajikan dalam bentuk skala.
Contoh: kecenderungan seseorang terhadap jenis kesenian tertentu.
b. Kuesioner
Kuesioner juga sering dikenal dengan nama angket. Pada dasarnya, kuesioner
adalah berupa daftar pertanyaan yang harus diisi oleh seseorang yang akan diukur
(responden). Adapun macam-macam kuesioner dapat ditinjau dari beberapa segi, di
antaranya:
(1) Ditinjau dari segi persiapan
 Kuesioner langsung: dikatakan langsung jika kuesioner tersebut dikirimkan
dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya.
 Kuesioner tak langsung adalah kuesioner yang dikirimkan dan diisi oleh
bukan orang yang dimintai keterangannya.
(2) Ditinjau dari segi cara menjawab
 Kuesioner tertutup: adalah kuesioner yang disusun dengan menyediakan
pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda paa
jawaban yang dipilih.
 Kuesioner terbuka: adalah kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga
para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya.
c. Daftar cocok (check list)
48

Yang dimaksud dengan daftar cocok adalah deretan pertanyaan (yang biasanya
singkat), di mana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok (√)
di tempat yang sudah disediakan.
d. Wawancara (interview)
Adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban
dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Wawancara dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu:
 Interview bebas, di mana responden mempunyai kebebasan untuk
mengutarakan pendapatnya tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah
dibuat oleh subjek evaluasi.
 Interview terpimpin, yaitu interview yang dilakukan oleh subjek evaluasi dengan
cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu.
e. Pengamatan (observasi)
Adalah suatu teknik yang dilakukan dengan caa pengamatan secara teliti serta
pencatatan secara sistematis. Ada tiga macam observasi yaitu:
 Observasi partisipan, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat, tetapi
dalam pada itu pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang
sedang diamati.
 Observasi sistematik, yaitu observasi di mana faktor-faktor yang diamati sudah
didaftar secara sistematis dan sudah diatur menurut kategorinya.
 Observasi eksperimental, adalah observasi yang terjadi jika pengamat tidak
berpartisipasi dalam kelompok.
f. Riwayat Hidup
Adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa
kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat hidup maka subjek evaluasi akan dapat
menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian, kebiasaan, dan sikap dari objek yang
dinilai (Suharsimi Arikunto, 1997:24-28).
Selain teknik-teknik di atas, ada juga teknik lain yaitu:
(1) Studi kasus (case study)
Adalah studi yang mendalam dan komprehensif tentang peserta didik, kelas atau
sekolah yang memiliki kasus tertentu.
(2) Catatan insidentil (anecdotal record)
Adalah catatan-catatan singkat tentang peristiwa-peristiwa sepintas yang dialami
peserta didik secara perorangan
(3) Sosiometri
Adalah suatu prosedur untuk merangkum, menyusun dan sampai batas tertentu
dapat mengkuantifikasi pendapat-pendapat peserta didik tentang penerimaan teman
sebayanya serta hubungan di antara mereka.
(4) Inventori kepribadian
Hampir serupa dengan tes kepribadian, bedanya dalam inventori kepribadian
jawaban peserta didik tidak mempunyai kriteria benar atau salah. Semua jawaban
peserta didik adalah benar selama dia menyatakan yang sesungguhnya (Zainal
Arifin, 2009:168-172).
49

3. TEKNIK TES
Tes adalah penilaian yang komprehensif terhadap seorang individu atau keseluruhan
usaha evaluasi program. Selanjutnya, di dalam bukunya; Teknik-teknik Evaluasi,
Muchtar Bukhori mengatakan: “Tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk
mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid atau
kelompok murid”.
Definisi selanjutnya adalah yang dikutipkan dari Webster’s Collegiate, Tes = any
series of questions or exercise or other means of measuring the skill, knowledge,
intelligence, capacities of aptitudes or an individual or group. Yang kurang lebih artinya
sebagai berikut: tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau
bakat yang dimiliki oleh seorang individu atau kelompok.

Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur peserta didik, maka tes dibedakan atas
tiga macam, yaitu: tes diagnostik, tes formatif, tes sumatif.
Berikut keterangan masing-masing tes di atas:
a. Tes diagnostik
Adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan peserta didik sehingga
berdasarkan hal itu dapat dilakukan pemberian yang tepat.
b. Tes formatif
Dari kata form yang merupakan dasar dari istilah formatif maka evaluasi formatif
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah terbentuk setelah
mengikuti suatu program tertentu.
Evaluasi formatif mempunyai manfaat, baik bagi peserta didik, guru, maupun
program itu sendiri.

Manfaat bagi peserta didik


 Digunakan untuk mengetahui apakah peserta didik menguasai bahan program
secara menyeluruh.
 Merupakan penguatan (reinforcement) bagi peserta didik. Dengan mengetahui
bahwa tes yang dikerjakan sudah menghasilkan skor yang tinggi sesuai dengan
yang diharapkan maka peserta didik merasa mendapat “anggukan kepala” dari
guru, dan ini merupakan suatu tanda bahwa apa yang sudah dimiliki merupakan
pengetahuan yang sudah benar. Dengan demikian maka pengetahuan itu akan
bertambah membekas diingatan. Di samping itu tanda keberhasilan suatu
pelajaran akan memperbesar motivasi peserta didik untuk belajar lebih giat, agar
dapat mempertahankan nilai yang sudah baik itu atau akan memperoleh yang
lebih baik lagi.
 Usaha perbaikan. Dengan umpan balik (feed back) yang diperoleh setelah
melakukan tes, peserta didik mengetahui kelemahan-kelemahannya. Bahkan
dengan teliti peserta didik mengetahui bab atau bagian dari bahan yang mana
yang belum dikuasainya. Dengan demikian, akan ada motivasi untuk
meningkatkan penguasaan.
 Sebagai diagnosis. Bahan pelajaran yang sedang dipelajari oleh peserta didik
merupakan serangkaian pengetahuan, keterampilan, atau konsep. Dengan
50

mengetahui hasil tes formatif, peserta didik dengan jelas dapat mengetahui
bagian mana dari bahan pelajaran yang masih dirasakan sulit.

Manfaat bagi guru


 Mengetahui sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh peserta
didik.
 Hal ini akan menentukan pula apakah guru itu harus mengganti cara
menerangkan (strategi mengajar) atau tetap dapat menggunakan cara yang lama.
 Mengetahui bagian-bagian mana yang belum bisa dipahami oleh peserta didik.
Apabila bagian yang belum dikuasai kebetulan merupakan bahan prasyarat bagi
bagian pelajaran yang lain, maka bagian itu harus diterangkan lagi, dan
barangkali memerlukan cara atau media lain untuk mengganggu kelancaran
pemberian bahan pelajaran selanjutnya, dan peserta didik akan semakin tidak
dapat menguasainya.
 Dapat meramalkan sukses dan tidaknya seluruh program yang akan diberikan.

Manfaat bagi program


Setelah diadakan tes formatif maka diperoeh hasil. Dari hasil tersebut dapat
diketahui:
 Apakah program yang telah diberikan merupakan program yang tepat, dalam arti
sesuai dengan kecakapan anak.
 Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-pengetahuan prasyarat
yang belum diperhitungkan.
 Apakah diperlukan alat, sarana, dan prasarana untuk mempertinggi hasil yang
akan dicapai.
 Apakah metode, pendekatan, dan alat evaluasi yang digunakan sudah tepat.

c. Tes Sumatif
Tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya permberian sekelompok program
atau sebuah program yang lebih besar.
Ada beberapa manfaat tes sumatif, dan tiga di antaranya yang terpenting adalah:
 Untuk menentukan nilai. Apabila tes formatif terutama digunakan untuk
memberikan informasi demi perbaikan penyampaian, dan tidak digunakan untuk
memberikan nilai atau tidak digunakan untuk penentuan kedudukan seorang
peserta didik di antara teman-temannya (grading), maka nilai dari tes sumatif ini
digunakan untuk menentukan kedudukan peserta didik.
 Untuk menentukan dapat atau tidaknya seorang peserta didik mengikuti kelompok
dalam menerima program berikutnya. Dalam kepentingan seperti ini maka tes
sumatif berfungsi sebagai tes prediksi.
 Untuk mengisi catatan kemajuan belajar peserta didik yang akan berguna bagi
orang tua peserta didik, pihak bimbingan dan penyuluhan di sekolah, dan pihak-
pihak lain apabila peserta didik tersebut akan pindah ke sekolah lain.

Alat ukur yang baik, yaitu alat ukur yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
51

 Alat ukur tersebut harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Kalau ingin
mengukur IQ hendaknya menggunakan tes IQ dan kalau ingin menukur sikap
hendaknya menggunakan tes sikap.
 Alat ukur tersebut harus mempunyai taraf konsistensi yang tinggi, pengkuran yang
berulang-ulang dalam kondisi yang sama, dan menggunakan alat ukur yang sama,
harus menghasilkan ukuran yang sama. Alat ukur menjadi tidak reliabel kalu
pengukuran yang berulang-ulang dalam kondisi yan g sama dan alat ukur yang
sama menghasilkan ukuran yang berulang-ulang dalam kondisi yang sama dan
alat ukur yang sama menghasilkan ukuran yang berbeda.
 Alat ukur tersebut harus mampu mengukur keseluruhan komponen atau aspek
yang membangunkonsep tertentu yang diukur. Bila konsep yang diukur terdiri dari
aspek A, B, C dan D, maka ke empat aspek tersebut harus dapat terukur
semuanya.
 Alat ukur tersebut bersifat netral atau “apa adanya”, tidak mengandung prasangka
dan tidak berusaha “menggiring” jawaban. Misalnya alat ukur sikap: pertanyaannya
harus benar-benar netral tidak mengarahkan pada sikap tertentu, positif ataupun
negatif.
 Alat ukur hendaknya dapat digunakan dengan “mudah”; kapan saja dan di mana
saja, dalam artian tiak terlalu terikat oleh kondisi dan situasi.

Adapun prosedur penggunaan alat pengukuran dalam evaluasi pembelajaran yaitu:


(1) Tujuan utama kegiatan pengukuran dalam evaluasi pembelajaran adalah untuk
mengetahui apakah kompetensi dasar yang seharusnya dicapai dalam serangkaian
pembelajaran sudah dikuasai peserta didik atau belum.
(2) Untuk menentukan ketepatan aspek yang hendak diukur untuk suatu kompetensi
perlu disusun prosedur penilaian yang biasanya dituangkan dalam kisi-kisi
pengukuran, seperti:
 Menetapkan aspek yang hendak diukur.
 Alat penilaian, seperti tes prestasi belajar, dan pengumpulan dokumen.
 Menentukan teknik pengukurannya, seperti tes tertulis, lisan, dan perbuatan.
 Menentukan bentuk soal atau tugas dengan pedoman penskorannya.
(3) Pengumpulan informasi dapat dilakukan dalam suasana resmi maupun tidak resmi,
di dalam atau di luar kelas, menggunakan waktu khusus misalnya untuk penilaian
aspek sikap atau nilai dengan tes atau nontes atau terintegrasi dalam seluruh
kegiatan belajar mengajar (di awal, tengah, akhir). Di sekolah sering digunakan
istilah tes untuk kegiatan penilaian berbasis kelas dengan alasan kepraktisan,
karena tes sebagai alat ukur sangat praktis digunakan untuk melihat prestasi peserta
didik dalam kaitannya dengan tujuan yang telah ditentukan.
(4) Bila informasi tentang hasil belajar peserta didik telah terkumpul dengan jumlah yang
memadai, maka guru perlu membuat keputusan terhadap prestasi peserta didik:
 Apakah peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan?
 Apakah peserta didik telah memenuhi syarat untuk maju ke tingkat lebih lanjut?
 Apakah peserta didi harus mengulang bagian-bagian tertentu?
 Apakah peserta didik harus memperoleh cara lain sebagai pendalaman?
 Apakah peserta didik perlu menerima pengayaan?
52

 Pengayaan apa yang perlu diberikan?


 Apakah perbaikan dan pendalaman program atau kegiatan pembelajaran,
pemilihan bahan atau buku ajar, dan penyusunan silabus telah memadai?
(5) Merencanakan alat penilaian yang sesuai meliputi:
 Mengidentifikasi kompetensi dan indikator yang ada dalam kurikulum,
menentukan jenis tagihan dan bentuk alat penilaian yang relevan dengan
indikator,
 Menjabarkan indikator menjadi soal/pedoman penskoran (rubrik),
 Mengumpulkan data dengan alat penilaian,
 Menganalisis data, dan
 Mengambil simpulan dan keputusan.

Secara rinci langkah penilaian untuk mengetahui pencapaian kompetensi


tersebut diuraikan berikut. 1) menentukan kompetensi dasar yang akan dinilai, 2)
merinci aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang akan berkaitan dengan
kompetensi dan indikator kompetensi dalam kurikulum.
Hal ini ditempuh karena tidak semua indikator pada kurikulum sudah bersifat
rinci. Guru perlu merinci lagi atau menambahkan indikator yang ada dalam
kurikulum. Indikator pengetahuan dan keterampilan telah terdapat pada kurikulum.
Indikator sikap belum ada sehingga guru perlu menganalisis aspek lifeskill yang akan
dinilai. Dari hasil pengamatan, terdapat beberapa indikator yang sudah cukup rinci
dan ada indikator yang masih umum, sehingga guru perlu menganalisis lagi indikator
yang sesuai dengan konstruk kompetensi dasar. Dari indikator yang sudah rinci
tersebut direncanakan berbagai informasi yang akan dikumpulkan beserta alat
penilaiannya dan waktu pengumpulannya.

4. PERBANDINGAN ANTARA TES DIAGNOSIS, FORMATIF DAN SUMATIF


a. Ditinjau dari fungsinya:
(1) Tes Diagnosis:
 Menentukan apakah bahan prasyarat telah dikuasai atau belum
 Menentukan tingkat penguasaan peserta didik terhadap bahan yang
dipelajari
 Mengelompokkan peserta didik berdasarkan kemampuan dalam menerima
pelajaran yang akan dipelajari
 Menentukan kesulitan-kesulitan belajar yang dialami untuk menentukan cara
khusus untuk mengatasi atau memberi bimbingan.
(2) Tes Formatif:
Sebagai umpan balik bagi peserta didik, guru maupun program untuk menilai
pelaksanaan suatu unit program.
(3) Tes Sumatif:
Untuk memberikan tanda kepada peserta didik bahwa telah mengikuti suatu
program serta menentukan posisi kemampuan peserta didik dibandingkan
dengan kemampuan dengan kawannya dalam kelompok.

b. Ditinjau dari segi waktu:


53

(1) Tes Diagnostik:


 Pada waktu penyaringan calon peserta didik,
 Pada waktu membagi kelas atau permulaan memberikan pelajaran.
(2) Tes Formatif:
Selama pelajaran berlangsung untuk mengetahui kekurangan agar pelajaran
dapat berlangsung sebaik-baiknya.
(3) Tes Sumatif:
Pada akhir unit catur wulan, semester akhir tahun atau akhir pendidikan.

c. Ditinjau dari titik berat penilaian


(1) Tes diagnostik:
 Tingkah laku kognitif, afektif dan psikomotorik
 Faktor-faktor fisik, psikologis dan lingkungan
(2) Tes formatif:
Menentukan pada tingkah laku kognitif
(3) Tes sumatif:
Pada umumnya menentukan tingkah laku kognitif, tetapi ada kalanya pada
tingkah laku psikomotorik dan kadang-kadang pada afektif.

d. Ditinjau dari alat evaluasi


(1) Tes diagnostik
 Tes prestasi belajar yang telah distandarisasi
 Tes diagnostik yang telah distandarisasi
 Tes buatan guru
 Pengamatan dan daftar cocok (check list)
(2) Tes formatif
Tes prestasi belajar yang tersusun secara baik
(3) Tes sumatif
Tes ujian akhir

e. Ditinjau dari cara memilih tujuan yang dievaluasi


1. Tes Diagnostik
 Memilih tiap-tiap keterampilan prasyarat
 Memiliki tujuan setiap program pelajaran secara berimbang
 Memilih yang berhubungan dengan tingkah laku fisik, mental dan perasaan
2. Tes formatif
Mengukur semua tujuan instruksional khusus
3. Tes sumatif
Mengukur tujuan instruksional umum

f. Ditinjau dari tingkat kesulitan tes


1. Tes diagnostik
Untuk tes diagnostik mengukur keterampilan dasar, diambil dari banyak soal tes
yang mudah yang tingkat kesulitannya 0,5 atau lebih.
2. Tes formatif
Belum dapat ditentukan.
54

3. Tes sumatif
Rata-rata mempunyai tingkat kesulitan antara 0,35 – 0,70 ditambah beberapa
soal yang sangat mudah dan beberapa lagi sangat sukar.

g. Ditinjau dari skoring


 Tes diagnostik, menggunakan standar mutlak dan standar relatif
 Tes formatif menggunakan standar mutlak
 Tes sumatif menggunakan standar relatif

h. Ditinjau dari tingkat pencapaian


1. Tes diagnostik
Ada bermacam-macam tes diagnostik, untuk tes diagnostik yang sifatnya
memonitor kemajuan tingkat pencapaian yang diperoleh peserta didik
merupakan informasi tentang keberhasilannya. Tes prasyarat adalah tes
diagnostik yang sifatnya khusus. Fungsinya untuk mengetahui penguasaan
bahan prasyarat yang sangat penting untuk kelanjutan studi bagi pengetahuan
berikutnya.
2. Tes formatif
Ditinjau dari tujuan, fungsi tes formatif yaitu memberikan tanda kepada peserta
didik sudah mencapai tujuan instruksional umum yang diuraikan menjadi tujuan
instruksional khusus.
3. Tes sumatif
Sesuai dengan fungsi tes sumatif, yaitu memberikan tanda kepada peserta didik
bahwa mereka telah mengikuti suatu program dan untuk menentukan posisi
kemampuan peserta didik dibandingkan kawan dalam kelompoknya. Maka tidak
dibutuhkan suatu tuntutan harus berapa tingkat penguasaan yang dicapai,
namun demikian tidak berarti bahwa tes sumatif tidak penting.

i. Ditinjau dari cara pencatatan


 Tes diagnostik, dicatat dan dilaporkan dalam bentuk profil
 Tes formatif, prestasi tiap peserta didik dilaporkan dalam bentuk catatan berhasil
atau gagal dalam menguasai suatu tugas.
 Tes sumatif, keseluruhan skor atau sebagian skor dari tujuan-tujuan yang dicapai
(Suharsimi Arikunto, 1997:42-47).

5. TES HASIL BELAJAR (THB)


a. Pengertian Tes Hasil Belajar
Kata tes berasal dari bahasa Perancis kuno yang berarti piring untuk
menyisihkan logam-logam mulia yang dimaksud di sini adalah dengan menggunakan
alat berupa piring akan dapat diperoleh jenis-jenis logam mulia yang bernilai tinggi.
Tes hasil belajar juga merupakan tes penguasaan, karena tes ini berfungsi
untuk mengukur penguasaan peserta didik terhadap materi yang diajarkan oleh guru
atau dipelajari oleh peserta didik. Tes diujiikan setelah peserta didik memperoleh
sejumlah materi sebelumnya dan pengujian dilakukan untuk mengetahui
penguasaan peserta didik atas materi tersebut.
55

Karenanya, tes hasil belajar yang baik harus mampu mengukur kemampuan
peserta didik dalam memahami materi-materi yang diajarkan.
Tes hasil belajar merupakan sumber data bagi guru untuk mengetahui
berapakah nilai peserta didik. Tes hasil belajar juga dapat dijadikan sebagai evaluasi
bagi guru maupun pihak sekolah. Dengan tes tersebut peserta didik dapat
mengetahuai di mana posisinya jika dibandingkan dengan teman-temannya.
Dalam perkembangannya dan seiring kemajuan zaman tes berarti ujian
atau percobaan. Ada beberapa istilah yang memerlukan penjelasan sehubungan
dengan uraian di atas yaitu test, testing, tester dan testee, yang masing-masing
mempunyai pengertian berbeda namun erat kaitannya dengan tes.
 Tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan
penilaian.
 Testing berarti saat dilaksanakannya pengukuran dan penilaian atau saat
pengambilan tes.
 Tester artinya orang yang melaksanakan tes atau orang yang diserahi untuk
melaksanakan pengamilan tes terhadap para responden.
 Testee adalah pihak yang sedang dikenai tes.
Ada beberapa pendapat dari beberapa ahli tentang pengertian tes, menurut
Anne Anastasi dalam karya tulisnya yang berjudul Psychological Testing, yang
dimaksud dengan tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang objektif
sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat digunakan secagai cara untuk
mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu. Menurut
Lee J. Cronbach dalam bukunya berjudul Essential of Psychological Testing, tes
merupakan suatu prosedur yang sistematis untuk membandingkan tingkah laku dua
orang atau lebih. Sedangkan menurut Goodenough, tes adalah suatu tugas atau
serangkaian tugas yang diberikan kepada individu atau kelompok individu, yang
dimaksud untuk membandingkan kecakapan satu sama lain.
Dari pengertian dari para ahli tersebut dalam dunia pendidikan dapat
disimpulkan bahwa pengertian tes adalah cara yang digunakan atau prosedur yang
ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang
memberikan tugas dan serangkaian tugas yang diberikan oleh guru sehingga dapat
dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi peserta didik.
Tes sebagai salah satu teknik pengukuran dapat didefinisikan A test will be
defined as a sytematic procedure for measuring a sample of an individual‟s
behaviour (Brown, 1970:2). Definisi tersebut mengandung dua hal pokok yang perlu
diperhatikan dalam memahami makna tes, yaitu pertama adalah kata systematic
procedure yang artinya bahwa suatu tes harus disusun, dilaksanakan
(diadministrasikan) dan diolah berdasarkan aturan-aturan tertentu yang telah
ditetapkan. Sistematis di sini meliputi tiga langkah, yaitu: (a) sistematis dalam isi,
artinya butir-butir soal (item) suatu tes hendaknya disusun dan dipilih berdasarkan
kawasan dan ruang lingkup tingkah laku yang akan dan harus diukur atau dites,
sehingga tes tersebut benar-benar tingkat validitasnya dapat
dipertanggungjawabkan, (b) sistematis dalam pelaksanaan (administrasi) artinya tes
itu hendaknya dilaksanakan dengan mengikuti prosedur dan kondisi yang telah
ditentukan; dan (c) sistemati di dalam pengolahannya, artinya data yang dihasilkan
dari suatu tes diolah dan ditafsirkan berdasarkan atura-aturan dan tolak ukur (norma)
56

tertentu. Kedua adalah measuring of an individual‟s behaviour yang artinya bahwa


tes itu hanya mengukur suatu sampel dari suatu tingkah laku individu yang dites. Tes
tidak dapat mengukur seluruh (populasi) tingkah laku, melainkan terbatas pada isi
(butir soal) tes yang bersangkutan.
Suatu tes akan berisikan pertanyaan-pertanyaan dan atau soal-soal yang
harus dijawab dan atau dipecahkan oleh individu yang dites (testee), maka disebut
tes hasil belajar (achievement test). Hal ni sependapat dengan seorang ahli yang
menyatakan bahwa the tyype of ability test that describes what a person has learned
to do is called an achievement test (Thordike & Hagen, 1975:5). Berdasarkan
pendapat itu, tes hasil belajar biasanya terdiri dari sejumlah butir soal yang memiliki
tingkat kesukaran tertentu (ada yang mudah, sedang dan sukar). Tes tersebut harus
dapat dikerjakan oleh peserta didik dalam waktu yang sudah ditentukan. Oleh karena
itu, tes hasil belajar merupakan power test. Maksudnya adalah mengukur
kemampuan peserta didik dalam menjawab pertanyaan atau permasalahan.

b. Jenis dan Bentuk Tes Hasil Belajar


Tes merupakan serangkaian soal yang harus dijawab oleh peserta didik. Dalam hal
ni , tes hasil belajar dapat digolongkan ke dalam tiga jenis berdasarkan bentuk
pelaksanaannya, yaitu : (a) tes lisan, (b) tes tulisan, dan (c) tes tindakan atau
perbuatan. Tes tertulis dalam pelaksanaannya lebih menekankan pada penggunaan
kertas dan pensil sebagai instrumen utamanya, sehingga tes mengerjakan soal atau
jawaban ujian pada kertas ujian secara tertulis, baik dengan tulisan tangan maupun
menggunakan komputer. Sedangkan, tes lisan dilakukan dengan pembicaraan atau
wawancara tatap muka antara pendidik dan peserta didik. Sedangkan tes perbuatan
mengacu pada proses penampilan seseorang dalam melakukan sesuatu unit kerja.
Tes perbuatan mengutamakan pelaksanaan perbuatan peserta didik.

Dari segi bentuk soal dan kemungkinan jawabannya tes dibagi menjadi 2 bagian
yakni:
1. Tes Essay (uraian)
Tes essay adalah tes yang disusun dalam bentuk pertanyaan terstruktur dan
peserta didik menyusun, mengorganisasikan sendiri jawaban tiap pertanyaan itu
dengan bahasa sendiri. Tes essay ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan
kemampuan dalam menjelaskan atau mengungkapkan suatu pendapat dalam
bahasa sendiri.
Subino, (1987: 2) menyatakan bahwa berdasarkan tingkat kebebasan jawaban
yan dimungkinkan dalam tes bentuk uraian, butir-butir soal dalam hal ini dapat
dibedakan atas butir-butir soal yang menuntut jawaban bebas. Butir-butir soal
dengan jawaban terikat cenderung akan membatasi, baik isi maupun bentuk
jawaban; sedangkan butir soal dengan jawaban bebas cenderung tidak membatasi,
baik isi maupun jawaban.
Tes uraian merupakan tes yang tertua, namun bentuk ini masih digunakan
secara luas di Amerika Serikat hingga kini, bahkan merupakan bentuk soal yang juga
masih digunakan secara luas di bagian-bagian dunia lainnya (Gronlund, 1977).
Tes uraian memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan tes objektif, yaitu:
57

 Memungkinkan para testi menjawab soal secara bebas sepenuhnya


 Merupakan tes yang terbaik dalam mengukur kemampuan menjelaskan,
membandingkan, merangkum, membedakan, menggambarkan dan
mengevaluasi
 Merupakan tes yang terbaik untuk mengukur keterampilan mengemukakan
pendapat dengan tulisan
 Memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk meningkatkan kemampuan
menulis, mengorganisasikan ide serta berpikir secara kritis dan kreatif
 Dapat menggalakkan peserta didik mempelajari secara luas tentang sebagian
besar konsep dan menggeneralisasikan
 Bila dibandingkan dengan bentuk tes yang lain tes uraian relatif lebih mudah
membuatnya
 Secara praktis para peserta didik tidak mungkin menebak jawaban yang benar;
dan
 Mungkin lebih sesuai untuk mengukur kemampuan kognitif yanf relatif lebih tinggi
(Balitbang Dikbud, 1984:24)

2. Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang disusun sedemikian rupa dan telah disediakan
alternatif jawabannya. Tes ini terdiri dari berbagai macam bentuk, antara lain:
 Tes betul-salah (True-False)
 Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice)
 Tes Menjodohkan (Matching)
 Tes Analisa Hubungan (Relationship Analysis)
Pada prinsipnya, bentuk tes objektif di atas mempunyai kelemahan dan
kebaikannya, akan tetapi biasanya bentuk objektif dapat menteskan semua bahan
yang telah diajarkan, sedangkan bentuk uraian agak sukar untuk mengukur semua
bahan yang sudah diajarkan, karena ruang lingkup bentuk tes tersebut sangat
sempit. Untuk lebih jelasnya perlu diterangkan dahulu kelemahan dan kebaikan tes
bentuk objektif. Keuntungan atau kebaikan bentuk objektif dalam evaluasi hasil
belajar bahasa Indonesia bagi peserta didik adalah tes bentuk objektif (1) tepat untuk
mengungkapkan hasil belajar yang bertatanan pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
dan analisis, (2) mempunyai dampak belajar yang mendorong peserta didik untuk
mengingat, menafsirkan dan menganalisis pendapat dan (3) jawaban yang diberikan
dapat menggambarkan ranah tujuan pendidikan menurut Bloom, khususnya ranah
cognitive doman. Sedangkan kelemahannya bahwa tes objektif (1) peserta didik
tidak dituntut untuk mengorganisasikan jawaban, karena jawabannya sudah
disediakan, (2) pserta didik ada kemungkinan dapat menebak jawaban yang telah
tersedia (3) tidak dapat mengungkap proses berpikir dan bernalar, (4) hanya
mengukur ranah kognitif yang paling rendah tidak mengungkap kemampuan yang
lebih kompleks. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Gronlund (1985:36)
menyatakan bahwa ... objective test items ca be used to measure a variety of
knowledge out come ... the most generally useful is the multiple choice items ... but
other items types also have a place.
58

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa item-item tes objektif dapat digunakan


untuk mengukur berbagai hasil belajar yang berupa pengetahuan. Umumnya yang
paling berguna adalah item bentuk pilihan jamak, sementara itu, tipe item objektif
yang lainnya punya peran tersendiri.
Pendapat lain yang berbeda, yakni Lado (1961:201) mengemukakan bahwa The
usual objectians to objective test are that they are too simple, tha they do not require
real thinking but simple memory, and that they do not test the ability of the student to
organize his thought.
Pendapat di atas menunjukkan bahwa keberatan tes objektif adalah karena tes
itu terlalu mudah, tidak menuntut pemikiran yang nyata, dan tidak menguji
kecakapan peserta didik dalam mengorganisasikan pikirannya. Padahal pada
tingkatan perguruan tinggi kemampuan untuk mengorganisasikan pemikiran,
mengungkapkan ide secara sistematis, dan menunjukkan kemampuan nalar ilmiah
merupakan tuntutan yang ditujukan kepada peserta didik, lebih jauh kepada lulusan
perguruan tinggi (Ditjen Dikdasmen, 1982/1983: 20).
Dilihat dari sudut waktu kapan dan untuk apa tes itu dilakukan, maka tes hasil
belajar dapat dikelompokkan menjadi tes awal (pretest), tes akhir (post-test), dan
entering behaviour test.
Tes awal biasanya dilakukan setelah proses belajar mengajar selesai.
Tujuannya untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi
pelajaran yang telah diberikan pada proses belajar mengajar yang bersangkutan.
Tujuan lain adalah untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang telah dilakukan,
hasilnya disebut hasil tes formatif, sedangkan bila tujuannya adalah untuk
menetapkan lulusan atau kenaikan kelas seseorang terhadap mata pelajaran
tertentu maka disebut ujian akhir atau ulangan umum.
Entering behaviour test adalah suatu tes yang berisikan materi pelajaran atau
kemampuan-kemampuan peserta didik yang harus sudah dikuasai sebelum mereka
menempuh suatu proses.
Dari segi fungsi tes di sekolah, tes dibedakan menjadi:
1) Tes Formatif
Tes formatif, yaitu tes yang diberikan untuk memonitor kemajuan belajar selama
proses pembelajaran berlangsung. Tes ini bierikan dalam tiap satuan unit
pembelajaran. Manfaat tes formatif bagi peserta didik adalah:
 Untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai materi dalam tiap
unit pembelajaran.
 Merupakan penguatan bagi peserta didik
 Merupakan usaha perbaikan bagi peserta didik, karena dengan tes formatif
peserta didik mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.
 Peserta didik dapat mengetahui bagian dari bahan yang belum dikuasainya.
2) Tes Sumatif
Tes sumatif diberikan dengan maksud untuk mengetahui penguasaan atau
pencapaian peserta didik dalam bidang tertentu. Tes sumatif dilaksanakan pada
tengah atau akhir semester.
59

3) Tes penempatan
Tes penempatan adalah tes yang diberikan dalam rangka menentukan jurusan
yang akan dimasuki peserta didik atau kelompok mana yang paling baik
ditempati atau dimasuki peserta didik dalam belajar.
4) Tes Diagnostik
Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mendiagnosis penyebab
kesulitan yang dihadapi seseorang baik dari segi intelektual, emosi, fisik dan lain-
lain yang mengganggu kegiatan belajarnya.

c. Ciri-ciri tes yang baik


Menurut Arikunto (1992) sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat
pengukur harus memiliki persyaratan tes, yaitu memiliki:
1) Validitas
Sebuah tes disebut valid apabila tes tersebut dapat tepat mengukur apa yang
hendak diukur. Contoh, untuk mengukur partisipasi peserta diidk dalam proses
belajar mengajar, bukan diukur melalui nilai yang diperoleh pada waktu ulangan,
tetapi dilihat melalui: kehadiran, terpusatnya perhatian pada pelajaran, ketepatan
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru dalam arti relevan
pada permasalahannya.
2) Reliabilitas
Berasal dari kata reliable yang artinya dapat dipercaya. Tes dapat dikatakan
dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila ditekan berkali-kali.
Sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukkan
ketetapan. Jika dihubungkan dengan validitas maka: validitas adalah ketepatan
dan reliabilitas adalah ketetapan.
3) Objektivitas
Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu
tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi, hal ini terutama terjadi pada
sistem scoringnya. Apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka objektivitas
menekankan ketetapan pada sistem scoringnya, sedangkan reliabilitas
menekankan ketetapan dalam hasil tes.
4) Praktibilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktibilitas yang tinggi apabila tes tersebut
bersifat praktis dan mudah pengadministrasiannya, tes yang baik adalah yang
mudah dilaksanakan, mudah pemeriksaannya, dan dilengkapi dengan petunjuk-
petunjuk yang jelas.
5) Ekonomis
Yang dimaksud ekonomis disini adalah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak
membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu
yang lama.

d. Langkah-langkah Pengembangan Tes Hasil Belajar


60

Ada enam tahap dalam merencanakan dan menyusun tes agar diperoleh tes
yang baik, yaitu:
1) Pengembangan spesifikasi tes
Spesifikasi tes adalah suatu ukuran yang menunjukkan keseluruhan tes dan ciri-
ciri yang harus dimiliki oleh tes yang akan dikembangkan. Hal yang perlu
diperhatikan adalah:
 Menentukan tujuan, tujuan pembelajaran yang baik hendaklah berorientasi
pada peserta didik, bersifat menguraikan hasil belajar, harus jelas dan dapat
dimengerti, mengandung kata kerja yang jelas (kata kerja operasional), serta
dapat diamati dan dapat diukur.
 Menyusun kisi-kisi soal, penyusunan kisi-kisi soal bertujuan untuk
merumuskan setepat mungkin ruang lingkup, tekanan dan bagian-bagian tes
sehingga perumusan tersebut dapat menjadi pentunjuk yang efektif bagi
penyusun tes.
 Memilih tipe soal, dalam memilih tipe soal perlu diperhatikan kesesuaian
antara tipe soal dengan materi, tujuan evaluasi, skoring pengelolaan hasil
evaluasi, penyelenggaraan tes, serta ketersediaan dana dan kepraktisan.
 Merencanakan tingkat kesukaran soal, untuk soal objektif dapat diketahui
melalui uji coba atau dapat juga diperkirakan berdasarkan berat ringannya
beban penyelesaian soal tersebut.
 Merencanakan banyak soal.
 Merencanakan jadwal penerbitan soal.
2) Penulisan soal.
3) Penelaahan soal, yaitu menguji validitas soal yang bertujuan untuk mencermati
apakah butir-butir soal yang disusun sudah tepat untuk mengukur tujuan
pembelajaran yang sudah dirumuskan, ditinjau dari segi isi/materi, kriteria dan
psikologis.
4) Pengujian butir-butir soal secara empiris, kegiatan ini sangat penting jika soal
yang dibuat akan dibakukan.
5) Penganalisasian hasil uji coba
6) Pengadministrasian soal
61

BAB V
PENILAIAN EVALUASI

1. PENGANTAR
Penilaian merupakan komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan
pendidikan. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui
peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaiannya.
Evaluasi atau penilaian dalam pengajaran tidak semata-mata dilakukan terhadap
hasil belajar, tetapi juga harus dilakukan terhadap proses pengajaran itu sendiri. Dengan
penilaian dapat dilakukan revisi desain pengajaran dan strategi pengajaran. Dengan
kata lain, ia dapat berfungsi sebagai umpan pengajaran masih kurang mendapat
perhatian dibandingkan oleh penilaian terhadap hasil pengajaran yang dicapai peserta
didik. Oleh sebab itu, upaya remedial pengajaran jarang dilakukan oleh para guru,
sehingga strategi pengajaran tidak menunjukkan adanya perubahan yang berarti dari
waktu ke waktu dan dari situasi ke situasi. Kecenderungan ini hampir terjadi semua
tingkat dan jenjang pendidikan.
Evaluasi pengajaran merupakan suatu komponen dalam sistem pengajaran,
sedangkan sistem pengajaran itu sendiri merupakan implementasi kurikulum sebagai
upaya untuk menciptakan belajar di kelas.
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan
menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara
sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam
pengambilan keputusan.
Penilaian yang akan dilaksanakan harus memenuhi persyaratan atau kriteria sebagai
berikut: (1) memiliki validitas, (2) mempunyai reliabilitas, (3) objektivitas, (4) efisiensi, (5)
kegunaan/kepraktisan.

Prinsip Penilaian:
a. Berorientasi pada pencapaian kompetensi, artinya penilaian yang dilakukan harus
berfungsi untuk mengukur ketercapaian peserta didik dalam pencapaian kompetensi
seperti yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
b. Instrumen penilaian harus valid dan reliabel, artinya penilaian yang dilakukan harus
dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk itu guru memerlukan alat ukur
yang datanya menghasilkan hsil pengukuran yang valid dan reliabel. Reliabel artinya
alat ukur tersebut walaupun digunakan berulang-ulang akan mendapat hasil yang
sama.
c. Adil, artinya pernilaian oleh guru harus adil kepada seluruh peserta didik.
d. Objektif, artinya dalam penilaian hasil belajar peserta didik guru harus dapat
menjaga objektifitas proses dan hasil belajar peserta didik.
e. Berkesinambungan (kontinuitas) artinya penilaian yang dilakukan harus terencana,
bertahap, teratur, terus menerus dan berkesinambungan untuk memperoleh
informasi hasil belajar dan perkembangan belajar peserta didik.
62

f. Menyeluruh, dalam arti bahwa penilaian yang guru lakukan harus mampu menilai
keseluruhan kompetensi yang terdapat dalam kurikulum yang meliputi kognitif, afektif
dan psikomotor.
g. Terbuka, kriteria penilaian harus terbuka bagi berbagai kalangan sehingga
keputusan hasil belajar peserta didi jelas bagi pihak-ihak yang berkepentingan.
h. Bermakna, hasil penilaian harus bermakna bagi peserta didik, dan juga pihak-pihak
berkepentingan.

Jenis dan fungsi penilaian dalam pembelajaran:


a) Tes seleksi dan fungsinya
Tes seleksi merupakan satu jenis tes yang dimaksudkan untuk menyeleksi atau
memilih calon peserta yang memenuhi syarat untuk mengikuti suatu program. Tes
seleksi biasanya diadakan jika jumlah peminat yang akan mengikuti suatu program
melebihi dari yang dibutuhkan. Tes seleksi dapat dilaksanakan secara tertulis,
wawancara dan keduanya.
b) Tes penempatan dan fungsinya
Dalam sistem pembelajaran maka tes penempatan memegang peranan penting
dalam membantu mengelompokkan peserta didik dengan sesuai kemampuannya.
Manfaat yang dapat dipetik dengan dilaksanakannya tes penempatan adalah kita
dapat memperoleh kelompok peserta program dengan kemampuan yang relatif
homogen sehingga program dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien.
c) Pre test – Post test
Pre test merupakan salah satu jenis tes yang dilaksanakan pada awal proses
pembelajaran dan post tes merupakan salah satu jenis tes yang dilaksanakan
setelah proses pembelajaran selesai. Test yang digunakan pada saat pre test dan
post test sebaiknya bukan tes yang sama tetapi tes yang mengukur tujuan
pembelajaran yang sama. Tes inilah yang disebut dengan tes paralel.
d) Tes diagnostik
Tes diagnostik merupakan tes yang dilaksanakan untuk mengetahui penyebab
kesulitan yang dialami peserta didik. Dari hasil tes diagnostik guru akan dapat
menemukan kesulitan belajar yang dialami peserta didik. Selanjutnya guru harus
berupaya untuk mencari cara menghilangkan penyebab kesulitan belajar itu
sehingga peserta didik dapat berhasil menyelesaikan semua program pembelajaran
yang telah dirancang.
e) Tes formatif
Tes formatif merupakan salah satu jenis tes yang diberikan kepada peserta didik
setelah menyelesaikan satu unit pembelajaran.
f) Tes sumatif
Tes sumatif lebih dimaksudkan untuk memperbaiki pembelajaran, maka tes sumatif
merupakan jenis tes yang dilakukan pada akhir pembelajaran dan dimaksudkan
untuk mengukur keberhasilan peserta didik dalam menguasai keseluruhan tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan.
63

Teknik/Cara Penilaian:
a. Unjuk kerja (performance)
b. Penugasan (project)
c. Hasil kerja (product)
d. Tes tertulis (paper & pen)
e. Portofolio (portfolio)
f. Penilaian sikap
Selanjutnya dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
a. Unjuk kerja (Performance)
Pengamatan terhadap aktivitas peserta didik sebagaimana terjadi (unjuk kerja,
tingkah laku, interaksi).
b. Penugasan (Project)
Penilaian terhadap suatu tugas (mengandung investigasi) yang harus selesai dalam
waktu tertentu.
c. Hasil Kerja (Product)
Penilaian terhadap kemampuan membuat produk teknologi dan seni
d. Tes tertulis
Memilih jawaban: pilihan ganda, 2 pilihan (benar-salah; ya-tidak), mensuplai
jawaban: isian atau melengkapi jawaban singkat, uraian.
e. Portofolio
Penilaian melalui koleksi karya (hasil kerja) yang sistematis.
f. Penilaian sikap
Penilaian terhadap perilaku dan keyakinan peserta didik terhadap objek sikap.

2. PENILAIAN PROSES PENGAJARAN


Penilaian terhadap proses pengajaran dilakukan oleh guru sebagai bagian integral
dari pengajaran itu sendiri. Artinya, penilaian harus tidak terpisahkan dalam penyusunan
dan pelaksanaan pengajaran.
Penilaian proses bertujuan menilai efektivitas dan efisiensi kegiatan pengajaran
sebagai bahan untuk perbaikan dan penyempurnaan program dan pelaksanaannya.
Objek dan sasaran penilaian proses adalah komponen-komponen sistem pengajaran itu
sendiri, baik yang berkenaan dengan masukan proses maupun dengan keluaran dengan
semua dimensinya.
Komponen masukan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni masukan mentah
(raw input), yaitu peserta didik, dan masukan alat (instrumental input), yakni unsur
manusia dan non manusia yang mempengaruhi terjadinya proses.
Komponen proses adalah interaksi semua komponen pengajaran seperti bahan
pengajaran, metode dan alat, sumber belajar, sistem penilaian, dan lain-lain.
Komponen keluaran adalah hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah
menerima proses pengajaran. Penilaian keluaran lebih banyak dibahas dalam penilaian
hasil. Penilaian terhadap masukan mentah, yakni peserta didik sebagai subjek belajar,
mencakup aspek-aspek berikut:
a. Kemampuan Peserta Didik
Penilaian terhadap kemampuan peserta didik idealnya menggunakan pengukuran
inteligensia atau potensi yang dimilikinya. Namun, mengingat sulitnya alat ukur
64

tersebut diperoleh guru, maka guru dapat melakukan penilaian ini dengan
mempelajari dan menganalisis kemajuan-kemajuan belajar yang ditunjukkannya,
misalnya analisis terhadap hasil belajar, hasil tes seleksi masuk, nilai STTB, raport
dan hasil ulangan.
b. Minat, perhatian dan motivasi belajar peserta didik
Minat, perhatian, motivasi pada hakikatnya merupakan usaha peserta didik dalam
mencapai kebutuhan belajarnya. Oleh sebab itu studi mengenai kebutuhan peserta
didik dalam proses pengajaran menjadi bagian penting dalam menumbuhkan minat,
perhatian, memotivasi belajar peserta didik dapat digunakan: pengamatan terhadap
kegiatan belajar peserta didik, wawancara kepada peserta didik, studi data pribadi
peserta didik, kunjungan rumah, dialog dengan orang tuanya dan sebagainya.
c. Kebiasaan belajar
Kebiasaan belajar baik dari segi cara belajar, waktu belajar, keteraturan belajar,
suasana belajar, dan lain-lain merupakan faktor penunjang keberhasilan belajar
peserta didik.
Kebiasaan ini perlu diketahui oleh guru bukan hanya untuk menyelesaikan
pengajaran dengan kebiasaan yang menunjang prestasi atau sebaliknya. Kebiasaan
belajar yang salah harus diperbaiki dan ditinggalkan dan guru mencoba
mengembangkan kebiasaan belajar baru yang lebih bermakna.
d. Pengetahuan awal dan prasyarat
Penilaian terhadap pengetahuan awal dan prasyarat dapat dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan kepada peserta didik sebelum pengajaran diberikan.
Pertanyaan itu berkenaan dengan bahan sebelumnya atau pengetahuan lain yang
telah ada padanya, yang relevan dengan bahan pengajaran yang akan diberikan.
Jika ternyata pengetahuan prasyarat belum dikuasai, sangat bijaksana bila guru
menjelaskannya terlebih dahulu sebelum memberikan bahan pengajaran baru yang
telah dirancangnya.
e. Karakteristik peserta didik
Untuk mengetahui informasi mengenai karakteristik peserta didik, guru perlu
mengamati tingkah laku peserta didik dalam berbagai situasi, melakukan analisis,
data pribadi, melakukan wawancara, dan memberikan kuesioner atau daftar lisan
mengenai sifat dan karakter peserta didik.
Lima aspek yang dikemukakan di atas minimal harus diketahui oleh guru agar ia
dapat menentukan strategi pengajaran sesuai dengan kondisi peserta didik.
Penilaian terhadap masukan instrumental mencakup dimensi sebagai berikut:
 Kurikulum. Kurikulum adalah program belajar untuk peserta didik, terdiri dari
pengetahuan ilmiah, pengalaman, dan kegiatan belajar mereka yang telah
disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan program, isi dan struktur
program, dan strategi pelaksanaan oleh program.
 Sumber dan sarana belajar. Sumber belajar mencakup manusia dan non
manusia yang dapat memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik,
sedangkan sarana belajar adalah fasilitas dan perlengkapan yang diperlukan
untuk kegiatan belajar seperti alat bantu, laboratorium, perpustakaan, dan
sebagainya.
65

 Kemampuan guru mengajar. Kemampuan guru mengajar merupakan dimensi


paling utama untuk melakukan penilaian monitoring. Aspek-aspek pengelolaan
kelas yang dilakukan oleh guru melalui profil guru mengajar sangat
mempengaruhi kualitas proses dan hasil belajar peserta didik.

3. PRINSIP PENILAIAN
Hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan penilaian berdasarkan kebijakan
kurikulum adalah:
 Valid, artinya penilaian harus memberikan informasi yang akurat tentang hasil belajar
peserta didik.
 Mendidik, artinya penilaian harus memberikan sumbangan positif terhadap
pencapaian belajar peserta didik.
 Berorientasi pada kompetensi, artinya penilaian harus menilai pencapaian
kompetensi yang dimaksud dalam kurikulum.
 Adil, artinya adil terhadap semua peserta didik dengan tidak membedakan latar
belakang sosial ekonomi, budaya, bahasa, dan gender.
 Terbuka, artinya kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan harus jelas dan
terbuka bagi semua pihak (peserta didik, guru, sekolah, orang tua, dan pihak lain
yang terkait).
 Berkesinambungan, artinya penilaian dilakukan secara berencana, bertahap, dan
terus-menerus untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar peserta
didik sebagai hasil kegiatan belajarnya.
 Menyeluruh, artinya penilaian dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan prosedur
termasuk mengumpulkan berbagai bukti hasil belajar peserta didik.
 Bermakna, artinya penilaian hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti, berguna,
dan bisa ditindaklanjuti oleh semua pihak (Fajar, 2002: 184)

Dalam melaksanakan penilaian hendaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain, sebagai berikut:
 Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
 Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang biasa dilakukan
peserta diidk setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan
posisi seseorang terhadap kelompoknya.
 Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan.
 Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut.
 Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh
dalam proses pembelajaran.

