Anda di halaman 1dari 143

EVALUASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KABUPATEN LAYAK

ANAK (KLA) DALAM PEMENUHAN KLASTER HAK SIPIL DAN


KEBEBASAN DI KABUPATEN SITUBONDO

EVALUATION OF THE DEVELOPMENT POLICY AT CHILD FRIENDLY


DISTRICT (KLA) IN CLUSTER FULFILLMENT OF CIVIL RIGHTS AND
LIBERTIES IN SITUBONDO

SKRIPSI

oleh:
Shofil Setyarini
120910201077

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2017
EVALUASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KABUPATEN LAYAK
ANAK (KLA) DALAM PEMENUHAN KLASTER HAK SIPIL DAN
KEBEBASAN DI KABUPATEN SITUBONDO

EVALUATION OF THE DEVELOPMENT POLICY AT CHILD FRIENDLY


DISTRICT (KLA) IN CLUSTER FULFILLMENT OF CIVIL RIGHTS AND
LIBERTIES IN SITUBONDO

SKRIPSI

Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Studi Ilmu Administrasi Negara (S1)
dan meraih gelar Sarjana Sosial

oleh:
Shofil Setyarini
120910201077

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2017

ii
PERSEMBAHAN

Atas rahmat dan karunia Allah SWT, dengan rasa tulus dan rendah hati,
penulis mempersembahkan skripsi ini untuk :
1. Ibunda Indrawati dan Ayahanda Sahur, terima kasih untuk segala untaian doa,
segenap curahan kasih sayang, motivasi, kerja keras dan pengorbanan untuk
ananda dapat menyeleseaikan skripsi ini;
2. Kakak Hendra Setiawan dan Kakak Ipar Robiatul Adawiyah, S.pd terima
kasih untuk dukungan baik secara moriil maupun materiil;
3. Semua Guru yang senantiasa membimbing penulis sejak masa kanak-kanak
di TK PG Asembagus, SMPN 1 Asembagus, SMAN 2 Situbondo dan
Universitas Jember, saya ucapkan terima kasih telah memberikan berbagai
ilmu pengetahuan dan pembelajaran hidup yang sangat berharga.
4. Almamaterku Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Jember.

iii
MOTTO

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka


mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
(Terjemahan surat Ar-Ra‟d ayat 11)1

“kita tidak selalu membangun masa depan untuk generasi muda, tapi kita bisa
membangun generasi muda untuk masa depan yang lebih baik.”
(Franklin D. Roosevelt)2

1
Departemen Agama Republik Indonesia. 2005. Al-Jumanatul Ali Al-Qur’an dan
Terjemahnya. Bandung: CV Penerbit J-Art Anggota Ikapi
2
Kata mutiara [serial online] akun line UNICEF (05 Februari 2017)

iv
PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


nama : Shofil Setyarini
NIM : 120910201077
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “Evaluasi
Kebijakan Pengembangan Kabupaten Layak Anak (KLA) Dalam Pemenuhan
Klaster Hak Sipil Dan Kebebasan” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali
kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada
institusi mana pun, dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas
keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung
tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan
dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, 10 Mei 2017


Yang menyatakan,

Shofil Setyarini
NIM. 120910201077

v
SKRIPSI

EVALUASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KABUPATEN LAYAK


ANAK (KLA) DALAM PEMENUHAN KLASTER HAK SIPIL DAN
KEBEBASAN DI KABUPATEN SITUBONDO

Oleh:
Shofil Setyarini
NIM 120910201077

Pembimbing

Dosen Pembimbing Utama : Dra. Inti Wasiati, MM.


Dosen Pembimbing Anggota : M. Hadi Makmur, S.Sos, M.AP

vi
PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Evaluasi Kebijakan Pengembangan Kabupaten Layak Anak


(KLA) dalam Pemenuhan Klaster Hak Sipil dan Kebebasan di Kabupaten
Situbondo” karya Shofil Setyarini telah diuji dan disahkan pada:
hari, tanggal : Rabu, 10 Mei 2017
tempat : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Tim Penguji:

Ketua, Sekretaris,

Drs. A. Kholiq Azhari, M.Si Dra. Inti Wasiati, MM


NIP 195607261989021001 NIP 195307311980022001

Anggota Tim Penguji:

1. M. Hadi Makmur, S.Sos, M.AP


NIP 197410072000121001 ( )

2. Nian Riawati, S.Sos, MPA


NIP 198506092015042002 ( )

Mengesahkan
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember,

Dr. Ardiyanto, M.Si


NIP. 195808101987021002

vii
RINGKASAN

EVALUASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KABUPATEN LAYAK


ANAK (KLA) DALAM PEMENUHAN KLASTER HAK SIPIL DAN
KEBEBASAN DI KABUPATEN SITUBONDO; Shofil Setyarini,
120910201077; 2017: 143 halaman; Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Iilmu Sosial dan Ilmu Politik; Universitas Jember

Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak adalah sistem


pembangunan satu wilayah administrasi yang mengintegrasikan komitmen dan
sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara
menyeluruh dan berkelanjutan dalam program dan kegiatan pemenuhan hak anak.
Kabupaten / Kota Layak Anak memiliki 31 indikator yang tertuang dalam
indikator umum dan 5 klaster, yaitu klaster Hak Sipil dan Kebebasan, Klaster
Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, Klaster Kesehatan Dasar dan
Kesejahteraan, Klaster Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang Dan Kegiatan Seni
dan Budaya, dan Klaster Perlindungan Khusus.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian
deskriptif. Peneliti menggunakan teori Evaluasi Kebijakan James Anderson dan
Edward A. Suchman untuk menganalisa ketercapaian indikator pemenuhan hak
anak dalam Kebijakan pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak di Kabupaten
Situbondo. Data dalam penelitian ini didapatkan melalui teknik wawancara,
observasi, dokumentasi dan studi kepustakaan. Teknik menguji keabsahan data
dalam penelitian ini menggunakan metode perpanjangan keikutsertaan, ketekunan
pengamatan dan triangulasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik
analisis interaktif oleh Miles dan Huberman. Dalam skripsi ini, setelah
memperhatikan teori dan data yang didapat kemudian dilakukan interpretasi data
berdasarkan teori yang digunakan diatas. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk
mendapatkan kesimpulan yang sesuai dengan argumen utama dalam penelitian
ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Pemerintah Kabupaten Situbondo
dalam menjalankan kebijakan terkait pemenuhan indikator dalam pengembangan
Kabupaten Layak Anak khususnya dalam klaster hak sipil dan kebebasan. Peneliti

viii
dalam menganalisa ketercapaian indikator melalui enam langkah dalam evaluasi
kebijakan dengan hasil sebagai berikut: 1) Identifikasi tujuan program, upaya
SKPD terkait untuk menentukan dan menetapkan ketercapaian indikator yang
sudah ditentukan dalam klaster hak sipil dan kebebasan, 2) Analisis terhadap
masalah, upaya pemerintah untuk menganalisis masalah sesuai dengan tujuan
program yang telah ditetapkan dengan jelas agar pemerintah dapat segera
memperbaiki kekurangan dalam upaya pencapaian indikator program tersebut, 3)
Deskripsi dan standarisasi kegiatan, upaya pemerintah untuk mendeskripsikan
berbagai kebijakan yang dijalankan pemerintah dalam mengatasi permasalahan
terkait pemenuhan hak anak, melakukan sosialisasi, kerjasama lintas sektor (Dinas
Pendidikan dan Dinas Kesehatan) dan berbagai inovasi dalam menjalankan
kebijakan agar tujuan yang diinginkan tercapai melalui Pelanduk Cepat dan
Perisai Mas, 4) Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi, upaya
pemerintah untuk mengetahui sejauh mana tujuan dan indikator tersebut tercapai,
dari tahun 2015 hingga 2016 tingkat kepemilikan akta kelahiran dan jumlah forum
anak di Kabupaten Situbondo meningkat meski belum seluruhnya, 5) Menentukan
perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena
penyebab lain, upaya pemerintah agar SKPD saling berkoodinasi dan bekerja
sama dalam melaksanakan program yang telah ditentukan dan disepakati bersama
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bupati Nomor 39 Tahun 2013 tentang
Rencana Aksi Daerah Kabupaten Layak Anak (KLA) Kabupaten Situbondo
Tahun 2013-2017, 6) Beberapa Indikator untuk menentukan keberadaan suatu
dampak, upaya pemerintah untuk menentukan bahwa tindakan inovasi pemerintah
dapat diterima masyrakat. Hambatan yang terjadi selama program berjalan yaitu
kurangnya koordinasi antar SKPD dalam menjalankan tupoksinya seperti yang
telah ditentukan sehingga ada program yang tidak terlaksana dan keterbatasan
anggaran.

ix
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Evaluasi Kebijakan Pengembangan Kabupaten Layak Anak (Kla)
Dalam Pemenuhan Klaster Hak Sipil Dan Kebebasan Di Kabupaten Situbondo”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan
strata satu (S1) pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada;
1. Dr. Ardiyanto, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Jember;
2. Dr. Edi Wahyudi, M.M, selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember;
3. Dr. Anastasia Murdiastuti, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Jember;
4. Dra. Inti Wasiati, MM, selaku Dosen Pembimbing Utama, yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta kesabaran untuk peneliti
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;
5. M. Hadi Makmur, S.Sos, M.AP, selaku Dosen Pembimbing Anggota, yang
telah meluangkan waktu, pikiran, dan perhatian dalam pembimbingan
penulisan skripsi ini;
6. Seluruh Dosen beserta segenap staf edukatif dan administratif Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember;
7. Bapak Mulyono selaku bagian nilai Ilmu Administrasi Negara atas
kesabarannya telah memfasilitasi penulis dalam mengurusi birokrasi selama
ini;

x
8. Bapak dan Ibu Narasumber yang sudah meluangkan waktu untuk
memberikan informasi yang sangat membantu peneliti menyelesaikan skripsi
ini (Edi Wiyono, S.Sos, M.Si., Drs. Subandi, Muhammad Fahri Priambudi,
Dra. Aisyah Armina, Hadi Soesanto, SH., Mardiko Wicaksono, S.Kom., Drs.
Marwito, M.Si., Muhammad Rasidi S.KM, MM., Zainur Rohman)
9. Tim Hore Mega Puspitawarni, Rimadhany Arinda, Dina Fauziah Zalikha,
Bella Lubnal Baladani, Fitria Nur Indahsari, Fityatur Rosiko Utami, M. Habib
Nasrulloh, Kholida Aisyah yang telah membantu penulis dalam melakukan
penelitian selama proses penulisan skripsi.
10. Sahabat-sahabatku tersayang Rana Alvionita, Indah Lestari, Khoirun Nisa,
Husnul Khotimah dan Fera Denis Erlinda yang selalu menjadi penyemangat,
teman diskusi bagi penulis dalam penulisan skripsi ini.
11. Keluarga Besar “Khobe” Aprilia Yesi Anggraini, Ayudiah Anjani, Nurul
Qomariyah, Intan Mustiko Pertiwi, Tuhfatul Ulya, Amik Purnami, Komang
Fridayanti Dewi dan Putu Argianti terima kasih untuk segala kisah kasih
selama 4 tahun di Kota rantau yang tak selalu manis namun akan selalu
melekat di hati penulis;
12. Teman Lembaga Ilmiah Sospol (LIMAS) Anikmatul Karimah, Jamiliatul
Rikzah, Aprilia Nurlaily Utami, Nur Rulita, Alfian Aji, dan Tomi terima
kasih untuk prosesnya selama di LIMAS.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan. Penulis mengharap saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis,

Shofil Setyarini

xi
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii


PERSEMBAHAN ........................................................................................... iii
MOTTO .......................................................................................................... iv
PERNYATAAN .............................................................................................. v
HALAMAN PEMBIMBING ........................................................................ vi
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... vii
RINGKASAN ................................................................................................. viii
PRAKATA ...................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvii
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 8
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 9
1.3.1 Tujuan Penelitian.................................................................. 9
1.4.2 Manfaat Penelitian................................................................ 10
BAB 2. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 11
2.1 Pengertian Kebijakan Publik .......................................................... 11
2.2 Evaluasi Kebijakan ......................................................................... 15
2.2.1 Tujuan Evaluasi Kebijakan .................................................. 17
2.2.2 Tipe-tipe Evaluasi Kebijakan ............................................... 17
2.2.3 Beberapa Langkah dalam Evaluasi Kebijakan ..................... 19
2.3 Kabupaten Layak Anak .................................................................. 20
2.4 Kerangka Berpikir .......................................................................... 30
BAB 3 Metodologi Penelitian ........................................................................ 31
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................... 32
xii
3.2 Fokus Penelitian ............................................................................. 32
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 33
3.4 Data dan Sumber Data.................................................................... 34
3.5 Penentuan Informan Penelitian ...................................................... 38
3.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ..................................... 41
3.7 Teknik Menguji Keabsahan Data ................................................... 46
3.8 Teknik Penyajian dan Analisis Data .............................................. 50
BAB 4 Pembahasan ........................................................................................ 53
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ........................................................... 53
4.1.1 Kabupaten Situbondo ............................................................. 53
4.1.2 Kabupaten Situbondo sebagai Kabupaten Layak Anak ......... 58
4.2 Profil Kabupaten Layak Anak (KLA) Kabupaten Situbondo ........ 61
4.3 Pemenuhan Klaster Hak Sipil dan Kebebasan di Kabupaten
Situbondo ............................................................................................. 62
4.4 Hasil Penelitian .............................................................................. 64
4.4.1 Capaian Indikator dalam Pemenuhan Hak Sipil dan Kebebasan
di Kabupaten Situbondo ....................................................................... 92
4.4.2 Hambatan Dalam Pencapaian Indikator Khususnya dalam
Pemenuhan Klaster Hak Sipil dan Kebebasan di Kabupaten
Situbondo. ............................................................................................ 110
BAB 5. PENUTUP.......................................................................................... 118
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 118
5.2 Saran ............................................................................................ 119
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Rekapitulasi Eksistensi Forum Anak di Kabupaten Situbondo


Tahun 2015 .................................................................................... 6
Tabel 1.2 Pelayanan Kantor Perpusda ........................................................... 7
Tabel 3.1 Data dan Sumber Data................................................................... 34
Tabel 3.2 Daftar Informan Penelitian dan Informasi yang Diperoleh ........... 39
Tabel 3.3 Daftar Informasi yang Dibutuhkan dalam Penelitian .................... 45
Tabel 3.4 Teknik Pemeriksaan Data Kualitatif ............................................. 50
Tabel 3.5 Daftar Informasi Penelitian yang Diperoleh ................................. 50
Tabel 4.1 Banyaknya Desa/Kelurahan, Dusun/Lingkungan, RW Dna RT
Tahun 2015 .................................................................................... 55
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin
di Kabupaten Situbondo Tahun 2015 ............................................ 57
Tabel 4.3 Penguatan Kelembagaan dan Klaster Hak Anak pada SKPD
Menurut Tahun Anggaran 2012 dan 2015 .................................... 60
Tabel 4.4 Rekapitulasi Eksistensi Forum Anak di Kabupaten Situbondo
Tahun 2016 .................................................................................... 71
Tabel 4.5 Daftar Rekomendasi Anak dan Kongres Anak Tahun 2016 ......... 74
Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Observasi Pemantauan dan Pendampingan
MOS/MOPDB Ramah Anak Forum Anak Kabupaten Situbondo
Tahun 2015 .................................................................................... 81
Tabel 4.7 Daftar Taman Baca Masyarakat (TBM) di Kabupaten Situbondo
Tahun 2015 .................................................................................... 88
Tabel 4.8 Kegiatan Penyuluhan dan Pelayanan Perpustakaan Keliling
Tahun 2013-2016 .......................................................................... 90
Tabel 4.9 Jumlah Pengunjung Perpustakaan Daerah .................................... 92
Tabel 4.10 Deskripsi dan Standarisasi Kegiatan dalam Klaster Hak Sipil
dan Kebebasan............................................................................... 101

xiv
Tabel 4.11 Rekapitulasi Forum Anak Tahun 2011-2016 ................................ 105
Tabel 4.12 Anggaran Kabupaten Layak Anak (Kla) ....................................... 114
Tabel 4.13 Alokasi Anggaran KLA dalam 5 Klaster ....................................... 114
Tabel 4.14 Alokasi Anggaran Forum Anak ..................................................... 115

xv
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ........................................................................ 30

Gambar 3.1 Model Analisis Interaktif Miles Dan Huberman .......................... 51

Gambar 4.1 Peta Infrastruktur Kabupaten Situbondo ...................................... 54

Gambar 4.2 Presentase kepemilikan Akta Kelahiran Tahun 2014-2017 ......... 104

xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman wawancara
2. Surat Izin Penelitian dari Lembaga Penelitian (Lemlit) Universitas Jember.
3. Surat Izin Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten
Situbondo.
4. Surat keterangan selesai penelitian dari lokasi penelitian.
5. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 tentang Kebijakan
Pengembangan Kabupaten Layak Anak
6. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Indikator
Kabupaten Layak Anak
7. Peraturan Bupati Situbondo Nomor 39 Tahun 2013 tentang Rencana Aksi
Daerah Kabupaten Layak Anak (RAD-KLA) Kabupaten Situbondo Tahun
2013-2017
8. Keputusan Bupati Situbondo Nomor: 188/285/P/004.2/2012 tentang
Gugus Tugas Kabupaten Layak Anak Kabupaten Situbondo
9. Keputusan Bupati Situbondo Nomor: 188/550/P.006.2/2014 tentang
Forum Anak Kabupaten Situbondo
10. Keputusan Lurah Patokan Nomor: 188/19/P/431.510.9.1/2015 tentang
Forum Anak Kelurahan Patokan
11. Keputusan Camat Mangaran Nomor: 188/08.C/431.512.5/2015 tentang
Forum Anak Kecamatan Mangaran
12. Keputusan Camat Mlandingan Nomor: 188/44/431.506.05/2015 tentang
Forum Anak Kecamatan Mlandingan
13. Keputusan Lurah Dawuhan Nomor: 188/012/P001.2/2015 tentang Forum
Anak Kelurahan “Cantika”
14. Keputusan Camat Jatibanteng Nomor: 188/10/431.502.7.3/2015 tentang
Forum Anak Kecamatan Jatibanteng
15. Keputusan Camat Panarukan Nomor: 188/15/431.508.5/2015 tentang
Forum Anak Kecamatan Panarukan
16. Keputusan Camat Suboh Nomor: 188/028/431.505/2015 tentang Forum
Anak Kecamatan Suboh
17. Keputusan Camat Besuki Nomor: 188/028/431.504/2015 tentang Forum
Anak Kecamatan Besuki
18. Keputusan Camat Kapongan Nomor: 188/361/431.513.6/2015 tentang
Forum Anak Kecamatan Kapongan
19. Keputusan Camat Sumbermalang Nomor: 06 Tahun 2015 tentang Forum
Anak Kecamatan Sumbermalang

xvii
20. Keputusan Kepala Desa Blimbing Nomor: 188/02/431.504.9.9/2015
tentang Forum Anak Desa Blimbing
21. Dokumen pelaksanaan anggaran SKPD Pemerintah Kabupaten Situbondo
Tahun 2016
22. Surat Edaran Kementerian Dalam Negeri Nomor:100/7653/Dukcapil
tentang Penyelesaian Target Kinerja Penyelenggaraan Adminduk Tahun
2016
23. Agregat Kependudukan Per Kecamatan Berdasarkan Kepemilikan Akta
Kelahiran Kelompok Umur 0-18 Tahun Per Tanggal 25 Desember Tahun
2015-2016 Kabupaten Situbondo
24. Nota Kesepahaman Bersama antara RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo
dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Situbondo
tentang Pelayanan Akta Kelahiran Bagi Bayi Baru Lahir di RSUD dr.
Abdoer Rahem Situbondo
25. Profil dan Laporan Forum Anak Kabupaten Situbondo Tahun 2015
26. Laporan kegiatan pelayanan perpustakaan keliling tahun 2013-2016
27. Daftar isian masalah dan usulan anak dalam Musrenbang Kecamatan
Besuki Tahun 2015
28. Dokumentasi penelitian

xviii
xix
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Inisiatif Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) dikembangkan oleh UNICEF
yang merujuk pada hasil penelitian Kevin Lynch mengenai “Cildren Perception of
the Environment” di Melbourne, Warsawa, Salta dan Mexico City tahun 1971-
1975. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan terbaik untuk anak adalah
yang mempunyai komuniti yang kuat secara fisik dan sosial, mempunyai aturan
yang jelas dan tegas, memberi kesempatan anak untuk mempelajari dan
menyelidiki lingkungan mereka. Berdasarkan penelitian ini, kemudian
dikembangkan berbagai indikator untuk mengukur suatu wilayah/kawasan yang
ramah terhadap anak.
Kota Layak Anak kemudian diperkenalkan oleh UNICEF bersama
UNHABITAT pada UN-GASS (United Nations General Assembly Special
Session) on Children tahun 2002 yang mendeklarasikan World Fit For Children.
Pada paragraf 13 pembukaan Agenda Habitat pada Konferensi Habitat II atau City
Summit mengaskan bahwa anak dan remaja harus mempunyai tempat tinggal yang
layak, terlibat dalam proses pengambilan keputusan baik di kota maupun di
komunitas, terpenuhinya kebutuhan dan peran anak dalam bermain
dikomunitasnya. Istilah ramah anak kemudian lahir di Indonesia yang menandai
sebuah kondisi dimana masyarakat diajak bersama-sama lebih memperhatikan,
megakomodir dan memenuhi hak-hak anak.
Tatanan masyarakat yang layak anak ini diadopsi oleh Pemerintah Indonesia
yang direalisasikan Pemerintah Kabupaten / Kota untuk Mewujudkan Kabupaten /
Kota Layak Anak sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 11 Tahun 2011 tentang
Kebijakan KLA adalah sistem pembangunan satu wilayah administrasi yang
mengintegrasikan komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia
usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam program dan
kegiatan pemenuhan hak anak.
2

Menindaklanjuti Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan


Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Kabupaten / Kota Layak Anak dan
Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 3
Tahun 2011 tentang Kebijakan Partisipasi Anak dalam Pembangunan, pemerintah
kabupaten situbondo ikut serta mencanangkan pengembangan kabupaten layak
anak yang tertuang di dalam Peraturan Bupati Situbondo Nomor 39 Tahun 2013
tentang Rencana Aksi Daerah kabupaten Layak Anak (RAD-KLA) Kabupaten
Situbondo Tahun 2013-2017 yang menyebutkan bahwa;

“Anak seharusnya menjadi subyek yang berperan dalam menentukan


masa depannya..... Untuk memberikan ruang partisipasi pada anak,
harus ada dialog antara anak dan orang dewasa, terutama dengan
pemerintah sebagai suatu institusi yang dapat membuat suatu
mekanisme dan membuka akses agar dapat memberi kesempatan
untuk mendengar suara mereka”.

Kabupaten / Kota Layak Anak memiliki 31 indikator yang tertuang dalam


indikator umum dan 5 klaster, yaitu klaster Hak Sipil dan Kebebasan, Klaster
Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif, Klaster Kesehatan Dasar dan
Kesejahteraan, Klaster Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang Dan Kegiatan Seni
dan Budaya, dan Klaster Perlindungan Khusus. Hak sipil dan kebebasan
merupakan hak paling mendasar yang harus dimiliki oleh anak dan harus dipenuhi
oleh Pemerintah yaitu hak atas identitas dengan memastikan semua anak tercatat
memiliki akta kelahiran sebagai bentuk kewarganegaraan anak untuk memperoleh
pendidikan dan jaminan kesehatan, kemudian hak berekspresi dan mengeluarkan
pendapat yang disediakan pemerintah melalui Forum Anak sebagai wadah
partisipasi anak sehingga anak dapat menyuarakan aspirasinya terkait apa yang
mereka butuhkan dalam tumbuh kembangnya, serta hak akses informasi yang
layak dengan penyediaan fasilitas dan sarana yang memadai sehingga anak dapat
mengakses informasi dengan aman sebagai proses perkembangannya. Apabila
Hak sipil dan kebebasan belum terpenuhi oleh pemerintah, maka indikator yang
tertuang di dalam klaster Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif,
Klaster Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan, Klaster Pendidikan, Pemanfaatan
Waktu Luang dan Kegiatan Seni Budaya, serta Klaster Perlindungan Khusus tidak
3

akan terpenuhi. Oleh karena itu, dalam mengukur ketercapaian indikator program
Kabupaten Layak Anak, peneliti memilih klaster hak sipil dan kebebasan sebagai
fokus penelitian yang didalamnya meliputi beberapa indikator, antara lain:
a. Presentase anak yang teregistrasi dan mendapatkan kutipan akta kelahiran;
b. Terbentuknya forum anak di tingkat Kabupaten, Kecamatan dna Desa;
c. Tersedianya informasi yang layak untuk anak.
Keberadaan Forum Anak merupakan salah satu indikator dalam
kebijaksanaan pengembangan Kota/Kabupaten Layak Anak, yang terdapat dalam
klaster hak sipil dan kebebasan. Pada tingkat nasional, forum anak dimulai pada
tahun 2004-2005 mencanangkan indonesia layak anak idola tahun 2015, oleh
sebab itu dikembangkan program Kabupaten Layak Anak (KLA). Situbondo
merupakan salah satu kabupaten yang ikut mengembangkan program Kabupaten
Layak Anak (KLA) karena secara bertahap, pemerintah pusat ingin ada 100
kabupaten / kota di Indonesia yang sudah layak anak. Sedangkan situbondo
sendiri masih menuju layak anak yang baru di launching pada 4 Oktober 2012 di
Alun-alun Situbondo.
Dengan demikian, jelaslah bahwa respon terhadap berbagai permasalahan
anak telah dituangkan dalam Konvensi Hak Anak yang berisi kewajiban Negara
dalam pemenuhan hak anak yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia
dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Kesepakatan Internasional
terus dikembangkan disamping merespon permasalahan kekerasan, bentuk-bentuk
pekerjaan terpuruk bagi anak, trafficking dan anak behadapan dengan hukum,
dunia juga membangun wacana untuk mewujudkan dunia yang layak bagi anak
melalui “A World Fit For Children”. Pada tahun 2015, Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise menjelaskan bahwa
di tahun ini kabupaten atau kota yang menerapkan layak anak sejumlah 264
kabupaten atau kota dari 514 kabupaten atau kota yang ada di Negara Indonesia.
Kabupaten Situbondo merupakan salah satu kabupaten yang menerapkan
kebijakan layak anak. Kabupaten Situbondo Layak Anak (KLA) berdasarkan
Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PP
dan PA) Nomor 02 Tahun 2009 tentang Kebijakan KLA adalah sistem
4

pembangunan satu wilayah administrasi yang mengintegrasikan komitmen dan


sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara
menyeluruh dan berkelanjutan dalam program dan kegiatan pemenuhan hak anak.
Kondisi Kabupaten Situbondo terdiri dari 17 kecamatan, 136
Desa/Kelurahan dengan jumlah penduduk tahun 2014 sebanyak 656.691 jiwa
yang terdiri dari laki-laki 319.653 jiwa dan prempuan 337.038 jiwa. Anak-anak
yang berusia 0-18 tahun (pengelompokan usia berdasarkan BPS) berjumlah
186.913 jiwa terdiri dari anak laki-laki 94.510 jiwa dan perempuan 92.403 jiwa,
atau sebanyak 28% dari seluruh jumlah penduduk di Kabupaten Situbondo.
Untuk pengembangan KLA, di Kabupaten Situbondo telah dibentuk Gugus
Tugas KLA berdasarkan Keputusan Bupati Situbondo Nomor:
188/285/P/004.2/2012 sebagai institusi koordianasi yang keanggotaannya terdiri
dari wakil unsur eksekutif, legislatif dan yudikatif yang membidangi anak,
perguruan tinggi, organisasi non pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dunia
usaha dan anak.
Dengan belum terpenuhinya hak-hak anak di Kabupaten Situbondo jika
dikaitkan dengan indikator KLA khususnya dalam pemenuhan klaster hak sipil
dan kebebasan yang harus dicapai dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Berdasarkan Agregat Kependudukan Per Kecamatan Berdasarkan
Kepemilikan Akta Kelahiran Tahun 2015 terdapat anak usia 0-18 tahun yang
belum memiliki akta kelahiran. Usia tersebut (usia sekolah) sebesar 185.621
anak sebanyak 130.582 atau 70,35% anak sudah tercatat memiliki akta
kelahiran. Data pada tahun 2015, dari 55.039 atau 29,65% anak yang belum
memiliki akta kelahiran. Hal ini dikarenakan oleh rendahnya kepedulian
orang tua akan arti pentingnya akta kelahiran bagi anak. Serta tempat tinggal
yang jauh dan persyaratan yang rumit menjadi hambatan dalam pengurusan
dokumen kependudukan salah satunya terkait akta kelahiran. Hal inilah yang
menjadi penyebab belum seluruhnya anak di Kabupaten Situbondo Tercatat
memiliki akta kelahiran.
2. Forum Anak Situbondo disebut Forum Anak dirintis sejak tahun 2011 dan
dideklarasikan dalam pertemuan perwakilan anak pada tanggal 2 November
5

2011. Pada tahun 2013 sudah ada pergantian kepengurusan Forum Anak
selama 2 tahun, dan dalam SK Bupati tersebut tercantum tugas dan fungsi
Forum Anak, serta struktur personalia forum anak. Selain ada di tingkat
Kabupaten, Forum Anak telah ada di tingkat Kecamatan dan Desa yang
relatif telah mewakili semua anak dari berbagai latar belakang. Sekretariat
Forum Anak telah tersedia, sehingga koordinasi antar pengurus sudah relatif
berjalan dengan baik, meskipun keberadaan Forum Anak belum banyak
mempengaruhi kebijakan terkait dengan pemenuhan hak-hak anak.
6

Tabel 1.1 Rekapitulasi Eksistensi Forum Anak di Kabupaten Situbondo Tahun 2014
Jumlah

Memiliki

Memiliki
Status

Belum

Sudah
Nama Forum Tgl/ Bln/ Anak Alamat

SK

SK
No. Tingkat Nama Wilayah Forum
Anak Thn Sekretariat
Anak L P
Jl. PB
FA Kab.
1.1 Kabupaten Situbondo Aktif 02/11/2011 - Ada 20 20 Sudirman No.
Situbondo
1 Situbondo
Belum
2.1 Kecamatan Sumbermalang - - - - - -
ada
Belum
2.2 Jatibanteng - - - - - -
ada
Belum
2.3 Banyuglugur - - - - - -
Ada
Belum
2.4 Besuki
ada
Belum
Desa Blimbing - - - - - -
ada
Belum
2.5 Suboh - - - - - -
adan
Belum
2.6 Mlandingan - - - - - -
ada
Belum
2.7 Bungatan - - - - - -
Ada
Belum
2.8 Kendit - - - - -- -
Ada
Belum
2.9 Kecamatan Panarukan
ada
Wringin FA Ds. Wr. Jl. Raya
2.9.1 Desa Aktif 24/10/2012 - Ada 4 7
Anom Anom Wringinanom,
7

Panarukan
FA Kec. Jl. WR.
2.10 Kecamatan Situbondo Aktif 24/10/2012 - Ada 6 4
Situbondo Supratman
Belum
2.10.1 Kelurahan Dawuhan
ada
Belum
2.10.2 Patokan
ada
Belum
2.11 Kecamatan Mangaran
ada
Belum
2.12 Panji -
Ada
FA Kel. Jl. Besuki
2.12.1 Kelurahan Mimbaan Aktif 24/10/2012 - Ada 2 8
Mimbaan Rahmat
FA Kel.
Ardirejo Aktif 24/10/2012 - Ada 6 4 Jl. Pemuda
Ardirejo
Belum
Kecamatan Kapongan
ada
Belum
Arjasa -
Ada
Belum
Jangkar -
Ada
Belum
Asembagus -
Ada
Belum
Banyuputih -
Ada
JUMLAH PARTISIPASI ANAK 122 124
Sumber: Laporan Forum Anak Tahun 2014
7

Dari data diatas dapat kita ketahui bahwa belum semua Kecamatan hingga
tingkat Desa berkomitmen dalam pembentukan forum anak meskipun telah
dilakukan sosialisasi terkait pembentukan forum anak, hanya 1 kecamatan
yang sudah berkomitmen mengembangkan forum anak dan 4 Desa/kelurahan
yang dijadikan Desa/kelurahan percontohan. Selain itu, Belum terdapat data
terkait sekolah ramah anak di Kabupaten Situbondo. Namun telah ada
sekolah yang mengikuti program rintisan sekolah pembentukan sekolah
ramah anak, melalui perwakilan siswa-siswinya dikirim untuk menjadi
anggota Forum Anak. Tidak kurang dari 28 sekolah di Kabupaten Situbondo
yang siswa-siswinya terlibat aktif dalam kegiatan Forum Anak ditingkat
maupun ditingkat desa/kelurahan.
3. Telah terdapat banyak fasilitas informasi untuk anak, seperti: perpustakaan
sekolah, Taman Bacaan PKK di Desa maupun perpustakaan keliling, ada juga
fasilitas internet gratis, namun banyak juga warnet-warnet yang belum
mendapatkan pengawasan yang memadai, sehingga masih terdapat situs-situs
porno yang membahayakan bagi tumbuh kembang anak. Berikut pelayanan
yang dilakukan oleh kantor perpustakaan dan arsip daerah dalam bentuk
pemberian pendampingan maupun pelayanan perpustakaan keliling di
berbagai lembaga di Kabupaten Situbondo:

Tabel 1.2 Kegiatan Penyuluhan dan Pelayanan Perpustakaan Keliling Tahun 2015

Jumlah Lembaga
Jumlah Lembaga
Yang Dikunjungi
No. Bulan Yang Dikunjungi Keterangan
Untuk Kegiatan
Untuk Pelayanan
Pembinaan
1 Februari 13 lembaga 14 lembaga SD/MI
2 Maret 14 lembaga 10 lembaga SD/MI
3 April 12 lembaga 14 lembaga SD/MI
4 Mei 7 lembaga 10 lembaga SD/MI
5 Juni 4 lembaga 10 lembaga SD/MI
6 Juli 11 lembaga - SD/MI
7 Agustus 7 lembaga 6 lembaga SD/MI
8 September 12 lembaga 10 lembaga SD/MI
9 Oktober 10 lembaga 10 lembaga SD/MI
10 November 4 lembaga 6 lembaga SD/MI
11 Desember 6 lembaga 10 lembaga SD/MI
8

Jumlah Lembaga
Jumlah Lembaga
Yang Dikunjungi
No. Bulan Yang Dikunjungi Keterangan
Untuk Kegiatan
Untuk Pelayanan
Pembinaan
Jumlah 100 lembaga 100 lembaga
Target yang harus 100 lembaga 100 lembaga
dicapai
Presentase yang 100% 100%
dicapai
Sumber: Laporan Kegiatan Pelayanan Perpustakaan Keliling Tahun 2015
Dari data diatas dapat diketahui bahwa dalam upaya untuk menyediakan
informasi yang layak bagi anak, kantor perpustakaan dan arsip daerah
mengupayakan program kunjungan minimal 10 lembaga dalam tiap bulannya
dalam upaya melakukan pendampingan dan pelayanan. Lembaga yang
dikunjungi biasanya SD/MI/Sederajat untuk memeriksa kelengkapan dan
kelayakan buku yang tersedia.
Dari berbagai permasalahan yang menyangkut hak-hak Anak seperti yang
diuraikan diatas di Kabupaten Situbondo, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap Program Kebijakan Kabupaten Layak Anak di Kabupaten
Situbondo khususnya dalam klaster pemenuhan hak sipil dan kebebasan, apakah
dengan adanya penyelenggaraan kebijakan Kabupaten Layak Anak tersebut
mampu menjawab berbagai permasalahan yang ada atau tidak.

