Anda di halaman 1dari 14

TEKNIK KETERAMPILAN MEMBUAT STRUKTUR

( Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi Konseling )

DOSEN PEMBIMBING:
Dr. Hj. Nurhanifah, M.A

DISUSUN
OLEH KELOMPOK V

BPI – A
Syapitri ( 0102201004 )
Indah Mutia Sari ( 0102201006 )

Nabila ( 0102201072 )
Jadidi ( 0102181036 )

PROGRAM BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

T.A 2021-2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Shalawat berangkaikan salam
tak lupa pula kita hadiah kan kepada Nabi kita Muhammad SAW. Semoga kita mendapatkan
syafaat nya di akhir kelak nanti.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini yang berjudul “Teknik Keterampilan
Membuat Struktur” adalah untuk menyelesaikan tugas kelompok ini. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Dalam
pembuatan makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan atau kekeliruan dalam
penulisan makalah ini ataupun materi yang di sampaikan. Oleh karena itu kami meminta maaf
sebesar-besarnya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Kamis, 21 April 2022

Kelompok V

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………iii

BAB I…………………………………………………………………………………….1
PENDAHULUAN……………………………………………………………………….1
A. Latar Belakang…………………………………………………………………..,1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan Pembahasan……………………………………………………………,,,2

BAB II…………………………………………………………………………………...3

PEMBAHASAN………………………………………………………………………...3
A. Pengertian Penstrukturan………………………………………………………...3
B. Bentuk-Bentuk Penstrukturan…………………………………………………...4
C. Tujuan Penstrukturan…………………………………………………………….6

BAB III………………………………………………………………………………….10
PENUTUP………………………………………………………………………………10
A. Kesimpulan……………………………………………………………………...10
B. Saran…………………………………………………………………………….10

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konseling merupakan aktivitas menciptakan hubungan yang bersifat membantu klien


memahami diri, menyeleksi tindakan,, mengintervensi situasi antar pribadi dan melatih
kepemimpinan. Dengan tujuan untuk mencapai penyesuaian diri yang lebih baik dan
perkembangan kematangan melalui pemberian rangsangan pada klien agar dapat menggali
poensi diri. Seorang konselor yang baik perlu menguasai beberapa keterampilan dasar yang
biasanya disebut dengan micro skill. Diantaranya adalah minimal respon, refleksi, konfrontasi,
mode visual.
Salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh konselor untuk meningkatkan kualitas
dan keefektifan proses konseling adalah refleksi. Dalam makalah ini dijelaskan keterampilan
dalam membuat struktur berupa bentuk-bentuk dan tujuan. Pada kemampuan ini, konselor
peelu memberi feedback yang berisi struktur secara cepat pada saat proses konseling .

Structuring (pembatasan) adalah teknik yang di gunakan konselor untuk memberikan


batas-batas atau pembatasan agar proses konseling berjalan sesuai dengan apa yang menjadi
tujuan dalam konseling. Semua proses konseling pada dasarnya merupakan proses yang
terstruktur. Setiap proses konseling digambarkan melalui parameter, prosedur, kondisi dan
karakteristiknya. Dalam konseling konselor sering seklai menemui klien yang belum
mengetahui apa itu konseling atau masih ragu tentang beberapa aspek yang ada di dalam
konseling. Tujuan penstrukturan adalah menjelaskan peranan konselor, peranan klien, dan
proses konseling yang akan dijalani oleh klien. Atau dengan kata lain tujuan penstrukturan
adalah untuk memberikan penjelasan kepada klien tentang pengertian, tujuan, sifat, asas,
prinsip, dan prosedur penyelenggaraapn konseling. Menjelaskan ini dimaksudkan agar klien
dapat menjalani proses konseling dengan sukarela, terlihat langsung, dan aktif dalam
konseling.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Penstrukturan ?
2. Apa Bentuk-bentuk Penstrukturan ?
3. Apa Tujuan Penstrukturan ?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk Mengetahui pengertian Penstrukturan.
2. Untuk Mengetahui Bentuk-bentuk Penstrukturan.
3. Untuk Mengetahui Penstrukturan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penstrukturan

