dalam psikologi didefinisikan sebagai prosedur untuk membangun keakraban dalam proses komunikasi agar
baik sender maupun receiver memiliki pandangan yang sama tentang hal yang dikomunikasikan sehingga proses
komunikasi pun berjalan dengan efektif. Melengkapi definisi ini, NLP mengajarkan bahwa rapport adalah
proses connection building agar antara pihak yang berkomunikasi berada dalam ‘gelombang’ yang sama. Tanpa rapport,
kita ibarat seseorang yang memiliki keinginan untuk mencapai sebuah tempat di seberang sungai besar tanpa ada
jembatan yang menjadi penghubung. Kita mungkin bisa mencapai tempat tersebut, namun tentu dengan effort yang
cukup besar baik dengan cara berenang atau membuat rakit plus berjibaku dengan derasnya arus air. Memahami dan
mengaplikasikan rapport akan menjadikan Anda seorang komunikator handal dengan hambatan resistensi minimal.
Structuring (pembatasab) adalah teknik yang digunakan konselor untuk memberikan batas-batas atau
pembatasan agar proses konseling berjalan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dalam konseling.
Menurut Lutfi dkk, structuring adalah teknik penyepakatan dan penginformasian akan perlunya dan
diikutinya batasan-batasan tertentu dalam proses konseling agar dapat berjalan sesuai dengan
prinsip-prinsip layanan profesional.
Prinsip-prinsip
Adapun prinsip=prinsip dalam teknik structuring adalah sebagai berikut:
1. Di lakukan pada sesi awal pertemuan.
2. Diberikan pada keadaannya membutuhkan.
Jenis-jenis Strukturing:
Teknik strukturing terdiri atas beberapa macam, antara lain sebagai berikut:
a. Time limit (pembatasan waktu), menyepakati pertemuan konseling akan dilakukan seberapa lama.
1) Time limit dari konseli
Konseli : “pak, sebetulnya sudah seminggu yang lalu saya ingin
menemui bapak, tetapi baru kali ini saya dapat berjumpa dengan bapak. Dan hari ini saya dapat
berjumpa dengan bapak dari jam 08.00 sampai jam 08.30, karena jam 08.30 nanti saya ada acara
pembekalan PPL di laboratorium.”
Konselor : “kalau demikian, marilah kita manfaatkan waktu selama 30
menit ini dengan sebaik-baiknya.”
2) Time limit dari konselor
Konseli : “saya sulit sekali menyesuaikan diri dengan teman-teman di
kampus ini, karena itulah saya kemari untuk memperbincangkannya dengan ibu.”
Konselor : “bagus, anda kemari untuk membahas masalah anda dengan
saya, namun perlu diketahui bahwa jam 10.00 nanti saya diundang oleh dekan untuk menghadiri
rapat dan kita hanya memiliki waktu selama 45 menit. Oleh karena itu, marilah kita gunakan waktu ini
dengan sebaik-baiknya.”
b. Role limit (pembatasan peran), menjelaskan peran konselor yang pokok agar tidak salah persepsi
mengenai tugas dan tanggung awab konselor.
Konseli : “akhir-akhir ini saya sulit sekali mengkonsentrasikan diri
Dalam belajar, karena itu saya menemui bapak untuk meminta nasihat bagaimana cara belajar yang
baik.”
Konselor : “anda meminta nasihat dari saya? Perlu diketahui bahwa saya
tidak dapat memberikan nasihat sebagaimana yang anda minta, tetapi marilah kita bicarakan
bersama masalah yang sedang anda alami kemudian kita cari jalan keluarnya.”
c. Problem limit (pembatasan masalah)
Konseli : “pak, saya sulit sekali berkonsentrasi dalam belajar, sehingga
ketika ujian berlangsung saya tidak dapat mengerjakannya dengan baik, maka dari itu nilai saya
menjadi jelek. Disamping itu, dikelas saya juga sulit sekali bergaul dengan lawan jenis dan satu hal
lagi pak, bagaimana ya caranya agar saya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru?”
Konselor : “dalam masalah yang anda kemukakan tadi, setidaknya ada
tiga hal yang menjadi masalah yaitu masalah berkonsentrasi dalam belajar, masalah dengan bergaul
dengan lawan jenis, dan masalah penyesuaian diri. Nah, dari ketiga masalah tersebut, mana yang
mendesak untuk kita bicarakan terlebih dahulu?”
d. Action limit (pembatasan tindakan), meminta konseli untuk mengendalikan tindakannya agar tidak
mengarah pada perusakan.