1.2 Rumusan Masalah


Masalah menurut Lincoln dan Guba dalam buku “Metode Penelitian
Kualitatif” karya Moeloeng (2012:112) adalah suatu masalah yang bersumber dari
hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang
membingungkan. Rumusan masalah dalam penelitian ini terkait fokus dan
berlandaskan judul penelitian yang akan dilakukan sebagai berikut:
1. Bagaimana capaian indikator yang telah ditentukan oleh pemerintah
dalam pemenuhan klaster Hak Sipil dan Kebebasan?
2. Apa saja hambatan dalam pencapaian indikator khususnya dalam
pemenuhan klaster Hak Sipil dan Kebebasan?
9

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian merupakan capaian atau target yang ingin dicapai
dalam penelitian. Abdul Aziz dalam Bungin 2012:43 menjelaskan bahwa dalam
kegiatan penelitian, tujuan harus dinyatakan dengan tegas, jelas dan eksplisit.
Tujuan ditentukan memberi penegasan tentang batas perjalanan yang hendak
dicapai dalam seluruh kegiatan penelitian. Berdasarkan rumusan masalah yang
dipaparkan diatas, maka tujuan penelitian ini yaitu untuk menilai keberhasilan
atau tidak dalam penyelenggaran kabupaten layak anak khususnya dalam klaster
hak sipil dan kebebasan di Kabupaten Situbondo.

1.3.2 Manfaat Penelitian


Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian yang memiliki judul Evaluasi
Kebijakan Pengembangan Kabupaten Layak Anak Khususnya dalam Klaster Hak
Sipil dan Kebebasan (studi kasus Kabupaten Situbondo) adalah:
1. Secara teoritis
a. Diharapkan penelitian ini dapat mengembangkan teori-teori yang telah ada
sehingga memperkaya hasil-hasil ilmu pengetahuan.
b. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya mengenai kebijakan publik.
2. Secara praktis
a. Pada peneliti
Karya ilmiah ini berguna untuk mengembangkan kemampuan peneliti
dalam hal ini mempelajari tentang evaluasi kebijakan pada khususnya dan
khasanah ilmu pengetahuan lain selama mengikuti program studi ilmu
administrasi negara.
b. Pada instansi terkait
Karya ilmiah ini dapat dijadikan sebagai informasi tambahan sehingga
dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam diketahuinya evaluasi
dalam menilai (sebagai tolak ukur) keberhasilan atau tidak suatu program
kebijakan kabupaten layak anak dan apakah program tersebut bisa
10

dilanjutkan atau tidak. Hal ini dapat menjadi masukan bagi pelaksanaan
kebijakan Kabupaten Layak Anak yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Situbondo.
c. Bagi khalayak umum
Bagi khalayak umum khususnya pembaca karya ini bisa dijadikan
referensi atau informasi tumbuhan untuk penelitian selanjutnya.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian merupakan suatu langkah untuk mengetahui permasalahan dari


fenomena yang terjadi di dalam masyarakat dengan menggunakan landasan
pemikiran teoritis sebagai acuan penelitian. Dalam buku Pedoman Karya Tulis
Ilmiah (2012:22) tinjauan pustaka meliputi tinjauan terhadap hasil-hasil penelitian
terdahulu berkaitan dengan masalah yang dibahas, kajian teori berkaitan dengan
masalah, kerangka pemikiran yang merupakan sintesis dari kajian teori yang
dikaitkan dengan permasalahan yang dihadapi, dan perumusan hipotesis atau
asumsi (jika diperlukan) sebagai hasil akhir dari kajian teori. Dalam kajian ini
terdapat beberapa konsep utama, diantaranya adalah:
a. Kebijakan Publik
b. Evaluasi
c. Program Kabupaten Layak Anak
Beberapa konsep dasar tersebut diharapkan mampu membentuk kerangka
berpikir peneliti yang dapat mempermudah peneliti untuk menemukan jawaban
atas suatu permasalahan penelitian yang dirumuskan. Dengan kata lain, beberapa
konsep tersebut menjadi gambaran umum bagi peneliti untuk mengkaji lebih
lanjut terkait evaluasi program forum anak di Kabupaten Situbondo.

2.1 Kebijakan Publik


Menurut James E. Anderson (1979) berpendapat, bahwa kebijakan adalah
arah tindakan yang mempunyai maksud, yang ditetapkan oleh seorang atau
beberapa actor guna mengatasi suatu masalah. Carl Friedrich (1963) melihat,
bahwa kebijakan adalah arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok
atau pemerintahan dalam suatu lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan-
hambatan atau kesempatan-kesempatan dalam rangka mencapai suatu tujuan atau
merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu. Richard Rose (1969)
berpendapat, bahwa kebijakan adalah serangkaian kebijakan yang sedikit banyak
12

berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang


bersangkutan, bukan keputusan yang berdiri sendiri-sendiri. Menurut Thomas R.
Dye (1981), kebijakan adalah “what government do or not to do.” Kebijakan dari
pemerintahlah yang dapat dianggap sebagai kebijakan yang resmi, sehingga
mempunyai kewenangan yang dapat memaksa masyarakat untuk memahaminya.
Dengan demikian, dari beberapa definisi kebijakan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kebijakan adalah rangkaian konsep pokok yang menjadi garis
besar dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang mengandung program pencapaian
tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah bercirikan konsistensi dan
pengulangan tingkah laku dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut.
Pengertian publik dalam rangkaian kata public policy memiliki tiga
konotasi, yaitu pemerintah, masyarakat dan umum. Hal ini dapat dilihat dalam
dimensi subjek, objek dan lingkungan dari kebijakan. Dalam dimensi lingkungan
yang dikenai kebijakan, pengertian publik disini adalah masyarakat. Oleh karena
itu, keputusan seorang menteri untuk mewajibkan stafnya memakai pakaian
seragam pada hari-hari tertentu tidak termasuk kebijakan publik. Hal ini
merupakan instruksi atasan bawahan. Keputusan menteri dianggap sebagai
kebijakan publik jika keputusan atau kebijakan tersebut mencakup semua orang
dalam hubungannya dengan bidang tugas menteri yang bersangkutan.
Pengertian umum dari istilah publik dalam kebijakan terdapat dalam strata
kebijakan. Suatu kebijakan publik biasanya tidak bersifat spesifik dan sempit,
tetapi luas dan berada pada strata strategis. Oleh sebab itu, kebijakan publik
berfungsi sebagai pedoman umum kebijakan dan keputusan-keputusan khusus di
bawahnya. (Said Zainal Abidin 2012:8)
Charles O. Jones dalam Winarno (2012:79) membuat dua tipe masalah-
masalah publik (public problem), yakni: Pertama, masalah-masalah tersebut
dikarakteristikkan oleh adanya perhatian kelompok dan warga kota yang
terorganisasi yang bertujuan untuk melakukan tindakan (action). Kedua, masalah
– masalah tersebut tidak dapat dipecahkan secara individual / pribadi (dengan
demikian ia menjadi masalah publik), tetapi kurang terorganisir dan kurang
mendapat dukungan. Pembedaan seperti ini menurut Jones merupakan sesuatu
13

yang kritis dalam memahami kompleksitas proses yang berlangsung dimana


beberapa masalah bisa sampai pemerintah, sedangkan beberapa masalah yang lain
tidak. Dengan demikian, bila kita merujuk pada pendapat Jones diatas, maka suatu
masalah bisa masuk ke agenda pemerintah atau tidak bergantung pada sifat
dukungan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap masalah tersebut.
Setelah apa yang dijabarkan mengenai pengertian kebijakan dan publik
secara terpisah, dapat diartikan bahwa kebijakan publik adalah keputusan suatu
system politik untuk/dalam/guna mengelola suatu masalah atau memenuhi suatu
kepentingan, dimana pelaksanaan keputusan tersebut membutuhkan
dikerahkannya sumberdaya milik (semua warga) sistem politik tersebut. Bentuk-
bentuk kebijakan public di Indonesia beraneka ragam, mulai dari UUD, Keppres,
Permen, hingga Perdes (Peraturan Desa) ataupun peraturan RT (Rukun Tangga).
Jadi kebijakan public itu sangat beragam, sebanyak jumlah level pemerintahan
dikalikan jumlah policy maker- nya dikalikan jenis masalah yang hendak
ditangani oleh kebijakan tersebut (Samodra, 2011:1).
Public policy atau kebijakan public merupakan suatu keputusan yang
dilaksanakan oleh pejabat pemerintah yang berwenang, untuk kepentingan rakyat
(public interest). Kepentingan rakyat ini merupakan keseluruhan yang utuh dari
perpaduan dan kristalisasi pendapat-pendapat, keinginan-keinginan dan tuntutan-
tuntutan (demands) dari rakyat. Di Indonesia pada tingkat nasional”demands” ini
disebut kepentingan nasional (national interest) sebagaimana halnya tercantum
dalam pembukaan UUD 1945, yang meliputi: memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
(Soenarko, 2000:43).
Amir Santoso (1993) mengkategorikan pendapat para ahli ke dalam dua
kelompok: pertama, bahwa semua tindakan pemerintah adalah kebijakan publik.
Kedua, bahwa kebijakan publik adalah keputusan pemerintah yang mempunyai
tujuan dan maksud tertentu, dan memiliki akibat yang dapat diramalkan. Dengan
demikian kebijakan publik adalah:
a. Serangkaian instruksi dari para pembuat keputusan kepada para pelaksana,
yang menjelaskan cara-cara mencapai suatu tujuan ataupun;
14

b. Suatu hipotesis yang berisi kondisi-kondisi awal dan akibat ke depan.


Berbicara tentang kebijakan publik, maka tentu saja kita akan besinggungan
dengan apa yang disebut dengan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan
merupakan kegiatan atau proses yang dilakukan oleh pihak berwenang dalam
negara untuk menetapkan kebijakan-kebijakan umum yang terkait dengan
kebaikan dan kepentingan bersama. Dalam pengambilan keputusan ini biasanya
para desicion-makers akan melakukan berapa rangkaian yang saling berikat, mulai
dari: menetapkan masalah yang benar, merumuskan alternatif-alternatif guna
menyelesaikan masalah yang ada, menghitung kerugian dan keuntungan (cost and
benefits) yang dapat tercipta dari alternatif kebijakan yang telah disusun, sampai
dengan pengambilan keputusan.
Selanjutnya, menurut Young and Quinn dalam Suharto (2005:44-45)
membahas beberapa konsep kunci yang termuat dalam kebijakan publik:
1) Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik adalah tindakan
yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki
kewenangan hukum, politis dan finansial untuk melakukannya.
2) Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata. Kebijakan
publik merespon masalah atau kebutuhan kongkrit yang berkembang di
masyarakat.
3) Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan publik
biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal, melainkan terdiri dari
beberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan
tertentu demi kepentingan orang banyak.
4) Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Kebijakan publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk
memecahkan masalah sosial. Namun, kebijakan publik bisa juga
dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa masalah sosial akan dapat
dipecahkan oleh kerangka kebijakan yang sudah ada dan karenanya tidak
memerlukan tindakan tertentu.
5) Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang aktor.
Kebijakan publik berisi sebuah pernyataan atau justifikasi terhadap
15

langkah-langkah atau rencana tindakan yang telah dirumuskan, bukan


sebuah maksud atau janji yang belum dirumuskan dalam kebijakan publik
bisa dibuat oleh sebuah badan pemerintah, maupun oleh beberapa
perwakilan lembaga pemerintah.
Menurut beberapa pendapat para ahli di atas, Kebijakan pada umumnya
merupakan pengambilan keputusan oleh pimpinan atau elit politik (pemangku
kebijakan) untuk mewujudkan kondisi yang dapat mendorong dan mendukung
pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan melalui proses
perencanaan. Kebijakan diperlukan agar program dan kegiatan pembangunan
yang akan dilaksanakan dapat diwujudkan sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkan.

2.2 Evaluasi Kebijakan


Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing
menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan
program. Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran
(appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment), kata-kata yang
menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya.
Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi
mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Ketika hasil kebijakan pada
kenyataannya mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut memberi sumbangan
pada tujuan atau sasaran. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa kebijakan atau
program telah mencapai tingkat kinerja yang bermakna, yang berarti bahwa
masalah-masalah kebijakan dibuat jelas atau diatasi (Dunn, 2000:608).
William N Dunn (2000:609-611) menjelaskan bahwa evaluasi mempunyai
beberapa fungsi:
a. Memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja
kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah
dicapai melalui tindakan publik;
b. Memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang
mendasari pemilihan tujuan dan target;
16

c. Memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan


lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi.
Menurut Lester dan Stewart, evaluasi kebijakan dapat dibedakan menajdi
dua tugas yang berbeda, berikut penjelasannya:
Tugas pertama, adalah untuk menentukan konsekuensi-
konsekuensi apa yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan dengan
cara menggambarkan dampaknya. Tugas kedua, adalah untuk
menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan
berdasarkan standart atau kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya. (Lesterd dan Stewart dalam Winarno, 2007:226).

Dari pendapat yang disampaikan oleh Lester dan Stewart, kemudian secara
lebih teknis, Jones menjelaskan bahwa dalam upaya memenuhi tugas tersebut,
suatu evaluasi kebijakan harus meliputi beberapa kegiatan, yakni pengkhususan
(spesification), pengukuran, (measurement), analisis dan rekomendasi (Jones
dalam Winarno, 2007:227), berikut penjelasannya:
1) Spesifikasi merupakan kegiatan yang aling penting dibandingkan kegiatan
yang lain. Kegiatan ini meliputi identifikasi tujuan atau kriteria mana
program tersebut dievaluasi. Ukuran-ukuran atau kriteria inilah yang
nantinya akan kita pakai untuk menilai manfaat program kebijakan;
2) Pengukuran menyangkut aktivitas pengumpulan informasi yang relevan
untuk obyek evaluasi;
3) Analisis adalah penggunaan informasi yang telah terkumpul dalam rangka
menyusun keismpulan;
4) Rekomendasi yakni penentuan mengenai apa yang harus dilakukan dimasa
yang akan datang.

2.2.1 Tujuan Evaluasi Kebijakan


Evaluasi memiliki beberapa tujuan yang dapat dirinci sebagai berikut:
a. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat
diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan;
b. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat
diketahui berapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan;
17

c. Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan. Salah satu tujuan


evaluasi adalah mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau output
dari suatu kebijakan.
d. Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut evaluasi
ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif
maupun negatif;
e. Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan
untuk mengetahui adanya penyimpangan-penyimpangan yang mungkin
terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan
pencapaian target;
f. Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan
akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses
kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik (Subarsono,
2005:120-121).

2.2.2 Tipe-tipe Evaluasi Kebijakan


James Anderson dalam buku Budi Winarno (2016:194) membagi evaluasi
kebijakan ke dalam tiga tipe. Masing-masing tipe evaluasi yang diperkenalkan ini
didasarkan pada pemahaman para evaluator terhadap evaluasi.
Tipe pertama, evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional.
Bila evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional, maka evaluasi
kebijakan dipandang sebagai kegiatan yang sama pentingnya dengan kebijakan itu
sendiri. Para pembentuk kebijakan dan administrator selalu membuat
pertimbangan-pertimbangan mengenai manfaat atau dampak dari kebijakan-
kebijakan, program-program dan proyek-proyek. Pertimbangan-pertimbangan ini
banyak yang memberi kesan bahwa pertimbangan-pertimbangan tersebut
didasarkan pada bukti yang terpisah-terpisah dan dipengaruhi oleh ideologi,
kepentingan para pendukungnya dan kriteria-kriteria lainnya. Oleh karena itu,
evaluasi seperti ini akan mendorong terjadinya konflik karena evaluator-evaluator
yang berbeda akan menggunakan kriteria-kriteria yang berbeda, sehingga
18

kesimpulan yang didapatkannya pun berbeda mengenai manfaat dari kebijakan


yang sama.
Tipe kedua merupakan tipe evaluasi yang memfokuskan diri pada
bekerjanya kebijakan atau program-program tertentu. Tipe evaluasi seperti ini
berangkat dari pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut: Apakah program
dilaksanakan dengan semestinya? Berapa biayanya? Siapa yang menerima
manfaat (pembayaran atau pelayanan), dan berapa jumlahnya? Apakah terdapat
duplikasi atau kejenuhan dengan program-program lain? Apakah ukuran-ukuran
dasar dan prosedur-prosedur secara sah diikuti? Dengan menggunakan
pertanyaan-pertanyaan seperti ini dalam melakukan evaluasi dan memfokuskan
diri dari pada bekerjanya kebijakan atau program-program, maka evaluasi dengan
tipe seperti ini akan lebih membicarakan sesuatu mengenai kejujuran atau
efisiensi dalam melaksanakan program. Namun demikian, evaluasi dengan
menggunakan tipe seperti ini mempunyai kelemahan, yakni kecenderungannya
untuk menghasilkan informasi yang sedikit mengenai dampak suatu program
terhadap masyarakat.
Tipe ketiga adalah tipe evaluasi kebijakan sistematis. Tipe ini secara
komparatif masih dianggap baru, tetapi akhir-akhir ini telah mendapat perhatian
yang meningkat dari para peminat kebijakan publik. Evaluasi sistematis melihat
secara objektif program-program kebijakan yang dijalankan untuk mengukur
dampaknya bagi masyarakat dan melihat sejauh mana tujuan-tujuan yang telah
dinyatakan tersebut tercapai. Lebih lanjut, evaluasi sistematis diarahkan untuk
melihat dampak yang ada dari suatu kebijakan dengan berpijak pada sejuah mana
kebijakan tersebut menjawab kebutuhan atau masalah masyarakat. Dengan
demikian, evaluasi sistematis akan berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan
seperti: Apakah kebijakan yang dijalankan mencapai tujuan sebagaimana yang
telah ditetapkan sebelumnya? Berapa biaya yang dikeluarkan serta keuntungan
apa yang didapat? Siapa yang menerima keuntungan dari program kebijakan yang
dijalankan? Dengan mendasarkan pada tipe-tipe pertanyaan evaluatif seperti ini,
maka konsekuensi yang diberikan oleh evaluasi sistematis adalah bahwa evaluasi
ini akan memberi suatu pemikiran tentang dampakdari kebijakan dan
19

merekomendasikan perubahan-perubahan kebijakan dengan mendasarkan


kenyataan yang sebenarnya kepada para pembentuk kebijakan dan masyarakat
umum. Penemuan-penemuan kebijakan dapat digunakan untuk mengubah
kebijakan-kebijakan dan program-program sekarang dan membantu dalam
merencanakan kebijakan-kebijakan dan program-program lain di masa depan.

2.2.3 Beberapa Langkah dalam Evaluasi Kebijakan


Evaluasi dengan menggunakan tipe sistematis atau juga sering disebut
sebagai evaluasi ilmiah merupakan evaluasi yang mempunyai kemampuan lebih
baik untuk menjalankan evaluasi kebijakan dibandingkan dengan tipe evaluasi
yang lain. Menyangkut evaluasi kebijakan dalam pandangan Jones, didorong oleh
persyaratan-persyaratan legal untuk evaluasi program dan pembiayaan untuk
melakukan kerja, saat ini riset evaluasi telah berkembang menjadi usaha yang
signifikan. Untuk melakukan evaluasi yang baik dengan margin kesalahan yang
minimal beberapa ahli mengembangkan langkah-langkah dalam evaluasi
kebijakan. Salah satu ahli tersebut adalah Edward A. Suchman.
Suchman (dalam Winarno, 2016:196) mengemukakan enam langkah dalam
evaluasi kebijakan, yakni:
a. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi.
b. Analisis terhadap masalah.
c. Deskripsi dan standarisasi kegiatan.
d. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi.
e. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari
kegiatan tersebut atau karena penyebab lain.
f. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.

2.2 Kabupaten Layak Anak


Menurut Sutrisno (1982:75) Studi Kelayakan (Feasibility study) adalah
suatu studi atau pengkajian apakah suatu usulan proyek atau gagasan usaha
apabila dilaksanakan dapat berjalan dan berkembang sesuai dengan tujuannya atau
tidak. Usulan proyek atau gagasan usaha tersebut dikaji, diteliti, dan diselidiki dari
20

berbagai aspek tertentu apakah memenuhi persyaratan untuk dapat berkembang


atau tidak. Sementara itu, Yacob Ibrahim (1998:1) mengemukakan bahwa Studi
Kelayakan (Feasibility study) adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat
yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha atau proyek dan
merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah
menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha atau proyek yang direncanakan.
Pengertian layak dalam penilaian ini adalah kemungkinan dari gagasan usaha atau
program yang akan dilaksanakan memberikan manfaat.
Sebagai bentuk komitmen bersama untuk mewujudkan sebuah dunia yang
layak bagi anak wujud terpenuhinya hak anak adalah Resolusi Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Mei 2002 yang mengadopsi laporan
Komite Ad Hoc pada Sesi Khusus untuk Anak. Dokumen itulah yang kemudian
dikenal dengan judul "AWorld Fit for Children". Judul dokumen tersebut
menunjukkan upaya dunia untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap
masalah masa depan bumi, kelangsungan kehidupan umat manusia dan lebih
khusus lagi upaya untuk menyiapkan generasi masa depan yang lebih baik melalui
anak-anak yang hidup pada masa sekarang ini dan pada masa-masa selanjutnya.
Mengingat keterlibatan Indonesia yang sudah sangat awal dan begitu intens
tentang pemenuhan hak anak melalui KHA, dan mengingat Dunia Layak Anak
merupakan komitmen global, maka Pemerintah Indonesia segera memberikan
tanggapan positif terhadap rekomendasi Majelis Umum PBB tahun 2002 tersebut.
Keikutsertaan Indonesia dalam komitmen Dunia Layak Anak merupakan bagian
tujuan Indonesia sebagaimana terumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar. Setelah melakukan persiapan dan menguatkan institusi, Indonesia bergerak
cepat dan memulai fondasi untuk mengembangkan Kabupaten/Kota Layak Anak
(KLA) sejak tahun 2006.
Penetapan kabupaten adalah adaptasi yang juga dilakukan Indonesia
mengingat bahwa pembagian wilayah administratif di Indonesia terbagi ke dalam
dua jenis satuan berupa Kabupaten dan Kota, sementara tantangan yang dihadapi
anak bukan hanya ada di kota namun juga dapat ditemukan di kabupaten. Untuk
itu, maka perhatian pun diberikan kepada kabupaten yang memiliki tantangan
21

tersendiri yang tidak kalah kompleksnya dengan yang dihadapi oleh kota. Dalam
perkembangannya, antusiasme terhadap pengembangan Kabupaten/ Kota Layak
Anak terus berkembang dari tahun ke tahun. Semula hanya beberapa
kabupaten/kota yang tergerak dan terlibat. Namun seiring dengan waktu, muncul
kebutuhan dan inisiatif dari kabupaten/kota untuk ikut membangun dunia yang
layak anak tersebut di daerahnya. Untuk menjawab tingginya antusiasme
Pemerintah Daerah dan tantangan perubahan jaman yang berdampak serius
terhadap anak, maka dirasakan mendesak untuk menyusun Kebijakan
Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).
Kabupaten Situbondo Layak Anak (KLA) berdasarkan Peraturan Menteri
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PP dan PA) Nomor
11 Tahun 2011 tentang Kebijakan Kabupaten Layak Anak adalah sistem
pembangunan satu wilayah administrasi yang mengintegrasikan komitmen dan
sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara
menyeluruh dan berkelanjutan dalam program dan kegiatan pemenuhan hak anak.
Tujuan dari kebijakan KLA adalah:
a. Meningkatkan komitmen pemerintah, masyarakat dan dunia usaha di
Kabupaten/Kota dalam upaya mewujudkan pembangunan yang peduli
terhadap anak, kebutuhan dan kepentingan terbaik bagi anak;
b. Mengintegrasikan potensi sumber daya manusia, keuangan, sarana, prasarana,
metode dan teknologi yang pada pemerintah, masyarakat serta dunia usaha di
Kabupaten/kota dalam mewujudkan hak anak;
c. Mengimplementasikan kebijakan perlindungan anak melalui perumusan
strategi dan perencanaan pembangunan kabupaten/kota secara menyeluruh
dan berkelanjutan sesuai dengan indikator KLA; dan
d. Memperkuat peran dan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dalam
mewujudkan pembangunan di bidang perlindungan anak.
Sedangkan ruang lingkup KLA berdasarkan Peraturan Menteri PP dan PA
tersebut adalah:
1) Pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan, infrastruktur,
lingkungan hidup dan pariwisata, baik secara langsung maupun tidak
22

langsung berhubungan dengan implementasi hak anak sebagaimana diatur


dalam Undang-Undang Perlindungan Anak; dan
2) Aspek pembiayaan, ketenagaan, pengawasan, penilaian, pengembangan dan
keterwakilan aspirasi dan kepentingan anak dalam pengambilan keputusan
pembangunan kabupaten/kota.
Hak anak dalam kerangka Konvensi Hak Anak Pengembangan Kebijakan
KLA merujuk kepada Konvensi Hak Anak (KHA) yang berisi hak anak yang
dikelompokkan ke dalam 5 (lima) klaster hak anak yang terdiri dari:
a) Hak Sipil dan Kebebasan
(1) Hak atas identitas
Memastikan bahwa seluruh anak tercatat dan memiliki kutipan akta
kelahirannya sesegera mungkin sebagai pemenuhan tanggung jawab
negara atas nama dan kewarganegaraan anak (termasuk tanggal kelahiran
dan silsilahnya); menjamin penyelenggaraan pembuatan akta kelahiran
secara gratis; dan melakukan pendekatan layanan hingga tingkat
desa/kelurahan.
(2) Hak perlindungan identitas
Memastikan sistem untuk pencegahan berbagai tindak kejahatan terhadap
anak, seperti perdagangan orang, adopsi ilegal, manipulasi usia,
manipulasi nama, atau penggelapan asal-usul serta pemulihan
identitas anak sesuai dengan keadaan sebenarnya sebelum terjadinya
kejahatan terhadap anak tersebut, dan memberikan jaminan hak prioritas
anak untuk dibesarkan oleh orang tuanya sendiri.
(3) Hak berekspresi dan mengeluarkan pendapat
Jaminan atas hak anak untuk berpendapat dan penyediaan ruang bagi anak
untuk dapat mengeluarkan pendapat atau berekspresi secara merdeka
sesuai keinginannya.
(4) Hak berpikir, berhati nurani, dan beragama
Jaminan bahwa anak diberikan ruang untuk menjalankan
keyakinannya secara damai dan mengakui hak orang tua dalam
memberikan pembinaan.
23

(5) Hak berorganisasi dan berkumpul secara damai


Jaminan bahwa anak bisa berkumpul secara damai dan membentuk
organisasi yang sesuai bagi mereka.
(6) Hak atas perlindungan kehidupan pribadi
Jaminan bahwa seorang anak tidak diganggu kehidupan pribadinya, atau
diekspos ke publik tanpa ijin dari anak tersebut atau yang akan
mengganggu tumbuh kembangnya.
(7) Hak akses informasi yang layak
Jaminan bahwa penyedia informasi mematuhi ketentuan tentang kriteria
kelayakan informasi bagi anak; ketersediaan lembaga perijinan
dan pengawasan; dan penyediaan fasilitas dan sarana dalam jumlah
memadai yang memungkinkan anak mengakses layanan informasi secara
gratis.
(8) Hak bebas dari penyiksaan dan penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi atau merendahkan martabat manusia
Jaminan bahwa setiap anak diperlakukan secara manusiawi tanpa adanya
kekerasan sedikitpun, termasuk ketika anak berhadapan dengan hukum.
b) Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif
(1) Bimbingan dan tanggungjawab orang tua
Orang tua sebagai pengasuh utama anak, oleh karena itu harus dilakukan
penguatan kapasitas orang tua untuk memenuhi tanggungjawabnya dalam
pengasuhan dan tumbuh kembang anak, meliputi penyediaan fasilitas,
informasi dan pelatihan yang memberikan bimbingan dan konsultasi bagi
orang tua dalam pemenuhan hak-hak anak, contoh: Bina Keluarga Balita
(BKB)
(2) Anak yang terpisah dari orang tua
Pada prinsipnya anak tidak boleh dipisahkan dari orang tua kecuali
pemisahan tersebut untuk kepentingan terbaik bagi anak.
(3) Reunifikasi
24