4. PENILAIAN FORMATIF DAN SUMATIF


a. Penilaian Formatif
1) Fungsi Penilaian
Penilaian formatif adalah jenis penilaian yang fungsinya untuk memperbaiki
proses belajar mengajar.
66

2) Waktu Pelaksanaan
Penilaian formatif ini dilakukan untuk menilai hasil belajar jangka pendek dari
suatu proses belajar mengajar/pada akhir unit pelajaran yang singkat seperti
satuan pelajaran.
3) Aspek Tingkah Laku yang dinilai
Karena penilaian formatif itu dilakukan untuk menilai hasil belajar dari suatu
proses belajar mengajar pada akhir unit pengajaran yang singkat, maka aspek
tingkah laku yang dinilai cenderung terbatas pada segi kognitif (pengetahuan)
dan segi psikomotor (keterampilan) yang terkandung dalam tujuan khusus
pengajaran. Untuk menilai segi afektif (sikap dan nilai), maka penggunaan
penilaian formatif tidaklah tepat.
4) Cara Menyusun Soal
Sesuai dengan fungsi dan tujuan penilaian, maka soal tes pada penilaian formatif
harus disusun sedemikian rupa sehingga benar-benar mengukur tujuan khusus
pengajaran yang hendak dicapai. Oleh karena itu, soal tes harus dibuat secara
langsung dengan menjabarkan tujuan khusus pengajaran ke dalam bentuk
pertanyaan.
5) Pendekatan Penilaian yang digunakan
Sesuai dengan fungsi dan tujuan penilaian, maka pada penilaian formatif
sasaran penilaian itu adalah kecakapan nyata setiap peserta didik.
6) Cara Pengelolaan Hasil Penilaian
Pertama, menghitung angka persentase peserta didik yang gagal dalam setiap
soal. Kedua, menghitung persentase penguasaan kelas atas bahan yang telah
disajikan. Ketiga, menghitung persentase jawaban yang benar yang dicapai
setiap peserta didik dalam tes secara keseluruhan.
7) Penggunaan Hasil Penilaian
Pertama; atas dasar angka persentase peserta didik yang gagal dalam setiap
soal, guru dapat mempertimbangkan apakah bahan pelajaran yang
bersangkutan dengan soal tes perlu dibicarakan lagi secara umum atau tidak.
Kedua, atas dasar angka persentase penguasaan kelas atas bahan yang telah
disajikan, guru akan dapat menilai dirinya sendiri mengenai kemampuannya
dalam mengajar. Ketiga, dengan mengetahui persentase jawaban yang benar
yang dapat dicapai setiap peserta didik dalam tes secara keseluruhan, guru
dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan yang ada pada setiap peserta didik
sehingga guru mendapatkan bahan yang dapat dijadikan sebagai dsar
pertimbangan, apakah seorang peserta didik perlu mendapatkan
bantuan/pelayanan khusus dari guru untuk mengatasi kesulitan dalam belajar.

b. Penilaian Sumatif
1) Fungsi Penilaian
Penilaian sumatif adalah jenis penilaian yang fungsinya untuk menentukan angka
kemajuan/hasil belajar peserta didik.
67

2) Waktu pelaksanaan
Sesuai dengan fungsi dan tujuan penilaian, maka penilaian sumatif ini dilakukan
untuk menilai hasil belajar yang jangka panjang dari suatu proses belajar
mengajar seperti pada akhir program pengajaran
3) Aspek tingkah laku yang dinilai
Karena penilaian sumatif itu dilakukan untuk menilai hasil belajar dari suatu
proses belajar mengajar jangka panjang seperti pada akhir program pengajaran,
maka fungsinya tidak lagi untuk memperbaiki proses belajar mengajar setiap
peserta didik. Sebab pada akhir program pengajaran, guru telah berkali-kali
melakukan penilaian formatif pada akhir satuan pengajaran. Oleh karena itu,
aspek tingkah laku yang dinilai harus meliputi segi kognitif (pengetahuan),
psikomotor (keterampilan), dan afektif (sikap dan nilai).
4) Cara menyusun soal
Penyusunan soal-soalnya harus didasarkan atas tujuan umum pengajaran yang
ada di dalam program pengajaran, oleh karena itu, soal-soalnya harus
representatif atau mewakili setiap tujuan umum pengajaran yang ada di dalam
program pengajaran tersebut. Namun demikian, jika guru masih memiliki soal-
soal tes untuk setiap satuan pelajaran yang telah diberikan selama program
pengajaran, maka penilaian pada akhir program pengajaran dapat disesuaikan
dengan tujuan umum pengajaran tersebut, asal soal-soal itu dipilih/diseleksi
sedemikian rupa, sehingga benar-benar mewakili setiap tujuan umum
pengajaran.
5) Pendekatan penilaian yang digunakan
Pada penilaian sumatif kedua pendekatan dalam penilaian dapat digunakan
penilaian yang bersumber pada kriteria mutlak dan penilaian yang bersumber
pada norma relatif (kelompok)
6) Cara pengolahan hasil penilaian
Pengolahan hasil penilaian berdasarkan ukuran mutlak. Jika pengolahan hasil
penilaian itu berdasarkan ukuran/kriteria mutlak, maka yang harus dicari ialah
persentasi jawaban yang benar yang dicapai oleh peserta didik. Kemudian angka
persentase tersebut diubah ke dalam skala penilaian yang dikehendaki
umpamanya skala penilaian 0 -10.
7) Pengolahan hasil penilaian berdasarkan norma relatif (kelompok)
Untuk mengolah hasil penilaian yang berdasarkan norma relatif, digunakan nilai-
nilai yang standar seperti skala nilai 0 – 10 (C-Score), skala nilai 0 -100 (T-
Score), nilai Z (Z-Score) dan persentil (percentile). Untuk mengubah nilai/skor
mentah ke dalam skor terjabar berdasarkan skala penilaian tertentu, maka
prosedur/langkah-langkah berikut harus ditempuh.
Pertama : menyusun distribusi/frekuensi skor s yang diperoleh peserta didik.
Kedua : menghitung angka rata-rata
Ketiga : menghitung standar deviasi
Keempat : mengubah skor ke dalam skala penilaian yang dikehendaki.
68

8) Penggunaan hasil penilaian


Pada penilaian sumatif, hasil penilaian itu antara lain digunakan untuk:
 Menentukan kenaikan kelas
 Menentukan angka raport
 Menentukan seleksi
 Menentukan lulus tidaknya peserta didik
 Mengetahui status setiap peserta didik dibandingkan dengan peserta didik
lainnya dalam kelompok yang sama.
Cara Penilaian
1) Cara kuantitatif, yaitu apabila hasil yang telah dicapai peserta didik disajikan
dalam bentuk angka. Rentangan angka yang dapat diambil guru dalam
penyajiannya ada 0-5, atau rentangan 0-10, atau rentangan 0-100.
2) Cara kualitatif, yakni apabila hasil prestasi belajar peserta didik disajikan dalam
bentuk pernyataan atau penggolongan seperti:
 Lulus, belum lulus (BL), dan tidak lulus
 Baik sekali, baik, cukup, kurang dan gagal
 Sangat memuaskan, baik seklai, baik, cukup, kurang dan jelek.
 Cum laude, amat baik, baik, cukup dan tidak lulus.

5. PENILAIAN UNJUK KERJA


Adalah pengamatan terhadap aktivitas peserta didik sebagaimana terjadi (unjuk
kerja, tingkah laku, interaksi). Apa itu penilaian kinerja (performance assesment)?
Sebagian indikator kompetensi dalam kurikulum menuntut agar peserta didik berunjuk
kerja, misal: memainkan alat musik, menari, menggunakan alat-alat sains,
mengoperasikan peralatan, melakukan permainan, menyelesaikan masalah secara
kelompok, berpartisipasi dalam diskusi. Semua itu memerlukan observasi. Penilaian
kerja dimaksudkan sebagai penilaian pada saat peserta didik terlibat dalam aktivitas
pembelajaran.
Penilaian unjuk kerja cocok untuk:
 Penyajian lisan: keterampilan berbicara, berpidato, baca puisi, berdiskusi.
 Pemecahan masalah dalam kelompok
 Partisipasi dalam diskusi
 Menari
 Memainkan alat musik
 Olah raga
 Menggunakan peralatan laboratorium
 Mengoperasikan suatu alat
Penilaian unjuk kerja merupakan peniaian yang dilakukan dengan mengamati
kegiatan peserta didik dalam melakukan suatu pekerjaan/tugas. Tujuan penilaian unjuk
kerja adalah untuk mengetahui apa yang peserta didik ketahui dan apa yang mereka
lakukan. Dengan demikian penilaian untuk kerja terebut harus bermakna, autentik dan
dapat mengukur penguasaan peserta didik. Autentik artinya realistis atau sesuai dengan
69

kehidupan nyata. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian penguasaan
kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu, sepeti: praktik di
bengkel/laboratorium, praktik sholat, praktik olah raga, presentasi, diskusi, bermain
peran, memainkan alat musik, bernyanyi, dan membaca puisi/deklamasi. Cara penilaian
ini dianggap lebih otentik daripada tes tertulis, karena apa yang dinilai lebih
mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.
Penilaian unjuk kerja harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1) Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik untuk
menunjukkan kinerja dari suatu komponen.
2) Ketepatan dan kelengkapan aspek yang akan dinilai.
3) Kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
4) Upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak sehingga semua dapat
teramati.
5) Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan yang akan diamati

Langkah-langkah penilaian unjuk kerja (performance)


 Mengidentifikasi semua aspek yang penting
 Tuliskan semua kemampuan khusus yang diperlukan
 Usahakan kemampuan yang akan diukur tidak terlalu banyak
 Urutkan kemampuan yang akan diukur berdasarkan urutan yang akan diamati
 Bila menggunakan rating scale perlu menyediakan kriteria untuk setiap pilihan
(misal: baik bila ..., cukup bila ..., kurang bila ...)
Sistem pencatatan seyogyanya:
 Terorganisasi dengan baik
 Mudah digunakan
 Efisien
 Mudah diakses informasinya
 Mencerminkan pertumbuhan/kemajuan pencapaian kemampuan peserta didik dari
waktu ke waktu
Pencatatan dapat menggunakan;
 Sistem kartu
 Sistem komputer
 Daftar catatan singkat kelas
 Format observasi

Contoh rentang kompetensi:


Level 5 Peserta didik dapat mengukur sesuatu dengan air dengan cara yang
benar, hasil yang akurat, dan cara yang efisien.
Level 4 Peserta didik sudah mulai tahu dan dapat mengukur sesuatu dengan air
dengan cara yang benar. Kadang-kadang menghasilkan hasil yang benar.
Level 3 Peserta didik masih lemah pemahamannya untuk mengukur dengan
menggunakan air. Mencerminkan adanya kelemahan pemahaman
konsep terhadap air.
70

Level 2 Peserta didik menggunakan cara untuk mengukur sesuatu secara tidak
efisien.
Level 1 Peserta didik belum memahami masalah dan tugas yang diberikan

Teknik Penilaian Unjuk Kerja


Pengamatan unjuk kerja perlu dilakukan dalam berbagaikonteks untuk menetapkan
tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Misalnya untuk menilai kemampuan peserta
didik dalam melakukan titrasi asam basa perlu dilakukan pengamatan penyiapan alat
dan bahan yang digunakan, cara memasang buret, cara menggunakan pipet volumetri,
cara menetaskan larutan dari buret, cara menggunakan Erlenmeyer saat titrasi,
ketepatan menentukan titik akhir titrasi dan lain-lain.
Untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat dilakukan dengan menggunakan
instrumen daftar cek (check list) atau skala penilaian (rating scale).

Daftar Cek (Check list)


Penilaian untuk kerja dapat dilakukan dengan menggunakan check list. Penilaian
unjuk kerja yang menggunakan daftar cek, peserta didik mendapat nilai bila kriteria
penguasaan kompetensi tertentu dapat diamati oleh penilai. Jika dapat diamati, peserta
didik tidak memperoleh nilai. Kelemahan cara ini adalah penilai hanya mempunyai dua
pilihan mutlak, misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak dapat diamati. Dengan
demikian tidak terdapat nilai tengah, namun daftar cek lebih praktis digunakan
mengamati subjek dalam jumlah besar.
Contoh format penilaian unjuk kerja dalam titrasi asam basa menggunakan daftar
cek.
PENILAIAN KINERJA TITRASI ASAM BASA
Nama Peserta Didik : Amin Zainulah
Mata Pelajaran : Kimia
Kelas : XI
Semester :2
Tahun Pelajaran : 2015-2016
NO Aktivitas Yang Diamati Ya Tidak
1 Memasang buret √
2 Mengisi buret √
3 Menghilangkan gelembung udara dalam buret (jika ada) √
4 Memeriksa ketepatan isi buret √
5 Mengambil titran √
6 Menuangkan titran ke dalam Erlenmeyer √
7 Memberikan indikator fenolftalein pada tiran √
8 Mengaduk titran dengan menggoyang-goyangkan √
Erlenmeyer pada saat titrasi
9 Mengakhiri titrasi dengan tepat √
Skor yang dicapai 8
Skor (skala 1-4) 3,56
Kode nilai SB
71

Keterangan:
1) Pemberian skor untuk pernyataan: YA=1, TIDAK=0
2) Skor (skala 1-4)= (skor yang dicapai/skor maksimum) x 4
3) Kode nilai/predikat:
3.25 – 4.00 = SB (Sangat Baik)
2.50 – 3.24 = B (Baik)
1.75 – 2.49 = C (Cukup)
1.00 – 1.74 = K (Kurang)
Selanjutnya guru membuat rekapitulasi hasil penilaian yang dilakukan oleh peserta didik
menggunakan format berikut.

REKAPITULASI PENILAIAN UNTUK KERJA


Mata Pelajaran : Kimia
Kelas : XI IPA
Semester :2
Tahun Pelajaran : 2015-2016
Kompetensi Inti:
4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak
secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda sesuai kaidah
keilmuan.
Kompetensi Dasar:
4.9 Melakukan percobaan menentukan nila pH suatu larutan.
4.10 Memprediksi titik ekivalen melalui titik akhir titrasi asam basa.
No. Nama Skor untuk pernyataan Jumlah Skor Kode
nomor skor sikap nilai
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Zainulah, M. 1 1 1 1 1 1 1 0 7 3,25 SB
2
3

Skala Penilaian (rating scale)


Penilaian unjuk kerja yang menggunakan skala penilaian memungkinkan penilai
memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu, karena pemberian nilai
dapat dilakukan sesuai kualitas setiap tahap pekerjaan bukan hanya dilakukan atau
tidak dilakukan.
Masing-masing rentang penilaian sebaiknya menggunakan rubrik untuk menjamin
objektivitas penilaian.
Contoh rubrik penilaian unjuk kerja dalam titrasi asam basa.
1) Memasang buret
 Klem buret diletakkan di tengah-tengah statif,
 Buret dijepit pada bagian tengah buret,
 Posisi buret tidak miring
72

 Skala nilai pada diletakkan di depan (dapat terbaca dengan mudah).


Skor Indikator
4 Empat indikator dilakukan
3 Tiga indikator dilakukan
2 Dua indikator dilakukan
1 Satu indikator dilakukan
2) Rubrik penilaian “mengisi buret”
 Buret dibilas dengan larutan yang akan diisikan
 Menggunakan corong
 Corong diganjal dengan kertas untuk lubang udara
 Larutan tidak menciprat
 Diisi melebihi ukuran buret
Skor Indikator
4 Empat indikator dilakukan
3 Tiga indikator dilakukan
2 Dua indikator dilakukan
1 Satu indikator dilakukan
3) Rubrik penilaian “menghilangkan gelembung udara dalam buret (jika ada)”:
 Gelembung udara dihilangkan sebelum larutan diposisikan pada angka tertentu.
 Gelembung udara dihilangkan dengan cara mengalirkan larutan.
 Gelembung udara dihilangkan dengan proses yang cepat (tidak berulang-ulang
pengerjaannya).
 Larutan ditambah lagi sampai melebihi posisi angka 0 (nol)
Skor Indikator
4 Empat indikator dilakukan
3 Tiga indikator dilakukan
2 Dua indikator dilakukan
1 Satu indikator dilakukan
4) Rubrik penilaian “memeriksa ketepatan isi buret”
 Pandangan mata lurus dengan posisi angka
 Isi buret dikeluarkan sedikit demi sedikit
 Bagian bawah cekungan pada posisi angka yang diinginkan
 Berhasil dilakukan hanya satu kali
Skor Indikator
4 Empat indikator dilakukan
3 Tiga indikator dilakukan
2 Dua indikator dilakukan
1 Satu indikator dilakukan
5) Rubrik penilaian “mengambil titran”
 Menggunakan pipet volumetrik
 Titran diambil melebihi posisi batas ukuran
 Titran diturunkan sedikit demi sedikit
73

 Berhasil dilakukan hanya satu kali


Skor Indikator
4 Empat indikator dilakukan
3 Tiga indikator dilakukan
2 Dua indikator dilakukan
1 Satu indikator dilakukan
6) Rubrik penilaian “menuangkan titran ke dalam Erlenmeyer”
 Posisi Erlenmeyer miring 30˚ sampai dengan 45˚
 Ujung pipet ditempelkan pada Erlenmeyer
 Titran diturunkan dengan kecepatan konstan dan hati-hati
 Dilakukan pembilasan pada dinding Erlenmeyer
Skor Indikator
4 Empat indikator dilakukan
3 Tiga indikator dilakukan
2 Dua indikator dilakukan
1 Satu indikator dilakukan
7) Rubrik penilaian “memberikan indikator fenolftalein pada titran”
 Indikator yang diteteskan tidak berlebihan (2 atau 3 tetes)
 Dilakukan pengadukan dengan menggoyangkan Erlenmeyer
 Dilakukan pembilasan yang tidak berlebihan pada bagian dalam Erlenmeyer
Skor Indikator
4 Empat indikator dilakukan
3 Tiga indikator dilakukan
2 Dua indikator dilakukan
1 Satu indikator dilakukan
8) Rubrik Penilaian “mengaduk titran dengan menggoyang-goyangkan Erlenmeyer
pada saat titrasi”
 Posisi tangan pada kran buret dilakukan dengan benar
 Pengadukan dilakukan bersamaan dengan penetesan titran
 Penetesan titran dilakukan secara konstan
 Dilakukan pembilasan pada bagian dalam Erlenmeyer
Skor Indikator
4 Empat indikator dilakukan
3 Tiga indikator dilakukan
2 Dua indikator dilakukan
1 Satu indikator dilakukan
9) Rubrik penilaian “mengakhiri titrasi dengan tepat”
 Pada saat perubahan warna mulai terjadi titrasi dilakukan secara pelan.
 Titrasi dihentikan pada saat larutan berwarna merah mudah.
 Dilakukan pembilasan pada bagian dalam Erlenmeyer untuk memastikan warna
tidak berubah kembali.
 Melihat volume titran dengan benar.
74

Skor Indikator
4 Empat indikator dilakukan
3 Tiga indikator dilakukan
2 Dua indikator dilakukan
1 Satu indikator dilakukan

Contoh format penilaian unjuk kerja dalam titrasi asam basa menggunakan skala
penilaian
PENILAIAN KINERJA TITRASI ASAM BASA
Nama Peserta Didik : Amin Zainulah
Mata Pelajaran : Kimia
Kelas : XI
Semester :2
Tahun Pelajaran : 2015-2016
No. Aktivitas Yang Diamati Skor
1 Memasang buret 4
2 Mengisi buret 4
3 Menghilangkan gelembung udara dalam buret (jika ada) 4
4 Memeriksa ketepatan isi buret 4
5 Mengambil titran 3
6 Menuangkan titran ke dalam Erlenmeyer 3
7 Memberikan indikator fenolftalein pada tiran 4
8 Mengaduk titran dengan menggoyang-goyangkan Erlenmeyer pada 3
saat titrasi
9 Mengakhiri titrasi dengan tepat 2
Skor yang dicapai (skor maksimum = 36) 31
Skor (skala 1-4) 3,44
Kode Nilai SB

Keterangan:
1) Pemberian skor = 1-4
2) Skor = (skor yang dicapai x 4/skor maksimum)
3) Kode nilai/predikat
3.26 – 4.00 = SB (Sangat Baik)
2.51 – 3.24 = B (Baik)
1.75 – 2.49 = C (Cukup)
1.00 – 1.74 = K (Kurang
Selanjutnya guru dapat membuat rekapitulasi hasil penilaian yang dilakukan oleh
peserta didik sebagaimana yang dilakukan pada daftar cek.

6. PENILAIAN PENUGASAN
Adalah penilaian terhadap suatu tugas (di mana mengandung investigasi) yang
harus diselesaikan dalam waktu tertentu. Penugasan (proyek) di mana merupakan penilaian
terhadap suatu tugas yang harus selesai dalam waktu tertentu.
75

Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus
diselesaikan dalam waktu/periode tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak
dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data.
Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan
mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta
didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas. Dalam penilaian proyek setidaknya ada tiga
hal yang perlu dipertimbangkan yaitu: a) kemampuan pengelolaan. Kemampuan peserta
didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta
penulisan laporan. B) relevansi. Yaitu kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan
mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam
pembelajaran. C) keaslian. Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil
karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan
terhadap proyek peserta didik. Tahapanny adalah sebagai berikut:
1) Perencanaan
2) Pengumpulan data
3) Pengolahan data
4) Penyajian data
Penilaian proyek, bermanfaat menilai:
 Keterampilan menyelidiki secara umum
 Pemahaman dan pengetahuan dalam bidang tertentu
 Kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dalam suatu penyelidikan
 Kemampuan menginformasikan subjek secara jelas

Format penskoran tugas proyek:


Aspek Kriteria dan skor
3 2 1
Persiapan Jika memuat tujuan, Jika memuat tujuan, Jika memuat tujuan,
topik, alasan, topik, alasan, tempat topik, alasan,
tempat penelitian, penelitian, tempat penelitian,
responden, daftar responden, daftar responden, daftar
pertanyaan dengan pertanyaan kurang pertanyaan tidak
lengkap. lengkap. lengkap.
Pengumpulan data Jika daftar Jika daftar Jika pertanyaan
pertanyaan dapat pertanyaan dapat tidak dilaksanakan
dilaksanakan dilaksanakan semua semua dan data
semua dan data tetapi data tidak tidak tercatat
tercatat dengan rapi tercatat dengan rapi dengan rapi.
dan lengkap. dan lengkap.
Pengolahan data Jika pembahasan Jika pembahasan Jika sekedar
data sesuai tujuan data kurang melaporkan hasil
penelitian. menggambarkan penelitian tanpa
tujuan penelitian. membahas data.
Penyajian data Jika sistematika Jika sistematika Jika penulisan
penulisan benar, penulisan benar, kurang sistematis,
memuat saran, memuat saran, bahasa kurang
bahasa komunikatif. namun bahasa komunikatif, kurang
76

kurang komunikatif. memuat saran.

Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil
akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai,
seperti penyusunan desain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapan laporan
tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk poster.
Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/instrumen penilaian berupa daftar cek
ataupun skala penilaian. Beberapa contoh kegiatan peserta didik dalam penilaian proyek.

7. PENILAIAN HASIL KERJA/PRODUK


Penilaian hasil kerja peserta didik (product assesment) adalah penilaian terhadap
keterampilan peserta didik dalam membuat suatu produk benda tertentu dan kualitas produk
tersebut. Jadi dalam penilaian hasil kerja peserta didik terdapat dua tahapan penilaian yaitu:
(1) penilaian tentang pemilihan dan cara penggunaan alat serta prosedur kerja peserta didik;
(2) penilaian tentang kualitas teknis maupun estetika hasil karya/kerja peserta didik.
Hasil kerja yang dimaksud di sini adalah produk kerja peserta didik yang bisa saja
terbuat dari kain, kerta, metal, kayu, plastik, keramik dan hasil karya seni seperti lukisan,
gambar, dan patung. Hasil kerja yang berupa aransemen musik, koreografi, karya sastra
tidak termasuk hasil kerja yang dimaksud disini.
Beberapa contoh penilaian hasil kerja peserta didik:
 Penilaian keterampilan peserta didik dalam menggunakan berbagai teknik melukis;
 Penilaian keterampilan peserta didik dalam menggunakan alat pertukangan secara
aman;
 Penilaian keterampilan peserta didik untuk memanggang roti dengan tekstur roti
yang halus.

a. Tahapan Dalam Membuat Suatu Hasil Kerja


Dalam membuat suatu hasil kerja, ada tiga tahapan yang harus dilalui peserta
didik yaitu tahapan perencanaan atau perancangan, tahapan produksi, dan tahapan
akhir. Meskipun terdiri atas beberapa tahap yang berbeda tetapi ke semua tahap
tersebut merupakan suatu proses yang padu. Karena ketiga tahap tersebut
merupakan proses yang padu, maka guru dapat melakukan penilaian tentang
kemampuan peserta didik dalam memilih teknik kerja pada tahap produksi dan pada
tahap akhir.
Contoh keterampilan peserta didik yang dapat dinilai pada waktu proses
pembuatan suatu produk:
 Tahap persiapan: keterampilan peserta didik untuk membuat perencanaan,
kemampuan peserta didik untuk merancang suatu produk, atau kemampuan peserta
didik untuk menggali dan mengembangkan suatu ide;
 Tahap produksi: kemampuan untuk memilih dan menggunakan bahan, peralatan,
dan teknik kerja;
 Tahap akhir: kemampuan peserta didik untuk menghasilkan produk yang memenuhi
kriteria (fungsi dan estetika), kemampuan peserta didik untuk mengevaluasi hasil
kerjanya.
b. Tujuan Penilaian Hasil Kerja
77

Penilaian hasil kerja bisa digunakan guru untuk:


 Menilai penguasaan keterampilan peserta didik yang diperlukan sebelum
mempelajari keterampilan berikutnya;
 Menilai tingkat kompetensi yang sudah dikuasai peserta didik pada setiap akhir
jenjang/kelas di sekolah khususnya sekolah kejuruan;
 Menilai keterampilan peserta didik yang akan memasuki institusi pendidikan
kejuruan.
c. Perencanaan Dalam Menilai Hasil Kerja Peserta Didik
Pada waktu melakukan penilaian hasil kerja peserta didik, guru harus
menentukan dulu hasil kerja peserta didik yang mana saja yang akan dijadikan dasar
dalam menentukan tingkat kompetensi peserta didik. Berikut ini kriteria yang dapat
digunakan untuk menentukan hasil kerja peserta didik yang akan dipilih guru untuk
menentukan hasil kerja peserta didik yang akan dipilih guru untuk penilaian:
1) Relevan dan mewakili kompetensi yang diukur
Penilaian sebaiknya didasarkan paa sejumlah hasil kerja yang relevan dengan
kompetensi yang diukur. Selain itu penilaian juga sebaiknya didasarkan pada
seluruh aspek kompetensi (bukan pada salah satu aspek saja). Seperti misalnya
penilaian hanya menekankan pada kualitas hasil kerja tanpa menilai proses
kerja, atau penilaian hanya menekankan pada keterampilan saja atanpa
mengukur pemahaman peserta didik. Hal yang demikian akan memberikan
dampak negetif terhadap proses belajar mengajar. Strategi yang dapat dilakukan
untuk memastikan relevansi dan lingkup hasil kerja adalah:
 Menetapkan kompetensi yang akan diukur setiap memberikan tugas kepada
peserta didik. Perlu diingat pada waktu memberikan tugas kepada peserta
didik sebaiknya tugas tersebut tidak hanya memungkinkan peserta didik
untuk dapat menunjukkan kompetensi setingkat di atasnya dan kompetensi
setingkat di bawahnya.
 Menetapkan kompetensi yang akan diukur pada tiap tahap dalam pengerjaan
hasil kerja (dalam tahap perencanaan, produksi dan akhir).
2) Jumlah dan objektivitas hasil kerja
Semakin banyak hasil kerja yang dinilai untuk masing-masing kompetensi maka
kesimpulan yang dihasilkan akan semakin handal. Untuk memperoleh penilaian
hasil kerja yang handal biasanya digunakan portofolio kerja peserta didik.
Penilaian hasil kerja yang objektif adalah penilaian yang tidak dipengaruhi oleh
jenis dan bentuk hail kerja peserta didik, serta tidak dipengaruhi oleh guru yang
menilai.
d. Pengelolaan Hasil Kerja
Dalam menilai hasil kerja, guru perlu mengelola sejumlah hasil kerja peserta
didik dan mencatat hasil penilaiannya. Biasanya guru sudah merencanakan selama
satu tahun ajaran bukti hasil kerja peserta didik yang harus dikumpulkan. Bermanfaat
tidaknya hasil kerja peserta didik untuk digunakan sebagai dasar penilaian
tergantung pada spesifikasi tugas yang diberikan kepada peserta didik. Spesifikasi
tugas pada lembar kerja yang sifatnya umum atau tidak rinci, yang berarti memberi
78

keleluasaan besar bagi pesrta didik untuk berkreasi, akan mempersulit peserta didik
untuk memenuhi tugas yang dimaksud.
Oleh karena itu spesifikasi tugas sebaiknya berisi hal-hal sebagai berikut:
 Batasan pada tahap perencanaan/perancangan. Batasan diberikan untuk
membantu peserta didik agar dapat memfokuskan diri pada proses kerja. Selain
itu batasan diperlukan untuk mempermudah guru menilai keterampilan atau
kompetensi yang diukur dalam tugas tersebut.
 Merinci langkah-langkah yang harus dilakukan peserta didik dalam membuat
suatu hasil kerja. Hal ini akan membantu peserta didik untuk memfokuskan diri
pada langkah-langkah yang akan dinilai.
 Menyusun kriteria penilaian secara jelas. Rincian tentang aspek, kompetensi,
langkah, kualitas yang akan dinilai perlu ditulis secara eksplisit disertai nilainya.
 Bila hasil penilaian produk ini diperlukan untuk membandingkan individu satu
dengan individu lainnya, maka keadilan penilaian perlu diperhatikan.

e. Penilaian dan Pencatatan Hasil Kerja Peserta Didik


Penentuan tingkat kompetensi peserta didik pada penilaian yang bersifat
perkembangan biasanya didasarkan pada observasi dan penilaian hasil kerja
peserta didik. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan guru untuk menilai
dan mencatat hasil kerja peserta didik antara lain adalah sebagai berikut:
1) Anekdotal
Anekdotal adalah catatan yang dibuat guru selama melakukan pengamatan
terhadap peserta didik pada waktu kegiatan belajar mengajar. Anekdotal
biasanya digunakan untuk mencatat kompetensi yang belum terlihat pada hasil
kerja peserta didik; misalnya kemampuan peserta didik untuk bekerja sama, atau
kemampuan peserta didik untuk memilih bahan kerja yang tepat. Agar anekdotal
dapat dimanfaatkan secara maksimal maka sebaiknya guru melakukan hal-hal
sebagai berikut:
 Menentukan kompetensi yang akan diamati dan bagaimana mengamatinya.
Misalnya guru akan mengamati kemampuan peserta didik mengorganisasi
dan menerapkan prosedur kerja yang benar maka hal-hal yang perlu diamati
adalah kerapian ruang kerja peserta didik, penggunaan alat secara aman,
dan penerapan prinsip-prinsip kenyamanan dalam kerja.
 Menentukan secara sistematis peserta didik yang akan diamati karena guru
tidak mungkin mengamati seluruh peserta didik dalam satu kali kegiatan
belajar mengajar. Dengan cara bergantian tersebut semua peserta didik
akhirnya akan dapat diamati daripada mengamati seluruh peserta didik dalam
satu kegiatan
2) Skala Penilaian Analitis
Analytic Rating adalah penilaian yang dibuat berdasarkan beberapa aspek
pada hasil kerja peserta didik. Dalam analytic rating guru menilai hasil kerja
peserta didik dari berbagai perspektif atau kriteria. Misalnya pada jurusan seni
dan desain, hasil karya peserta didik dinilai selain dari segi keterampilan teknis
juga pemahaman dasar-dasar dari desain.
79

Analytic rating biasanya digunakan untuk menilai kemampuan pada tahap


perencanaan/perancangan dan tahap akhir. Pada tahap kedua tersebut guru
dapat menilai desain atau hasil kerja peserta didik dari berbagai perspektif atau
kriteria. Untuk setiap keterampilan yang diukur, ditentukan beberapa kriteria yang
harus ditempuh.
3) Skala Penilaian Holistik
Penilaian holistik adalah penilaian terhadap hasil kerja peserta didik secara
keseluruhan. Penilaian holistik biasanya digunakan untuk penilaian pada tahap
akhir seperti penilaian terhadap kualitas hasil kerja peserta didik dan penilaian
terhadap kemampuan peserta didik untuk mengevaluasi hasil kerjanya.
RUBRIK PENILAIAN HASIL KERJA PESERTA DIDIK
“PEMBUATAN DIORAMA RUMAH KACA MINI”
Tingkat
No Penilaian Kriteria yang diukur Kemampuan
1 2 3
1 Tahap - Ketelitian dalam mempersiapkan alat-alat
Persiapan - Terampil dalam membuat perencanaan
- Kreatif dalam mengembangkan ide
2 Tahap - Jeli dan terampil dalam memilih dan
Produksi menggunakan bahan peralatan
- Terampil dalam teknik kerja
3 Tahap Akhir - Produk yang dihasilkan mempunyai
estetika tinggi (perpaduan warna,
keserasian dalam penempatan objek,
kerapian produk)
- Terampil dalam mengevaluasi hasil
kerjanya
4 Kerjasama - Kekompakan anggota kelompok
- Pembagian tugas secara merata
Keterangan Skor:
Tahap Persiapan
Skor 3 = Peserta didik mempunyai ketelitian dalam mempersiapkan alat-alat, terampil
dalam membuat perencanaan, kreatif dalam mengembangkan ide.
Skor 2 = Peserta didik mempunyai ketelitian dalam mempersiapkan alat-alat, tidak
teramil dalam membuat perencanaan, tidak kreatif dalam mengembangkan
ide.
Skor 1 = Peserta didik mempunyai ketelitian dalam mempersiapkan alat-alat, tidak
terampil dalam membuat perencanaan, tidak kreatif dalam mengembangkan
ide.

Tahap Produksi
Skor 3 = Peserta didik mempunyai kejelian dan terampil dalam memilih dan
menggunakan bahan peralatan, terampil dalam teknik kerja.
80

Skor 2 = Peserta didik mempunyai kejelian dan terampil dalam memilih dan
menggunakan bahan peralatan, tidak terampil dalam teknik kerja.
Skor 1 = Peserta didik mempunyai kejelian, tidak terampil dalam memilih dan
menggunakan bahan peralatan, tidak terampil dalam teknik kerja.

Tahap Akhir
Skor 3 = Anggota kelompok mempunyai kekompakan dalam bekerjasama, pembagian
tugas dilakukan secara merata.
Skor 2 = Anggota kelompok mempunyai kekompakan dalam bekerjasama, pembagian
tugas tidak dilakukan secara merata.
Skor 1 = Anggota kelompok tidak mempunyai kekompakan dalam bekerjasama,
pembagian tugas tidak dilakukan secara merata
Skor Maksimum adalah 4 x 3 = 12
Skor perolehan nilai = x 100

Kriteria Nilai
A = 80 – 100 : Baik Sekali
B = 70-79 : Baik
C = 60 – 69 : Cukup
D = < 60 : Kurang

Penilaian Produk Peserta Didik Berupa Kliping:


RUBRIK PENILAIAN KLIPING
“PEMANASAN GLOBAL (GLOBAL WARMING)”
No Nama Peserta Aspek Penilaian ∑ Skor Nilai Ket
Didik Tema Sumber Isi Analisis

Keterangan Skor:
Asepek Utama
Skor 4 = Ada tema, sesuai dan menari
Skor 3 = Ada tema, sesuai/menarik
Skor 2 = Ada tema tetapi tidak sesuai/tidak menarik
Skor 1 = Tidak ada tema
Aspek Sumber:
Skor 4 = Ada sumber, lengkap dan akurat
Skor 3 = Ada sumber, lengkap/akurat
Skor 2 = Ada sumber, tetapi tidak lengkap dan tidak akurat
Skor 1 = tidak ada sumber
Aspek Isi:
Skor 4 = Isi sesuai tema, berbobot, dan terkini
Skor 3 = Isi sesuai tema dan berbobot/terkini
Skor 2 = Isi sesuai tema tetapi tidak berbobot/terkini
81

Skor 1 = Tidak ada isi


Aspek Analisis
Skor 4 = Ada analisis, memiliki wawasan, berbobot dan terkini
Skor 3 = Ada analisis dan memiliki wawasan/berbobot/terkini
Skor 2 = Ada analisis tetapi tidak ada wawasan/tidak berbobot/tidak terkini
Skor 1 = Tidak ada analisis
Skor Maksimum adalah 4 x 4 = 16
Skor perolehan: Nilai = X 100
Skor maksimum
Kriteria Nilai
A = 80 – 100 : Baik Sekali
B = 70-79 : Baik
C = 60 – 69 : Cukup
D = < 60 : Kurang

Lampiran
LEMBAR KEGIATAN PESERTA DIDIK
1. Judul: Diorama Rumah Kaca Mini
2. Mata pelajaran : Geografi
3. Kelas/Semester: X/2
4. Alokasi Waktu: 45 menit
5. Kompetensi Dasar: Menganalisis atmosfer dan dampaknya terhadap kehidupan di
muka bumi.
6. Petunjuk belajar:
 Baca secara cermat LKS ini sebleum anda mengerjakan tugas.
 Lakukan pembuatan diorama rumah kaca mini, pengamatan dan pencatatan
sesuai prosedur.
 Diskusikan tugas/permasalahan secara bersama dalam kelompok.
 Apabila anda/kelompok anda menemui kendala/permasalahan dalam
menyelesaikan konsultasikan kepada guru.

8. PENILAIAN PORTOFOLIO
Portofolio adalah kumpulan hasil karya seorang peserta didik, sebagai hasil
pelaksanaan tugas kinerja, yang ditentukan oleh guru atau oleh peserta didik bersama
guru, sebagai bagian dari usaha mencapai tujuan belajar, atau mencapai kompetensi
yang ditentukan dalam kurikulum portofolio sebenarnya diartikan sebagai suatu wujud
benda fisik, sebagai suatu proses sosial pedagogis, maupun sebagai adjective. Sebagai
suatu wujud benda fisik itu adalah bundel, yakni kumpulan atau dokumentasi hasil
pekerjaan peserta didik yang disimpan pada suatu bundel. Sebagai suatu proses sosial
pedagogis, portofolio adalah collection of learning experience yang terdapat di dalam
pikiran peserta didik baik yang berwujud pengetahuan (kognitif), keterampilan (skill),
maupun nilai dan sikap (afektif). Adapun sebagai adjective, pada umumnya
dibandingkan dengan konsep pembelajaran yang dikenal dengan istilah pembelajaran
berbasis portofolio (portofolio based learning) dan dapat dibandingkan dengan konsep
82

penilaian yang dikenal dengan istilah penilaian berbasis portofolio (portofolio based
learning).
Dalam konteks penilaian portofolio dapat diartikan sebagai kumpulan karya atau
dokumen peserta didik yang tersusun secara sistematis dan teroganisasi yang diambil
selama proses pembelajaran, digunakan oleh guru dan peserta didik untuk menilai dan
memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik dalam
mata pelajaran tertentu. Kumpulan keterangan atau karya peserta didik hendaknya
melibatkan partisipasi peserta didik dalam memilih bahan-bahan, kriteria seleksi dan
kriteria penilaian.
Portofolio peserta didik untuk penilaian merupakan kumpulan produksi peserta didik,
yang berisi berbagai jenis karya seorang peserta didik, misalnya:
1) Hasil proyek, penyelidikan, atau praktik peserta didik, yang disajikan secara tertulis
atau dengan penjelasan tertulis.
2) Gambar atau laporan hasil pengamatan peserta didik, dalam raka melaksanakan
tugas untuk mata pelajaran yang bersangkutan.
3) Analisis situasi yang berkaitan atau relevan dengan mata pelajaran yang
bersangkutan.
4) Deskripsi dan diagram pemecahan suatu masalah, dalam mata pelajaran yang
bersangkutan.
5) Laporan hasil penyelidikan tentang hubungan antara konsep-konsep dalam mata
pelajaran atau antar mata pelajaran.
6) Penyelesaian soal-soal terbuka.
7) Hasil tugas pekerjaan rumah yang khas, misalnya dengan cara yang berbeda
dengan cara yang diajarkan di sekolah, atau dengan cara yang berbeda dari cara
pilihan teman-teman kelasnya.
8) Laporan kerja kelompok.
9) Hasil kerja peserta didik yang diperoleh dengan menggunakan alat rekam video, alat
rekam audio, dan komputer.
10) Fotokopi surat piagam atau tanda penghargaan yang pernah diterima oleh peserta
didik yang bersangkutan.
11) Hasil karya dalam mata pelajaran yang bersangkutan, yang tidak ditugaskan oleh
guru (atas pilihan peserta didik sendiri, tetapi relevan dengan mata pelajaran yang
bersangkutan).
12) Cerita tentang kesenangan atau ketidaksenangan peserta didik terhadap mata
pelajaran yang bersangkutan.
13) Cerita tentang usaha peserta didik sendiri dalam mengatasi hambatan psikologis,
atau usaha peningkatan diri, dalam mempelajari mata pelajaran yang bersangkutan.
14) Laporan tentang sikap peserta sikap terhadap pelajaran.

Menurut Hart (1994) sembarang item yang menampilkan bukti-bukti kemampuan dan
perkembangan kemampuan peserta didik dapat dimasukkan dalam portofolio. Umumnya
item-item yang digunakan adalah sebagai berikut: contoh-contoh dari pekerjaan tertulis,
jurnal dan catatan harian, video penampilan peserta didik, kaset presentasi, laporan
kelompok, tes dan kuis, peta grafik, daftar buku bacaan, hasil kuesioner, tinjauan teman
sejawat, dan evaluasi diri.
Portofolio digunakan oleh peserta didik untuk mengumpulkan semua dokumen yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang dipelajari baik di kelas maupun di luar kelas
83

termasuk di luar sekolah. Semakin rajin peserta didik dalam mencari sumber belajar di
luar kelas, semakin banyak dokumen portofolio yang dimiliki sesuai dengan tugas yang
diberikan oleh guru, bakat, minatnya.