Konseli : “(datang ke ruang konseling dengan marah-marah, wajah
memerah, dan dengan menyobek-nyobek kertas)”
Konselor : “tenang-tenang, anda boleh mengutarakan apa saja disini,
tetapi satu hal yang tidak boleh anda lakukan disini yaitu mengotori ruangan ini.”
e. Service limit (pembatasan layanan), menjelaskan jenis-jenis dan sifat-sifat layanan yang diberikan
oleh konselor.
f. Topic limit (pembatasan topik), mengajak konseli memilih masalah diantara sejumlah masalah yang
ada.
g. Goal limit (pembatasan tujuan), mengspesifikasikan tujuan yang diharapkan akan tercapai dalam
proses konseling.
h. Cost limit (pembatasan biaya), penginformasian biaya jika dalam konseling yang dilakukan dikenakan
biaya.
i. Confidentiality limit (batasan jaminan kerahasiaan), meyakinkan konseli bahwa semua yang
diceritakan akan sepenuhnya dijaga kerahasiannya.
Konseli : “bagaimana ya pak, apa saya harus menceritakan
semuanya..... saya nggak enak pak....”
Konselor : “saya memahami perasaanmu, memang berat untuk
menyampaikan, tetapi perlu kamu ketahui, kita tidak ingin merugikan atau menyakiti siapapun. Kalau
itu sifatnya rahasia, saya menjamin untuk menjaga kerahasiaannya.
Arah pembicaraan : agarkonseli bisa bercerita lebih bebas tanpa takut
rahasianya akan tersebar.
Penolakan (resistance)
Sumber munculnya resistensi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu resistensi internal
dan resistensi yang bersifat eksternal. Resistensi internal datang dari kepribadian klien sendiri,
dan resistensi eksternal timbul sebagai hasil konseling misalnya pengaruh teknik yang digunakan
oleh konselor atau sikap kontratransparasi konselor.
Memberikan indikasi kemajuan wawancara pada umumnya dan dasar untuk rumusan
diagnostik dan prognostik
Memberikan informasi kepada konselor, bahwa ada struktur pertahanan dari klien,
sehingga konselor harus mempertimbangkan proses selanjutnya.
Sebagai mekanisme protektif (perlindungan dari ancaman) bagi diri klien
melalui sistem pertahanannya.
Menurut Bugental (1952) dalam Brammer dan Shostrom (1982) mengemukakan lima tingkatan
intensitas gejala resistensi mulai dari yang paling rendah sampai ke paling tinggi intensitasnya
yaitu:
Ada beberapa langkah untuk mengatasi sikap resistensi dari klien yaitu
Pemindahan (transference)
Secara umum menunjukkan dimana klien mengalihkan atau mengaitkan perasaan atau sikap
kepada konselor menurut cara yang pernah klien arahkan kepada orang berarti (significant
others), misalnya orang tua atau orang yang pernah menguasai dan mendominasinya pada masa
lalu (Mappiare, 2006).
Istilah pemindahan (transference) dalam pengertian yang luas menurut Brammer dan Shostromm
(1982) menunjukkan penyataan perasaan-perasaan klien terhadap konselor, apakah berupa reaksi
rasional kepada kepribadian konselor atau proyeksi yang tidak sadar dari sikap-sikap dan
stereotipe sebelumnya. Dalam proses konseling klien memproyeksikan sikap-sikapnya secara
tidak sadar terhadap konselor.
Pemindahan dapat bersifat positif yaitu bila klien memproyeksikan perasaannya afeksinya
(misalnya: cinta, hormat, menghargai) atau ketergantungannya kepada konselor. Bersifat negatif
yaitu bila klien memproyeksikan perasaan kebencian dan agresinya kepada konselor. Fungsi
terapeutik pemindahan dalam konseling adalah
Secara umum pemindahan balik mengacu pada suatu kejadian dalam konseling dimana konselor
memproyeksikan, menanggapi setara, perasaan-perasaan atau sikap klien berdasarkan pada
pengalaman masa lalu atau hubungan konselor dengan orang lain (Mappiare, 2006).
Definisi yang lain dikemukakan oleh Brammer dan Shostrom (1982) bahwa pemindahan balik
merupakan reaksi emosional dan proyeksi konselor terhadap klien, baik yang disadari maupun
tidak disadari. Pemindahan balik ini dapat timbul karena bersumber dari kecemasan.
Dalam psikologi komunikasi, bahasa disebut juga dengan pesan linguistik. Bahasa dalam psikologi
komunikasi didefinisikan melalui dua macam cara yaitu definisi fungsional dan definisi formal. \
Definisi fungsional memandang bahasa dari segi fungsi. Dalam artian, bahasa dipandang sebagai
alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Bahasa sebagai alat komunikasi hanya
dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk
menggunakannya. Sedangkan, definisi formal memandang bahasa sebagai semua kalimat yang
terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tata bahasa.