Pertemuan kembali anak dengan orang tua setelah terpisahkan, misalnya


terpisahkan karena bencana alam, konflik bersenjata, atau orang tua berada
di luar negeri.
(4) Pemindahan anak secara ilegal
Memastikan bahwa anak tidak dipindahkan secara ilegal dari daerahnya ke
luar daerah atau ke luar negeri, contoh: larangan TKI anak.
(5) Dukungan kesejahteraan bagi anak
Memastikan anak tetap dalam kondisi sejahtera meskipun orang tuanya
tidak mampu, contoh: apabila ada orang tua yang tidak mampu
memberikan perawatan kepada anaknya secara baik maka menjadi
kewajiban komunitas, desa/kelurahan dan pemerintah daerah untuk
memenuhi kesejahteraan anak.
(6) Anak yang terpaksa dipisahkan dari lingkungan keluarga
Memastikan anak-anak yang diasingkan dari lingkungan keluarga mereka
mendapatkan pengasuhan alternatif atas tanggungan negara, contoh: anak
yang kedua orangtuanya meninggal dunia, atau anak yang
kedua orang tuanya menderita penyakit yang tidak memungkinkan
memberikan pengasuhan kepada anak.
(7) Pengangkatan/adopsi anak
Memastikan pengangkatan/adopsi anak dijalankan sesuai dengan
peraturan, dipantau, dan dievaluasi tumbuh kembangnya agar kepentingan
terbaik anak tetap terpenuhi.
(8) Tinjauan penempatan secara berkala
Memastikan anak-anak yang berada di Lembaga Kesejahteraan Sosial
Anak (LKSA) terpenuhi hak tumbuh kembangnya dan mendapatkan
perlindungan.
(9) Kekerasan dan penelantaran
Memastikan anak tidak mendapatkan perlakuan kejam, tidak manusiawi,
dan merendahkan martabat manusia.
c) Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan
(1) Anak penyandang disabilitas
25

Memastikan anak cacat mendapatkan akses layanan publik yang


menjamin kesehatan dan kesejahteraannya.
(2) Kesehatan dan layanan kesehatan
Memastikan setiap anak mendapatkan pelayanan kesehatan yang
komprehensif dan terintegrasi.
(3) Jaminan sosial layanan dan fasilitasi kesehatan
Memastikan setiap anak mendapatkan akses jaminan sosial dan
fasilitasi kesehatan, contoh: jamkesmas dan jamkesda.
(4) Standar hidup
Memastikan anak mencapai standar tertinggi kehidupan dalam hal fisik,
mental, spiritual, moral dan sosial, contoh: menurunkan kematian anak,
mempertinggi usia harapan hidup, standar gizi, standar kesehatan,
standar pendidikan, dan standar lingkungan.
d) Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, dan Kegiatan Budaya
(1) Pendidikan
Memastikan setiap anak mendapatkan akses pendidikan dan pelatihan
yang berkualitas tanpa diskriminasi, contoh: mendorong sekolah inklusi;
memperluas pendidikan kejuruan, nonformal dan informal; mendorong
terciptanya sekolah yang ramah anak dengan mengaplikasikan konsep
disiplin tanpa kekerasan dan rute aman dan selamat ke dan dari
sekolah.
(2) Tujuan pendidikan
Memastikan bahwa lembaga pendidikan bertujuan untuk mengembangkan
minat, bakat, dan kemampuan anak serta mempersiapkan anak untuk
bertanggung jawab kepada kehidupan yang toleran, saling menghormati,
dan bekerjasama untuk kemajuan dunia dalam semangat perdamaian.
(3) Kegiatan liburan, dan kegiatan seni dan budaya
Memastikan bahwa anak memiliki waktu untuk beristirahat dan dapat
memanfaatkan waktu luang untuk melakukan berbagai kegiatan seni
dan budaya, contoh: penyediaan fasilitas bermain dan rekreasi serta
sarana kreatifitas anak.
26

e) Perlindungan Khusus
(1) Anak dalam situasi darurat
Anak yang mengalami situasi darurat karena kehilangan orang
tua/pengasuh/tempat tinggal dan fasilitas pemenuhan kebutuhan dasar
(sekolah, air bersih, bahan makanan, sandang, kesehatan dan
sebagainya) yang perlu mendapatkan prioritas dalam pemenuhan dan
perlindungan hak-hak dasarnya.
(a) Pengungsi anak: memastikan bahwa setiap anak yang harus
berpindah dari tempat asalnya ke tempat yang lain, harus
mendapatkan jaminan pemenuhan hak tumbuh kembang dan
perlindungan secara optimal.
(b) Situasi konflik bersenjata: memastikan bahwa setiap anak yang
berada di daerah konflik tidak direkrut atau dilibatkan dalam
peranan apapun, contoh: menjadi tameng hidup, kurir, mata-mata,
pembawa bekal, pekerja dapur, pelayan barak, penyandang senjata
atau tentara anak.
(2) Anak yang berhadapan dengan hukum
Memastikan bahwa anak-anak yang berhadapan dengan hukum
mendapatkan perlindungan dan akses atas tumbuh kembangnya secara
wajar, dan memastikan diterapkannya keadilan restoratif dan prioritas
diversi bagi anak, sebagai bagian dari kerangka pemikiran bahwa pada
dasarnya anak sebagai pelaku pun adalah korban dari sistem sosial
yang lebih besar.
(3) Anak dalam situasi eksploitasi
Yang dimaksud dengan situasi eksploitasi adalah segala kondisi yang
menyebabkan anak tersebut berada dalam keadaan terancam, tertekan,
terdiskriminasi dan terhambat aksesnya untuk bisa tumbuh kembang
secara optimal. Praktek yang umum diketahui misalnya dijadikan
pekerja seksual, joki narkotika, pekerja anak, pekerja rumah tangga,
anak dalam lapangan pekerjaan terburuk bagi anak, perdagangan dan
penculikan anak, atau pengambilan organ tubuh. Untuk itu, perlu
27

memastikan adanya program pencegahan dan pengawasan agar anakanak


tidak berada dalam situasi eksploitasi dan memastikan bahwa
pelakunya harus ditindak. Selain itu, anak-anak korban eksploitasi
harus ditangani secara optimal mulai dari pelayanan kesehatan,
rehabilitasi sosial hingga kepada pemulangan dan reintegrasi.
(4) Anak yang masuk dalam kelompok minoritas dan terisolasi
Memastikan bahwa anak-anak dari kelompok minoritas dan terisolasi
dijamin haknya untuk menikmati budaya, bahasa dan kepercayaannya.
Merujuk kepada Konvensi Hak Anak yang dikelompokkan ke dalam 5
(lima) klaster, kemudian pemerintah mengimplementasikan ke dalam suatu
indikator untuk mengukur Kabupaten/Kota menajdi tempat yang layak bagi anak.
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/Kota
Layak Anak menyebutkan bahwa Indikator adalah variabel yang membantu dalam
mengukur dan memberikan nilai terhadap pemerintah daerah dalam
mengupayakan terpenuhi hak anak untuk terwujudnya kabupaten/kota layak anak.
Indikator KLA dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi:
a. Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota,
dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan,
program dan kegiatan pembangunan yang ditujukan untuk pemenuhan
hak anak melalui perwujudan KLA;
b. Tim Evaluasi KLA dalam melaksanakan evaluasi KLA lingkup
nasional; dan
c. Tim independen.
Adapun 31 indikator Kabupaten Layak Anak yang tertuang dalam indikator
umum dan 5 klaster, antara lain:
I. Indikator Umum
1. Ada peraturan daerah/peraturan bupati tentang pemenuhan hak anak
berdasarkan Konvensi Hak Anak;
2. Ketersediaan anggaran untuk pemenuhan hak anak berdasarkan Konvensi
Hak Anak;
28

3. Seluruh tenaga atau petugas pemberi layanan kepada anak terlatih KHA;
4. Ada data anak terpilah menurut jenis kelamin, umur dan kecamatan;
5. Meningkatnya jumlah dan kapasitas lembaga layanan untuk tumbuh
kembang dan perlindungan anak;
6. Semua perusahaan di Kabupaten Situbondo mengalokasikan dana CSR
untuk mendukung tumbuh kembang dan perlindungan anak;
II. Klaster Hak Sipil dan Kebebasan
7. Adanya forum anak di Kabupaten Situbondo;
8. Semua anak tercatat memiliki akta kelahiran;
9. Tersedianya informasi yang layak bagi anak;
10. Adanya kelembagaan yang mengatur dan mengawasi informasi yang layak
anak;
III. Klaster Lingkungan Keluarga Dan Pengasuhan Alternatif
11. Berkurangnya jumlah perkawinan anak dibawah usia 18 tahun;
12. Ketersediaan lembaga konsultasi bagi orang tua/keluarga tentang
pengasuhan dan perawatan anak;
13. Adanya lembaga konsultasi pengasuhan dan perawatan anak LKSA;
IV. Klaster Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan
14. Penurunan angka kematian bayi;
15. Peningkatan gizi balita dan ibu hamil;
16. Peningkatan pemberian ASI eksklusif;
17. Jumlah pojok ASI
18. Semua balita mendapatkan imunisasi dasar lengkap;
19. Adanya lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan reproduksi dan
mental;
20. Semua anak dari keluarga miskin yang memperoleh akses peningkatan
kesejahteraan;
21. Semua rumah tangga mendapatkan akses air bersih;
22. Semakin bertambah jumlah kawasan tanpa rokok;
29

V. Klaster Pendidikan, Pemanfaatan Waktu luang dan Kegiatan Seni


Budaya
23. Semua anak usia dini tertampung di PAUD/TK/RA;
24. Semua anak mendapatkan layanan pendidikan dasar dan menengah s.d
tamat SLTA serta semua anak berkebutuhan khusus (ABK) mendapatkan
layanan pendidikan;
25. Terwujudnya sekolah ramah anak;
26. Adanya rute aman dan selamat di sekolah;
27. Adanya fasilitas untuk kegiatan kreatif dan rekreatif bagi anak;
VI. Klaster Perlindungan Khusus
28. Tidak ada anak-anak yang menjadi korban kekerasan;
29. Tidak ada lagi anak-anak berhadapan dengan hukum;
30. Tersedianya mekanisme penanganan bencana yang berperspektif anak;
31. Terhapusnya bentuk-bentuk pekerjaan terburuk pada anak (BPTA)

2.4 Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 kerangka berpikir

Kebijakan Publik

UUD 1945 Pasal 28 B Ayat 2

“setiap anak berhak atas kelangsungan


hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi”
Meratifikasi Konvensi
Hak Anak pada 05
September 1990
UU No. 32 Tahun 2002
30
BAB 3. METODE PENELITIAN

Dalam pedoman penulisan karya tulis ilmiah universitas jember (2011:22)


metode penelitian merupakan aspek epistimologis yang penting dan dapat
dikemukakan dalam bab tersendiri. Pada metodolgi penelitian dapat diuraikan
tentang tempat dan waktu penelitian, populasi, sampel, dan informan, definisi
operasional, hipotesis dan uraian lain yang diperlukan. Berdasarkan pengertian
tersebut, metodologi penelitian merupakan hal yang dipersiapkan peneliti sebelum
melakukan penelitian untuk menentukan metode atau cara yang digunakan ketika
melakukan penelitian di lapangan. Dalam mencari kebenran atas suatu masalah
maka metode penelitian ini mutlak dibutuhkan. Metodologi penelitian merupakan
cara ilmiah untuk menjawab pertanyaan dan permasalahan penelitian.
Pada metodologi penelitian terdapat teknik-teknik yang akan digunakan
peneliti dalam melakukan penelitiannya dan hal-hal lain yang berkaitan erat
dengan pelaksanaan penelitian, diantaranya adalah:
a. Jenis penelitian;
b. Fokus Penelitian;
c. Lokasi dan Waktu Penelitian;
d. Data dan Sumber Data;
e. Penentuan Informan Penelitian;
f. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data;
g. Teknik pengujian keabsahan data;
h. Teknik penyajian dan analisis data.
32

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan jenis
penelitian dengan tujuan melihat gambaran fenomena (evaluasi program forum
anak di Kabupaten Situbondo) yang terjadi di dalam satu populasi tertentu
(Notoatmodjo, 2010).
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang telah dialami oleh subjek penelitian, misalnya,
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan memanfaatkan metode ilmiah (Moloeng, 2010). Penelitian ini
digunakan untuk memberikan gambaran tentang evaluasi kebijakan
pengembangan kabupaten layak anak dalam pemenuhan klaster hak sipil dan
kebebasan di Kabupaten Situbondo.

3.2 Fokus Penelitian


Menurut Basrowi dan Suwandi (2008:28), penelitian kualitatif menghendaki
ditetapkannya batas dalam penelitiannya atas dasar fokus yang timbul sebagai
masalah dalam penelitian. Bagaimanapun fokus sebagai masalah penelitian
penting artinya dalam usaha menemukan batas penelitian oleh karena itu, dengan
fokus permasalahan yang tajam, peneliti dapat menemukan dan menentukan
lokasi penelitian dengan tepat.
Dalam penelitian kualitatif, terdapat tujuan tertentu ketika menentukan
fokus penelitian. Menurut Moloeng (2012:115), ada dua maksud tertentu yang
peneliti ingin mencapainya dalam menetapkan fokus. Pertama, menetapkan fokus
dapat membatasi studi. Kedua, penetapan fokus ini berfungsi untuk memenuhi
kriteria inklusi-eksklusi atau memasukkan-mengeluarkan (inclusion-exclusion
criteria) suatu informasi yang baru diperoleh di lapangan. Dengan bimbingan dan
arahan suatu fokus, seorang peneliti tahu persis data mana yang perlu
dikumpulkan dan data mana pula yang walaupun menarik karena tidak relevan,
tidak perlu dimasukkan kedalam sejumlah data yang sedang dikumpulkan.
33

Peneliti dalam penelitian ini menetapkan fokus penelitian pada evaluasi


kebijakan pengembangan kabupaten layak anak dalam pemenuhan klaster hak
sipil dan kebebasan di Kabupaten Situbondo dalam rangka memenuhi hak-hak
anak di kabupaten situbondo. Evaluasi diterapkan untuk menentukan keberhasilan
atau tidak suatu program.

3.3 Tempat dan waktu Penelitian


Tempat dan waktu dalam sebuah penelitian menjadi hal yang sangat penting
untuk diperhatikan karena perbedaan pada tempat dan waktu penelitian akan
sangat memperngaruhi hasil penelitian walaupun penelitian tersebut termasuk
dalam satu kategori fokus yang sama. Menurut buku Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah (2012:23), tempat dan waktu penelitian mencakup lokasi sasaran dan
kurun waktu penelitian tersebut dilakukan. Pada penelitian ini, peneliti
menentukan Kabupaten Situbondo sebagai tempat atau lokasi penelitian dengan
pertimbangan sebagai berikut:
a. Belum ada penelitian di Kabupaten Situbondo yang mengkaji secara
mendalam terkait evaluasi program forum anak di Kabupaten Situbondo.
b. Kabupaten Situbondo merupakan satu-satunya Kabupaten di wilayah tapal
kuda (Jember, Bondowoso, Banyuwangi dan Situbondo) yang termasuk
pesat dalam mengembangkan Program Kabupaten Layak Anak dan telah
mendapat penghargaan dalam pengembangan forum anak kategori DAFA
AWARDS 2015. Batasan waktu penelitian yang telah dibatasi oleh
peneliti untuk melakukan penelitian adalah pada bulan Mei – Juli 2016.
Adapun batasan waktu yang perlu dirumuskan peneliti yaitu, maka
penelitian dilaksanakan pada: 1) 13 Mei 2016 sampai 13 Juli 2016 dan 2) 1
Februari 2017 sampai 1 April 2017 yang dibuktikan dengan surat ijin penelitian
yang dikeluarkan BANKESBANGPOL Kabupaten Situbondo. Namun sebelum
tiba waktu penelitian, peneliti juga melakukan penelitian pendahuluan atau
penelitian awal sejak Bulan Agustus 2015.
34

3.4 Data dan Sumber Data


Menurut Lofland dan Lofland (1984) dalam buku Moeloeng (2012:157)
sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain lain. Menurut buku
Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Universitas Jember (2012:23) data adalah
kumpulan fakta atau informasi yang dapat berbentuk angka atau deskripsi yang
berasal dari sumber data. Menurut sumber perolehannya, seumber data dibagi
menjadi dua jenis yaitu:
a. Data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung pada sumber data
(informan), yaitu informan utama, informan kunci, dan informan tambahan.
Data tersebut diperoleh dengan cara pengematan dan wawancara mendalam.
Data primer adalah data indivdu berbentuk angket, wawancara dan observasi.
Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dari wawancara dan observasi
kepada informan yang berperan serta terkait dalam penerapan evaluasi
kebijakan pengembangan kabupaten layak anak dalam pemenuhan klaster hak
sipil dan kebebasan di Kabupaten Situbondo.
b. Data sekunder adalah data yang secara tidak langsung dapat memberikan
informasi dan sebagai informasi pendukung bagi peneliti. Data sekunder yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi (foto, rekaman,
statistik) kegiatan Forum Anak, studi kepustakaan, peraturan bupati, surat
keputusan bupati, peraturan perundang-undangan, keputusan menteri, dan
keputusan presiden. Adapun alat-alat tambahan yang digunakan dalam
pengumpulan datanya terdiri dari; panduan wawancara, alat perekam (tape
recorder), buku catatan dan kamera digital.
Tabel 3.1 Jenis Data dan Sumber Data
No. Jenis Data Metode Instansi/Lembga Sumber Data

1 Primer Wawancara 1. BAPPEDA Informasi yang


2. BPMP diperoleh:
3. DISPENDUK a. Peraturan perundang-
dan CAPIL undangan dan
4. Kantor kebijakan untuk
Perpusda pemenuhan hak anak
5. DISKOMINFO b. Presentase angaran
35

No. Jenis Data Metode Instansi/Lembga Sumber Data

6. Kec. Besuki untuk forum anak


7. Desa c. Program kegiatan
Wringinanom forum anak tahun
8. Desa Trigonco 2014-2016
Timur d. Jumlah Kecamatan,
9. Fasilitator Anak Desa/kelurahan yang
berkomitmen
mengembangkan
forum anak
e. Bentuk partisipasi
anak
f. Presentase
kepemilikan akta
kelahiran
g. Daftar TBM di
Kabupaten Situbondo
h. Profil lembaga
Observasi BAPPEDA Rapat koordinasi
pengembangan forum
anak di Kabupaten
Situbondo
BPMP Kegiatan Situbondo
mengaji dihadiri 1000
anak dan dalam rangka
pengenalan forum anak
di Alun-alun Kabupaten
Situbondo
Forum anak a. Kongres Anak tahun
2016 di Aula Hotel
Asri Kabupaten
Situbondo
b. Rapat koordinasi
antar pengurus forum
anak dalam persiapan
ajang DAFA
AWARDS 2016 di
sekretariat forum
anak
c. Kegiatan MOS
Ramah Anak di
seluruh SMA di
Kabupaten Situbondo
d. Kegiatan forum anak
di Kabupaten Besuki
36

No. Jenis Data Metode Instansi/Lembga Sumber Data

2 Sekunder Dokumen BAPPEDA a. Laporan evaluasi


(Bidang Sosial capaian indikator
Budaya Kabupaten Kabupaten Layak
Situbondo) Anak (KLA)
Kabupaten Situbondo
Tahun 2015
b. Struktur pembentukan
gugus tugas kabupaten
layak anak kabupaten
Situbondo
BPMP a. Peraturan daerah No.
18 Tahun 2013
tentang perlindungan
anak
b. Peraturan Bupati No.
18 Tahun 2013
tentang RAD-KLA
tahun 2013-2017
c. Keputusan Bupati
tentang kepengurusan
forum anak tahun
2014-2017
d. Laporan anggaran
forum anak tahun
2014-2016
e. Laporan kegiatan
forum anak Tahun
2014 dan Tahun 2015
f. Buku saku Situbondo
menuju kabupaten
layak anak
g. Daftar surat keputusan
Kepala Desa/Lurah
tentang forum anak di
Desa/kelurahan yang
berkomitmen
mengembangkan
forum anak
h. Daftar surat keputusan
Camat tentang forum
anak Kecamatan yang
telah mengembangkan
forum anak
DISPENDUK dan Presentase kepemilikan
37

No. Jenis Data Metode Instansi/Lembga Sumber Data

CAPIL akta kelahiran tahun


2012-2016
Kantor a. Presentase kunjungan
Perpustakaan dan mobil keliling tahun
Arsip Daerah 2013-2016
b. Daftar Taman Baca
Masyarakat (TBM)
yang tersebar di
seluruh kecamatan
Forum Anak a. Foto dokumentasi
kegiatan rapat
koordinasi dan
berbagai kegiatan
Forum Anak
b. Daftar usulan anak
dalam Kongres Anak
Kec. Besuki a. Keputusan Camat
tentang forum anak di
Kecamatan Besuki
b. Daftar hadir anak
yang mengikuti
musrenbang tahun
2015
c. Daftar rekomendasi
anak dalam
musrenbang 2015
Desa a. Keputusan Kepala
Wringinanom Desa tentang forum
anak di Desa
Wringinanom
Desa Trigonco a. Surat delegasi
Timur perwakilan anak untuk
mengikuti Kongres
Anak di Kabupaten
Situbondo
Sumber: Hasil penelitian tahun 2016
38

3.5 Penentuan Informan Penelitian


Informan adalah orang dalam latar penelitian. Fungsinya sebagai orang yang
dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar
penelitian (Basrowi dan Suwandi, 2008). Menurut buku pedoman penulisan karya
ilmiah (2012:23) informan adalah orang yang menguasai dan memahami objek
penelitian dan mampu menjelaskan secara rinci masalah yag diteliti. Dalam
penelitian ini, teknik penentuan informan dilakukan dengan teknik Sampling
Purposive. Menurut Faisal dalam (Sugiyono, 2011:83) informan penelitian
sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Orang yang mampu memahami suatu masalah yang diteliti dengan proses
enkulturasi yaitu proses penghayatan bukan sekedar proses mengetahui;
b. Orang yang masih berkecimpung dalam masalah yang diteliti;
c. Orang yang memiliki waktu yang memadai untuk dimintai informasi;
d. Orang yang mampu menyampaikan informasi secara lebih objektif bukan
berdasarkan subjektivitasnya;
e. Orang yang masih baru dikenal oleh peneliti sehingga peneliti dapat
menjadikannya sebagai narasumber atau guru dalam penelitiannya.
Dalam penelitian ini, peneliti akan mewawancarai empat informan yang
terpilih melalui teknik sampling purposive dengan pertimbangan bahwa keempat
informan ini merupakan aktor-aktor yang terlibat langsung dan mengetahui
evauasi program forum anak di Kabupaten Situbondo. Keempat informan tersebut
sebagai berikut:
1) Edi Wiyono, S.Sos, M.Si selaku Kepala Bidang Sosial Budaya pada
BAPPEDA Kabupaten Situbondo.
2) Drs. Subandi selaku Kasubbid Perlindungan Perempuan dan Anak BPMP
Kabupaten Situbondo.
3) Drs. Marwito, M.Si selaku Kepala Bidang Catatan Sipil Kabupaten Situbondo
4) Dra. Aisyah Armina selaku Kepala Seksi Pelayanan Dinas Perpustakaan dan
Arsip Daerah Kabupaten Situbondo
5) Mardiko Wicaksono, S.Kom selaku Kepala Seksi Infrastruktur dan Teknologi
Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Situbondo
39

6) Hadi Soesanto, SH selaku Kasi Pembangunan Kecamatan Besuki


7) Muhammad Rasidi, S.KM, MM selaku Kasi Pembangunan Kecamatan
Asembagus
8) Muhammad Fahri Priambudi selaku Fasilitator Forum Anak Nasional
9) Zainul Rohman selaku Ketua Forum Anak periode 2014-2016
Tabel 3.2 Daftar Informan Penelitian dan Informasi yang Diperoleh
No. Nama Jabatan Data/Informasi yang Diperoleh

1 Edi Wiyono, Ketua Bidang a. Pelaksanaan program Forum


S.Sos, M.Si Sosial Budaya Anak di Kabupaten
BAPPEDA Situbondo
b. Proses keterlibatan forum
anak dalam proses
musyawarah perencanaan
pembangunan
c. Bagaimana penganggaran
program Forum Anak
d. Peran BAPPEDA sebagai
ketua Gugus Tugas dalam
pengembangan Forum Anak
2 Drs. Subandi, Kasubbid a. Mekanisme pembentukan
M.Si program Forum Anak di
tingkat Kecamatan dan
Desa/Kelurahan
b. Alokasi anggaran program
Forum Anak
c. Pelaksanaan program forum
anak di Kabupaten
Situbondo
d. Daftar Kecamatan,
Desa/kelurahan yang sudah
membentuk Forum Anak
3 Drs. Marwito Kabid Capil a. Presentase kepemilikan akta
M.Si kelahiran
b. Program pemerintah untuk
meningkatkan kepemilikan
akta kelahiran
c. Faktor pendorong dan
penghambat keberhasilan
program
40

No. Nama Jabatan Data/Informasi yang Diperoleh

4 Drs. Aisyah Kasi Pelayanan a. Program perpusda dalam


Armina Dinas perpusda menyediakan informasi
yang layak bagi anak
b. Mekanisme mobil keliling
c. Koran anak
d. Daftar kunjungan lembaga
tiap bulan sebagai bentuk
pelayanan perpusda
5 Mardiko Kasi Infrastruktur Belum dilaksanakan
Wicaksono, dan Teknologi mekanisme kontrol
S.Kom DISKOMINFO informasi untuk anak
Kabupaten
Situbondo
6 Muhammad Fahri Fasilitator Anak a. Tugas dan peran fasilitator
Priabudi Provinsi dalam pengembangan dan
pendampingan program
Forum Anak
b. Pelaksanaan kegiatan forum
anak
c. Bentuk pendampingan
fasilitator
7 Hadi Soesanto, Kasi a. Apakah di Kecamatan sudah
SH Pembangunan terbentuk Forum Anak
Kecamatan Besuki b. Susunan Kepengurusan dan
program kegiatan yang
dilaksanakan
c. Mekanisme pembentukan
forum anak di Kecamatan
d. Bentuk keterlibatan forum
anak di musyawarah
perencanaan pembangunan
tingkat Kecamatan
e. Bentuk sosialisasi yang
dilakukan pemerintah
Kecamatan terkait
pembentukan forum anak di
Desa/kelurahan
8 Muhammad Kasi a. Keberadaan forum anak di
Rasidi, S.KM, Pembangunan Kecamatan
MM Kecamatan b. Apakah sudah diadakan
Asembagus sosialisasi ke Desa terkait
pembentukan forum anak di
tingkat Desa
41

No. Nama Jabatan Data/Informasi yang Diperoleh

9 H. Sumarsono, Lurah Dawuhan a. Apakah di Kelurahan sudah


SH (salah satu dibentuk Forum Anak
Kelurahan b. Bagaimana mekanisme
percontohan pembentukan forum anak di
pembentukan kelurahan
forum anak) c. Mekanisme keterlibatan
anak dalam musyawarah
perencanaan pembangunan
di Kelurahan
d. Bagaimana pelaksanaan
program forum anak di
Kelurahan
10 Matrawi Kepala Desa a. mengapa tidak membentuk
Trigonco Timur forum anak
(belum b. Apakah mengirimkan
membentuk forum delegasi dalam kongres
anak) anak
11 Zainur Rohman Ketua Forum a. Apa saja kegiatan yang
Anak dilakukan forum anak
b. Bagaimana forum anak
dalam memfasilitasi
pertisipasi anak
c. Bentuk koordinasi antar
pengurus dan pemerintah
d. Tugas dan peran masing-
masing divisi kepengurusan
Forum Anak
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2016

3.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar data yang ditetapkan (sugiyono, 2010). Teknik
pengumpulan atau pengambilan data kualitatif pada dasarnya bersifat tentatif
karena penggunaannya ditentukan oleh konteks permasalahan dan gambaran data
yang mau diperoleh. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti
meliputi.
42

a. Observasi
Observasi dihubungkan dengan upaya-upaya: merumuskan masalah
membandingkan masalah (yang dirumuskan dengan kenyataan) di lapangan),
pemahaman secara detail permasalahan (guna menemukan detail pertanyaan)
yang akan dituangkan dalam kuisioner, ataupun untuk menemukan strategi
pengambilan data dan bentuk perolehan pemahaman yang dianggap paling tepat
(Fatchan, 2011).
Menurut Sanafiah Faisal dalam Sugiyono (2010) observasi dibagi menjadi:
a) Observasi partisipatif
b) Observasi terus terang dan tersamar
c) Observasi tak terstruktur.
Sedangkan menurut Moeloeng (2012, 178) penggunaan observasi atau
pengamatan secara metodologis ialah: pengamatan mengoptimalkan kemampuan
peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan
sebagainya; pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia
sebagaimana dilihat oleh subjek penelitian, hidup pada saat itu, menangkap arti
fenomena dari segi pengertian subjek, menangkap arti fenomena dari segi
pengertian subjek, menangkap kehidupan budaya dari segi pandangan dan anutan
para subjek pada keadaan waktu itu; pengamatan memungkinkan peneliti
merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek sehingga memungkinkan
pula peneliti menjadi sumber data; pengamatan memungkinkan pembentukan
pengetahuan yang diketahui bersama, baik dari pihaknya maupun dari pihak
subjek.

b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
ditentukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu (Moeloeng. 2012: 186). Kahija (2006) mendefinisikan wawancara
adalah metode pengumpulan data dimana satu orang menanyakan pertanyaan ke
orang lain baik berhadapan langsung face to face, berhadapan lewat layar atau
43

berbicara lewat telepon. Secara teoritis wawancara biasanya terbagi dalam 3 jenis,
yakni wawancara terstruktur, tidak terstruktur dan semistruktur.
Dalam bukunya Sugiyono (2010) menjelaskan bahwa wawancara
digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan
studi pendahuluan untuk menemui permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam.
Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri
atau self report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan
pribadi. Dalam penelitian kualitatif sering menggabungkan teknik observasi
partisipatif dengan wawancara mendalam. Selama melakukan observasi, peneliti
juga melakukan interview kepada orang-orang yang ada di dalamnya.
1. Wawancara terstruktur
Fatchan (2011) mengatakan bahwa interview (wawancara) yang terstruktur
merupakan bentuk nterview yang sudah diarahkan oleh sejumlah pertanyaan
secara ketat. Menurut Sugiyono (2010) wawancara jeis ini digunakan sebagai
teknik pengumpulan data bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui
dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Dalam hal ini sebelum
wawancara dilakukan, pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian
berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya juga sudah
dipersiapkan. Dalam wawancara ini para responden diberi pertanyaan sama dan
pengumpul data mencatatnya.
2. Wawancara semistruktur
Dalam wawancara semistruktur meskipun interview sudah diarahkan oleh
sejumlah daftar pertanyaan tidak tertutup kemungkinan memunculkan pertanyaan
baru yang idenya muncul secara spontan sesuai dengan konteks pembicaraan yang
dilakukannya (Fatchan, 2011). Menurut Sugiyono (2010) wawancara ini sudah
termasuk dalam kategori in-depth interview dimana pelaksanaannya lebih bebas
dibandingkan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, karena pihak yang diwawancara
diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam wawancara, peneliti perlu mendengarkan
secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan.
44

3. Wawancara tak berstruktur


Interview tak berstruktur (terbuka) merupakan interview dimana peneliti
hanya berfokus pada pusat-pusat permasalahan tanpa diikat format-format tertentu
secara ketat (Fatchan, 2011). Menurut Sugiyono (2010) mendefinisikan
wawancara tidak terstruktur sebagai jenis wawancara yang bebas dimana peneliti
tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun sistematis dan
lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya
berupa garis-garis besar permasalahan yang akan diterapkan. Dalam melakukan
wawancara tidak terstruktur, peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang
diceritakan oleh responden sebab peneliti belum mengetahui secara pasti data apa
yang akan diperoleh nantinya. Pada teknik jenis ini di awal wawancara peneliti
boleh bertanya hal-hal yang tidak terkait dengan tujuan.
Adapun langkah-langkah dalam melakukan wawancara yang dipaparkan
oleh Sanafiah Faisal dalam Sugiyono (2010) adalah sebagai berikut:
a. Menetapkan kepada siapa wawancara akan dilakukan
b. Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan
c. Mengawali atau membuka alur wawancara
d. Melangsungkan alur wawancara
e. Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya
f. Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan
g. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.
c. Dokumentasi
Dokumen adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu. Bisa dalam bentuk
tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen berbentuk
lisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi,
peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar
hidup, sketsa dan lain-lain. dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni
yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain (Sugiyono, 2010). Menurut
Moeloeng (2012:217) dokumen adalah catatan atau karangan seseorang secara
tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan kepercayaannya. Maksudnya
45

mengumpulkan dokumen untuk memeperoleh kejadian nyata tentang situasi sosial


dan arti berbagi faktor di sekitar subjek penelitian.
Hasil penelitian akan semakin dapat dipercaya atau kredilitasnya semakin
tinggi jika didukung dengan sejarah pribadi kehidupan di masa kecil, di sekolah,
di tempat kerja, di masyarakat dan autobiografi, didukung dengan foto-foto atau
karya tulis akademik dan seni yang telah ada. Namun tidak semua dokumen
memiliki kredibilitas yang tinggi, misalnya autobiografi yang ditulis untuk dirinya
sendiri cenderung subyektif (Sugiyono, 2010).
4. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dalam penelitian begitu penting karena memberikan
referensi, memberikan perbandingan-perbandingan teoritik dan memberikan
standar teoritik penilaian yang akan dilakukan. Dalam hal ini penelitian berusaha
untuk mencari buku, jurnal, skripsi atau thesis atau disertasi terkait dengan
permasalahan yang diangkat. Pengetahuan dari studi pustaka tersebut menjadi
referensi dan juga dapat digunakan sebagai komparasi data sehingga lebih
menyempurnakan penjaringan data di lapangan.
Berikut daftar informasi yang dibutuhkan di dalam penelitian ini dengan
menggunakan keempat teknik pengumpulan data di atas.