Cara pelaksanaan Portofolio


1) Pengumpulan Portofolio
Untuk menentukan bahan apa saja yang perlu dikumpulkan ada dua pertanyaan
pokok yang harus dijawab yaitu:
 Bahan apa sajakah yang dapat memberikan informasi tentang perkembangan
yang dialami peserta didik?
 Bahan apa sajakah yang dapat memberikan informasi yang bermanfaat dalam
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan standar kompetensi dasar,
dan indikator pencapaian hasil belajar?
Dalam menentukan bahan-bahan sebaiknya guru melibatkan peserta didik,
melalui proses diskusi untuk mencapai suatu kesepakatan bersama. Hal ini penting,
supaya peserta didik mempunyai kesempatan untuk menyatakan kesulitan-kesulitan
atau masalah yang mungkin mereka hadapi ketika mengumpulkan bahan-bahan
tersebut. Namun yang lebih penting dari itu proses pengambilan keputusan dengan
diskusi dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab pada diri peserta didik.
Waktu pengumpulan bahan juga perlu ditentukan dengan jelas, kapan dimulai
dan kapan berakhir. Sepanjang waktu tersebut, peserta didik diminta untuk
mengumpulkan bahan yang dapat diperolehnya secara terus menerus. Evidensi
peserta didik atau bahan yang dapat diperolehnya supaya senantiasa diberi
keterangan waktu dan tanggalnya. Hal ini penting, supaya setiap perkembangan
yang dicapai peserta didik dari waktu ke waktu dapat teramati dengan baik.
Setelah ditentukan dan dipastikan bahwa setiap peserta didik telah membuat dan
memilih berkas portofolio, selanjutnya perlu ditentukan cara mengumpulkan dan
menyusunnya dalam berkas portofolio yang telah disediakan, kemudian menentukan
di mana dan bagaimana menyimpannya. Berkas untuk portofolio dapat berbentuk
folder atau bentuk lainnya disimpan dalam lemari atau rak.
Ada dua tahapan dalam pembuatan portofolio sebagai berikut:
Tahap I
Mengembangkan portofolio proses, di mana guru senantiasa mengamati
perkembangan evidence selama periode waktu tertentu untuk mencapai tujuan.
Dalam tahap ini portofolio adalah sebagai alat formatif. Mungkin akan sangat
berguna untuk informasi internal tentang peserta didik.
Tahap II,
Mengembangkan portofolio produk yang lebih dikenal dengan istilah portofolio
terbaik yang meliputi hasil terbaik dari peserta didik. Produk atau hasil terbaik
portofolio menunjukkan perubahan hasil belajar.
2) Prinsip-Prinsip Dokumentasi Portofolio
a) Akurasi Data;
Evidence yang dimasukkan ke dalam bendel portofolio peserta didik harus
merupakan evidence peserta didik yang bersangkutan pada waktu yang
bersesuaian. Maksudnya bahwa portofolio setiap peserta didik adalah kumpulan
dokumen peserta didik pada satu pelajaran yang sedang berlangsung.
84

b) Ketepatan waktu
Evidence yang antara lain berupa lembar kerja, hasil kerja, karya tulis peserta
didik dimasukkan ke dalam bendel portofolio segera setelah mendapatkan
catatan, penilaian, atau komentar dari guru.
c) Kelengkapan Informasi
Portofolio merupakan dokumen evidence peserta didik yang lengkap mulai dari
apa yang dipelajari apa yang pernah dikerjakan, berikut lembar kerja dan hasil-
hasil kerjanya. Dengan demkian, dalam portofolio semua kegiatan peserta didik
yang berkaitan dengan proses belajar dan perkembangan hasil belajarnya dapat
dilihat secara lengkap.
d) Keterbacaan Dokumen
Setiap dokumen portofolio harus dalam keadaan yang jelas terbaca. Sehingga
setiap saat diperlukan dapat segera diperoleh informasi. Selain itu harus dipilih
yang tahan lama dan tidak mudah rusak.
e) Kepraktisan Dokumen
Dokumen harus dipilih yang ukurannya praktis dan bisa dimasukkan ke dalam
bendel.
f) Perencanaan
Portofolio harus mencakup dokumen seluruh waktu yang dilewati, sehingga
diperlukan suatu perencanaan agar tidak terjadi kelebihan atau kekurangan
dokumen.
g) Penataan Dokumen
Penataan dokumen dilakukan dengan pemisahan berdasarkan jenis
dokumennya.
h) Pengadminstrasian Dokumen
Setiap hasil pekerjaan peserta didik yang bersifat penilaian harus dicatat dalam
buku catatan harian peserta didik atau daftar nilai peserta didik. Dengan demkian
tindakan cukup hanya mengumpulkan dokumen-dokumen pembelajaran ke
dalam portofolio, tetapi harus juga mencatatnya sebelum dimasukkan ke dalam
bendel portofolio.
Portofolio berfungsi untuk:
1) Mengetahui perkembangan dan pertumbuhan kemampuan peserta didik.
2) Melihat perkembangan tanggungjawab peserta didik dalam belajar.
3) Pembaharuan kembali proses belajar mengajar.
4) Portofolio dalam penilaian di kelas dapat digunakan untuk mencapai beberapa
tujuan yaitu:
 Menghargai perkembangan yang dialami peserta didik.
 Mendokumentasikan proses pembelajaran yang berlangsung.
 Memberi perhatian pada prestasi kerja peserta didik yang terbaik.
 Meningkatkan efektivitas proses pengajaran.
 Bertukar informasi dengan orangtua/wali peserta didik dan guru
 Membina dan mempercepat pertumbuhan konsep diri positif.
 Meningkatkan kemampuan melakukan refleksi diri
Prinsip Penilaian Portofolio
1) Saling Percaya
85

Dalam penilaian portofolio, guru dan peserta didik harus memiliki rasa saling
percaya. Mereka harus merasa sebagai pihak-pihak yang saling memerlukan
dan memiliki semangat untuk saling membantu.
2) Kerahasiaan Bersama
Kerahasiaan hasil pengumpulan bahan dan hasil penilaiannya perlu dijaga
dengan baik, tidak disampaikan kepada pihak-pihak lain, yang tidak
berkepentingan.
3) Milik Bersama
Semua pihak, guru maupun peserta didik harus menganggap bahwa semua
evidence merupakan milik bersama yang dijaga secara bersama-sama pula.
4) Kepuasan dan Kesesuaian
Tidak semua evidence peserta didik dapat memuaskan guru maupun peserta
didik. Tetapi, hasil kerja portofolio seyogyanya berisi keterangan-keterangan dan
atau bukti-bukti yang memuaskan bagi guru dan peserta didik.
5) Penciptaan Budaya Mengajar
Penilaian portofolio akan efektif jika pengajarannya menuntut peserta didik untuk
menunjukkan kemampuan yang nyata yang menggambarkan pengembangan
aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada taraf yang lebih tinggi.
6) Refleksi Bersama
Portofolio secara jelas mencerminkan hasil peserta didik yang dirumuskan dan
diidentifikasikan dalam kompetensi dasar dan indikator yang diharapkan
dipelajari oleh peserta didik.
7) Proses dan Hasil
Penilaian portofolio tidak sekedar menilai hasil akhir pembelajaran melainkan
juga perlu memberikan penilaian terhadap proses belajar.
Keuntungan dan Kelemahan Portofolio:
Keuntungan menggunakan portofolio antara lain:
 Peserta didik dapat menggambarkan pembelajaran mereka sendiri dan cara-cara
memperbaikinya.
 Memberi lebih banyak informasi tentang apa dan bagaimana peserta didik
belajar.
 Menjadi media bagi peserta didik, guru, orang tua untuk mengkomunikasikan dan
menyampaikan harapan tentang pembelajaran peserta didik.
 Dapat digunakan untuk mendokumentasikan prestasi peserta didik, ini berarti
penilaian yang diberikan akan lebih akurat.
 Dapat meningkatkan kemampuan evaluasi diri peserta didik.
 Berguna bagi guru dalam mengidentifikasikan letak, kelemahan dan kelebihan
peserta didik.
Kelemahan menggunakan portofolio antara lain:
 Membutuhkan waktu yang relatif lama dan tenaga bagi guru untuk memiliih tugas
portofolio, menyusun portofolio bersama peserta didik dan mengoreksi portofolio.
 Portofolio mungkin tidak merupakan karya peserta didik sendiri, tentu juga ada
bantuan dari teman, saudara dan orangtua.
 Banyaknya peserta didik dalam suatu kelas relatif besar.
 Respon peserta didik sulit dinilai.
86

 Memerlukan biaya dan tempat untuk mengoleksi dan menyimpan portofolio


dengan baik.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan penilaian portofolio adalah:
 Karya yang dikumpulkan adalah benar-benar karya yang bersangkutan.
 Menentukan pekerjaan mana yang harus dikumpulkan.
 Mengumpulkan dan menyimpan sampel karya.
 Menentukan kriteria untuk menilai portofolio.
 Meminta peserta didik untuk menilai secara terus menerus hasil portofolionya.
 Merencanakan pertemuan dengan peserta didik yang dinilai.
87

BAB VII
PENGUKURAN

1. PENGANTAR
Pengertian Pengukuran (Measurement)
a. Menurut Ign. Masidjo (1995:14), pengukuran adalah suatu kegiatan menentukan
kuantitas suatu objek melalui aturan-aturan tertentu sehingga kuantitas yang
diperoleh benar-benar mewakili sifat dari suatu objek yang dimaksud.
b. Pengukuran bisa diartikan sebagai proses memasangkan fakta-fakta suatu objek
dengan fakta-fakta satuan tertentu (Djaali & Pudji Muljono, 2007).
c. Menurut Endang Purwanti (2008:4), pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan
atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau
peristiwa atau benda sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka.
d. Pengukuran dapat diartikan dengan kegiatan untuk mengukur sesuatu. Pada
hakekatnya, kegiatan in adalah membandingkan sesuatu dengan atau sesuatu yang
lain (Anas Sudiono, 2001).
e. Pengukuran adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan kuantitas tertentu
(Zaenal Arifin, 2012).
f. Hopkins dan Antes (1990), mengartikan pengukuran sebagai “suatu proses yang
menghasilkan gambaran berupa angka-angka berdasarkan hasil pengamatan
mengenai beberapa ciri tentang suaut objek, orang atau peristiwa”.
g. Menurut Zainul dan Nasution (2001), pengukuran memiliki dua karakteristik utama
yaitu: 1) penggunaan angka atau skala tertentu; 2) menurut suatu aturan atau
formula tertentu. Pengukuran merupakan pemberian angka terhadap suatu atribut
atau karakter tertentu yang dimiliki oleh seseorang, atau suatu objek tertenu yang
mengacu pada aturan dan formulasi yang jelas. Aturan atau formulasi tersebut harus
disepakati secara umum oleh para ahli.
h. Menurut Cangelosi (1995: 21), pengukuran adalah proses pengumpulan data melalui
pengamatan empiris yang digunakan untuk mengumpulkan informasi yang relevan
dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir prestasi peserta
didik dengan membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan peserta didik,
mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka katakan, dan
menggunakan indera mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh, mencium,
dan merasakan.
i. Menurut Wiersma & Jurs (1990), pengukuran adalah penilaian numerik pada fakta-
fakta dari objek yang hendak diukur menurut kriteria atau satuan-satuan tertentu.
j. Alwasilah et al. (1996), Measurement (pengukuran) merupakan proses yang
mendeskripsikan performa peserta didik dengan menggunakan suatu skala
kuantitatif (sistem angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari performa
peserta didik tersebut dinyatakan dengan angka-angka.
88

k. Arikunto dan Jabar (2004), menyatakan perngertian pengukuran (measurement)


sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu
sehingga sifatnya menjadi kuantitatif
l. Sridadi (2007), pengukuran adalah suatu proses yang dilakukan secara sistematis
untuk memperoleh besaran kuantitatif dari sudut objek tertentu dengan
menggunakan alat ukur yang baku.
Jadi, pengukuran (measurement) adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
menentukan fakta kuantitatif dengan membandingkan sesuatu dengan satuan ukuran
standar yang disesuaikan dengan objek yang akan diukur. Pengukuran bukan hanya
dapat mengukur hal-hal yang tampak saja namun juga dapat mengukur benda-benda
yang dapat dibayangkan seperti kepercayaan konsumen, ketidakpastian dan lain-lain.
Pengukuran dalam bidang pendidikan berarti mengukur atribut atau karakteristik peserta
didik tertentu. Dalam hal ini yang diukur bukan peserta didik tersebut, akan tetapi
karakteristik atau atributnya.

EVALUASI (EVALUATIONiri dari:


Evaluasi PENILAIAN (ASSESMENT)
(Evaluate) 1 Hasil: Kualitatif (Nilai)

Penilaian
(assesment)
2 PENGUKURAN (MEASUREMENT)
Hasil: Kuantitatif (Angka)
Dapat berupa:
pengukuran
(Measurement) a b

TES NON TES

Measurement (pengukuran) merupakan proses yang mendeskripsikan performance


peserta didik dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (sistem angka) sedemikian
rupa sehingga sifat kualitatif dari performance peserta didik tersebut dinyatakan dengan
angka-angka (Alwasilah et al. 1996).
Pengukuran merupakan pemberian angka terhadap suatu atribut atau karakter
tertentu yang dimiliki oleh seseorang, atau suatu objek tertentu yang mengacu pada
aturan dan formulasi yang jelas. Aturan atau formulasi tersebut harus disepakati secara
umum oleh para ahli Menurut Zainul dan Nasution (2001).
Arikunto dan Jabar (2004), menyatakan pengertian pengukuran (measurement)
sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga
sifatnya menjadi kuantitatif.
Pengukuran
Measurement atau pengukuran diartikan sebagai proses untuk menentukan luas
atau kuantitas sesuatu (Wondt, Edwin and G. W. Brown, 1957:1), dengan pengertian
89

lain pengukuran adalah suatu usaha untuk mengetahui keadaan sesuatu seperti adanya
yang dapat dikuantitaskan, hal ini dapat diperoleh dengan jalan tes atau cara lain.
Pengukuran diartikan sebagai kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan
kriteria. Pengukuran dinyatakan sebagai proses penetapan angka terhadap individu atau
karakteristiknya menurut aturan tertentu (Ebel & Frisbie, 1986:14). Allen & Yen
mendefinisikan pengukuran sebagai penetapan angka dengan cara yang sistematik
untuk menyatakan keadaan individu (Djemari Mardapi, 2000:1), esensi dari pengukuran
adalah kuantifikasi atau penetapan angka tentang karakteristik atau keadaan individu
menurut aturan-aturan tertentu. Keadaan individu ini bisa berupa kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotor.

Penilaian
Penilaian (assesment) hasil belajar merupakan komponen yang penting dalam kegiatan
pembelajaran. Upaya meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui
peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas penilaiannya. Penilaian dalam konteks
hasil belajar diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran tentang
kecakapan yang dimiliki peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Menurut Djemari Mardapi kualitas pembelajaran dapat dilihat dari hasil penilaiannya.
Sistem penilaian yang baik akan mendorong pendidik untuk menentukan strategi
mengajar yang lebih baik. The Task Group On Assesment and Testing (TGAT)
mendeskripsikan assesment sebagai semua cara yang digunakan untuk menilai unjuk
kerja individu atau kelompok.
Popham mendefinisikan assesment dalam konteks pendidikan, sebuah usaha formal
untuk menentukan status peserta didik berkenaan dengan berbagai kepentingan
pendidikan. Boyer & Ewel mendefinisikan assesment sebagai proses yang menyediakan
informasi tentang individu peserta didik, tentang kurikulum atau program, tentang
institusi atau segala sesuatu yang berkaitan dengan sistem institusi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa assesment atau penilaian dapat diartikan sebatai kegiatan
menafsirkan data hasil pengukuran berdasarkan kriteria maupun aturan-aturan tertentu.

Hubungan Evaluasi, Penilaian dan Pengukuran


Proses pengukuran, penilaian, evaluasi dan pengujian merupakan suatu kegiatan
atau proses yang bersifat hirarkis. Artinya kegiatan dilakukan secara berurutan dan
berjenjang yaitu dimulai dari proses pengukuran kemudian penilaian dan terakhir
evaluasi. Sedangkan proses pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang
dilanjutkan dengan kegiatan penilaian. Secara umum dapat dikatakan bahwa
pengukuran adalah suatu proses pemberian angka pada sesuatu atau seseorang
berdasarkan aturan-aturan tertentu. Hasilnya hanyalah angka-angka (skor). Pengukuran
tidak membuahkan nilai atau baik-buruknya sesuatu, tetapi hasil pengukuran dapat
dipakai untuk membuat penilaian dan evaluasi.
Menurut Wikipedia, pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas,
satuan pengukuran.

2. PENGERTIAN PENGUKURAN
Istilah pengukuran sangat sering kita dengar dalam berbagai aspek kehidupan.
Terkadang tidak kita sadari dalam kehidupan ini sering kali kita melakukan pengukuran.
90

Contohnya ketika ingin membuat pakaian maka penjahit akan mengukur berapa lingkar
pinggang, lebar bahu, dan sebagainya. Contoh lain ketika seseorang ingin membuat
surat kesehatan maka perlu diketahui tinggi maupun berat badan.
Suharsimi Arikunto dalam Amirah Diniaty (2001:20) menegaskan pengukuran adalah
menyamakan benda yang diukur dengan sebuah alat ukur, baik terstandar maupun tidak
standar dan hasilnya berupa angka, misalnya 170 sentimeter, dan diberi makna dalam
bentuk kualitas misalnya tinggi sekali untuk ukuran seorang gadis. Pengukuran adalah
awal dari kegiatan evaluasi.
Lebih lanjut A. Muri Yusuf (2011:12) menjelaskan hasil pengukuran akan ditentukan
oleh kecanggihan alat ukur instrumen yang dipakai, pengadministrasian, yang tepat
serta pengolahan data menurut pola yang sebenarnya berdasarkan patokan yang
disepakati. Hasil pengukuran itu berupa angka atau simbol lain yang menggambarkan
keadaan yang sebenarnya. Sehubungan dengan itu ada tiga langkah yang perlu dilalalui
dalam melaksanakan pengukuran.
 Mengidentifikasi dan merumuskan atribut atau kualitas yang diukur.
 Menentukan seperangkat operasi yang dapat digunakan untuk mengukur atribut
tersebut.
 Menetapkan seperangkat prosedur atau definisi untuk menterjemahkan hasil
pengukuran dalam pernyataan kuantitatif.
Pengukuran, penilaian/assesment, dan evaluasi, merupakan istilah yang saling
berkaitan. Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi atau kapasitas dalam bentuk
kuantitatif, biasanya terhadap suatu standar atau satuan pengukuran, sedangkan
penilaian adalah proses menentukan nilai suatu objek dengan menggunakan ukuran
atau kriteria tertentu yang berbentu kualitatif. Evaluasi merupakan proses
menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk
merumuskan suatu alternatif keputusan.

3. VALIDITAS ALAT PENGUKUR


a. Pengertian Validitas Alat Pengukur
Kadar kemampuan alat pengukur dapat memenuhi fungsinya dalam
menggambarkan keadaan aspek yang diukur dengan tepat dan teliti.
Pengertian ini terkandung dua problem, yakni:
 Problem ketepatan/kejituan: alat pengukur dikatakan tepat/jitu bila ia dengan
tepat/jitu mengenai sasarannya. Jadi alat pengukur dianggap tepat bila alat
tersebut dapat mengerjakan dengan tepat fungsi yang diserahkan kepadanya,
fungsi apa alat pengukur itu dipersiapkan.
 Problem ketelitian: alat pengukur dikatakan teliti jika memiliki kemampuan
dengan cermat menunjukkan ukuran besar kecilnya gejala atau bagian gejala
yang diukur. Dengan kata lain, seberapa alat pengukur dapat memberikan
“reading” yang teliti, dapat menunjukkan dengan sebenarnya status atau
keadaan gejala atau bagian gejala yang diukur.
b. Macam-Macam Validitas
 Face Validity/validitas lahir/tampang yaitu membicarakan bagaimana
kelihatannya suatu alat pengukur benar-benar mengukur apa yang hendak
diukur.
91

 Logical validity, konsep validitas logis bertitik tolak dari konstruksi teoritik tentang
sesuatu yang hendak diukur oleh suatu alat pengukur. Dari konsep teoritik
dilahirkan definisi operasional yang digunakan oleh pembuat alat pengukur
sebagai pangkal kerja dan sbagai ukuran valid tidaknya alat pengukur yang
dibuatnya (Construct V/Validity by definition).
 Factorial Validity, penilaian validitas faktor suatu alat pengukur harus ditinjau dari
segi apakah butir-butir soal yang diduga mengukur faktor-faktor tertentu telah
benar-benar dapat memenuhi fungsinya mengukur faktor yang dimaksud.
 Content validity/validitas isi, yaitu alat pengukur yang butir-butir soalnya sudah
mencakup keseluruhan hal-hal yang hendak diukur.
 Emperical validity, kriteriumnya adalah derajat kesesuaian antara apa yang
dinyatakan oleh pengukuran dengan keadaan yang sebenarnya.
Menurut Remmers, Gage dan Rummel:
 Content validity, validitas alat pengukur yang dicari dengan menggunakan
isi/materi program/tugas-tugas yang dibebankan kepadanya sebagai kriterium.
 Construct validity: validitas alat pengukur yang dicari dengan menguraikan
aspek/konstruksi dari suatu yang hendak diukur.
 Concurrent validity: kesesuaian suatu ala pengukur dengan alat pengukur lain
yang sudah dipandang valid.
 Predictive validity: alat pengukur yang dapat meramal keberhasilan suatu tugas
yang didudukinya kemudian adalah makna validitas prediktif.
Kriteriumnya dalah bukti atau keterangan/laporan tentang keberhasilan alat
pengukur itu pada waktu kemudian.
c. Reliabilitas Alat Pengukur
1) Pengertian Reliabilitas
Persoalan reliabilitas alat pengukur berkisar pada seberapa suatu alat pengukur
dapat menunjukkan kestabilan/kekonstanan hasil pengukurannya. Suatu alat
pengukur dikatakan reliabel bila alat pengukur tersebut diberikan kepada subjek
yang sama, pada saat yang berbeda dan orang yang mengukur juga berbeda,
hasilnya tetap sama.
2) Pengujian Reliabilitas Alat Pengukur
a. Teknik Ulangan (test retest)
Pada prinsipnya teknik ini, memberikan test yang sama kepada subjek yang
sama, pada saat yang berbeda, dengan kondisi pengukuran yang relatif
sama.
Langkah-langkahnya:
 Berikan test kepada sejumlah subjek.
 Selang beberapa waktu kemudian ulangi lagi.
 Hitunglah korelasi antara hasil tes.
b. Teknik Bentuk Paralel (equivalent form)
Pada titik ini ada dua test yang diberikan kepada sejumlah subjek. Kedua test
tersebut harus seimbang artinya masing-masing test butir soalnya harus
mewakili keseluruhan aspeknya, demikian juga pola penyusunannya maupun
taraf kesukarannya relatif sama.
92

Langkah-langkahnya:
 Berikan tes bentuk I kepada sejumlah subjek.
 Tanpa tenggang waktu berikan tes bentuk II.
 Korelasikan skor tes bentuk I dan tes bentuk II
c. Teknik Bela Dua (split half)
Dalam teknik ini tes berikan kepada sejumlah subjek, kemudian butir-butir
soalnya dibagi dua sehingga ada dua jumlah skor dari butir-butir soal bagi I
dan bagian II.
Langkah-langkahnya:
 Berikan test kepada sejumlah subjek.
 Butir-butir soal test tersebut dibagi dua.
 Korelasikan skor test bagian I dengan bagian II
 Setelah koefisien korelasi diketahui terus masukkan ke rumus Spearmen
Brown.
d. Teknik Alpha Crown Bach
Teknik ini untuk menguji reliabilitas tes/alat pengukur yang setiap butir
soalnya menghendaki skor yang bertingkat (gradualisasi skor), bukan benar
dan salah skornya 1 dan 0.

d. Daya Pembeda
1) Pengertian Daya Beda
Daya pembeda atau discriminating power suatu soal yaitu seberapa jauh
suatu soal mampu membedakan antara yang mampu dengan yang tidak mampu.
Jadi suatu butir soal dikatakan memiliki daya pembeda bila suatu butir soal
mampu membedakan tentang keadaan yang diukur apabila memang
keadaannya berbeda. Misalnya: anak yang sangat bodoh dengan anak yang
bodoh. Anak yang sangat pandai dengan anak yang pandai.
2) Pengujian Daya Beda
a) Cara sederhana untuk mengetahui daya beda soal, dengan menggunakan
perbedaan proporsi subjek yang menjawab betul pada kelompok atas dengan
proporsi subjek yang menjawab betul pada kelompok bawah.
Rumus Indeks Daya Beda Soal:
Bd = Pa – Pb
Interpretasi terhadap indeks daya beda soal:
 Bd dengan tanda negatif (Pa lebih kecil daripada Pb) artinya soal tersebut
berkebalikan untuk memenuhi fungsinya.
 Bd = O (Pa = Pb) artinya butir soal tersebut tidak memiliki daya beda.
 Bd dengan tanda positif (Pa lebih besar dari pada Pb) semakin besar
indeksnya semakin baik soal tersebut.
b) Dengan rumus statistik signifikan yaitu dengan perhitungan statistik dengan
rumus student t (t test) dan chi kuadrat.

4. PENGUKURAN DALAM PENDIDIKAN


Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas biasanya terhadap
suatu standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak hanya terbatas pada kuantitas
93

fisik tetapi juga dapat diperlukan untuk mengukur hampir semua benda yang bisa
dibayangkan, seperti tingkat ketidakpastian, atau kepercayaan konsumen.
Pengukuran adalah proses pemberian angka-angka atau label kepada unit analisis
untuk merepresentasikan atribut-atribut konsep. Proses ini seharusnya cukup dimengerti
orang walau misalnya definisinya tidak dimengerti. Hal ini karena antara lain kita sering
kali melakukan pengukuran.
Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran (measurement)
adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk
mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal
ini guru menaksir prestasi peserta didik dengan membaca atau mengamati apa saja
yang dilakukan peserta didik, mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka
katakan, dan menggunakan indera mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh,
mencium dan merasakan. Menurut Zainul dan Nasution (2001) pengukuran memiliki dua
karakteristik utama yaitu: 1) penggunaan angka atau skala tertentu; 2) menurut suatu
aturan atau formula tertentu.
Measurement (pengukuran) merupakan proses yang mendeskripsikan performance
peserta didik dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (sistem angka) sedemikian
rupa sehingga sifat kualitatif dari performance peserta didik tersebut dinyatakan dengan
angka-angka (Alwasilah et. Al. 1996). Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat
yang menyatakan bahwa pengukuran merupakan pemberian angka terhadap suatu
atribut atau karakter tertentu yang dimiliki oleh seseorang, atau suatu objek tertentu
yang mengacu pada aturan formulasi yang jelas. Aturan atau formulasi tersebut harus
disepakati secara umum oleh para ahli (Zainul dan Nasution, 2001). Dengan demikian,
pengukuran dalam bidang pendidikan berarti mengukur atribut atau karakteristik peserta
didik tertentu dalam hal ini yang diukur bukan peserta didik tersebut, akan tetapi
karakteristik atau atributnya. Senada dengan pendapat tersebut, secara lebih ringkas,
Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai
kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya
menjadi kuantitatif.
94

BAB VII
JENIS-JENIS TES

1. PENGANTAR
Untuk dapat memperoleh alat penilaian (tes) yang memenuhi persyaratan, setiap
penyusun tes hendaknya dapat mengikuti langkah-langkah penyusunan tes.
Sax (1980), mengindentifikasi langkah-langkah pengembangan tes ke dalam
sembilan langkah sebagai berikut:
 Menyusun kisi-kisi (tabel spesifikasi) tes, yang memuat materi pokok yang akan
diteskan, aspek perilaku atau tingkatan kognitif yang akan diukur, penentuan jumlah
butir tes untuk setiap aspeknya.
 Menulis butir-butir soal dengan mendasarkan pada aspek-aspek yang telah
tercantum pada tabel spesifikasi (kisi-kisi) tersebut.
 Melakukan telaah soal tes (analisis tes secara logis).
 Melakukan uji coba soal.
 Analisis soal secara empiris.
 Memperbaiki atau merevisi tes.
 Merakit tes, dengan menyiapkan komponen-komponen pendukung untuk
penyelenggaraan tes, yang meliputi: (a) buku tes; (b) lembar jawaban tes; (c) kunci
jawaban tes; dan (d) pedoman penilaian atau pedoman pemberian skor.
 Melaksanakan tes, dan
 Menafsirkan hasil tes.
Bentuk tes yang digunakan di sekolah dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu tes
objektif dan tes non-objektif. Objektif di sini dilihat dari sistem penskorannya, yaitu siapa saja
yang memeriksa lembar jawaban tes akan menghasilkan skor yang sama. Tes non-objektif
adalah tes yang sistem penskorannya dipengaruhi oleh pemberi skor. Dengan kata lain
dapat dikatakan bahwa tes objektif adalah tes yang sistem penskorannya objektif, sedang
tes non-objektif sistem penskorannya dipengaruhi oleh subjektifitas pemberi skor.
Jenis-jenis tes dilihat dari cara pelaksanaannya, tes dapat dibedakan menjadi tes
tertulis, tes lisan dan tes perbuatan. Ter tulisan bisa berupa tes esai dan tes objektif. Tes
esai/essay aalah bentuk tes dengan cara peserta didik diminta untuk menjawab pertanyaan
secara terbuka yaitu menjelaskan atau menguraikan melalui kalimat yang disusun sendiri.
Sementara tes objektif adalah bentuk tes yang mengharapkan peserta didik memilih
jawaban yang sudah ditentukan, contoh: B-S, tes pilihan ganda, menjodohkan, dan bentuk
melengkapi. Tes perbuatan adalah tes dalam bentuk peragaan.
Sebelum memberikan tes, guru harus selalu berpedoman pada fungsi tes.
Sehubungan dengan hal-hal yang harus diingat pada waktu penyusunan tes, maka fungsi
tes dapat ditinjau dari tiga hal: a) fungsi untuk kelas, b) fungsi untuk bimbingan, c) fungsi
untuk adminsitrasi. Selain fungsi-fungsi tes ini, hal lain yang harus diingat adalah : hubungan
dengan penggunaan, komprehensif, dan kontinu.
Beberapa macam fungsi tes, dan hal tersebut dapat dibuat menjadi perbandingan
antar tes, di antaranya fungsi untuk kelas, fungsi untuk bimbingan dan fungsi administrasi.
95

Fungsi untuk Kelas Fungsi untuk Bimbingan Fungsi untuk Administrasi


1. Mengadakan diagnosis 1. Menentukan arah 1. Memberi petunjuk dalam
terhadap kesulitan belajar pembicaraan dengan mengelompokkan
peserta didik. orang tua tentang anak peserta didik.
2. Mengevaluasi celah didik. 2. Penempatan peserta
antara bakat dengan 2. Membantu peserta didik didik baru.
pencapaian. dalam menentukan 3. Membantu peserta didik
3. Menaikkan tingkat pilihan. memilih kelompok.
prestasi. 3. Membantu peserta didik 4. Menilai kurikulum.
4. Mengelompokkan peserta dalam mencapai tujuan 5. Memperluas hubungan
didik dalam kelas pada pendidikan. masyarakat (public
waktu metode kelompok. 4. Memberi kesempatan relation).
5. Merencanakan kegiatan kepada pembimbing, 6. Menyediakan informasi
proses belajar mengajar guru dan orang tua untuk badan-badan lain
untuk peserta didiksecara dalam memahami di sekolah.
perseorangan. kesulitan anak.
6. Menentukan peserta didik
mana yang memerlukan
bimbingan khusus.
7. Menentukan tingkat
pencapaian untuk setiap
peserta didik.

2. BENTUK TES
Tes adalah sejumlah pertanyaan yang harus dijawab, atau pernyataan-pernyataan
yang harus dipilih, ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh orang yang diuji
untuk waktu tertentu, dengan tujuan untuk mengukur kemampuan tertentu dari orang yang
diuji.
Tes merupakan sejumlah pertanyaan yangmemiliki jawaban benar dan salah,
pertanyaan yang membutuhkan jawaban, pertanyaan yang harus diberikan tanggapan
dengan tujuan mengukur tingkat kemampuan seseorang.
Bentuk tes yang digunakan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu tes objektif dan
tes non-objektif. Objektif di sini dilihat dari sistem penskorannya, yaitu siapa saja yang
memeriksa lembar jawaban tes akan menghasilkan skor yang sama. Tes non-objektif
adalah tes yang sistem penskorannya dipengaruhi oleh pemberi skor. Dengan kata lain
dapat dikatakan bahwa tes objektif adalah tes yang sistem penskorannya objektif, sedang
tes non-objektif sistem penskorannya dipengaruhi oleh subjektifitas pemberi skor.

Persyaratan Tes:
1) Validitas
Suatu tes dikatakan valid (sahih) apabila tes tersebut secara tepat dapat mengukur
apa yang seharusnya diukurnya. Contoh:
Untuk mengukur tingkat partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran, maka
bukan diukur berdasarkan nilai atau prestasi yang diperoleh pada saat mengikuti
ujian, akan tetapi akan lebih tepat jika diukur berdasarkan:
 Tingkat kehadirannya
96

 Terpusatnya perhatian pada pelajaran.


2) Reliabel
Berarti dapat dipercaya. Tes dikatakan memiliki reliabilitas, apabila tes tersebut
mempunyai sifat dapat dipercaya, dapat memberikan hasil yang tetap (konsisten)
apabila diteskan berulang-ulang.
3) Objektivitas
Objektif berarti tidak adanya unsur-unsur pribadi (subjektivitas) yang mempengaruhi.
Suatu tes diaktakan memiliki objektivitas apabila dalam penggunaannya tidak ada
faktor subjektf dan pemakainya yang dapat mempengaruhinya terutama dalam
skoring.
4) Praktibilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktibilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat
praktis dan mudah digunakan, mudah dalam pemeriksaan dan mudah pula dalam
pengadministrasiannya.
5) Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis adalah bahwa dalam pelaksanaan tes tersebut
tidak membutuhkan biaya yang mahal, peralatan yang kompleks dan mahal, tenaga
dan waktu yang banyak.

Berikut beberapa bentuk soal yang dipakai dalam sistem penilaian adalah sebagai
berikut:
1) Benar-Salah
Soal benar-salah merupakan salah satu dari tes bentuk objektif di mana butir-butir
soalyang diajukan dalam tes prestasi belajar tersebut berupa pernyataan
(statement), di mana dalam tes itu ada pernyataan yang benar dan ada pula
pernyataan yang salah. Tugas peserta tes adalah membubuhkan tanda tertentu
(simbol) atau mencoret hufur B, jika peserta tes yakin bahwa pernyataan yang
diberikan tersebut benar. Sebaliknya mencoret huruf S jika peserta tes yakin bahwa
pernyataan itu salah.
2) Melengkapi
Soal bentuk melengkapi merupakan salah satu bentuk tes objektif dengan ciri-ciri
yaitu: a) tes tersebut terdiri dari susunan kalimat yang bagian-bagiannya sudah
dihilangkan (sudah dihapuskan); b) bagian yang dihilangkan itu diganti dengan titik-
titik (,,,,); c) tugas peserta tes adalah mengisi titik-titik tersebut dengan jawaban yang
sesuai (benar).
3) Pilihan Ganda
Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar
atau paling tepat bentuk ini bisa mencakup banyak materi pelajaran, penskorannya
objektif, dan bisa dikoreksi dengan komputer. Namun membuat butir soal pilihan
ganda yang berkualitas baik cukup sulit, dan kelemahan lain adalah peluang kerja
sama antar peserta tes sangat besar. Oleh karena itu, bentuk ini dipakai untuk ujian
yang melibatkan banyak peserta didik dan waktu untuk koreksi relatif singkat.
Penggunaan bentuk ini menuntut agar pengawas ujian teliti dalam melakukan
97

pengawasan saat ujian berlangsung. Tingkat berpikir yang diukur bisa tinggi
tergantung pada kemampuan pembuat soal (Ebel, 1979).
Strukturnya bentuk soal pilihan ganda terdiri atas:
 Stem : pertanyaan atau pernyataan yang berisi permsalah yang akan
dinyatakan.
 Option : sejumlah pilihan atau alternatif jawaban
 Kunci : jawaban yang benar atau paling tepat
 Distractor : jawaban-jawaban lain selain kunci jawaban.
4) Uraian Objektif
Bentuk ini cocok untuk mata pelajaran yang batasannya jelas seperti Matematika
dan IPA (Fisika, Kimia, dan Biologi). Agar hasil penskorannya objektif diperlukan
pedoman penskoran. Objektif di sini berarti hasil penilaian terhadap suatu lembar
jawaban akan sama walau diperiksa oleh orang yang berbeda asal memiliki latar
belakang pendidikan sesuai dengan mata pelajaran yang diujikan. Tingkat berpikir
yang diukur bisa sampai pada tingkat yang tinggi. Penskoran dilakukan secara
analitik, yaitu setiap langkah pengerjaan diberi skor. Misalnya, jika peserta didik
menuliskan rumusnya diberi skor, menghitung hasilnya diberi skor, dan menafsirkan
atau menyimpulkan hasilnya, juga diberi skor. Penskoran bersifat hierarkis, sesuai
dengan langkah pengerjaan soal. Bobot skor untuk tiap butir soal ditentukan oleh
tingkat kesulitan butir soal, yang sulit bobotnya lebih besar dibandingkan dengan
yang mudah.
5) Uraian non-objektif/uraian bebas
Bentuk ini cocok untuk mata pelajaran ilmu-ilmu sosial. Walau hasil penskoran
cenderung subjektif, namun bila disediakan pedoman penskoran yang jelas, hasilnya
diharapkan dapat lebih objektif. Tingkat berpikir yang diukur bisa tinggi. Bentuk ini
bisa menggali informasi kemampuan penalaran, kemampuan berkreasi atau
kreativitas peserta didik, karena kunci jawabannya tidak satu.
6) Jawaban singkat atau isian singkat
Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam
bentuk kata, bilangan, kalimat atau simbol dan jawabannya hanya dapat dinilai benar
atau salah. Bentuk ini cocok digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan
pemahaman peserta didik jumlah materi yang diuji bisa banyak, namun tingkat
berpikir yang diukur cenderung rendah.
Kelebihan soal jawaban singkat:
 Menyusun soalnya relatif mudah
 Kemungkinan kecil peserta didik memberi jawaban dengan menebak
 Menuntut peserta didik untuk dapat menjawab singkat dan tepat
 Hasil penilaiannya cukup objektif
Kelemahan soal jawaban singkat:
 Kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi
 Memerlukan waktu yang agak lama untuk menilainya sekalipun tidak selama
bentuk uraian
 Menyulitkan pemeriksaan apabila jawaban peserta didik membingungkan
pemeriksa
98

7) Menjodohkan
Bentuk ini cocok untuk mengetahui pemahaman peserta didik tentang fakta dan
konsep. Cakupan materi bisa banyak, namun tingkat berpikir yang terlibat cenderung
rendah. Bentuk soal menjodohkan terdiri atas dua kelompok pernyataan yang paralel
dan berada dalam satu kesatuan. Kelompok sebelah kiri merupakan bagian yang
berisi soal-soal yang harus dicari jawabannya. Dalam bentuk yang paling sederhana,
jumlah soal sama dengan jumlah jawabannya, tetapi sebaiknya jumlah jawaban yang
disediakan dibuat lebih banyak daripada soalnya karena hal ini akan mengurangi
kemungkinan peserta didik menjawab bentuk dengan hanya menebak.
Kelebihan soal menjodohkan:
 Penilaiannya dapat dilakukan dengan cepat dan objektif
 Tepat digunakan untuk mengukur kemampuan bagaimana mengidentifikasi
antara dua hal yang berhubungan
 Dapat mengukur ruang lingkup pokok bahasan atau subpokok bahasan yang
lebih luas
Kelemahan soal menjodohkan:
 Hanya dapat mengukur hal-hal yang didasarkan atas fakta dan hafalan
 Sukar untuk menentukan materi atau pokok bahasan yang mengukur hal-hal
yang berhubungan.
8) Performa
Bentuk ini cocok untuk mengukur kemampuan seseorang dalam melakukan tugas
tertentu seperti praktik di laboratorium. Peserta tes diminta untuk
mendemonstrasikan kemampuan dan keterampilan dalam bidang tertentu.
9) Portofolio
Bentuk ini cocok untuk mengetahui perkembangan unjuk kerja peserta didik, dengan
menilai kumpulan karya-karya, atau tugas yang dikerjakan peserta didik. Portofolio
berarti kumpulan karya atau tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik. Karya-karya
ini dipilih kemudian dinilai, sehingga dapat dilihat perkembangan kemampuan
peserta didik. Cara ini bisa dilakukan dengan baik bila jumlah peserta didik yang
dinilai tidak banyak.

Instrumen penilaian yang dapat dipakai dalam sistem penilaian dapat terkait dengan
ranah kognitif ataupun psikomotor, antara lain yaitu sebagai berikut:
1) Kuis
Waktu yang diperlukan relatif singkat, kurang lebih 15 menit dan hanya menanyakan
hal-hal yang prinsip saja dan bentuknya berupa jawaban singkat dengan tingkat
berpikir rendah. Biasanya kuis diberikan sebelum pelajaran baru dimulai, untuk
mengetahui penguasaan pelajaran yang lalu secara singkat. Namun bisa juga kuis
diberikan setelah pembelajaran selesai, yaitu untuk mengetahui pemahaman peserta
didik terhadap bahan ajar yang baru diajarkan. Bila ada bagian pelajaran yang belum
dikuasai, sebaiknya guru menjelaskan kembali dengan menggunakan metode
pembelajaran yang berbeda.
2) Pertanyaan lisan di kelas
Materi yang ditanyakan berupa pemahaman terhadap konsep, prinsip, atau teorema.
Teknik bertanya yang baik adalah mengajukan pertanyaan ke kelas, memberi waktu
99

sebentar untuk berpikir, dan kemudian memilih peserta didik secara acak untuk
menjawab. Jawaban peserta didik benar atau salah selalu diberikan ke peserta didik
lain atau minta pendapatnya terhadap jawaban peserta didik yang pertama.
Kemudian guru menyimpulkan tentang jawaban peserta didik yang benar.
Pertanyaan lisan ini bisa dilakukan di awal pelajaran, di tengah, atau di akhir
pelajaran. Dalam arti kata bahwa pertanyaan bisa diberikan sepanjang kegiatan
pembelajaran berlangsung.
3) Ulangan harian
Ulangan harian adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu kompetensi dasar
(KD) atau lebih. Bentuk soal yang digunakan sebaiknya bentuk uraian objektif atau
yang non-objektif. Tingkat berpikir yang terlibat sebaiknya mencakup sampai ke
tingkat berpikir tinggi.
4) Tugas individu
Tugas individu dapat diberikan setiap minggu dengan bentuk tugas/soal uraian
objektif atau non-objektif. Tingkat berpikir yang terlibat sebaiknya aplikasi, analisis,
bila mungkin sampai sintesis dan evaluasi. Tugas individu untuk mata pelajaran
tertentu dapat terkait dengan ranah psikomotor, seperti menugas peserta didik untuk
melakukan observasi lapangan dalam geografi atau menugasi peserta didik untuk
berlatih tari dan musik pada pelajaran Seni Budaya.
5) Tugas Kelompok
Tugas kelompok digunakan untuk menilai kemampuan kerja kelompok. Bentuk soal
yang digunakan adalah uraian dengan tingkat berpikir yang tinggi yaitu aplikasi
sampai evaluasi. Bila mungkin peserta didik diminta untuk menggunakan data
sebenarnya, melakukan pengamatan terhadap suatu gejala, atau merencanakan
sesuatu proyek. Proyek pada umumnya menggunakan data sesungguhnya dari
lapangan. Seperti halnya tugas individu, tugas kelompok dapat terkait dengan ranah
psikomotor.
6) Laporan kerja praktik atau laporan praktikum
Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya, seperti
Fisika, Kimia, dan Biologi. Peserta didik bisa diminta untuk mencatat dan melaporkan
hasil praktik yang telah dilakukan.
7) Responsi atau ujian praktik
Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya, seperti
Fisika, Kimia, dan Biologi yaitu untuk mengetahui penguasaan akhir baik dari ranah
kognitif maupun psikomotor. Ujian responsi bisa dilakukan pada awal praktik atau
setelah melakukan praktik. Ujian dilakukan sebelum praktik bertujuan untuk
mengetahui kesiapan peserta didik melakukan praktik di laboratorium, sedang bila
dilakukan setelah praktik, tujuannya untuk mengetahui kompetensi dasar praktik
yang dicapai peserta didik dan yang belum.
Tingkat berpikir peserta didik yang terlibat dalam mengerjakan tugas-tugas dalam
sistem penilaian yang berbasis kompetensi meliputi: tingkat berpikir yang berkait
dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Deklaratif berisi
tentang konsep, prinsip, dan fakta-fakta, sedang prosedural mencakup proses,
strategi, aplikasi, dan keterampilan.
100

3. TES ESAI/ESSAY
Jenis tes ini (disebut juga tes uraian) menuntut kemampuan peserta didik untuk
mengemukakan, menyusun, dan memadukan gagasan yang telah dimilikinya dengan
menggunakan kata-katanya sendiri. Tes jenis ini memungkinkan peserta didik menjawab
pertanyaan secara bebas.
Secara umum tes essay (tes uraian) adalah pertanyaan yang menuntut peserta didik
menjawab dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan,
memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan
dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Maka dalam tes dituntut
kemampuan peserta didik untuk menggeneralisasikan gagasannya melalui bahasa
tulisan, sehingga tipe essay test lebih bersifat power tes. Bentu essay test dibedakan
menjadi tiga, yaitu:
a. Pertanyaan bebas
Bentuk pertanyaan diarahkan pada pertanyaan bebas dan jawaban tes tidak
dibatasi, tergantung pada pandangan peserta didik..
b. Pertanyaan terbatas
Pertanyaan pada hal-hal tertentu atau ada pembatasan tertentu. Pembatasan dapat
dilihat dari segi: ruang lingkupnya, sudut pandang jawabannya, dan indikatornya.
c. Pertanyaan terstruktur
Merupakan bentuk antara soal-soal objektif dan essay. Soal dalam bentuk ini
merupakan serangkaian jawaban singkat sekalipun bersifat terbuka dan bebas
jawabannya.

Tes uraian (essay test) yang sering juga dikenal dengan istilah tes subjektif, adalah
salah satu jenis tes hasil belajar yang memiliki karakteristik sebagaimana dikemukakan
berikut ini:
 Tes tersebut berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban
berupa uraian atau paparan kalimat yang pada umumnya cukup panjang.
 Bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntut kepada testee untuk
memberikan penjelasan, komentar, penafsiran, membandingkan, membedakan, dan
sebagainya.
 Jumlah butir soal umumnya terbatas, yaitu berkisar antara lima sampai dengan
sepuluh butir.
 Pada umumnya, butir-butir soal tersebut diawali dengan kata-kata: jelaskan,
mengapa, bagaimana, atau kata-kata lain yang serupa dengan itu (Anas Sudijono,
2008:100).
Beberapa keunggulan dan kelemahan dari tes bentuk esai di antaranya yaitu:
Keunggulan:
 Memungkinkan peserta didik menjawab pertanyaan tes secara bebas.
 Memberi kesempatan keapda peserta didik untuk meningkatkan kemampuannya
dalam hal menulis, mengutarakan ide-ide atau jalan pikirannya secara terorganisir,
berpikir kreatif dan kritis.
 Merupakan tes terbaik untuk mengukur kemampuan peserta didik mengemukakan
pandangan dalam bentuk tulisan.
101

 Merupakan tes terbaik untuk mengukur kemampuan peserta didik menjelaskan,


membandingkan, merangkumkan, membedakan, menggambarkan dan
mengevaluasi suatu topik atau pokok bahasan.
 Relatif lebih mudah menyusun pertanyaannya dibandingkan dengan tes bentuk
objektif.
 Sangat memperkecil kemungkinan peserta didik menebak jawaban yang benar.
 Dapat menggalakkan peserta didik untuk mempelajari secara luas konsep-konsep
dan generalisasi yang berkaitan dengan topik pembahasan/pengajaran.
Kelemahan:
 Sukar diskor secara benar-benar objektif, walaupun itu tes yang dikualifikasi sebagai
tes uraian objektif sekalipun.
 Membutuhkan waktu yang lama untuk menjawab pertanyaan.
 Jumlah pokok bahasan/subpokok bahasan yang dapat diambil sebagai sumber
pertanyaan sangat terbatas.
 Membutuhkan waktu yang jauh lebih lama bagi guru untuk membaca dan menilai
semua jawaban peserta didik.
 Sering terbuka untuk hallo effect yang berupa kecenderungan untuk memberi nilai
tinggi bagi peserta didik yang dianggap/dinilai mempunyai kemampuan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan teman sekelasnya (Suke Silverius, 1991:63-65).
Tes hasil belajar untuk esai sebagai salah satu alat pengukur hasil belajar, tepat
digunakan apabila pembuat soal di samping ingin mengungkap daya ingat dan
pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran yang ditanyakan dalam tes, juga
dikehendaki untuk mengungkap kemampuan peserta didik dalam memahami berbagai
macam konsep berikut aplikasinya. Selain itu tes esai juga lebih tepat dipergunakan
apabila jumlah peserta didik terbatas.
Kaidah Penulisan Soal Esai/Uraian:
 Soal sesuai dengan indikator.
 Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan sudah sesuai.
 Materi yang ditanyakan sesuai dengan tujuan pengukuran.
 Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis pendidikan atau tingkat kelas.
 Menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban uraian.
 Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
 Ada pedoman penskorannya.
 Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas dan
terbaca.
 Rumusan kalimat soal komunikatif.
 Butir soal menggunakan bahasa yang baku.
 Tidak menggunakan kata/ungkapan yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah
pengertian.
 Tidak menggunakan bahsa yang berlaku setempat/tabu.
 Rumusan soal tidak mengandung kata/ungkapan yang dapat menyinggung perasaan
peserta didik.

Kelebihan dan Kelemahan Tes Esai:


102

Kelebihan:
 Menyusun soal sangat mudah.
 Testi bebas menjawab.
 Testi melatih mengemukakan gagasan.
 Lebih ekonomis.
Kelemahan:
 Kurang efektif untuk materi yang cakupannya luas.
 Jawabannya heterogen menyulitkan teser.
 Baik-buruk tulisan, panjang pendek, tidak sama jawaban dapat mengakibatkan
penskoran kurang objektif.
 Salah pengertian dalam memahami soal tes.
 Koreksi memerlukan waktu dan ketelitian.

4. TES PILIHAN GANDA


Soal bentuk pilihan ganda menurut (Surapranata:2006) adalah soal yang
jawabannya harus dipilih dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan.
Pilihan ganda adalah salah satu bentuk dari jenis objektif yang pada waktu ini mendapat
perhatian dan sering digunakan dalam evaluasi pendidikan. Bila dilihat dari strukturnya,
soal pilihan ganda terdiri dari dua bagian, yaitu:
 Pokok soal (stem) yang berisi permasalahan yang ditanyakan.
 Sejumlah pilihan atau kemungkinan jawaban (option).
Dari sejumlah pilihan jawaban yang disediakan, hanya ada satu jawaban yang
benar, yang disebut kunci jawaban, sedangkan kemungkinan-kemungkinan jawaban
yang lain disebut pengecoh (distractor).
Bentuk tes pilihan ganda banyak digunakan dalam metodologi penilaian tes pilihan
ganda konvensional adalah salah satu bentuk tes yang paling banyak digunakan metode
penilaian. Ketika seorang peserta didik diberi pertanyaan dalam bentuk tes pilihan ganda
konvensional, seorang peserta didik harus mengevaluasi setiap pilihan dan memilih
salah satu yang paling sesuai.
a. Adapun kelebihan bentuk tes pilihan ganda yaitu:
 Dapat digunakan untuk mengukur semua jenjang kemampuan berpikir dalam
ranah kognitif
 Memperkecil kemungkinan menebak benar kunci jawaban
 Dapat dibuat menjadi bnayak ragam/variasi bentuk, yakni:
 Variasi jawaban yang benar
 Variasi jawaban yang paling banyak
 Variasi banyak jawaban
 Variasi pernyataan tidak lengkap
 Variasi negatif
 Variasi pengganti
 Variasi alternatif yang tidak lengkap
 Variasi jawaban terpadu
 Jawabannya tidak harus mutlak benar, tetapi dapat berupa jawaban yang paling
benar, atau dapat pula mengandung jawaban yang semuanya benar.
103

 Dapat digunakan pada semua jenjang sekolah dan kelas.


 Dapat diskor dengan sangat objektif.
 Dapat diskor dengan sangat mudah dan cepat.
 Ruang lingkup bahan yang ditanyakan sangat luas (Suke Silverius, 1991:67-68).
Betapapun unggulnya bentuk pilihan ganda dibandingkan bentuk-bentuk tes yang
lain, bentuk tes pilihan ganda tidak luput dari kelemahan.

b. Adapun kelemahan dari bentuk tes pilihan ganda yaitu:


 Pokok soal tidak cepat cukup jelas sehingga terdapat kemungkinan ada lebih
dari satu jawaban yang benar.
 Kadang-kadang jawaban soal dapat diketahui peserta didik meskipun belum
diajarkan karena adanya petunjuk jawaban yang benar, atau karena butir soal itu
mengukur sikap dan bukan mengukur pengetahuan.
 Sampai suatu tingkat tertentu keberhasilan atas suatu jawaban dapat diperoleh
melalui tebakan.
 Sulit membuat pengeceoh (distractor) yang berfungsi, yakni yang mempunyai
peluang besar untuk dipilih peserta didik.
 Membutuhkan waktu yang lama untuk menulis soal-soalnya.
 Peserta didik cenderung mengembangkan cara belajar terpisah-pisah menurut
bunyi tiap soal.
Dalam evaluasi hasil belajar, bentuk tes pilihan ganda lebih banyak dipakai
dibandingkan bentuk tes yang lain karena bentuk tes pilihan ganda bebas dari
kelemahan bentuk-bentuk tes yang lain.