Bahasa sebagai bagian terpenting dalam proses komunikasi efektif telah menjadi magnet para
peneliti dari berbagai disipilin ilmu untuk mengkaji bahasa lebih jauh. Berbagai teori pun
dikembangkan sebagai cara untuk memahami bahasa dan penerapannya dalam komunikasi.
Teori bahasa dalam komunikasi umumnya menitikberatkan pada cara manusia berbahasa, bahasa
dan kaitannya dengan proses berpikir, kata-kata dan makna, karakteristik bahasa, diskursus, dan
lain-lain.
Adapun teori-teori bahasa dalam komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli adalah sebagai
berikut :
Bagi Saussure, bahasa tidak mencerminkan realitas namun menciptakan pengalaman bagi
penggunanya. Saussure menekankan pada kajian struktur bahasa dibandingkan penggunaan
bahasa dalam tataran praktis (Baca juga : Penggunaan Dialek Dalam Komunikasi).
Sementara itu, imitasi adalah menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya. Dan,
yang dimaksud dengan peneguhan adalah ungkapan kegembiraan yang dinyatakan ketika anak-
anak mengucapkan kata-kata dengan benar.
3. Teori Nativisme
Melalui teori ini, Noam Chomsky menyatakan bahwa setiap anak mampu menggunakan suatu
bahasa karena adanya pengetahuan bawaan yang dibawa secara genetik.
Meskipun bahasa memiliki struktur luar yang berbeda, namun masing-masing bahasa sejatinya
memiliki struktur pokok bahasa yang sama (Rakhmat, 2001 : 272-273).
4. Teori Perkembangan Mental
Teori yang dikembangakan oleh Jean Piaget ini menyatakan bahwa struktur universal yang yang
menimbulkan pola berpikir yang sama pada tahap-tahap tertentu dalam perkembangan mental anak-
anak.
Piaget dan Chomsky sependapat bahwa otak manusia bukanlah penerima pengalaman yang pasif
melainkan sebuah organ yang dilengkapi dengan bermacam kemampuan bawaan (Rakhmat, 2001 :
273) (Baca juga : Keterbatasan Bahasa dalam Komunikasi Verbal).
Secara singkat, teori ini menyatakan bahwa pandangan kita tentang dunia dibentuk oleh bahasa.
Karena bahasa berbeda, maka pandangan kita tentang dunia juga akan berbeda.
Secara selektif, kita menyaring data sensori yang masuk seperti yang telah diprogam oleh bahasa
yang kita pakai. Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda hidup dalam
dunia sensori yang berbeda pula (Rakhmat, 2001 : 275) (Baca juga : Gangguan Bahasa dalam
Komunikasi).
6. Teori General Semantics
Teori general semantics yang pertama kali digagas oleh Alfred Korzybski ini menjelaskan
karakteristik bahasa yang mempersulit proses penyandian. Menurut teori ini, bahasa bukanlah alat
penyandian yang baik.
Teori ini juga menguraikan kesalahan penggunaan bahasa, menelaah bagaimana berbicara dengan
cermat, bagaimana keadaan sebenarnya, bagaimana menghilangkan kebiasaan berbahasa yang
menyebabkan kerancuan dan kesalahapahaman (Rakhmat, 2001 : 281-282). (Baca
juga : Kelemahan Bahasa sebagai Media Komunikasi).
8. Analisis Percakapan
Menurut Littlejohn (2009), berbagai teori yang menekankan pada percakapan didasarkan pada
asumsi bahwa manusia menggunakan diskursus untuk mencapai beragam fungsi komunikasi sosial
menurut para ahli. Mereka akan melakukan lebih banyak terkait dengan fungsi pesan individu.
Mereka memahami bahwa diskursus dicapai melalui tindakan bersama. Fungsi-fungsi tersebut
dicapai secara bersama-sama melalui interaksi yang terorganisir di antara partisipan.
Lebih lanjut Littlejohn menyatakan bahwa teori ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana mitra
percakapan bergabung membentuk pola yang koheren yang dapat membuat atau membentuk makna
(Baca juga : Faktor Penyebab Distorsi dalam Komunikasi).
Demikianlah ulasan singkat tentang teori bahasa dalam komunikasi. Semoga dapat menambah
wawasan dan pengetahuan tentang berbagai teori yang menitikberatkan pada bahasa dalam
komunikasi.
Self-Disclosure (Pengungkapan Diri)
Menurut Morton (dalam Sears, dkk., 1989) pengungkapan diri merupakan kegiatan membagi perasaan dan
informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi di dalam pengungkapan diri ini bersifat deskriptif atau
evaluatif. Deskniptif artinya individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin belum
diketahui oleh pendengar seperti, jenis pekerjaan, alamat dan usia. Sedangkan evaluatif artinya individu
mengemukakan pendapat atau perasaan pribadinya seperti tipe orang yang disukai atau hal-hal yang tidak
disukai atau dibenci.