Tabel 3.3 Daftar informasi yang dibutuhkan dalam penelitian


No. Infomasi yang Teknik pengumpulan Gambar hasil
dibutuhkan data
1 Gambaran umum Studi Kepustkaan, yaitu Deskripsi dari
Kabupaten Situbondo dengan menggunakan gambaran umum
“Laporan Kabupaten Situbondo
Kependudukan
Kabupaten Situbondo
Tahun 2014-2015”
2 Gambaran Forum Teknik dokumentasi, Deskripsi Forum Anak
Anak Kabupaten laporan kegiatan forum Kabupaten Situbondo
Situbondo anak Kabupaten
Situbondo Tahun 2014-
2015
3 Pelaksanaan a. Teknik wawancara Deskripi pelaksanaan
Pengembangan b. Teknik observasi kegiatan forum anak
Forum Anak di c. Teknik dokumentasi dan penyajian kutipan
Kabupaten Situbondo d. Teknik studi hasil wawancara
46

No. Infomasi yang Teknik pengumpulan Gambar hasil


dibutuhkan data
kepustakaan

Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2016

3.7 Teknik Menguji Keabsahan data


Data yang diperoleh peneliti merupakan unsur penting yang perlu dijaga
keabsahannya. Penelitian merupakan cara yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh kebenaran terhadap suatu masalah, sehingga keabsahan data yang
diperoleh harus benar-benar valid dan dapat dipercaya kebenarannya dan mampu
menggambarkan realita yang ada. Tahap-tahap teknik pemeriksaan keabsahan
data menurut Moleong (2012:326) sebagai berikut:
a. Perpanjangan keikutsertaan
Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen dalam penelitian
itu sendiri sehingga keikutsertaan peneliti dalam proses pengumpulan data
menjadi salah satu teknik menguji keabsahan data. Seorang peneliti kualitatif
relatif memerlukan waktu yang lebih panjang dalam proses keikutsertaannya
untuk mengumpulkan data. Dalam tahapan pertama dari proses menguji
keabsahan data, perpanjangan keikutsertaan peneliti artinya menambah waktu
pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dengan cara memperpanjang
waktu seorang peneliti untuk tinggal di lapangan sampai mendapatkan data
yang jenuh dalam penelitiannya.
Perpanjang keikutsertaan peneliti dalam proses pengumpulan data menjadi
salah satu cara untuk menguji keabsahan data karena peneliti akan mampu
mempelajari banyak hal di lapangan tentang suatu kehidupan objek
penelitiannya sehingga peneliti dapat menguji secara langsung informasi yang
didapatkan mampu dipercaya atau tidak. Dalam pelaksanaan penelitian ini,
peneliti melakukan sebanyak tiga tahap waktu/periode, yaitu: 1) Bulan
November 2015 sampai Bulan Januari 2016 (observasi pendahuluan), 2) Juli
sampai Agustus 2016 dan 3) Februari sampai Maret 2017. Bukti dapat dilihat
47

pada surat ijin penelitian yang dikeluarkan BANKESBANGPOL Kabupaten


Situbondo.
b. Ketekunan pengamatan
Ketekunan pengamatan atau keajegan pengamatan adalah mencari secara
konsisten interpretasi dengan berbagai cara dalam kaitannya dengan proses
analisis yang konstan dan tentatif. Mencari suatu usaha membatasi berbagai
pengaruh. Mencari apa yang dapat diperhitungkan dan apa yang tidak dapat.
Ketekunan pengamatan ini dimaksudkan untuk menemukan ciri-ciri atau
suatu hal tertentu yang sangat relevan dengan masalah penelitian yang
dijalankan secara rinci. Langkah yang ditempuh adalah dengan membaca
referensi, browsing, hasil penelitian dan dokumen-dokumen yang relevan
serta valid.
c. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu. Menurut Denzin dalam Moelong
(2012:330) triangulasi dibedakan empat macam sebagai teknik pemeriksaan
yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton, 1987:331). Hal itu dapat
dicapai dengan jalan:
1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara;
2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dikatakannya secara pribadi;
3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakanya sepanjang waktu;
4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang
berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan;
48

5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang


berkaitan.
Pada triangulasi dengan metode, menurut Patton (1987:329), terdapat dua
strategi, yaitu:
1) Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa
teknik pengumpulan data; dan
2) Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode
yang sama.
Triangulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba (dalam Moelong,
2012:331), berdasarkan anggapann bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat
kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Di pihak lain, Patton (1987:327)
berpendapat lain, yaitu bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu
dinamakannya penjelasan banding (rival explanation).
Jadi triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-
perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu
mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai
pandangan. Dengan kata lain bahwa dengan triangulasi, peneliti dapat me-
recheck temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai
sumber, metode atau teori. Untuk itu maka peneliti dapat menemukannya
dengan jalan:
1) Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan
2) Mengeceknya dengan berbagai sumber data
3) Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data
dapat dilakukan.
d. Pemeriksaan sejawat melalui diskusi
Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos atau mempublikasikan
hasil sementara atau hasil akhir yag diperoleh dalam diskusi analitik dengan
rekan-rekan sejawat. Teknik ini hanya sebatas melakukan diskusi dengan
rekan dan konsultasi bersama dosen pembimbing dengan melakukan
bimbingan tentang penelitian yang sedang dilakukan.
49

e. Pengecekan anggota
Pengecekan anggota merupakan proses pengumpulan data yang penting
untuk memperoleh kepercayaan data yang dihasilkan. Pada proses ini, peneliti
dapat melakukan pengecekan anggota baik secara formal maupun tidak
formal. Dengan kata lain, peneliti akan mengumpulkan anggota yang menjadi
sumber data untuk mengecek kebenaran data dan hasil interpretasinya.
Menurut Moleong (2011:336) proses pengecekan anggota dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut.
a. responden melakukan penilaian
b. melakukan koreksi atas kekeliruan
c. memberikan tambahan informasi
d. respoonden dilibatkan dalam penelitian sebagai langkah awal analisis data
e. memberi penilaian atas data yang telah dikumpulkan
f. Kecukupan Referensi
Melalui banyaknya referensi dapat untuk menguji serta mengoreksi hasil
penelitian yang telah dilakukan. Referensi dapat berasal dari orang lain
maupun diperoleh selama penelitian. Peneliti selama mengadakan penelitian,
mendapatkan referensi nama-nama orang yang dijadikan informan. Selain itu,
peneliti juga selalu menggali data-data dari web, skripsi, dokumen sebagai
referensi.
g. Uraian rinci
Keteralihan tergantung pada pengetahuan peneliti tentang konteks
pengirim dan penerima, dengan begitu peneliti bertanggungjawab pada
penyelidikan dasar secukupnya yang memungkinkan adanya pembanding.
Dalam teknik ini, peneliti dituntut untuk memberikan laporan yang hasil
penelitiannya diuraikan secara teliti, rinci dan cermat dengan menggambarkan
realita di lapangan.
Dalam penelitian ini, peneliti lebih mengutamakan teknik pemeriksaan data
dengan menggunakan teknik triangulasi dengan sumber dan pemeriksaan sejawat
melalui diskusi. Tujuannya yakni agar penelitiannya dapat memiliki derajat
50

keabsahan dan tingkat validasi yang akurat sehingga dapat benar-benar


dipertanggungjawabkan.
Tabel 3.4 Teknik pemeriksaan data kualitatif
Kriteria Teknik Pemeriksaan
Kredibilitas (Derajat Kepercayaan) 1. Perpanjangan keikutsertaan
2. Ketekunan pengamatan
3. Tringulasi
4. Pemeriksaan sejawat
5. Pengecekan anggota
6. Kecukupan referensi
Kepastian 7. Uraian rinci
Sumber: Moleong (2011:327)
Di bawah ini adalah hasil informasi yang diuji dengan teknik pengujian
keabsahan data.
Tabel 3.5 Daftar informasi penelitian yang telah diuji
No. Informasi yang Teknik pengujian Gambaran hasil
dibutuhkan keabsahan data

1 Gambaran umum Ketekunan pengamatan, Deskripsi dari


Kabupaten Situbondo triangulasi data, gambaran Kabupaten
kecukupan referensi Situbondo

2 Gambaran Forum Perpanjangan Deskripsi gambaran


Anak Kabupaten keikutsertaan, ketekunan forum anak di
Situbondo pengamatan, triangulasi Kabupaten
sumber dan metode, Situbondo
kecukupan referensi

3 Pelaksanaan kegiatan Perpanjangan Deskripsi


dan pengembangan keikutsertaan, ketekunan pelaksanaan kegiatan
forum anak di pengamatan, triangulasi dan penyajian
Kabupaten Situbondo sumber dan metode, kutipan hasil
kecukupan referensi dan wawancara
uraian rinci.

Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2016

3.8 Teknik Penyajian dan Analisis Data


Teknik penyajian dan analisis data merupakan metode-metode terakhir
dalam proses penelitian. Menurut Moelong (2012:247) secara lebih taktis
menjelaskan bahwa proses analisis data dalam suatu penelitian dimulai dengan
51

melakukan telaah terhadap seluruh yang telah terkumpul dari beberapa sumber.
Menurut Bogdan dan Biklen dalam irawan (2006:73) analisis data adalah sebagai
berikut:
“analisis data adalah proses mencari dan mengatur secara sistematis
transkip interview, catatan di lapangan dan bahan-bahan lain yang anda
dapatkan, yang kesemuanya itu anda kumpulkan untuk meningkatkan
pemahaman anda (terhadap suatu fenomena) dan membantu anda untuk
mempresentasikan penemuan anda kepada orang lain.”

Penyajian data dilakukan dalam bentuk bahasa yang tidak formal, dalam
susunan kalimat sehari-hari dan pilihan kata atau konsep asli informan, cukup
rinci tanpa adanya interpretasi dan evaluasi dari peneliti. Kemudian berdasarkan
cerita dengan bahasa dan ungkapan asli responden atau informan tersebut mulai
dikemukakan temuan peneliti yang nanti akan didiskusikan atau dijelaskan
dengan perspektif atau teori-teori yang telah dipilih seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya (Hamidi, 2004). Menurut Miles and Huberman (dalam
Prastowo, 2012:241), membagi proses dalam 4 tahapan analisis data yang
dinamakan analisis interaktif. Berikut adalah gambar model analisis interaktif
Miles dan Huberman.
Gambar 3.1 Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman

Pengumpulan Penyajian data

data

Reduksi

data Kesimpulan-kesimpulan:
Penarikan/Verifikasi

(Sumber: Miles dan Huberman (2007:20) yang dikutip dari Prastowo (2012:243)
Analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman melalui empat
tahapan seperti gambar di atas.
a. Pengumpulan Data
52

Pengumpulan data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan


perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar
yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Peneliti dalam
penelitian ini melakukan pengumpulan data di lapang dengan menggunakan
teknik-teknik pengumpulan data yang sudah ditentukan. Data yang diperoleh
oleh peneliti selanjutnya dituangkan dalam laporan yang lengkap dan
terperinci.
b. Reduksi Data (Data Reduction)
Merupakan tahap analisis data dengan cara memilih, menyederhanakan,
membuat abstraksi, serta memfokuskan data-data yang telah diperoleh oleh
peneliti. Prastowo berpendapat (2012:242) bahwa proses reduksi data akan
berjalan secara terus-menerus selama penelitian kualitatif tersebut
berlangsung. Dengan kata lain, proses reduksi data ini berlanjut terus sesudah
penelitian lapangan sampai laporan akhir tersusun lengkap. Proses reduksi
data ini dapat dilakukan dengan memilah-milah data dan mencari pola yang
dibutuhkan dalam penelitian.
c. Penyajian Data (Data Display)
Menurut Miles dan Huberman dalam Denzin (2009:592) bahwa penyajian
data (data display) sebagai konstruk informasi padat terstruktur yang
memungkinkan pengambilan kesimpulan dan penerapan aksi. Penyajian data
yang lebih terfokus meliputi ringkasan terstruktur dan synopsis dan deskripsi
singkat. Penyajian data bertujuan untuk memudahkan dalam memahami apa
yang terjadi, merencanakan kerja berdasarkan apa yang telah dipahami.
d. Verifikasi Data atau Penarikan Kesimpulan (Verification)
Tahap pengambilan kesimpulan dan verifikasi melibatkan peneliti dalam
proses interpretasi; penetapan makna dari data yang tersaji. Cara yang
digunakan semakin banyak seperti: merumuskan pola dan tema,
pengelompokan, dan penggunaan triangulasi, mencari kasus-kasus negatif,
menindaklanjuti temuan-temuan dan cek silang dengan hasil responden.
53
BAB 4 PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian


Deskripsi lokasi penelitian merupakan subbab yang penting untuk
dicantumkan dalam sebuah penelitian. Hal ini karena deskripsi lokasi penelitian
memberikan informasi terkait gambaran lokasi yang dipilih peneliti dalam
melaksanakan penelitian. Maksud dari pembahasan deskripsi lokasi penelitian ini
adalah untuk mempermudah peneliti maupun pembaca mengenali lokasi
penelitian sebelum melanjutkan pada pembahasan utama yaitu evaluasi program
forum anak. Oleh karena itu, sebelum memasuki pembahasan terkait Evaluasi
Kebijakan Pengembangan Kabupaten Layak Anak dalam Pemenuhan Klaster Hak
Sipil Dan Kebebasan bab 4 ini akan diawali dengan membahas deskripsi lokasi
penelitian yang terdiri dari gambaran umum Kabupaten Situbondo, jumlah
Desa/kelurahan dalam setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Situbondo, Rasio
sex penduduk menurut Kecamatan, serta gambaran umum terkait permasalahan
pada anak yang terjadi di Kabupaten Situbondo

4.1.1 Kabupaten Situbondo


Kabupaten Situbondo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang
cukup dikenal dengan sebutan Daerah Wisata Pasir Putih yang terletak di posisi
antara 7° 35‟ - 7° 44‟ Lintang Selatan dan 113° 30‟ – 114° 42‟ Bujur Timur. Luas
Kabupaten Situbondo adalah 1.638,50 km² atau 163.850 hektar, dan bentuknya
memanjang dari barat ke timur kurang lebih 150 km. Pantai utara umumnya
merupakan dataran rendah dan di sebelah selatan merupakan dataran tinggi
dengan rata-rata lebar wilayah kurang lebih 11 km. Luas wilayah per kecamatan
dapat dilihat pada gambar berikut ini:
55

Gambar 4.1 Peta Infrastruktur Kabupaten Situbondo

Sumber: Kabupaten Situbondo dalam Angka, 2015.


Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Situbondo adalah sebagai berikut:
a. Utara : berbatasan dengan Selat Madura;
b. Timur : berbatasan dengan Selat Bali;
c. Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Bondowoso dan Banyuwangi;
d. Barat : berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo.
Letak Kabupaten Situbondo, disebelah utara berbatasan dengan Selat
Madura, sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bali, sebelah selatan berbatasan
dengan Kabupaten Bondowoso dan Banyuwangi, serta sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Probolinggo. Luas Kabupaten Situbondo adalah 1.638,50 km2
atau 163.850 Ha, bentuknya memanjang dari Barat ke Timur lebih kurang 150
km. Pantai Utara umumnya berdataran rendah dan disebelah Selatan berdataran
tinggi dengan rata-rata lebar wilayah lebih kurang 11 km. Luas wilayah menurut
56

Kecamatan, terluas adalah Kecamatan Banyuputih 481,67 km2 disebabkan


olehluasnya hutan jati di perbatasan antara Kecamatan Banyuputih dan wilayah
Banyuwangi Utara. Sedangkan luas wilayah yang terkecil adalah Kecamatan
Besuki yaitu 26,41 km2.
Dari 17 kecamatan yang ada, diantaranya terdiri dari 13 kecamatan memiliki
pantai dan 4 Kecamatan tidak memiliki pantai, yaitu Kecamatan Sumbermalang,
Kecamatan Jatibanteng, Kecamatan Situbondo dan Kecamatan Panji. Kabupaten
Situbondo memiliki ratarata curah hujan antara 12,20 mm per tahunnya dan
tergolong kering. Kabupaten Situbondo berada pada ketinggian 0 – 1.250 m di
atas permukaan air laut. Secara administratif, jumlah Desa/Kelurahan,
Dusun/Lingkungan, RW dan RT adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Banyaknya Desa/Kelurahan, Dusun/Lingkungan, RW dan RT
2015

R T/
R W/
Dusun/ Neighbourhoo
Desa/ Neighbour
Kecamatan/ Lingkungan d
Kelurahan Citizen
Subdisdtrict Small Village Community
/Village Neighbourhoo
/ Environment
d
01. Sumbermalang 9 32 55 162
02. Jatibanteng 8 30 87 192
03. Banyuglugur 7 27 39 107
04. Besuki 10 43 116 308
05. Suboh 8 26 60 170
06. Mlandingan 7 34 58 128
07. Bungatan 7 32 59 141
08. Kendit 7 32 94 192
09. Panarukan 8 50 81 235
10. Situbondo 6 14 66 237
11. Mangaran 6 39 78 170
12. Panji 12 49 90 270
13. Kapongan 10 47 98 253
14. Arjasa 8 44 90 215
15. Jangkar 8 44 70 179
16. Asembagus 10 35 68 195
17. Banyuputih 5 29 56 174
Jumlah / Total 136 607 1 265 3 328
57

R T/
R W/
Dusun/ Neighbourhoo
Desa/ Neighbour
Kecamatan/ Lingkungan d
Kelurahan Citizen
Subdisdtrict Small Village Community
/Village Neighbourhoo
/ Environment
d
2014
Jumlah / Total
136 627 1 265 3 328
2013
Jumlah / Total
136 627 1 265 3 328
2012
Jumlah / Total
136 660 1 307 3 325
2011
Jumlah / Total
136 660 1 307 3 325
2010
Sumber : Bagian Pemerintahan Sekretariat Daerah
& Kantor Camat

Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa jumlah total Kecamatan yang ada di
Kabupaten Situbondo yaitu 17 Kecamatan, dan jumlah Desa/Kelurahan yaitu 136
Desa/kelurahan yang terdiri dari 607 Dusun, 1265 RW dan 3328 RT. Baik jumlah
Desa maupun Kecamatan tidak mengalami kenaikan sejak tahun 2010 hingga
tahun 2014. Sedangkan jumlah Dusun dan Rukun Warga (RW) mengalami
penurunan sebanyak 33 Dusun dan 42 Rukun Warga (RW) pada tahun 2012
hingga tahun 2014, namun jumlah Rukun Tetangga mengalami kenaikan yang
dinamis yaitu 3 Rukun Tetangga (RT) pada tahun 2012 hingga tahun 2014.
Adapun Rasio seks penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di
Kabupaten Situbondo dapat diamati pada tabel di bawah ini.
58

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
di Kabupaten Situbondo Tahun 2015

Sex
Age Group
Male Female Total
0‒4 24 316 23 302 47 618
5‒9 24 683 23 775 48 458
10‒14 24 817 23 840 48 657
15‒19 26 166 27 361 53 527
20‒24 25 859 25 827 51 686
25‒29 23 567 25 244 48 811
30‒34 24 419 26 951 51 370
35‒39 26 353 26 843 53 196
40‒44 25 835 26 601 52 436
45‒49 24 800 25 979 50 779
50‒54 22 157 23 682 45 839
55‒59 18 892 19 053 37 945
60‒64 15 093 15 820 30 913
65+ 19 543 28 935 48 478

Jumlah 326 500 343 213 669 713

Sumber: BPS Kabupaten Situbondo

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah anak baik berjenis kelamin
laki-laki maupun perempuan (0-18 tahun) di Kabupaten Situbondo sebanyak
198.269 jiwa. Jumlah pemuda baik berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan
(20-29) sebanyak 100.947 jiwa. Jumlah orang dewasa baik laki-laki maupun
perempuan (30-59) sebanyak 291.565 Jiwa, dan jumlah usia lanjut baik laki-laki
maupun perempuan sebanyak 79.391 Jiwa. Dapat disimpulkan bahwa jumlah
penduduk di Kabupaten Situbondo dengan kategori usia dewasa dan kategori anak
merupakan jumlah penduduk terbanyak.
59

4.1.2 Kabupaten Situbondo sebagai Kabupaten Layak Anak


Kabupaten layak anak (KLA) adalah sistem pembangunan Kabupaten
Situbondo yang mengintegrasikan komitmen dan sumberdaya pemerintah daerah,
masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan
dalam program dan kegiatan pemenuhan hak anak, mencakup didalamnya
keluarga ramah anak. Tujuan dari kebijakan Kabupaten Layak Anak (KLA)
adalah:
a. Meningkatkan komitmen pemerintah, masyarakat dan dunia usaha di daerah
dalam upaya mewujudkan pembangunan yang peduli terhadap anak,
kebutuhan dan kepentingan terbaik bagi anak;
b. Mengintegrasikan potensi sumberdaya manusia, keuangan, sarana,
prasarana, metode dan teknologi yang ada pada pemerintah, masyarakat
serta dunia usaha di daerah dalam mewujudkan hak anak;
c. Mengimplementasikan kebijakan perlindungan anak melalui perumusan
strategi dan perencanaan pembangunan di bidang perlindungan anak.
d. Memperkuat peran dan kapasitas pemerintah daerah dalam mewujudkan
pembangunan di bidang perlindungan anak.
Adapun sasaran dalam Rencana Aksi Daerah yang tertuang dalam Peraturan
Bupati Nomor 39 Tahun 2013 tentang Rencana Aksi Daerah Kabupaten Layak
Anak Tahun 2013-2017, yaitu:
1. Program pengembangan hukum, yang bertanggungjawab adalah SKPD yang
menjadi leading sector KLA, sedangkan yang menjadi sasaran pendekatan
dan advokasi adalah bagian hukum – Sekretariat Daerah;
2. Kegiatan merumuskan instrumen pendataan dapat melibatkan perguruan
tinggi, yang bertanggungjawab dalam hal pendataan adalah BAPPEDA dan
BPMP, sedangkan yang mengelola dan menyebarkan data dan laporan
perkembangan KLA agar dapat diakses oleh berbagai pihak adalah BPMP
dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika. Adapun sasaran
pendataan adalah Desa/Kelurahan, Kecamatan, SKPD terkait, termasuk LSM
dan Ormas.
60

3. Peningkatan keterlibatan anak dalam wadah Forum Anak perlu upaya


pengembangan keanggotaan organisasi Forum Anak.
4. Kementerian pendidikan dan kebudayaan serta kementerian agama
bertanggungjawab agar semua anak mendapatkan akses pendidikan dasar
gratis untuk keluarga miskin dan pendidikan menengah yang murah dan
berkualitas serta menyenangkan bagi anak, di lembaga pendidikan formal
maupun non formal.
5. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan anak menjadi
tanggungjawab Dinas Kesehatan.
6. Penyediaan fasilitas kreatif dan rekreatif bagi anak.
7. Badan perencanaan pembangunan daerah bertanggungjawab
mengkoordinasikan para pengusaha agar mengalokasikan dana Corporate
Social Responsibility (CSR) nya untuk mendukung implementasi RAD KLA
sesuai komitmen bersama dari Perbankan dan Dunia Usaha dalam Launching
Kabupaten Situbondo menuju Kabupaten Layak Anak tanggal 2 Oktober
2012, termasuk juga memastikan bahwa semua SKPD terkait setiap tahunnya
mengalokasikan anggaran pada program/kegiatan untuk pelaksanaan RAD
KLA.
Berdasarkan kebijakan, maka Kabupaten Situbondo telah mengalokasikan
dana untuk pemenuhan hak anak berdasarkan Konvensi Hak Anak (KHA) yang
mencakup penguatan kelembagaan dan 5 (lima) klaster, yaitu: (a) Hak Sipil dan
Kebebasan; (b) lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; (c) kesehatan
dasar dan kesejahteraan; (d) pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan
seni dan budaya; dan (e) perlindungan khusus, yang nilainya sebesar Rp.
130.597.713.762,- untuk tahun 2012. Untuk lebih jelasnya rincian pengalokasian
dana tersebut dalam tabel di bawah ini.
61

Tabel 4.3 Penguatan Kelembagaan Dan Klaster Hak Anak Pada SKPD Menurut
Tahun Angggaran 2012 Dan 2013
No. Penguatan Kelembagaan SKPD dan Jumlah anggaran
dan 5 Klaster Hak Anak Lembaga Tahun 2013 Tahun 2012
Terkait
1 Penguatan kelembagaan BPMP 40.000.000 40.000.000
(pelatihan KHA bagi
aparat dan pendamping,
kampanye, sosialisasi, dll)
2 Hak sipil dan kebebasan Kantor Perpus 59.999.900 75.997.000
(pemenuhan akta dan Arda
kelahiran, penyediaan
fasilitas perpustakaan
fasilitas teknologi
informasi, fasilitas
kelompok anak, fasilitas
kegiatan partisipasi anak,
dll)
3 Lingkungan keluarga dan Dinas Sosial 454.500.000 284.571.000
pengasuhan alternatif Disnakertrans 434.860.000 301.980.000
(pembinaan keluarga balita
dan remaja, penyediaan
dan pemeliharaan fasilitas
dan tenaga konsultasi,
penyediaan dan
pemeliharaan LKSA/panti,
dll)
4 Kesehatan dasar dan Dinas 177.956.100 1.577.868.450
kesejahteraan (gizi, Kesehatan
imunisasi, penanggulangan BPMP 30.000.000 30.000.000
penyakit, dll) LSM SAR - 40.000.000
5 Pendidikan, pemanfaatan Dinas 75.000.000 400.000.000
waktu luang dan kegiatan Pendidikan
seni budaya (PAUD, wajib Dinas Cipta 0 0
belajar 12 tahun, Karya
pengadaan, pemeliharaan, Dishub dan 0 0
fasilitas rekreasi, Kominfo
pengembangan kreatifitas Kantor LH 0 0
anak, dll)
6 Perlindungan khusus BPMP 150.100.000 190.100.000
(pelayanan, pengadaan dan
pemeliharaan fasilitas
perlindungan anak, dll)
Jumlah 1.422.416.000 2.920.516.450
Sumber: Perbup RAD KLA Tahun 2013-2017

Dari data di atas dapat kita ketahui bahwa anggaran untuk klaster hak sipil
dan kebebasan sebesar Rp. 75.997.000,- untuk tahun 2012 dan sebesar Rp.
62

59.999.900,- pada tahun 2013. Anggaran tersebut dialokasikan untuk seluruh


kegiatan yang tertuang dalam indikator klaster hak sipil dan kebebasan.

4.2 Profil Kabupaten Layak Anak (KLA) Kabupaten Situbondo


Sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam pengembangan Kabupaten
Layak Anak yaitu dengan adanya Gugus Tugas KLA, sebagaimana yang
tercantum dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 Tentang
Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak pasal 1 ayat 5;
“Gugus Tugas KLA adalah lembaga koordinatif di tingkat nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota yang mengkoordinasikan kebijakan,
program, dan kegiatan untuk mewujudkan KLA.”
Gugus Tugas KLA dibentuk dari tingkat nasional, provinsi dan
kabupaten/kota. Kabupaten Situbondo melegitimasi Gugus Tugas KLA melalui
Keputusan Bupati Situbondo Nomor: 188/285/P/004.2/2012 tentang Gugus Tugas
Kabupaten Layak Anak di Kabupaten Situbondo. Gugus tugas KLA dibentuk
sebagai pusat koordinasi pelaksanaan Kebijakan Kabupaten Layak Anak dibawah
pengarahan Walikota dan BAPPEDA sebagai Ketua Gugus Tugas KLA. Adapun
tugas utama Gugus Tugas KLA Kabupaten Situbondo seperti yang tercantum
dalam Surat Keputusan Bupati Nomor: 188/285/P/004.2/2012 adalah sebagai
berikut.
a. Mengkoordinasikan pelaksanaan pengembangan Kabupaten Layak Anak
(KLA);
b. Menyusun mekanisme kerja;
c. Melakukan pertemuan atau rapat koordinasi dengan anggota Gugus Tugas
atau dengan SKPD secara berkala dan insidentil;
d. Melakukan diseminasi informasi tentang Kabupaten Layak Anak (KLA)
secara berkelanjutan dan berkesinambungan;
e. Menentukan fokus utama kegiatan dalam mewujudkan Kabupaten Layak
Anak (KLA) yang disesuaikan dengan masalah utama, kebutuhan dan sumber
daya yang tersedia;
63

f. Menyiapkan dan mengusulkan peraturan-peraturan lainnya yang terkait


dengan Kebijakan Kabupaten Layak Anak (KLA);
g. Melakukan pemantauan, evaluasi dan pelaporan secara periodik yang
melibatkan kelompok anak;
h. Melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Bupati.