Kaidah penulisan soal pilihan ganda dalam Depdiknas (2008:15-16) sebagai


berikut:
a. Materi
Soal harus sesuai dengan indikator (artinya soal harus menanyakan perilaku dan
materi yang hendak diukur sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi),
pengecoh harus berfungsi, dan setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang
benar (artinya, satu soal hanya mempunyai satu kunci jawaban).

b. Konstruksi
 Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Artinya kemampuan/materi
yang hendak diukur/ditanyakan harus jelas, tidak menimbulkan pengertian atau
penafsiran yang berbeda dari yang dimaksudkan penulis. Setiap butir soal hanya
mengandung satu persoalan/gagasan.
 Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang
diperlukan saja. Artinya apabila terdapat rumusan atau pernyataan yang
sebetulnya tidak diperlukan, maka rumusan atau pernyataan itu dihilangkan saja.
 Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar. Artinya, pada
pokok soal jangan sampai terdapat kata, kelompok kata, atau ungkapan yang
dapat memberikan petunjuk ke arah jawaban yang benar.
 Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda. Artinya,
pada pokok soal jangan sampai terdapat dua kata atau lebih yang mengandung
104

arti negatif. hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan penafsiran peserta didik
terhadap artinya pernyataan yang dimaksud. Untuk keterampilan bahasa,
penggunaan negatif ganda diperbolehkan bila aspek yang akan diukur justru
pengertian tentang negatif ganda itu sendiri.
 Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi. Artinya,
semua pilihan jawaban harus berasal dari materi yang sama seperti yang
ditanyakan oleh pokok soal, penulisannya harus setara, dan semua pilihan
jawaban harus berfungsi.
 Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “semua pilihan jawaban di atas
salah” atau “semua pilihan jawaban di atas benar”. Artinya, dengan adanya
pilihan jawaban seperti ini, maka secara materi pilihan jawaban berkurang satu
karena pernyataan itu bukan merupakan materi yang ditanyakan dan pernyataan
itu menjadi tidak homogen.
 Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. Kaidah ini diperlukan
karena adanya kecenderungan peserta didik memilih jawaban yang paling
panjang karena seringkali jawaban yang lebih panjang itu lebih lengkap dan
merupakan kunci jawaban.
 Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan
urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis. Artinya pilihan jawaban yang
berbentuk angka harus disusun dari nilai angka paling kecil berurutan sampai
nilai angka yang paling besar, dan sebaliknya. Demikian juga pilihan jawaban
yang menunjukkan waktu harus disusun secara kronologis. Penyusunan secara
unit dimaksudkan untuk memudahkan peserta didik melihat pilihan jawaban.
 Gambar, grafik, tabel, diagram, wacana, dan sejenisnya yang terdapat pada soal
harus jelas dan berfungsi. Artinya, apa saja yang menyertai suatu soal yang
ditanyakan harus jelas, terbaca, dapat dimengerti oleh peserta didik. Apabila soal
bisa dijawab tanpa melihat gamar, grafik, tabel atau sejenisnya yang terdapat
pada soal, berarti gambar, grafik, atau tabel itu tidak berfungsi.
 Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata yang bermakna
tidak pasti seperti: sebaiknya, umumnya, kadang-kadang.
 Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya. Ketergantungan
pada soal sebelumnya menyebabkan peserta didik tidak dapat menjawab benar
soal pertama tidak akan dapat menjawab benar soal berikutnya.

c. Bahasa/Budaya
Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia dalam penulisan soal di antaranya meliputi:
 Pemakaian kalimat: (1) unsur subjek; (2) unsur predikat; (3) anak kalimat;
 Pemakaian kata: (1) pilihan kata; (2) penulisan kata; dan
 Pemakaian ejaan: (1) penulisan huruf, (2) penggunaan tanda baca.
Bahasa yang digunakan harus komunikatif, sehingga pernyataannya mudah
dimengerti peserta didik. Pilihan jawaban jangan mengulang kata/frase yang bukan
merupakan satu kesatuan pengertian. Letakkan kata/frase pada pokok soal.

Kaidah Penulisan Soal Pilihan Ganda:


 Soal harus sesuai dengan indikator
105

 Pengecoh harus berfungsi


 Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar
 Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas
 Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar
 Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda
 Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi
 Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama
 Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “semua pilihan jawaban di atas
benar/salah”.
 Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan
urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis waktunya.
 Gambar, grafik, tabel, diagram dan sejnisnya yang terdapat pada soal harus jelas
dan berfungsi
 Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata yang bermakna
tidak pasti seperti: sebaiknya, umumnya, kadang-kadang.
 Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya
 Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia
 Bahasa yang digunakan harus komunikatif, sehingga pernyataannya mudah
dimengerti.
 Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat jika soal akan digunakan
untuk daerah lain atau nasional.
 Pilihan jawaban jangan mengulang kata/frase yang bukan merupakan satu
kesatuan pengertian. Letakkan kata/frase pada pokok soal.
Dalam mempersiapkan soal-soal bentuk pilihan ganda perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
 Batang tubuh soal harus benar-benar merumuskan suatu masalah secara jelas.
 Masukkanlah informasi yang amat penting ke dalam batang tubuh soal
 Jangan menambah di dalam batang tubuh soal kata-kata yang tidak ada
hubungannya
 Hanya ada satu jawaban yang benar atau yang paling benar.
 Soal-soal mengukur pengertian atau kemamuan mengaplikasikan prinsip-prinsip
hendaknya disajikan dalam bentuk uraian
 Pilihan jawaban yang salah hendaknya juga memuat isi yang logis
 Jawaban yang salah hendaknya sedikirtnya empat
 Jangan memberikan jawaban yang nyata-nyata salah
 Jawaban yang benar hendaknya jangan merupakan pola

Kelebihan dan kelemahan tes pilihan ganda adalah sebagai berikut:


Kebaikan:
 Menilai bahan pelajaran cakupannya luas.
 Jawaban bebas terpimpin.
 Dinilai secara objektif
 Pemeriksaan mudah dan cepat
106

Kekurangan:
 Kurang memberi kesempatan menyatakan gagasan
 Testi mencoba-coba, bisa bersifat spekulasi
 Memerlukan ketelitian, waktu cukup lama dan kurang ekonomi
Kelebihan bentuk tes pilihan ganda menurut Slameto (2001:63) adalah:
 Mengukur berbagai jenjang kognitif (dari ingatan sampai dengan evaluasi).
 Penskorannya mudah, cepat, objektif, dan dapat mencakup ruang lingkup
bahan/materi yang luas dalam suatu tes untuk suatu kelas atau jenjang
pendidikan.
 Bentuk ini sangat tepat untuk ujian yang pesertanya sangat banyak atau yang
sifatnya massal, sedangkan hasilnya harus segera diumumkan, seperti ujian
semester, ujian sekolah, dan ujian akhir semester.
Sedangkan keterbatasan bentuk tes pilihan ganda antara lain:
 Memerlukan waktu yang relatif lama untuk menulis soalnya
 Sulit membuat pengecoh yang homogen dan berfungsi
 Terdapat peluang untuk menebak kunci jawaban

5. TES BENAR SALAH (B-S)


Tes jenis ini soal-soalnya berupa pernyataan (statement) ada yang benar dan ada
yang salah. Peserta didik yang ditanya bertugas menandai masing-masing pertanyaan
dengan menandai pertanyaan itu dengan melingkari huruf B jika benar dan huruf S jika
salah.
Bentuk soal benar salah ini mudah disusun, tetapi mengandung banyak hal yang
harus diperhatikan untuk dapat dihasilkannya soal yang baik. Soal ini berbentuk kalimat
berita atau pernyataan, yang mengandung dua kemungkinan benar atau salah orang
yang diuji diminta menentukan pendapatnya mengenai pernyataan-pernyataan yang
menjadi isi dari setiap soal dengan seperti yang tertera pada petunjuk.
Dalam mempersiapkan soal-soal bentuk benar salah perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
 Hati-hati terhadap kata-kata yang merupakan petunjuk-petunjuk khusus yang
memungkinkan si teruji dengan mudah mengetahui kemungkinan jawaban, kata-
kata: seperti semua, selalu, tidak, tidak pernah dan istilah-istilah lain yang biasanya
menunjukkan suatu generalisasi yang agaknya tidak benar. Pernyataan biasanya
atau kata kadang-kadang tampaknya benar. Si teruji yang arif akan mengetahui hal
ini dan akan memanfaatkannya untuk mendapatkan jawaban yang tepat secara
mudah yang tidak akan diperolehnya apabila kata kunci seperti itu tidak dipakai.
 Hati-hati terhadap istilah-istilah mengenai tingkat dan jumlah yang tidak jelas seperti
“seringkali”, “sebagian besar”.
 Hati-hati terhadap pernyataan-pernyataan yang negatif, lebih-lebih yang dua kali
negatif.
 Pernyataan tidak mengandung arti lebih dari satu.
 Jangan memberikan pernyataan panjang-pendeknya memberikan petunjuk untuk
jawaban benar.
107

 Jumlah soal hendaknya cukup banyak, jumlah yang benar dan yang salah
hendaknya seimbang.
 Urutan soal yang harus dijawab benar dan harus dijawab salah tidak merupakan
pola tetap.
Tes Benar-Salah ini cocok untuk:
 Pemahaman pada level pengetahuan
 Mengevaluasi pemahaman peserta didik tentang miskonsepsi yang umum
 Konsep dengan dua respon logis
Keunggulan:
 Mudah dikonstruksi
 Perangkat soal dapat mewakili seluruh pokok bahasan
 Mudah diskor
 Alat yang baik untuk mengukur fakta dan hasil belajar langsung terutama yang
berkaitan dengan ingatan.
 Digunakan untuk mengetes reaksi sebab akibat atau miskonsepsi yang terjadi
 Peserta didik dapat menjawab 3-4 soal per menit
Keterbatasan:
 Mendorong peserta untuk menebak jawaban. Peserta didik memiliki kemungkinan
menjawab benar atau salah 50% dengan cara menebak
 Sulit mengembangkan soal yang betul-betul objektif
 Pernyataan yang ambigu mengakibatkan kesulitan dalam menjawab dan menilai
 Meminta respon peserta yang berbentuk penilaian absolut
 Terlalu menekankan pada ingatan
 Soal terlalu mudah sehingga peserta didik kadang hanya menebak jawaban
walaupun tidak memahami isinya
 Sulit membedakan peserta didik yang memahami materi dengan yang tidak
memahami materi
 Membutuhkan banyak item untuk mendapatkan reliabilitas yang tinggi
Tips menulis butir soal benar salah:
 Setiap butir soal harus menguji/mengukur hasil belajar peserta tes yang penting dan
bermakna, tidak menanyakan yang remeh/trivial.
 Setiap butir soal haruslah menguji pemahaman, tidak hanya pengukuran terhadap
daya ingat
 Kunci jawaban yang ditentukan haruslah benar.
 Butir soal yang baik haruslah jelas jawabannya bagi seorang peserta tes yang
belajar dan jawaban yang salah kelihatan lebih seakan-akan benar bagi peserta tes
yang tidak belajar dengan baik.
 Pernyataan dalam butir soal harus dinyatakan secara jelas dan menggunakan
bahasa yang baik dan benar.
 Rumusannya idak meragukan sehingga dapat dinyatakan 100% benar atau 100%
salah
 Diskusikan dengan pakar yang relevan (bahasa dan ilmu yang diteskan) untuk
meyakinkan bahwa sisi bahasa dan kebenaran soal dan jawaban yang meyakinkan.
108

Pertimbangan dalam usaha peningkatan mutu soal;


 Jumlah butir soal yang kuncinya S (salah) sebaiknya lebih banyak dari pada butir
soal yang kunci jawabannya B (benar)
 Susunlah kalimat soal sedemikian rupa sehingga logika sederhana akan cenderung
mengarah ke jawaban yang salah.
 Susunlah jawaban yang salah sesuai dengan anggapan umum yang salah tentang
suatu kenyataan.
 Pernyataan yang menggunakan kata “semua, selalu, tidak pernah” cenderung untuk
memiliki kunci jawaban S (salah), sedangkan kata “kadang-kadang, seringkali”
cenderung untuk memiliki kunci jawaban B (benar).
 Pergunakan rujukan untuk beberapa buah soal misalnya dengan menggunakan teks
atau gambar sebagai rujukan untuk senarai butir soal.
 Jangan membuat soal dengan pernyataan negatif yang dapat mengakibatkan
interpretasi yang membingungkan.
 Gunakan kata-kata pasati atau angka pasti misalnya 100, 1000, 20%, setengahnya,
jangan gunakan kata-kata kualitatif yang meragukan misalnya, muda, banyak,
sedikit, kecil, besar, dan sebagainya.
 Hindari kecenderungan penggunaan pernyataan dijawab benar (B) bila panjang dan
dijawab salah (S) bila pendek.
Soal bentuk Benar-Salah (true-false) terdiri atas pernyataan yang disertai alternatif
jawaban benar atau salah. Ada dua macam yaitu jika jawabannya S maka harus
diberikan pembetulannya, atau cukup hanya menjawab S tanpa memberikan
pembetulan.

Kaidah Penyusunan Bentuk Soal Benar-Salah


Petunjuk Penyusunannya:
 Tulislah huruf B-S pada permulaan masing-masing item dengan maksud untuk
mempermudah mengerjakan dan menilai (scoring).
 Usahakan agar jumlah butir soal yang harus dijawab sama dengan soal yang harus
dijawab S. Dalam hal ini hendaknya pola jawaban tidak bersifat teratur misalnya B-S-
B atau SS-BB-BB-SS.
 Hindari item yang bisa diperdebatkan. Contoh: B-S Kekayaan lebih penting dari pada
kepandaian.
 Hindari kata-kata yang menunjukkan kecenderungan memberi saran seperti yang
dikehendaki oleh item yang bersangkutan, misalnya semuanya, tidak terlalu, tidak
pernah, dan sebagainya.
 Setiap butir soal haruslah menguji pemahaman, tidak hanya pengukuran terhadap
daya ingat.
 Hindarkan pernyataan yang sangat umum.
Adapun kaidah penulisan soal bentuk Benar-Salah adalah:
a. Materi
 Soal harus sesuai dengan indikator
 Materi yang diukur sesuai dengan tuntutan bentuk benar-salah
b. Konstruksi
109

 Buatkanlah petunjuk cara mengerjakan soal benar-salah yang sejelas-jelasnya.


 Hindarkan pernyataan yang mengadung ungkapan yang tidak pasti, seperti:
barangkali, kadang-kadang, pada umumnya, kebanyakan.
 Hindarkan pernyataan yang mengandung negatif ganda.
 Hindarkan pernyataan yang panjang dan kompleks.
 Hindarkan pernyataan yang masih dapat dipersoalkan, soal harus mutlak benar
dan mutlak salah.
 Jumlah soal yang benar hendaknya disamakan dengan jumlah soal yang salah.
Hal ni dimaksudkan untuk mengantisipasi jawaban peserta didik. Mengingat
bahwa peserta didik yang tidak mengetahui masalah yang ditanyakan cenderung
memilih jawaban salah.
 Penempatan soal yang benar dan yang salah harus diatur secara acak.
 Setiap soal hanya mengandung satu gagasan.
 Setiap soal hendaknya berdiri sendiri, tidak tergantung pada soal yang lain
 Hindarkan dengan pernyataan yang langsung mengutip kalimat dari buku. Setiap
pernyataan hendaknya diolah dan disesuaikan dengan keperluan. Apabila tidak,
hal ni akan terlalu menekan nilai aspek menghafal. Artinya penekanannya atau
perhatiannya terlalu ditekankan pada pengetahuan yang didapat dari hasil
menghafal.
 Hindarkan hal yang kurang perlu dan bersifat teka-teki atau tebak-tebakan.
 Hindarkan pernyataan yang berarti ganda atau lebih.
 Apabila soal menanyakan pendapat, maka perlu disertakan sumber yang
mengemukakan pendapat.
c. Bahasa
 Tulislah dengan kalimat atau pernyataan berita.
 Bahasa soal harus komunikatif dan disesuaikan dengan jenjang pendidikan
peserta didik.
 Gunakan bahasa Indonesia baku.
 Soal tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.

Kelebihan dan Kelemahan Bentuk Soal Benar-Salah:


Kelebihannya adalah: dapat mewakili pokok bahasan atau materi pelajaran yang
lebih luas, mudah penyusunannya dan dilaksanakan, mudah diskor, dapat dinilai secara
tepat dan objektif dan merupakan instrumen yang baik untuk mengukur fakta dan hasil
belajar langsung terutama yang berkaitan dengan ingatan.
Adapun kelemahannya adalah: ada kecenderungan peserta didik menjawab coba-
coba (menebak jawaban), pada umumnya mempunyai derajat validitas dan reliabilitas
yang rendah dalam penyusunan tes memerlukan ketelitian dan waktu yang agak lama,
sering terjadi kekaburan, terbatas mengukur aspek pengetahuan saja.

6. TES MENJODOHKAN
Soal bentuk menjodohkan adalah bentuk soal yang terdiriatas dua kelompok
pernyataan. Lajur sebelah kiri merupakan soal pernyataan, sedangkan lajur sebelah
kanan merupakan jawaban atau respon.
110

Tes ini sebenarnya merupakan bentuk khusus dari tes pilihan berganda. Isi yang
membedakan keduanya adalah bahwa bentuk menjodohkan tidak hanya ada satu
alternatif jawaban. Jawabannya harus dituliskan dalam satu kemungkinan jawaban.
Secara nyata dalam tes bentuk ini disediakan dua kelompok bahan, dan peserta didik
harus mencari pasangan/jodoh-jodoh yang sesuai antara bahan yang terdapat pada
kelompok bahan yang terdapat pada kelompok pertama dan pada kelompok kedua.
Kelebihan Tes Menjodohkan:
 Baik untuk mengukur proses mental yang rendah (knowledge).
 Kemungkinan untuk mengukur proses mental yang tinggi tetap ada tetapi sulit sekali.
 Objektif.
 Mudah disusun.
 Cocok untuk mengukur informasi-informasi yang berbentuk fakta dari suatu
pengertian, hubungan antar pengertian atau konsep-konsep.
Kelemahan Tes Menjodohkan:
Kelemahan dari soal test bentuk ini adalah sukar untuk mengukur proses mental
yang tinggi dan peserta didik cenderung untuk membuat penafsiran-penafsiran.
Petunjuk Praktis Penyusunan Soal:
 Buatlah pengantar sejelas mungkin.
 Bentuklah test terdiri dari sederetan (satu seri) pertanyaan/persoalan dan sederetan
jawaban.
 Hal-hal yang disusun baik dalam pertanyaan maupun jawaban hendaknya homogen.
 Jumlah jawaban buatlah lebih banyak daripada jumlah pertanyaan.
 Batasi tiap kelompok jangan lebih dari 10 pertanyaan, jika ingin lebih banyak buatlah
beberapa kelompok.
 Semua pertanyaan dan jawaban hendaknya dibuat pada hanya satu halaman saja.
 Setiap satu pertanyaan usahakan hanya ada satu jawaban yang benar.
 Tiap pertanyaan diberi waktu pengerjaan maksimum ½ menit.
 Buatlah kunci jawaban dan pedoman penilaiannya.

7. TES ISIAN
Tes isian adalah tes tertulis yang menuntut peserta didik untuk mengisikan
perkataan, ungkapan atau kalimat pendek sebagai jawaban terhadap kalimat yang tidak
lengkap atau jawaban, atau suatu pertanyaan atau jawaban atas asosiasi yang harus
dilakukan.
Sesuai dengan bentuknya, terdapat tiga jenis tes isian yaitu:
1. Bentuk pertanyaan dengan satu jawaban.
Contoh: Siapakah proklamator bangsa Indonesia?
2. Bentuk kalimat tidak lengkap
Di mana peserta didik tinggal mengisi satu jawaban yang dibutuhkan.
Contoh: Proklamator bangsa Indonesia adalah ....
3. Bentuk asosiasi
111

Persoalan diajukan dalam bentuk pertanyaan dan kemudian diikuti (digabungkan)


dengan kalimat-kalimat tidak lengkap dan peserta didik diminta untuk
mengisi/melengkapi kalimat tersebut.
Contoh: Tulislah tempat di mana barang-barang berikut ini dihasilkan:
1. Aspal : ..............
2. Intan : ...............
3. Batubara : ..............

Kebaikan Tes Isian:


 Mudah dalam penyusunannya, terutama untuk mengukur ingatan/pengetahuan.
 Sedikit kesempatan untuk menduga-duga jawaban.
 Cocok untuk peserta didik kelas/tingkat rendah.
Kelemahan Tes Isian:
 Sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi.
 Sulit menyusun soal yang hanya satu jawaban, lebih-lebih untuk proses mental yang
tinggi.
 Sulit penilaiannya jika terdapat bermacam-macam jawaban yang benar.

Petunjuk Praktis Penulisan Soal:


 Dalam membuat pertanyaan jangan terlalu banyak kata yang dihilangkan.
Hendaknya pengertian yang penting saja, tetapi maksud dari kalimat tetap jelas dan
mudah dipahami.
 Jawaban yang diinginkan hendaknya benar-benar dibatasi.
 Titik-titik (tempat peserta didik menulis jawaban) sebaiknya diletakkan pada ujung
pernyataan.
 Jika masalah/persoalannya memerlukan jawaban yang berupa angka, nyatakanlah
satuan-satuan tertentu dalam perhitungan itu.
 Berilah waktu maksimal 1 ½ menit untuk setiap nomor soal.
 Jangan mengambil alih soal langsung dari buku teks.
112

BAB VIII
ANALISA BUTIR TES

1. PENGANTAR
Analisis tes hasil belajar merupakan kegiatan penting dalam upaya memperoleh
instrumen yang berkategori baik. Analisis ini meliputi menentuka validasi dan
reabilitas tes, dan analisis butir (item analisis).
Menurut Thorndike dan Hagen (Purwanto, 1992) analisis terhadap butir tes yang
telah di jawab peserta didik suatu kelas mempunyai dua tujuan yakni jawaban-
jawaban soal tersebut merupakan informasi diagnostik untuk meneliti pelajaran dari
kelas itu dan kegagalan-kegagalan belajar, serta selanjutnya untuk membimbing ke
arah cara belajar yang lebih baik, dan jawaban terhadap soal dan perbaikan (review)
soal-soal yang didasarkan atas jawaban-jawaban tersebut merupakan dasar bagi
penyiapan tes-tes yang lebih baik.
Dengan melakukan analisis butir sedikitnya kita dapat mengetahui empat hal
penting, yakni:
 Bagaimana taraf kekuasaan setiap butir tes?
 Apakah setiap soal memiliki daya pembeda baik?
 Sejauh mana tiap butir tes dapat mengukur hasil pembelajaran?
Analisis butir soal memiliki banyak manfaat, diantaranya yakni:
 Membantu pengguna tes dalam mengevaluasi kualitas tes yang digunakan.
 Relevan bagi penyusunan tes informal seperti tes yang disiapkan guru untuk
peserta didik di kelas.
 Mendukung penulisan butir soal yang efektif.
 Secara materi dapat memperbaiki tes di kelas.
 Meningkatkan validitas soal dan reliabilitas.
Selain itu, data hasil analisis butir soal juga sangat bermanfaat sebagai dasar untuk:
 Diskusi tentang efisien hasil tes,
 Kerja remedial,
 Peningkatan secara umum pembelajaran di kelas,
 Peningkatan keterampilan pada konstruksi tes.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa analisis butir soal memberikan
manfaat:
a. Menentukan soal-soal yang cacat atau tidak berfungsi dengan baik.
b. Meningkatkan butir soal melalui tiga komponen analisis yaitu, tingkat kesukaran,
daya pembeda dan pengecoh soal.
c. Merevisi soal yang tidak relevan dengan materi yang diajarkan ditandai dengan
banyaknya anak yang tidak dapat menjawab butir soal tertentu.

2. ANALISA BUTIR TES ACUAN NORMA


113

Tujuan penilai acuan norma adalah untuk mengetahui posisi kemampuan


seorang peserta didik di dalam kelompok. Misalkan ingin mengetahui kualitas
intrumen tes objektif yang menggunakan acuan norma. Untuk itu, setelah instrument
tes tersebut kita buat (susun), maka kegiatan selanjutnya adalah sebagai berikut:
 Berikan instrumen tes tersebut untuk dikerjakan peserta didik.
 Periksa hasil pekerjaan peserta didik dan berikan skor. Butir yang benar diberi
skor 1, sedangkan yang salah diberikan skor 0.
 Daftar skor setiap peserta didik dalam table, terurut dari yang tertinggi sampai
dengan terendah (untuk menghitung reliabilitas)
 Pilih 27% peserta didik yang mendapat skor tertinggi (disebut kelompok atas).
Misalkan peserta didik yang mengikuti tes berjumlah 30 orang. Maka kita pilih 8
orang pada kelompok atas dan 8 orang pada kelompok bawah. Ini berguna
untuk menghitung indeks kesuksesan, daya pembeda dan efektivitas option.
 Kemudian selain menghitung (menetapkan) reliabilitas dan validitas instrumen,
kita perlu menentukan indeks kesukaran, daya pembeda, korelasi point biserial,
dan efektivitas option.

3. CARA MENGANALISIS BUTIR TES HASIL BELAJAR


Penganalisisan terhadap butir-butir soal dapat dilakukan dari tiga segi yaitu:
teknik analisis kesukaran item soal, teknik analisis daya pembeda, dan teknik
analisis fungsi distractor. Berikut penjelasannya:
a. Teknik Analisis Kesukaran Item Soal
Bermutu atau tidaknya butir-butir soal, pertama-tama dapat diketahui dari
derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh masing-masing butir
item tersebut. Butir-butir tersebut dapat dinyatakan sebagai butir-butir item yang
baik, apabila butir-butir item tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu
mudah dengan kata lain derajat kesukaran item itu adalah sedang atau cukup.
Bilangan yang menunjukan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut indeks
kesukaran (difficuly index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai
dengan 1,0. Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal
dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar,
sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah.
Angka indeks kesukaran item ini dapat diperoleh dengan menggunakan
rumus yang dikemukakan oleh Dubois yaitu”
P = Np/N

Keterangan:
P : Angka indeks kesukaran item soal
Np : Banyaknya testee yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir
item
yang bersangkutan
N : Jumlah testee yang mengikuti tes
Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklarifikasi
sebagai berikut:
114

Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar.


Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang.
Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah mudah.
Suatu instrumen tes yang baik memiliki butir-butir dengan tingkat kesukaran
yang proporsiona;. Maksudnya instrumen tersebut tidak didominasi butir-butir
yang relative mudah.
Tingkat kesukaran suatu butir tes dinyatakan dengan indeks kesulitan
(difficulty indekx) bilangan tersebut adalah bilangan riel pada interval (kontinum)
0,00 – 1,00. Indeks kesukaran, (p) suatu butir ditentukan dengan rumus;

P = PH/Pi

Keterangan:
P : Indeks Kesukaran.
PH : Proporsi peserta didik kelompok atas yang menjawab benar butir
tes.
Pi : Proporsi peserta didik kelompok bawah yang menjawab benar butir
tes.

Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran adalah sebagai berikut;


Tabel Kriteria Indeks Kesukaran Butir
Indeks Daya Kategori
Pembeda
p ≤ 0,25 Sukar
0,25 < p ≤ 0,75 Sedang
0,75 < p Mudah
Untuk menentukan tingkat kesukaran, kita cukup memperhatikan data hasil
tes dari kelompok bawah.

b. Teknik Analisis Daya Pembeda


Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara peserta didik yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan peserta didil
yang bodoh (berkemampuan rendah). Angka yang menunjukkan besarnya daya
pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat D (d besar). Seperti halnya
indeks kesukaran, indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisar antara 0,00
sampai 1,00. Daya pembeda suatu butir menyatakan seberapa jauh
kemampuan butir tersebut mampu membedakan antara kelompok testi (peserta
didik) pandai dengan kelompok testi (peserta didik) lemah. Daya pembeda (D)
butir tes dihitung dengan rumus:

D = PH – PL
Keterangan:
D : Indeks Daya Pembeda
PH : Proporsi peserta didik kelompok atas yang menjawab benar butir tes
115

PL : Proporsi peserta didik kelompok bawah yang menjawab benar


butir tes
Daya pembeda ini sekurang-kurangnya harus berkualitas cukup kriteria yang
digunakan untuk menentukan indeks daya pembeda adalah sebagai berikut;
Tabel Penafsiran Indeks Daya Pembeda
Indeks Daya Kategori
Pembeda
0,40 < D Butir sangat
baik
0,30 < D ≤ 0,40 Butir baik
0,20 < D ≤ 0,30 Butir cukup
D ≤ 0,20 Butir jelek

c. Analisis Fungsi Distraktor (Pengecoh)


Analisis butir juga dilakukan dengan memerhatikan pengecoh. Pengecoh
(distractor) yang juga dikenal dengan istilah penyesat atau penggoda adalah pilihan
jawaban yang bukan merupakan kunci jawaban. Pengecoh bukan sekedar
pelengkap pilihan. Pengecoh diadakan untuk menyesatkan peserta didik agar tidak
memilih kunci jawaban pengecoh menggoda peserta didik yang kurang begitu
memahami materi pelajaran untuk memilihnya. Agar dapat melakukan fungsinya
untuk mengecoh maka pengecoh harus dibuat semirip mungkin dengan kunci
jawaban.
Pengecoh dikatakan berfungsi efektif apabila paling tidak ada peserta didik yang
terkecoh memilih. Pengecoh yang sama sekali tidak dipilih tidak dapat melakukan
fungsinya sebagai pengecoh karena terlalu mencolok dan dimengerti oleh semua
peserta didik sebagai pengecoh soal. Pengecih yang berdasarkan hasil uji coba tidak
efektif direkomendasikan unutk diganti dengan pengecoh yang lebih menarik.
Pada saat membicarakan tentang tes obyektif bentuk multiple choice item telah
dikemukakan bahwa pada tes obyektif multiple choice item tersebut untuk setiap
butir item yang dikeluarkan dalam tes telah dilengkapi dengan beberapa
kemungkinan jawaban jawaban, atau yang sering dikenal dengan istilah option atau
alternatif.
Option atau alternatif itu jumlahnya berkisar antara tiga sampai dengan lima
buah, dan dari kemungkinan-kemungkinan jawaban yang terpasang pada setiap butir
item itu sakah satunya adalah merupakan jawaban betul atau disebut dengan kunci
jawaban; sedangkan sisanya adalah merupakan jawaban salah. Jawaban salah
itulah yang bisa dikenla dengan istilah distraktor (distraktor merupakan jawaban
pengecoh). Tujuan utama dari pemasangan distraktor pada setiap butir item itu
adalah agar dari sekian banyak testee yang mengikuti tes ada yang tertarik atau
terangsang untuk memilihnya, sebab mereka pilih itu merupakan jawaban betul. Jadi
merek terkecoh, menganggap bahwa distraktor yang terpasang pada item itu
sebagai kunci jawaban item, padahal bukan. Tentu saja makin banyak testee yang
terkecoh, maka kita dapat menyatakan bahwa distaktor itu semakin dapat
menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, apabila distraktor yang
dipasang pada setiap butir item itu tidak laku maksudnya tak ada seorang pun dari
116

sekian banyak testee yang merasa tertarik atau terangsang untuk memilih distraktor
tersebut sebagai jawaban betul, maka hal ini mengandung makna bahwa distraktor
tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan baik.

1) Analisis Butir Tes Pilihan Ganda


Analisis butir adalah proses menguji respon-respon peserta didik untuk
masing-masing butir tes dalam upaya menjustifikasi kualitas item. Kualitas
item, khususnya direpresentasi oleh daya beda item, tingkat kesukaran
item, dan khusus untuk tes pilihan ganda tidak kalah pentingnya adalah
keefektifan pengecoh (Mehrens & Lehmann, 1984). Untuk melakukan
analisis butir, guru dianjurkan melakukan langkah-langkah berikut:
 Periksa hasil pekerjaan peserta didik dan berikan skor secara teliti dan
cermat, kemudian masukkan skor-skor tersebut dalam Tabel ke 2.
 Urutkan skor peserta didik dari yang tertinggi hingga yang terendah.
Langkah ini dilakukan hanya mengubah skor-skor pada Tabel ke 2
dengan mengurutkan dari skor tertinggi hingga terendah.
 Tetapkan kelompok atas (KA) dan kelompok bawah (KB) dari skor-skor
peserta didik yang telah diurutkan. Jumlah KA atau KB disesuaikan
dengan jumlah responden seluruhnya. Untuk jumlah responden relatif
banyak (sekitar 100), dapat digunakan angka 30%, 27%, 25%. Tetapi
untuk jumlah responden relatif sedikit, jumlah tersebut dapat
disesuaikan, bahkan jika hanya 40 orang, maka KA atau KB dapat
ditetapkan 20.
 Hitung jumlah peserta didik baik pada KA maupun pada KB untuk
masing-masing pilihan jawaban.
 Hitung Ideks Kesukaran Butir (IKB) dengan formula:
dengan IKB = Ideks Kesukaran Item, R = jumlah responden yang
menjawab benar, dan T = jumlah responden seluruhnya. IKB dapat
bernilai 0,00-1,00; IKB: 0,00 - 0,20 adalah sangat sukar, 0,20-0,40
sukar, 0,40-0,60 sedang,60-0,80 mudah, dan 0,80-1,00 sangat mudah.
Biasanya butir yang ditoleransi sebagai tes standar adalah yang
memiliki IKB = 0,30-0,70.
 Hitung Indek Daya beda Butir (IDB) dengan formula berikut dengan IDB
= Indeks Daya beda Butir, RKA = jumlah responden Kelompok Atas
yang menjawab benar, RKB=jumlah responden Kelompok Bawah yang
menjawab benar, dan T = jumlah responden seluruhnya. Nilai IDB
bergerak dari -1,00 sampai dengan +1,00. Apabila IDB bernilai positif,
butir tersebut memiliki daya beda yang positif, yang berarti bahwa porsi
peserta didik yang lebih tahu tentang jawaban benar lebih besar
dibandingkan dengan porsi peserta didik yang tidak tahu. Apabila IDB
bernilai nol, butir tersebut memiliki daya beda nol, artinya butir tersebut
tidak mampu membedakan antara peserta didik tahu jawaban benar
dengan peserta didik yang tidak tahu. Hal ini terjadi, karena beberapa
hal, yaitu: butir terlalu mudah atau terlalu sukar, sehingga mungkin
117

semua peserta didik salah atau semua peserta didik benar, butir
tersebut membingungkan sebagai akibat konstruksinya ambigu
(mungkin menimbulkan penafsiran ganda). Apabila porsi peserta didik
yang tidak tahu jawaban benar lebih banyak dibandingkan dengan yang
tahu, maka IDB menjadi negatif. Hal ini bisa terjadi mungkin disebabkan
karena konstruksi tes bersifat ambigu, atau kunci jawabannya yang
salah. Secara umum, semakin tinggi IDB suatu butir semakin besar
kemungkinan butir tersebut mampu membedakan antara peserta didik
yang tahu jawaban benar dengan peserta didik yang tidak tahu. Kriteria
IDB dapat diacu, rentangan berikut, IDB: 0,00-20,00 adalah sangat
rendah, 0,20-0,40 adalah rendah, 0,40 - 0,60 adalah sedang, 0,60-0,80
adalah tinggi, 0,80-1,00 adalah sangat tinggi. Untuk tes standar
dianjurkan menggunakan tes yang memiliki IDB > 0,20.
 Menentukan keefektifan pengecoh (distracters effectiveness).
Kriterianya, adalah pengecoh akan efektif apabila jumlah peserta didik
KB lebih banyak memilih dibandingkan jumlah peserta didik KA.
2) Analisis Butir untuk Tes Esai
Untuk tes esai, analisis butir hanya menyangkut IKB dan IDB. Prosedur
analisisnya adalah sebagai berikut.
 Lakukan koreksi terhadap semua jawaban responden pada semua butir
tes, kemudian tabulasi ke dalam tabel kerja,
 Urutkan skor-skor responden tersebut dari yang tertinggi ke yang
terendah,
 Tetapkan 25% dari urutan nomor 1 ke bawah sebagai KA dan 25% dari
urutan terakhir ke atas sebagai KB.
 Hitung jumlah skor-skor untuk masing-masing butir baik pada KA
maupun pada KB.
 Tentukan IKB dan IDB masing-masing dengan formula-formula berikut:
dengan ∑ = jumlah skor Kelompok Atas (KA), ∑ = jumlah skor
Kelompok Bawah (KB), N = jumlah responden pada KA atau KB,
Scoremax = skor tertinggi butir, dan Scoremin = skor terendah butir.
Kriteria IKB dan IDB dapat diacu ketentuan yang berlaku pada analisis
butir tes pilihan ganda.

d. Kelorasi Point Biserial


Satu situasi yang sering terjadi dalam analisis butir adalah jika
pengembangan tes ingin mengetahui seberapa jauh hubungan antara jawaban
pada suatu butir tes yang diskor secara dikotomis (0 dan 1) dengan skor total
(atau kriteria lain yang memiliki distribusi secara kontinyu). Untuk keperluan ini
digunakan rumus korelasi point berserial, yakni:

Rpbis = {(X1 – X2)/ SDt}.√ p.q


Keterangan
Rpbis = Koefisien korelasi point biseral
118

X1 = Rata-rata skor dari subjek yang menjawab benar untuk butir soal
yang akan dicari validitasnya.
X2 = Rata-rata skor total
SDt = Simpangan beku skor total
P = Proposal peserta didik yang menjawab benar pada butir soal
dinamakan (n-N)
q = Proposal peserta didik yang menjawab salah pada butir soal
dimaksud = 1-p

Efektivitas Option
Suatu option dikatakan efektif jika memenuhi fungsi atau tujuan disajikan
Option tersebut. Option kunci dikatakan efektif jika memenuhi kriteria sebagai
berikut:
 Jumlah pemilih sekolah atas harus lebih banyak dari jumlah pemilih
kelompok bawah;
 Jumlah pemilih kelompok atas dan kelompok bawah lebih dari 25% dan
tidak lebih dari 75% testi (peserta didik) pada kelompok atas dan kelompok
bawah tersebut.
Selanjutnya option pengecoh dikatakan efektif jika memenuhi kriteria
sebagai berikut:
Tabel Sebaran Pilihan Option Pada Suatu Butir
Kelompok Option Omit
a b c d
Atas 0 2 5 1 0
Bawah 1 1 3 2 1
 Jumlah pemilih kelompok atas harus lebih sedikit (kurang) dari pemilih pada
kelompok bawah.
 Jumlah pemilih paling sedikit (minimal) 5% dari testi (peserta didik) pada
kelompok atas dan kelompok bawah.
 Jika testi (peserta didik) tidak memilih satu option pada butir tes tersebut
(disebut omit), maka jumlahnya tidak lebih dari 10% jumlah peserta didik
pada kelompok atas dan kelompok bawah.

4. ANALISIS BUTIR TES ACUAN PATOKAN


Tujuan penilaian acuan patokan adalah untuk mengetahui kemampuan
seseorang menurut patokan tertentu. Syarat penilaian ini adalah butir soal yang
digunakan harus mencerminkan indikator kemampuan yang diharapkan
(ditargetkan), dan kemampuan yang diharapkan tersebut adalah kemampuan yang
tidak dapat dikuasai peserta didik sebelumnya peserta didik mengikuti proses
pembelajaran.
Dalam analisis butir tes acuan patokan, yang perlu ditentukan (dianalisis) adalah
indeks kesukaran butir, indeks sensivitas butir, dan indeks persesuaian, indeks
kesukaran butir telah dibahas pada bagian analisis butir penilaian acuan norma, oleh
karena itu tidak lagi dibahas Pada bagian ini.
119

a) Indeks sensitivitas butir


Indeks sensitivitas butir pada dasarnya merupakan ukuran seberapa baik
tersebut membedakan antara peserta didik yang telah dan yang belum mengikuti
Kegiatan Pembelajaran. Cox dan Vargas (Crocker dan Algina, 1986),
memperkenalkan prosedur penentuan sensitivitas pembelajaran dengan cara
memberikan pre-test dan post-tes kepada kelompok peserta didik yang sama.
Statistik daya pembeda dinyatakan sebagai:

D = Ppost – Ppre
Keterangan
Ppost = proporsi yang menjawab butir soal secara benar pada post-test.
Ppre = proporsi yang menjawab butir soal secara benar pada pre-test
Masih 30 peserta didik mengajarkan suatu tes yang terjadi atas 10 butir,
sebelum dan sesudah pe,belajaran. Hasil tes tersebut dan sensitivitas butirnya
disajukan pada table.
Indeks sensitivitas butir yang efektif berada di antara 0,00-1,00. Semakin
besar indeks sensitivitas butir menunjukkan semakin besar keberhasilan
pembelajarannya.

b) Indeks Persesuaian
Ada kalanya pengembangan tes perlu mengkaji kemiripan jawaban dari satu
kelompok peserta didik terhadap setiap kemungkinan pasangan butir yang
dibuat dengan spesifikasi sama. Untuk menentukan indeks persesuaian
digunakan rumus.

n = a+b+c+d
Keterangan:
n = Banyaknya peserta didik keseluruhan
a = Banyaknya peserta didik yang menjawab benas kedua butir
b = Ba nyaknya peserta didik yang menjawab salah satu butir 1, terap
benar pada butir 2
c = Banyaknya peserta didik yang menjawab benar butir 1, tetapi salah
pada butir 2
d = Banyaknya peserta didik yang menjawab salah kedua butir
Selanjutnya dapat pula ditentukan proporsi persesuaian yang menunjukkan
kekonsistenan dalam menjawab kedua butir. P = Proporsi persetujuan.
Selain itu, dapat pula ditentukan apakah taraf kesukaran butir sama dalam
populasi peserta didik, dengan kata lain, apakah kedua butir tes telah dipelajari
peserta didik dengan cara yang sama baik; ataukah peserta didik secara
signifikan tampil lebih baik pada satu butir dibandingkan dengan butir yang lain
untuk itu digunakan rumus.
Misalnya dari hasil uji coba pada 60 peserta didik diketahui bahwa 30 peserta
didik menjawab kedua butir dengan benar; 12 peserta didik menjawab butir satu
salah tetapi butir dua benar; 5 peserta didik menjawab butir satu benar tetapi
120

butir dua salah; dan 10 orang yang menjawab kedua butir salah. Data ini dapat
dinyatakan dalam tabel sel berikut:
Butir 1 Butir 1

Butir2 + a b Butir 2 + a b
c d - - c d
Sehingga didapatkan indeks persesuaiannya.

Indeks persesuaian:
Nilai X2 ini lebih dari tabel = 3,84 (untuk α = 0,05). Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa kedua butir tersebut mengukur hal (isi) yang benar.
Proporsi persesuaian:
Ini menunjukan bahwa terdapat konsistensi penampilan pada kedua butir
tersebut bagi 66,7 % peserta didik.
Uji X2 untuk perbedaan taraf kesukaran butir:
Nilai X2 ini kurang dari X2 tabel = 3,84 (untuk a = 0,05). Dengan demikian, taraf
kesukaran kedua butir sama. Dengan kata lain, peserta didik telah belajar sama
baiknya terhadap isi yang diukur oleh kedua butir.

5. VALIDASI
Validitas merupakan produk dari validasi. Validasi adalah suatu proses yang
dilakukan oleh penyusun atau pengguna instrumen untuk mengumpulkan data
secara empiris guna mendukung kesimpulan yang dihasilkan oleh skor instrumen.
Sedangkan validitas adalah kemampuan suatu alat ukur untuk mengukur sasaran
ukumya. Suatu alat ukur disebut memiliki validitas apabila alat ukur tersebut isinya
layak mengukur objek yang seharusnya diukur dan sesuai dengan kreteria tertentu,
artinya adanya kesesuaian antara alat ukur dengan fungsi pengukuran dan sasaran
pengukuran. Ini sesuai dengan Encyclopedia of Educational Evaluation yang ditulis
oleh Scarvia B Anderson dan disadur oleh Prof. Dr. Suharsimi Arikunto (2007, 65)
bahwa A test is valid if it measures what it purpose to measure bila diartikan sebuah
tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Bilamana
alat ukur tidak memiliki validitas yang dapat dipertanggungjawabkan, maka data
yang masuk juga salah dan kesimpulan yang ditarik juga menjadi salah.
a. Validitas Tes Hasil Belajar
Menurut Suharsimi Arikunto 2007, validitas sebuah tes dapat diketahui dari
hasil pemikiran dan dari hasil pengalaman. Hal yang pertama akan diperoleh
validitas logis dan hal yang kedua akan diperoleh validitas empiris. Dua hal inilah
yang menjadi dasar pengelompokan validitas tes.
(a) Validasi logis
Mengandung arti penalaran, sehingga validitas logis untuk suatu
instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang
memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Kondisi valid itu
dipandang terpenuhi karena instrumen itu telah dirancang sebaik mungkin
121

menurut ketentuan yang ada. Dengan keadaan itu validitas logis dapat
dicapai apabila instrumen disusun mengikuti ketentuan yang ada.
Validitas logis yang dapat dicapai oleh sebuah instrumen terdiri dari dua
yaitu:
1) Validitas Isi
Validitas isi bagi sebuah instrumen menunjuk suatu kondisi sebuah
instrumen yang disusun berdasarkan isi materi pelajaran yang dievaluasi.
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan
khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang
diberikan. Oleh karena materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum
maka validitas ini sering disebut juga dengan validitas kurikuler.
Validitas isi dapat diusahakan tercapainya sejak saat penyusunan
dengan cara merinci materi kurikulum atau materi buku pelajaran.
2) Validitas Konstruk
Validitas konstruk sebuah instrumen menunjukkan suatu kondisi
sebuah instrumen yang disusun berdasarkan konstruk-konstruk aspek
kejiwaan yang seharusnya dievaluasi. Sebuah tes dikatakan memiliki
validitas konstruk apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut
mengukur setiap aspek berfikir seperti yang disebutkan dalam tujuan
instruksional khusus. Dengan kata lain jika butir-butir soal mengukur
aspek berfikir tersebut sudah sesuai dengan aspek berfikir yang menjadi
tujuan instruksional.

(b) Validitas Empiris


Mengandung arti kata pengalaman. Sebuah instrumen dikatakan memiliki
validitas empiris apabila sudah diuji dengan pengalaman. Sebagai contoh,
seseorang dapat diakui jujur oleh masyarakat lain apabila dalam pengalaman
dia diakui memang jujur. Pada Validitas empiris terdiri dari dua cara yang
dilakukan untuk mengujinya sehingga dia menjadi valid. Pengujian itu
dilakukan dengan membandingkan kondisi instrumen yang bersangkutan
dengan suatu ukuran.

