Anda di halaman 1dari 3

NAMA : ASIFA U.

KAFIN
NPM : 18051010082
KELAS : A

1. Untuk tugas kemarin, kelompok saya mengambil issue rawannya tsunami di Indonesia,
dan sebagai bentuk pencarian solusi, kelompok saya menyarankan ide rancangan
pemecah ombak yang terinspirasi dari cara kerja kapal laut ketika sedang berlayar.
Menurut saya, kekurangan dari ide rancangan arsitektur resilience kelompok saya
adalah dari segi kebutuhan biaya-nya yang disebabkan oleh beberapa faktor, yakni:
kebutuhan dan ketersediaan material, massa bangunan, dan kuantitas bangunan.

Untuk menahan gaya dorong yang amat besar ketika tsunami terjadi, tentu dibutuhkan
pemecah ombak yang tidak kecil. Massa pemecah ombak tentu harus cukup kuat untuk
menahan beban yang ditimbulkan ketika tsunami terjadi. sementara, dari sisi kuantitas,
tentu diperlukan banyak sekali pemecah ombak dalam 1 garis pantai.

Selain itu, agar pemecah ombak ini dapat bekerja dengan baik selayaknya tujuan awal,
tentu diperlukan material yang amat kuat dan berteknologi tinggi. Badan pemecah
ombak harus dilapisi material yang tahan gaya dorongan air kuat dan berkecepatan
tinggi. Pondasi pemecah ombak juga harus diperhitungkan dengan baik dan terbuat dari
material yang sangat kuat agar pemecah ombak tidak malah terpental diterjang tsunami
dan menimbulkan lebih banyak kerusakan karena massa serta kuantitasnya yang tidak
kecil. Padahal, di Indonesia sendiri, kemajuan sains dan teknologi untuk pembuatan
material seperti itu belum memadai, maka, dalam penyediaan material, kemungkinan
besar akan membutuhkan proses import.

Dari beberapa perkiraan diatas, dapat dilihat bahwa kemungkinan halangan terbesar
dalam pembangunan pemecah ombak ini adalah dari segi biaya. Kebutuhan material
yang berkualitas tinggi yang kemungkinan membutuhkan proses import tentu memakan
biaya yang tidak sedikit ditambah lagi dengan luas area dan volume bangunan yang
tidak kecil, serta kuantitas bangunan yang tidak sedikit tentu akan menambah anggaran
dana pembangunan. Apalagi, biaya maintenance-nya nanti jika sudah beroperasi.

Oleh karena itu, jika ide rancangan ini betul-betul akan direalisasikan di Indonesia,
tentu diperlukan persiapan yang amat matang. Jangan sampai, karena perencanaan yang
tidak matang, pembangunan justru mangkrak di tengah jalan. Kalaupun nanti sudah
berhasil terbangun, maintenance juga betul-betul harus diperhatikan agar bangunan
yang sudah memakan banyak biaya ketika proses pembangunannya ini tidak mudah
rusak dan malah melenceng dari tujuan awal.

2. Salah satu insting terkuat manusia adalah bertahan hidup. Dan karena insting inilah,
kemudian peradaban manusia terus berubah dalam rangka memenuhi kebutuhannya.
Namun, dinamika peradaban manusia tersebut tidak selamanya berdampak positif, dan
justru dapat berubah menjadi ancaman eksistensial bagi peradaban manusia itu sendiri
apabila keseimbangan alam yang merupakan “rumah asli” bagi peradaban manusia
tidak dijaga.

Ketidakseimbangan alam akan memicu bencana alam. Di Indoneisa misalnya, menurut


data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun 2016 terdapat 2.384
kejadian bencana di indonesia, yaitu meningkat 38% dibandingkan kejadian bencana
tahun 2015. Bencana yang terjadi meliputi 92% adalah bencana hidrometeorologi yang
didominasi banjir, longsor dan puting beliung. Indonesia menjadi negara dengan tingkat
kejadian bencana yang tertinggi (BNPB, 2017). Faktor keseimbangan lingkungan
menjadi hal yang penting untuk dijaga karena memiliki pengaruh yang besar terhadap
peningkatan bencana yang tidak lain mempengaruhi keberlanjutan kehidupan.

Rentetan bencana alam dari tahun ke tahun dapat terjadi akibat adanya perubahan iklim
yang ditimbulkan oleh emisi karbon di atmosfer bumi yang terus meningkat dari tahun
ke tahun. arsitketur sebagai sesuatu yang amat dekat dengan kehidupan manusia,
ternyata merupakan salah satu penyumbang terbesar emisi karbon dunia. dari proses
pembangunan hingga penggunaan, arsitektur cenderung memakan waktu yang tidak
sebentar dan energi yang tidak sedikit. Apabila tidak diperhatikan, hal ini akan
berdampak buruk bagi alam dan keberlanjutan kehidupan manusia di masa yang akan
datang. Sehinggam muncul-lah konsep sustainable architecture yang sadar akan
lingkungan.

Apabila ditelusuri lebih lanjut secara sekilas, konsep sustainable architecture dapat
dipahami sebagai sebuah konsep yang mengutamakan efisiensi atau penghematan
penggunaan kekuatan. sedangkan konsep kehandalan (Resilience) mengutamakan
adanya kesiagaan menghadapi situasi yang abnormal, dengan menambah dan
mencadangkan kekuatan. Kebutuhan menambah kekuatan ini nampak bertentangan
dengan kebutuhan konservasi kekuatan yang dilakukan oleh konsep sustainable
architecture. Demikian pula, dari sisi praktek, ternyata terdapat beberapa
penyimpangan dalam penerapan konsep sustainable architecture. Padahal, jika melihat
kondisi yang seperti sekarang, seharusnya keduanya saling bertaut, karena terdapat
hubungan sebab-akibat dalam latar belakangnya.

Oleh karena itu, menurut saya, seharusnya, arsitektur resiliens tidak hanya merupakan
sebuah bangunan yang tanggap ancaman, tapi juga harus dapat melihat sebuah ancaman
dari frame yang lebih besar, “apa penyebabnya?”, dan hal itulah yang juga harus
ditanggapi dengan baik oleh arsitektur resiliens. Jadi, terdapat korelasi antara resilience
architecture dengan sustainable architecture. Jangan sampai, sebuah bangunan
resiliens yang tanggap ancaman malah justru menjadi ancaman baru bagi sustainabilitas
lingkungan sekitarnya. dan apabila hal ini terjadi, bangunan yang awalnya dibuat untuk
melindungi manusia mungkin saja justru dapat menjadi silent killer bagi peradaban
manusia. Maka, seharusnya, terdapat kajian baru mengenai arsitektur resilens ini,
resilence architecture merupakan sustainable architecture, dan sustainable
architecture merupakan resilience architecture. Keduanya jangan sampai lepas dan
bertabrakan, karena sejatinya mereka saling berhubungan.

Anda mungkin juga menyukai