Anda di halaman 1dari 3

 Kaul Ketaatan

Dalam karya pewartaan-Nya, Yesus selalu mengutamakan kehendak Bapa yang mengutus-Nya
ke dalam dunia. Ia selalu taat pada kehendak Bapa-Nya. Peristiwa salib merupakan wujud
konkrit dari ketaatan Yesus kepada kehendak Allah. Dalam peristiwa salib, Yesus menyerahkan
kehendak-Nya sendiri kepada kehendak Bapa-Nya. Di taman Getsemani Yesus berkata “Ya
Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini daripada-Ku, tetapi
janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki.” (Mrk 14 32).

Kata-kata Yesus mau menunjukkan bahwa dalam hidup-Nya ada godaan untuk menghindari
penderitaan yang akan menimpa diri-Nya, tetapi Ia mempersembahkan keinginan-Nya itu pada
kehendak Bapa yang mengutus-Nya. Sebagai seorang biarawan, saya pun bertekad untuk hidup
taat seperti Yesus. Dalam hidup, saya berusaha untuk menyerahkan semua hidup saya pada
kehendak Allah. Dalam konteks hidup membiara, saya percaya bahwa kehendak Allah itu nyata
dalam keputusan-keputusan yang di ambil oleh dewan propinsi atau pimpinan kongregasi.

Maka saya harus taat pada keputusan pimpinan termasuk ketika nanti saya di tempat di mana
saja saya harus siap untuk pergi. Namun ketaatan yang saya maksudkan di sini adalah ketaatan
yang rasional dan bermoral. Misalnya ketika saya mengidam penyakit yang kronis dan oleh
pimpinan saya ditugaskan di tempat yang medannya berat, saya bisa menolak karena bagi saya
tempat itu tidak mendukung kesehatan saya dan bisa membuat saya cepat meninggal. Atau
karena kesulitan dalam bidang ekonomi, lalu pimpinan menyuruh saya untuk melakukan
penipuan untuk mendapatkan uang dalam jumlah yang besar, maka saya harus menolak
perintah itu karena jelas bertentangan dengan moral. Jadi ketaatan yang saya maksudkan
adalah ketaatan yang bisa dipertanggung jawabkan sesuai dengan akal sehat.

Saat duduk di rumah paying

Matius 26:36-39, 42
“Maka sampailah Yesus bersama-sama murid-murid-Nya ke suatu tempat yang bernama
Getsemani. Lalu Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Duduklah di sini, sementara Aku pergi
ke sana untuk berdoa." Dan Ia membawa Petrus dan kedua anak Zebedeus serta-Nya. Maka
mulailah Ia merasa sedih dan gentar, lalu kata-Nya kepada mereka: "Hati-Ku sangat sedih,
seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku." Maka Ia maju
sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah
cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang
Engkau kehendaki….lalu Ia pergi untuk kedua kalinya dan berdoa, kata-Nya: "Ya Bapa-
Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-
Mu!"

Pikiran dan perasaan Yesus Kristus, pikiran dan perasaan-Nya untuk taat kepada Allah Bapa
adalah “JANGAN SEPERTI YANG KUKEHENDAKI, MELAINKAN SEPERTI YANG ENGKAU KEHENDAKI”.
Inilah pikiran dan perasaan yang menurut Firman Allah harus kita miliki. Bukan seperti yang
kukehendaki, melainkan seperti yang Allah kehendaki. Mudah untuk taat ketika segala sesuatu
berjalan sesuai dengan keinginan kita. Ketika Allah memberikan kepada kita sesuai keinginan
hati kita, kita menerimanya dengan sangat gembira. Namun, apa yang kita lakukan apabila
tidak demikian? Apa reaksi kita apabila rencana Allah ternyata berbeda dari rencana kita? Di sini
akan terlihat perbedaan antara yang taat dan yang tidak taat: di dalam kegembiraan, reaksi
keduanya akan sama. Bukan kegembiraan yang menyebabkan kejatuhan orang kedua dalam
perumpamaan tentang penabur. Sebagai perbandingan, Yesus mengatakan, “orang, yang
setelah mendengar firman itu, menerimanya DENGAN GEMBIRA” (Lukas 8:13). Namun hal itu
tidak berlangsung lama. Dalam masa pencobaan pertama, mereka pun murtad (Matius 13:21,
Lukas 8:13). Tatkala kehendak Tuhan tidak seperti yang mereka inginkan, orang yang tidak taat
akan lari, sementara orang yang taat akan tinggal, sekalipun mungkin ia akan berseru: “jikalau
sekiranya mungkin …… tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang
Engkau kehendaki”.