Pengungkapan diri ini dapat berupa berbagai topik seperti informasi perilaku, sikap, perasaan, keinginan,
motivasi dan ide yang sesuai dan terdapat di dalam diri orang yang bersangkutan. Kedalaman dan
pengungkapan diri seseorang tergantung pada situasi dan orang yang diajak untuk berinteraksi. Jika orang
yang berinteraksi dengan menyenangkan dan membuat merasa aman serta dapat membangkitkan semangat
maka kemungkinan bagi idividu untuk lebih membuka diri amatlah besar. Sebaliknya pada beberapa orang
tertentu yang dapat saja menutup diri karena merasa kurang percaya (Devito, 1992).
a. Basa-basi merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau dangkal, walaupun terdapat
keterbukaan diantara individu, terapi tidak terjadi hubungan antar pribadi. Masing-masing individu
berkomuniikasi basa-basi sekedar kesopanan.
b. Membicarakan orang lain yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah tentang orang lain atau hal-hal
yang diluar dirinya. Walaupun pada tingkat ini isi komunikasi lebih mendalam tetapi pada tingkat ini individu
tidak mengungkapkan diri.
c. Menyatakan gagasan atau pendapat sudah mulai dijalin hubungan yang erat. Individu mulai
mengungkapkan dirinya kepada individu lain.
d. Perasaan: setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang sama tetapi perasaan atau emosi
yang menyertai gagasan atau pendapat setiap individu dapat berbeda-beda. Setiap hubungan yang
menginginkan pertemuan antar pribadi yang sungguh-sungguh, haruslah didasarkan atas hubungan yang jujur,
terbuka dan menyarankan perasaan-perasaan yang mendalam.
e. Hubungan puncak: pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam, individu yang menjalin hubungan
antar pribadi dapat menghayati perasaan yang dialami individu lainnya. Segala persahabatan yang mendalam
dan sejati haruslah berdasarkan pada pengungkapan diri dan kejujuran yang mutlak.
a. Ekspresi (expression)
Dalam kehidupan ini kadang-kadang manusia mengalami suatu kekecewaan atau kekesalan, baik itu yang
menyangkut pekerjaan ataupun yang lainnya. Untuk membuang semua kekesalan ini biasanya akan merasa
senang bila bercerita pada seorang teman yang sudah dipercaya. Dengan pengungkapan diri semacam ini
manusia mendapat kesempatan untuk mengekspresikan perasaan kita.
Self-loathing atau self-hatred
Hampir setiap orang pernah merasa kurang baik dan tidak puas dengan keadaan
sekarang. Hingga akhirnya, muncul rasa tidak suka dan seolah memarahi diri karena
menjadi tidak cukup baik untuk saat ini. Pernyataan seperti,
“Aku terlalu gendut, tidak ada apa-apanya dibandingkan mereka yang bertubuh
langsing.”
“Memang ku selalu buat kesalahan ya, gak bisa tampil dengan baik seperti dia. Gimana
ingin jadi yang terbaik kalau begini.”
“Aku memang gak pantas berhasil, ku saja tidak mengetahui apa yang sesungguhnya
ingin ku capai.”
Mindful Listening
Mendengarkan seharusnya kita lakukan dengan sepenuh hati, penuh perhatian dan
kesadaran atau lebih dikenal dengan istilah mindful listening. Mindful listening adalah
proses mendengarkan dengan penuh perhatian, penuh kesadaran dan tidak ada
penghakiman ketika kita berinteraksi dengan orang lain. Mendengarkan dengan ‘being
fully present’ (sepenuhnya hadir pada saat ini) mungkin masih sulit bagi sebagian
orang. Ketika kita mendengarkan orang lain, pikiran kita cenderung mengembara,
kemudian menganalisa dan dengan penuh percaya diri kita menawarkan saran, atau
menjelaskan persepsi kita sendiri tentang informasi yang diberikan. Mendengarkan
dengan penuh kesadaran dan perhatian mengharuskan kita memberi orang lain
ruang untuk berbagi tanpa ada gangguan, timpalan, koreksi, atau saran dan
nasihat yang tidak perlu. Dengan begitu, kita akan dengan mudah mengerti dan
memahami apa yang sedang orang lain rasakan, sehingga timbul rasa empati dari
dalam diri kita.
Mendengarkan tidak perlu tergesa-gesa. Biarkanlah orang lain meluapkan apa yang
sedang ia rasakan. Beri sedikit jeda agar ia merasa nyaman dan tidak diburu-
buru. Hargailah mereka yang mau membuka diri terhadap kita karena
perjuangannya membuka diri itupun tidak mudah. Dengarkanlah mereka dengan
sabar dan penuh keyakinan bahwa kita mendengar untuk benar-benar memahami
mereka.