Kriteria yang digunakan adalah:


1) Validitas Konkuren
Disebut juga dengan validitas ”yang ada sekarang 'tetapi lebih dikenal
dengan validitas empiris. Sebuah instrumen dikatakan memiliki validitas
empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Jika ada istilah: ”sesuai"
tentu ada dua hal yang dipasangkan, dimana dalam hal ini hasil tes
dipasangkan dengan hasil pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal
yang telah lampau sehingga data pengalaman tersebut sekarang sudah ada.
Dalam membandingkan hasil sebuah tes maka diperlukan suatu alat
pembanding. Maka hasil tes merupakan sesuatu yang dibandingkan. Contoh:
seorang guru ingin mengetahui apakah tes sumatif yang disusun sudah valid
atau belum. Untuk ini perlu sebuah kriteria masa lalu yang datanya sekarang
dimiliki. Misalnya nilai ulangan harian atau nilai semester yang lalu.
122

2) Validitas prediksi
Prediksi artinya meramal, dengan meramal selalu mengenai hal yang
akan datang jadi sekarang belum terjadi. Sebuah tes dikatakan memiliki
validitas prediksi apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa
yang terjadi pada masa yang akan datang. Misalnya tes masuk perguruan
tinggi adalah sebuah tes yang diperkirakan dapat meramalkan keberhasilan
peserta tes dalam mengikuti kuliah di masa yang akan datang. Calon yang
tersaring berdasarkan hasil tes diharapkan mencerminkan tinggi rendahnya
kemampuan mengikuti kuliah. Jika nilai tesnya tinggi tentu menjamin
keberhasilan kelak. Sebaliknya seorang calon dikatakan tidak lulus tes
karena memiliki nilai tes yang rendah jadi diperkirakan akan tidak mampu
mengikuti perkuliahan yang akan datang. Sebagai alat pembanding validitas
prediksi adalah nilai-nilai yang diperoleh setelah peserta tes mengikuti
pelajaran diperguruan tinggi. Jika ternyata siapa yang memiliki nilai tes lebih
tinggi gagal dalam ujian semester I dibandingkan dengan yang dahulu nilai
tesnya lebih rendah maka tes masuk yang dimaksud tidak memiliki validitas.
a. Validitas Item Tes Hasil Belajar
Tinggi rendahnya validitas suatu tes secara keseluruhan sangat
dipengaruhi oleh validitas yang dimiliki oleh masingmasing butir item yang
membangun tes tersebut. Semakin besar dukungan yang diberikan oleh bu
tir-butir item terhadap tes hasil belajar maka tes tersebut akan semakin dapat
menunjukkan kemantapannyal Item tes hasil belajar dapat dikatakan valid
apabila skor-skor pada butir item yang bersangkutan memiliki kesesuaian
arah dengan skor totalnya. Atau dengan kata lain memiliki korelasi positif
yang signifikan antara skor item dengan skor totalnya.
Suatu butir item dikatakan valid jika skor item yang bersangkutan
berkorelasi positif yang signifikan dengan skor total. Untuk menentukan
valid tidaknya suatu butir item dapat digunakan teknik korelasi product
moment dan korelasi point biserial.
Penyebab Invaliditas:
Ancaman utama terhadap validitas instrumen adalah:
 Ketidakterwakilkan konstruk. Menunjukkan bahwa tugas yang diukur dalam
penilaian tidak mencakup dimensi penting dari konstruk. Oleh karena itu,
hasil tes tersebut tidak mungkin untuk mengungkapkan kemampuan peserta
didik sebenarnya dalam konstruk yang hendak diukur oleh instrumen.
 Penyimpangan keragaman konstruk berarti bahwa instrumen tersebut
mengukur terlalu banyak variabel, dan kebanyakan variabel tersebut tidak
relevan terhadap isi konstruk.

Jenis penyimpangan validitas seperti ini mencakup dua bentuk, yaitu


penyimpangan kemudahan konstruk (Construct irrelevant easiness) dan
penyimpangan kesukaran konstruk (Construct irrelevant difficulty).
Penyimpangan kemudahan konstruk terjadi ketika faktor-faktor luar seperti
kata-kata kunci atau bentuk instrumen memungkinkan seseorang untuk
menjawab benar dengan cara yang tidak sesuai dengan konstruk yang diukur,
123

dan penyimpangan kesukaran konstruk terjadi bila aspek-aspek luar dari tugas
membuat tingkat kesukaran tugas tidak sejalan terhadap sebagian atau
keseluruhan anggota kelompok.
Sementara bila terjadi penyimpangan keragaman konstruk yang pertama
menyebabkan seseorang memperoleh skor yang lebih tinggi dibanding dengan
kemampuan yang sebenarnya, dan terjadinya penyimpangan keragaman
konstruk yang kedua menyebabkan seseorang memperoleh skor yang lebih
rendah dibandin g dengan kemampuan yang sebenarnya.
Kesukaran butir (p);
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar.
Soal yang terlalu mudah tidak merangsang peserta didik untuk mempertinggi
usaha pemecahannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan
peserta didik menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba
lagi karena diluar jangkauannya.
Seorang akan menjadi hafal akan kebiasaan gurunya dalam pembuatan soal.
Dengan kebiasaaan ini maka peserta didik akan belajar giat untuk menghadapi
ulangan dengan guru yang terbiasa memberikan soal sukar, sedangkan peserta
didik akan malas belajar bila akan ujian dengan guru yang terbiasa dengan soal
ulangan yang mudah-mudah.
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut
dengan indeks kesukaran. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai
dengan 1,0. Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal
dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukkan kalau soal itu terlalu sukar,
sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah. Indeks
kesukaran butir yang baik berkisar antara 0,3-0,7 paling baik pada 0,5.
Dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P singkatan dari
proporsi. Dengan demikian maka soal dengan P = 0,70 lebih mudah jika
dibandingkan dengan P = 0,20. sebaliknya soal dengan P = 0,30 lebih sukar
daripada soal dengan P = 0,80.
Rumusan mencari indeks kesukaran menurut Daryanto (2005, 180) adalah:

Proportion (P) =
atau

Indeks Kesukaran (P) =

Dimana:
P = indeks kesukaran.
B = banyaknya peserta didik yang menjawab soal itu dengan betul
JS= jumlah seluruh peserta didik peserta tes.

Misalkan:
Jumlah peserta didik peserta tes dalam suatu kelas ada 40 orang, dari 40
orang peserta didik tersebut 12 orang dapat mengerjakan soal no 1 dengan
betul. Maka indeks kesukarannya adalah:
124

Indeks Kesukaran (P) =

P=
= 0,3
Berarti soal ini berada dalam kategori sedang. Berdasarkan ketentuan yang
sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:
 Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar
 Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang
 Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah

Walaupun demikian, ada yang berpendapat bahwa soal-soal yang dianggap


baik yaitu soal-soal dengan tingkat kesukaran sedang yaitu 0,30- 0,70. Tetapi
perlu diketahui bahwa soal-soal yang terlalu mudah atau terlalu sukar, lalu tidak
berarti tidak boleh digunakan. Hal ini tergantung penggunaannya. ]ika dari
pengikut banyak, kita menghendaki yang lulus hanya sedikit, kita ingin peserta
didik yang top, maka lebih baik mengambil butir-butir tes yang sukar.

6. RELIALIBITAS
Reliabilitas instrumen adalah keadaan instrumen yang menunjukkan hasil
pengukuran yang reliable (tidak berubah-ubah, konsisten). Instrumen yang reliable
adalah instrumen yang apabila di gunakan untuk mengukur subyek atau objek yang
sama pada waktu yang berbeda dan pengukuran dilakukan oleh orang yang berbeda
hasilnya tetap sama.
Beberapa faktor penting yang mempengaruhi reliabilitas suatu tes yaitu:
 Kemampuan peserta tes atau subjek uji coba: Makin heterogen atau makin
berbeda kemampuan peserta tes makin tinggi reliabilitas tes.
 Semakin besar jumlah peserta tes semakin besar reliabilitas, karena semakin
banyak peserta tes maka semakin beragam kemampuannya.
 Panjang pendeknya tes. Jumlah item tes yang banyak dengan mengkaji
beberapa tujuan akan lebih reliable dibandingkan dengan jumlah item yang
sedikit, karena akan lebih representatif. Namun jumlah item tes yang terlalu
banyak akan melelahkan dan mengganggu konsentrasi sehingga hasil yang
diperoleh tidak tepat lagi
 Evaluasi yang subjektif juga akan menurunkan reliabilitas.
 Hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan tes.
Adanya hal-hal yang mempengaruhi hasil tes ini semua, secara tidak langsung
akan mempengaruhi reliabilitas soal tes. Reliabilitas instrumen dinyatakan dengan
koefisien reliabilitas. Instrumen yang reliable adalah instrumen yang memiliki
koefisien reliabilitas minimal 0,70. Sebaiknya koefisien reliabilitas instrumen 0,80
atau lebih. Koefisien reliabilitas instrumen dihitung dengan menggunakan rumus
tertentu.

Pengujian Reliabilitas Tes Bentuk Objektif


125

Pada tes belajar'bentuk objektif, ada tiga macam metode yang dapat digunakan
untuk menentukan taraf reliabilitas.
1) Metode atau teknik ulangan ( test-retest method) atau single test-double
trial method.
Instrumen penelitian test-retest dilakukan dengan cara mencobakan instrumen
dua kali pada responden. Jadi dalam hal ini instrumennya sama, respondennya
sama, dan waktunya yang berbeda. Reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara
percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila koefisien korelasi positif dan
signifikan maka instrumen tersebut reliable. Pengujian cara ini sering juga disebut
stability, yaitu seberapa stabil skor yang diperoleh individu apabila dilakukan
pengujian dalam.waktu yang berbeda. Rumus yang dapat digunakan untuk
menentukan reliabiltas test dengan metode test-retest antara lain adalah Product
Momen Correlation. Yaitu sebagai berikut:
Dimana:
∑ ∑ ∑
XXY
√ ∑ ∑ ∑ ∑
X = skor test pertama
Y = skor test kedua
N = jumlah peserta tes
Cara lain yang dapat digunakan dengan teknik tes retes ini adalah teknik korelasi
rank-order dari Spearmen menggunakan rumus:
Dimana:

= koefisien korelasi
D = difference (beda antara rank skor hasil tes I dengan rank skor hasil tes II).
D = RI-RII
N = banyaknya peserta tes.

2) Metode Belah Dua (split-half method) atau Single Test Single Trial Method
Dalam menggunakan metode ini pendidik atau evaluator hanya menggunakan
sebuah tes dan dicobakan satu kali. Oleh sebab itu disebut juga singel-test-singel-
trial method. Pada metode ini tes yang diberikan dibagi/dibelah menjadi dua
bagian. Jumlah item yang diberikan harus genap sehingga dapat dibagi dua dan
tiap kelompok memiliki jumlah item/butir soal yang sama jumlahnya.
Untuk menentukan reliabilitas seluruh tes dapat digunakan rumus Spearman-Brown
sebagai berikut:
Rumus Spearman Brown:

Dimana:
r = korelasi antara skor-skor setiap belahan tes.
y= koefisien reliabilitas tes.
126

Cara lain yang juga dapat digunakan pada metode singel-testsingel-trial adalah
formula Rulon, Flanagan, Kuder-Richardson, Hoyt.

3) Metode Bentuk Paralel atau Metode Double Test Double Trial


Pada metode ini dipergunakan dua buah tes yang mempunyai kesamaan
tujuan, tingkat kesukaran, dan susunan, tetapi butirbutir soal berbeda. Pengujian
reliabilitas dengan cara ini cukup dilakukan sekali, tetapi instrumennya dua, pada
responden yang sama, waktu yang sama, instrumen berbeda. Reliabilitas
instrumen dihitung dengan cara mengkorelasikan antara data instrumen yang satu
dengan data instrumen yang dijadikan equivalen. Bila koefisien korelasi positif dan
signifikan maka instrumen tersebut reliable.
Kelemahan dari metode ini adalah kesukaran dalam penyusunan item yang paralel
dengan item pada tes pertama, selain itu juga membutuhkan biaya yang lebih
mahal dan memakan waktu yang lebih lama.
Rumus yang dapat digunakan untuk menentukan reliabilitas dengan metode paralel
ini adalah Product Moment Correlation dan Rank Order Correlation.

Pengujian Reliabilitas Tes Bentuk Uraian


Pengujian reliabilitas tes bentuk uraian tidak dapat dilakukan seperti contoh di
atas. Butir soal uraian menghendaki gradualisasi penilaian. Barangkali butir soal
nomor 1 penilaian terendah adalah 0 dan penilaian tertinggi adalah 10, tetapi soal
nomor 2 mungkin diberi nilai tertinggi hanya 5 dan butir soal nomor 3 penilaian
tertinggi misalnya 5 dan sebagainya.
Untuk keperluan mencari reliabilitas tes perlu juga dilaku kan analisa item
seperti halnya tes bentuk Objektif. Skor untuk masingmasing item dicantumkan
pada kolom item menurut apa adanya. Rumus yang digunakan adalah rumus alpha
sebagai berikut.

( )

Keterangan
∑ = jumlah varians skor tiap-tiap item
= varians total
127

7. FORMAT ANALISA BUTIR SOAL


ANALISIS BUTIR SOAL PILIHAN GANDA
Nama Sekolah : ………………………………………
Mata Pelajaran : ………………………………………
Kelas/Semester : ………. / ……………………………
Kompetensi Dasar : ………………………………………
Tanggal tes : ………………………………………
Jumlah peserta tes : ………………………………………
Jumlah Kel. Atas : ……………. Jumlah Kel. Bawah : ……………….

No Kunci Kel A B C D E O TK DP Komentar


soal
1 KA
KB
2 KA
KB
3 KA
KB
4 KA
KB
5 KA
KB
6 KA
KB
7 KA
KB
8 KA
KB
9 KA
KB
10 KA
KB
11 KA
KB
12 KA
KB
13 KA
KB
14 KA
KB
15 KA
KB
16 KA
KB
17 KA
128

KB
18 KA
KB
19 KA
KB
20 KA
KB
21 KA
KB
22 KA
KB
23 KA
KB
24 KA
KB
25 KA
KB
26 KA
KB
27 KA
KB
28 KA
KB
29 KA
KB
30 KA
KB
31 KA
KB
32 KA
KB
33 KA
KB
34 KA
KB
35 KA
KB
36 KA
KB
37 KA
KB
38 KA
KB
39 KA
KB
129

40 KA
KB
……, ………………..
Guru Mata Pelajaran
………………………

ANALISIS BUTIR SOAL URAIAN


Nama Sekolah : ………………………………………
Mata Pelajaran : ………………………………………
Kelas/Semester : ………. / ……………………………
Kompetensi Dasar : ………………………………………
Tanggal tes : ………………………………………
Jumlah peserta tes : ………………………………………
Jumlah Kel. Atas : ……………. Jumlah Kel. Bawah : ……………….

No Skor maks Kel Jumlah Rata- TK DP Komentar


soal skor rata
1 KA
KB
2 KA
KB
3 KA
KB
4 KA
KB
5 KA
KB
……, ………………..
Guru Mata Pelajaran

………………………
130

CONTOH ANALISIS BUTIR SOAL


I. Analisis Butir Soal, ditentukan oleh:
a. Tingkat Kesukaran Soal (p): proporsi peserta tes yang menjawab benar
terhadap butir soal tersebut.
b. Daya Beda Butir Soal (D): indeks yang menunjukkan tingkat kemampuan
butir soal membedakan kelompok yang berpartisipasi tinggi (kelompok atas)
dari kelompok yang berprestasi rendah (kelompok bawah) diantara para
peserta tes.
c. Berfungsi tidaknya pilihan/pengecoh

II. Analisis Perangkat Soal, ditentukan oleh:


a. Validitas
b. Reliabilitas

Ia. PROSEDUR MENGHITUNG TINGKAT KESUKARAN (p)


(1) Buat tabel skor seperti tabel berikut ini:
No Nomor Nomor Butir Soal Jumlah
peserta
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
1
2
3
4

n p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10
n = jumlah semua peserta tes (bukan hanya yang lulus/ diterima)
(2) Isi kolom
a. (1) nomor urut semua peserta tes
b. (2) nomor peserta tes
c. (3) s/d (12) dengan 0 bila dijawab salah, dan 1 bila dijawab benar
d. Hitung harga p (tingkat kesukaran tiap butir soal) dengan rumus:
p tiap butir soal =
e. Hitung harga p (tingkat kesukaran untuk naskah soal) dengan rumus: p
naskah soal ujian;

∑ = jumlah tingkat kesukaran butir soal


N = jumlah butir soal dalam naskah ujian
(3) Catatan
a. Tingkat kesukaran
Sukar, bila p = 0,00 - 0,25
Sedang, bila p = 0,26 - 0,75
131

Mudah, bila p = 0,00 – 0,25


b. Nilai p makin besar (Jumlah yang menjawab benar makin banyak) maka
tingkat kesukaran soal makin rendah
c. Nilai p berkisar antara 0,0 – 1,0
d. Nilai p tidak menunjukkan apakah butir soal tersebut baik atau tidak
e. Nilai p dipengaruhi oleh tingkat kemampuan kelompok peserta tes

Ib. PROSEDUR MENGHITUNG DAYA BEDA (D) Untuk peserta jumlah besar (lebih
dari 50 peserta)
(1) Susunlah urutan peserta berdasarkan skor yang diperolehnya, mulai skor-tertinggi
sampai skor terendah.
(2) Bagilah peserta tes tersebut menjadi 2 (dua) kelompok:
 Kelompok A: 27% kelompok atas (skor tinggi mulai yang paling atas).
 Kelompok B: 27% kelompok bawah (skor rendah mulai paling rendah).
(3) Hitung jumlah kelompok atas yang menjawab benar terhadap butir soal yang yang
akan dihitung daya bedanya (Ba).
(4) Hitung jumlah kelompok bawah yang menjawab benar terhadap butir soal yang yang
akan dihitung daya bedanya (Bb).
(5) Hitung proporsi peserta yang menjawab benar terhadap butir soal tersebut untuk
masing-masing kelompok.
(6) Indeks Daya Beda = proporsi kelompok atas dikurangi proporsi kelompok bawah.
Ba - Bb
Daya Beda (D) =
0,5 T
T = Jumlah peserta tes, Bila jumlah peserta tes ganjil, maka T = jumlah peserta
dikurangi 1.
(7) Catatan:
Daya beda bernilai (-1) hingga (+1)
(-1) artinya semua kelompok bawah menjawab benar
(+1) artinya semua kelopmpok atas menjawab benar
Daya beda dianggap:
 Langsung masuk bank soal bila daya beda D > 0,40
 Memadai bila daya beda D > 0, 25
 Tidak dipakai lagi bila D < 0,2

Ic. PROSEDUR MENENTUKAN BERFUNGSI TIDAKNYA PILIHAN


(1) Bagi semua peserta tes atas kelompok atas dan bawah (seperti prosedur 1b).
(2) Distribusikan jawaban kedua kelompok tersebut untuk setiap butir soal dimasukkan
dalam tabel seperti contoh berikut ini dan selanjutnya dianalisis.
Nomor Jumlah peserta tes yang
Soal Kelompok menjawab pilihan soal
A B C* D E
1 Atas/Tinggi 27% = 40 4 12 16 8 0
orang
Bawah/Rendah 27% = 40 0 12 16 12 0
orang
132

Nomor Jumlah peserta tes yang


Soal Kelompok menjawab pilihan soal

A* B C D E
2 Atas/Tinggi 27% = 40 40 0 0 0 0
orang
Bawah/Rendah 27% = 40 0 8 12 10 10
orang
* Jawaban yang benar
Soal No 1 benar-benar jelek, karena baik kelompok atas maupun
kelompokrendah semuanya bingung dan kedua kelompok memilih C, selain itu
distraktor atau pengecoh atau pilihan E tidak berfungsi atau tidak efektif karena tidak
ada yang memilih.
Soal No 2 adalah soal yang bagus karena dapat membedakan peserta tes yang
pandai dan tidak pandai.
Catatan:
Sekali lagi analisis butir soal ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu:
a. Tingkat Kesukaran Soal (p)
b. Daya Beda Butir Soal (D)
c. Berfungsi tidaknya pilihan/ pengecoh/ distraktor
133

BAB IX
PENYUSUNAN KISI-KISI TES

1. PENGANTAR
Kisi-kisi adalah suatu format atau matriks yang memuat informasi yang dapat
dijadikan pedoman untuk menulis tes atau merakit tes. Indikator soal adalah
gambaran perilaku yang dapat diamati/ terukur untuk menunjukkan bahwa seorang
siswa telah mencapai suatu kompetensi tertentu sebagai bentuk hasil pembelajaran
yang telah dilakukan. Kegunaan Indikator:
 Merupakan penjabaran lebih rinci dari tujuan yang lebih besar (kompetensi
dasar/ KD), sehingga bila indikator tercapai kemungkinan akan tercapainya KD
akan lebih besar pula.
 Membantu siswa, siswa dapat mengatur waktu, energi, dan pemusatan
perhatiannya pada tujuan yang akan dicapai.
 Membantu guru, guru dapat mengatur kegiatan pembelajarannya, metodenya,
strateginya untuk mencapai tujuan tersebut.
 Evaluator, evaluator dapat menyusun tes sesuai dengan apa yang harus dicapai
siswa.
 Sebagai kerangka pembelajaran yang guru laksanakan.
 Penanda tingkah laku yang harus diperlihatkan siswa seusai kegiatan
pembelajaran.
Fungsi kisi-kisi:
 Pedoman penulisan soal
 Pedoman perakitan soal
Syarat kisi-kisi:
 Mewakili isi kurikulum
 Singkat dan jelas
 Soal dapat disusun dengan bentuk soal
Komponen Kisi-kisi:
 Identitas
 SK/KD
 Materi Pelajaran
 Indikator Soal
 Bentuk Tes
 Nomor Soal

2. PERUMUSAN INDIKATOR SOAL


Hal yang perlu diperhatikan sebelum merumuskan Indikator Soal:
 Pelajari dengan seksama Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada
masing-masing tingkatan kelas untuk materi pelajaran yang sama.
134

 Identifikasi Scoupe (keluasan) dan Sequence (kedalaman) materi yang akan


dibelajarkan.
 Buat peta materinya
Cara Merumuskan Indikator Soal:
 Spesifik dan jelas: satu arti; menyampaikan informasi yang jelas tentang tingkah
laku siswa yang diharapkan.
 Berorientasi pada siswa: tingkah laku yang diharapkan pada siswa di akhir
kegiatan pembelajaran, dan bukan tingkah laku apa yang dilakukan guru dalam
mengajar.
 Menggunakan kata kerja yang menunjukkan tingkah laku yang dapat diamati/
diukur (kata kerja operasional).
 Mempunyai 5 komponen, yaitu ABCDE.
Komponen Indikator:
1. A (Audience): orang yang belajar yaitu siswa.
2. B (Behavior): perilaku spesifik yang akan dimunculkan oleh orang yang belajar
setelah selesai proses belajarnya dalam pelajaran tersebut.
Perilaku ini terdiri dari 2 bagian penting, yaitu: kata kerja dan materi.
Komponen ini merupakan tulang punggung dari rumusan tujuan.
3. C (Condition): kondisi; batasan yang dikenakan kepada siswa atau alat yang
digunakan siswa pada saat ia dites. Misalnya:
 Diberikan berbagai rumus...,,,.
 Dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan . Dengan diberikan kalimat-
kalimat dalam bahasa Indonesia/ Inggris / Arab,. . Diberikan kesernpatan 3
kali percobaan.… .
 Diberikan gambar 4 bangun ruang, Komponen C mi dalam setiap tujuan
(indikator) merupakan unsur penting dalam menyusun tes.
Indikator:
Diberikan 5 pernyataan tentang rukun Islam secara acak, siswa dapat
mengurutkannya dengan benar.
Soal:
Perhatikan pernyataan berikut:
1. Haji
2. Salat
3. Zakat
4. Syahadat
5. Puasa
Urutan rukun Islam di atas yang benar adalah. . . .
a. 1, 2, 3, 4, dan 5 c. 4, 2, 3, 5, dan 1
b. 4, 3, 2, 1, dan 5 d. 2, 4, 3, 5, dan 1
4. D (Degree): tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai perilaku. Ditunjukkan
dengan batas minimal dari penampilan suatu perilaku yang dianggap diterima.
Contoh:
 paling sedikit 80% benar
 minimal 90% benar
135

 dalam waktu paling lambat 2 minggu


 minimal sejauh 3 meter
 minimal setinggi 160 cm
 80 kata permenit
5. E (Environmen t), adalah lingkungan atau situasi yang dipersyaratkan untuk
unjuk kemampuan siswa.
Contoh:
Siswa dapat menjelaskan dengan menggunakan gambar sederhana 4 macam
penyerbukan pada tumbuhan di depan kelas.

Format Kisi-Kisi Penulisan Soal ;


Jenis Sekolah : .............................. Alokasi Waktu : ................
Mata Pelajaran : ............................ Jumlah soal : ................
Kurikulum : ............................ Penulis 1………..
2..............
No. Kompetensi Bahan Materi Indikator Bentuk Tes No.
Urut Dasar/ Kelas/ Soal (Tertulis/ Soal
SKL smt. Praktik)
136

Kartu Soal Bentuk Pilihan Ganda;

KARTU SOAL BENTUK PG


Jenis Sekolah :……………….. Penyusun: 1……………
Mata Pelajaran : ………………. 2……………..
Bahan Kelas/ smr : …………………. Tahun ajaran :
Bahan Tes : Tertulis (PG, dll)
KOMPETANSI NO. SOAL KUNCI BUKU
DASAR SUMBER:
RUMUSAN BUTIR SOAL
MATERI

INDIKATOR SOAL

KETERANGAN SOAL
Proporsi jawaban Keterang
N Digunak Tangg Juml Tingkat Daya pada aspek an
O. an al ah Kesukar Pembe A B C D E Om
untuk Sisw an da it
a
137

Kartu Soal Uraian/ Praktik

KARTU SOAL URAIAN/ PRAKTIK

Jenis Sekolah :……………….. Penyusun: 1……………


Mata Pelajaran : ………………. 2……………..
Bahan Kelas/ smr : …………………. Tahun ajaran :
Bahan Tes : Tertulis (Uraian)/Praktik (Kinerja. Penugasanan, hasil karya)
KOMPETANSI DASAR NO. BUKU SUMBER:
SOAL
MATERI
RUMUSAN BUTIR SOAL

INDIKATOR SOAL

KETERANGAN SOAL
Proporsi Jawaban pada Pilihan Keterang
NO Digunak Tangg Jumla Tingkat Daya Proporsi an
. an untuk al h Kesukar Pembe A B C D E pengalaman
Siswa an da sikap
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4 5 6
138

CONTOH FORMAT KISI-KISI PENULISAN SOAL

Jenis Sekolah : SMP Alokasi Waktu : 1 menit


Mata Pelajaran : TIK Jumlah Soal :1
Kurikulum : KTSP Penulis : Budi D
No. Standar Kompetensi Kelas/ Materi Indikator Bentuk No.
Urut Kompetensi Dasar smt. Soal Tes Soa
l
1 5.Memahami 5.Memahami PG 1
usaha persiapan usaha persiapan VIII/2
kemerdekaan 5.2 kemerdekaan 5.2
Menjelaskan Menjelaskan
proses persiapan proses persiapan
kemerdekaan kemerdekaan
Indonesia Indonesia

KARTU SOAL BENTUK PG

KARTU SOAL BENTUK PG


Jenis Sekolah : SMP Penyusun: 1……………
Mata Pelajaran : TIK 2……………..
Bahan Kelas/ smr : XI/1 Alokasi Waktu : 1 Menit
Bahan Tes : Tertulis (PG) Tahun ajaran : 2007/2008
KOMPETANSI NO. SOAL KUNCI BUKU
DASAR SUMBER:
Mendeskripsikan RUMUSAN BUTIR SOAL
fungsi, proses kerja
computer dan Peralatan berikut yang termasuk peralatan Input
telekomunikasi, serta (Input Device) adalah..
berbagai peralaktan
teknologi informasi
dan komunikasi.
MATERI
- input, proses,
output yang
berkaitan dengan
informasi
- teknologi informasi
dan komuniasi A B C D
E KETERA
INDIKATOR SOAL
NGAN
siswa dapat
SOAL
menentukan gambar
yang termasuk
peralatan input
139

Proporsi jawaban Keterang


N Digunak Tangg Juml Tingkat Daya pada aspek an
O. an al ah Kesukar Pembe A B C D E Om
untuk Sisw an da it
a
140

3. PRINSIP PENULISAN SOAL


a. Valid: mengujikan materi/kompetensi yang tepat
b. Reliable: konsisten hasil pengukurannya
c. Fair: tidak merugikan pihak tertentu.
A. Jujur (honesty)
 Ttingkat kesukaran soal = kemampuan siswa
 Tidak menjebak
 Materi yang diujikan sesuai dengan jenis tes dan berntuk soal yang
digunakan,
B. Seimbang (Balance):
 Materi yang diujikan = materi yang diajarkan
 Waktu untuk mengerjakan soal sesuai
 Mengurutkan soa dari yang mudah-sukar
 Mengurutkan level kognitif dari yang rendah-tinggi
 Mengurutkan/mengelompokkan jenis bentuk soal yang digunakan.
C. Organisasi:
 Jelas petunjuk dan perintaghnya
 Urutan materi dalam tes = urutan materi yang diajarkan
 Layout soal jelas dan mudah dibaca
 Berpenampilan professional.
d. Transparan : jelas apa yang diujikan, tugasnya dan kriteria penskorannya
e. Autentik : harus hasil kerja siswa dan sesuai dengan dunia riil/nyata.
Kaidah Penulisan Soal Kompetensi:
 Berhubungan dengan kondisi pembelajaran di kelas atau di luar kelas.
 Berhubungan erat antara proses, materi, kompetensi dan pengalaman
kompetensi siswa.
 Mengukur kompetensi siswa.
 Mengukur beberapa kemampuan yang diwujudkan dalam stimulus soal
 Mengukur kemampuan berpikir kritis
 Mengandung pemecahan masalah
Kriteria kompetensi/ materi penting:
 Urgensi: KD/indikator/materi yang secara teoretis, mutlak harus dikuasai oleh
siswa.
 Kontinuitas: KD/indikator/materi lanjutan yang merupakan pendalaman materi
sebelumnya.
 Relevansi: yang diperlukan untuk mempelajari dalam bidang studi lain.
 Keterpakaian: memiliki nilai terapan tinggi dalam kehidupan sehari-hari.
Indikator Soal;
 Indikator soal sebagai pertanda atau indikasi pencapaian kompetensi.
 Indikator mengacu pada materi pembelajaran sesuai kompetensi.
Dalam menyusun indikator perhatikan;
Kata kerja operasional;
 Dapat diukur/ measureble
 Dari jenjang terendah-tertinggi.
141

 UKRK
Kecakapan hidup (life skill);
Kemampuan dan keberanian menghadapi/mengatasi problema kehidupan:
 Kecakapan Akademik
 Kecakapan Pribadi
 Kecakapan Sosial .
 Kecakapan Vocasional
Membedakan jenis kelamin;
 Ilustrasi gambar, nama, dan lain-lain
 Bapak pcrgi ke….
 Ibu pergi ke….
Pendidikan multikultural;
 Menghargai keberagaman dalam kebemamaan: suku agama, ras, dan
sejenisnya;
 Saling temasmo (sains, lingkungan, teknologi, masyarakat, moral)
 SETSM (science,envirintment, technology, society, moral)
Teknik Merumuskan Indikator:
Misalnya KD mendeskripsikan hubungan antara struktur kerangka tubuh manusa
dengan fungsinya.
Kata kunci:
1. Kata kerja operasional untuk mendeskripsikan:
 Mengidentifikasi.
 Menunjukkan.
 Memberi contoh.
 Menjelaskan
 Mendemonstrasikan
2. Materi : hubungan kerangka tubuh manusia dan fungsinya:
 Macam rangka.
 Macam tulang.
 Pengertian sendi
 Fungsi kerangka.
 Macam-macam sendi
Teknik perumusan indicator:
1. Bila soal terdapat stimulus;
 Rumusan indikatornya:
 Disajikan ..., siswa dapat menjelaskan …
Rumusan indikator:
A = Audience
B = Behaviour
C = Condition
D = Degree
Bila soal tidak terdapat stimulus:
142

 rumusan indikatornya:
 siswa dapat membedakan …

Soal Uraian:
Soal uraian adalah soal yang jawabannya menuntut peserta tes untuk
mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara
mengemukakan gagasan tersebut dalam bentuk tulisan.
Kaidah penulisan soal uraian:
1) Soal sesuai dengan indikator.
2) Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan sudah sesuai.
3) Materi yang ditanyakan sesuai dengan tujuan pengukuran.
4) Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat
kelas.
5) Menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban uraian.
6) Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
7) Ada pedoman penskorannya
8) Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas dan
terbaca.
9) Rumusan kalimat soal komunikatif.
10) Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baku.
11) Tidak menggunakan kata/ ungkapan yang menimbulkan penafsiran ganda atau
salah pengertian.
12) Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/ tabu.
13) Rumusan soal tidak mengandung kata/ungkapan yang dapat menyinggung
perasaan siswa.

Contoh soal kurang baik:


Walaupun kamu anak yatim/ piatu, anak cacat, anak miskin, hidup di daerah kumuh,
atau hidup di desa terpencil; namun kamu adalah warga negara Indonesia. Sebutkan
dan jelaskan 6 macam hak asasi manusia yang mendapat perlindungan dan
pelayanan dalam UUD 1945! (PKn).

Contoh soal yang lebih baik:


Tuliskan dan jelaskan 6 macam hak asasi manusia yang mendapat perlindungan dan
pelayanan dalam UUD 1945!
Cara membuat option yang baik;
 Jawaban yang paling umum dimengerti oleh peserta didik.
 Gunakan kata-kata yang kedengarannya sama (atmosfer, troposfer, biosfer, dan
lain lain).
 Gunakan yang kira-kira ada kaitannya (ilmu politik, politikus, dan lain-lain).
 Gunakan bahasa baku.
Kaidah penulisan soal pilihan ganda;
1) Soal harus sesuai dengan indikator.
2) Pengecoh harus berfungsi.
143

3) Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar.


4) Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas.
5) Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar.
6) Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda.
7) Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi.
8) Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama.
9) Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “semua pilihan jawaban di atas
salah / benar”.
10) Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan
urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis waktunya.
11) Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus
jelas dan berfungsi.
12) Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata yang bermakna
tidak pasti seperti: sebaiknya, umumnya, kadang-kadang.
13) Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya.
14) Setiap soa1 harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia.
15) Bahasa yang digunakan harus komunikatif, sehingga pernyataannya mudah
dimengerti warga belajar/ siswa.
16) Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat jika soal akan digunakan
untuk daerah lain atau nasional.
17) Pilihan jawaban jangan mengulang kata/frase yang bukan merupakan satu
kesatuan pengertian. Letakkan kata/ frase pada pokok soal.
144

Kisi-kisi Uji COBA Instrument Tes Hasil Belajar Kognitif Siswa


No. SK KD Indikator Sebaran Soal
C1 C2 C3 C4
1 Memahami Mendeskripsi a. Menjelaskan pengertian zat 1 3 13
kegunaan kan bahan adiktif ,1
bahan kimia kimia buatan b. Menyebutkan contoh bahan 5
dalam dalam pewarna sintetik 8,9,1
kehidupan kemasan c. Menyebutkan nama zat 7
yang terdapat yang terkandung pada 2
dalam bahan pewarna alami kunyit
makanan. d. Menjelsakan keunggulan 4
bahan pewarna alami 6*
makanan.
e. Menyebutkan salah satu
contoh zat adiktif sintetik 5
makanan.
f. Menjelaskan pengetian 19
bahan pewarna alami
makanan. 12
g. Menyebutkan contoh bahan 7
pewarna alami.
h. Menyebutkan salah satu
contoh cara pengawetan
buah-buahan secara
tradisional.
i. Menyebutkan salah satu 10
fungsi asam sorbet dalam
bahan pengawet.
j. Menyebutkan kekurangan 11*
bahan pewarna makanan
alami. 18
k. Menjelasan pengertian
bahan pengawet. 16,2
l. Menjelaskan pengertian 1
bahan pengawet sintetik
makanan.
m. Menyebutkan salah satu
ciri-ciri bahan pengawet
sintetik. 22
n. Menyebutkan contoh bahan
pengawet sintetik.
o. Menyebutkan contoh bahan
pengawet alami. 23
p. Menganalisis hasil
percobaan bahan
pengawet yang makanan. 24*
q. Menyebutkan salah satu
bahan pengawet yang
sering digunakan dalam 14 26 25
makanan.
r. Menyebutkan salah satu 20
cara pengawetan bahan
makanan.
145

s. Menyebutkan contoh bahan


pengawet sintetik 27,2
makanan. 8,29
t. Menjelaskan fungsi garam
dalam bahan pengawet. 34
u. Menyebutkan salah satu
akibat dari penggunaan
bahan pengawet sintetik
yang tidak sesuai dengan
aturan pemerintah.
v. Menyebutkan salah satu
nama dagang bahan
pengawet makanan.
2 Memahami Mendeskripsi a. Menenjelaskan macam- 30
berbagai kan sistem macam zat makanan
sestem pencernaan sumber tenaga untuk 31 37,
dalam pada aktivitas manusia 40
kehidupan manusia dan b. Menyebutkan unsur-unsur
manusia hubungannya penyusunan karbohidrat. 39 43
dengan c. Menganalisis hasil
kesehatan percobaan uji karbohidrat
d. Menyebutkan salah satu 33*
akibat yang ditimbulkan 32
apabila kekurangan 35
karbohidrat
e. Menyebutkan unsur-unsur 36*
penyususnan protein
f. Menyebutkan fungsi lemak
bagi manusia. 41
g. Mengidentifikasi contoh
dampak negative dari 42
bahan pengawet makanan 38 44*
terhadap kesehatan
manusia. 45
h. Menganalisis hasil
percobaan uji lemak dalam
bahan makanan
i. Menyebutkan fungsi protein
bagi tubuh manusia
j. Menyebutkan sumber-
sumber makanan penghasil
tenaga bagi tubuh manusia.
k. Manganalisis hasil
percobaan kandungan zat
makanan (protein)
l. Menyebutkan contoh dari
monosakarida dan
polisakarida
Total 9 23 9 3

Keterangan: *butir soal yang tidak valid berdasarkan perhitungan dengan program ITEMAN.
146

Kisi-kisi Instrument Tes Hasil Belajar Kognitif Siswa


No. SK KD Indikator Sebaran Soal
C1 C2 C3 C4
1 Memahami a. Menyebutkan contoh 1,3,4 5,
kegunaan bahan pewarna sintetik 9
bahan kimia b. Menyebutkan contoh
dalam bahan pewarna alami.
kehidupan c. Menyebutkan
kekurangan bahan 7
pewarna alami. 8
d. Menjelaskan 10
pengertian bahan
pengawet 2
e. Menyebutkan salah
satu ciri-ciri bahan
pengawet sintetik.
f. Menyebutkan contoh 6,13
bahan pengawet
sintetik. 11
g. Menyebutkan contoh
bahan pewarna alami.
h. Menganalisis hasil 14
percobaan bahan
pengawet yang
makanan. 16
i. Menyebutkan salah
satu cara pengawetan
bahan makanan
j. Menjelaskan fungsi
garam dalam bahan 17
pengawet
k. Menyebutkan salah 18 15 12
satu akibat dari
penggunaan bahan
pengawet sintetik yang 22
tidak sesuai dengan
aturan pemerintah
l. Menyebutkan salah
satu nama dagang
bahan pengawet
makanan
m. Menjelaskan macam-
macam zat makanan
sumber tenaga untuk
aktivitas manusia
2 Memahami Mendeskripsi n. Menyebutkan unsur- 19
berbagai kan sistem unsur penyusunan 20
sestem pencernaan karbohidrat.
dalam pada o. Menganalisis hasil 24,
kehidupan manusia dan percobaan uji 27
manusia hubungannya karbohidrat 26
dengan p. Menyebutkan salah
kesehatan satu akibat yang
147

ditimbulkan apabila
kekurangan 30 23
karbohidrat
q. Menyebutkan unsur- 21
unsur penyususnan
protein
r. Menyebutkan fungsi
lemak bagi manusia. 29
s. Menganalisis hasil 28 25
percobaan uji lemak
dalam bahan makana
t. Menyebutkan sumber-
sumber makanan
penghasil tenaga bagi
tubuh manusia
Total 6 15 6 3
148

PENYUSUNAN BUTIR SOAL TES TERTULIS


Penulisan butir soal tes tertulis merupakan suatu kegiatan yang sangat penting
dalam penyiapan bahan ulangan/ ujian. Setiap butir soal yang ditulis harus berdasarkan
rumusan indikator soal yang sudah disusun dalam kisi-kisi dan berdasarkan kaidah
penulisan soal bentuk obyektif dan kaidah penulisan soal uraian.
Penggunaan bentuk soal yang tepat dalam tes tertulis, sangat tergantung pada
perilaku/kompetensi yang akan diukur. Ada kompetensi yang lebih tepat diukur/ ditanyakan
dengan menggunakan tes tertulis dengan bentuk soal uraian, ada pula kompetensi yang
lebih tepat diukur dengan menggunakan tes tertulis.
Dengan bentuk soal objektif. Bentuk tes tertulis pilihan ganda maupun uraian
memiliki kelebihan dan kelemahan satu sama lain. Keunggulan soal bentuk pilihan ganda di
antaranya adalah dapat mengukur kemampuan/perilaku secara objektif, sedangkan untuk
soal uraian di antaranya adalah dapat mengukur kemampuan mengorganisasikan gagasan
dan menyatakan jawabannya menurut kata-kata atau kalimat sendiri. Kelemahan soal
bentuk pilihan ganda di antaranya adalah sulit menyusun pengecohnya, sedangkan untuk
soal uraian di antaranya adalah sulit menyusun pedoman penskorannya.

PENULISAN SOAL BENTUK URAIAN


Menulis soal bentuk uraian diperlukan ketepatan dan kelengkapan dalam
merumuskannya. Ketepatan yang dimaksud adalah bahwa materi yang ditanyakan tepat
diujikan dengan bentuk uraian, yaitu menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan
gagasan dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan secara tertulis
dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Adapun kelengkapan yang dimaksud adalah
kelengkapan perilaku yang diukur yang digunakan untuk menetapkan aspek yang dinilai
dalam pedoman penskorannya. Hal yang paling sulit dalam penulisan soal bentuk uraian
adalah menyusun pedoman penskorannya. Penulis soal harus dapat merumuskan setepat-
tepatnya pedoman penskorannya karena kelemahan bentuk soal uraian terletak pada
tingkat subyektivitas penskorannya.

PERSYARATAN PEMBUATAN KISI-KISI


Dalam pembuatan kisi-kisi harus memenuhi kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotorik yang mengacu kepada teori Bloom sebagai berikut:
a. Aspek Kognitif:
 Ingatan (C1) yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat. Ditandai dengan
kemampuan menyebutkan simbol, istilah, definisi, fakta, aturan, urutan, metode.
 Pemahaman (C2) yaitu kemampuan seseorang untuk memahami tentang sesuatu
hal. Ditandai dengan kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, memperkirakan,
menentukan, menginterprestasikan.
 Penerapan (C3), yaitu kemampuan berpikir untuk menjaring dan menerapkan
dengan tepat tentang teori, prinsip, simbol pada situasi baru/nyata. Ditandai dengan
kemampuan menghubungkan, memilih, mengorganisasikan, memindahkan,
menyusun, menggunakan, menerapkan, mengklasifikasikan, mengubah struktur.
 Analisis (C4), Kemampuan berfikir secara logis dalam meninjau suatu fakta/objek
menjadi lebih rinci. Ditandai dengan kemampuan membandingkan, menganalisis,
menemukan, mengalokasikan, membedakan, mengkategorikan.
149

 Sintesis (C5), Kemampuan berpikir untuk memadukan konsep-konsep secara logis


sehingga menjadi suatu pola yang baru. Ditandai dengan kemampuan
mensintesiskan, menyimpulkan, menghasilkan, mengembangkan, menghubungkan,
mengkhususkan.
 Evaluasi (C6), Kemampuan berpikir untuk dapat memberikan pertimbangan terhadap
sustu situasi, sistem nilai, metoda, persoalan dan pemecahannya dengan
menggunakan tolak ukur tertentu sebagai patokan. Ditandai dengan kemampuan
menilai, menafsirkan, mempertimbangkan dan menentukan.
b. Aspek Afektif
Aspek afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah
afektif kemampuan yang diukur adalah:
 Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala,
kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian.
 Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon, merasa
puas dalam merespon, mematuhi peraturan.
 Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen
terhadap nilai.
 Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami hubungan
abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai.
 Karakteristik suatu nilai, meliputi falsafah hidup dan sistem nilai yang dianutnya.
c. Aspek Psikomotorik
Psikomotorik meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen, (3)
keterampilan perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi
auditoris, diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4)
keterampilan fisik, (5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa
bahasamelaui gerakan) meliputi: gerakan ekspresif, gerakan mterprestatif.

Contoh Matrik Kisi-kisi:


Kompetensi Indikator Aspek Jumlah
Dasar C1 C2 C3 C4 C5 C6 Butir
Memahani Peserta didik mampu: 1,2 2
pengertian - Mendefinisikan pengertian-
tugas, fungsi, pengertian yang berkaitan
peranan Polisi dengan fungsi teknis,
Lalulintas, - Membedakan tugas dan 3,4 2
dasar hukum, fungsi Polantas
unsur dan - Menjelaskan peranan 5 1
permasalahan Polantas.
- Menerapkan dasar hukum 6 1
Polantas di lapangan
- Menjelaskan unsur-unsur 7 1
Polantas.
- Menganalisis faktor-faktor 8 1
penyebab timbulnya
150

permasalahan Polisi
Lalulintas.
- Menyimpulkan suatu kasus 9 1
pelanggaran di lapangan
- Menilai kinerja Polantas 10 1
Total 2 4 1 1 1 1 10

1) Penulisan Butir Soal


Tahap keempat, Gadik menulis dan membuat butir-butir soal yang sesuai
dengan kisi-kisi dan bentuk soal yang telah ditentukan. Bila Gadik menggunakan
teknik non tes, maka diperlukan untuk membuat pedoman pengisian instrumen.
Misalnya untuk observasi atau wawancara.
2) Penimbangan/Review
Dalam tahap ini, butir soal dan atau pedoman yang telah disusun Gadik,
ditimbang secara rasional (analisis rasional oleh Gadik); dibaca, ditelaah dan dikaji
kembali butir-butir soal dan atau pedoman yang dibuat telah memenuhi persyaratan.
3) Perbaikan
Pedoman diperbaiki sesuai dengan hasil penimbangan, bagian-bagian mana
yang perlu dikurangi atau ditambah kalimat atau kata-katanya perbaikan inipun
biasanya didasarkan kepada pemikiran peserta didik untuk memahami isi dari
kalimat yang diberikan, hal ini mengandung arti bahwa kalimat yang disusun
hendaknya mudah di pahami oleh para peserta didik.
4) Uji-coba dan Penggandaan
Uji-coba terhadap tes/soal yang dibuat adalah untuk menentukan apakah butir
soal yang dibuat telah memenuhi kriteria yang dituntut, sudahkah mempunyai tingkat
ketetapan, ketepatan, tingkat kesukaran dan daya pembeda yang memadai. Untuk
bentuk non tes kriterianya dituntut adalah tingkat ketepatan (validitas) dan ketetapan
(reliabilitas) sehingga diperoleh perangkat alat tes ataupun non tes yang baku
(standar).
5) Diuji (diteskan)
Setelah diperoleh perangkat alat tes ataupun non tes yang memenuhi
persyaratan sudah barang tentu perangkat alat ini, diorganisasikan, disusun
berdasarkan pada bentuk-bentuk atau model-model soal bagi perangkat tes, dan
untuk perangkat non tes. Setelah perangkat tes maupun non tes digandakan
kemudian siap untuk diujikan.
6) Pemberian Skor
Lembar jawaban peserta didik dikumpulkan dan disusun berdasarkan nomor
induk peserta didik untuk memudahkan dalam memasukkan skor peserta didik.
Kemudian dilakukan pemberian skor sesuai dengan kunci jawaban, sehingga
diperoleh skor setiap peserta didik. Untuk bentuk soal objektif diberi skor 1 jika benar
dan 0 jika salah, sedangkan skor bentuk essay bergantung kepada tingkat kesulitan
soal. Untuk menafsirkan siapa yang lulus dan tidak lulus bergantung pada batas
lulus yang dipergunakan oleh Gadik.
7) Putusan
151

Setelah pengelolaan, sampai pada menafsirkan, Gadik memperoleh putusan


akhir dari kegiatan penilaian. Putusan yang diambil diharapkan obyektif sesuai
dengan aturan.