Menurut Lutfi dkk, structuring adalah teknik penyepakatan dan penginformasian akan
perlunya dan di ikutinya batasan-batasan tertentu dalam proses konseling agar dapat berjalan
sesuai dengan prinsip-prinsip layanan professional. Menurut Day & Sparacio, (1980 dalam
Hariastuti & Darminto, 2007) structuring merupakan teknik atau alat yang digunakan oleh
konselor untuk membatasi aturan-aturan dan arahan dalam proses konseling yang di dalamnya
meliputi kegiatan informing, proposing, suggesting, recommending, negotiating, stipulating,
contracting, dan compromising.
Menurut Brammer & Shostrom ( 1982, dalam Hariastuti & Darminto : 2007),
structuring berisi pembatasan-pembatasan konselor berkenaan dengan sifat, kondisi, batas-
batas, dan tujuan dari proses konseling. Jones ( 1990, dalam Hariastuti & Darminto : 2007)
juga mengungkapkan bahwa structuring merupakan istilah yang di gunakan untuk
menggambarkan perilaku-perilaku yang digunakan oleh konselor untuk membawa kliennya
mengetahui peran konselor dank lien pada setiap tahapan hubungan atau proses konseling.
Defenisi lain mengenai structuring diungkapkan oleh Supriyo & Mulawarman (2006), yakni
teknik yang digunakan konselor untuk memberikan batas-batas atau pembatasan agar proses
konseling berjalan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dalam konseling. 1
Dari beberapa defenisi tentang structuring diatas dapat di simpulkan bahwa defenisi
dari structuring (pembatasan) adalah teknik yang di gunakan konselor untuk memberikan
batas-batas atau pembatasan agar proses konseling berjalan sesuai dengan apa yang menjadi
tujuan dalam konseling.
Semua proses konseling pada dasarnya merupakan proses yang terstruktur. Setiap
proses konseling digambarkan melalui parameter, prosedur, kondisi dan karakteristiknya.
Dalam konseling konselor sering seklai menemui klien yang belum mengetahui apa itu
konseling atau masih ragu tentang beberapa aspek yang ada di dalam konseling. Misalnya
klien tidak mengetahui pengertian, tujuan, prinsip, asa, proses dan peranana konselor. Serta
klien dalam hubungan konseling. Atau klien ragu tentang salah satu aspek konseling, seperti
ragu tentang asas kerahasiaan. Untuk klien seperti itu perlu diberikan penstrukturan.

1
Supriyo dan Mulawarman. Keterampilan Dasar Konseling. ( Semarang : Bimbingan dan Konseling UNNES). 2006.
Hal. 45
3
B. Bentuk – bentuk Penstrukturan
a. Time Limits (Batasan waktu)

Batasan waktu dibutuhkan dalam psoese konseling di sekolah-sekolah. Dalam setiap


sesi wawancara konseling hanya ada sejumlah waktu tertentu yang dapat di berikan konselor
kepada konseli atau klien. Dalam hal ini konselor juga harus menyatakan pada awal pertemuan,
berapa lama konseling akan berlangsung. Hal ini sangat penting, karena konseli harus tahu
berapa waktu yang tersedia sehingga mereka dapat menyampaikan masalah-masalah yang
dialaminya dengan tenang karena tidak diburu- buru waktu. Menurut Brammer dan Shosthom
menyatakan bahwa jika batasan waktu diberikan maka klien seringkali memanfaatkan waktu
semaksimal mungkin untuk mempercepat proses konseling. Dalam pembatasan waktu,
konselor dan konseli menyepakati pertemuan konseling akan dilakukan seberapa lama. 2

Contoh :
Konseli :“pak, sebetulnya sudah seminggu yang lalu saya ingin menemui bapak, tetapi
baru kali ini saya dapat berjumpa dengan bapak. Dan hari ini saya dapat berjumpa dengan
bapak dari jam 08.00, karena jam 08.30 saya ada acara di kantor.”
Konselor :”kalau demikian, marilah kita manfaatkan waktu selama 30 menit ini dengan
sebaik – baiknya.”

b. Action Limits (Batasan Tindakan)

Pembatasan tindakan disini mengacu pada batas-batas tindakan yang boleh ataupun
yang tidak boleh dilakukan. Dalam konseling, konselor tidak boleh membatsai ekspresi verbal
konseli akan tetapi hal-hal yang tidak boleh dilakukan konseli adalah melukai diri sendiri dan
orang lain. Misalnya konseli boleh mengatakan apa saja kepada konselor. Rogers mengatakan
bahwa melukai konselor yang dilakukan konseli merupakan kesalah dan ini dapat menjadikan
kegelisahan bagi konselor dalam hubungannya membantu konseli. Dalam pembatasan
tindakan, konselor meminta konseli untuk mengendalikan tindakannya agar tidak mengarah
pada perusakan.