4.3 Pemenuhan Klaster Hak Sipil Dan Kebebasan Di Kabupaten Situbondo


Pemenuhan klaster hak sipil dan kebebasan tertuang beberapa indikator
terkait pemenuhan hak anak, antara lain:
a. Presetase anak yang teregistrasi dan mendapatkan kutipan akta kelahiran
Sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam menjalankan kebijakan
kabupaten layak anak khususnya dalam hak sipil dan kebebasan terutama
dalam hal kepemilikan akta kelahiran. Upaya peningkatan capaian kebijakan,
strategi, program dan kegiatan yang dilakukan daerah dalam dua tahun
terakhir upaya peningkatan cakupan registrasi dan kepemilikan akta kelahiran
hingga mencapai target 100%. Pada tahun 2015 sebanyak 130.582 atau
sekitar 70,35 % dari total jumlah anak 185.621 telah teregistrasi memiliki
akta kelahiran. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah daerah antara lain:
melakukan sosialisasi baik kepada masyarakat maupun aparatur pemeirntah
daerah, koordinasi dengan berbagai organisasi/lembaga kemasyarakatan
dalam berbagai bentuk dan profesi, melaksanakan pelayanan program
pelayanan kependudukan bagi anak terlantar, panti atau dari kelompok rentan
administrasi kependudukan lainnya, mendekatkan layanan hingga
menjangkau setiap kelurahan/desa. Pemberian akta kelahiran tersebut bebas
dari biaya retribusi sejak Januari tahun 2014 berdasarkan nota kesepakatan
bersama antara RSUD dr. Abdoer Rahem dengan Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil tentang Pealayanan Akta Kelahiran Bagi Bayi Baru Lahir di
RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo tahun 2014 dan 2015.
b. Tersedia fasilitas informasi layak anak
Upaya pemerintah untuk menyediakan informasi yang layak bagi anak yaitu,
menyediakan fasilitas internet Wi-Fi gratis dan murah bagi masyarakat, pada
64

tahun 2015, sejumlah 158 lokasi di Kabupaten Situbondo, terdiri dari Wi-Fi
gratis 25 titik dan Wi-Fi murah untuk masyarakat di sejumlah 133 titik.
Sedangkan jumlah pojok baca, taman cerdas, taman baca yang menyediakan
informasi sesuai kebutuhan dan usia anak tersebar di seluruh wilayah
Kabupaten Situbondo sebanyak 21 taman bacaan masyarakat (TBM) dan
jumlah perpustakaan desa yang sudah aktif sebanyak 52 Desa.
Fasilitas yang didata tersebut hanya yang termasuk dalam kriteria layak untuk
anak, yaitu bebas pelanggaran hak anak, misalnya: kekerasan, diskriminasi,
rasialisme, ancaman dan pornografi. Bahan informasi yang disediakan sudah
diperiksa dan ada pemantauan rutin dari Kantor Perpustakaan dan Arsip
Daerah. Masyarakat dapat menikmati dan mengakses layanan tersebut tanpa
harus mengeluarkan biaya, misalnya untuk pembuatan kartu anggota
Perpusda dan ketika melakukan peminjaman. Penyebaran lokasi merata dan
menjangkau setiap pelosok, sudah memperhatikan kebutuhan anak, termasuk
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dan anak dari kelompok miskin atau
korban bencana.
c. Presentase forum anak, termasuk kelompok anak, yang ada di
Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan
Di Kabupaten Situbondo sudah dibentuk Forum Anak pada tahun 2011
melalui SK Bupati No. 188/602/P/004.2/2011 tanggal 2 November.
Pembentukan forum anak tersebut berdasarkan keputusan Kongres Anak
yang diselenggarakan 2 tahun sekali ketika masa kepengurusan akan berakhir.
Meskipun Forum Anak belum mewakili semua kelompok anak termasuk
anak yang memerlukan perlindungan khusus (AMPK), mempunyai visi, misi,
struktur organisasi dan rencana kerja serta sekretariat Forum Anak yang
bertempat di Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan (BPMP).
Dalam menjalankan program kegiatan, forum anak didampingi oleh fasilitator
anak yang bertugas untuk mendampingi dan memfasilitasi kegiatan forum
anak. Forum anak sudah mulai aktif berpasrtisipasi baik dalam bidang
pendidikan maupun bidag sosial. Misalnya dalam bidang pendidikan, forum
anak aktif dalam mendampingi kegiatan MOS/MOPDB untuk menghindari
65

adanya tindakan senioritas atau “perploncoan”. Sedangkan dalam bidang


sosial, forum anak sudah turut berpartisipasi dalam kegiatan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan di tingkat Kecamatan untuk menyuarakan aspirasi
dan kebutuhan anak.

4.4 Hasil Penelitian


a. Presentase anak teregistrasi memiliki akta kelahiran
Salah satu indikator terpenuhinya hak anak khususnya dalam klaster hak
sipil dan kebebasan yaitu kepemilikan akta kelahiran karena dengan bukti
kepemilikan akta kelahiran anak dapat menempuh pendidikan hingga jenjang
yang lebih tinggi dan juga akan mendapatkan hak-haknya dalam silsilah keluarga.
Meskipun betapa pentingnya akte kelahiran, tidak sedikit anak yang bahkan
belum memiliki akte kelahiran hingga mereka memasuki usia remaja.
Pada tahun 2016, presentase kepemilikan akte kelahiran mengalami
peningkatan sebesar 82,20%, dan pencapaian tersebut melebihi target yang
ditentukan pemerintah yaitu 77,5%. Setiap tahun presentase kepemillikan akte
kelahiran mengalami kenaikan yang siginifikan dan sudah melebihi target yang
ditentukan oleh pemerintah pusat, seperti yang dituturkan oleh Bapak Marwito,
selaku Kepala Bidang Catatan Sipil,

“Kalo target setiap tahun terdiri dari orang tua, untuk


kepengurusan akte jadi tidak spesifik anak umur 0-18 tahun saja.
Kalo itu target pemerintah tahun 2016 seluruh kabupaten di
Indonesia sudah harus mencapai 77% dari jumlah anak usia
sekolah 0-18 tahun. Nah situbondo sudah 82%.” (Drs. Marwito,
M.Si, wawancara 15 Februari 2017 pukul 8.30 WIB)

Keberhasilan tersebut didorong oleh program pemerintah daerah dalam


upaya meningkatkan kepemilikan akte kelahiran, seperti yang dituturkan oleh
Bapak Marwito terkait program apa saja yang dilaksanakan oleh pemerintah
daerah,
66

“ya tentunya yang pertama sosialisasi, yang kedua kerja sama


dengan lintas sektor diantaranya yang kita lakukan ada 3 rumah
sakit, program PELANDUK CEPAT dan PERISAI EMAS.”
(Drs. Marwito, M.Si, wawancara 15 Februari 2017 pukul 8.30
WIB)

Pemerintah menjalankan 4 (empat) program sebagai upaya pemerintah


untuk meningkatkan presentase kepemilikan akta kelahiran, antara lain:
1) Sosialisasi
Sosialisasi yang dilakukan yaitu dibagi ke dalam 3 sektor atau wilayah, yaitu
sektor barat, sektor tengah dan sektor timur. Sosialisasi yang dilakukan
pemerintah melalui tatap muka yaitu mengadakan kunjungan ke Desa-Desa di
tiap sektor dengan menghadirkan perangkat desa dan tokoh masyarakat,
media channel SitubondoTV, melalui lembaga-lembaga pendidikan yaitu
HIMPAUDI (Himpunan Pendidikan Usia Dini) yang sudah tersebar tidak
hanya ditingkat Kabupaten saja tetapi juga hingga tingkat Kecamatan, serta
melalui lembaga kesehatan dan tenaga medis seperti IBI (Ikatan Bidan
Indonesia), Klinik Sehat dan Klinik Aisyiah.
2) Kerjasama dengan lintas sektor
Kerjasama yang dilakukan dengan dua Dinas yaitu Dinas kesehatan dan
Dinas Pendidikan. Kerjasama yang dilakukan melalui Dinas Kesehatan yaitu
melalui Rumah Sakit atau Klinik Sehat yang terdapat di Kabupaten, dalam
setiap kelahiran yang dilakukan di Rumah Sakit maupun klinik sehat,
pemerintah akan memberikan “souvenir” yang berupa akta kelahiran ketika
bayi sudah akan meninggalkan Rumah Sakit maupun Klinik Sehat. Adapun
Rumah Sakit yang menjalin kerjasama dengan pemerintah terkait pemberian
souvenir berupa akta kelahiran yaitu Rumah Sakit Abdurrahman Shaleh,
Rumah Sakit Elzabeth dan Klinik Sehat. Tidak hanya itu, pemerintah juga
menjalin kerjasama dengan tenaga kesehatan yaitu IBI (Ikatan Bidan
Indonesia) Sedangkan bentuk kerjasama yang dilakukan bersama Dinas
Pendidikan yaitu melalui sekolah-sekolah, pemerintah menghimbau untuk
pembuatan akte atau juga anak yang sudah memliki akte namun terdapat
kekeliruan dalam penulisan nama anak atau nama orang tua. Selain itu,
67

pemerintah juga menjalin kerjasama dengan HIMPAUDI (Himpunan


Pendidikan Usia Dini).
3) Program Pelanduk Cepat (Pelayanan Penduduk Cetak di Tempat)
Program pelayanan PELANDUK CEPAT (Pelayanan Penduduk Cetak di
Tempat) merupakan suatu terobosan bentuk pelayanan yan termasuk dalam
kategori perbaikan pemberian layanan berbasis teknologi informasi.
dilaksanakan oleh pemerintah dengan menggunakan mobil pelayanan keliling
yang dilaksanakan di 3 sektor yaitu sektor timur, sektor tengah dan sektor
barat. Sektor timur terletak di Kecamatan Asembagus, sektor tengah terletak
di Kecamatan Panji dan sektor barat terletak di Kecamatan Besuki. Sasaran
kelompok sosial yang diharapkan melalui “Pelanduk Cepat” (Pelayanan
Penduduk Cetak di Tempat) yaitu: masyarakat kurang mampu, penyandang
disabilitas, masyarakat yang bertempat tinggal terpencil, masyarakat yang
lanjut usia, penduduk usia 0-18 tahun untuk akta kelahiran, penduduk usia 17
tahun atau sudah menikah untuk KPT elektronik.
4) Program Perisai Mas (Pelayanan Sehari Masyarakat Senang)
Program pelayanan PERISAI MAS (Pelayanan Satu Hari Masyarakat
Senang) pelaksanaannya dilakukan di Kantor Dispenduk dan Capil
Kabupaten Situbondo yang memberikan pelayanan satu hari selesai dalam
pembuatan akte kelahiran maupun kartu keluarga. Jika sebelumnya
pengurusan akte kelahiran memakan waktu sekitar satu minggu hingga
membuat masyarakat terkadang enggan untuk mengurusi akte kelahiran dan
lebih memilih menggunakan biro jasa harus mengeluarkan biaya yang tidak
sedikit. Oleh karena itu, pemerintah melakukan inovasi dan kreasi
memberikan program yang akan menarik minat masyarakat bahwa
pengurusan dokumen kependudukan satu hari selesai dan masyarakat tidak
perlu menunggu lama dan tanpa dipungut biaya apapun.
b. Pembentukan Forum Anak hingga tingkat kecamatan dan
Desa/Kelurahan
Forum Anak merupakan organisasi atau lembaga sosial yang digunakan
sebagai wadah atau pranata partisipasi bagi anak yang belum berusia 18 tahun
68

dimana anggotanya merupakan perwakilan dari kelompok anak atau kelompok


kegiatan anak yang dikelola oleh anak-anak dan dibina oleh pemerintah sebagai
media untuk mendengar dan memenuhi aspirasi, suara, pendapat, keinginan dan
kebutuhan anak dalam proses pembangunan.
Forum anak dibina oleh pemerintah secara berjenjang dalam rangka
memenuhi hak partisipasi anak. Forum anak dibentuk dari tingkat Desa,
Kecamatan, Kabupaten, Provinsi hingga tingkat nasional. Hal ini secara tegas
telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak republik indonesia nomor 04 tahun 2011 tentang kebijakan
partisipasi anak. Forum anak diharapkan dapat menjembatani komunikasi antara
pemerintah dengan anak-anak dan sesama anak-anak antar wilayah.
Forum Anak di Kabupaten Situbondo di launching pada tanggal 02
November 2011 di alun-alun Kabupaten Situbondo. Pada tahun 2011 tersebut
sudah dilakukan pembentukan Forum Anak namun hanya pada tingkat Kabupaten
saja. Pada tahun 2013 sudah terjadi pergantian kepengurusan Forum Anak, yang
disahkan oleh Surat keputusan Bupati. Periode Kepengurusan Forum Anak selama
2 (dua) tahun, dan dalam SK Bupati tersebut tercantum tugas dan fungsi Forum
Anak, serta struktur personalia Forum Anak. Forum anak tidak hanya dibentuk di
tingkat Kabupaten saja tetapi juga dibentuk ditingkat Kecamatan hingga tingkat
Desa/Kelurahan yang relatif telah mewakili semua anak dari berbagai latar
belakang.
Komunikasi yang dilakukan BPMP untuk mendistribusikan kebijakan
terkait pembentukan Forum Anak yaitu dengan cara sosialisasi dan melakukan
beberapa pengarahan dalam beberapa pertemuan kongres anak yang dilaksanakan
selama 2 tahun sekali. Pada tahun 2015, BPMP merencanakan akan membentuk
Forum Anak di 131 Desa/Kelurahan. BPMP sebagai pembina Forum Anak
melakukan sosialisasi pada tahun 2015 terkait pembentukan Forum Anak di 17
Kecamatan yang ada di Kabupaten Situbondo. Sedangkan dalam rangka
menindaklanjuti pembentukan Forum Anak, pada tahun 2016 BPMP melakukan
kegiatan Penguatan Kapasitas Forum Anak dan Kongres Anak dalam rangka
pemilihan Kepengurusan Forum Anak periode 2016.
69

Sosialisasi dilakukan di tiga titik wilayah barat bertempat di Rumah Makan


Sahara kecamatan Banyuglugur, wilayah tengah bertempat di gedung PKK dan
wilayah timur bertempat di Rumah Makan Kaliurang Kecamatan Kapongan. Jadi
perwakilan di setiap masing-masing wilayah kecamatan berkumpul di tiga
wilayah tersebut. Sosialisasi pembentukan Forum Anak tidak hanya dihadiri
pemerintah kecamatan dan BPMP tetapi juga perangkat desa dan perwakilan
Forum Anak tingkat Desa. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan perwakilan
Forum Anak tingkat Desa yaitu setiap Desa dihimbau untuk mendelegasikan
sebanyak 2 (dua) orang anak untuk mengikuti kegiatan terkait pembentukan
Forum Anak yang dilaksanakan oleh BPMP dan berbagai kegiatan lainnya yang
mengatasnamakan dan melibatkan anak, karena pada dasarnya Desa/Kelurahan
bahkan Kecamatan belum sepenuhnya memahami dan berkomitmen untuk
mengembangkan Forum Anak, jadi mereka sifatnya hanya mendelegasikan atas
permintaan BPMP karena kenyataannya Forum Anak tingkat Desa belum
sepenuhnya terbentuk, hanya sekitar 12 Desa/Kelurahan dari total jumlah 136
Desa/Kelurahan yang ada di Kabupaten Situbondo yang berkomitmen untuk
membentuk Forum Anak.
Tidak semua Kecamatan berkomitmen dalam pembentukan dan
pengembangan Forum Anak. Berdasarkan laporan kegiatan Forum Anak
Kabupaten Situbondo tahun 2015, Dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten
Situbondo hanya 3 (tiga) Kecamatan yang berkomitmen mengembangkan Forum
Anak, yaitu Kecamatan Besuki, Kecamatan Situbondo dan Kecamatan Panarukan.
Sedangkan untuk tingkat Desa/Kelurahan hanya sekitar 12 Desa dan 3 Kelurahan
yang berkomitmen mengembangkan Forum Anak, jumlah tersebut telah termasuk
dalam 5 Desa/Kelurahan yang dijadikan percontohan. Dalam laporan kegiatan
Forum Anak Kabupaten Situbondo Tahun 2015, Forum Anak yang tercantum di 5
Desa/Kelurahan percontohan sudah dibangun serentak pada tanggal 24 November
2012. Dalam buku evaluasi capaian indikator Kabupaten Layak Anak (KLA),
pada tahun 2014 disebutkan di Kabupaten Situbondo sudah terbentuk Forum
Anak di 5 Desa/Kelurahan, namun dalam pelaksanaannya, 5 Desa/Kelurahan
percontohan nyatanya baru membentuk Forum Anak pada tahun 2015.
70

Seperti yang tercantum dalam Perbup No. 39 tahun 2013 tentang Rencana
Aksi Daerah Kabupaten Layak Anak 2013-2017 sebanyak 136 Desa/Kelurahan
yang ada di Kabupaten Situbondo hanya 5 (lima) Desa/Kelurahan yang dipilih
sebagai Desa/Kelurahan percontohan yang berkomitmen mengembangkan Forum
Anak, yaitu Desa Wringinanom, Kelurahan Dawuhan, Kelurahan Mimbaan,
Kelurahan Patokan dan Kelurahan Ardirejo. Seharusnya Desa/Kelurahan yang
dipilih sebagai percontohan dapat mengelola Forum Anak lebih pesat, tetapi pada
kenyataannya Pemerintah Desa maupun Kelurahan hanya sekedar memenuhi
himbauan dari Pemerintah Kabupaten untuk membentuk Forum Anak ditingkat
Desa/Kelurahan tanpa adanya tindak lanjut dengan program kerja atau agenda
kegiatan yang jelas. Bahkan Desa/Kelurahan yang dinobatkan sebagai
Desa/Kelurahan percontohan tidak tahu menahu tentang adanya desa percontohan.
Melalui penelitian yang dilakukan penulis dengan mengambil sampel 3 dari 5
Desa/Kelurahan yang dijadikan percontohan pengembangan Forum Anak, Kepala
Desa maupun Lurah mengaku tidak tahu menahu tentang Desa/Kelurahan
Percontohan, seperti yang dituturkan Bapak Dariharto selaku Kepala Desa
Wringinanom;
“Bagaimana? Desa percontohan? Itu gimana mbak? Saya ndak
pernah tahu kalau Desa Wringin Anom sebagai Desa
Percontohan, sejak kapan?... Perbup-nya saja saya tidak tahu
mbak, tidak ada himbauan kalau Desa Wringin Anom dijadikan
sebagai Desa Percontohan. Sejauh saya menjabat sejak tahun
2013 hingga sekarang tidak ada pemberitahuan semacam itu,
Perbup tahun berapa mbak?.” (Dariharto, wawancara 7 Juni 2016
pukul 09.00 WIB).
Dari penuturan tersebut membuktikan bahwa baik Desa maupun Kelurahan
terkait memang tidak tahu menahu perihal Desa/kelurahan percontohan seperti
yang tercantum di Perbup Nomor 39 Tahun 2013 tentang Rencana Aksi Daerah
Kabupaten Layak Anak Tahun 2013-2015. Memang di Desa/Kelurahan sudah
terbentuk Forum Anak namun kondisinya sama dengan Desa bahkan Kecamatan
yang sekedar membentuk tanpa ada kegiatan yang jelas, seharusnya
Desa/Kelurahan yang telah dijadikan percontohan lebih baik pengelolaannya
dibanding Desa/Kelurahan bahkan kecamatan lain. Berikut tabel rekapitulasi
71

Desa/kelurahan dan Kecamatan yang sudah berkomitmen membentuk Forum


Anak Tahun 2016.
72

Tabel 4.4 Rekapitulasi eksistensi forum anak di Kabupaten Situbondo Tahun 2016

Memiliki

Memiliki
Status Tgl/

Belum

Sudah
Nama Forum

SK

SK
No. Tingkat Nama Wilayah Forum Bln/ Alamat Sekretariat
Anak
Anak Thn

FA Kab. 02/11/
1.1 Kabupaten Situbondo Aktif - Ada Jl. PB Sudirman No. 1 Situbondo
Situbondo 2011
FA Kec. 17/06/
2.1 Kecamatan Sumbermalang Ada - Ada Jl. Rengganis No. 05 Sumbermalang
Sumbermalang 2015
FA Kec. 08/06/
2.2 Jatibanteng Ada - Ada Jl. Raya Jatibanteng No. 24
Jatibanteng 2015
2.3 Banyuglugur Belum Ada -
FA Kec. 09/06/
2.4 Besuki Aktif - Ada Jl. Raya Situbondo No. 59
Besuki 2015
FA Desa 15/06/
Desa Blimbing Ada - Ada Jl. Sumbermalang No. 04
Blimbing 2015
FA Kec. 09/06/
2.5 Kecamatan Suboh Ada - Ada Jl. Bondowoso No. 02
Suboh 2016
FA Kec. 12/06/
2.6 Mlandingan Ada - Ada Jl. Trebungan No. 03
Mlandingan 2015
2.7 Bungatan Belum Ada -
2.8 Kendit Belum Ada -
11/06/
2.9 kecamatan Panarukan Ada - Ada Jl. Raya Panarukan No. 02
2015
FA Ds. Wr. 24/10/
2.9.1 Desa Wringin Anom Aktif - Ada Jl. Raya Wringinanom, Panarukan
Anom 2012
73

FA Kec. 24/10/
2.10 Kecamatan Situbondo Aktif - Ada Jl. WR. Supratman
Situbondo 2012
2.10. FA Kel. 29/06/
Kelurahan Dawuhan Aktif - Ada Jl. Wijaya Kusuma No. 28
1 Dawuhan 2015
2.10. FA Kel. 15/06/
Patokan Aktif - Ada Jl. Mawar No. 14
2 Patokan 2015
FA Kec. 12/06/
2.11 Kecamatan Mangaran Ada - Ada Jl. Raya Mangaran No. 01
Mangaran 2016
2.12 Panji Belum Ada -
2.12. FA Kel. 24/10/
Kelurahan Mimbaan Aktif - Ada Jl. Besuki Rahmat
1 Mimbaan 2012
FA Kel. 24/10/
Ardirejo Aktif - Ada Jl. Pemuda
Ardirejo 2012
FA Kec. 09/05/
Kecamatan Kapongan Ada - Ada Jl. Raya Banyuwangi No. 354
Kapongan 2016
Arjasa Belum Ada -

Jangkar Belum Ada -

Asembagus Belum Ada -

Banyuputih Belum Ada -


74

Dari tabel di atas, dari 17 Kecamatan dan 136 Desa/Kelurahan yang ada di
kabupaten Situbondo hanya 9 Kecamatan dan 6 Desa/Kelurahan yang
berkomitmen membentuk Forum Anak. Jumlah tersebut berbeda dengan yang
tercantum di Laporan Kegiatan Forum Anak Tahun 2015, hal ini dikarenakan
fasilitator yang menyusun laporan kegiatan tahunan tersebut memang sengaja
hanya memasukkan daftar Desa/kelurahan maupun Kecamatan yang sudah
berkomitmen membentuk dan aktif mengembangkan Forum Anak. Kategori aktif
yang dimaksud disini yaitu Kecamatan sudah mampu menjalankan kegiatan
Forum Anak secara mandiri, tidak hanya sebatas pembentukan saja untuk
memenuhi instruksi dari Pemerintah Kabupaten Situbondo. Berikut bentuk
eksistensi forum anak dan partisipasi anak sebagai upaya dalam pemenuhan hak
anak:
1) Kongres Anak
Kongres anak merupakan pertemuan anak yang menghasilkan suatu
deklarasi anak. Kongres Anak diselenggarakan 2 (dua) tahun sekali yaitu setiap
kali akan berakhir masa berlaku SK Kepengurusan Forum Anak. dalam kegiatan
kongres anak ini, selain pembentukan kepengurusan Forum Anak yang baru juga
dilakukan pemilihan Duta Anak Kabupaten Situbondo. Kegiatan ini bertempat di
Hotel Asri, Panarukan, Situbondo. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Forum Anak
Kab. Situbondo di bawah bimbingan BPMP Kab. Situbondo. Peserta yang hadir
dalam Kongres Anak merupakan perwakilan dari masing-masing Desa/Kelurahan
dan Kecamatan yang ada di Kabupaten Situbondo. Kegiatan ini bertujuan untuk
memilih Duta Anak Situbondo untuk dikirimkan dalam Forum Anak Provinsi
Jawa Timur yang kemudian akan mengikuti seleksi untuk mengikuti kegiatan
Forum Anak Nasional. Bapak Bupati berkenan hadir dalam kegiatan ini dan
memberi wejangan untuk selalu giat berorganisasi, dengan tidak melupakan
kewajiban sebagai anak dan seorang pelajar. Selain itu Kongres anak membuat
peserta lebih mengenal permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak Situbondo
dalam kluster hak anak bidang Pendidikan, Partisipasi, Kesehatan, maupun
Perlindungan.
75

Forum discussion group¸ presentasi, pemetaan masalah, dan beberapa


games mengisi acara dalam Kongres Anak. Di bawah bimbingan Ibu Winny
Isnaini dan Ibu Budiati, selaku Fasilitator dari LPA Provinsi Jawa Timur peserta
kongres anak berkesempatan untuk menambah wawasan mereka dan kiat-kiat jitu
dalam mengenali diri, menjadi seorang yang lebih baik dan memiliki manfaat
untuk mengadvokasi hak anak. Kongres anak juga merupakan kesempatan
pemilihan pengurus Forum Anak yang baru. Pengurus yang telah mendekati usia
18 tahun diberikan tawaran menjadi steering committee ataukah akan „pensiun‟.
Pengurus yang baru terbentuk diberi waktu sekitar 4 bulan untuk membuktikan
dedikasi mereka di dalam organisasi. Baru setelahnya pengurus yang bertahan
akan di-SK-kan. Hal ini dilakukan semata-mata untuk menjaga integritas penggiat
forum anak dan menghindarkan diri dari memberi amanah pada sembarang orang.
Selain itu, dalam setiap kegiatan Kongres Anak, anak dapat mengutarakan
aspirasinya yang tertuang dalam daftar rekomendasi anak, berikut daftar
rekomendasi anak dalam Kongres Anak Tahun 2016:
Tabel 4.5 Daftar Rekomendasi Anak dalam Kongres Anak Tahun 2016
Bentuk-bentuk Rekomendasi Anak
No. Untuk Untuk masyarakat Untuk keluarga Untuk teman
pemerintah
1. Memfasilitasi Mendukung dan Menanamkan Menjadi tutur
masyarakat berpartisipasi penuh budi pekerti yang sebaya
terutama anak-anak terhadap program luhur
pemerintah terkait
hak anak
2. Memberikan Menjadi teladan
Menyelaraskan Saling
perlindungan yang baik bagi anak
hak dan memberikan
khusus terhadap kewajiban perhatian dan
anak pengertian
3. Sosialisasi hak Menjadi
anak di semua - pembimbing dan -
bagian pendidik utama
4. Memberikan
pengarahan tentang
- - -
kerajinan dan
kreatifitas anak
5. Mewujudkan
Situbondo
- - -
Kabupaten Layak
Anak
Sumber: Daftar Rekomendasi Anak Kongres Anak 2016
76

Daftar rekomendasi anak tersebut dirumuskan sebelum diadakan Kongres


Anak melalui rapat kepengurusan dengan didampingi oleh fasilitator dan
dijadikan reomendasi untuk kepengurusan selanjutnya.
2) Partisipasi Forum Anak dalam Festival Pendidikan
Sebagai upaya untuk berpartisipasi dalam menyebarluaskan informasi
seputar hak anak, dalam hal ini tentang hak anak dan mendapatkan pendidikan
yang terjangkau, maka Forum Anak Kabupaten Situbondo turut serta membuka
stan dalam Festival Pendidikan 2015 yang diselenggarakan oleh Organisasi
pemuda Jong Situbondo pada tanggal 22 hingga 24 Januari 2015 bertempat di
Alun-alun Situbondo. Jong Situbondo ini merupakan acara tahunan yang diadakan
oleh pemuda-pemuda Situbondo yang telah merantau di berbagai Kota untuk
melanjutkan studi ke jenjang Perguruan Tinggi, tujuannya untuk memberikan
informasi tentang pendidikan tinggi pada siswa-siswi yang tengah mengecap
bangku SMA/Sederajat. Dengan begitu anak Situbondo mendapat akses informasi
dari pihak pertama yang memahami betul keadaan serta mekanisme kuliah dan
mereka juga dapat termotivasi untuk melanjutkan kuliah ke jenjang yang lebih
tinggi. Terlebih lagi anak cenderung lebih mudah terbuka dalam menyampaikan
pendapatnya kepada orang yang sebaya, maka festival pendidikan ini merupakan
kesempatan bagi Forum Anak untuk menjalankan tugas dan fungsinya.
Forum anak telah berkoordinasi dengan dinas pendidikan untuk dapat
memberikan informasi kepada para pengunjung pameran perihal beasiswa
Situbondo Unggul. Beasiswa ini diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Situbondo
kepada anak-anak yang memiliki prestasi akademis namun terkendala dengan
biaya kuliah. Program yang berjalan sejak tahun 2013 ini merupakan upaya
pemerintah untuk memberikan pendidikan yang terjangkau bagi semua anak.
Namun, kendalanya banyak anak yang masih belum mengetahui tentang info
beasiswa Situbondo Unggul ini. Oleh karena itu, forum anak membuka stan
khusus dalam festival pendidikan ini untuk menyampaikan berbagai info tentang
pendidikan salah satunya beasiswa Situbondo Unggul. Selain itu, forum anak juga
memberikan informasi seputar pemenuhan partisipasi dan hak anak, isu-isu anak,
serta kegiatan apa saja yang telah dan akan dicapai oleh forum anak.
77

3) Partisipasi Forum Anak dalam Musrenbang


Seperti yang tercantum di dalam Perbup Nomor 39 Tahun 2013 Bab II Pasal
2 poin d menyebutkan bahwa “penghargaan terhadap pendapat anak, yaitu
penghormatan atas hak-hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan
pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal-hal
yang mempengaruhi kehidupan anak”. Dari poin yang tercantum dalam Peraturan
Bupati tersebut seharusnya memang anak dilibatkan dalam setiap proses
pengambilan keputusan yang menyangkut urusan atau kepentingan anak karena
anak sendiri yang akan menentukan dan menikmati pembangunan ketika mereka
dewasa. Anak yang dipandang sebagai subyek wajib dilibatkan dalam proses
perencanaan pembangunan, terlebih pembangunan yang berdampak bagi
kehidupan anak.
Sebelum mengikutsertakan anak dalam musyawarah perencanaan
pembangunan, Forum anak Kabupaten Situbondo berusaha untuk
mengimplementasikan konsep partisipasi anak dalam pelatihan pra-musrenbang.
Kegiatan yang dilakukan pada 30 Januari 2015 ini dihadiri oleh para pengurus
forum anak yang dikumpulkan melalui Desa/Kelurahan dan kecamatan dimana
mereka tinggal, untuk selanjutnya melakukan identifikasi dan klasifikasi
permasalahan apa saja yang dihadapi anak di lingkungan sekitar. Setelah itu,
mereka dilatih untuk menyampaikan rumusan yang ada dihadapan peserta
musrenbang. Kegiatan pra-musrenbang ini bertujuan untuk melatih kemampuan
anak dalam menyampaikan pemikiran serta aspirasinya kepada para pemangku
kepentingan.
Setelah melakukan persiapan, lobi, serta surat-menyurat kepada BPMP
maupun Bappeda, Forum Anak Kabupaten Situbondo berkesempatan untuk
terlibat secara langsung mekanisme musyawarah perencanaan pembangunan
(musrenbang) di enam kecamatan dari total 17 kecamatan yang ada di Kabupaten
Situbondo. Hal ini dilakukan karena memperhatikan bahwa mayoritas pengurus
Forum Anak Kaupaten Situbondo bertempat tinggal di enak kecamatan tersebut.
Selain itu, dikarenakan belum semua kecamatan berkomitmen dalam
pembentukan dan pengembangan Forum Anak.
78