Banyak orang ingin berkat, tetapi tidak taat. Padahal, berkat datang dari ketaatan pada perintah Tuhan,
sedangkan kutuk datang dari ketidaktaatan (Ul. 11). Ketaatan adalah sebuah kualitas karakter yang menentukan
masa depan seseorang. Sejauh mana anda diberkati adalah tergantung sejauh mana anda taat pada Tuhan. Namun
lebih dari sekedar berkat, yang lebih penting adalah apakah Tuhan masih menyertai kita atau tidak dalam segala
yang hal yang kita lakukan.

Yesus adalah Pribadi yang memberi contoh kepada kita bagaimana Ia menunjukkan ketaatan pada Bapa dalam
hidupNya selama 33 ½ tahun di bumi. Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat melalui apa yang
telah dideritaNya (Ibr. 5:8). Itulah sebabnya, Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadaNya nama di
atas segala nama (Fil. 2:9). Kesimpulannya, Allah sangat berkenan kepada orang yang taat kepadaNya dalam
situasi sulit sekalipun. Pertanyaannya, maukah anda menjadi orang yang berkenan di hati Tuhan?

Ketika anda mendengar kata “taat”, apa yang muncul di pikiran anda? Gambaran “positif” atau “negatif”? Apakah
anda menyukai “ketaatan”? Ada orang yang tidak suka “taat” karena merasa kebebasannya dibatasi.  Anak-anak
umumnya tidak suka mentaati perintah orang tuanya. Apa reaksi mereka ketika orang tua meminta mereka belajar
dulu baru boleh main? Atau selama seminggu ini tidak boleh menonton televisi karena sedang menghadapi ujian
semester? Apakah mereka taat kepada perintah orang tua? Anak-anak suka taat pada sesuatu yang mereka sukai.
Mereka tidak suka taat pada perintah yang mereka tidak sukai. Inilah kecenderungan manusia sejak kejatuhan
Adam dan Hawa. Cenderung mengikuti keinginan sendiri, cenderung memuaskan daging.

Ada orang yang tahu berzinah itu dosa, tetapi ia tetap saja melakukannya dengan berbagai alasan. Pasangannya
tidak menghargai dia. Pasangannya tidak mengasihi dia. Penyebab yang sesungguhnya adalah ia tidak bersedia
meninggalkan dosa yang memberi dirinya kenikmatan. Tahu salah tetapi tidak mau taat kepada perintah Tuhan:
“Jangan berzinah”.

Kita tahu berbohong itu tidak benar, tetapi berapa sering kita berbohoing kalau ditanya:, “Mengapa terlambat?”
Alasannya macet. Padahal dari dulu Jakarta memang macet. Kita berbohong ketika ditangkap polisi lalu lintas,
berbohong demi mendapat order, berbohong ketika ditanya istri. Mengapa kita berbohong padahal tahu perintah
Tuhan: ”Jangan berdusta”? Banyak orang berkompromi terhadap dosa demi sebuah keuntungan pribadi. Dari
pembayaran pajak sampai tagihan pribadi dimasukkan ke tagihan kantor. Demikian pula dengan janji. Dari janji
kepada anak yang sampai janji mengembalikan hutang atau barang pinjaman juga tidak ditepati. Dari klaim
asuransi yang tidak jujur sampai mecuri waktu kantor untuk berbisnis. Ini semua menunjukkan bahwa integritas
orang Kristen tidak lebih baik daripada integritas orang yang belum kenal Tuhan. Berbagai alasan untuk
berkompromi senantiasa muncul dalam bentuk label-label “masalah” atau “kita memang manusia”, “maklum,
banyak kelemahan” atau “daging lemah”. Akibatnya, kita bukan menjadi Kristen pemenang. Kita kalah terhadap
kebiasaan dosa lama kita, kalah terhadap pornografi, kalah terhadap daging. Padahal, kita percaya Yesus menang
terhadap dosa dan kuasa kebangkitanNya ada dalam diri kita. Masalah yang sebenarnya hanya satu: kita tidak mau
taat sepenuhnya kepada Tuhan.

Mari kita lihat lebih jauh, apa dan bagaimana sebenarnya ketaatan itu.

Siapa saja yang memegang perintah-Ku dan melakukan-Nya, dialah yang mengasihi Aku. Siapa
saja yang mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Aku pun akan mengasihi dia dan
akan menyatakan diri-Ku kepadanya.” (Yoh 14:15-21)

Anda mungkin juga menyukai