Anda di halaman 1dari 2

 Proses Asimiliasi

Zaman dulu, perbedaan antar manusia tampak begitu jelas. Orang berkulit pucat
misalnya, nggak banyak bergaul dengan yang kulit hitam. Akhirnya, perbedaan budaya
sangat terlihat. Nah, kalau kamu perhatikan sekarang ini, perbedaan-perbedaan itu
mulai nggak terlalu kelihatan. Pergaulan orang-orang nggak lagi berdasarkan warna
kulit ataupun hal-hal lain. Bahkan muncul warna-warna kulit baru yang merupakan
perpaduan. Nah, ini semua ternyata bisa terjadi karena adanya asimilasi.
Istilah asimilasi sering terdengar dimana-mana. Namun tahukah kamu, apa yang
dimaksud dengan asimilasi? Asimilasi adalah bentuk proses sosial yang ditandai
dengan adanya berbagai usaha untuk mengurangi perbedaan-perbedaan di antara
orang-orang atau kelompok manusia. Misalnya, orang Jawa yang bertransmigrasi ke
Papua akan berasimilasi dengan penduduk setempat sehingga batas-batas antara
kelompok masyarakat tidak begitu jelas lagi terlihat satu dengan lainnya. Banyak di
antara mereka yang menikah dengan penduduk setempat.

Proses asimilasi bisa terjadi kalau ada beberapa unsur ini:

1. Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya.

2. Orang perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung
dan intensif untuk waktu lama.

3. Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-


masing berubah dan saling menyesuaikan diri.

Asimilasi dalam suatu komunitas akan bisa berjalan lancar kalau di dalamnya ada
toleransi antar kelompok yang cukup baik, kesempatan yang seimbang di bidang
ekonomi, keterbukaan pemikiran sehingga memungkinkan adanya perkawinan
campuran antar kelompok yang berbeda. Asimilasi juga akan semakin terdukung kalau
ada persamaan sejarah dalam unsur kebudayaan. Misalnya seperti berbagai suku di
Indonesia yang sama-sama pernah dijajah Belanda dan Jepang.

 Proses Inovasi pada masyarakat Papua


Provinsi Papua Barat memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan manusia (ratusan
suku/klen) yang belum diberdayakan secara maksimal, kendatipun pembangunan pertanian
sudah berlangsung cukup lama, kegiatan pertanian tradisional (subsistens) masih dominan
pada Suku Pedalaman Arfak di Manokwari. Inovasi dari luar cenderung diadopsi sebagian
dan sementara, setelah itu mereka kembali ke cara semula. Inovasi selalu dicurigai akan
mengganggu sistem norma lama yang sudah mereka anut secara turun temurun. Namun
gagalnya masyarakat mengadopsi teknologi anjuran disebabkan mereka konservatif, tetapi
lebih dikarenakan rancang-bangun teknologi anjuran tersebut tidak sesuai dengan kondisi
sosio-ekonomi dan ekologi masyarakat tani di pedesaan. Sejalan dengan permasalahan di
atas, penelitian dilakukan dengan tujuan: (1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap proses adopsi inovasi pertanian masyarakat Arfak; (2) Mengetahui sikap
masyarakat Arfak terhadap inovasi pertanian dan kegiatan penyuluhan yang mereka terima
selama ini; (3) Mengidentifikasi nilai-nilai sosial budaya (kebiasaan, tata kelakuan, dan adat
istiadat) yang mendukung dan menghambat usahatani pada masyarakat Arfak dan (4)
Menemukan sistem pengetahuan dan teknologi pertanian lokal masyarakat Arfak. Teknik
penarikan sampel pada penelitian ini adalah probability area sampling yaitu memberikan
peluang yang sama pada setiap kepala keluarga petani Arfak yang tinggal pada wilayah
geografis Pegunungan Arfak untuk menjadi anggota sampel. Diperoleh 4 Distrik, 10
Kampung, dan 100 responden (Kepala Keluarga petani dan Kepala suku, pendeta, tokoh
masyarakat sebagai responden kunci). Menggunakan metode penelitian survei dan
observasi partisipatif untuk mendapatkan data kuantitatif (analisis faktorial, proporsi, dan
SEM) dan kualitatif. Hasil-hasil penelitian adalah: (1) Tahap awal (tahap pengetahuan)
proses adopsi inovasi sangat menentukan yaitu mulai mengenal adanya inovasi dan
memperoleh beberapa pengertian tentang cara inovasi tersebut berfungsi. Faktor yang
sangat berperan adalah sikap mental yaitu keinginan besar untuk mengetahui dan
menggunakan inovasi tersebut; (2) Secara nyata petani Arfak telah mengalami perubahan
sosial, budaya, dan orientasi ekonomi (masa transisi) dari masyarakat tradisional ke modern;
(3) Faktor-faktor nilai sosial pendorong pengembangan petani Arfak adalah kemampuan
berempati. Kekuatan pengganggu menghambat proses adopsi inovasi yaitu pesimistis,
irasional, dan tidak berani mengambil resiko; (4) Konsep ladang berpindah bagi petani Arfak
adalah bermakna sebagai: (a) kesuburan tanah, (b) pelestarian hayati, dan (c) ketersediaan
pangan; (5) Petani Arfak memiliki konsep “Ketahanan Pangan” yaitu waspada terhadap: (a)
tiga waktu tanam, (b) tanaman campuran (multicrop), dan (c) lumbung alam; (6) Produksi
pertanian masyarakat Arfak lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan adat. Masih
kuat kepercayaan terhadap kekuatan gaib “swanggi” yang menyebabkan mereka takut
beraktivitas di luar rumah.

Anda mungkin juga menyukai