Adapun rangkaian pelaksanaan Musrenbangcam dilakukan pada 2 Februari


2015 di Besuki, tanggal 3 Februari di Kecamatan Situbondo dan Panji, tanggal 9
Februari di Arjasa, tanggal 10 Februari di 2015 di Kapongan dan tanggal 12
Februari di Suboh. Disana Forum Anak dapat beraudiensi secara langsung dengan
Camat maupun Sekretaris Camat, sehingga terdapat persamaan persepsi tentang
bagaimana partisipasi anak dalam pembangunan dilakukan di daerah masing-
masing. Namun, yang terjadi di lapangan sebaliknya, dari enam kecamatan yang
melibatkan partisipasi anak dalam musrenbangcam hanya satu Kecamatan yang
memiliki data kehadiran anak dan rumusan usulan anak, yaitu hanya di kecamatan
Besuki. Sedangkan lima dari enam kecamatan mengaku belum melibatkan,
bahkan tidak merasa mengundang Forum Anak untuk menghadiri Musyawarah
perencanaan pembangunan di Kecamatan. Menurut Bapak Muhammad Rasidi,
S.KM, MM yang merupakan Kepala seksi Sosial Kecamatan Asembagus, hal
tersebut tidak terpenuhi dengan alasan bahwa di dalam surat edaran Bupati tidak
dicantumkan terkait kehadiran atau keterlibatan anak dalam proses perencanaan
pembangunan.
“Sejauh ini dalam musrenbang tidak pernah melibatkan anak, surat
edaran dari bupati bahwa musrenbang hanya terdiri dari BPD,
pemerintah desa dan unsur masyarakat yang terdiri dari tokoh
masyarakat jadi tidak menyebutkan keikutsertaan anak.”
(Muhammad Rasidi, S.KM, MM, wawancara 15 Juni 2016 Pukul
10.00 WIB)
Pernyataan Bapak Rasidi sangat kontras dengan apa yang disampaikan oleh
Bapak Edi Wiyono selaku Kepala Bidang Sosial Budaya Bappeda. Bapak Edi
Wiyono menyampaikan sebaliknya, bahwa anak harus dilibatkan dalam proses
musrenbang seperti yang tercantum dalam surat edaran Bupati mengenai siapa
saja yang harus ikut serta dalam musyawarah perencanaan pembangunan.
“Saya sebelum itu melaksanakan musrenbang, saya hitung dulu
adakah keterlibatan anak disini, adakah keterlibatan masyarakat
miskin disini, adakah keterlibatan apa disabilitas (orang-orang cacat)
disini. Itu juga masuk ke dalam berita acara itu, keterlibatan anak,
keterlibatan masyarakat miskin, keterlibatan disabilitas, keterlibatan
tokoh masyarakat, BPD. Kalo itu tidak ada saya tidak membuka,
sebelum saya terjun surat dari BAPPEDA harus melibatkan itu ada
Pak Gurunya, ada Bidannya, ada Dokternya disana itu karena begini
79

di Kabupaten itu sesungguhnya dana itu sudah diberikan kepada


Desa sebagian yang disebut Dana Desa.” (Edi Wiyono, SE, M.Si,
wawancara 7 Juni 2016 Pukul 09.00 WIB )

Dari beberapa pernyataan di atas dapat kita ketahui penyaluran komunikasi


yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali
terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi yaitu adanya salah pengertian
(miss-komunikasi) yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi yang harus
dilalui dalam proses komunikasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di
tengah jalan. Seperti yang dituturkan Zainur Rohman selaku Ketua Forum Anak
Kabupaten yang pernah mengikuti musrenbang tingkat kecamatan di kecamatan
mangaran.
“kalau yang di kecamatan mangaran kita itu ga diberi kesempatan
untuk menyampaikan aspirasi disaat rapat, tapi kita langsung
bertemu ke Pak Camat dan menyerahkan apa saja daftar kebutuhan
anak di kecamatan mangaran.” (Zainur Rohman, wawancara 19 Juni
2016 Pukul 08.30 WIB)
Melalui pernyataan Rafli di atas, kehadiran anak di musrenbang hanya
sebatas formalitas saja, mereka tetap saja tidak dapat mengemukakan aspirasinya
secara langsung. Seperti yang diungkapkan Muhammad Fahri Priambudi selaku
fasilitator anak;

“saya mengikuti musrenbang itu di Kecamatan Besuki, Situbondo,


Panji, Panarukan dan Jangkar. Tapi mungkin nyaris tidak ada data
keterlibatan anak dalam musrenbang, mbak, karena kehadiran kita
hanya sebatas formalitas saja sebagai penggugur kewajiban pemkab,
mbak. Miris memang.” (Muhammad Fahri Priambudi, wawancara 19
Juni 2016 Pukul 09.00 WIB)
Melalui informasi yang didapat dari fasilitator anak tersebut, peneliti
mencoba menelusuri ke kecamatan yang disebutkan fasilitator untuk mencari
daftar kehadiran anak dalam musrenbang. Namun yang terjadi memang pihak
kecamatan tidak tahu menahu tentang kehadiran anak karena mereka tidak merasa
mengundang anak untuk hadir dalam musrenbang karena tidak ada himbauan dari
Pemerintah Kabupaten. Dari lima kecamatan yang disebutkan fasilitator hanya
kecamatan Besuki yang memiliki data kehadiran anak di musrenbang dan sudah
melibatkan anak dalam musrenbang meskipun belum maksimal karena masih
80

terkendala dengan kehadiran anak yang minim karena memang musrenbang


dilaksanakan ketika jam sekolah berlangsung. Sehingga pihak kecamatan hanya
menerima aspirasi anak melalui draft yang telah berisi daftar usulan anak di
Kecamatan Besuki.
4) Pelaksanaan Pemantauan dan Pendampingan MOS/MOPDB Ramah Anak
Pemantauan dan Pendampingan MOS/ MOPDB Ramah Anak ini dilakukan
dalam tiga bentuk. Yang pertama adalah sosialisasi kepada peserta dan panitia,
mengapa MOS Ramah Anak itu wajib dilakukan. Kedua adalah observasi
kegiatan. Para pendamping akan mewawancarai peserta, mengambil gambar,
meminta arsip jadwal kegiatan dan susunan kepanitiaan yang ada. Metode ketiga
adalah interpretasi subyektif, yang merupakan hak para pendamping untuk
menilai bagaimana jalannya MOS sejauh pemahaman dan keadaan yang ia dapati
selama bertugas. Adapun seluruh rangkaian kegiatan ini telah dikoordinasikan
sebelumnya kepada Diknas maupun Kantor Kemenag Kab. Situbondo.
Situbondo berusaha keras menggembleng para penggiatnya untuk terus
menjadi insan yang lebih baik tiap harinya. Dalam rangka menyambut
pelaksanaan pendampingan MOS/MOPDB di delapan SMA/SMK terpilih, kami
melakukan berbagai pelatihan dan persiapan yang dibutuhkan pada tanggal 10 Juli
2015 bertempat di Sekretariat FA Kab. Situbondo. Persiapan ini dibutuhkan
karena di tengah era globalisasi ini, informasi yang beredar di kalangan anak
cukup bervariasi. Maka dengan banyak berlatih selama melakukan pendampingan,
penggiat Forum Anak diharapkan tidak melakukan kesalahan. Ada beragam
variasi latihan yang dilakukan. Untuk penggiat yang belum terbiasa berbicara di
depan umum, maka mereka saling berbagi pengalaman dan kiat-kiat agar mampu
menguasai diri dan lancar berbicara. Bagi yang belum memiliki pemahaman
tentang konsep partisipasi dan hak anak, maka dilakukan diskusi, tanya jawab dan
kiat-kiat sederhana agar mampu memahami dasar konsep dengan mudah. Bagi
yang khawatir memberikan jawaban yang salah bila ditanya, maka kami melatih
diri dengan saling bertanya dan mengoreksi agar jawaban yang nantinya diberikan
lebih mudah dipahami oleh baik panitia maupun peserta MOS. Itulah bentuk-
bentuk pelatihan sebelum melakukan pendampingan MOS/MOPDB, yang meski
81

sederhana, namun cukup bermanfaat. Anak yang sebelumnya bingung bagaimana


memulai percakapan, maka setelah bergabung dengan kegiatan Forum Anak dan
berlatih dengan tekun.
Kegiatan ini berlangsung dari 27 s.d 29 Juli 2015. Setiap sebelum berangkat
ke sekolah pendampingan, dilakukan briefing terlebih dahulu di Sekretariat.
Terdapat 24 orang pendamping yang seluruhnya merupakan fungsionaris Forum
Anak Kabupaten Situbondo, dan 11 orang pendamping yang berasal dari Forum
Anak Kecamatan Besuki. Pada tahun 2015 ini, kami datang mendampingi
pelaksanaan MOS/MOPDB di 9 lembaga SMA, 6 lembaga SMK, dan 1 lembaga
MA terpilih se Kabupaten Situbondo. Tidak dapat dipungkiri masih terdapat
sejumlah lembaga pendidikan, baik secara institusi maupun oknum perorangan,
yang melakukan/memerintahkan sesuatu yang tidak sesuai dengan semangat
Ramah Anak. Perpeloncoan, bullying, serta penggunaan atribut yang memalukan
masih kerap terjadi. Perlunya pembinaan, atau kalau bisa, sanksi konkrit yang
dapat diberikan oleh Pemerintah Daerah terhadap lembaga pendidikan tersebut.
Dalam beberapa kasus malah oknum guru secara sengaja memasangkan atribut-
atribut nyeleneh tersebut pada peserta.
82

Tabel 4.6 Rekapitulasi hasil Observasi Pemantauan Dan Pendampingan MOS/MOPDB Ramah Anak Forum Anak Kabupaten
Situbondo Tahun 2015

Indikator

terhadap partisipasi /
Penerapan hukuman
Bagaimana kegiatan

mekanisme kegiatan

pemahaman panitia
dan resolusi konflik
komunikasi panitia
menangani peserta
Bagaimana panitia
digunakan/dibawa

terhadap peserta
Atribut / barang

Kelengkapan
Sejauh mana

Sejauh mana
berlangsung

Admnistrasi
kerjasama/
Efektivitas

hak anak
Sekolah
No Sekolah

yang

FA
Total

1 SMAN 1 Situbondo 5 8 9 9 7 2 9 4 9 62
2 SMAN 2 Situbondo 9 9 9 8 8 6 6 7 8 70
3 SMAN 1 Panji 8 5 6 8 7 9 8 7 8 66
4 SMAN 1 Panarukan 9 9 8 8 9 9 3 6 7 68
5 SMAN 1 Kapongan 7 5 8 6 7 9 5 4 8 59
6 SMAN 1 Suboh 8 6 8 8 8 9 7 6 9 70
7 SMAN 1 Besuki 6 2 7 8 8 6 6 5 7 55
8 SMAN 1 Asembagus 9 6 7 6 7 9 5 3 8 59
9 SMA Ibrahimy 7 3 7 7 8 9 7 6 5 56
Situbondo
10 SMKN 1 Panji 9 4 6 4 6 9 6 4 7 55
11 SMKN 1 Situbondo 9 9 7 6 8 9 8 6 8 70
12 SMKN 2 Situbondo 8 3 7 4 6 8 4 2 9 51
13 SMKN 1 Suboh 4 6 8 8 7 9 7 7 9 64
83

Indikator

terhadap partisipasi /
Penerapan hukuman
Bagaimana kegiatan

mekanisme kegiatan

pemahaman panitia
dan resolusi konflik
komunikasi panitia
menangani peserta
Bagaimana panitia
digunakan/dibawa

terhadap peserta
Atribut / barang

Kelengkapan
Sejauh mana

Sejauh mana
berlangsung

Admnistrasi
kerjasama/
Efektivitas

hak anak
Sekolah
No Sekolah

yang

FA
Total

14 SMK farida Adz- - - - - - - - - - -


Dzikraa Arjasa
15 SMK Ibrahimy 6 6 7 1 5 7 5 3 5 45
Situbondo
16 MAN 2 Situbondo 9 8 8 7 7 6 8 5 8 66
Sumber: Laporan Forum Anak Tahun 2015

Rentang nilai per kolom: Rentang nilai total:


1-3 tidak ramah anak ≤ 55 : tidak ramah anak
4-6 menuju ramah anak ≥ 56 ≤ 69 : menuju ramah anak
7-9 sudah ramah anak ≥ 70 : sudah ramah anak
84

Adapun penjelasan dari setiap indikator rekapitulasi hasil observasi pemantauan


atau pendampingan MOS/MOPDB Ramah Anak, yaitu:
1. Sekolah
Indikator ini mengukur sejauh mana sekolah mitra kooperatif terhadap tim
Forum Anak selama pelaksanaan pemantauan dan pendampingan MOS/MOPDB.
Yang dimaksud sekolah adalah jajaran pimpinan, tenaga kependidikan dan
karyawan.
2. Atribut/barang
Indikator ini mengukur ramah/tidaknya atribut yang harus dikenakan oleh
peserta MOS/MOPDB. Adapun dalam menentukan indikator ini mengacu pada:
a. Prinsip non-perpeloncoan;
b. Prinsip non-bullying;
c. Prinsip non-kekerasan;
d. Prinsip non-diskriminasi;
e. Prinsip pengakuan dan penghargaan terhadapa anak;
f. Prinsip kepentingan terbaik untuk anak;
g. Prinsip tidak melakukan sesuatu yang kita sendiri tidak ingin mengalami;
h. Nilai guna atribut/barang yang diwajibkan untuk dibawa;
i. Alasan panitia mewajibkan atribut/barang tersebut;
j. Adanya alternatif lain yang tersedia terhadap kewajiban atribut/barang
tersebut, yang sepadan makna/kegunaannya dengan alasan/keinginan
panitia mewajibkannya;
k. Pertimbangan manfaat atribut/barang tersebut terhadap peserta.
3. Kegiatan
Indikator ini mengukur baaimana pelaksanaan MOS/MOPDB di sekolah
mitra berlangsung; apakah kegiatan berjalan kondusif, ataukah sebaliknya.
Kemudian indikator ini memperhatikan bagaimana ragam kegiatan yan
dilaksanakan; apakah telah variatif/beragam ataukah bersifat monoton serta
keseuaian jadwal kegiatan sekolah mitra dengan jadwal yang dikeluarkan oleh
Dinas Pendidikan .
85

4. Efektivitas kegiatan
Indikator ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan yang telah
dilaksanakan dapat dipahami/tersampaikan makna/manfaatnya pada peserta.
Adapun variabel yang mempengaruhi nilai indkator ini beragam, antara lain:
a. Kondisi/keadaan peserta;
b. Kondisi/suasana tempat kegiatan;
c. Durasi kegiatan;
d. Pemateri dan materi kegiatan.
5. Hubungan panitia-peserta
Dalam indikator ini, dapat diketahui bagaimana hubungan yang dibangun
antara panitia dengan peserta MOPDB; apakah telah terdapat perpaduan atau
chemistry antar keduanya, atau malah bersifat kaku dan dingin. Hubungan yang
baik berkontribusi terhadap cepatnya peserta didik beradaptasi dengan sekolah
barunya.
6. Kerjasama/komunikasi panitia-forum anak
Indikator ini berusaha untuk menentukan seberapa jauh kerjasma dan
komunikasi yang telah dicapai antara panitia dengan forum anak, baik sebelum
maupun selama pelaksanaan kegiatan MOPDB.
7. Resolusi konflik
Setelah mengamati bagaimana sekolah/panitia memberikan hukuman dlam
menyelesaikan masalah pada peserta, kami dapat menentukan seberapa ramahkah
resolusi konflik pada sekolah mitra tersebut.
8. Pemahaman partisipasi/Hak Anak
Dalam indikator ini, dapat diketahui seberapa besar pemahaman
sekolah/panitia terhadap konsep partisipasi dan perlindungan anak. tingkat
pemahaman ini berhubungan dengan banyaknya implementasi konsep tersebut
pada sekolah mitra.
Dari tabel di atas, dapat kita ketahui dari 16 jumlah SMA Negeri maupun
swasta yang terdapat di Kabupaten Situbondo, yang termasuk dalam kategori
ramah anak yaitu berjumlah 4 (empat) sekolah, kategori sekolah menuju ramah
anak berjumlah 9 (sembilan) sekolah, sedangkan kategori untuk sekolah yang
86

sudah ramah anak berjumlah 3 (tiga) sekolah. Hal tersebut dikarenakan minimnya
komunikasi antara panitia dan Forum Anak sehingga menimbulkan perbedaan
persepsi terkait konsep partisipasi anak. Hal ini membuktikan masih tingginya
perpeloncoan di sekolah-sekolah baik dari panitia MOS/MOPDB itu sendiri
bahkan termasuk tenaga pendidik, Hal tersebut dikarenakan masih adanya
hukuman fisik spontan yang diberikan oleh oknum guru. Keikutsertaan Forum
Anak dalam pendampingan MOS/MOPDB bertujuan untuk mencegah terjadinya
perpeloncoan hingga tindak kekerasan di sekolah-sekolah. Namun tidak ada
sanksi tegas dari pemerintah daerah Kabupaten Situbondo terhadap sekolah yang
masuk kategori tidak ramah anak. Hal ini sebagaimana dituturkan oleh
Muhammad Fahri Priambudi selaku fasilitator anak;

“tergantung kebijakan daerahnya mbak, kalo yang udah maju


kebijakan perlindungan anaknya ya ada sanksi tegas, kalau macam
Situbondo hanya teguran lisan mbak. iya BPMP sama Diknas mbak.
Tapi yaitu menurutku pribadi kalau begitu doang kurang ada efek
jera, mbak. Tapi kalau mau ditegesin belum ada payung hukumnya,
repot kan? dan lagi mbak, karena forum anak masih dipandang
sebelah mata di Situbondo, sekolah meski kena teguran cuma
sekedar iya-iya saja ndak ada takut atau gimana. Jadi ya kompleks
memang mbak, karena pemerintahnya sendiri juga setengah-
setengah, sekolahannya juga masih belum begitu ramah anak,
masyarakatnya juga begitu. Jadi kecenderungannya sekedar iya iya
tok, ndak ada perubahan gitu loh mbak. Kalo yang aku tau di Solo
itu sampe ada Perda, jadi bener-bener apa ya jelas untuk dasar
hukum.” (Muhammad Fahri Priambudi, wawancara 20 Juli 2016
Pukul 10.00 WIB)
Selain itu, para pengurus Forum Anak masih kesulitan mendapatkan ijin
pihak sekolah untuk melakukan pendampingan MOS/MOPDB, sehingga
terkadang pihak BPMP langsung yang turun ke sekolah untuk mendapatkan ijin
dari Kepala Sekolah. Hal ini disampaikan oleh Bapak Subandi selaku Kasubbid
Perlindungan Perempuan dan Anak Badan Pemberdayaan Masyarakat dan
Perempuan berikut ini:

“Jadi kegiatan-kegiatan itu standartnya berjalan sementara, berkala


tahap demi tahap itu pun kalo anak di lapangan tidak menemui
masalah terus berjalan tapi kalau menemui masalah, kontak kami,
kami baru turun. Misalnya, MOS ramah anak, anak-anak disebar di
sekolah-sekolah, kadang-kadang sekolah belum tentu menerima,
anggapnya mereka datang dikira mencari kesalahan mereka, bukan.
87

Ndak mau nerima, ndak welcome, saya ditelfon baru saya datang.”
(Drs. Subandi, wawancara 25 Agustus 2016 Pukul 10.30 WIB)
Hal ini membuktikan bahwa pandangan masyarakat terhadap keterlibatan
partisipasi anak masih dipandang sebelah mata. Sehingga pada pelaksanaan
kegiata forum anak tidak bisa berjalan sendiri, namun masih ada campur tangan
dan intervensi dari pemerintah Kabupaten sebagai pembina dan penanggung
jawab.

5) Partisipasi dalam Rapid Assesment Perlindungan Anak Tahun 2015


Kegiatan ini merupakan rapat kerja Partisipasi Anak pada Kementerian
PPPA yang melibatkan unsur Pengurus, Fasilitator, dan perwakilan Sekretariat
Forum Anak Nasional. Kegiatan yang dilangsungkan pada 27 Februari s.d 1
Maret 2015 di Jakarta ini diikuti oleh Fasilitator Partisipasi Anak asal Situbondo,
Fahri. Rapat tersebut membahas isu-isu anak yang sedang menjadi sorotan,
membahas persiapan pelaksanaan pertemuan Forum Anak Nasional (FAN) di
Bogor, Jawa Barat, serta melakukan kunjungan lapang ke Forum Anak Cilincing,
Jakarta Utara.
Dalam kesempatan tersebut, forum anak dapat bertemu dengan Asisten
Deputi yang baru, Bapak Dermawan. Beliau menyampaikan banyak hal, seperti
bagaimana menjaga agar Forum Anak tetap aktif, kiat-kiat dalam mengadvokasi
Forum Anak kepada kepala daerah, serta pengalaman beliau selama menjadi
Asisten Deputi Menteri PPPA. Pak Dermawan yang sebelumnya menempati
posisi di Asdep Gender memiliki segudang pengalaman dalam menangani isu
perempuan dan anak di Indonesia. Adapun peserta yang hadir pada pertemuan itu
berasal dari Sumatera Utara, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, serta Maluku.
6) Partisipasi dalam Pertemuan FAN dan Peringatan HAN 2015 di Bogor, Jawa
Barat
Setelah mengikuti pertemuan Forum Anak Daerah Provinsi Jawa Timur
pada bulan Maret 2015 yang lalu, Duta Anak Situbondo atas nama Abdul Haqqi
berhasil terpilih untuk mewakili Provinsi dalam Pertemuan FAN 2015. Pada
waktu yang sama pula, Fahri sebagai Fasilitator Anak dari Situbondo, juga dipilih
88

menjadi bagian dari Liaison Officer (LO) atau panitia penyelenggara kegiatan
tersebut. Kegiatan yang berlangsung pada 8 s.d 11 Agustus 2015 itu bertempat di
Kampus IPC Ciawi, Bogor Jawa Barat.
Tema FAN 2015 adalah “Kebhinekaan, Persaudaraan, Cinta Tanah Air dan
Gotong Royong”. Tema tersebut direalisasikan melalui kegiatan-kegiatan seperti
penguatan kapasitas, diskusi interaktif, permainan-permainan kekompakan yang
sangat seru, serta apresiasi seni dari berbagai daerah di pelosok negeri. Selain itu
juga ada pengumuman pemenang Tunas Muda Pemimpin Indonesia (TMPI) dan
Data Forum Anak Awards (DAFA AWARDS) 2015. Forum Anak Kabupaten
Situbondo mendapatkan penghargaan DAFA AWARDS terfavorit dan membawa
pulang piagam penghargaan berdasarkan program kegiatan yang sudah dilakukan.
Setelah kegiatan FAN 2015 berakhir, peserta dan panitia FAN diantar
menuju Istana Bogor untuk bersama-sama mengikuti Puncak Perayaan Hari Anak
Nasional Tahun 2015 bersama Bapak Presiden. Dalam kesempatan itu juga
dibagikan Anugerah Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) kepada daerah yang
telah berkomitmen untuk mengembangkan implementasi KLA di daerah mereka
masing-masing. Provinsi Jawa Timur meraih penghargaan tersebut. Terdapat
sekitar 15 kabupaten/kota di Jawa Timur yang mendapatkan anugerah serupa,
namun sayangnya tidak ada yang berasal dari daerah Tapal Kuda. Hal ini
mendorong agar Pemerintah Kabupaten Situbondo lebih memperhatikan dan
berkomitmen untuk menyempurnakan pelaksanaan KLA khususnya
pengembangan forum anak yang sudah lebih dari empat tahun ini, namun hingga
sekarang Situbondo masih dalam kategori menuju Kabupaten Layak Anak.

c. Tersedianya informasi layak anak


Pemerintah Kabupaten Situbondo berkomitmen mengembangkan program
Kabupaten Layak Anak demi terpenuhinya hak-hak anak. Sebagai bentuk
komitmen pemerintah dalam memenuhi hak anak tersedianya informasi yang
layak bagi anak, pemerintah Kabupaten Situbondo bersama Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) membangun Taman Baca Masyarakat (TBM) yang tersebar di
89

sebagian besar Kecamatan yang ada di Kabupaten Situbondo. Berikut daftar


Taman Baca Masyarakat (TBM) di Kabupaten Situbondo Tahun 2015:
Tabel 4.7 Daftar Taman Baca Masyarakat (TBM) di Kabupaten Situbondo Tahun
2015
No. Nama Nama Alamat TBM Pengelola Lembaga
Kecamatan TBM TBM Pengelola
TBM Jl. Hasan Ummul PKBM
Insan Assegaf Gg. Kamilah, S.pd Insan
An-Nur
Dawuhan, Kec.
1 Situbondo
Situbondo
TBM Jl. Plaosa Widi -
Ariba Situbondo Prihatining
Palupi, S.pd
TBM Kelurahan Catur Nila -
Rumah Mimbaan, Kec. Cristianingrum,
Dongeng Panji S.pd
TBM Jl. Raya Ine Kristiawati, -
Anak Banyuwangi A.Ma.Pd
Cerdas 01/01 Panji lor
TBM Jl. Raya Fenny -
2 Panji
Radite Banyuwangi Yuspiend R,
No. 13 SS
TBM Curah Jeru Setiawati, S.pd PKBM
Pertiwi 03/02 Kec. Pertiwi
Panji
TBM Jl. Panji Permai Nani Rahayu, PKBM
FSMP Blok AA. 1 S.pd FSMP
TBM Al- Jl. KH. Dedy Endar -
Hikmah Amirudin Dafrianto
02/02. Ds
Sletreng, Kec.
Kapongan
3 Kapongan
TBM Al- Jl. KH. Moh. Affandi, -
Hikmah II Amiruddin S.pd
02/02, Ds
Sletreng, Kec.
Kapongan
TBM Jl. Raya Nurhayati, S.pd SKB
SKB Banyuwangi,
4 Arjasa
Ds. Lamongan
12/05 Arjasa
90

No. Nama Nama Alamat TBM Pengelola Lembaga


Kecamatan TBM TBM Pengelola
TBM Jl. Pelabuhan Ummi PKBM
Nurul Jangkar Salamah, S.pd Nurul
Ulum Ulum
TBM Bina Jl. Raya Rosyid PKBM
Bangsa Banyuwangi Hamidi, M.Pd.I Bina
Asembagus Bangsa
5 Asembagus
TBM Al- Jl. Raya Drs. Alwin PKBM
Islamiyah Banyuwangi Kasim Al-
Islamiyah
TBM Jl. Samir Ahmad Zaini PKBM
As‟adiyahDusun Lewung Bina
RT 13, RW 03 Bangsa
TBM Al- Jl. Pahlawan Nor Laili PKBM
Fathony Gg. 05 1/2 Ds. Imama, S.pd Al-
6 Kendit Kendit Fathony
TBM Desa Kukusan- Mohlisun, S.pd PKBM
Mandiri Kendit Mandiri
TBM Jl. Widuri 3/07 Zainol, S.pd.I PKBM
7 Suboh Miftahul Ds. Buduan Miftahul
Huda Huda
TBM Ibnu Kp. Sekolahan Ahmad Syaiful PKBM
Kholdun 02/01 Ds. Abrori, S.pd Ibnu
8 Besuki Al Widoropayung Kholdun
Hasyim Al-
Hasyim
TBM Jl. Kalianget Hj. Mas‟udah PC.
9 Banyuglugur Muslimat Kec. Muiz, S.pd Muslimat
Iqro‟ Banyuglugur
TBM Jl. Jatibanteng Syaiful Badri, PKBM
Nahla M.pd.I Nahla
10 Jatibanteng TBM Dusun Krajan. Zubaidi, S.pd -
Nurul Ds.
Dhalam Semambung
Sumber: Laporan Evaluasi Capaian Indikator Kabupaten Layak Anak (KLA)
Tahun 2015

Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa terdapat 21 Taman Baca Masyarakat


(TBM) yang tersebar di 10 Kecamatan baik Taman Baca Masyarakat (TBM) yang
dikelola pemerintah maupun dikelola pribadi. Namun, dari jumlah total 17
Kecamatan yang ada di Kabupaten Situbondo hanya 10 Kecamatan yang terdaftar
memiliki Taman Baca Masyarakat (TBM), artinya sekitar 7 Kecamatan belum
91

memiliki Taman Baca masyarakat (TBM) di lingkungannya. Tidak hanya itu,


Kantor Perpustakaan Dan Arsip Daerah menyediakan fasilitas perpustakaan
keliling dengan target kunjungan ke 10 lembaga setiap bulan, hal itu sebagai
bentuk upaya pemerintah dalam menyediakan informasi yang layak bagi anak.
Berikut daftar kegiatan penyuluhan dan pelayanan perpustakaan keliling pada
tahun 2013 hingga 2016 di Kabupaten Situbondo.
Tabel 4.8 Kegiatan penyuluhan dan pelayanan perpustakaan keliling Tahun 2013-
2016

Jumlah Lembaga Yang Dikunjungi Untuk Pelayanan


No. Bulan
2013 2014 2015 2016
1 Januari - 10 lembaga 6 lembaga
2 Februari 14 lembaga 10 lembaga 7 lembaga
3 Maret 10 lembaga 10 lembaga 6 lembaga
4 April 14 lembaga 10 lembaga 10 lembaga
5 Mei 10 lembaga 10 lembaga 8 lembaga
6 Juni 10 lembaga -
7 Juli - 6 lembaga
8 Agustus 6 lembaga 6 lembaga
9 September 10 lembaga 9 lembaga
10 Oktober 10 lembaga 8 lembaga
11 November 6 lembaga 9 lembaga
12 Desember 10 lembaga 4 lembaga
Jumlah 100 lembaga 100 lembaga 50 lembaga 80 lembaga
Target yang harus 100 lembaga 100 lembaga 50% 80%
dicapai lembaga lembaga
Presentase yang 100% 100%
dicapai
Sumber: Laporan kegiatan penyuluhan dan pelayanan perpustakaan keliling
Tahun 2013-2016

Lembaga yang dikunjungi tersebut merupakan sekolah-sekolah yang belum


memiliki perpustakaan dengan buku yang belum memadai. Seperti yang
dituturkan oleh Ibu Aisyah Armina, selaku Kepala Seksi Pelayanan,

“Kegiatan itu 1 bulan sekali. Untuk operasional, karena terbentur


anggaran. Untuk operasionalnya tetep seperti tahun-tahun
kemarin. Cuman volumenya aja yang berkurang. Untuk
operasionalnya itu satu bulan kita targetkan 10 lembaga yang kita
datangi. bisa sekolah, desa, atau perpustakaan lainnya. Kadang
ada permintaan melalui surat kesini. Permintaan dari sekolah atau
92

lembaga lain, minta kita berkunjung kesana. Kita layani. Kita


juga ada kunjungan ke alun-alun. Malam minggu. Itu juga
perpustakaan keliling. Tapi Cuma itu baca di tempat. Bukan
meminjamkan. Kalau meminjamkan cuman internal aja disini.”
(Aisyah Armina, wawancara 15 februari 2016 Pukul 14.30 WIB)
Tidak hanya itu, sebagai upaya dalam penyediaan fasilitas informasi yang
layak bagi anak, Kantor perpusda juga mengunjungi Desa-desa untuk melakukan
untuk melakukan pengecekan apakah buku yang tersedia masih layak atau tidak.
Dalam Peraturan Bupati terkai Rencana Aksi Daerah Kabupaten Layak Anak
Tahun 2013-2017 menyebutkan bahwa telah tersedia koran anak dan motor pintar,
namun menurut Ibu Aisyah, Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah belum
melakukan pengadaan fasilitas motor pintar tetapi hanya mobil keliling.