Contoh :
Konseli :”(datang ke ruang konseling dengan marah-marah, wajah memerah dan dengan
menyobek-nyobek kertas)”
Konselor :“tenang-tenang, anda boleh mengutarakan apa saja disini, tetapi satu hal yang tidak
boleh anda lakukan disini yaitu merusak dan mengotori ruangan ini.”

2
Ibid, hal. 46-47
4
c. Role Limits (Batasan Peran )

Dalam berbgai setting konseling, konselor mungkin memiliki peran ganda. Struktur
peran tidak hanya dimaksudkan untuk membatasi siapa diri konselor pada saat ini (didalam
ruangan) tetapi juga apa yang harus di perankan konselor dank lien dalam proses yang akan
berlangsung. Konselor menjelaskan perannya dalam hubungan konseling karena konseli
kadang-kadang datang kepada konselor dengan konsepsi yang salah. Beberapa konseli
menganggap konseling sebagai obat mujarab yang dapat menyembuhkan dengan cepat seperti
memecahkan masalah dan memberikan nasehat. Sedangkan konseli yang lain sering
beranggapan bahwa tanggung jawab untuk sukses terletak dipundak konselor. Harapan-
harapan yang tidak realistis ini memerlukan penjelasan dari konselor bahwa dalam konseling
yang menentukan keputusan atau yang dapat memecahkan masalah adalah konseli sendiri,
sedangkan konselor hanya membantu mengarahkan. Dalam batasan peran, konselor harus
menjelaskan peran konselor yang pokok agar tidak salah persepsi mengenai tugas dan
tanggung jawab konselor.
Contoh :
Konseli : “akhir-akhir ini saya sulit sekali mengkonsentrasikan diri dalam belajar, karena
itu saya menemui bapak untuk meminta nasihat bagaimna cara belajar yang baik.”
Konselor :”anda meminta nasihat dari saya ? perlu diketahui bahwa saya tidak dapat
memberikan nasihat sebagaimana yang anda minta, tetapi marilah kita bicarakan
bersama masalah yang sedang anda alami kemudian kita cari jalan keluarnya.”

d. Confidentiality Limits (Batasan Jaminan Kerahasiaan)

Dalam batasan ini, konselor berusaha meyakinkan kepada konseli bahwa semua yang
di ceritakan akan sepenuhnya dijaga kerahasiaannya. Sehingga dengan keyakinan konseli
kepada konselor, maka mesalah-masalah yang dihadapi konseli akan diceritakan secara
terbuka. Sehingga dapat dengan mudah di cari jalan keluarnya.

Contoh :
Konseli :”bagaimana ya pak, apa saya harus menceritakan semuanya…..saya gak enak
pak….”
Konselor :”saya memehami perasaan anda, memenag berat untuk menyampaikan, tetapi
perlu anda ketahui, kita tidak ingin merugikan atau menyakiti siapa pun. Kalau itu
sifatnya rahasia, saya menjamin untuk menjaga kerahasiaannya.”

5
C. Tujuan Penstrukturan

Tujuan penstrukturan adalah menjelaskan peranan konselor, peranan klien, dan proses
konseling yang akan dijalani oleh klien. Atau dengan kata lain tujuan penstrukturan adalah
untuk memberikan penjelasan kepada klien tentang pengertian, tujuan, sifat, asas, prinsip, dan
prosedur penyelenggaraapn konseling. Menjelaskan ini dimaksudkan agar klien dapat
menjalani proses konseling dengan sukarela, terlihat langsung, dan aktif dalam konseling.
Lebih jauh diharapkan klien dapat menjalankan hasil konseling dengan penuh kesadaran dan
tanggung jawab atas hasil yang di peroleh. 3 Secara spesifik, tujuan dilakukan penstrukturan
adalah sebagai berikut :

1. Melalui struktur konselor dapat mengomunikasikan kepada klien tentang peran dan
tanggung jawab dirinya dan diri konseli dalam proses konseling serta arah dan proses
konseling yang akan dilaksanakan.
2. Struktur dapat menurunkan atau mengurangi jumlah, intensitas atau dampak dari
kesalahan pengertian antara konselor dan konseli.
3. Struktur dapat digunakan oleh konselor sebagai alat untuk menangani perbedaan-
perbedaan, khususnya perbedaan dalam asumsi dan harapan konselor dan konseli.
4. Struktur juga dapat digunakan oleh konselor untuk menangani munculnya perasaan tidak
pasti dan kecemasan konseli berkenaan dengan hubungan atau proses konseling yang akan
dilaksanakan.
5. Adannya struktur dapat membuat proses konseling menjadi lebih efisien, karena struktur
memformulasikan komponen-komponen atau variabel-variabel prosedur perlakuan
dengan dirumuskan dengan spesifik.
6. Struktur akan membuat konselor lebih comfortable dan pecaya diri.