Psikomotorik meliputi (1) gerak refleks, (2) gerak dasar fundamen, (3) keterampilan
perseptual; diskriminasi kinestetik, diskriminasi visual, diskriminasi auditoris,
diskriminasi taktis, keterampilan perseptual yang terkoordinasi, (4) keterampilan fisik,
(5) gerakan terampil, (6) komunikasi non diskusi (tanpa bahasa melalui gerakan)
meliputi: gerakan ekspresif, gerakan interprestatif.
Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi atau
pengamatan. Observasi sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur
tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik
dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain,
observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik.
Observasi dilakukan pada saat proses kegiatan itu berlangsung. Pengamat terlebih
dahulu harus menetapkan kisi-kisi tingkah laku apa yang hendak diobservasinya, lalu
dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi. Pengisian hasil
observasi dalam pedoman yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam
bentuk uraian mengenai tingkah laku yang tampak untuk diobservasi, bisa pula dalam
bentuk memberi tanda cek (V) pada kolom jawaban hasil observasi.
Tes untuk mengukur ranah psikomotorik adalah tes untuk mengukur penampilan
atau kinerja (performance) yang telah dikuasai oleh peserta didik. Tes tersebut dapat
berupa tes paper and pencil, tes identifikasi, tes simulasi, dan tes unjuk kerja.
1) Tes simulasi
Kegiatan psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, jika tidak ada alat
sesungguhnya yang dapat dipakai untuk memperagakan penampilan peserta didik,
sehingga peserta didik dapat dinilai tentang penguasaan keterampilan dengan
bantuan peralatan tiruan atau berperaga seolah-olah menggunakan suatu alat yang
sebenarnya.
2) Tes unjuk kerja (work sample)
Kegiatan psikomotorik yang dilakukan melalui tes ini, dilakukan dengan
sesungguhnya dan tujuannya untuk mengetahui apakah peserta didik sudah
menguasai/ terampil menggunakan alat tersebut. Misalnya dalam melakukan praktik
pengaturan lalu lintas lalu lintas di lapangan yang sebenarnya.
Tes simulasi dan tes unjuk kerja, semuanya dapat diperoleh dengan observasi
langsung ketika peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran. Lembar observasi
dapat menggunakan daftar cek (check-list) ataupun skala penilaian (rating scale).
Psikomotorik yang diukur dapat menggunakan alat ukur berupa skala penilaian
terentang dari sangat baik, baik, kurang, kurang, dan tidak baik.
Hal yang diperhatikan dalam mengembangkan butir tes keterampilan :
 Mengacu indikator kompetensi yang dikembangkan.
 Mengidentifikasi langkah kerja yang diobservasi.
 Menentukan model skala yang dipakai, yakni rating scale atau check list.
 Membuat rubrik/ pedoman penskoran yang dilengkapi dengan kategorisasi
keberhasilan kompetensi yang dikembangkan.
152

Penilaian afektif
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah
afektif kemampuan yang diukur adalah: menerima (memperhatikan), merespon,
menghargai, mengorganisasi, dan karakteristik suatu nilai.
Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap kegiatan
suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung
(positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan
berperilaku pada seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi.
Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi
berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi
berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu, sikap
selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden,
apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh
sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif
dan pernyataan negatif.
Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala
Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai
oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak
setuju.
NO. PERNYATAAN SS S R TS STS

Keterangan:
SS: sangat setuju
S : setuju
R : tidak punya pendapat/ ragu-ragu
TS : tidak setuju
STS: sangat tidak setuju
Beberapa petunjuk untuk menyusun Skala Likert:
 Tentukan objek yang dituju, kemudian tetapkan variabel yang akan diukur dengan
skala tersebut.
 Lakukan analisis variabel tersebut menjadi beberapa subvariabel atau dimenSi
variabel, lalu kembangkan indikator setiap dimensi tersebut.
 Dari setiap indikator di atas, tentukan ruang lingkup pernyataan sikap yang
berkenaan dengan aspek kognisi, afeksi, dan konasi terhadap objek.
 Susunlah pernyataan untuk masing-masing aspek tersebut dalam dua kategori,
yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif, secara seimbang banyaknya.
Tahapan mengembangkan kisi-kisi instrumen afektif adalah sebagai berikut:
 Pilih ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap.
 Tentukan indikator sikap.
 Pilih tipe skala yang digunakan, misalnya; skala Likert dengan lima skala, seperti
sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju.
 Tentukan nomor butir soal sesuai dengan indikator sikap.
153

 Buatlah kisi-kisi instrumen dalam bentuk matrik.


 Telaah instrumen oleh teman sejawat atau ahli di bidangnya.
 Perbaiki instrumen sesuai dengan hasil telaah instrumen oleh teman sejawat/ ahli
dengan memperhatikan kesesuaian dengan indikator.
N Ket Ket Ke Ker Ke Ta Tot
o. Indikator erb ek disi jas pe ng al
Sikap uk un plin am duli gu
aa an an a an ng
Nama Peserta n bel jaw
didik aja ab
r
1 Amanda 4 3 5 4 3 4 23
2 Nurhudayati 2 4 4 3 4 4 21
3 Selimah 3 4 4 5 3 3 22
4 Muhajir 4 3 5 3 4 3 22

Skor untuk masing masing sikap di atas dapat berupa angka. Akan tetapi, pada
tahap akhir skor tersebut dirata-ratakan dan dikonversikan ke dalam bentuk kualitatif.
Skala penilaian dibuat dengan rentangan dari 1 sampai dengan 5. Penafsiran angka-
angka 1= sangat kurang , 2 = kurang, 3 = cukup, 4 = baik, 5 = amat baik.
Jadi skor maksimum = 5 (skor maks setiap indikator) X 6 (indikator) = 30.
Nilai afektif diberikan dalam bentuk huruf, oleh karena itu total skor yang telah
diperoleh harus dikonversi. Banyak cara untuk mengkonversi skor menjadi nilai,
salah satunya yang sederhana yaitu menggunakan kriteria.
Nilai konversi NILAI KONVERSI
Kualifikasi STANDAR 4
91-100 Baik sekali 4
81-90 Baik 3
71-80 Sedang 2
61-70 Kurang 1
kurang dari 61 Gagal Gagal

Konversi Nilai =

Jadi siswa yang memperoleh skor 23 setelah dikonversi nilainya menjadi:

Nilai afektif hasil konversi untuk Amanda adalah C


154

BAB X
KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)

1. PENGANTAR
KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) adalah kriteria paling rendah untuk
menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan. KKM harus ditetapkan diawal tahun
ajaran oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di
satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang
hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi
pertimbangan utama penetapan KKM. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dijadikan
dasar patokan nilai terendah dalam penilaian peserta didik. Jika peserta didik
mampu mendapatkan nilai di atas KKM maka dianggap peserta didik tersebut telah
tuntas atau menguasai kompetensi yang dipelajari. Sebaliknya jika ditemukan
peserta didik mendapat nilai di bawah KKM berarti perlu adanya perbaikan.
KKM ditetapkan oleh sekolah pada awal tahun pelajaran dengan
memperhatikan:
 Intake (kemampuan rata-rata peserta didik)
 Kompleksitas (mengidentifikasi indikator sebagai penanda tercapainya
kompetensi dasar)
 Kemampuan daya pendukung (berorientasi pada sumber belajar)
KKM ditetapkan pada awal tahun pelajaran oleh satuan pendidikan berdasarkan
hasil musyawarah guru mapel di satuan pendidikan;
 Ketuntasan Belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu
kompetensi dasar berkisar antara 0 - 100%.
 Nilai KKM dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat dengan rentang 0 - 100.
 Sekolah dapat menetapkan KKM di bawah nilai ketuntasan belajar maksimal,
dan berupaya secara bertahap meningkatkan untuk mencapai ketuntasan
maksimal.
 Nilai KKM harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar Peserta didik.

Tahapan Penetapan KKM


Seperti pada uraian diatas bahwa penetapan KKM dilakukan oleh guru atau
kelompok guru mata pelajaran. Adapun langkah dan tahapan penetapan KKM
antara lain:
 Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan
mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas, daya dukung, dan
intake peserta didik. Hasil penetapan KKM indikator berlanjut pada KD, SK
hingga KKM mata pelajaran.
 Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran disahkan
oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam melakukan penilaian.
 KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan,
yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan.
 KKM dicantumkan dalam laporan hasi belajar atau rapor pada saat hasil
penilaian dilaporkan kepada orang tua/ wali peserta didik.
155

Sekolah diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus


menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal. Yang harus diperhatikan dalam
menentukan KKM adalah jumlah Kompetensi.
Dasar (KD) setiap mata pelajaran setiap kelas. Selain itu, tentukan kemampuan
atau nilai untuk setiap aspek (komponen) KKM, sesuaikan dengan kemampuan
sebenarnya.

Fungsi KKM
 Sebagai acuan bagi seorang guru untuk menilai kompetensi peserta didik sesuai
dengan Kompetensi Dasar (KD) suatu mata pelajaran atau Standar Kompetensi
(SK).
 Sebagai acuan bagi peserta didik untuk mempersiapkan diri dalam mengikuti
pembelajaran.
 Sebagai target pencapaian penguasaan materi sesuai dengan SK/KD- nya.
 Sebagai salah satu instrumen dalam melakukan evaluasi pembelajaran.
 Sebagai "kontrak” pedagogik antara pendidik, peserta didik dan masyarakat
(khususnya orang tua dan wali murid).
Menentukan KKM dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata
peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber daya
pendukung meliputi warga sekolah/ madrasah, sarana dan prasarana dalam
1nenyelenggarakan.5atuan pendidikan diharapkan meningkatkan kriteria
Ketuntasan Belajar secara terus menerus untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.

2. MEKANISME PENETAPAN KKM


Terdiri dari: a) Prinsip penetapan KKM, b) Langkah-langkah penetapan KKM dan
c) Penentuan KKM.
a. Prinsip penetapan KKM
 Dilakukan melalui analisis ketuntasan belajar minimal pada setiap indikator
dengan memperhatikan kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik.
 KKM Kompetensi Dasar (KD) merupakan rata-rata dari KKM indikator yang
terdapat dalam Kompetensi Dasar tersebut.
 Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK) merupakan rata-
rata KKM Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SK tersebut.
 Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari semua
KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran,
dan dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB/ Rapor) peserta didik.
 Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya
perbedaan nilai ketuntasan minimal.
b. Penetapan langkah KKM
 Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan
mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas daya dukung, dan
intake peserta didik dengan skema sebagai berikut;
156

KKM Indikor KKM Mata Pelajaran

KKM Kompetensi Dasar KKM Standar Kompetensi

 Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran disahkan
oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam melakukan
penilaian.
 KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan.
 KKM dicantumkan dalam LHB pada saat hasil penilaian dilaporkan kepada
orang tua/ wali peserta didik.
c. Penentuan KKM
1) Kompleksitas
Tingkat Kompleksitas: (kesulitan dankerumitan) setiap KD atau indikator yang
harus dicapai oleh peserta didik. Kompleksitas tinggi, apabila dalam
mencapai kompetensi yang diperlukan; 1). Guru; memahami kompetensi
yang harus dicapai peserta didik, kreatif dan inovatif dalam melaksanakan
pembelajaran, 2). Waktu; cukup lama karena perlu pengulangan, 3). Peserta
didik: penalaran dan kecermatan peserta didik yang inggi.
2) Daya dukung.
Ketersediaan tenaga, sarana dan prasarana pendidikan yang diperlukan,
biaya operasional pendidikan, manajemen sekolah, kepedulian stakeholders
sekolah.
3) Intake peserta.
Adalah tingkat kemampuan rata-rata peserta didik. Pada tingkat X dapat
didasarkan pada hasil seleksi penerimaan peserta didik baru, Nilai ujian
nasional, rapor kelas 3 SMP, test seleksi masuk atau psikotes. Pada tingkat
XI dan XII didasarkan pada tingkat pencapaian KKM peserta didik pada
semester atau kelas sebelumnya.

3. PENDEKATAN PERUMUSAN KKM


Pendekatan perumusan KKM, dengan mempergunakan tiga pendekatan, yakni:
dengan pendekatan kompleksitas, daya dukung dan intake siswa. Yang dimaksud
dengan kompleksitas adalah tingkat kesulitan dari suatu indikator, baik tingkat
kesulitan kompetensi kata kerjanya maupun tingkatan kesulitan materinya. Tingkatan
kompetensi kata kerja dapat dilihat melalui tingkatan ranah, baik ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
Menurut teori Binyamin S.Elum, tingkatan ranah itu adalah sebagai berikut:
1. Tingkatan kognitif (C)
Kognitif adalah daya pikir, tingkatan kognitif, terdiri dari 6 tingkatan yaitu:
1) Pengetahuan (C 1)
2) Pemahaman (C 2),
157

3) Penerapan (C 3),
4) Analisis (C 4),
5) Sentesis (C 5),
6) Evaluasi (C 6).
2. Apektif (A)
Apektif adalah kejiwaan, rohani, nurani, tingkatannya ada lima tingkatan,yakni:
 Menerima (A 1).
 Menanggapi (A 2).
 Menilai (A 3).
 Mengelola (A 4).
 Menghayati (A 5).
3. Psikomotorik (P)
Psikomotorik adalah keterampilan gerakan fisik, tingkatannya ada empat, yakni:
 Peniruan (P 1)
 Manipulasi (P 2)
 Artikulasi ( P 3)
 Pengalamiahan (P 4)

Tingkat kompleksitas dapat juga'diukur melalui kompleksitas materi, yakni


melalui jenis materi, yang terdiri dari materi faktual, materi konsep, materi prinsip,
dan materi prosedur. Materi faktual adalah materi yang berkaitan dengan mengingat
kejadian masa lalu, yang berkaitan dengan: nama, waktu, tempat, kejadian. Konsep
adalah materi yang berkaitan dengan penjelasan, uraian, narasi, pendapat, definisi.
Prinsip adalah materi yang barkaitan dengan sesuatu yang tetap dan sulit untuk
diubah, seperti materi mengenai hukum, dalil, rumus. Prosedur adalah materi yang
berkaitan dengan proses, yakni adanya langkah-langkah penyelesaian atau langkah-
langkah pekerjaan, untuk mencapai atau mendapatkan sesuatu yang abstrak
menjadi kongkret, yang umum jadi detail. Sistematis urutan berbentuk sistemik, yakni
langkah pertama menjadi prasyarat langkah berikutnya.
Artinya langkah berikutnya tidak dapat dilakukan tanpa melakukan langkah
pertama, demikian seterusnya. Bila mempergunakan pendekatan ranah maka
tingkat kesulitannya sebagai berikut:
 Ranah kognitif, maka C 1 lebih rendah dari C 2, C 2 lebih rendah dari C 3,
demikian sebaliknya C 6 lebih tinggi dari C 5 dan seterusnya.
 Ranah afektif, maka A 1 lebih rendah dari A 2, A 2 lebih rendah dari A 3 dan
seterusnya.
 Ranah psikomotor, maka P 1 lebih rendah dari P 2, P 2 lebih rendah dari P 3
dan seterusnya. Bila mempergunakan pendekatan jenis materi, maka materi
fakta lebih rendah dari materi konsep, materi konsep lebih rendah dari materi
prinsip dan materi prinsip lebih rendah dari materi prosedur.

4. TEKNIK PENYUSUNAN KKM


Teknik penyusunan KKM melalui langkah-langkah sebagai berikut:
 Tentukan kriteria Pengukuran KKM.
158

 Tentukan rentang nilai kriteria KKM .


 Tentukan skor kriteria KKM .
 Tentukan rumus menghitung KKM
 Prosedural pencarian KKM.
Sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa kriteria pendekatan pengukuran
KKM mempergunakan tiga pendekatan, yakni pendekatan kompleksitas, pendekatan
daya dukung dan pendekatan intake siswa. Kepada tiga pendekatan ini ditentukan
rentang nilai kriteria KKM dan skor pada masing-masing kriteria dengan
mempergunakan rumus kriteria kompleksitas + kriteria daya dukung + kriteria intake
siswa 9 X 100 = kriteria rentang nilai KKM Sebagai berikut:
1. Rentang nilai kompleksitas:
Tinggi = 50 - 64
Sedang = 65 - 80
Rendah = 81 – 100
2. Rentang nilai daya dukung:
Tinggi = 81 - 100
Sedang = 65 - 80
Rendah = 50 – 64
3. Rentang nilai intake siswa:
Tinggi = 81 - 100
Sedang = 65 - 80
Rendah = 50 - 64
Kriteria skor nilai KKM sebagai berikut:
1. Rentang nilai kompleksitas:
Tinggi = 1
Sedang = 2
Rendah = 3
2. Rentang nilai daya dukung:
Tinggi = 3
Sedang = 2
Rendah = 1
3. Rentang nilai intake siswa:
Tinggi = 3
Sedang = 2
Rendah = 1
Rentang nilai merupakan alat bantu menentukan skor kriteria KKM pada tiap-tiap
unsur kriteria KKM, pada unsur kompleksitas, rentang nilai 50-64 menandakan
kompleksitasnya tinggi dengan skor nilai 1 dan pada unsur daya dukung rentang nilai
8-100 menandakan daya dukungnya tinggi dengan skor nilai 3, dan pada intake
siswa rentang nilainya 50-64 menandakan intake siswa rendah dengan skor nilai 1
dan pada kompleksitas rentang nilainya 81-100 menandakan kompleksitasnya
rendah dengan skor nilai 1.
Menentukan kompleksitas, tinggi-sedang-rendah, dapat dilakukan dengan
memakai kompleksitas ranah, baik ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, dengan
mempergunakan rentang nilai sebagai berikut:
159

1) Kriteria kompleksitas
JENIS TINGKAT RENTANG
No. SKOR NILAI
PENDEKATAN KOMPETENSI NILAI
1. Pengetahuan
50 – 64 Tinggi 1
dan pemahaman
2. Penerapan dan
1 Ranah kognitif 65 – 80 Sedang 2
analisis
3. Sintesis dan
81 - 100 Rendah 3
evaluasi
1. Menerima dan 50 – 64 Tinggi 1
menanggapi
2 Ranah afektif 2. Menilai dan 65 – 80 Sedang 2
mengolah
3. Menghayati 81 - 100 Rendah 3
1. Peniruan dan 50 – 64 Tinggi 1
Ranah manipulasi
3
psikomotor 2. Artikulasi 65 – 80 Sedang 2
3. pengalamiahan 81 - 100 Rendah 3

2) Kriteria daya dukung


DAYA PERSEN
REALITA
DUKUNG PEROLEHAN RENTANG
No. DAYA SKOR NILAI
YANG DAYA NILAI
DUKUNG
DIBUTUHKAN DUKUNG
1 – 55 Rendah 1

1 56 – 80 Sedang 2

81 - 100 Tinggi 3

3) Kriteria intake siswa


RATA- RENTANG
No. NAMA SISWA NILAI SKOR NILAI
RATA NILAI
1 – 55 Rendah 1

1 56 – 80 Sedang 2

81 – 100 Tinggi 3
2
Dst

Selain mempergunakan kompetensi indicator dapat juga mempergunakan


pendekatan kompleksitas materi indikator, dengan kriteria sebagai berikut:
NO. JENIS MATERI RENTANG NILAI SKOR NILAI
1 Fakta 1 – 55 Rendah 3
2 Konsep 1 – 55 Rendah 3
3 Prinsip 56 – 80 Sedang 2
4 Prosedur 81 – 100 Tinggi 1

Pada hakikatnya walaupun dengan mempergunakan pendekatan diatas,


namun pengetahuan, keahlian dan keterampilan pendidik terhadap
160

pemahaman dan analisis indikator merupakan sesuatu yang sangat berarti


dalam penggunaan pendekatan diatas, mulai dari perumusan indikator melalui
analisis pemetaannya sampai kepada perumusan KKM itu sendiri, untuk ini
hanya guru yang profesional yang dapat melakukannya.
Setelah menemukan skor dari masing-masing pendekatan, maka skor itu
kita masukkan ke dalam rumus.
Contoh: Skor kompleksitas tinggi nilainya 1, Skor daya dukung sedang
nilainya 2 dan skor intake siswa tinggi nilainya 3.
Nilai-niiai ini kita masukkan ke dalam rumus sebagai berikut:

x 100 = 66,6 dibulatkan menjadi 67

Jadi KKM nya 67. KKM 67 untuk KKM satu indikator, sementara yang dicari
adalah KKM mata pelajaran, maka untuk mencari KKM mata pelajaran, melalui
KKM indikator, yakni carilah KKM setiap indikator untuk satu semester,
kemudian dijumlahkan, hasil penjumlahan dibagi sebanyak indikator dalam
satu semester, maka dapatlah nilai rata-rata, maka nilai rata-rata ini menjadi
nilai KKM mata pelajaran.

4. STRANDAR KETUNTASAN MINIMAL ( KKM ) KURIKULUM KTSP


Ketuntasan minimal diperlukan guru untuk mengetahui kompetensi yang sudah
dikuasai secara tuntas agar guru mengetahui sedini mungkin kesulitan peserta didik,
sehingga pencapaian kompetensi yang kurang optimal dapat segera diperbaiki.
Penentuan ketuntasan minimal ditetapkan pada awal tahun pelajaran melalui
musyawarah antara guru, kepala sekolah, dan stakeholder lainnya. Ketuntasan
minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan (sekolah) dengan memperhatikan:
 Intake (kemampuan rata-rata peserta didik).
 Kompleksitas (mengidentifikasi indikator sebagai penanda tercapainya
kompetensi dasar).
 Kemampuan daya dukung (berorientasi pada sumber belajar).
Sesuai dengan petunjuk yang ditetapkan oleh BSNP maka ada beberapa rambu-
rambu yang harus diamati sebelum ditetapkan KKM di sekolah. Adapun rambu-
rambu yang dimaksud adalah:
 KKM ditetapkan pada awal tahun pelajaran.
 KKM ditetapkan oleh forum/ dewan pendidik.
 KKM dinyatakan dalam bentuk prosentasi berkisar antara 0-100, atau rentang
nilai yang sudah ditetapkan.
 Kriteria ditetapkan untuk masing-masing indikator idealnya berkisar 75 %.
 Sekolah dapat menetapkan KKM dibawah kriteria ideal (sesuai kondisi sekolah).
 Dalam menentukan KKM haruslah dengan mempertimbangkan tingkat
kemampuan rata-rata peserta didik, kompleksitas indikator, serta kemampuan
sumber daya pendukung.
 KKM dapat dicantumkan dalam LHBS (Laporan Hasil Belajar Siswa) sesuai
model yang ditetapkan atau dipilih sekolah.
161

Kemudian dalam menafsirkan KKM dapat pula dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya:
Pemberian Point/Skor, Pemberian Poin adalah dengan memberikan point pada
setiap kriteria yang ditetapkan, Kompleksitas (tingkat kesulitan/ kerumitan).
 Kompleksitas tinggi pointnya = 1
 Kompleksitas sedang pointnya = 2
 Kompleksitas rendah pointnya = 3
Daya dukung (Sarana/ prasarana, kemampuan guru, lingkungan biaya):
 Daya dukung tinggi pointnya = 3
 Daya dukung sedang pointnya = 2
 Daya dukung rendah pointnya = 1
Intake Siswa (masukan kemampuan siswa):
 Intake siswa tinggi pointnya = 3
 Intake siswa sedang pointnya = 2
 Intake siswa rendah pointnya = 1
Contoh: Jika indikator memiliki kreteria sebagai berikut; Kompleksitas tinggi =1,
daya dukung tinggi =3, intake sisaa sedang = 2, maka KKM-nya adalah (1 + 3 + 2) /x
10= 66, 7 %.
Dengan menggunakan rentang nilai/skala penilaian. Dengan menggunakan
rentang nilai/skala penilaian adalah sebagai berikut:
Kompleksitas (tingkat kesulitan / kerumitan);
 Kompleksitas tinggi rentang nilainya = <65
 Kompleksitas sedang rentang nilainya = 65 -79
 Kompleksitas rendah rentang nilainya = 8 -100
Daya dukung (sarana/prasarana, kemampuan guru, lingkungan dan biaya) adalah;
 Daya dukung tinggi rentang nilainya = 80- 100.
 Daya dukung sedang rentang nilainya = 65 -79
 Daya dukung sedang rentang nilainya = < 65
Intake siswa (masukan Kemampuan Siswa) adalah;
 Intake siswa tinggi rentang nilainya = 80- 100
 Intake siswa sedang rentang nilainya = 65-79
 Intake siswa sedang rentang nilainya = < 65

6. STANDAR KETUNTASAN MINIMUM KURIKULUM 2013


Mulai tahun ajaran 2014/ 2015 di seluruh sekolah per tingkatan yang
menerapkan pembelajaran Kurikulum 2013. Dengan diterapkannya Kurikulum baru,
maka sistem perangkat pembelajaran juga tersentral terutama silabus. Untuk RPP
juga berbeda dengan model KTSP karena Pembelajaran pada kurikulum
menggunakan pendekatan saintifik. Untuk tingkatan SMK dan SMA/MA/MAK
dilaksanakan pada kelas X dan XI. Bagi guru seluruh jenjang secara bertahap juga
162

dilakukan pembimbing implementasi ku rikulum 2013. Jadi tidak ada alasan lagi bagi
guru untuk tidak melaksanakannya.
Bila dipahami secara keseluruhan, kurikulum 2013 lebih bagus karena siswa
berperan aktif dalam pembelajaran setiap mata pelajaran yang diberikan. Penillaian
juga menitikberatkan pada sikap, ketrampilan dan pengetahuan.
Pada Kurikulum 2013 juga adanya ketuntasan bagi peserta didik tetapi sangat
berbeda dengan penerapan kurikulum KTSP. Seperti yang kita ketahui bersama,
pada kurikulum sebelumnya dikenal istilah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).
Dalam hal ini KKM menjadi tolok ukur apakah seorang peserta didik dikatakan tuntas
atau tidak dalam menempuh kompetensi tertentu. KKM sendiri ditentukan dengan
memperhatikan tiga aspek yaitu: intake, kompleksitas, dan daya dukung. Sehingga,
terdapat perbedaan KKM hampir di setiap mata pelajaran dan bahkan antar mata
pelajaranpun dalam satu satuan pendidikan mungkin juga berbeda KKMnya.
Konversi Nilai Skala 1-100 Ke Skala 1-4 Penilaian Pengetahuan, Keterampilan
dan Sikap.
Table Konversi Nilai Akhir
N NILAI AKHIR KONVERSI NILAI NILAI NILAI
O. KTSP AKHIR K13 PENGETAHUAN SIKAP
SKALA 1-100 INTERVAL SKALA DAN
1-4 KETERAMPILAN SB
1 91,75-100,0 3,67 – 4,00 4,00 A

2 83,50-91,50 3,34-3,66 3,66 A-


3 75,25-83,35 3,01-3,33 3,33 B+ B
4 66,75-75,00 2,67-3,00 3,00 B
5 58,75-66,50 2,34-2,66 2,66 B-
6 50,25-58,25 2,01-2,33 2,33 C+ C
7 41,75-50,00 1,67-2,00 2,00 C
8 33,50-41,50 1,34-1,66 1,66 C-
9 25,25-33,25 1,01-1,33 1,33 D+ K
10 00,00-25,00 0,00-1,00 1 C

Dalam kurikulum 2013 nilai yang diperoleh siswa tidak lagi berupa angka 0-100
melainkan 1-4 dengan kelipatan 0,33. Dalam kurikulum 2013 siswa dinilai dalam 3
kompetensi yaitu sikap (KI-1 dan KI-2), pengetahuan (KI-3), dan keterampilan (KI-4).
Sesuai dengan Permendikbud 81A Tahun 2013, untuk KI-3 dan KI-4 peserta
didik dapat dikatakan tuntas apabila menunjukkan indikator nilai Z 2.66 dari hasil tes
formatif. Sedangkan, untuk KI-l dan KI-2 peserta didik dinyatakan tuntas jika profil
sikap peserta didik secara umum berada pada kategori baik (B) menurut standar
yang ditetapkan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Bagaimana jika yang tidak tuntas adalah kompetensi sikap? ]ika peserta didik
belum dinyatakan tuntas untuk kompetensi sikap (KI-l dan KI-2) maka pembinaan
terhadap peserta didik yang secara umum profil sikapnya belum berkategori baik
dilakukan secara holistik (paling tidak oleh guru mata pelajaran, guru BK, dan orang
tua).
163

Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 menentukan ketuntasan belajar pada


predikat dan nilai berikut:
Tabel Kriteria Ketuntasan Minimum ( KKM )
NILAI KOMPETENSI
PREDIKAT PENGETAHUAN KETERAMPILAN SIKAP
B- 2,66 2,66 BAIK

Keterangan :
A. Nilai Pengetahuan
1. Capaian Kompetansi Pengetahuan
 Penilaian Pengetahuan dilakukan oleh Guru mata pelajaran (Pendidik),
terdiri atas: nilai proses (Nilai Harian) = NH; nilai Ulangan Tengah
Semester = NTS; dan Nilai ulangan Akhir Semester = NAS.
 Nilai "Harian (NH) dapat dilakukan melalui tes tulis, tes lisan, atau
penugasan setiap kompetensi dasar (KD) sesuai dengan karakteristik KD
tersebut.
 Rerata Nilai Harian (RNH) diperoleh dari rerata hasil Tes Tulis, Tes
Lisan, dan Penugasan setiap Kompetensi Dasar (KD).
 Capaian Kompetensi Pengetahuan merupakan rerata atau menggunakan
bobot dari data RNH, NTS, dan NAS. Penentuan besarnya bobot pada
masing-masing RNI, NTS, dan NAS merupakan kebijakan satuan
pendidikan yang dirumuskan bersama dengan dewan guru. Beberapa hal
yang dapat menjadi pertimbangan bagi satuan pendidikan dalam
menentukan besarnya bobot adalah: a). tingkat cakupan kompetensi
yang diukur; b). Konsistensi dan kontinuitas pengukuran pencapaian
kompetensi; c). Keakuratan pengukuran pelaksanaan masing-masing
ulangan; dan d). Pemenuhan kompetensi secara bertahap dan
menyeluruh.
2. ]ika peserta didik belum dinyatakan tuntas untuk KI-3 dan KI-4 maka
diberikan remedial individual sesuai dengan kebutuhan kepada peserta didik
yang memperoleh nilai kurang dari 2.66 dan diadakan remedial klasikal
sesuai dengan kebutuhan apabiia lebih dari 75% peserta didik memperoleh
nilai kurang dari 2.66.

B. Nilai Keterampilan
Nilai Keterampilan adalah menilai kompetensi keterampilan meiaiui peniiaian
kinerja, yaitu penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu
kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktik, proyek, dan penilaian
portofolio. insuumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating
scale) yang dilengkapi rubrik. Rubrik adalah daftar kriteria yang menunjukkan kinerja,
aspek-aspek atau konsep-konsep yang akan dinilai, dan gradasi mutu, mulai dari
tingkat yang paling sempurna sampai yang paling buruk. Nilai KKM pengetahan
ketrampilan adalah 2,66. Bila kurang dari nilai ini maka dilakukan remedial sebelum
nilai dimuat dalam rapor semester tersebut. Nilai keterampilan yang tercakup dalam
kurikulum 2013 adalah:
164

a) Test Praktek
Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan
melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi.
b) Tes Proyek
Proyek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang leliputi kegiatan
perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan
dalam waktu tertentu. Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian
terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu.
Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan,
pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data.
Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman,
kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan
menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.
Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan
yaitu sebagai berikut:
 Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan
mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
 Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap
pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelaiaran.
 Keaslian;
Projek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya,
dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan
terhadap proyek peserta didik.
Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan,
sampai hasil akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan
yang perlu dinilai, seperti penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data,
dan penyiapan laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat
disajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan
alat/instrumen penilaian berupa daftar cek atau skala penilaian.
c) Penilaian Produk
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan
kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan
peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan,
pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat
dari kayu, keramik, plastik, dan logam atau alat-alat teknologi tepat guna
yang sederhana. Pengembangan produk meliputi tiga tahap dan setiap tahap
perlu diadakan penilaian yaitu:
 Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan
merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan
mendesain produk.
165

 Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: 'penilaian kemampuan


peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan
teknik.
 Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang
dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik.
 Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya
dilakukan pada tahap appraisal.
 Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan
terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses
pengembangan.
d. Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara
menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang
bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan,
prestasi, dan/ atau kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu.
Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan
kepedulian peserta didik terhadap lingkungannya.
Kriteria tugas pada penilaian portofolio;
 Tugas sesuai dengan kompetensi dan tujuan pembelajaran yang akan
diukur. Hasil karya peserta didik yang dijadikan portofolio berupa
pekerjaan hasil tes, perilaku peserta didik sehari-hari, hasil tugas
terstruktur, dokumentasi aktivitas peserta didik di luar sekolah yang
menunjang kegiatan belajar.
 Tugas portofolio memuat aspek judul, tujuan pembelajaran, ruang
lingkup belajar, uraian tugas, kriteria penilaian.
 Uraian tugas memuat kegiatan yang melatih peserta didik
mengembangkan kompetensi dalam semua aspek (sikap,
pengetahuan, keterampilan).
 Uraian tugas bersifat terbuka, dalam arti mengakomodasi
dihasilkannya portofolio yang beragam isinya.
 Kalimat yang digunakan dalam uraian tugas menggunakan bahasa
yang komunikatif dan mudah dilaksanakan.
 Alat dan bahan yang digunakan dalam penyelesaian tugas portofolio
tersedia di lingkungan peserta didik dan mudah diperoleh.

C. Penilaian Sikap
Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian
diri (self assessment), penilaian " teman sejawat" (peer assessment), dan jurnal.
Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan
kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu. Sikap juga sebagai
ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang.
Penilaian sikap yang dapat dilakukan oleh para guru dengan menilai perilaku
sehingga penilaian sikap dilakukan dengan cara observasi perilaku, Kompetensi
sikap pada pembelajaran Fisika yang harus dicapai peserta didik sudah terinci
166

pada KD dari K1 1 dan KI 2. Guru Fisika dapat merancang lembar pengamatan


penilaian sikap untuk masing-masing KD.
Penilaian sikap meliputi:
 Penilaian kompetensi sikap melalui observasi
 Penilaian Sikap melalui Penilaian Diri
 Penilaian Sikap melalui Penilaian antar Peserta Didik
 Penilaian Sikap melalui Jurnal
Bagaimana jika yang tidak tuntas adalah kompetensi sikap? Jika peserta didik
belum dinyatakan tuntas untuk kompetensi sikap (KI-l dan Kl-2) maka pembinaan
terhadap peserta didik yang secara umum profil sikapnya belum berkategori baik
dilakukan secara holistik (paling tidak oleh guru mata pelajaran, guru BK, dan orang
tua).
167

7. CONTOH FORMAT KKM

PENETAPAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)


SMA NEGERI……………………
TAHUN PELAJARAN 2015 2016
Mata Pelajaran : Pendidikan Jasmani Olahraga Dan Kesehatan Kelas/Semester : X/Ganjil
KKM : 73
Nomor Kompetensi Dasar Kriteria Ketuntasa Minimal
Urut Standar Kriteria Penetapan Keputusan Nilai
Kompetensi KKM
Kompleksitas Daya Intake
Dukung
1 1.Mempraktikkan 1.1 Mempraktikkan
berbagai keterampilan bermain
keterampilan salah satu permainan
permainan dan olahraga beregu
olahraga dalam bola besar serta nilai
bentuk sederhana kerjasama, kejujuran,
dan nilai-nilai menghargai,
yang terkandung semangat, dan
di dalamnya, percaya diri.
Sepak Bola 74 72 73 73
Bola Basket 74 73 72 73
1.2 Mempraktikkan
keterampilan atletik
dengan menggunakan
peraturan yang
dimodifikasi serta nilai
kerjasama, kejujuran,
menghargai,
semangat, dan
percaya diri.
Lari jangka pendek
72 73 72 73
2.1 Mempraktikkan
2 2.Mempraktikkan latihan kekuatan,
kebugaran kecepatan, daya
jasmani dan cara tahan dan kelentukan
pengukurnya untuk kebugaran
sesuai dengan jasmani dalam bentuk
kebutuhan dan sederhana serta nilai
nilai-nilai yang tanggungjawab,
terkandung disiplin, dan percaya
didalamnya, diri.
Latihan kebugaran
jasmani 74 74 73 73
Tes dan pengukur
Cara merawat 72 72 73 73
kebugaran jasmani 73 72 72 73

3.1 Mempraktikkan
168

3 3.Mempraktikkan rangkaian
keterampilan senamlantai dengan
senam lantai dan menggunakan
nilai-nilai yang bantuan serta nilai
terkandung di percaya diri,
dalamnya. kerjasama,
tanggungjawab dan
menghargai teman
Senam lantai 72 72 73 73

4 4.Mempraktikkan 4.1 Mempraktikkan


aktivitas ritmik keterampilan gerak
tanpa alat dengan dasar langkah dan
koordinasi yang lompat pada aktivitas
baik dan nilai-nilai ritmik tanpa alat serta
yang terkandung nilai kedisiplinan,
di dalamnya, konsentrasi dan
keluwesan,
Senam aerobic 74 73 73 73
5.Mempraktikkan
5 salah satu gaya 5.1 Mempraktikkan
renang dan loncat keterampilan teknik
indah sederhana dasar salah satu gaya
dan nilai-nilai renang serta nilai
yang terkandung disiplin, keberanian,
di dalamnya. tanggung jawab, dan
kerja keras.
Renang gaya bebas 72 72 75 73
6.Mempraktikkan
6 perencanaan 6.1 Mempraktikkan
Penjelajahan dan keterampilan dasar-
penyelamatan dasar kegiatan
aktivitas di alam menjelajah pantai
bebas dan nilai- serta nilai
nilai yang tanggungjawab,
terkandung di kerjasama, toleransi,
dalamnya). tolong menolong,
melaksanakan
keputusan kelompok,
Penjelajahan Pantai 73 73 73 73
7.Menerapkan
7 budaya hidup 7.1 Menerapkan
sehat. bahaya 73 73 73 73
penyalahgunaan
Narkoba
169

PENETAPAN KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)


SMA NEGERI……………………
TAHUN PELAJARAN 2015 2016
Mata Pelajaran : Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan Kelas/Semester: X/Genap

KKM : 73
Nomor Kompetensi Dasar Kriteria Ketuntasa Minimal
Urut SK Kriteria Penetapan Keputusan Nilai
KKM
Kompleksitas Daya Intake
Dukung
1 1.Mempraktikkan 1.1 Mempraktikkan
berbagai keterampilan bermain
keterampilan salah satu permainan
permainan dan olahraga beregu
olahraga dalam bola besar serta nilai
bentuk sederhana kerjasama, kejujuran,
dan nilai-nilai menghargai,
yang terkandung semangat, dan
di dalamnya, percaya diri.
Permainan Bola voli 73 74 73 73
1.2 Mempraktikkan
keterampilan bermain
salah satu permainan
dan olaraga bola kecil
dengan menggunakan
peraturan dimodifikasi
serta nilai kerjasama,
kejujuran, menghargai
dan percaya diri
Bermain soft 74 72 73 73
ball/Base ball
1.3 Mempraktikkan
keterampilan atletik
dengan menggunakan
peraturan yang
dimodifikasi serta nilai
kerjasama, kejujuran,
menghargai, semngat
dan percaya diri.
Atletik
1.4 Mempraktikkan 73 74 72 73
keterampilan gerak
olehraga bela diri
serta nilai kejujuran,
toleransi, kerja keras
dan percaya diri
Beladiri pencak silat
74 72 73 73
2.1 Mempraktikkan
2 2.Mempraktikkan berbagai bentuk
latihan kebugaran kebugaran jasmani
170

jasmani dan cara sesuai dengan


mengukurnya kebutuhan serta nilai
sesuai dengan kejujuran,
kebutuhannya tanggungjawab,
dan nilai-nilai disiplin, dan percaya
yang terkandung diri.
di dalamnya, Latihan Kebugaran
2.2 Mempraktikkan 74 73 73 73
tes kebugaran dan
interpretasi hasil tes
dalam menentukan
derajat kebugaran
serta nilai kejujuran,
semangat,
tanggungjawab,
disiplin, dan percaya
diri.
Tes Kebugaran
72 74 73 73
3.1 Mempraktikkan
3 3.Mempraktikkan keterampilan
rangkaian rangkaian
keterampilan senamlantai dengan
senam lantai dan menggunakan alat
nilai-nilai yang serta nilai percaya
terkandung di diri, kerjasama,
dalamnya. tanggungjawab dan
menghargai teman
Senam lantai 72 72 73 73

4 4.Mempraktikkan 4.1 Mempraktikkan


aktivitas ritmik kombinasi
tanpa alat dengan keterampilan langkah
koordinasi yang kaki dan ayunan
baik dan nilai-nilai lengan pada aktivitas
yang terkandung ritmik berirama tanpa
di dalamnya, alat serta nilai disiplin,
toleransi, keluwesan
dan estetika.
Aktivitas ritmik 73 73 74 73
5.Mempraktikkan
5 beberapa gaya 5.1 Mempraktikkan
renang dan kombinasi teknik
pertolongan renang gaya dada,
kecelakaan air gaya bebas, dan
dan nilai-nilai salah satu gaya lain
yang terkandung serta nilai disiplin,
di dalamnya. kerja keras,
keberanian dan
tanggungjawab, 73 72 74 73
Renang gaya dada
5.2 mempraktikkan
keterampilan dasar
pertolongan
171

kecelakaan di air
dengan sistim
Resusitas Janting dan
Paru (RJP) serta nilai
disiplin, kerja keras,
keberanian dan
tanggungjawab. 74 73 73 73
Penyelematan
6.Mempraktikkan kecelakaan di air.
6 perencanaan
Penjelajahan dan 6.1 Mempraktikkan
penyelamatan keterampilan dasar-
aktivitas di alam dasar kegiatan
bebas dan nilai- menjelajah gunung
nilai yang serta nilai
terkandung di tanggungjawab,
dalamnya. kerjasama, toleransi,
tolong menolong, dan
melaksanakan
7.Menerapkan keputusan kelompok, 74 72 73 73
7 budaya hidup Penjelajahan gunung
sehat. 7.1 Menganalisis 73 73 74 73
dampak seks bebas
7.2 Memahami cara 73 73 74 73
menghindari sesk
bebas

Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran

…………………. ………………………..
172

BAB XI
PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK

1. PENGANTAR
Materi ini merupakan ringkasan atau intisari dari Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2015 Tentang Penilaian Hasil Belajar
Oleh pendidik dan satuan pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Kurikulum 2013 sebagai kurikulum yang baru memiliki arah dan paradigma yang
berbeda dibandingkan kurikulum-kurikulum sebelumnya, yakni kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) tahun 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun
2006. Pada setiap kurikulum, evaluasi menjadi hal yang sangat penting untuk di perhatikan,
mengingat evaluasi sebagai salah satu alat untuk menilai dan mengukur tingkat kemampuan
peserta didik di samping memahami perubahan-perubahan yang terjadi pada keseharian
peserta didik. Kurikulum 2013 mengisyaratkan penting sistem penilaian diri, dimana peserta
didik dapat menilai kemampuannya sendiri. Sistem penilaian mengacu pada tiga (3) aspek
penting, yakni: Knowlidge, Skill dan Attitude.
Dalam peraturan Permendiknas nomor 20 tahun 2007 tentang standar penilaian
pendidikan disebutkan bahwa “Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil
belajar peserta didik. Setiap skill, knowlidge dan attitude peserta didik harus dinilai dengan
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan jenis evaluasi yang digunakan.
Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan informasi untuk menentukan
pencapaian hasil belajar peserta didi. Penilaian menjadi penentu tingkat keberhasilan
peserta didik dalam sistem pembelajaran.

2. PRINSIP PENILAIAN PESERTA DIDIK


Pada kurikulum KTSP tahun 2006 sebagaimana terlampir dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2007 tanggal 11 juni 2007 tentang Standar penilaian
pendidikan, bahwa penilaian hasil belajar peserta didik khususnya pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang
diukur.
b. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak
dipengaruhi subjektivitas penilai.
c. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena
berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat
istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
d. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak
terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
e. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan, menyeluruh dan
berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup semua aspek
173

kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk


memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
f. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikuti langkah-langkah baku.
g. Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi
yang ditetapkan.
h. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik,
prosedur, maupun hasilnya.
Standar Penilaian pendidikan dalam kurikulum 2013 sebagaimana telah disebutkan
dalam permendikbud No. 66 Tahun 2013 bahwa standar Penilaian Pendidikan adalah
kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
Adapun Prinsip penilaian dalam peraturan baru (Pemendiknas No 66 tahun 2013) tersebut
sebagai berikut:
a. Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor
subjektivitas penilai.
b. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu
dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.
c. Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporannya.
d. Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diakses oleh semua pihak.
e. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal
sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan hasilnya.
f. Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.

Model penilaian dalam kurikulum 2013 yang dilakukan saat proses pembelajaran
berlangsung berdasarkan tiga komponen di atas. Diantara teknik dan instrumen penilaian
sebagai berikut :
1) Penilaian kompetensi sikap
Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri,
penilaian ”teman sejawat” (peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen
yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antar peserta didik
adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan
pada jurnal berupa catatan pendidik.
2) Penilaian Kompetensi Pengetahuan
Menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.
3) Penilaian Kompetensi Keterampilan
Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui Penilaian kinerja, yaitu
penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi
tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen
yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi
rubrik.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik yang dilakukan secara berkesinambungan
bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk
meningkatkan efektivitas pembelajaran. Adapun penilaian terhadap peserta didik
dapat dilihat sebagai berikut.
174

a. Proses penilaian di awali dengan mengkaji silabus sebagai acuan dalam


membuat rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester. Setelah
menetapkan kriteria penilaian, pendidik memilih teknik penilaian sesuai
dengan indikator dan mengembangkan instrurnen serta pedoman penskoran
sesuai dengan teknik penilaian yang dipilih.
b. Pelaksanaan penilaian dalam proses pembelajaran diawali dengan
penelusuran dan diakhiri dengan tes atau nontes. Penelusuran dilakukan
dengan menggunakan teknik bertanya untuk mengeksplorasi pengalaman
belajar sesuai dengan kondisi dan tingkat kemampuan peserta didik.
c. Penilaian pada pembelajaran tematik terpadu dilakukan dengan mengacu
pada indikator dari Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran yang
diintegrasikan dalam terna tersebut.
d. Hasil penilaian oleh pendidik dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui
kemajuan dan kesulitan belajar, dikembalikan kepada peserta didik disertai
balikan (feedback) berupa komentar yang mendidik (penguatan) yang
dilaporkan kepada pihak terkait dan dimanfaatkan untuk perbaikan
pembelajaran.
e. Laporan hasil penilaian oleh pendidik berbentuk:
 Nilai dan/ atau deskripsi pencapaian kompetensi, untuk hasil penilaian
kompetensi pengetahuan dan keterampilan termasuk penilaian hasil
pembelajaran tematik-terpadu.
 Deskripsi sikap, untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan sikap
sosial.
f. Laporan hasil penilaian oleh pendidik disampaikan kepada kepala sekolah/
madrasah dan pihak lain yang terkait (misal: wali kelas, guru Bimbingan dan
Konseling, dan orang tua/ wali) pada periode yang ditentukan.
g. Penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial dilakukan oleh semua
pendidik selama satu semester, hasilnya diakumulasi dan dinyatakan dalam
bentuk deskripsi kompetensi oleh wali kelas/ guru kelas.

3. PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH PENDIDIK


Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 53 tahun
2015 tentang Penilaian hasil belajar oleh pendidik dan satuan pendidikan pada
Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, menjelaskan sebagai berikut:
1) Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik adalah proses pengumpulan informasi/ data
tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam aspek sikap, aspek
pengetahuan, dan aspek keterampilan yang dilakukan secara terencana dan
sistematis yang dilakukan untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan
perbaikan hasil belajar melalui penugasan dan evaluasi hasil belajar.
2) Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan adalah proses pengumpulan
informasi/ data tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam aspek
pengetahuan dan aspek keterampilan yang dilakukan secara terencana dan
sistematis dalam bentuk penilaian akhir dan ujian sekolah/ madrasah.
3) Penilaian Akhir adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian
kompetensi peserta didik pada akhir semester dan / atau akhir tahun.
175

4) Ujian Sekolah/Madrasah adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur


pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan /
atau penyelesaian dari suatu Satuan Pendidikan.
5) Kriteria Ketuntasan Minimal yang selanjutnya disebut KKM adalah kriteria
ketuntasan belajar yang ditentukan oleh Satuan Pendidikan yang mengacu pada
standar kompetensi kelulusan, dengan mempertimbangkan karakteristik peserta
didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi Satuan Pendidikan.
Pada pasal berikutnya dijelaskan bahwa:
1. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik berfungsi untuk memantau kemajuan
belajar, memantau hasil belajar, dan mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil
belajar peserta didik secara berkesinambungan.
2. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dilaksanakan untuk memenuhi fungsi
formatif dan sumatif dalam penilaian.
3. Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik memiliki tujuan untuk:
 Mengetahui tingkat penguasaan kompetensi;
 Menetapkan ketuntasan penguasaan kompetensi;
 Menetapkanprogram perbaikan atau pengayaan
 Berdasarkan tingkat penguasaan kompetensi; dan
 Memperbaiki proses pembelajaran.

Lingkup Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik mencakup aspek sikap, aspek
pengetahuan, dan aspek keterampilan. Lingkup Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan
Pendidikan mencakup aspek pengetahuan dan aspek keterampilan.
Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik menggunakan berbagai instrumen
penilaian berupa tes, pengamatan, penugasan perseorangan atau kelompok, dan
bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan
peserta didik. Instrumen penilaian yang digunakan oleh Satuan Pendidikan dalam
bentuk Penilaian Akhir dan/ atau Ujian Sekolah/Madrasah memenuhi persyaratan
substansi, konstruksi, dan bahasa serta memiliki bukti validitas empirik.

Lingkup Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik mencakup kompetensi sikap


(spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan.
1. Sikap (Spiritual dan Sosial)
Sasaran Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada ranah sikap splrltual dan
sikap sosial adalah sebagai berikut.
Tingkatan Sikap Deskripsi
Menerima nilai Kesediaan menerima suatu nilai dan memberikan
perhatian terhadap nilai tersebut.
Menanggapi nilai Kesediaan menjawab suatu nilai dan ada rasa puas
dalam membicarakan nilai tersebut.
Menghargai nilai Menganggap nilai tersebut baik; menyukai nilai
tersebut dan komitmen terhadap nilai tersebut.
Mengamalkan nilai Memasukkan nilai tersebut sebagai bagian dari sistem
nilai dirinya.
Menerima nilai Mengembangkan nilai tersebut sebagai ciri dirinya
176

dalam berpikir, berkata, berkomunikasi, dan bertindak


(karakter).

2. Pengetahuan
Sasaran Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada kemampuan berpikir adalah
sebagai berikut.
Kemampuan Berpikir Deskripsi
Mengingat: Pengetahuan hafalan: ketepatan, kecepatan,
Mengemukakan kembali kebenaran pengetahuan yang diingat dan kembali
sudah dipelajari dari guru, apa yang digunakan ketika menjawab pertanyaan
buku, sumber lainnya tentang fakta, definisi konsep, prosedur, guru, buku,
sebagaimana aslinya, tanpa sumber hukum, teori dari apa yang sudah dipelajari
melakukan perubahan. di kelas tanpa diubah/ berubah.

Memahami: Kemampuan mengolah pengetahuan yang


Sudah ada proses pengolahan dipelajari menjadi sesuatu yang baru seperti
dari bentuk aslinya tetapi arti menggantikan suatu kata/ istilah dengan kata/
dari kata, istilah, tulisan, istilah lain yang sama maknanya; menulis kembali
grafik, tabel, gambar, foto suatu kalimat/ paragraf/tulisan dengan kalimat/
tidak berubah. paragraf/ tulisan sendiri dengan tanpa mengubah
artinya informasi aslinya; mengubah bentuk
komunikasi dari bentuk kalimat ke bentuk grafik/
tabel/ visual atau sebaliknya; memberi tafsir suatu
kalimat/ paragraf/ tulisan/ data sesuai dengan
kemampuan peserta didik; memperkirakan.
kemungkinan yang terjadi dari suatu informasi yang
terkandung dalam suatu kalimat/ paragraf/ tulisan/
data.
Menerapkan: Kemampuan menggunakan pengetahuan seperti
Menggunakan informasi, konsep massa, cahaya, suara, listrik, hukum
konsep, prosedur, prinsip, penawaran dan permintaan, hukum Boyle, hukum
hukum, teori yang sudah Archimedes, membagi/ mengali/ menambah/
dipelajari untuk sesuatu yang mengurangi/ menjumlah, menghitung modal dan
baru / belum dipelajari. harga, hukum persamaan kuadrat, menentukan
arah kiblat, menggunakan jangka, menghitung jarak
tempat di peta, menerapkan prinsip kronologi dalam
menentukan waktu suatu benda/ peristiwa, dan
sebagainya dalam mempelajari sesuatu yang belum
pernah dipelajari sebelumnya.
Menganalisis: Kemampuan mengelompokkan benda berdasarkan
Menggunakan keterampilan persamaan dan perbedaan ciri-cirinya, memberi
yang telah dipelajarinya nama bagi kelompok tersebut, menentukan apakah
terhadap suatu informasi yang satu kelompok sejajar/ lebih tinggi/ lebih luas dari
belum diketahuinya dalam yang lain, menentukan mana yang lebih dulu dan
mengelompokkan informasi, mana yang belakangan muncul, menentukan mana
menentukan keterhubungan yang memberikan pengaruh dan mana yang
antara satu kelompok/ menerima pengaruh, menemukan keterkaitan
informasi dengan kelompok/ antara fakta dengan kesimpulan, menentukan
informasi lainnya, antara fakta konsistensi antara apa yang dikemukakan di bagian
dengan konsep, antara awal dengan bagian berikutnya, menemukan
argumentasi dengan pikiran pokok penulis/ pembicara/ narasumber,
kesimpulan, benang merah menemukan kesamaan dalam alur berpikir antara
177

pemikiran antara satu karya satu karya dengan karya lainnya, dan sebagainya.
dengan karya lainnya.

Mengevaluasi: Menentukan Kemampuan menilai apakah informasi yang


nilai suatu benda atau diberikan berguna, apakah suatu informasi/ benda
informasi berdasarkan suatu menarik/ menyenangkan bagi dirinya, adakah
kriteria. penyimpangan dari kriteria suatu pekerjaan/
keputusan/ peraturan, memberikan pertimbangan
alternatif mana yang harus dipilih berdasarkan
kriteria, menilai benar/ salah/ bagus/ jelek dan
sebagainya suatu hasil kerja berdasarkan kriteria.
Mencipta: Kemampuan membuat suatu cerita/ tulisan dari
Membuat sesuatu yang baru berbagai sumber yang dibacanya, membuat suatu
dari apa yang sudah ada benda dari bahan yang tersedia, mengembangkan
sehingga hasil tersebut fungsi baru dari suatu benda, mengembangkan
merupakan satu kesatuan berbagai bentuk kreativitas lainnya.
utuh dan berbeda dari
komponen yang digunakan
untuk membentuknya.

Sasaran Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada dimensi pengetahuan


adalah sebagai berikut.
Dimensi Pengetahuan Deskripsi
Faktual Pengetahuan tentang istilah, nama orang, nama benda,
angka, tahun, dan hal-hal yang terkait secara khusus
dengan suatu mata pelajaran.
Konseptual Pengetahuan tentang kategori, klasifikasi, keterkaitan
antara satu kategori dengan lainnya, hukum kausalita,
definisi, teori.
Prosedural Pengetahuan tentang prosedur dan proses khusus dari
suatu mata pelajaran seperti algoritma, teknik, metoda, dan
kriteria untuk menentukan ketepatan penggunaan suatu
prosedur.
Metakognitif Pengetahuan tentang cara mempelajari pengetahuan,
menentukan pengetahuan yang penting dan tidak penting
(strategic knowledge), pengetahuan yang sesuai dengan
konteks tertentu, dan pengetahuan diri (self-knowledge).

3. Keterampilan
Sasaran Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada keterampilan abstrak berupa
kemampuan belajar adalah sebagai berikut.
Kemampuan belajar Dekripsi
Mengamati Perhatian pada waktu mengamati suatu objek/ membaca
suatu tulisan/ mendengar suatu penjelasan, catatan yang
dibuat tentang yang diamati, kesabaran, waktu (on task)
yang digunakan untuk mengamati.
Menanya Jenis, kualitas, dan jumlah pertanyaan yang diajukan
peserta didik (pertanyaan faktual, konseptual, prosedural,
dan hipotetik).
Mengumpulkan Jumlah dan kualitas sumber yang dikaji/ digunakan,
178

informasi/ mencoba kelengkapan informasi, validitas informasi yang


dikumpulkan, dan instrumen/ alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data.
Menalar/ mengasosiasi Mengembangkan interpretasi, argumentasi dan kesimpulan
mengenai keterkaitan informasi dari dua fakta/ konsep,
interpretasi argumentasi dan kesimpulan mengenai
keterkaitan lebih dari dua fakta/konsep/ teori, mensintesis
dan argumentasi serta kesimpulan keterkaitan antar
berbagai jenis fakta/ konsep/ teori/ pendapat;
mengembangkan interpretasi, struktur baru, argumentasi,
dan kesimpulan yang menunjukkan hubungan fakta/
konsep/ teori dari dua sumber atau lebih yang tidak
bertentangan, mengembangkan interpretasi, struktur baru,
argumentasi dan kesimpulan dari konsep/ teori/ pendapat
yang berbeda dari berbagai jenis sumber.
Mengomunisasikan Menyajikan hasil kajian (dari mengamati sampai menalar)
dalam bentuk tulisan, grafis, media l elektronik, multi media
dan lain-lain.

Sasaran Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada keterampilan kongkret


adalah sebagai berikut.
Keterampilan kongkret Deskripsi
Persepsi (perception) Menunjukan perhatian untuk melakukan suatu
gerakan.
Kesiapan (set) Menunjukan kesiapan mental dan fisik untuk
melakukan suatu gerakan.
Meniru (guided response) Meniru gerakan secara terbimbing.
Membiasakan gerakan Melakukan gerakan mekanistik.
(mechanism)
Mahir (complex or overt Melakukan gerakan kompleks dan termodifikasi
response)
Menjadi gerakan alami Menjadi gerakan alami yang diciptakan sendiri
(adaption) atas dasar gerakan yang sudah dikuasai
sebelumnya.
Menjadi tindakan orisinal Menjadi gerakan baru yang orisinal dan sukar
(origination) ditiru oleh orang lain dan menjadi ciri khasnya.

Mekanisme Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik meliputi:


 Perancangan strategi penilaian oleh pendidik dilakukan pada saat penyusunan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan silabus;
 Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dilakukan untuk memantau proses,
kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar melalui penugasan dan pengukuran
pencapaian satu atau lebih Kompetensi Dasar;
 Penilaian aspek sikap dilakukan melalui observasi/ pengamatan sebagai sumber
informasi utama dan pelaporannya menjadi tanggungjawab wali kelas atau guru
kelas;
 Hasil penilaian pencapaian sikap oleh pendidik disampaikan dalam bentuk
predikat atau deskripsi;
179

 Penilaian aspek pengetahuan dilakukan melalui tes tertulis, tes lisan, dan
penugasan sesuai dengan kompetensi yang dinilai;
 Penilaian keterampilan dilakukan melalui praktik, produk, proyek, portofolio, dan/
atau teknik lain sesuai dengan kompetensi yang dinilai;
 Hasil penilaian pencapaian pengetahuan dan keterampilan oleh pendidik
disampaikan dalam bentuk angka dan/ atau deskripsi; dan
 Peserta didik yang belum mencapai KKM harus mengikuti pembelajaran remedi.

Mekanisme Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan meliputi:


 Menyusun perencanaan penilaian tingkat Satuan Pendidikan;
 KKM yang harus dicapai oleh peserta didik ditetapkan oleh Satuan Pendidikan;
 Penilaian dilakukan dalam bentuk Penilaian Akhir dan Ujian Sekolah/ Madrasah;
 Penilaian Akhir meliputi Penilaian Akhir semester dan Penilaian Akhir tahun;
 Hasil penilaian sikap dilaporkan dalam bentuk predikat dan/ atau deskripsi;
 Hasil penilaian pengetahuan dan keterampilan dilaporkan dalam bentuk nilai,
predikat dan deskripsi pencapaian kompetensi mata pelajaran;
 Laporan hasil penilaian pendidikan pada akhir semester, dan akhir tahun
ditetapkan dalam rapat dewan guru berdasar hasil penilaian oleh pendidik dan
hasil penilaian oleh Satuan Pendidikan; dan kenaikan kelas dan/ atau kelulusan
peserta didik ditetapkan melalui rapat dewan guru.

Hasil belajar yang diperoleh dari penilaian oleh pendidik digunakan untuk
menentukan kenaikan kelas peserta didik. Peserta didik dinyatakan tidak naik kelas
apabila hasil belajar dari paling sedikit 3 (tiga) mata pelajaran pada kompetensi
pengetahuan, keterampilan belum tuntas dan/ atau sikap belum baik.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor


104 Tahun 2014 dijelaskan bahwa:
1) Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dilaksanakan dalam bentuk penilaian
Autentik dan non-Autentik.
2) Penilaian Autentik merupakan pendekatan utama dalam Penilaian Hasil Belajar
oleh Pendidik.
3) Bentuk penilaian Autentik mencakup penilaian berdasarkan pengamatan, tugas
ke lapangan, portofolio, projek, produk, jurnal, kerja laboratorium, dan unjuk
kerja, serta penilaian diri.
4) Penilaian Diri merupakan teknik penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan
yang dilakukan sendiri oleh peserta didik secara reflektif.
5) Bentuk penilaian non-autentik mencakup tes, ulangan, dan ujian.
6) Pendidik dapat menggunakan penilaian teman sebaya untuk memperkuat
Penilaian Autentik dan non-autentik.

Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik memiliki tujuan untuk:


 Mengetahui tingkat penguasaan kompetensi;
 Menetapkan ketuntasan penguasaan kompetensi;
 Menetapkan program perbaikan atau pengayaan berdasarkan tingkat
penguasaan kompetensi; dan
180

 Memperbaiki proses pembelajaran.


Prinsip khusus untuk Penilaian Autenlik meliputi:
 Materi penilaian dikembangkan dari kurikulum;
 Bersifat lintas muatan atau mata pelajaran;
 Berkaitan dengan kemampuan peserta didik;
 Berbasis kinerja peserta didik;
 Memotivasi belajar peserta didik;
 Menekankan pada kegiatan dan pengalaman belajar peserta didik;
 Memberi kebebasan peserta didik untuk mengkonstruksi responnya;
 Menekankan keterpaduan sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
 Mengembangkan kemampuan berpikir divergen;
 Menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran;
 Menghendaki balikan yang segera dan terus menerus;
 Menekankan konteks yang mencerminkan dunia nyata;
 Terkait dengan dunia kerja;
 Menggunakan data yang diperoleh langsung dari dunia nyata; dan
 Menggunakan berbagai cara dan instrumen;

Dijelaskan pula bahwa:


1) Lingkup Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik mencakup kompetensi sikap
spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi
keterampilan.
2) Sasaran Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik terhadap kompetensi sikap
spiritual dan kompetensi sikap sosial meliputi tingkatan sikap: menerima,
menanggapi, menghargai, menghayati, dan mengamalkan nilai spiritual dan nilai
sosial.
3) Sasaran Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik terhadap kompetensi
pengetahuan meliputi tingkatan kemampuan mengetahui, memahami,
menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi pengetahuan faktual,
pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan
metakognitif.
4) Sasaran Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik terhadap kompetensi
keterampilan mencakup keterampilan abstrak dan keterampilan konkrit.
5) Keterampilan abstrak merupakan kemampuan belajar yang meliputi: mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi/ mencoba, menalar/ mengasosiasi, dan
mengomunikasikan.
6) Keterampilan konkrit merupakan kemampuan belajar yang meliputi: meniru,
melakukan, menguraikan, merangkai, memodifikasi, dan mencipta.
7) Sasaran penilaian digunakan sesuai dengan karakteristik muatan pembelajaran.

Dalam bentuk penilaian dengan skala penilaian maka dapat dijelaskan pula
sebagai berikut:
1) Penilaian Hasil Belajar olehPendidik untuk kompetensi sikap, kompetensi
pengetahuan, dan kompetensi keterampilan menggunakan skala penilaian.
181

2) Skala penilaian sebagaimana dimaksud pada point (1) di atas untuk kompetensi
sikap menggunakan rentang predikat Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C),
dan Kurang (K).
3) Skala penilaian sebagaimana dimaksud pada point (1) di atas untuk kompetensi
pengetahuan dan kompetensi keterampilan menggunakan rentang angka dan
huruf 4,00 (A) - 1,00 (D) dengan rincian sebagai berikut:
 03,85 - 4,00 dengan huruf A;
 03,51 - 3,84 dengan huruf A-;
 03,18 - 3,50 dengan huruf B+;
 2,85 - 3,17 dengan huruf B;
 02,51 - 2,84 dengan huruf B-;
 02,18 - 2,50 dengan huruf C+;
 1,85 - 2,17 dengan huruf C;
 1,51 - 1,84 dengan huruf C-;
 1,18 - 1,50 dengan huruf D+;
 1,00 - 1,17 dengan huruf D.

Jika di tabelkan adalah sebagai berikut:


Nilai Ketuntasan Pengetahuan dan Keterampilan
Rentang Angka Huruf
03,85 - 4,00 A
03,51 - 3,84 A-
03,18 - 3,50 B+
2,85 - 3,17 B
02,51 - 2,84 B-
02,18 - 2,50 C+
1,85 - 2,17 C
1,51 - 1,84 C-
1,18 - 1,50 D+
1,00 - 1,17 D
Ketuntasan belajar merupakan tingkat minimal pencapaian kompetensi sikap,
kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan meliputi:
 Ketuntasan penguasaan substansi
 Ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu belajar.
Ketuntasan penguasaan substansi merupakan ketuntasan belajar peserta didik
untuk setiap kompetensi dasar yang ditetapkan.
Ketuntasan belajar dalam konteks kurun waktu belajar terdiri atas ketuntasan
belajar dalam:
 Setiap semester;
 Setiap tahun pelajaran.
Ketuntasan belajar dalam setiap semester merupakan keberhasilan peserta
didik menguasai kompetensi dari setiap muatan pembelajaran dalam satu semester.
Ketuntasan belajar dalam setiap tahun pelajaran mempakan keberhasilan peserta
didik menguasai kompetensi dari setiap muatan pembelajaran pada semester ganjil
182

dan genap dalam satu tahun pelajaran untuk menentukan kenaikan kelas.
Ketuntasan kompetensi sikap ditetapkan dengan predikat Baik. Skor rerata untuk
ketuntasan kompetensi pengetahuan ditetapkan paling kecil 2,67. Capaian Optimum
untuk ketuntasan kompetensi keterampilan ditetapkan paling kecil 2,67.

4. TEKNIK DAN INSTRUMEN PENILAIAN


Kurikulum 2013 menerapkan penilaian autentik untuk menilai kemajuan belajar
peserta didik yang meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Teknik dan
instrumen yang dapat digunakan untuk menilai kompetensi pada aspek sikap,
keterampilan, dan pengetahuan.
a. Penilaian Kompetensi Sikap.
Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan
kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/ objek. Sikap juga sebagai
ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap
dapat dibentuk, sehingga terjadi perubahan perilaku atau tindakan yang
diharapkan.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menilai sikap peserta didik,
antara lain melalui observasi, penilaian diri, penilaian teman sebaya, dan
penilaian jurnal. Instrumen yang digunakan antara lain daftar cek atau skala
penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, yang hasil akhirnya dihitung
berdasarkan modus.

1) Observasi
Sikap dan perilaku keseharian peserta didik direkam melalui pengamatan
dengan menggunakan format yang berisi sejumlah indikator perilaku yang
diamati, baik yang terkait dengan mata pelajaran maupun secara umum.
Pengamatan terhadap sikap dan perilaku yang terkait dengan mata pelajaran
dilakukan oleh guru yang bersangkutan selama proses pembelajaran
berIangsung, seperti: ketekunan belajar, percaya diri, rasa ingin tahu,
kerajinan, kerjasama, kejujuran, disiplin, peduli lingkungan, dan selama
peserta didik berada di sekolah atau bahkan di luar sekolah selama
perilakunya dapat diamati guru.
2) Penilaian diri (self assessment)
Penilaian diri digunakan untuk memberikan penguatan (reinforcement)
terhadap kemajuan proses belajar peserta didik. Penilaian diri berperan
penting Bersamaan dengan bergesernya pusat pembelajaran dari guru ke
peserta didik yang didasarkan pada konsep belajar mandiri (autonomous
learning).
Untuk menghilangkan kecenderungan peserta didik menilai diri terlalu
tinggi dan subyektif, penilaian diri dilakukan berdasarkan kriteria yang jelas
dan objektif. Untuk itu penilaian diri oleh peserta didik di kelas perlu dilakukan
melalui langkah-langkah sebagai berikut.
 Menjelaskan kepada peserta didik tujuan penilaian diri.
 Menentukan kompetensi yang akan dinilai.
183

 Menentu kan kriteria penilaian yang akan digunakan.


Merumuskan format penilaian, dapat berupa daftar tanda cek, atau skala
penilaian. Pada dasarnya teknik penilaian diri ini tidak hanya untuk aspek
sikap, tetapi juga dapat digunakan untuk menilai kompetensi dalam aspek
keterampilan dan pengetahuan.
3) Penilaian teman sebaya (peer assessment)
Penilaian teman sebaya atau antar peserta didik merupakan teknik
penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait
dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar
pengamatan antar peserta didik. Penilaian teman sebaya dilaku kan oleh
peserta didik terhadap 3 (tiga) teman sekelas atau sebaliknya. Format yang
digunakan untuk penilaian sejawat dapat menggunakan format seperti contoh
pada penilaian diri.
Contoh: Format penilaian teman sebaya
No. Pernyataan Skala
4 3 2 1
1 Teman saya berkata benar, apa adanya kepada
orang lain.
2 Teman saya mengerjakan sendiri tugas-tugas
sekolah.
3 Teman saya mentaati peraturan (tata-tertib)
yang diterapkan.
4 Teman saya memperhatikan kebersihan diri
sendiri.
5 Teman saya mengembalikan alat kebersihan,
pertukangan. olah raga, laboratorium yang
sudah selesai dipakai ke tempat penyimpanan
semula.
6 Teman saya terbiasa menyelesaikan pekerjaan
sesuai dengan petunjuk guru.
7 Teman saya menyelesaikan tugas tepat waktu
apabila diberikan tugas oleh guru.
8 Teman saya berusaha bertutur kata yang sopan
kepada orang lain.
9 Teman saya berusaha bersikap ramah terhadap
orang lain.
10 Teman saya menolong teman yang sedang
mendapatkan kesulitan.
Keterangan :
4 = Selalu
3 = Sering
2 = Jarang
1 = Sangat jarang
184

4) penilaian jurnal (anecdotal record)


Jurnal merupakan kumpulan rekaman catatan guru dan/ atau tenaga
kependidikan di lingkungan sekolah tentang sikap dan perilaku posistif atau
negative selama dan diluar proses pembelajaran mata pelajaran.
Contoh: Format penilaian melalui jurnal
JURNAL
Nama .......................... Kelas ..........................
Hari, tanggal Kejadian Keterangan

b. Penilaian Kompetensi Pengetahuan


1) Tes tertulis.
Bentuk soal tes tertulis, yaitu:
 Memilih jawaban, dapat berupa: (1) pilihan ganda, (2) dua pilihan (benar-
salah, ya-tidak) (3) menjodohkan, (4) sebab-akibat.
 Mensuplai jawaban, dapat berupa: (1) isian atau melengkapi, (2) jawaban
singkat atau pendek, (3) uraian.
Soal tes tertulis yang menjadi penilaian autentik adalah soal-soal yang
menghendaki peserta didik merumuskan jawabannya sendiri, seperti soal-
soal uraian. Soal-soal uraian menghendaki peserta didik mengemukakan
atau mengekspresikan gagasannya dalam bentuk uraian tertulis dengan
menggunakan kata-katanya sendiri, misalnya mengemukakan pendapat,
berpikir logis, dan menyimpulkan. Kelemahan tes tertulis bentuk uraian
antara lain cakupan materi yang ditanyakan terbatas dan membutuhkan
waktu lebih banyak dalam mengoreksi jawaban.
2) Observasi Terhadap Diskusi, Tanya Jawab dan Percakapan.
Penilaian terhadap pengetahuan peserta didik dapat dilakukan melalui
observasi terhadap diskusi, tanya jawab, dan percakapan. Teknik ini adalah
cerminan dari penilaian autentik. Ketika terjadi diskusi, guru dapat mengenal
kemampuan peserta didik dalam kompetensi pengetahuan (fakta, konsep,
prosedur) seperti melalui pengungkapan gagasan yang orisinal, kebenaran
konsep, dan ketepatan penggunaan istilah/ fakta/ prosedur yang digunakan
pada waktu mengungkapkan pendapat, bertanya, atau pun menjawab
pertanyaan. Seorang peserta didik yang selalu menggunakan kalimat yang
baik dan benar menurut kaedah bahasa menunjukkan bahwa yang
bersangkutan memiliki pengetahuan tata bahasa yang baik dan mampu
menggunakan pengetahuan tersebut dalam kalimat-kalimat. Seorang peserta
didik yang dengan sistematis dan jelas dapat menceritakan misalnya hukum
Pascal kepada teman-temannya, pada waktu menyajikan tugasnya atau
menjawab pertanyaan temannya memberikan informasi yang sahih dan
autentik tentang pengetahuannya mengenai hukum Pascal dan mengenai
185

penerapan hukum Pascal jika yang bersangkutan menjelaskan bagaimana


hukum Pascal digunakan dalam kehidupan (bukan mengulang cerita guru,
jika mengulangi cerita dari guru berarti yang bersangkutan memiliki
pengetahuan). Seorang peserta didik yang mampu menjelaskan misalnya
pengertian pasar, macam dan jenis pasar serta kaitannya dengan pemasaran
memberikan informasi yang valid dan autentik tentang pengetahuan yang
dimilikinya tentang konsep pasar. Seorang peserta didik yang mampu
menceritakan dengan kronologis tentang suatu peristiwa sejarah merupakan
suatu bukti bahwa yang bersangkutan memiliki pengetahuan dan
keterampilan berpikir sejarah tentang peristiwa sejarah tersebut. Seorang
peserta didik yang mampu menjelaskan makna lambang negara Garuda
Pancasila merupakan suatu bukti bahwa yang bersangkutan memiliki
pengetahuan dan keterampilan berpikir tentang kandungan nilai-nilai
kebangsaan dan cinta tanah air.

Contoh: Format observasi terhadap diskusi, tanya jawab, dan percakapan;


Nama Pernyataan
Peserta Pengungkapan Kebenaran Ketepatan Dan lain
Didik gagasan yang konsep penggunaa sebagainy
orisinal n istilah a
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
A
B
C

Keterangan: diisi dengan ceklis (√)
3) Penugasan
Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/ atau projek yang
dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.
c. Penilaian Kompetensi Keterampilan
Kompetensi keterampilan terdiri atas keterampilan abstrak dan keterampilan
kongkret. Penilaian kompetensi keterampilan dapat dilakukan dengan
menggunakan:
1) Unjuk kerja/kinerja/praktik
Penilaian unjuk kerja/ kinerja/praktik dilakukan dengan cara mengamati
kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok
digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta
didik melakukan tugas tertentu seperti: praktikum di laboratorium, praktik
ibadah, praktik olahraga, présentasi, bermain peran, memainkan alat musik,
bernyanyi, dan membaca puisi/ deklamasi.
Penilaian unjuk kerja/ kinerja/ praktik perlu mempertimbangkan hal-hal
berikut.
186

 Langkah-langkah kinerja yang perlu dilakukan peserta didik untuk


menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi.
 Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam kinerja tersebut.
 Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan
tugas.
 Kemampuan yang akan dinilai tidak, terlalu banyak, sehingga dapat
diamati.
 Kemampuan yang akan dinilai selanjutnya diurutkan berdasarkan langkah-
langkah pekerjaan yang akan diamati.

Pengamatan unjuk kerja/kinerja/praktik perlu dilakukan dalam berbagai konteks


untuk menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Misalnya untuk
menilai kemampuan berbicara yang beragam dilakukan pengamatan terhadap
kegiatan-kegiatan seperti: diskusi dalam kelompok kecil, berpidato, bercerita,
dan wawancara. Dengan demikian, gambaran kemampuan peserta didik akan
lebih utuh. Contoh untuk menilai unjuk kerja/ kinerja/ praktik di laboratorium
dilakukan pengamatan terhadap penggunaan alat dan bahan praktikum. Untuk
menilai praktik olahraga, seni dan budaya dilakukan pengamatan gerak dan
penggunaan alat olahraga, seni dan budaya.
Untuk mengamati unjuk kerja/ kinerja/praktik peserta didik dapat
menggunakan instrumen sebagai berikut:
a) Daftar cek
Dengan menggunakan daftar cek, peserta didik mendapat nilai bila kriteria
penguasaan kompetensi tertentu dapat diamati oleh penilai.

Contoh: Format instrumen penilaian praktik di laboratorium;


Nama Aspek yang dinilai
Peserta Menggunakan Membaca Membersikan Menyimpan
Didik jas laborat prosedur alat alat pada
kerja tempatnya
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Andi
Boby
Cicih
Dimas

Keterangan: diisi dengan ceklis (√)
b) Skala Penilaian (Rating Scale)
Penilaian kinerja yang menggunakan skala penilaian memungkinkan penilai
memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu, karena
pemberian nilai secara kontinum di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua.
Skala penilaian terentang dari tidak sempurna sampai sangat sempurna.
Misalnya: 4 = sangat baik, 3 = baik, 2 = cukup, dan 1 = kurang.
187

Contoh Format instrumen pemlalan praktik olghraga bola volley:


Nama Keterampilan yang dinilai
peserta Cara Cara cara Cara
Cara
didik service passing passing smash
blok/
atas bawah memben
dung
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Anton
Bertha
Charles
Dono

Keterangan: diisi dengan tanda cek (√). Kategori penilaian:
4 =sangat baik; '
3 = baik;
2 = cukup; dan
1 = kurang.

2) Projek
Penilaian projek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman,
kemampuan mengaplikasi, kemampuan menyelidiki dan kemampuan
menginformasikan suatu hal secara jelas. Penilaian projek dilakukan mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pelaporan. Untuk itu, guru perlu
menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan
desain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapan laporan tertulis/
lisan. Untuk menilai setiap tahap perlu disiapkan kriteria penilaian atau
rubrik.

Contoh: Format rubric untuk nilai projek.


Aspek Kriteria dan Skor
1 2 3 4
Persiapan Jika memuat Jika memuat Jika memuat Jika memuat
tujuan, topik, tujuan, topik, tujuan, topik, tujuan, topik,
dan alasan. alasan dan alasan, alasan,
tempat tempat tempat
penelitian. penelitian, penelitian,
dan dan
responden. responden,
dan daftar
pertanyaan.
Pelaksanaan Jika data Jika data Jika data Jika data
diperoleh diperoleh diperoleh lengkap,
tidak kurang lengkap, terstruktur,
lengkap, lengkap, kurang dan sesuai
tidak kuran terstruktur, tujuan.
terstruktur, tersruktur, dan kurang
dan tidak dan kurang sesuai
188

sesuai sesuai tujuan.


tujuan. tujuan.
Pelaporan Jika Jika Jika Jika
secara pembahasan pembahasan pembahasan pembahasan
Tertulis data tidak data kurang data kurang data sesuai
sesuai tujuan sesuai tujuan sesuai tujuan tujuan
penelitian penelitian, penelitian, penelitian
dan membuat membuat dan
membuat simpulan dan simpilan dan membuat
simpulan tapi saran tapi saran tapi simpulan dan
tidak relevan tidak relevan. kurang saran yang
dan tidak ada relevan. relevan.
saran.

3) Produk
Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat
produk-produk, teknologi, dan seni, seperti: makanan (contoh: tempe, kue,
asinan, bakso, dan nata de coco), pakaian, sarana kebersihan (contoh:
sabun, pasta gigi, cairan pembersih dan sapu), alat-alat teknologi (contoh:
adaptor ac/ dc dan bel listrik), hasil karya seni (contoh: patung, lukisan dan
gambar), dan barang-barang terbuat dari kain, kayu, keramik, plastik, atau
logam.
Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu
diadakan penilaian yaitu:
 Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan
merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan
mendesain produk.
 Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan
peserta didik dalamb menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan
teknik.
 Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang
dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan, misalnya
berdasarkan, tampilan, fungsi dan estetika.
Penilaian produk biasanya menggunakan cara analitik atau holistik.
a) Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan
terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses
pengembangan (tahap: persiapan, pembuatan produk, penilaian produk).
b) Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya
dilakukan hanya pada tahap penilaian produk.

Contoh Penilaian Produk


Mata Pelajaran : Kimia
Nama Proyek : Membuat Sabun
Nama Peserta didik :
Kelas :
No Aspek * Skor
1 Perencanaan Bahan 1 2 3 4
189

2 Proses Pembuatan
a. Persiapan Alat dan Bahan
b. Teknik Pengolahan
c. K3 (Keamanan, Keselamatan dan
Kebersihan)
3 Hasil Produk
a. Bentuk Fisik
b. Bahan
c. Warna
d. Pewangi
e. Kebaruan
Total Skor
* Aspek yang dinilai disesuaikan dengan jenis produk yang dibuat
** Skor diberikan tergantung dari ketepatan dan kelengkapan jawaban yang
diberikan. Semakin lengkap dan tepat jawaban, semakin tinggi perolehan
skor.

4) Portofolio
Penilaian portofolio pada dasarnya menilai karya-karya peserta didik
secara'individu pada satu periode untuk suatu mata pelajaran. Akhir suatu
periode hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru dan peserta
didik sendiri. Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan
peserta didik sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan peserta didik
dan terus menerus melakukan perbaikan. Dengan demikian, portofolio dapat
memperlihatkan dinamika kemampuan belajar peserta didik melalui
sekumpulan karyanya, antara lain: karangan, puisi, surat, komposisi musik,
gambar, foto, lukisan, resensi buku/literatur, laporan penelitian, sinopsis dan
karya nyata individu peserta didik yang diperoleh dari pengalaman. Berikut
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan penilaian portofolio.
 Peserta didik merasa memiliki portofolio sendiri.
 Tentukan bersama hasil kerja apa yang akan dikumpulkan.
 Kumpulkan dan simpan hasil kerja peserta didik dalam satu map atau
folder.
 Beri tanggal pembuatan.
 Tentukan kriteria untuk menilai hasil kerja peserta didik.
 Minta peserta didik untuk menilai hasil kerja mereka secara
berkesinambungan.
 Bagi yang kurang beri kesempatan perbaiki karyanya, tentukan jangka
waktunya
 Bila perlu, jadwalkan pertemuan dengan orang tua
190

Contoh Format
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Albkasi Waktu :
Satu Semester :
Sampel yang dikumpulkan karangan :
Nama Peserta didik :
Kelas :

No. Kompetensi Periode Aspek yang dinilai Keterangan/


Dasar Tata Kosa Kelengkapan Sistematika catatan
bahasa kata gagasan penulisan
1 Menulis 30/7
karangan 10/8
desktiptif Dst.
2 Membuat 1/9
resensi buku 30/9
10/10
Dst.

5) Tertulis
Selain menilai kompetensi pengetahuan, penilaian tertulis juga digunakan
untuk menilai kompetensi keterampilan, seperti menulis karangan, menulis
laporan, dan menulis surat.
191

BAB XII
FORMAT RAPOR

1. PENGANTAR
Rapor, adalah laporan kemajuan belajar peserta didik dalam kurun waktu satu
semester. Laporan prestasi mata pelajaran, berisi informasi tentang pencapaian
kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum 2013. Rapor merupakan laporan
hasil penilaian yang diberikan oleh pendidik kepada anak didik sebagai bentuk nilai
dan/ arau deskripsi pencapaian kompetensi untuk hasil penilaian kompetensi
pengetahuan serta keterampilan termasuk penilaian hasil pembelajaran tematik-
terpadu. Deskripsi sikap diberikan untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual
dan sikap sosial.
Fungsi rapor adalah:
 Sebagai pelaporan kepada orang tua peserta didik dilakukan secara berkala
setiap tengah semester dan akhir semester.
 Bentuk laporan ini berupa laporan hasil penilaian tengah semester.
 Mengukur ketuntasan seorang pendidik dalam menyelesaikan satuan
pendidikan yang berdasarkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Konten rapor;
 Kelompok A Wajib
 Kelompok B Wajib
 Kelompok C Wajib
 Kelompok C1 Dasar Bidang Keahlian
 Kelompok C2 Dasar Program Keahlian
 Kelompok C3 Paket Keahlian

2. DESKRIPSI CAPAIAN KOMPETENSI KURIKULUM 2013


a. Pengetahuan
 Nilai A ; Sangat baik dan sempurna. Dapat mengingat, mengetahui,
menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi semua kompetensi dasar.
 Nilai A- ; Baik dan sempurna, dapat meningkatkan, mengetahui,
menerapkan, menganalisis semua kompetensi dasar tetapi kurang teliti
mengevaluasi salah satu kompetensi dasar.
 Nilai B+ : Baik sekali. Dapat meningat, mengetahui, menerapkan,
menganalisis sebagian besar kompetensi dasar tetapi kurang bisa
mengevaluasi salah satu dari komponen dasar.
 Nilai B : Baik. Dapat mengingat, mengetahui, menerapkan, menganalisis
sebagian besar kompetensi dasar tetapi kurang bisa mengevaluasi dua
kompetensi dasar.
 Nilai B- : Cukup baik. Dapat mengingat, mengetahui, menerapkan sebagian
besar kompetensi dasar tetapi kurang bisa menganalisis dan mengevaluasi
dua kompetensi dasar.
192

 Nilai C+ : Sangat cukup. Dapat mengingat, mengetahui, menerapkan


sebagian kompetensi dasar, tetapi kurang bisa menganalisis dan
mengevaluasi beberapa kompetensi dasar.
 Nilai C : Cukup. Dapat meningkatkan, mengetahui sebagian kompetensi
dasar, tetapi kurang bisa menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi
beberapa kompetensi dasar.
 Nilai C- : Sedang- cukup. Dapat mengingat, mengetahui sebagian kecil
kompetensi dasar tetapi kurang bisa menerapkan, menganalisis, dan
mengevaluasi sebagian besar kompetensi dasar.
 Nilai D+ : Kurang. Hanya dapat mengingat, mengetahui, menerapkan,
menganalisis, dan mengevaluasi sebagian kecil kompetensi dasar.
 Nilai D : Sangat kurang. Hanya dapat mengingat, mengetahui, menerapkan,
menganalisis, dan mengevaluasi satu atau dua kompetensi saja.
b. Keterampilan
 Nilai A : Sangan baik dan sempurna. Sangat aktif bertanya, mencoba,
menalar dan kreatif dlaam menyelesaikan semua soal.
 Nilai A- : Baik dan sempurna. Aktif bertanya, mencoba, menalar dan kreatif
dalam menyelesaikan semua soal.
 Nilai B+ : Baik sekali. Aktif bertanya, mencoba, menelar dan kreatif dalam
menyelesaikan sebagian besar soal.
 Nilai B : Baik, Aktif bertanya, mencoba, menalar dan kreatif dalam
menyelesaikan sebagian besar soal cerita.
 Nilai B- : Cukup baik. Aktif bertanya, mencoba, menalar dan kreatif dalam
menyelesaikan soal cerita.
 Nilai C+ : Sangat cukup. Aktif bertanya, mencoba, menalar dan kreatif
dalam menyelesaikan soal cerita.
 Nilai C : Cukup. Aktif bertanya, mencoba, menalar dan kreatif dalam
menyelesaikan soal cerita.
 Nilai C- : Cukup-sedang. Aktif bertanya, mencoba, menalar dan kreatif
dalam menyelesaikan soal cerita.
 Nilai D+ : Kurang. Kurang aktif bertanya, mencoba, menalar dan kreatif
dalam menyelesaikan soal.
 Nilai D : Sangat kurang. Tidak aktif dalam mencoba, menalar, dan tidak
kreatif dalam menyelesaikan latihan.
c. Sikap
 nilai SB (Sangat Baik); Sangat menerima, menjalankan, menghargai,
menghayati dan mengamalkan nilai agama.
 Nilai B (Baik); Dapat menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan
mengamalkan nilai agama.
 Nilai C (Cukup); Cukup menerima, menjalankan, menghargai,menghayati
dan mengamalkan nilai agama.
 Nilai K (Kurang); Kurang menerima, menjalankan, menghargai, menghayati
dan mengamalkan nilai agama.
193

3. PETUNJUK TEKNIS PENGISIAN RAPOR


Penilaian yang dilakukan untuk mengisi laporan hasil belajar ada 3(tiga) macam,
yaitu:
1. Penilaian Pengetahuan
a. Penilaian Pengetahuan dilakukn oleh Guru Mata Pelajaran (Pendidik).
b. Penilaian Pengetahuan terdiri atas:
1) Nilai Proses atau Nilai Harian (NP)
2) Nilai Ulangan Tengan Semester (UTS)
3) Nilai Ulangan Akhir Semester (UAS)
c. Nilai Proses (NP) atau Nilai Harian (NH) diperoleh dari hasil ulangan harian
yang terdiri atas: tes tulis, tes lisan, dan penugasan yang dilaksanakan pada
setiap akhir pembelajaran satu Kompetensi Dasar (KD)
d. Nilai Ulangan Tengah Semester (NUTS) diperoleh dari hasil tes tulis yang
dilaksanakan pada tengah semester. Materi Ulangan Tengah Semester
mencakup seluruh kompetensi yang telah dibelajarkan sampai dengan saat
pelaksanaan UTS.
e. Nilai Ulangan Akhir Semester (NUAS) diperoleh dari hasil ter tulis yang
dilaksanakan di akhir semester. Materi UAS mencakup seluruh kompetensi
pada semester tersebut.
f. Penghitungan Nilai Pengetahuan diperoleh dari rata-rata Nilai Proses (NP),
Tengah Semester (UTS), Ulangan Akhir Semester (UAS)/ Ulangan Kenaikan
Kelas (UKK) yang bobotnya ditentukan oleh satuan pendidikan.
g. Penilaian rapor untuk pengetahuan menggunakan penilaian kuantitatif 1 – 4:
Sangat Baik : 4
Baik :3
Cukup :2
Kurang :1
Dengan kelipatan 0,33, dengan 2 (dua) decimal di belakang koma seperti
berikut:

Table: Rentang Nilai Kompetensi Pengetahuan


No. Rentang Nilai Keterangan
1 0 < D ≤ 1,00 Nilai D = lebih dari 0 dan kurang dari atau sama
dengan 1.
2 1,00 < D+ ≤ 1,33 Nilai D+ = lebih dari 1 dan kurang dari atau sama
dengan 1,33.
3 1,33 < C- ≤ Nilai C- = lebih dari 1,33 dan kurang dari atau
1,66 sama dengan 2,00.
4 1,66 < C ≤ Nilai C = lebih dari 1,66 dan kurang dari atau
2,00 sama dengan 2,00.
5 2,00 < C+ ≤ Nilai C+ = lebih dari 2,00 dan kurang dari atau
2,33 sama dengan 2,33.
6 2,33 < B- ≤ 2,66 Nilai B- = lebih dari 2,33 dan kurang dari atau
sama dengan 2,66.
7 2,66 < B ≤ Nilai B = lebih dari 2,66 dan kurang daru atau
194

3.00 sama dengan 3,00.


8 3,00 < B+ ≤ Nilai B+ = lebih dari 3,00 dan kurang dari atau
3.33 sama dengan 3,33.
9 3,33 < A- ≤ Nilai A- = lebih dari 3,33 dan kurang dari atau
3.66 sama dengan 3,66.
10 3,66 < A ≤ Nilai A = lebih sama 3,66 dan kurang dari atau
4.00 sama dengan 4,00.

h. Perhitungsn nilai pengetahuan adalah dengan cara:


1) Menggunakan skala nilai 0 samapi dengan 100.
2) Menetapkan pembobotan.
3) Penetapan bobot nilai ditetapkan oleh satuan pendidikan dengan
mempertimbangkan karakteristik sekolah dan peserta didik.
4) Nilai harian/ nilai proses disarankan untuk diberi bobot lebih besar dari
pada UTS dan UAS karena lebih mencerminkan perkembangan
pancapaian kompetensi peserta didik.
5) Contoh: Pembobotan 2 : 1 : 1 untuk NP: NUTS : NUAS (Jumlah
perbandingan pembobotan = 4)
Siswa A memperoleh nilai pada Mata PElajaran Agama dan Budi pekerti
sebagai berikut:
NP = 70
NUTS = 60
NUAS = 80
Nilai Rapor = {(2x70)=(1x60)=(1x80)} : 4
= (140=60=80) : 4
= 280 : 4
Nilai Rapor = 70
Nilai Konversi = (70:100) x 4 = 2,8 = B
Deskripsi = sudah menguasai seluruh kompetensi dengna baik
terutama dalam memahami makna khulafaurrasyidin.