“kalau kita menyebutnya bukan motor pintar. Tapi mobil


perpustakaan keliling. Jadi kita ada program keliling ke sekolah
juga ke desa, juga perpus lainnya. Kita melayani pembinaan,
pembinaan ke perpus lainnya. Terus nomer dua layanan baca di
tempat. Kita enggak minjamkan kalau yang keliling. Misalkan
kita keliling ke sekolah ini ya, kadang enggak nyampek sehari
kita disana, mulai dari pembinaan tenaga perpustakaannya sampai
melayani anak-anak siswa disana untuk baca”. (Aisyah Armina,
wawancara 15 Februari 2017 Pukul 14.30 WIB)
Namun, untuk pelayanan di Desa itu sifatnya hanya sekedar memberikan
pembinaan dan kantor perpustakaan hanya menyumbangkan sedikit buku karena
memang untuk saat ini desa sudah memiliki anggaran sendiri sehingga mampu
mengelola sendiri perpustakaan di Desa. Kantor permpustakaan dan arsip daerah
juga menyediakan fasilitasi internet gratis bagi anggota perpustakaan yang sudah
terdaftar dan memiliki kartu keanggotaan, jika ada yang belum memiliki kartu
anggota, maka tidak dapat menikmati fasilitas internet dan meminjam buku tetapi
masih bisa membaca buku di kantor perpustakaan tersebut. Kantor perpustakaan
dan arsip daerah memiliki taman ramah anak yang terletak di Kecamatan
Asembagus karena kecamatan asembagus terpilih sebagai Second City. Berikut
uraian jumlah pengunjung dalam perpustakaan daerah;
93

Tabel 4.9 Jumlah Pengunjung Perpustakaan Daerah tahun 2016


Jumlah
No. Uraian Perpusda Perpusda RTH Total
Situbondo Asembagus
1 Data pengunjung 14.514 8.701 23.215
2 Data peminjam 7.983 190 8.173
3 Data anggota (baru) 654 16 670
4 Data anggota 333 0 333
(perpanjangan)
5 Data pengguna 2.866 0 2.866
internet
6 Data buku yang 7.125 329 1.454
dipinjam
7 Data anggota 15.701 16 15.717
keseluruhan
Sumber: Laporan kegiatan Kantor Perpusda Tahun 2016
Data diatas menunjukkan bahwa masih sedikit minat anak untuk
mengunjungi perpustakaan. Hal ini dikarenakan seiring perkembangan teknologi,
anak bisa mengakses informasi dimanapun dan kapan pun. Namun apabila tidak
disertai dengan pengawasan baik oleh keluarga maka anak akan terjerumus oleh
informasi yang negatif yang tidak mampu disaring. Seharusnya ada sistem dan
mekanisme kontrol terhadap informasi negatif untuk anak yang diselenggarakan
oleh Dishub dan Kominfo. Mekanisme kontrol tersebut berupa lokakarya
perumusan sistem dan mekanisme kontrol informasi terhadap anak. Akan tetapi,
dalam pelaksanaannya lokakarya tersebut belum terlaksana. Masih belum ada
kontrol informasi terkait informasi negatif untuk anak. Dalam penyampaian
informasi, Kominfo hanya menyampaikan informasi melalui website terkait
dengan kebijakan pemerintah daerah.

4.4.1 Capaian Indikator Dalam Pemenuhan Klaster Hak Sipil Dan


Kebebasan
Penulis akan mengevaluasi Kabupaten Layak Anak dalam pemenuhan
klaster hak sipil dan kebebasan berdasarkan capaian indikator yang telah
ditentukan Pemerintah Kabupaten Situbondo dan sudah tertuang di dalam
Peraturan Bupati Nomor 39 Tahun 2013 tentang Rencana Aksi Daerah Kabupaten
94

Layak Anak (RAD-KLA) Kabupaten Situbondo Tahun 2013-2017. Seperti yang


telah dijelaskan dalam bab tinjauan pustaka sebelumnya, menyangkut evaluasi
kebijakan dalam pandangan Jones, didorong oleh persyaratan-persyaratan legal
untuk evaluasi program dan pembiayaan untuk melakukan kerja, saat ini riset
evaluasi telah berkembang menjadi usaha yan signifikan. Untuk melakukan
evaluasi yang baik dengan margin kesalahan yang minimal beberapa ahli
mengembangkan langkah-langkah dalam evaluasi kebijakan.
Salah satu ahli tersebut adalah Edward A. Suchman yang mengemukakan
enam langkah dalam evaluasi kebijakan, yaitu mengidentifikasi tujuan program
yang akan dievaluasi, analisis terhadap masalah, deskripsi dan standarisasi
kegiatan, pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi, menentukan
apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari faktor tersebut atau karena
penyebab lain, beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.
Untuk melihat bagaimana capaian indikator yang telah ditentutan dalam klaster
hak sipil dan kebebasan yang dilaksanakan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil untuk pemenuhan indikator kepemilikan akta kelahiran, Badan
Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat untuk pemenuhan indikator
pembentukan forum anak, kemudian Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah serta
Dinas Komunikasi dan Infromasi dalam pemenuhan indikator tersedianya
informasi layak anak. Berikut langkah-langkah dalam evaluasi kebijakan:
a. Identifikasi Tujuan Program
Tujuan-tujuan program yang akan dievaluasi yaitu;
1) Presentase anak yang teregistrasi dan mendapatkan kutipan akta kelahiran
Salah satu indikator terpenuhinya hak anak khususnya dalam klaster hak
sipil dan kebebasan yaitu kepemilikan akta kelahiran karena dengan bukti
kepemilikan akta kelahiran anak dapat menempuh pendidikan hingga jenjang
yang lebih tinggi dan juga akan mendapatkan hak-haknya dalam silsilah
keluarga. Pemerintah menguraikan beberapa program kegiatan sebagai
bentuk komitmen pemerintah dalam pemenuhan indikator tersebut,
diantaranya:
95

a) Sosialisasi Peraturan Daerah Akta Kelahiran Gratis


b) Sosialisme mekanisme pengurusan Akta Lahir, KK dan KTP
c) Lembaga PAUD dan TK membantu pengurusan akta lahir bagi calon
murid yang belum memiliki akta lahir
Adapun target hasil dari program tersebut yaitu pengurusan akta kelahiran
gratis, pengurusan akta kelahiran mudah dan cepat, serta semua anak yang
berada di PAUD/TK harus memiliki akta lahir. Sasaran kegiatan tersebut
yaitu semua anak di Kabupaten Situbondo tercatat memiliki akta lahir.
Meskipun betapa pentingnya akte kelahiran, tidak sedikit anak yang bahkan
belum memiliki akte kelahiran hingga mereka memasuki usia remaja.
2) Presentase forum anak, termasuk kelompok anak, yang ada di
Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan
Forum Anak merupakan organisasi atau lembaga sosial yang digunakan
sebagai wadah atau pranata partisipasi bagi anak yang belum berusia 18 tahun
dimana anggotanya merupakan perwakilan dari kelompok anak atau
kelompok kegiatan anak yang dikelola oleh anak-anak dan dibina oleh
pemerintah sebagai media untuk mendengar dan memenuhi aspirasi, suara,
pendapat, keinginan dan kebutuhan anak dalam proses pembangunan.
Forum anak dibina oleh pemerintah secara berjenjang dalam rangka
memenuhi hak partisipasi anak. Forum anak dibentuk dari tingkat Desa,
Kecamatan, Kabupaten, Provinsi hingga tingkat nasional. Hal ini secara tegas
telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak republik indonesia nomor 04 tahun 2011 tentang kebijakan
partisipasi anak. Forum anak diharapkan dapat menjembatani komunikasi
antara pemerintah dengan anak-anak dan sesama anak-anak antar wilayah.
Forum Anak di Kabupaten Situbondo di launching pada tanggal 02
November 2011 di alun-alun Kabupaten Situbondo. Pada tahun 2011 tersebut
sudah dilakukan pembentukan Forum Anak namun hanya pada tingkat
Kabupaten saja. Pada tahun 2013 sudah terjadi pergantian kepengurusan
Forum Anak, yang disahkan oleh Surat keputusan Bupati. Periode
Kepengurusan Forum Anak selama 2 (dua) tahun, dan dalam SK Bupati
96

tersebut tercantum tugas dan fungsi Forum Anak, serta struktur personalia
Forum Anak. Forum anak tidak hanya dibentuk di tingkat Kabupaten saja
tetapi juga dibentuk ditingkat Kecamatan hingga tingkat Desa/Kelurahan
yang relatif telah mewakili semua anak dari berbagai latar belakang.
Komunikasi yang dilakukan BPMP untuk mendistribusikan kebijakan
terkait pembentukan Forum Anak yaitu dengan cara sosialisasi dan
melakukan beberapa pengarahan dalam beberapa pertemuan kongres anak
yang dilaksanakan selama 2 tahun sekali. Pada tahun 2015, BPMP
merencanakan akan membentuk Forum Anak di 136 Desa/Kelurahan. BPMP
sebagai pembina Forum Anak melakukan sosialisasi pada tahun 2015 terkait
pembentukan Forum Anak di 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten
Situbondo. Sedangkan dalam rangka menindaklanjuti pembentukan Forum
Anak, pada tahun 2016 BPMP melakukan kegiatan Penguatan Kapasitas
Forum Anak dan Kongres Anak dalam rangka pemilihan Kepengurusan
Forum Anak periode 2016.
3) Tersedianya fasilitas informasi layak anak
Pemerintah Kabupaten Situbondo berkomitmen mengembangkan program
Kabupaten Layak Anak demi terpenuhinya hak-hak anak. Sebagai bentuk
komitmen pemerintah dalam memenuhi hak anak tersedianya informasi yang
layak bagi anak, pemerintah Kabupaten Situbondo menguraikan indikator
tersebut dalam beberapa aktivitas, diantaranya:
a) Lokakarya perumusan sistem dan mekanisme kontrol informasi
terhadap anak
b) Pengesahan sistem dan mekanisme kontrol informasi
c) Penindakan terhadap perusahaan yang tidak mentaati aturan
d) Memperbanyak taman bacaan dan perpustakaan keliling untuk anak
e) Mengembangkan koran anak
Adapun tujuan dari program tersebut yaitu adanya aturan tentang jam
belajar, jam menonton TV, jam bermain dan di warnet bagi anak, adanya
perusahaan dan pihak-pihak yang ditindak sebab melanggar aturan, di setiap
97

RW terdapat taman baca untuk anak dan terjadinya rolling buku bacaan yang
dikoordinasikan oleh perpustakaan keliling.
Pemerintah Kabupaten bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
membangun Taman Baca Masyarakat (TBM) yang tersebar di sebagian besar
Kecamatan yang ada di Kabupaten Situbondo.
b. Analisis terhadap masalah
Permalasahan yang terjadi dalam beberapa indikator untuk klaster hak sipil
dan kebebasan, yaitu;
1) Presentase kepemilikan akta kelahiran
Meskipun telah ada desa-desa yang hampir semua anaknya tercatat
memiliki akta kelahiran, namun masih lebih dari 18,8% anak belum
mempunyai akta kelahiran. Hal ini disebabkan masih rendahnya kesadaran
sebagian masyarakat akan arti pentingnya dokumen kependudukan, kondisi
sosial budaya masyarakat yang menyebabkan minat mengurus dokumen
kependudukan hanya pada saat dibutuhkan, kondisi ekonomi masyarakat
yang menyebabkan masyarakat dengan tempat tinggalnya jauh kurang
berminat mengurus atau mengajukan dokumen kependudukan ke Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil, masih ada sebagian masyarakat yang
menggunakan jasa calo dalam mengurus dokumen kependudukan dengan
harga yang mahal sehingga masyarakat menganggap bahwa pengurusan
dokumen dikenakan biaya mahal.
2) Pembentukan forum anak dan partisiapasi anak
Forum anak atau Dewan perwakilan anak memang telah ada ditingkat
Kabupaten, Kecamatan dan Desa/kelurahan meski belum seluruhnya, namun
relatif belum mewakili semua anak dari berbagai latar belakang. Seharusnya
forum anak menjadi wadah aspirasi atas semua kelompok atau komunitas
anak, misalnya kelompok anak jalanan, komunitas pencinta motor, dll.
Selama program berjalan hanya segelintir anggota komunitas ikut dalam
kegiatan anak, namun tidak lama karena mereka merasa kurang percaya diri
bergabung dengan anak sekolah, sehingga mereka memutuskan untuk
berhenti mengikuti kegiatan forum anak.
98

3) Adanya sistem dan mekanisme kontrol terhadap informasi negatif untuk


anak
Masih belum adanya mekanisme kontrol terhadap informasi layak anak.
meski telah terdapat banyak fasilitas informasi untuk anak, seperti:
perpustakaan di sekolah, Taman Bacaan PKK di Desa maupun keliling, ada
juga fasilitas internet gratis, namun banyak juga warnet-warnet yang belum
mendapatkan pengawasan yang memadai, sehingga masih terdapat situs-situs
bernuansa negatif yang membahayakan bagi tumbuh kembang anak.
c. Deskripsi dan standarisasi kegiatan
Deskripsi dan standarisasi kegiatan sebagai upaya untuk pemenuhan klaster
hak sipil dan kebebasan, antara lain:
1) Presentase kepemilikan akte kelahiran
Ada 4 kegiatan yang dilakukan pemerintah dalam upaya peningkatan
kepemilikan akta kelahiran, yaitu:
a) Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan melalui media dan tatap muka. Melalui media,
pemerintah Kabupaten Situbondo menggunakan media berupa Radio
Rengganis dan SitubondoTV untuk menyampaikan program-program
kebijakan pemerintah, tidak hanya itu, pemerintah kabupaten juga
menyebarkan brosur dan pamflet untuk menarik minat dan perhatian
masyarakat. Sedangkan sosialisasi yang dilakukan melalui tatap muka
dengan cara pihak Dispenduk mengadakan sosialisasi secara langsung di
Desa-Desa dengan mengundang seluruh perangkat desa, tokoh
masyarakat, Bidan dan Guru sebagai tenaga pendidik.
b) Kerjasama dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan
Kerjasama yang dilakukan dengan dua Dinas yaitu Dinas kesehatan
dan Dinas Pendidikan. Kerjasama yang dilakukan melalui Dinas
Kesehatan yaitu melalui Rumah Sakit atau Klinik Sehat yang terdapat di
Kabupaten, dalam setiap kelahiran yang dilakukan di Rumah Sakit
maupun klinik sehat, pemerintah akan memberikan “souvenir” yang
berupa akta kelahiran ketika bayi sudah akan meninggalkan Rumah Sakit
99

maupun Klinik Sehat. Adapun mekanisme pemberian “souvenir” yaitu,


setiap orang yang mengalami kehamilan disamping melakukan
pemeriksaan harus menyiapkan nama dan surat nikah. Ketika sudah tiba
waktu bersalin di Rumah Sakit, sebelum masuk kamar bersalin, petugas
Rumah Sakit sudah meminta persyaratan yaitu KTP, surat nikah dan nama
yang akan dicantumkan di akte kelahiran. Apabila persyaratan sudah
lengkap, petugas Rumah Sakit akan mengirim berkas melalui email ke
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, kemudian berkas tersebut
diverifikasi melalui SIAK (Sistem Administrasi Kependudukan) terkait
kebenaran data tersebut melalui NIK (Nomor Identitas Kependudukan)
dan apabila data tersebut sudah valid, maka Nomor Identitas
Kependudukannya juga diberikan kepada anaknya. Jika verifikasi sudah
selesai, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil akan mengirim berkas
tersebut ke pihak Rumah Sakit untuk dicetak, tentunya pihak Rumah Sakit
sudah menyiapkan kertas khusus pencetakan akte kelahiran yang sudah
ditandatangani. Setiap minggu petugas Rumah Sakit meminta kertas
khusus pencetakan akte kelahiran di Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil sebanyak >50 kertas yang sudah ditandatangani. Proses pelayanan
tersebut memakan waktu sekitar 2 jam. Sehingga ketika pasien akan
meninggalkan Rumah Sakit, maka akte kelahiran sudah selesai dan
diberikan kepada pasien.
c) Melaksanakan program PELANDUK CEPAT (Pelayanan Penduduk Cetak
di Tempat)
Program pelayanan PELANDUK CEPAT (Pelayanan Penduduk Cetak
di Tempat) dilaksanakan oleh pemerintah dengan menggunakan mobil
pelayanan keliling yang dilaksanakan di 3 sektor yaitu sektor timur, sektor
tengah dan sektor barat. Sektor timur terletak di Kecamatan Jangkar dan
Kecamatan Banyuputih, sektor tengah terletak di Kecamatan Panji dan
Kecamatan Mangaran dan sektor barat terletak di Kecamatan Besuki dan
Klatakan. Sistem pelanduk cepat menggunakan perangkat mobile perekam
dan cetak e-KTP, KK dan Akta Pencatatan Sipil. Sasaran program
100

PELANDUK CEPAT yaitu masyarakat tidak mampu dan tempat tinggal


jauh, penyandang disabilitas dan lansia. Program pelayanan PELANDUK
CEPAT dilaksanakan setiap minggu dengan jumlah 2 kali kunjungan yaitu
pada hari Selasa dan Kamis. Pemilihan tempatnya berdasakan jumlah
Kecamatan yang paling rendah jumlah kepemilikan akte kelahiran dan
bisa juga kunjungan dilakukan di Desa. Syaratnya Kepala Desa melakukan
koordinasi dengan pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Sebelumnya Kepala Desa sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat
untuk menyiapkan persyaratan pembuatan akte kelahiran karena
PELANDUK CEPAT bisa dilaksanakan apabila persyaratan sudah
terpenuhi semua. Khusus persyaratan administrasi yang sudah lengkap,
datanya langsung diproses secara online melalui database SIAK (Sistem
Administrasi Kependudukan) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten Situbondo melalui VPN IP (Virtual Processing Network
Internet Protocol) Provider Astinet, jika data sudah sesuai dengan
database SIAK, langsung dicetak oleh operator. Sedangkan apabila setelah
dilakukan verifikasi ditemukan persyaratan yang tidak lengkap segera
dikembalikan untuk dilengkapi.
d) Melaksanakan program PERISAI MAS (Pelayanan Satu Hari Selesai
Masyarakat Senang)
Program pelayanan PERISAI MAS (Pelayanan Satu Hari Masyarakat
Senang) pelaksanaannya dilakukan di Kantor Dispenduk dan Capil
Kabupaten Situbondo yang memberikan pelayanan satu hari selesai dalam
pembuatan akte kelahiran maupun kartu keluarga. Jika sebelumnya
pengurusan akte kelahiran memakan waktu sekitar satu minggu hingga
membuat masyarakat terkadang enggan untuk mengurusi akte kelahiran
dan lebih memilih menggunakan biro jasa harus mengeluarkan biaya yang
tidak sedikit. Oleh karena itu, pemerintah melakukan inovasi dan kreasi
memberikan program yang akan menarik minat masyarakat bahwa
pengurusan dokumen kependudukan satu hari selesai dan masyarakat tidak
101

perlu menunggu lama dan tanpa dipungut biaya apapun apabila dokumen
yang disapkan sudah lengkap dan tidak ada kesalahan.
2) Terbentuknya forum anak di Kabupaten hingga tingkat kecamatan dan
Desa/kelurahan
Pemerintah melaksanakan berbagai kegiatan untuk melakukan
pembentukan dan mengenalkan program forum anak di tingkat kecamatan
hingga Desa/kelurahan. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk
mengenalkan forum anak yaitu dengan mengikutsertakan anak dalam
musyawarah perencanaan pembangunan yang diselenggarakan di tingkat
Desa dan Kecamatan. Dalam kegiatan tersebut anak menyampaikan aspirasi
dan fasilitas yang mendukung tumbuh kembang anak.
Dalam upaya pembentukan forum anak, pemerintah melaksanakan sosialisasi
untuk membentuk forum anak yang dilaksanakan di tiga sektor yaitu sektor
timur bertempat di Balitas Kecamatan Banyuputih, sektor tengah bertempat di
Kaliurang Kecamatan Kapongan dan sektor barat bertempat di Kecamatan
Banyuglugur. Setelah melakukan sosialisasi terkait pembentukan forum anak,
pemerintah kabupaten dalam hal ini BPMP yang merupakan tempat
sekretariat forum anak melakukan sosialisasi penguatan forum anak, hal
tersebut bertujuan agar forum anak yang sudah terbentuk tidak terbengkalai
jadi bukan hanya sekedar membentuk kemudian tidak ada kegiatan yang
terlaksana.
3) Tersedianya fasilitas informasi layak anak
Dalam upaya penyediaan informasi layak anak, SKPD yang terkait yaitu
Dinas Kominfo dan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah. Dinas
Komunikasi dan Informasi bertugas untuk mengontrol setiap informasi yang
tersedia untuk anak dengan tujuan pencegahan komunikasi yang berisi konten
negatif dan membahayakan tumbuh kembang anak. Sedangkan Kantor
Perpustakaan dan Arsip Daerah bertugas untuk menyediakan informasi yang
layak bagi anak. Program yang dijalankan oleh Kantor perpustakaan dan
Arsip Daerah, yaitu:
a) Memperbanyak taman bacaan dan perpustakaan keliling untuk anak
102

Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang sudah tersedia di Kabupaten


Situbondo sebanyak 21 TBM yang tersebar di 10 Kecamatan yang ada di
Kabupaten Situbondo. Taman Bacaan Masyarakat tersebut dikelola oleh
indvidu atau yayasan yang berkoordianasi dengan Dinas Pendidikan dan
Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah. Sedangkan untuk mobil
perpustakaan keliling beroperasi ke 10 lembaga setiap bulan. Lembaga
yang didatangi yaitu sekolah dan perpustakaan desa untuk memberikan
pendampingan dan pelayanan. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah
tidak melayani peminjaman buku dengan perpustakaan keliling.
b) Mengembangkan koran anak
Untuk pengembangan koran anak, kantor perpustakaan daerah masih
belum melaksanakan. Jika yang dimaksudkan dengan mengembangkan
koran anak yaitu dengan cara pemerintah menerbitkan koran anak dan
memiliah informasi yang memang khusus untuk ditujukan kepada anak,
hal tersebut belum terlaksana oleh pemerintah. Majalah yang disediakan
untuk anak hanya berupa majalah Bobo, majalah kids, dll.
Berikut deskripsi dan standarisasi kegiatan dalam masing-masing indikator
yang tercantum di Peraturan Bupati Nomor 39 Tahun 2013 tentang Rencana Aksi
Daerah Kabupaten Layak Anak Tahun 2013-2017.
Tabel 4.10 Deskripsi Dan Standarisasi Kegiatan Dalam Klaster Hak Sipil Dan
Kebebasan

No. Indikator Kegiatan Hasil Penelitian Keterangan


a. Sosialisasi Perda
sosialisasi melalui Sudah
Akta Kelahiran media lokal yaitu terlaksana,
Gratis radio Rengganis presentase
dan SitubondoTV kegiatan 100%
Semua anak
b. Sosialisasi Sosialisasi Sudah
tercatat
1. mekanisme dilakukan melalui terlaksana,
memiliki akta
pengurusan akta kerjasama lintas presentase
lahir
lahir, KK dan sektor (kesehatan kegiatan 100%
KTP dan pendidikan),
tatap muka dan
melalui media
103

No. Indikator Kegiatan Hasil Penelitian Keterangan


lokal yaitu
SitubondoTV
c. Lembaga PAUD Melalui Sudah
dan TK HIMPAUDI terlaksana,
membantu (Himpunan presentase
pengurusan akta Pendidik Usia kegiatan 100%
lahir bagi calon Dini)
murid yang belum
memiliki
a. Melatih pengurus Diadakan rapat Sudah
forum anak koordinasi setiap terlaksana,
tentang bulan dengan presentase
manajemen staff BPMP kegiatan 100%
organisasi dan terkait program
program kegiatan forum
anak
b. Mengadakan Temu anak Sudah
temu anak secara dilaksanakan terlaksana,
rutin dalam kegiatan presentase
Forum anak
rapat koordinasi kegiatan 100%
sebagai
setiap minggu
wadah
c. Menyediakan Sekretariat forum Sudah
partisipasi
sekretariat forum anak terdapat di terlaksana
bagi anak,
anak yang BPMP
2 berfungsi,
representatif
sehingga
d. Memfasilitasi Masih 7 Belum
seluruh
pembentukan kecamatan dan terlaksana.
aspirasi anak
forum anak di 130 desa yang Presentase
dapat
tingkat desa dan belum pembentukan
tersampaikan
kecamatan membentuk forum anak di
forum anak Kabupaten
karena tidak ada hanya 15%
fasiliatator untuk
melakukan
pendampingan
dan memberikan
petunjuk teknis
e. Bina siswa Bina siswa Sudah
melalui sekolah dilakukan forum terlaksana,
104

No. Indikator Kegiatan Hasil Penelitian Keterangan


dan operasi pada anak ketika MOS presentase
jam sekolah (masa orientasi kegiatan 100%
siswa)
f. Memfasilitasi Forum OSIS Sudah
forum OSIS Kab. Kabupaten sudah terlaksana,
Situbondo untuk dibentuk presentase
SMA dan SMK kegiatan 100%
serta MA
a. Lokakarya Adanya aturan Belum
perumusan sistem tentang jam terlaksana,
dan mekanisme belajar, jam belum
kontrol informasi menonton tv, jam dilaksanakan
terhadap anak bermain di warnet lokakarya
bagi anak tentang sistem
dan mekanisme
kontrol terkait
informasi
negatif untuk
anak
b. Pengesahan - Belum
Adanya
sistem dan terlaksana,
sistem dan
mekanisme DISKOMINFO
mekanisme
kontrol informasi belum
kontrol
3 menyusun
terhadap
sistem dan
informasi
mekanisme
negatif untuk
kontrol
anak
informasi
c. Penindakan Adanya Belum
terhadap perusahaan dan terlaksana,
perusahaan yang pihak-pihak yang DISKOMINFO
tidak mentaati ditindak sebab belum
peraturan melanggar aturan menjalankan
tupoksi
d. Memperbanyak Disetiap Desa Sudah
taman bacaan dan terdapat taman terlaksana,
perpustakaan bacaan untuk presentase
keliling untuk anak kegiatan 100%,
anak TBM sudah
105

No. Indikator Kegiatan Hasil Penelitian Keterangan


tersedia di
seluruh
Kecamatn
hingga
Desa/kelurahan
e. Mengembangkan - Belum
koran anak terlaksana,
belum
dikembangkan
koran anak

Melalui tabel di atas dapat diketahui bahwa beberapa indikator masih belum
terlaksana yaitu memfasilitasi pembentukan forum anak di tingkat desa dan
kecamatan, lokakarya perumusan sistem dan mekanisme kontrol informasi
terhadap anak, Pengesahan sistem dan mekanisme kontrol informasi, Penindakan
terhadap perusahaan yang tidak mentaati peraturan, serta Mengembangkan koran
anak.
d. Pengukuran terhadap tingkat perubahan yang terjadi
1) Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi
a) Presentase kepemilikan akta kelahiran
Gambar 4.2 Presentase kepemilikan Akta Kelahiran Tahun 2014-2017

90
80
70
60
50 East
40 West
30
20
10
0
2014 2015 2016 2017

Sumber: agregat kependudukan per kecamatan berdasarkan kepemilikan


akta kelahiran kelompok umur 0-18 tahun 2014-2017
106

Dari gambar diatas dapat kita ketahui presentase kepemilikan akta kelahiran
pada tahun 2014 hingga per Januari Tahun 2017. Apabila dijumlahkan rata-
rata pada tahun 2014 presetase anak yang teregistrasi memiliki akta
kelahiran yaitu sebesar 66%, pada tahun 2015 presentase kepemilikan akta
kelahiran meningkat sebesar 4,35% menjadi 70,35% per Desember 2015.
Kemudian pada tahun 2016, presentase kepemilikan akta kelahiran
mencapai 82,20% per Desember 2016 meningkat sebesar 11,85% dari tahun
sebelumnya. Angka tersebut melampaui target pencapaian tersebut yang
telah ditentukan ditentukan pemerintah pusat sesuai RPJMN/Peraturan
Presiden Nomor 2 Tahun 2015 bahwa penyelesaian target nasional
penerbitan akta kelahiran anak usia 0-18 tahun 2016 yaitu sebesar 77,5%.
Sedangkan pada tahun 2017 presentase anak yang teregistrasi memiliki akta
kelahiran meningkat sebesar 0,69% menjadi 82,89% per Januari 2017.
2) Rekapitulasi pembentukan forum anak
Tabel 4.11 Rekapitulasi Forum Anak Tahun 2011-2016
Jumlah Forum Anak Memiliki Belum
Tahun
Kab. Des/Kel Kec. SK memiliki SK
2011 1 1 -
2012 3 1 4 -
2013 - -
2014 - -
2015 12 5 7 10
2016 3 3 -
Jumlah 1 15 9 15 10
Sumber: laporan forum anak tahun 2015

Forum anak Kabupaten di launching pada Oktober tahun 2011, kemudian


pada tahun 2012 dipilih 5 desa/kelurahan sebagai percontohan yang
kemudian dilakukan pembentukan forum anak. Pada tahun 2013 tidak
dilaksanakan pembentukan forum anak karena pemerintah daerah
melaksanakan sosialisasi terkait pembentukan forum anak pada tahun 2014
dan kecamatan baru melakukan pembentukan pada tahun 2015 dan 2016.
Pada saat ini jumlah forum anak yang sudah terdapat di Kecamatan dan
Desa/kelurahan sebanyak 25 forum anak, yang telah memiliki SK
sebanyak 15 forum anak dan belum memiliki SK sebanyak 10.
107

3) Tersedianya informasi layak anak


Berdasarkan Laporan Evaluasi Kabupaten Layak Anak (KLA) tahun 2015
yaitu pada tahun 2014 sebanyak 21 Taman Baca Masyarakat (TBM) yang
tersedia di seluruh Kecamatan di Kabupaten Situbondo, baik yang
didirikan oleh individu maupun pemerintah dan juga sudah terdapat taman
ramah anak yang dibina langsung oleh Kantor Perpustakaan dan Arsip
Daerah yaitu Taman Kota Asembagus yang terletak di Kecamatan
Asembagus.
e. Menentukan penyebab perubahan yang diamati merupakan akibat dari
kegiatan tersebut atau karena penyebab lain
Perubahan yang terjadi tidak disebabkan karena adanya komitmen
pemerintah dalam Kebijakan Pengembangan Kabupaten Layak Anak. Dalam
kebijakan tersebut pemerintah menuntut semua Dinas-dinas terkait agar lebih
meningkatkan kinerjanya demi pemenuhan hak anak. Oleh karena itu, dalam
pengembangan Kabupaten Layak Anak dibentuk Gugus Tugas yang diketuai oleh
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Situbondo,
seharusnya SKPD bekerjasama melakukan inovasi dalam pemenuhan hak anak
sesuai dengan tupoksi masing-masing SKPD yang tertuang di dalam Peraturan
Bupati tentang Rencana Aksi Daerah Kabupaten Layak Anak. Namun pada
kenyataannya ketercapaian beberapa indikator dalam pemenuhan hak anak tidak
sepenuhnya disebabkan adanya kebijakan Kabupaten Layak Anak, melainkan
akibat dari inovasi untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
Adanya peningkatan terkait kepemilikan akte kelahiran tidak lain karena
inovasi dan kreasi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sebagai bentuk
peningkatan pelayanan kepada masyarakat, bukan dengan adanya program
Kabupaten Layak Anak karena minim koordinasi terkait Kabupaten Layak Anak
tersebut.
Hal ini terbukti dengan beberapa SKPD yang belum melaksanakan
tupoksinya sesuai yang tercantum di Peraturan Bupati Nomor 39 Tahun 2013
tentang Rencana Aksi Daerah Kabupaten Layak Anak Tahun 2013-2017, salah
108

satunya yaitu Dinas Komunikasi dan Informasi yang sama sekali tidak
melaksanakan tupoksi seperti yang tercantum di Peraturan Bupati, yaitu
mekanisme kontrol terhadap informasi negatif untuk anak dengan kegiatan
pengadaan lokakarya perumusan sistem dan mekanisme kontrol informasi
terhadap anak serta pengesahan sistem dan mekanisme kontrol informasi, bahkan
kegiatan tersebut belum terlaksana hingga kebijakan akan berakhir.
f. Indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak
1) Presentase kepemilikan akta kelahiran telah melampaui target yang
ditentukan oleh pemerintah pusat
Sesuai RPJMN/Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 bahwa
penyelesaian target nasional penerbitan akta kelahiran anak (0-18 tahun) pada
tahun 2016 sebesar 77,5% yaitu sejumlah 125.855 jiwa dari total jumlah anak
usia 0-18 tahun sebesar 162.394 jiwa. Sedangkan cakupan penerbitan akta
kelahiran berdasarkan Sistem Informasi Adiministrasi Kependudukan (SIAK)
untuk saat ini baru mencapai 74,72% (121.336 jiwa). Sehingga Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Situbondo harus
menyelesaikan penerbitan akta kelahiran sebesar 2,78% (4.519 jiwa). Pada
Desember 2016, presentase kepemilikan akta kelahiran sebesar 82%
mengalami peningkatan sebesar 7,28% dari tahun sebelumnya dan mampu
melampaui target sebesar 4,5% dari target yang ditentukan pemerintah pusat.
Selain itu, inovasi dan kreasi yang dilakukan pemerintah memberikan
kepuasan masyarakat dengan sistem pelayanan yang memudahkan
masyarakat dengan program Perisai Mas (Pelayanan Sehari Masyarakat
Senang), Pelanduk Cepat (Pelayanan Penduduk Cetak di Tempat) serta
pemberian “souvenir” berupa akta kelahiran kepada orang tua yang
melakukan persalinan di Rumas Sakit Umum Daerah. Berikut penuturan
masyarakat yang telah mendapatkan “souvenir” berupa akta kelahiran;
“setelah saya berada di ruang bersalin, perawat meminta kepada
Ibu Saya untuk menyiapkan surat-surat untuk melengkapi
pembuatan akta kelahiran buat bayi saya. Jadi nanti kalau saya
sudah diijinkan pulang dari Rumah Sakit sudah bisa langsung
membawa akta lahir. Enak mbak, ndak repot ngurusi ke
109

DISPENDUK lagi.” (Viga Putri, wawancara 15 Maret 2017 Pukul


14.00 WIB)

Dampak dari inovasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam


upaya meningkatkan presentasi anak yang teregistras mendapatkan akta lahir
sudah dirasakan masyarakat. Masyarakat menilai inovasi pelayanan yang
dilakukan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam pengurusan
dokumen kependudukan khususnya pengurusan akta kelahiran mudah, cepat
dan murah, seperti yang dituturkan Bapak Saifuddin yang berasal dari
Kecamatan Besuki,
“sekarang pelayanan dokumen kependudukan sudah enak, mbak.
Sehari sudah selesai bagi yang mengurus dokumen langsung dan
persyaratannya sudah lengkap ya. Jadi saya ndak rugi jauh-jauh
datang kesini, daripada pakai “calo” selain mahal, itupun bisa 3
hari sampai 1 minggu baru selesai.” (Saifuddin, wawancara 13
Maret 2017 Pukul 10.40 WIB)
Penuturan Bapak Saifuddin tersebut dibenarkan oleh rekannya Bapak
Abdullah warga Kecamatan Situbondo yang juga memanfaatkan pelayanan
Perisai Mas (pelayanan sehari masyarakat senang) dalam pengurusan akta
kelahiran putranya, berikut penuturannya;
“iya daripada lewat “calo” kadang 1 dokumen bisa kena 50ribu.
Itu pun juga kadang salah yang tanggalnya lah keliru.” (Abdullah,
wawancara 13 Maret 2017 Pukul 11.00 WIB)
Dari wawancara di atas, dapat diketahui bahwa masyarakat sudah mulai
merasakan pelayanan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil mulai
meningkat sehingga mereka memilih untuk datang dan mengurus sendiri
dokumen kependudukan khususnya akta kelahiran.