Tujuan utama menggunakan keterampilan konseling adalah untuk membantu konseli


mengembangkan keterampilan pribadi dan inner strength (kekuatan batin) agar mereka dapat
menciptakan kebahagiaan di dalam kehidupannya sendiri dan orang lain. Dengan demikian
keterampilan konseling digunakan oleh para konselor profesional untuk membantu individu
atau kelompok agar memiliki kemampuan secara mandiri memberdayakan dan menolong
dirinya sendiri. Hal ini secara langsung berkaitan dengan tujuan akhir proses konseling.

Upaya konseli memberdayakan diri dan menolong diri tersebut dapat melalui wujud
pengembangan diri maupun upaya melepaskan diri dari permasalahan yang sedang
dialaminya. Tujuan utama konseling adalah menolong konseli untuk dapat berubah dalam cara

3
Retno dan Eko Darminto. Keterampilan-Keterampilan Dasar Dalam Konseling. (Surabaya: UNESA University
Press) 2007. Hal. 56
6
berfikir dan/ata dalam tindakan mereka sehari-hari, sehingga terhindar dari konsekuensi-
konsekuensi negatif (Geldard & Geldard, 2005).Pemakaian keterampilan konseling oleh
konselor dibagi menjadi lima tujuan berbeda, yaitu:
(1) supportive listening, memberi konseli perasaan dipahami dan diafirmasi; (2) mengelola
situasi bermasalah; (3) problem management; (4) mengubah keterampilan-keterampilan buruk
konseli yang menciptakan masalah bagi konseli; dan (5) mewujudkan perubahan falsafah
hidup (Nelson-Jones, 2008). Tentunya kelima tujuan keterampilan konseling ini
diselenggarakan oleh konselor dengan media komunikasi, baik melalui bahasa verbal dalam
wujud penyampaian kalimat dan/atau kata-kata ataupun melalui isyarat tubuh atau bahasa
nonverbal. Kedua jenis keterampilan komunikasi ini mendasari hampir keseluruhan
penggunaan keterampilan-keterampilan konseling Keterampilan konseling terbagi menjadi
dua, yaitu keterampilan dasar dan keterampilan lanjutan (Capuzzi & Gross, 2013).
Keterampilan dasar konseling terdiri dari: (1) keterampilan penampilan, meliputi
kontak mata, bahasa tubuh, jarak, tekanan suara, dan alur verbal; (2) keterampilan mendengar
dasar, meliputi pengamatan terhadap konseli, perilaku verbal, dorongan, parafrasa dan
membuat kesimpulan, refleksi perasaan, dan mengajukan pertanyaan; (3) keterampilan
selfattending, meliputi kesadaran diri, humor, sikap non-judgemental terhadap diri, dan sikap
nonjudgemental terhadap orang lain, asli dan konkret. Sementara itu keterampilan lanjutan
terdiri dari:
1) keterampilan pemahaman dan penolakan (understanding & challenging), meliputi empati
tingkat tinggi, keterbukaan diri (self disclosure), konfrontasi, dan kesegeraan;
2) keterampilan perilaku, dan
3) keterampilan mengakhiri konseling.Neukrug (2012) menguraikan terdapat empat
pengelompokan utama keterampilan yang digunakan konselor dalam proses konseling,
yaitu: (1) keterampilan dasar terdiri dari mendengarkan, empati dan pemahaman
mendalam, serta diam; (2) keterampilan yang biasa digunakan terdiri dari pertanyaan,
pengungkapan diri, pemodelan, afirmasi dan dorongan, serta menawarkan alternatif,
memberikan informasi, dan memberikan saran; (3) keterampilan lanjutan yang biasa
digunakan terdiri dari konfrontasi, penafsiran dan kolaborasi; (4) keterampilan konseling
lanjutan dan spesialis terdiri dari penggunaan metafora, hipnosis, keterampilan strategis,
metode restrukturisasi kognitif, narasi dan cerita, terapi sentuhan, paradoxical intention,
bermain peran, berbagai teknik visualisasi, dan sebagainya. Secara implisit dapat di cermati
bahwa sebagian besar keterampilan-keterampilan yang dikemukakan tersebut, melibatkan
kemampuan konselor dalam berkomunikasi.
Salah satu bahasan yang lebih kongkret tentang penerapan sejumlah keterampilan
munikasi dikemukakan oleh Nelson-Jones (2008), yaitu: (1) komunikasi verbal; (2)
komunikasi vokal; (3) komunikasi tubuh; (4) komunikasi sentuhan (touch communication);
dan (5) komunikasi mengambil tindakan (taking action communication). Komunikasi verbal
atau percakapan terdiri atas pesan-pesan yang dikirim oleh konselor kepada konseli
denganmenggunakan kata-kata.
7
Dimensi komunikasi verbal meliputi bahasa, isi, frekuensi pembicaraan, dan
kepemilikan atas perbendaharaan kata-kata. Dimensi bahasa tidak hanya meliputi jenis bahasa,
tetapi juga mencakup elemen seperti gaya bahasa formal dan/atau informal yang digunakan.
Misalnya gaya bahasa konselor yang tepat merangsang terwujudnya proses konseling yang
konstruktif. Sementara itu, dimensi isi merujuk pada aspek topik dan bidang permasalahan. Isi
pembicaraan biasanya berfokus pada percakapan tentang diri sendiri, orang lain atau
lingkungan, dan dimensi evaluatif percakapan. Ada kalanya frekuensi pembicaraan lebih
didominasi oleh konselor, namun dalam situasi lain kadang didominasi oleh konseli. Dalam
hal ini, konselor hendaknya mampu menggunakan perbendaharaan kata yang tepat dan
memiliki analisis cermat terhadap perbendaharaan kata yang digunakan konseli (Nelson-Jones,
2008).