2. Penilaian Keterampilan
a. Penilaian Keterampilan dilakukan oelh Guru Mata Pelajaran (Pendidik)
b. Penilaian Keterampilan diperoleh melalui penilaian kinerja yang terdiri atas:
1) Nilai Praktik
2) Nilai Portofolio
3) Nilai Proyek
c. Penilaian Keterampilan dilakukan pada setiap akhir menyelesaikan satu KD.
d. Pengolahan Nilai untuk Keterampilan menggunakan penilaian kuantitatif 1– 4:
 Sangat Baik =4
 Baik =3
 Cukup =2
 Kurang =1
Dengan kelipatan 0,33, dengan 2 (dua) decimal di belakang koma seperti
sebagai berikut:
195

No. Rentang Nilai Keterangan


1 0 < D ≤ 1,00 Nilai D = lebih dari 0 dan kurang dari atau sama
dengan 1.
2 1,00 < D+ ≤ 1,33 Nilai D+ = lebih dari 1 dan kurang dari atau
sama dengan 1,33.
3 1,33 < C- ≤ 1,66 Nilai C- = lebih dari 1,33 dan kurang dari atau
sama dengan 2,00.
4 1,66 < C ≤ 2,00 Nilai C = lebih dari 1,66 dan kurang dari atau
sama dengan 2,00.
5 2,00 < C+ ≤ 2,33 Nilai C+ = lebih dari 2,00 dan kurang dari atau
sama dengan 2,33.
6 2,33 < B- ≤ 2,66 Nilai B- = lebih dari 2,33 dan kurang dari atau
sama dengan 2,66.
7 2,66 < B ≤ 3.00 Nilai B = lebih dari 2,66 dan kurang daru atau
sama dengan 3,00.
8 3,00 < B+ ≤ 3.33 Nilai B+ = lebih dari 3,00 dan kurang dari atau
sama dengan 3,33.
9 3,33 < A- ≤ 3.66 Nilai A- = lebih dari 3,33 dan kurang dari atau
sama dengan 3,66.
10 3,66 < A ≤ 4.00 Nilai A = lebih sama 3,66 dan kurang dari atau
sama dengan 4,00.
Table: Rentang Niali Kompetensi Keterampilam

e. Penghitungan Nilai Keterampilan adalah dengan cara


1) Menetapkan pembobotan.
2) Menggunakan skala nilai 0 sampai dengan 100.
3) Pembobotan ditetapkan oleh Satuan Pendidikan dengan
mempertimbangkan karakteristik sekolah dan peserta didik.
4) Nilai Praktik disarankan diberi bobot lebih mencerminkan proses
perkembangkan pencapaian kompetensi peserta didik.
5) Contoh : Pemboboran 2 : 1 : 1 untuk Nilai Praktik : Nilai Portofolio : Nilai
Proyek
(Jumlah perbandingan pemboboran = 4)
Siswa A memperoleh nilai pada Mata Pelajaran Agama dan Budi Pekerti
sebagai berikut:
Nilai Praktik = 80
Nilai Portofolio = 75
Nilai Proyek = 80
Nilai Rapor = {(2x80)+(1x75)+(1x80)} : 4
= (160+75+80) : 4
= 315 : 4
Nilai Rapor = 78.75
Nilai Konversi = (78.75/100) x 4 = 3,15 = B+
Deskripsi = sudah baik dalam mengerjakan praktik dan proyek,
namun masih perlu ditingkatkan kedisiplinan marapikan tugas-tugas dalam
satu protofolio.
196

3. Penilaian Sikap
a. Penilain sikap (spiritual dan sosial) dilakukan oleh guru mata pelajaran
(pendidikan)
b. Penilaian sikap diperoleh menggunakan instrumen:
1) Penilaian observasi (Penilaian Proses)
2) Penilaian diri sendiri
3) Penilaian antar teman
4) Jurnal catatan guru
c. Nilai observasi diperoleh dari hasil pengamatan terhadap proses seikap
tertentu pada sepanjang proses pembelajaran saru Kompetensi Dasar (KD).
d. Untuk penilaian sikap spiritual dan sosial (KI 1 dan KI 2) menggunakan nilai
kualitatif sebagai berikut:
No. Rentang Nilai Keterangan
1 80 – 100 SB = Sangat Baik
2 70 – 79 B = Baik
3 60 – 69 C = Cukup
4 < 60 K = Kurang
e. Penghitungan nilai sikap adalah dengan cara :
1) Memperoleh pembobotan
2) Pembobotan ditetapkan oleh satuan pendidik dengan mempertimbangkan
karakteristik sekolah dan peserta didik.
3) Nilai proses atau nilai observasi disarankan diberi bobot lebih besar dari
pada penilaian diri sendiri, Nilai antar teman, dan nilai jurnal guru karena
lebih lebih mencerminkan proses perkembangan perilaku peserta didik
yang otentik.
4) Contoh : Pembobotan 2 : 1 : 1 : 1 untuk
Nilai Observasi : Nilai Penilaian Diri Sendiri : Nilai Antar teman : Nilai
Jurnal Guru
(Jumlah perbandingan pembobotan = 5).
Siswa A dalam Mata Pelajaran Agama dan Budi Pekerti meperoleh:
Nilai Obsevasi = 85
Nilai diri sendiri = 75
Nilai antar teman = 80
Nilai Jurnal = 75
Nilai Rapor = {(2x85)+(1x75)+(1x80)+(1x75)} : 5
= (170+75+80+75) : 5
= 400: 5
Nilai Rapor = 80
Nilai Konversi = 80 = SB (Sangat Baik)
Deskripsi = sangat baik dalam proses pembelajaran, perlu
berkomunkasi untuk meningkatkan sikap percaya diri.

4. FORMAT RAPOR
Format dan penjelasan lebih jauh tentang Rapor ini terdapat pada lampiran.
197

DAFTAR PUSTAKA

Anas Sudijono. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo persada,

Arifin, Z. 2012. Evaluasi Pembelajaran, Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safruddin Abd. Jabar, 2010, Evaluasi Program Pendidikan,
Pedoman Teoretis Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta; Bumi Aksara.

Asep Jihad dan Abdul Haris. 2010. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Press.

Asmawi Zainul dan Noehi Nasoetion. 1997. Penilaian Hasil Belajar. Pusat Antar Universitas,
Direktorat Jenderal Pendidikan TInggi: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan

Anwar, Syaifuddin. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2006. Model Penilaian Kelas. ]akarta:
Depdiknas

Dali, S. Naga. 1992. Pengantar Teori Sekor Pada Pengukuran Pendidikan Jakarta:
Gunadarma.

Dani Hidayat. 2010. Sistem Evaluasi Pendidikan. Tasikmalaya: Ma'had’ Aly Persatuan
Islam.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1997. Manual Item And Test Analysis (Iteman).
Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sistem Pengujian.

Departemen Pendidikan Nasional. 2011. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Depdikbud, 1999, Pengelolaan Pengujian Bagi Guru Mata Pelajaran, Jakarta.

Depdiknas. 2001. Penyusunan Butir Soal dan Instrumen Penilaian (Pedoman bagi Jabatan
Fungsional Pengawas Sekolah dan Jabatan Fungsional Guru). Jakarta: Ditjen
Dikdasmen.

Depdiknas. 2004. Pedoman Pengembangan Portofolio untuk Penilaian. Jakarta: Direktorat


Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Umum;

Depdiknas. 2010. Petunjuk Teknis (J uknis) Penetapan Nilai KKM. Jakarta: Direktorat
Pembina Sekolah Menengah Umum, Departemen Pendidikan Nasional.

Djaali, Pudji Muljono. 2007. Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Djemari Mardapi, 2004, Penyusunan Tes Hasil Belaja1.Yogyakarta: UNY


198

Ence Surahman, Ziaurrahman. 2014. Makalah Teori Evaluasi Dalam Pendidikan. Program
Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.

Hamid Hasan, S dan Asmawi Zainul. 1991. Evaluasi Hasil Belajar. Jakarta: Depdikbud.

Haryati, Mimin. 2010. Model dan Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta:
Gaung Persada Press.

Ign Masidjo. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Yogyakarta:
Kanisius.

Irianwati, Nanik, 2013. Modul Penilaian Dalam Pembelajaran Anak Usia Dini, BP-PNFI
Provinsi Bengkulu.

Ismaryati. 2006. Tes dan Pengukuran Olahraga. Lembaga Pengembangan Pendidikan


Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Kartawidjaja, Eddy Sowardi. 1987. Pengukuran dan Hasil Evaluasi Belajar. Bandung: Sinar
Baru.

Kusaeri. 2014. Acuan dan Teknik Penilaian Proses dan Hasil Belajar dalam Kurikulum 2013.

Lembaga Pengembangan Pendidikan. 2007. Panduan Evaluasi Pembelajaran. Surakarta:


Universitas Sebelas Maret.

Mardapi, Djemari, 2004. Penyusunan Tes Hasil Belajar. Yogyakarta: Program Pascasarjana
UNY.

Masidjo 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Jogjakarta: Kanisius.
Masnur Muslich. 2011. Penilaian Berbasis Kelas dan Kompetensi. Bandung: Refika
Aditama.

Mudjijo. 1995. Tes Hasil Belajar, Jakarta: Bumi Aksara.

Nana Sudjana. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Ngalim Purwanto, 2004, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Nurgiayanoro, Burhan. 2011. Penilaian Otentik. Jakarta: GMUP.

Nurkancana, W. 1982. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional

Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, 2008. Penilaian Hasil Belajar.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2015
tentang penilaian hasil belajar oleh pemerintah melalui Ujian Nasional, dan penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan melalui Ujian Sekolah/Madrasah/ Pendidikan
Kesetaraan pada SMP/ MTS atau yang sederajat dan SMA/MA/SMK atau yang
sederajat.
199

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik lndonesia Nomor 104 Tahun 2014
tentang penilaian hasil belajar oleh pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2013.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2013.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik lndonesia Nomor 81 A Tahun


2013

Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015 tentang Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik dan
Satuan Pendidikan Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013.

Purwanto, M. Ngalim, 2009. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:


Remaja Rosda Karya.

Purwanto, M. Ngalim, 2011. Evaluasi Hasil belajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

Saifuddin Azwar. 1996. Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Samsudin, Achmad. A5pek-Aspek Penilaian (Ranah Kognitif, Afektif, & Psikomotor).


Jakarta: UI.

Sarwono, Moelyono Biyakto Atmojo. 2002. Evaluasi Pengajaran Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan. Jakarta: Pusat Penerbit Universitas Terbuka.

Seels, B. 1994. Teknologi Pembelajaran Definisi dan Kawasannya. Jakarta: Unit Percetakan
UNJ.

Silverus, Suke, 1991. Evaluasi Hasil Belajar dah Umpan Balik. Jakarta: Grasindo.

Slameto. 2001. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Sinar Grafika Offset.

Sudarwan. 2013. Penilaian Autentik. Jakarta: Pusbangprodik.

Sudiono, Anas, 2001.. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Grafindo Persada.

Sudjana, Nana, 2005, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Sudjana, Nana, R. Ibrahim. 2000. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar
Baru.

Suharsimi Arikunto, 2006, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukardi. 2010. Evaluasi Pendidikan, Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara.

Sumadi Suryabrata. 1987. Pengembangan tes hasil Belajar. Jakarta: Rajawali.


200

Surapranata Sumama. 2004. Penilaian Portofolio. Bandung: Rosda.

Suprananto, Kusaen. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta: Graha llmu.

Surapranata, Sumarna, 2005. Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes.
Implementasi kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.

Suryabrata, S. 1999. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Direktorat Jenderal Péndidikan


Tinggi: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Thoha, M. Chabib. 2001. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Gravindo.

Uno H amzah B dan Stria Kono. 2012. Assesment Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Wayan Nurkencana. 1993. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Widoyoko, Eko Putro, 2010. Evaluasi Program Pembelajaran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wirawan, 2011. Evaluasi Teori, model, “standar, aplikasi dan profesi, Jakarta: Rajawali.

Zainal Arifin. 2012: Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Zainul dan Nasution. 2001. Penilaian Hasil belajar. Jakarta: Dirjen Dikti.

http: //riskangeblog.blogspot.co.id/2015/05/ analisis-butir-soal.html

http: //www.rangkumanmakalah.com/analisis-kualitas-tes-dan-butirsoal/

www.salamedukasi.com/ 2014/ 11 / download-format-rapor-kurikulum2013-sd.html

www.operatorsekolah.com>RAPOR>SD/Mi>SMA/MA/SMK>SMP/MTs
www.maribelajarbk.web.id.
201

LAMPIRAN

FORMAT RAPOR

RAPOR

PESERTA DIDIK
SEKOLAH DASAR

Nama Peserta Didik

NISN/NIS

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


REPUBLIK INDONESIA
202

PETUNJUK PENGISIAN
1. Rapor Peserta Didik dipergunakan selama peserta didik yang bersangkutan
mengikuti seluruh program pembelajaran di Sekolah Dasar tersebut;
2. Identitas Sekolah diisi dengan data yang sesuai dengan keberadaan Sekolah
Dasar;
3. Daftar Peserta Didik diisi oleh data siswa yang ada dalam rapor Peserta Didik
ini;
4. Identitas Peserta Didik diisi oleh data yang sesuai dengan keberadaan peserta
didik;
5. Rapor Peserta Didik harus dilengkapi dengan pas foto berwarna (3x4) dan
pengisiannya dilakukan oleh Guku Kelas;
6. Kompetensi inti (KI-1) untuk sikap spiritual diambil dari KI-1 pada muatan
pelajaran pendidikan agama dan budu pekerti;
7. Kompetensi inti 2 (KI-2) untuk sikap sosial diambil dari KI-2 pada muatan
pelajaran PKn;
8. Kompetensi initi 3 dan 4 (KI-3 dan KI-4) diambil dari KI-3 dan KI-4 pada semua
muatan pelajaran;
9. Silap ditulis dengan deskripsi, menggunakan kalimat positif, berisi perkembangan
sikap/ perilaku siswa yang sangat baik dan/ atau baik dan yang mulai/ sedang
berkembang berdasarkan kumpulan hasil observasi (catatan);
10. Pengetahuan dan keterampilan ditulis dengan angka dan deskripsi untuk
masing-masing muatan pelajaran;
11. Deskripsi pengetahuan dan keteranpilan ditulis dengan kalimat positif sesuai
dengan capaian KD tertinggi atau terendah dari masing-masing muatan
pelajaran yang diperoleh peserta didik. Deskripsi berisi pengetahuan dan
keterampilan yang sangat baik/ dan atau baik yang dikuasai dan penguasaannya
belum optimal. Apabila nilai capaian KD muatan pelajaran yang diperoleh dari
suatu muatan pelajaran sama, kolom deskripsi ditulis sesuai dengan capaian
unutk semua KD;
12. Laporan Ekstrakurikuler diisi oleh kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh
peserta didik;
13. Saran-saran diisi oleh hal-hal yang perlu mendapaatkan perhatian peserta didik,
guru, dan orang tua/wali terutama untuk, hal-hal yang tidak didapatkan dari
sekolah.
14. Laporan tinggi dan berat badan peserta didik ditulis berdasarkan hasil
pengukuran yang dilakukan guru bekerjasama dengan pihak lain yang relevan;
15. Laporan kondisi kesehatan fisik diisi dengan deskripsi hasil pemeriksaan yang
dilakukan guru, bekerjasama dengan tenaga kesehatan atau puskesmas
terdekat;
16. Prestasi diisi dengan prestasi peserta didik yang menonjol;
17. Kolom ketidakhadiran ditulis dengan data akumulasi ketidakhadiran peserta didik
karena sakit, izin, atau tanpa keterangan selama satu semester;
18. Apabila peserta didik pindah, maka dicatat di dalam kolom keterangan pindah.
203

RAPOR
PESERTA DIDIK
SEKOLAH DASAR

Nama Sekolah :
NPSN :
NISN/NIS :
Alamat Sekolah :
Kode Pos Telp
Kelurahan/ Desa :
Kecamatan :
Kabupaten/ Kota :
Provinsi :
Webside :
E-mail :
204

IDENTITAS PESERTA DIDIK

Nama Peserta Didik :


NISN/NIS :
Tempat, Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin :
Agama :
Pendidikan sebelumnya :
Alamat Peserta Didik :
Nama Orang Tua
Ayah :
Ibu :
Pekerjaan Orang Tua :
Ayah :
Ibu :
Alamat Orang Tua
Jalan :
Kelurahan/ Desa :
Kecamatan :
Kabupaten/ Kota :
Provinsi :
Wali Peserta Didik
Nama :
Pekerjaan :
Alamat :

……………. , …………..
Pas Foto Kepala Sekolah,

Ukuran NIP
RAPOR PESERTA DIDIK DAN PROFIL PESERTA DIDIK
3x4
Nama Peserta Didik : Kelas :
NISN/NIS : Semester : 1(Satu)
Nama Sekolah : Tahun Pelajaran :
Alamat Sekolah :

A. Sikap
Deskripsi
1. Sikap Spiritual

2. Sikap Sosial

B. Pengetahuan dan Keterampilan


No. Muatan Pelajaran Pengetahuan Keterampilan
Nilai Predikat Deskripsi Nilai Predikat Deskripsi
1 Pendidikan
205

Agama dan Budi


Pekerti
2 Pendidikan
Pancasila dan
Kewarganegaraan
3 Bahasa Indonesia
4 Matematika
5 Ilmu Pengetahuan
Alam
6 Ilmu Pengetahuan
Sosial
7 Seni Budaya dan
Prakarya
8 Pendidikan
Jasmani, Olaraga
dan Kesehatan
9 Muatan Lokal
a…………..
b…………..
c……………

C. Ekstra Kurikuler
No. Kegiatan Ekstrakulikuler Keterangan
1
2
3

D. Saran-Saran

E. Tinggi dan Berat Badan


No. Aspek Yang Dinilai Semester
1 2
1 Tinggi Badan
2 Berat Badan

F. Kondisi Kesehatan
No. Aspek Fisik Keterangan
1 Pendengaran
2 Penglihatan
3 Gigi
4
206

G. Prestasi
No. Jenis Prestasi Keterangan
1 Kesenian
2 Olaraga
3

H. Ketidakhadiran
Sakit :……….hari
Izin :……….hari
Tanpa Keterangan :……….hari

Mengetahui ………….,………….20
Orang Tua/ Wali Guru Kelas,

…………………. …………………………
NIP. ……………………

Mengetahui,
Kepala Sekolah

…………………….
NIP………………..
RAPOR PESERTA DIDIK DAN PROFIL PESERTA DIDIK
Nama Peserta Didik : Kelas :
NISN/NIS : Semester : 2(Dau)
Nama Sekolah : Tahun Pelajaran :
Alamat Sekolah :

I. Sikap
Deskripsi
3. Sikap Spiritual

4. Sikap Sosial

J. Pengetahuan dan Keterampilan


No. Muatan Pelajaran Pengetahuan Keterampilan
Nilai Predikat Deskripsi Nilai Predikat Deskripsi
1 Pendidikan
Agama dan Budi
Pekerti
2 Pendidikan
Pancasila dan
207

Kewarganegaraan
3 Bahasa Indonesia
4 Matematika
5 Ilmu Pengetahuan
Alam
6 Ilmu Pengetahuan
Sosial
7 Seni Budaya dan
Prakarya
8 Pendidikan
Jasmani, Olaraga
dan Kesehatan
9 Muatan Lokal
a…………..
b…………..
c……………

K. Ekstra Kurikuler
No. Kegiatan Ekstrakulikuler Keterangan
1
2
3

L. Saran-Saran

M. Tinggi dan Berat Badan


No. Aspek Yang Dinilai Semester
1 2
1 Tinggi Badan
2 Berat Badan

N. Kondisi Kesehatan
No. Aspek Fisik Keterangan
1 Pendengaran
2 Penglihatan
3 Gigi
4

O. Prestasi
No. Jenis Prestasi Keterangan
1 Kesenian
208

2 Olaraga
3

P. Ketidakhadiran
Sakit :……….hari
Izin :……….hari
Tanpa Keterangan :……….hari

Keputusan :
Berdasarkan pencapaian kompetensi pada semester ke-1 dan semester ke-2 siswa
ditetapkan*)
Naik ke kelas ……….. (…………..)
Tinggal di kelas ………… (…………)

Mengetahui ………….,………….20
Orang Tua/ Wali Guru Kelas,

…………………. …………………………
NIP. ……………………

Mengetahui,
Kepala Sekolah

…………………….
NIP………………..
209

KETERANGAN PINDAH SEKOLAH

Nama Peserta Didik : …………………………………………………………………

Tanggal Kelas yang Alasan Tanda Tangan


Ditinggalkan Kepada Sekolah,
Stempel Sekolah,
dan Tanda Tangan
Orang Tua/Wali
…………,…………
Kepala Sekolah,

NIP
Orang Tua/ Wali
…………,…………
Kepala Sekolah,

NIP
Orang Tua/ Wali
…………,…………
Kepala Sekolah,

NIP
Orang Tua/ Wali
210

KETERANGAN PINDAH SEKOLAH

Nama Peserta Didik : ……………………………………………………………..


No. MASUK
1 Nama Peserta Didik …………,…………
Nomor Induk Kepala Sekolah,
Nama Sekolah
Masuk di Sekolah ini:
a. Tanggal
b. Di Kelas ………………………
c. Tahun Pelajaran NIP
2 Nama Peserta Didik …………,…………
Nomor Induk Kepala Sekolah,
Nama Sekolah
Masuk di Sekolah ini:
a. Tanggal
b. Di Kelas ………………………
c. Tahun Pelajaran NIP
3 Nama Peserta Didik …………,…………
Nomor Induk Kepala Sekolah,
Nama Sekolah
Masuk di Sekolah ini:
a. Tanggal
b. Di Kelas ………………………
c. Tahun Pelajaran NIP

Mengetahui: ………………., …, …………….20


Orang Tua/ Wali Guru Kelas,

………………….. ………………
NIP, ……………..

Mengetahui,
Kepala Sekolah

Nama ………………
NIP:…………………
211

LAPORAN
HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
(SMP)

Nama Peserta Didik

Nomor Induk …………………..

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


REPUBLIK INDONESIA
212

LAPORAN
HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
(SMP)

Nama Sekolah :
NIS/NSS/NDS :
Alamat Sekolah :
Kode Pos ……………Telp,…………….
Kelurahan :
Kecamatan :
Kota/ Kabupaten :
Provinsi :
Webside :
E-mail :
213

PETUNJUK PENGGUNAAN
1. Buku Laporan Hasil Belajar ini dipergunakan selama peserta didik mengikuti
pelajaran di Sekolah Menengah Pertama (SMP).
2. Apabila peserta didik pindah sekolah, buku Laporan Hasil Belajar dibawa oleh
peserta didik yang bersangkutan untuk dipergunakan sebagai bukti pencapaian
kompetensi.
3. Apabila buku Laporan Hasil Belajar peserta didik yang bersangkutan hilang,
dapat diganti dengan buku Laporan Hasil Belajar Pengganti dan diisi dengan
nilai-nilai yang dikutip dari Buku Induk Sekolah yang bersangkutan.
4. Buku Laporan Hasil Belajar peserta didik ini harus dilengkapi dengan pas foto
ukuran 3 x 4 cm, dan pengisiannya dilakukan oleh wali kelas.

KETERANGAN NILAI KUANTITATIF


Nilai Kuantitatif dengan Skala 1-4 (berlaku kelipatan 0,33) digunakan untuk Nilai
Pengetahuan (KI 3) dan Nilai Keterampilan (KI 4). Indeks Nilai Kuantitatif dengan
Skala 1-4 adalah:
No. Rentang Nilai Keterangan
1 0 < D ≤ 1,00 Nilai D = lebih dari 0 dan kurang dari atau sama
dengan 1
2 1,00 < D ≤ 1,33 Nilai D+ = lebih dari 1 dan kurang dari atau sama
+

dengan 1,33
3 1,33 < C- ≤ 1,66 Nilai C- = lebih dari 1,33 dan kurang dari atau sama
dengan 1,66
4 1,66 < C ≤ 2,00 Nilai C = lebih dari 1,66 dan kurang dari atau sama
dengan 2,00.
5 2,00 < C+ ≤ 2,33 Nilai C+ = lebih dari 2,00 dan kurang dari atau sama
dengan 2,33
-
6 2,33 < B ≤ 2,66 Nilai B- = lebih dari 2,33 dan kurang dari atau sama
dengan 2,66.
7 2,66 < B ≤ 3,00 Nilai B = lebih dari 2,66 dan kurang dari atau sama
dengan 3,00
8 3,00 < B+ ≤ 3,33 Nilai B+ = lebih dari 3,00 dan kurang dari arau sama
dengan 3,33
-
9 3,33 < A ≤ 3,66 Nilai A= lebih dari dan kuran dari 3,33 atau sama
dengan 3,66
10 3,66 < A ≤ 4,00 Nilai A= lebih dari 3,66 dan kurang dari atau sama
dengan 4,00.

KETERANGAN NILAI KUALITATIF


Nilai kualitatif yang digunakan untuk nilai sikap spiritual (KI 1), dan sikap sosial (KI 2), serta
kegiatan ekstrakurikuler, adalah:
SB = Sangat Baik
B = Baik
C = Cukup
K = Kurang
214

KETERANGAN TENTANG DIRI PESERTA DIDIK


1. Nama Peserta Didik :
2. Nomor Induk :
3. Tempat Tanggal Lahir :
4. Jenis Kelamin : Pas Foto
5. Agama :
6. Status dalam Keluarga : 3x4
7. Anak ke :
8. Alamat Peserta Didik :
9. Nomor Telepon Rumah :
10. Sekolah Asal :
11. Diterima di sekolah ini
Di kelas :
Pada tanggal :
Nama Orang Tua
a. Ayah :
b. Ibu :
12. Alamat Orang Tua :
Nomor Telepon Rumah :
13. Pekerjaan Orang Tua :
a. Ayah :
b. Ibu :
14. Nama Wali Peserta Didik :
15. Alamat Wali Peserta Didik :
Nomor Telepon Rumah
16. Pekerjaan Wali Peserta Didik :
……………. , …………..
Kepala Sekolah,
NIP
Nama Sekolah :………………………………...... Kelas :…………………
Alamat : …………………………………. Semester : 1 (Satu)
Nama :………………………………….. Tahun Pelajaran :…………………
Nomor Induk/ NISN :…………………
CAPAIAN
Sikap Spiritual dan Sosial
MATA PELAJARAN Pengetahuan Keterampilan (KI 1 dan KI 2)
(KI 3) (KI 4) Dalam Antarmapel
Mapel
Kelompok A SB/B/C/K Deskripsi
1 Pendidikan Agama dan Kesimpulan
Budi Pekerti dari sikap
2 Pendidikan Pancasila keseluruhan
dan Kewarganegaraan dalam maple
3 Bahasa Indonesia diputuskan
4 Matematika melalui rapat
5 Ilmu Pengetahuan koordinasi
Alam bersama
215

6 Ilmu Pengetahuan dengan guru


Sosial mapel dan
7 Bahasa Inggris wali kelas
Kelompok B
1 Seni Budaya
2 Pendidikan Jasmani,
Olah Raga, dan
Kesehatan
3 Prakarya

Kegiatan Ekstrakurikuler Nilai Keterangan


1. Praja Muda Karana (Pramuka)
2. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
3. ……………………………

Ketidakhadiran
Sakit :……….hari
Izin :……….hari
Tanpa Keterangan :……….hari

Mengetahui: …………, ……………20


Orang Tua/ Wali Wali Kelas

………………….. …………………………..
NIP……………………….
216

Nama Sekolah :………………………………...... Kelas :…………………


Alamat : …………………………………. Semester : 1 (Satu)
Nama :………………………………….. Tahun Pelajaran :…………………
Nomor Induk/ NISN :…………………
DESKRIPSI
MATA PELAJARAN KOMPETENSI CATATAN
Kolompok A
Pengetahuan Deskripsi capaian KD pada KI 3
1 Pendidikan Agama dan Keterampilan Deskripsi capaian KD pada KI 4
Budi Pekerti Sikap Spiritual dan Deskripsi capaian KD pada KI 1 dan
Sosial KI 2

Pengetahuan
2 Pendidikan Pancasila dan Keterampilan
Kewarganegaraan Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
3 Bahasa Indonesia Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
4 Matematika Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
5 Ilmu Pengetahuan Alam Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
6 Ilmu Pengetahuan Sosial Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
7 Bahasa Inggris Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Kelompok B
Pengetahuan
1 Seni Budaya Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
2 Pendidikan Jasmani, Keterampilan
Olah Raga, dan Sikap Spiritual dan
Kesehatan Sosial
Pengetahuan
217

3 Prakarya Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial

Mengetahui: ……………, …………20……


Orang Tua/ Wali Wali Kelas,

………………….. …………………………
NIP……………………..
218

Nama Sekolah :………………………………...... Kelas :…………………


Alamat : …………………………………. Semester : 2 (Dua)
Nama :………………………………….. Tahun Pelajaran :…………………
Nomor Induk/ NISN :…………………
CAPAIAN
Sikap Spiritual dan Sosial
MATA PELAJARAN Pengetahuan Keterampilan (KI 1 dan KI 2)
(KI 3) (KI 4) Dalam Antarmapel
Mapel
Kelompok A SB/B/C/K Deskripsi
1 Pendidikan Agama dan Kesimpulan
Budi Pekerti dari sikap
2 Pendidikan Pancasila keseluruhan
dan Kewarganegaraan dalam maple
3 Bahasa Indonesia diputuskan
4 Matematika melalui rapat
5 Ilmu Pengetahuan koordinasi
Alam bersama
6 Ilmu Pengetahuan dengan guru
Sosial mapel dan
7 Bahasa Inggris wali kelas
Kelompok B
1 Seni Budaya
2 Pendidikan Jasmani,
Olah Raga, dan
Kesehatan
3 Prakarya

Kegiatan Ekstrakurikuler Nilai Keterangan


1. Praja Muda Karana (Pramuka)
2. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
3. ……………………………

Ketidakhadiran
Sakit :……….hari
Izin :……….hari
Tanpa Keterangan :……….hari

Mengetahui: …………, ……………20


Orang Tua/ Wali Wali Kelas

………………….. …………………………..
NIP……………………….
219

Nama Sekolah :………………………………...... Kelas :…………………


Alamat : …………………………………. Semester : 2 (Dua)
Nama :………………………………….. Tahun Pelajaran :…………………
Nomor Induk/ NISN :…………………
DESKRIPSI
MATA PELAJARAN KOMPETENSI CATATAN
Kolompok A
Pengetahuan Deskripsi capaian KD pada KI 3
1 Pendidikan Agama dan Keterampilan Deskripsi capaian KD pada KI 4
Budi Pekerti Sikap Spiritual dan Deskripsi capaian KD pada KI 1 dan
Sosial KI 2

Pengetahuan
2 Pendidikan Pancasila dan Keterampilan
Kewarganegaraan Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
3 Bahasa Indonesia Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
4 Matematika Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
5 Ilmu Pengetahuan Alam Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
6 Ilmu Pengetahuan Sosial Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
7 Bahasa Inggris Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Kelompok B
Pengetahuan
1 Seni Budaya Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Pengetahuan
2 Pendidikan Jasmani, Keterampilan
Olah Raga, dan Sikap Spiritual dan
Kesehatan Sosial
Pengetahuan
220

3 Prakarya Keterampilan
Sikap Spiritual dan
Sosial
Keputusan:
Berdasarkan hasil yang dicapai pada semester 1 dan 2, peserta didik
Ditetapkan naik ke kelas ……. (………………..)………………………
Tinggal di kelas ……………(……………..)………….

Mengetahui: ……………, …………20……


Orang Tua/ Wali Wali Kelas,

………………….. …………………………
NIP……………………..
221

KETERANGAN PINDAH SEKOLAH

NAMA PESERTA DIDIK : …………………………………………………………

KELUAR
Tanggal Kelas yang Sebab-sebab Tanda Tangan
Ditinggalkan Keluar atau Atas Kepada Sekolah,
Perintah (Tertulis) Stempel Sekolah,
dan Tanda Tangan
Orang Tua/Wali
…………,…………
Kepala Sekolah,

NIP
Orang Tua/ Wali
…………,…………
Kepala Sekolah,

NIP
Orang Tua/ Wali
…………,…………
Kepala Sekolah,

NIP
Orang Tua/ Wali
222

KETERANGAN PINDAH SEKOLAH

NAMA PESERTA DIDIK : ………………………………………………………..


No. MASUK
1 Nama Peserta Didik …………,…………
2 Nomor Induk Kepala Sekolah,
3 Nama Sekolah
4 Masuk di Sekolah ini:
a.Tanggal
b.Di Kelas ………………………
5 Tahun Pelajaran NIP
1 Nama Peserta Didik …………,…………
2 Nomor Induk Kepala Sekolah,
3 Nama Sekolah
4 Masuk di Sekolah ini:
a.Tanggal
b.Di Kelas ………………………
5 Tahun Pelajaran NIP
1 Nama Peserta Didik …………,…………
2 Nomor Induk Kepala Sekolah,
3 Nama Sekolah
4 Masuk di Sekolah ini:
a.Tanggal
b.Di Kelas ………………………
5 Tahun Pelajaran NIP
223

Catatan Prestasi yang Pernah Dicapai


Nama Peserta Didik : …………………………………………………………….
Nama Sekolah : …………………………………………………………….
Nomor Induk : ……………………………………………………………..

No. Prestasi yang Pernah Keterangan


Dicapai

1 Kurikuler

2 Ekstra Kurikuler

3 Catatan Khusus
Lainnya
224

LAPORAN
CAPAIAN KOMPETENSI PESERTA DIDIK
SEKOLAH MENENGAH ATAS
(SMA)

Nama Peserta Didik


……………………………………….
NISN: …………………..

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


REPUBLIK INDONESIA
225

LAPORAN
HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
(SMP)

Nama Sekolah :
NPSN/NSS :
Alamat Sekolah :
Kode Pos ……………Telp,…………….
Kelurahan :
Kecamatan :
Kabupaten/Kota :
Provinsi :
Webside :
E-mail :
226

PETUNJUK PENGGUNAAN
1. Laporan Cspaian Kompetensi ini digunakan selama peserta didik mengikuti
pembelajaran di Sekolah Menengah Atas.
2. Apabila peserta didik pindah sekolah, Laporan Capaian Kompetensi dibawa oleh
peserta didik yang bersangkutan sebagai bukti pencapaian kompetensi.
3. Apabila Laporan Capaian Kompetensi Peserta Didik hilang, dapay diganti dengan
Laporan Capaian Kompetensi Pengganti dan diisi dengan nilai dan deskripsi yang
dikutip dari Buku Induk Sekoah asal peserta didik dan disahkan oleh Kepala Sekolah
yang bersangkutan.
4. Laporan Capaian Kompetensi Peserta Didik ini harus dilengkapi dengan pas foto
terbaru ukuran 3 x 4 cm, dan pengisiannya dilakukan oleh wali kelas.
227

KETERANGAN TENTANG DIRI PESERTA DIDIK


1. Nama Peserta Didik (Lengkap) :
2. Nomor Induk Siswa Nasional :
3. Tempat Tanggal Lahir :
4. Jenis Kelamin : Pas Foto
5. Agama :
3x4
6. Status dalam Keluarga :
7. Anak ke :
8. Alamat Peserta Didik :
9. Nomor Telepon Rumah :
10. Sekolah Asal :
11. Diterima di sekolah ini
Di kelas :
Pada tanggal :
12. Nama Orang Tua
a. Ayah :
b. Ibu :
13. Alamat Orang Tua :
Nomor Telepon Rumah :
14. Pekerjaan Orang Tua :
a. Ayah :
b. Ibu :
15. Nama Wali Peserta Didik :
16. Alamat Wali Peserta Didik :
Nomor Telepon Rumah :
17. Pekerjaan Wali Peserta Didik :
……………. , …………..
Kepala Sekolah,
NIP

Nama Sekolah :……………………………. Kelas :………….


Alamat :……………………………. Semester :1 (Satu)
Nama :…………………………….. Tahun Pelajaran : ……………
Nomor Induk/NISN :
CAPAIAN KOMPETENSI
MATA PELAJARAN Pengetahuan Keterampilan Sikap Spiritual dan
(KI-3) (KI-4) Sosial (KI-1 dan KI-2)
Angka Predikat Angka Predikat Dalam Antar
Mapel mapel
Kelompok A (Wajib) 1-4 1-4 SB/B/C/K Kesimpula
1 Pendidikan n dari
Agam dan Budi sikap
Pekerti (Nsms keseluruha
Guru) n dalam
2 Pendidikan maple
Pancasila dan diputuskan
228

Kewarganegara melalui
an (Nsma Guru) rapat
3 Bahasa semua
Indinesia (Nama guru mata
Guru) pelajaran
4 Metematika dengan
(Nama Guru) wali kelas
5 Sejarah
Indonesia
(Nama Guru)
6 Bahasa Inggris
(Nama Guru)
Kelompok B (Wajib)
1 Seni Budaya
(Nama Guru)
2 Pendidikan
Jasmani, Olah
Raga, dan
Kesehatan
(Nama Guru)
3 Prakarya dan
Kewirausahaan
(Nama Guru)
Kelompok C
(Peminatan)
1 …………….
2 …………….
3 …………….

Ekstra Kurikuler Kegiatan yang telah dilakukan


1. Praja Muda Karana
(Pramuka)
2. Dsb.

Ketidakhadiran
Sakit :……….hari
Izin :……….hari
Tanpa Keterangan :……….hari

Mengetahui: …………, ……………20


Orang Tua/ Wali Wali Kelas

………………….. …………………………..
NIP……………………….
Nama Sekolah :………………………………...... Kelas :…………………
Alamat : …………………………………. Semester : 1 (Satu)
229

Nama :………………………………….. Tahun Pelajaran :…………………


Nomor Induk/ NISN :…………………
DESKRIPSI
MATA PELAJARAN KOMPETENSI CATATAN
Kolompok A (Wajib)
Pengetahuan
1 Pendidikan Agama dan Keterampilan
Budi Pekerti Sikap Spiritual dan Sosial

Pengetahuan
2 Pendidikan Pancasila dan Keterampilan
Kewarganegaraan Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
3 Bahasa Indonesia Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
4 Matematika Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
5 Sejarah Indonesia Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
6 Bahasa Inggris Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Kelompok B (Wajib)
Pengetahuan
1 Seni Budaya Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
2 Pendidikan Jasmani, Keterampilan
Olah Raga, dan Sikap Spiritual dan Sosial
Kesehatan
Pengetahuan
3 Prakarya dan Keterampilan
Kewirausahaan Sikap Spiritual dan Sosial
Kelompok C (Peminatan)
Pengetahuan
1 Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
2 Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
3 Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
230

4 Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
5 Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial

Pengetahuan
6 Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial

Mengetahui: ……………, …………20……


Orang Tua/ Wali Wali Kelas,

………………….. …………………………
NIP……………………..
231

Nama Sekolah :……………………………. Kelas :………….


Alamat :……………………………. Semester : 2 (Dua)
Nama :…………………………….. Tahun Pelajaran : ……………
Nomor Induk/NISN :
CAPAIAN KOMPETENSI
MATA PELAJARAN Pengetahuan Keterampilan Sikap Spiritual dan
(KI-3) (KI-4) Sosial (KI-1 dan KI-2)
Angka Predikat Angka Predikat Dalam Antar
Mapel mapel
Kelompok A (Wajib) 1-4 1-4 SB/B/C/K Kesimpula
1 Pendidikan n dari
Agama dan sikap
Budi Pekerti keseluruha
(Nsms Guru) n dalam
2 Pendidikan maple
Pancasila dan diputuskan
Kewarganegara melalui
an (Nsma Guru) rapat
3 Bahasa semua
Indinesia (Nama guru mata
Guru) pelajaran
4 Metematika dengan
(Nama Guru) wali kelas
5 Sejarah
Indonesia
(Nama Guru)
6 Bahasa Inggris
(Nama Guru)
Kelompok B (Wajib)
1 Seni Budaya
(Nama Guru)
2 Pendidikan
Jasmani, Olah
Raga, dan
Kesehatan
(Nama Guru)
3 Prakarya dan
Kewirausahaan
(Nama Guru)
Kelompok C
(Peminatan)
1 …………….
2 …………….
3 …………….

Ekstra Kurikuler Kegiatan yang telah dilakukan


232

1. Praja Muda Karana


(Pramuka)
2. Dsb.

Ketidakhadiran
Sakit :……….hari
Izin :……….hari
Tanpa Keterangan :……….hari

Mengetahui: …………, ……………20


Orang Tua/ Wali Wali Kelas

………………….. …………………………..
NIP……………………….

Nama Sekolah :………………………………...... Kelas :…………………


Alamat : …………………………………. Semester : 2 (Dua)
Nama :………………………………….. Tahun Pelajaran :…………………
Nomor Induk/ NISN :…………………
DESKRIPSI
MATA PELAJARAN KOMPETENSI CATATAN
Kolompok A (Wajib)
Pengetahuan
1 Pendidikan Agama dan Keterampilan
Budi Pekerti Sikap Spiritual dan Sosial

Pengetahuan
2 Pendidikan Pancasila dan Keterampilan
Kewarganegaraan Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
3 Bahasa Indonesia Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
4 Matematika Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
5 Sejarah Indonesia Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
6 Bahasa Inggris Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Kelompok B (Wajib)
Pengetahuan
1 Seni Budaya Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
233

2 Pendidikan Jasmani, Keterampilan


Olah Raga, dan Sikap Spiritual dan Sosial
Kesehatan
Pengetahuan
3 Prakarya dan Keterampilan
Kewirausahaan Sikap Spiritual dan Sosial
Kelompok C (Peminatan)
Pengetahuan
1 Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
2 Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
3 Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
4 Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial
Pengetahuan
5 Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial

Pengetahuan
6 Keterampilan
Sikap Spiritual dan Sosial

Keputusan :
Berdasarkan hasil yang dicapai pada semester 1 dan 2, peserta didik
ditetapkan naik ke kelas ……………(……………)
tinggal di kelas …………….. (……………..)
……………, …………20……
Kepala Sekolah,

…………………………
NIP……………………..
Wali Kelas Orang Tua/ Wali

……………………… …………………….
NIP………………….
234

KETERANGAN PINDAH SEKOLAH

NAMA PESERTA DIDIK : …………………………………………………………

KELUAR
Tanggal Kelas yang Sebab-sebab Tanda Tangan
Ditinggalkan Keluar atau Atas Kepada Sekolah,
Perintah (Tertulis) Stempel Sekolah,
dan Tanda Tangan
Orang Tua/Wali
…………,…………
Kepala Sekolah,

NIP
Orang Tua/ Wali
…………,…………
Kepala Sekolah,

NIP
Orang Tua/ Wali
…………,…………
Kepala Sekolah,

NIP
Orang Tua/ Wali
235

KETERANGAN PINDAH SEKOLAH

NAMA PESERTA DIDIK : ………………………………………………………..


No. MASUK
1 Nama Peserta Didik …………,…………
2 Nomor Induk Kepala Sekolah,
3 Nama Sekolah
4 Masuk di Sekolah ini:
a.Tanggal
b.Di Kelas ………………………
c.Tahun Pelajaran NIP
1 Nama Peserta Didik …………,…………
2 Nomor Induk Kepala Sekolah,
3 Nama Sekolah
4 Masuk di Sekolah ini:
a.Tanggal
b.Di Kelas ………………………
c.Tahun Pelajaran NIP
1 Nama Peserta Didik …………,…………
2 Nomor Induk Kepala Sekolah,
3 Nama Sekolah
4 Masuk di Sekolah ini:
a.Tanggal
b.Di Kelas ………………………
c.Tahun Pelajaran NIP
236

Catatan Prestasi yang Pernah Dicapai


Nama Peserta Didik : …………………………………………………………….
Nama Sekolah : …………………………………………………………….
Nomor Induk : ……………………………………………………………..

No. Prestasi yang Pernah Dicapai


237

CARA PENGISIAN RAPOR SMA


1. Nama peserta didik di halaman judul, data sekolah di lembar 1, dan data peserta
didik di lembar 2 diisi dengan lengkap.
2. Lembar 2 yang berisi data peserta didik, dilengkapi dengan pas foro peserta didik
terbaru berukuran 3 x 4.
3. Lembar CAPAIAN KOMPETENSI diisi dengan:
a. Identitas sekolah dan identitas peserta didik.
b. Pada kolom Pengetahuan dan Keterampilan diisi dengan perolehan nilai dari
setiap guru mata pelajaran yang berupa angka (berdasarkan perhitungan skala 1
s.d 4) dan Kode Huruf (predikat).
Penilaian A,B,C dan D sebagai berikut:
Predikat Indikator
A Menguasai seluruh kompetensi dengan kualitas melebihi yang
diharapkan
B Menguasai seluruh kompetensi pada tingkat kriteria minimum yang
dipersyaratkan
C Menguasai sebagaian besar kompetensi, tetapi ada satu atau dua
kompetensi penting yang belum dikuasai
D Tidak kompeten

c. Kolom Sikap Spiritual dan Sosial (KI-1 dan KI-2) dalam Mapel diisi denga
menggunakan nilai kualitatif: Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang
(K) menggunakan indicator sebagai berikut.
Predikat Indikator
SB Sudah konsisten (selalu berperilaku) sesuai yang diharapkan
B Mulai konsisten (sering berperilaku) sesuai yang diharapkan
C Belum konsisten (kadang-kadang berperilaku) sesuai yang diharapkan
K Tidak konsisten (tidak pernah berperilaku) sesuai yang diharapkan

d. Kolom Sikap Spiritual dan Sosial (KI-1 dan KI-2) antarmapel diisi oleh wali kelas
dengan deskripsi kesimpulan dari sikap peserta didik secara keseluruhan.
Kesimpulan tersebut diperoleh melalui rapat bersama dengan semua guru mata
pelajaran.
e. Kelompok C (Peminatan)
Nomor 1 – 4 diisi mata pelajaran yang sesuai dengan kelompok peminatan yang
dipilih peserta didik. Nomor 5 – 6 diisi mata pelajaran lintas minat dan/ atau
pendalaman sesuai dengan pilihan peserta didik.
f. Ekstra kurikuler diisi dengan penjelasan mengenai kegiatan yang menonjol yang
dilakukan peserta didik pada masing-masing kegiatan ekstra kurikuler yang
diikuti. Penjelasan ini diperoleh dari guru pembina/ pelatih ekstra kurikuler.
g. Kolom ketidakhadiran diisi dengan rekapitulasi ketidakhadiran peserta didik
(sakit, izin, dan tanpa keterangan) dari wali kelas.
h. Disikan nama kota dan tanggal, bulan, serta tahun diterbitkan rapor.
i. Dilengkapi dengan tanda tangan dan nama wali kelas, serta NIP (jika ada)
j. Nama dan tanda tangan orangtua/ wali harus diisi setelah orangtua/ wali peserta
didik menerima laporan capaian kompetensi (rapor) putera/ puterinya.
238

4. Lembar DESKRIPSI
a. Diisi dengan identitas sekolah dan peserta didik.
b. Kolom catatan untuk kompetensi pengetahuan diisi dengan capaian KD dari KI-3
(yang menonjol) dan KD yang perlu ditingkatkan pada setiap mata pelajaran.
c. Kolom catatan untuk kompetensi keterampilan diisi dengan capaian KD dari KI-4
(yang menonjol) dan KD yang perlu ditingkatkan pada setiap mata pelajaran.
d. Kolom catatan untuk kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial diisi dengan
capaian KD dari KI-1 (yang menonjol) dan KD yang perlu ditingkatkan pada
setiap mata pelajaran.
e. Diisikan nama kota dan tanggal, bulan, serta tahun diterbitkannya rapor.
f. Dilengkapi dengan tanda tangan dan nama wali kelas, serta NIP (jika ada).
g. Nama dan tanda tangan orangtua/wali harus diisi setelah orangtua/ wali peserta
didik menerima laporan capaian kompetensi putera/puterinya.
h. Untuk kelas X semester 2 (dua) pada kotak Keputusan, jika peserta didik naik
kelas, setelah kana naik ke kelas diisi XI (sebelas) dan dicoret kata tinggal di
kelas. Atau sebaliknya, jika peserta didik tidak naik kelas, kata naik ke kelas
dicoret, dan setelah kata tinggal di kelas diisi X (sepuluh). Selanjutnya diisikan
nama kota dan tanggal, bulan, serta tahun diterbitkannya rapor, dilengkapi tanda
tangan kepala sekolah dan NIP (jika ada), serta dibubuhi stempel sekolah.
i. Kriteria kenaikan kelas ditentukan oleh pihak sekolah berdasarkan karakteristik
sekolah masing-masing.
Contoh:
Peserta didik dinyatakan naik kelas apabila memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1) Menyelesaikan seluruh program pembelajaran dalam dua semester pada
tahun pelajaran yang diikuti.
2) Tidak terdapat 3 mata pelajaran atau lebih, pada kompetensi pengetahuan,
keterampilan, dan/ atau sikap yang belum tuntas/ belum baik pada semester
kedua.
3) Ketidakhadiran peserta didik tanpa keterangan maksimal 15% dari jumlah
hari efektif.
5. Keterangan pidah sekolah (Keluar) diisi sebagai berikut.
a. Nama peserta didik diisi lengkap.
b. Tanggal ditetapkannya keluar dari sekolah.
c. Kelas yang ditinggalkan pada saat keluar dari sekolah.
d. Alasan keluar dari sekolah.
e. Nama kota, tanggal, bulan, dan tahun keluar sekolah. tanda tangan dan nama
kepala sekolah yang ditinggalkan, NIP (jika ada), dan dibubui stempel sekolah.
f. Pengesahan kepindahan keluar sekolah dikuatkan dengan tanda tangan dan
nama orang tua/ wali peserta didik.
6. Keterangan pindah sekolah (Masuk) diisi sebagai berikut.
a. Nama peserta didik diisi lengkap.
b. Nomor 1, 2, dan 3 diisi identitas peserta didik (nama, nomor induk, dan nama
sekolah asal) dengan lengkap.
c. Nomor 4 Masuk di sekolah ini diisi sekolah yang baru. Tanggal diisi mulai
(pertama kali) peserta didik diterima di sekolah yang baru. Di kelas diisi kelas
239

peserta didik diterima di sekolah yang baru. Tahun pelajaran diisi tahun pelajaran
yang sedang berjalan pada waktu peserta didik diterima di sekolah yang baru.
d. Nama kota tempat sekolah yang baru, tanggal, bulan, dan tahun diterima di
seklah yang baru. Tanda tangan dan nama kepala sekolah, NIP (jika ada) dan
dibubui stempel sekolah.
7. Catatan prestasi yang pernah dicapai diisi sebagai berikut.
a. Identitas peserta didik (Nama, nama sekolah, NISN).
b. Catatan prestasi yang menonjol baik pada bidang akademik maupun non-
akademik.

Anda mungkin juga menyukai