2) Adanya forum anak untuk meningkatkan partisipasi anak


Meskipun forum anak belum terbentuk di seluruh kecamatan hingga
tingkat Desa/Kelurahan, namun eksistensi dan kegiatan forum anak di
Kabupaten dan beberapa Kecamatan yang sudah melakukan pembentukan
mulai aktif. Dalam beberapa kegiatan yang diselenggarakan pemerintah, anak
sudah dilibatkan misalnya dalam musyawarah perencanaan pembangunan di
tingkat kecamatan. Kehadiran anak menyampaikan usulan dan aspirasi
110

mereka terkait apa yang dibutuhkan anak untuk tumbuh kembangnya. Tidak
hanya itu, pasrtisipasi forum anak juga dalam beberapa festival pendidikan
untuk memberikan motivasi bagi anak agar mengecap pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi. Forum anak juga melakukan pengawasan dan penilaian
terhadap beberapa sekolah yang tergolong kategori ramah anak atau tidak
melalui pendampingan dalam kegiatan MOS/MOPDB. Hasil tersebut
disampaikan kepada BPMP dan Dinas Pendidikan untuk melakukan tindakan
terhadap sekolah yang tergolong kategori tidak ramah anak. Bagi sekolah
yang masuk dalam kategori tidak ramah anak akan dikenakan sanksi berupa
teguran dari Dinas Pendidikan. Kegiatan pendampingan MOS/MOPDB yang
dilakukan forum anak dilaksanakan setiap tahun pada masa penerimaan siswa
baru. Melalui program kegiatan tersebut, forum anak mendapatkan
penghargaan berupa DAFA AWARDS tahun 2015 dalam kategori daftar
program kegiatan favorit.
3) Telah tersedia taman baca di berbagai kecamatan baik yang merupakan
binaan pemerintah maupun individu
Sebagai bentuk dari penyediaan informasi yang layak bagi anak,
pemerintah kabupaten melalui Kantor Perpustakaan Umum Dan Arsip Daerah
menyediakan informasi untuk anak melalui beberapa program misalnya
dengan menggunakan mobil pintar perpustakaan keliling untuk menjangkau
tempat-tempat terpencil dengan fasilitas perpustakaan yang belum memadai.
Tempat tujuan perpustakaan keliling yaitu Desa dan Sekolah, tujuannya untuk
memberikan pelayanan dan pendampingan serta mengecek kondisi dan
fasilitas perpustakaan yang tersedia di Desa maupun Sekolah masih layak atau
tidak untuk anak. Mobil perpustakaan keliling tidak hanya beroperasi ketika
hari aktif saja tetapi juga ketika malam minggu bertempat di Alun-alun
Kabupaten Situbondo, karena pada malam minggu di Alun-alun merupakan
tempat berkumpul masyarakat mulai dari anak hingga orang dewasa. Sehingga
anak yang berkunjung bisa bermain dan belajar meskipun buku tidak dapat
dipinjam dan dibaca ditempat. Selain itu, telah banyak didirikan TBM (Taman
Baca Masyarakat) di berbagai kecamatan untuk mendukung tersedianya
111

fasilitasi informasi bagi anak. TBM (Taman Baca Masyarakat) tersebut


sebagian didirikan oleh perorangan dengan subsidi buku dari pemerintah
dengan mendaftarkan nama TBM (Taman Baca Masyarakat) yang didirikan
kepada Dinas Pendidikan.

4.4.2 Hambatan dalam pencapaian indikator khususnya dalam klaster hak


sipil dan kebebasan
a. Masih adanya Biro Jasa
Dari program-program yang dicanangkan oleh pemerintah sebagai upaya
untuk meningkatkan kepemilikan akte kelahiran memang masih belum semua
anak tercatat memiliki akte kelahiran, sekitar 18,8% anak yang belum memiliki
akte kelahiran. Hal dikarenakan beberapa kendala yang menjadi penyebab belum
terpenuhinya kepemilikan akte hingga 100%, adapun yang menjadi kendala yaitu
minimnya kesadaran dari orang tua tentang pentingnya kepemilikan akte, seperti
yang dituturkan Bapak Marwito,
“kendalanya masih seperti ini, banyak orang berpikir bahwa
pengurusan akte kelahiran itu biayanya mahal. Karena mereka
memakai biro jasa untuk mengurusi akte kelahiran dan jika
memakai biro jasa biayanya bisa berkisar sekitar 50-300 ribu
rupiah. Kadang biro jasa itu bisa juga merupakan perangkat desa
atau bidan yang nakal. Jadi biro jasanya macam-macam, ada yang
plat merah dan plat hitam. Kalo plat merah itu bidan-bidan atau
perangkat desa yang nakal. Sedangkan kalo plat hitam itu orang
yang memang ingin menjadikan hal seperti itu sebagai mata
pencaharian. Biasanya karena faktor jarak yang jauh
mengakibatkan mereka memilih menggunakan biro jasa”. (Drs.
Marwito. M.Si, wawancara 13 Maret 2017 Pukul 08.30)

Melalui penuturan Bapak Marwito diatas, dapat diketahui meskipun


pemerintah daerah sudah mengupayakan peningkatan kepemilikan akte kelahiran
melalui beberapa program diantaranya, pembuatan akte sehari jadi, sosialisasi
hingga perangkat desa dan pembuatan akte kelahiran langsung di Rumah Sakit
tempat bayi lahir yang akan dijadikan “sovenir”, namun tetap saja masyarakat
masih menggunakan biro jasa hingga mengeluarkan biaya mahal. Pemerintah
tidak bisa menghindari adanya biro jasa karena di dalam Undang Undang Nomor
112

24 Tahun 2013 disebutkan bahwa pengurusan akte kelahiran bisa dilakukan oleh
siapa saja tidak harus wali sah. Pemerintah hanya mampu menekan dan
membatasi jumlah biro jasa tersebut dengan cara program pelayanan PERISAI
MAS hanya untuk wali sah. Apabila menggunakan biro jasa maka pelayanan akan
diperlambat hingga 3 hari selesai.
b. Faktor administrasi pernikahan
Kendala dalam pegurusan akte kelahiran yaitu salah satunya adalah
kepemilikan buku nikah. Masih adanya perkawinan tanpa melalui proses hukum
atau yang dikenal dengan istilah “kawin siri” hal ini dikarenakan beberapa faktor
salah satunya yaitu pernikahan dibawah usia 18 tahun. Sehingga mereka tidak
akan mendapatkan buku nikah dan akibatnya anak juga tidak akan memiliki akte
kelahiran. Seperti yang dituturkan oleh Bapak Marwito,
“Masalah terkait administrasi pernikahan. Orang tuanya tidak
memiliki buku nikah atau orang tuanya sudah bercerai. Nah untuk itu
harus melalui proses pengadilan, kadang masyarakat tidak mau
melalui proses tersebut”. (Drs. Marwito, M.Si, wawancara 13 Maret
2017 pukul 09.00 WIB)

Pernyataan tersebut, secara tidak langsung dibenarkan oleh beberapa


masyarakat yang tidak memiliki akta kelahiran putra-putrinya, hal ini dikarenakan
mereka tidak memiliki buku nikah, padahal anak mempunyai hak memiliki akta
kelahiran meski hanya atas nama Ibu.

c. Faktor koordinasi antar SKPD


Salah satu kendala yang menjadi penghambat ketercapaian indikator dalam
klaster hak sipil dan kebebasan yaitu minimnya koordinasi antar SKPD terkait
kebijakan pengembangan Kabupaten Layak Anak. Hal ini berdasarkan penuturan
Bapak Marwito selaku Kabid Capil yaitu;
“kalau kebijakan kabupaten layak anak tidak banyak
mempengaruhi karena saya sudah lama tidak diajak koordinasi
terkait Kabupaten Layak Anak itu. Ini tidak lain hanyalah
inovasi dan kreasi untuk peningkatan pelayanan kepada
masyarakat untuk memenuhi target pemerintah pusat.” (Drs.
Marwito, wawancara 13 maret 2017 Pukul 09.00 WIB)
113

Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan Drs. Aisyah Aminah selaku


Kasi Pelayanan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah yaitu;
“saya pernah mengikuti kegiatan Kabupaten Layak Anak salah
satunya kegiatan Forum Anak. Kantor Perpusda berperan
dalam penyediaan layanan informasi bagi anak. Namun, saya
diajak koordinasi dalam Kabupaten Layak Anak baru tiga kali
pertemuan.” (Dra. Aisyah Armina, wawancara 15 Februari
2017 pukul 14.50 WIB)

Selain itu, Dinas Komunkasi dan Informasi juga membenarkan tidak adanya
koordinasi antar SKPD dalam pelaksanaan Kebijakan Kabupaten Layak Anak.
Berikut penuturan Bapak Mardiko Wicaksono, S.Kom selaku Kasi Infrastruktur
dan Teknologi Dinas Komunikasi dan Informasi,

“selama ini memang sama sekali pihak kominfo belum pernah


melaksanakan kebijakan yang terkait dengan Kabupaten Layak
Anak karena saya bahkan baru lihat perbupnya sekarang ini.
Jadi belum dilaksanakan semua yang tercantum di Perbup
tersebut.” (Mardiko, wawancara 15 februari 2017 pukul 11.00
WIB)

Melalui beberapa pernyataan narasumber di atas memang sangat kurang


koordinasi yang terjalin antar SKPD dalam kebijakan pengembangan Kabupaten
Layak Anak. Para pemangku kebijakan saling melemparkan tanggung jawab
dalam pelaksanaan tugasnya masing-masing. Hal ini membuktikan bahwa
kurangnya keseriusan pemerintah dalam menjalankan kebijakan Kabupaten Layak
Anak khususnya dalam klaster Hak Sipil dan Kebebasan.

d. Faktor Permasalahan Anggaran


Dari berbagai permasalahan kebijakan yang ada, salah satu permasalahan
paling pokok dan mendasar yaitu terkait ketersediaan anggaran apakah mencukupi
untuk terlakasananya suatu program. Dalam pembentukan Forum Anak, pada
kenyataannya tidak Kecamatan hingga Desa/Kelurahan melaksanakan
pembentukan Forum Anak meski pemerintah telah menghimbau dan melakukan
sosialisasi pada tahun 2015 dan penguatan Forum Anak pada tahun 2016. Hal ini
disebabkan keterbatasan sarana dan prasana yang ada seperti yang dituturkan
Bapak Subandi selaku Kepala Seksi Perlindungan Anak, yaitu;
114

“Kita memaksimalkan forum anak kabupaten dari sisi manajemen


dan sisi kelembagaan. Alhamdulillah kemarin forum anak sudah
mendapatkan penghargaan dari Bogor dan setelah itu saya baru
melakukan pembentukan Forum Anak tingkat Kecamatan dan
Desa namun nampaknya juga belum maksimal, jadi Desa maupun
Kecamatan masih belum ada yang mengirimkan SKnya dan lagi
Desa maupun Kecamatan kadang-kadang belum begitu banyak
paham, kami mau melakukan pengejaran kesana kan harus
menunggu prasarana yang ada, tampaknya terkendala prasarana
dan sarana yang ada belum mendukung.” (Drs. Subandi,
wawancara 25 Agustus 2016 pukul 11.00 WIB)
Forum anak sudah berdiri sejak tahun 2011, seharusnya pada tahun 2015
semua Desa/kelurahan bahkan Kecamatan sudah harus membentuk forum anak
dengan kegiatan aktif bukan sekedar pembentukan saja, hal ini dikarenakan
terkendala oleh dana yang minim dan SDA yang tersedia. Pernyataan Bapak
Subandi tersebut didukung oleh pernyataan H. Sumarsono, SH selaku Camat
Kelurahan Dawuhan, meski sudah membentuk Forum Anak pada tahun 2015
tetapi masih belum ada kegiatan yang jelas terkait forum anak,

“kalo pembentukan sudah, mbak. Sejak tahun 2015, kami sudah


membentuk forum anak tetapi memang masih belum ada kegiatan
karena dari BPMP hanya sekedar sosialisasi pembentukan, tidak
ada kelanjutan lagi terkait petunjuk teknis kegiatan atau
pendampingan. Kami mau mengadakan kegaitan kan tidak ada
dana, dananya ada di BPMP sama BAPPEDA. Bahkan kami tidak
tahu menahu tentang Kelurahan percontohan itu seperti yang
mbak bilang tadi.” (H. Sumarsono, wawancara 25 Agustus 2016
Pukul 10.00 WIB)
Pendapat tersebut didukung oleh pendapat Bapak Edi Wiyono selaku Kabid
Sosbud Bappeda yang merupakan Ketua Gugus Tugas KLA;

“Biasanya untuk kegiatan Forum Anak ini cukup besar sekali,


cukup besar dalam artian kalau melihat dari programnya Forum
Anak ini cukup banyak memang. Bagus sekali ada ini program
masalah adiwiyata, dan lain-lain. Nah menurut saya anggaran ini,
kalau diketahui anggaran di Kabupaten ini cukup sedikit ya itu
masih di-anu-kan untuk apa program Pak Bupati terpilih selama 5
tahun yang disebut dengan MAPADASACITA sembilan belas
prioritas program Bupati masalah infrastruktur dan lain-lain.
Memang untuk anggaran kota apa itu Forum Anak memang kecil
sekali, sehingga itu seakan-akan Forum Anak dan Gugus Tugas itu
115

seakan-akan tidak jalan.” (Edi wiyono S.Sos, M.Si, wawacara 14


Juli 2017 Pukul 09.00 WIB)
Dari pernyataan di atas, dapat kita ketahui bahwa kendala terkait
pembentukan forum anak ditingkat kecamatan hingga desa dan eksistensi forum
anak yaitu masalah anggaran. Berikut anggaran yang diketahui untuk kabupaten
Layak Anak yang dianggarkan melalui APBD.
Tabel 4.12 Anggaran Kabupaten Layak Anak (KLA)
Anggaran 2013 2014 2015
Kabupaten
Situbondo 14% 7% 8%
KLA 73.703.619.482 47.765.278.975 67.672.771.480
APBD 523.043.498.108 638.929.299.186 822.812.135.327

Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa penganggaran kabupaten Layak


Anak mengalami penurunan anggaran pada tahun 2013 hingga tahun 2014 sebesar
7% dari total jumlah APBD. Sedangkan pada tahun 2015 mengalami peningkatan
sebesar 1% di total APBD menjadi 67.672.771.480 miliar. Dana tersebut
kemudian dialokasikan untuk 5 klaster yang tercantum di dalam program
Kabupaten Layak Anak. Berikut anggaran yang diketahui untuk Kabupaten Layak
Anak dalam 5 kluster:
Tabel 4.13 Alokasi Anggaran KLA dalam 5 Klaster
Kluster 2013 2014 2015
Kelembagaan 2.057.450.400 1.464.787.200 2.877.880.900
Hak sipil dan Kebebasan 464.924.850 788.819.000 805.201.175
Hak pengasuhan 324.468.000 366.953.000 451.431.000
Hak kesehatan 14.804.710.532 14.945.358.162 14.230.712.005
Hak Pendidikan 55.791.965.700 29.913.389.113 43.999.277.900
Hak perlindungan khusus 260.100.000 285.972.500 308.268.500
Jumlah 73.703.619.482 47.765.278.975 67.672.771.480

Dari data tersebut, menunjukkan bahwa anggaran yang tergolong dalam


klaster Hak Sipil dan Kebebasan pada tahun 2015 sebanyak 805.201.175 juta.
Anggaran tersebut dialokasikan untuk memenuhi segala kebutuhan anak, misal
pembuatan akta kelahiran dan berbagai kegiatan anak yang diwadahi oleh Forum
116

Anak, serta menyediakan berbagai informasi yang layak bagi anak. Berikut ini
uraian alokasi anggaran untuk klaster Hak Sipil dan Kebebasan:
Tabel 4.14 Alokasi Anggaran Forum Anak
2013 2014 2015 2016
Anak yang diregistrasi
dan mendapatkan
kutipan akta 208.724.900 456.665.500 491.469.000 -
kelahiran/100% (semua
anak)
Fasilitas informasi
layak anak/ada,
dapat diakses oleh
semua anak dan 216.199.950 184.693.500 184.103.175 -
jumlahnya
meningkat setiap
tahun
Forum anak,
termasuk kelompok
anak yang ada di
kabupaten, kota,
kecamatan dan
40.000.000 147..460.000 173.439.000 292.654.000
desa/keluarahan
meningkat setiap
tahun dan harus ada
forum anak
kabupaten/kota

Anggaran tersebut dialokasikan untuk berbagai kebutuhan teknis forum


anak, sosialisasi pembentukan forum anak, penguatan forum anak dan
pendampingan MOS/MOPDB ramah anak. Dari tahun 2013 hingga tahun 2016,
anggaran yang semula hanya 40.000.000,- sudah mengalami kenaikan hingga
292.654.000,-. Seharusnya anggaran sudah bukan lagi menjadi masalah ketika
kegiatan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten hanya sekedar sosialisasi
pembentukan Forum Anak, penguatan Forum Anak dan kegiatan Forum Anak
Kabupaten. Namun, anggaran tidak akan memadai ketika seluruh kegiatan Forum
Anak dari tingkat Desa/kelurahan hingga Kecamatan dianggarkan oleh
Kabupaten.
117

e. Tidak tersedia fasilitator anak di tingkat Kecamatan


Tidak semua Kecamatan, Desa/kelurahan berkomitmen mengembangkan
Forum Anak. Dari total 17 Kecamatan yang berkomitmen mengembangkan
Forum Anak hanya 8 (delapan) Kecamatan yang berkomitmen membentuk Forum
Anak dan sekitar 15 Desa/kelurahan yang berkomitmen mengembangkan Forum
Anak dari 136 jumlah Desa yang ada di Kabupaten Situbondo. Meskipun
pemerintah daerah dalam upaya untuk mengembangkan Forum Anak telah
melakukan sosialisasi pembentukan forum anak di tiga titik dan juga telah
melakukan sosialisasi penguatan forum anak dengan tujuan program forum anak
yang dicanangkan oleh pemerintah kabupaten tidak sekedar pembentukan saja,
tetapi juga memiliki kegiatan yang jelas. Hingga sosialisasi penguatan dilakukan,
jumlah Forum Anak yang ada ditingkat Kecamatan hingga Desa/kelurahan tidak
juga bertambah. Karena beberapa pemerintah kecamatan dan pemerintah Desa
masih belum mengetahui tentang keberadaan forum anak. Sedangkan bagi
Kecamatan maupun Desa yang sudah mengetahui forum anak namun masih
belum juga melakukan pembentukan karena pemerintah kecamatan maupun
pemerintah Desa tidak mengerti terkait petunjuk teknis mekanisme pembentukan
forum anak, seperti yang dituturkan oleh Bapak Muhammad Rasidi, S.KM, MM
selaku Kasi Pembangunan Kecamatan Asembagus;
“kita mau membentuk bisa saja tetapi kita tidak mau hanya sekedar
membentuk kemudian tidak jalan. Kita mau membentuk kendalanya
tidak ada petunjuk teknis dari pihak BPMP, mereka hanya sebatas
sosialisasi. Tidak ada pendampingan terkait pembentukan forum
anak dari pemerintah Kabupaten.” (Muhammad Rasidi, S.KM, MM,
wawancara 18 Juli 2016 pukul 10.00 WIB)

Selain itu, program forum anak ditingkat kecamatan dan desa belum
memiliki program kerja yang jelas, sehingga belum ada laporan kegiatan yang
sudah terlaksana. Seperti yang dituturkan oleh Bapak Hadi Soesanto, SH selaku
Kasi Pembangunan Kecamatan Besuki;
“kami sudah membentuk forum anak tetapi memang tidak seberapa
aktif dibandingkan dengan forum anak yang ada di Kabupaten.
Karena untuk menyusun dan melakukan kegiatan tidak ada
pendampingan dari Kabupaten atau istilahnya tidak ada fasilitator
118

khusus di Kecamatan.” (Hadi Soesanto, wawancara 3 Agustus 2016


Pukul 10.00 WIB)
Bagi kecamatan maupun desa yang belum berkomitmen mengembangkan
program forum anak tetap berkewajiban mengirimkan delegasi minimal 2 (dua)
anak berprestasi untuk mengikuti kegiatan yang dilaksanakan forum anak
kabupaten, misalnya ketika mengikuti kegiatan Kongres Anak yang
diselenggarakan selama 2 tahun sekali untuk memilih pengurus forum anak yang
baru. Surat delegasi tersebut ditandatangani oleh Kepala Desa dan Camat.
Berdasarkan hasil penelitian dan pemaparan beberapa narasumber diatas,
dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa hambatan dalam pencapaian indikator
klaster hak sipil dan kebebasan di Kabupaten Situbondo yaitu, masyarakat
dengan tempat tinggal yang jauh masih memanfaatkan biro jasa dalam pengurusan
dokumen kependudukan baik melalui perangkat desa maupun orang yang
memang memiliki mata pencaharian sebagai biro jasa dengan biaya yang relatif
mahal, tidak memenuhi persyaratan administrasi kependudukan contohnya orang
tua tidak memiliki buku nikah sehingga tidak dapat mengurus akta kelahiran bagi
anak. Sering tertundanya rapat evaluasi, koordinasi dan pembinaan karena
kurangnya Koordinasi antar SKPD terkait tentang pengembangan Kebijakan
Kabupaten Layak Anak sehingga beberapa SKPD tidak menjalankan tugasnya
karena belum mengerti akan tugasnya dalam pengembangan kabupaten layak
anak. Selain itu yaitu kurangnya komunikasi yang intens antar SKPD yang sering
kali menimbulkan perselisihan antar SKPD dan lamanya penanganan masalah-
masalah yang terjadi.
BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti terkait evaluasi
kebijakan pengembangan kabupaten layak anak khususnya dalam pemenuhan
klaster hak sipil dan kebebasan melalui ketercapaian indikator yang telah
ditentukan oleh pemerintah kabupaten situbondo tercantum dalam Peraturan
Bupati No. 39 Tahun 2013 tentang Rencana Aksi Daerah Kabupaten Layak Anak
(KLA) Tahun 2013-2017 bahwa adanya kebijakan kabupaten layak anak belum
sepenuhnya memberikan perubahan kepada masyarakat terutama terkait
pemenuhan hak anak. Adapun indikator tersebut, antara lain, presentase
kepemilikan akta kelahiran, pembentukan forum anak sebagai wadah partisipasi
anak, serta adanya sistem dan mekanisme kontrol terhadap informasi negatif
untuk anak.
Dari hasil evaluasi kebijakan pengembangan Kabupaten Layak Anak (KLA)
khususnya dalam klaster Hak Sipil dan Kebebasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Indikator yang telah ditentukan Pemerintah Kabupaten sebagaimana
tercantum dalam Peraturan Bupati No. 39 Tahun 2013 belum tercapai, hal
ini terbukti dengan belum semua anak teregistrasi memiliki akta kelahiran,
hanya 9 Kecamatan dan 6 Desa/Kelurahan yang berkomitmen
mengembangkan Forum Anak, belum dilaksakannya mekanisme lokakarya
dan mekanisme kontrol terhadap informasi negatif untuk anak. Kabupaten
Situbondo masih tergolong kategori Kabupaten Menuju Layak Anak masih
belum dikategorikan sebagai Kabupaten Layak Anak.
2. Hambatan dalam ketercapaian indikator tersebut yaitu kurangnya keseriusan
pemerintah dalam menjalankan kebijakan kabupaten layak anak,
keterbatasan anggaran, kurangnya koordinasi antar SKPD, masih adanya
biro jasa, permasalahan administrasi pernikahan dan tidak tersedianya
fasilitator anak di tingkat Kecamatan.
120

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti


merekomendasikan beberapa saran terkait evaluasi kebijakan pengembangan
Kabupaten Layak Anak (KLA) dalam pemenuhan klaster hak sipil dan kebebasan
di Kabupaten Situbondo, antara lain:
a. Meningkatkan dan memaksimalkan kinerja Gugus Tugas Kabupaten
Layak Anak (KLA) untuk menjalankan koordinasi antar SKPD dalam
pelaksanaan masing-masing tupoksinya agar indikator yang tercantum
dalam Kabupaten Layak Anak tercapai sehingga Kabupaten Situbondo
akan tergolong Kabupaten Layak Anak.
b. Adapun saran terkait hambatan-hambatan dalam ketercapaian indikator,
antara lain;
1) Dalam menanggulangi masalah Biro Jasa meskipun pemerintah
mengalami kesulitan karena tidak ada Undang-undang yang mengatur
terkait biro jasa atau pihak ketiga dalam pengurusan dokumen
kependudukan, namun pihak DISPENDUK dan CAPIL bisa
mengantisipasi dengan mempersulit proses pembuatan dokumen yang
melalui pihak calo baik yang ber-plat merah maupun hitam.
2) Terkait masalah administrasi pernikahan, sebaiknya pihak DISPENDUK
dan CAPIL bekerja sama dengan Kantor Kementerian Agama terkait
pembuatan administrasi pernikahan dan juga sosialisasi kepada
masyarakat secara menyeluruh bahwa pengurusan akta kelahiran bisa
diproses meski hanya atas nama seorang Ibu;
3) Meningkatkan jumlah anggaran untuk Kabupaten Layak Anak dan
mengalokasikan sesuai kegiatan sebagaimana tercantum dalam Peraturan
Bupati No. 39 Tahun 2013 Tentang Rencana Aksi Daerah Kabupaten
Layak Anak (RAD-KLA) Tahun 2013-2017;
4) Meningkatkan sarana dan prasarana untuk melakukan sosialisasi dan
pendampingan terkait petunjuk teknis pembentukan forum anak di seluruh
kecamatan dan Desa/kelurahan di Kabupaten Situbondo. Meningkatkan
jumlah fasilitator hingga ditingkat Kecamatan tidak hanya ditingkat
121

kabupaten saja. Pemerintah Kabupaten bisa memanfaatkan tenaga


akademik untuk melakukan pendampingan terkait pembentukan Forum
Anak ditingkat Kecamatan dan Desa/Kelurahan.
122

DAFTAR PUSTAKA

Wibawa, Samodra. 2011. Politik Perumusan Kebijakan Publik. Yogyakarta:


Graha Ilmu

Winarno, Budi. 2016. Kebijakan Publik Era Globalisasi. Jakarta: PT. Buku Seru

Abidin, Said Zainal. 2012. Kebijakan Publik. Jakarta: Salemba Humanika

Huntington, Samuel P dan Joan Nelson. 1977. Partisipasi politik (terjemahan).


Jakarta: Rineka Cipta

Saiful Mujani, dkk. 2012. Kuasa rakyat (analisis tentang perilaku memilih dalam
pemilihan legislatif dan presiden indonesia pasca-orde baru). Jakarta
Selatan: Mizan Publika

Nugroho, Riant. 2012. Public Policy. Edisi keempat. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo

Nugroho, Riant. 2009. Public Policy. Edisi ketiga. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo

Setyodarmodjo, Soenarko. 2000. Public Policy (Pengertian Pokok Untuk


Memahami Dan Analisa Kebijaksanaan Pemerintah). Cetakan Kedua.
Surabaya: Airlangga University Pers

Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya

Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Teori Dan Praktik. Jakarta:
PT Bumi Aksara

Universitas Jember. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Cetakan Keempat.


Jember: Badan Penerbit Universitas Jember

Basrowi Dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka


Cipta

Hamdi, Muchlis. 2014. Kebijakan Publik (Proses, Analisis, dan Partisipasi).


Jakarta: Ghalia Indonesia

Nugroho, Riant. 2014. Metode Penelitian kebijakan. Cetakan kedua. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar
123

Pedoman Pengembangan Forum Anak. 2012. Deputi Bidang Tumbuh Kembang


Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia

Produk Hukum:
UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Kebijakan
Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Indikator
Kabupaten/Kota Layak Anak
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Panduan
Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak
Peraturan Daerah Kabupaten Situbondo Nomor 18 Tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan
Peraturan Bupati Situbondo Nomor 39 Tahun 2013 Tentang Rencana Aksi Daerah
Kabupaten Layak Anak (RAD-KLA) Tahun 2013-2017

Website:
http://bappeda.situbondokab.go.id
http://situbondo.bps.go.id

Anda mungkin juga menyukai