Masing-masing perbendaharaan kata yang digunakan memiliki motif-motif tertentu.


Komunikasi vokal konselor dapat menyampaikan tentang apa yang sesungguhnya dirasakan
dan seberapa responsif konselor secara emosional memahami perasaan konseli. Komunikasi
vokal mencakup lima dimensi, yaitu: volume; artikulasi; nada; penekanan; dan kecepatan
berbicara. Konselor hendaknya berkomunikasi dengan suara yang lembut, dapat didengar, dan
nyaman didengar. Kejelasan komunikasi konselor tersebut juga bergantung pada pelafalan kata
yang diucapkan serta kemahirannya dalam mengatur nada dan rentang pembicaraan. Konselor
juga perlu mengatur penekanan-penekanan secara tepat terhadap kata-kata yang digunakan
dalam merespon perasaan dan situasi emosional konseli. Kemudian, konselor juga harus
mempertimbangkan kecepatan berbicara. Pembicaraan yang terlalu cepat dapat menyulitkan
konseli dalam memahami, sebaliknya pembicaraan yang terlalu lambat akan memunculkan
kebosanan konseli dalam mendengarkan. Konselor sesekali perlu untuk diam dan berhenti
pada saat yang tepat, guna memberi ruang bagi konseli untuk berfikir (Nelson-Jones, 2008).
Komunikasi tubuh terdiri atas pesan-pesan yang dikirim oleh anggota tubuh, yaitu ekspresi
wajah, tatapan, kontak mata, gestur, postur atau posisi tubuh, kedekatan secara fisik, pakaian
dan cara berdandan. Ekspresi wajah konselor terutama melalui mata dan alis, merupakan
wahana utama untuk menyampaikan pesan kepada konseli. Konselor dituntut memandang
hanya pada wajah konseli dan senantiasa melakukan kontak mata dengan tepat. Cara pandang
ini sekaligus untuk menampilkan ketertarikannya terhadap pembicaraan dan upaya
mengumpulkan informasi facial. Dimensi eksternal dari komunikasi tubuh yang juga sangat
penting dicermati yaitu pakaian dan cara berdandan. Hal ini berpengaruh terhadap
pengungkapan diri konselor dan informasi tentang seberapa baik konselor mengurus diri
sendiri. Kategori khusus dari komunikasi tubuh yaitu komunikasi sentuhan yang merupakan
upaya mengirim pesan melalui sentuhan fisik.

8
Beberapa hal yang perlu jadi perhatian terkait komunikasi sentuhan, yaitu bagian tubuh apa
yang digunakan konselor untuk menyentuh, bagian tubuh konseli yang disentuh dan seberapa
lembut atau tegas sentuhan tersebut. Terkait dengan jenis keterampilan komunikasi ini, perlu
diperhatikan pertimbangan budaya yang dianut oleh masing-masing konseli. Komunikasi
mengambil tindakan berupa pesan-pesan yang disampaikan konselor dalam situasi tidak
bertatap muka, misalnya mengirimkan catatan tindak lanjut kepada konseli (Nelson-Jones,
2008).

Dari paparan tersebut, diperoleh gambaran yang luas tentang keterampilan komunikasi
yang digunakan dalam penyelenggaraan konseling. Secara garis besar komunikasi tersebut
melibatkan aspek verbal, vokal, tubuh, sentuhan dan tindakan, dengan penekanan-penekanan
yang spesifik pada masing-masingnya. Keterampilan komunikasi konselor merupakan elemen
utama dalam penyelenggaraan konseling. Penguasaan keterampilan komunikasi akan
mendukung efektifitas penggunaan sejumlah keterampilan konseling lainnya dan sekaligus
mendorong kesuksesan konselor dalam penyelenggaran konseling1

1https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://core.ac.uk/download/pdf/287321119.pdf&ve
d=2ahUKEwjNvorUn6f3AhVvaGwGHYOMAdIQFnoECBEQBg&usg=AOvVaw1riumMdHeqqmKcKbeLrCPV (Diakses 22
April 2022) 15.20 WIB

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Structuring (pembatasan) adalah teknik yang di gunakan konselor untuk memberikan


batas-batas atau pembatasan agar proses konseling berjalan sesuai dengan apa yang menjadi
tujuan dalam konseling. Semua proses konseling pada dasarnya merupakan proses yang
terstruktur. Setiap proses konseling digambarkan melalui parameter, prosedur, kondisi dan
karakteristiknya. Dalam konseling konselor sering seklai menemui klien yang belum
mengetahui apa itu konseling atau masih ragu tentang beberapa aspek yang ada di dalam
konseling.
Bentuk – bentuk Penstrukturan dalam proses konseling adalah :
1. Time Limits (Batasan waktu)
2. Action Limits (Batasan Tindakan)
3. Role Limits (Batasan Peran)
4. Confidentiality Limits (Batasan Jaminan Kerahasiaan)

Secara spesifik, tujuan dilakukan penstrukturan adalah sebagai berikut :


1. Melalui struktur konselor dapat mengomunikasikan kepada klien tentang peran dan
tanggung jawab dirinya dan diri konseli dalam proses konseling serta arah dan proses
konseling yang akan dilaksanakan.
2. Struktur dapat menurunkan atau mengurangi jumlah, intensitas atau dampak dari
kesalahan pengertian antara konselor dan konseli.
3. Struktur dapat digunakan oleh konselor sebagai alat untuk menangani perbedaan-
perbedaan, khususnya perbedaan dalam asumsi dan harapan konselor dan konseli.
4. Struktur juga dapat digunakan oleh konselor untuk menangani munculnya perasaan
tidak pasti dan kecemasan konseli berkenaan dengan hubungan atau proses konseling
yang akan dilaksanakan.
5. Adannya struktur dapat membuat proses konseling menjadi lebih efisien, karena
struktur memformulasikan komponen-komponen atau variabel-variabel prosedur
perlakuan dengan dirumuskan dengan spesifik.
B. Saran
Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Tentunya penulis akan memperbaiki makalah ini dan penulis
membutuhkansaran dan juga kritik mengenai makalah yang telah dibuat. Oleh karena itu,
kepada pembaca diharapkan untuk membaca dan kami menerima saran dan juga kritik dari
kalian semua.
10
DAFTAR PUSTAKA

1
Supriyo dan Mulawarman. Keterampilan Dasar Konseling. ( Semarang : Bimbingan dan Konseling
UNNES). 2006. Hal. 45

2
Ibid, hal. 46-47

3
Retno dan Eko Darminto. Keterampilan-Keterampilan Dasar Dalam Konseling. (Surabaya: UNESA
University Press) 2007. Hal. 56

1
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://core.ac.uk/download/pdf/2873211
19.pdf&ved=2ahUKEwjNvorUn6f3AhVvaGwGHYOMAdIQFnoECBEQBg&usg=AOvVaw1riumMdHeqqmKc
KbeLrCPV (Diakses 22 April 2022) 15.20 WIB

11

Anda mungkin juga menyukai