Anda di halaman 1dari 10

METODE KUALITATIF UNTUK LANDASAN HUKUM DAN

ASAS KHUSUS HUBUNGAN ANTARA NASABAH


DENGAN BANK

Devi Ayugi Rukmana


Perbankan Syariah 1A / Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis


landasan hukum dan asas-asas khusus hubungan antara
nasabah dengan bank yang terdapat dalam perbankan di
Indonesia. Yang terdiri dari perjanjian, asas-asas khusus
perjanjian nasabah dengan bank, hubungan hukum
antara debitor dengan bank, dan hubungan hukum
antara nasabah penyimpan dana dengan bank. Didalam
perjanjian terdapat asas-asas hukum perjanjian, jenis-
jenis perjanjian, syarat-syarat perjanjian, wanprestasi,
maupun hal yang menjadikan hapusnya perikatan
perjanjian tersebut. Didalam asas-asas khusus perjanjian
nasabah dengan bank terdapat hubungan kepercayaan,
hubungan kerahasiaan, dan hubungan kehati-hatian.
Didalam hubungan hukum antara debitor dengan bank
terdapat perjanjian kredit, prosedur umum pengajuan
kredit, perjanjian pembiayaan di bank syariah yang
menggunakan pembiayaan mudharabah, maupun
pemeriksaan kelayakan pemberian kredit ini harus
menerapkan prinsip 5C (Character, Capacity, Capital,
Collateral, Condition) perbankan dan harus
memperhatikan bahan untuk analisis kelayakan debitor.
Didalam hubungan hukum antara nasabah penyimpan
dana dengan bank, itu dituangkan dalam bentuk
peraturan bank yang bersangkutan yang berisikan
ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat umum yang
disetujui oleh nasabah penyimpan dana. Jadi landasan
hukum hubungan antara bank dengan nasabahnya
adalah perjanjian. Kedudukan nasabah terhadap bank
konvensional adalah hubungan debitor-kreditor,
sehingga debitor sering ditempatkan dalam posisi yang
lemah. Sedangkan hubungan nasabah dengan bank
syariah adalah hubungan kemitraan, sehingga
kepentingan antara nasabah penyimpan dana, debitor,
dan bank dapat diharmonisasikan. Di dalam jurnal saya
ini, saya menggunkan metedo kualitatif dan
menggunakan observasi buku dengan melakukan
perbandingan buku.
Kata Kunci: Perbankan, Hukum, Asas, Perjanjian

1
PENDAHULUAN

Dari berbagai pengertian bank menurut para ahli, bank adalah suatu
lembaga, badan usaha, atau organisasi yang menyelenggarakan jasa dalam lalu
lintas uang.1 Sedangkan bank syariah adalah suatu sistem perbankan yang
pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Bank ini tata cara
beroperasinya mengacu pada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadis.2
Di Indonesia sekarang bank syariah perkembangannya cukup pesat karena
memiliki keistimewaan-keistimewaan. Salah satu keistimewaan yang utama
adalah keistimewaan yang melekat pada konsep (build in concept) dengan
berorientasi pada kebersamaan. Orientasi kebersamaan inilah yang menjadikan
bank islam mampu tampil sebagai alternatif pengganti sistem bunga yang selama
ini hukumnya (halal atau haram) masih diragukan oleh masyarakat muslim.
Di Indonesia, perbankan sendiri memiliki landasan hukum, asas-asas
khusus, dan mendapat pembinaan serta pengawasan dari Bank Indonesia.

PEMBAHASAN

Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank


adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dari pengertian tersebut, terlihat ada dua hubungan hukum antara bank dengan
nasabahnya, yaitu :
1. Hubungan hukum antara bank dengan debitor.
2. Hubungan hukum antara bank dengan nasabah penyimpanan dana.3

Hubungan hukum antara bank dengan debitor dan nasabah penimpanan


bank diatur dalam perjanjian-perjanjian sebagai landasan yang harus disetujui dan
dipatuhi oleh bank dan nasabahnya.

1
Edy Wibowo dan Untung Hendy Widodo, Mengapa Memilih Bank Syariah, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2005), hal. 17.
2
Ibid., hal. 33.
3
Ismail, Perbankan Syariat, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2011), hlm 121.

2
Mengenai perjanjian secara umum, asas-asas khusus yang terdapat dalam
hubungan antara nasabah dengan bank, hubungan hukum antara debitor dengan
bank, dan nasabah penyimpan dana dengan bank.

Perjanjian

Pasal 1313 KUH Perdata mencantumkan bahwa “perjanjian adalah suatu


perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih lainnya.”
Perjanjian menimbulkan adanya perikatan antara pihak yang membuatnya,
perjanjian merupakan sumber perikatan yang terpenting. Perikatan yang lahir dari
perjanjian dikehendaki oleh para pihak yang membuatnya, sedangkan perikatan
yang dibuat oleh undang-undang diluar kemauan para pihaknya. Perjanjian yang
sah harus dilaksanakan dengan itikad baik (te goeder trow, in good faith, atau de
bonni fei).4
Menurut pasal 1339 KUH Perdata, suatu perjanjian tidak hanya mengikat
untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga untuk
segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh undang-undang,
kebiasaan, dan kepatutan. Undang-undang yang mengatur perjanjian bersifat
terbuka. Artinya, para pihak diperbolehkan menentukan hubungan antar mereka
dengan ketentuan yang berbeda daripada yang telah ditentukan dalam undang-
undang. Namun, jika mereka tidak mengatur hal tertentu itu, maka ketentuan
undang-undanglah yang berlaku pada masalah itu.5

Hukum perjanjian memiliki asas-asas, yaitu : Asas Pacta Sunt Servanda,

Sistem Terbuka(Freedom of Making Contract), Bersifat sebagai pelengkap

(Optional), Konsensual, dan Bersifat Obligator.

Perjanjian dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu : perjanjian timbal balik


(bilateral contract) dan perjanjian sepihak, perjanjian percuma dan perjanjian
dengan atas hak yang membebani, perjanjian bernama dan tidak bernama,
4
Edy Wibowo dan Untung Hendy Widodo, Mengapa Memilih Bank Syariah, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2005), hal. 67.
5
Ibid., hal. 67-68.

3
perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst, delivery contract) dan perjanjian
obligator, perjanjian konsensual dan perjanjian nyata.6

Syarat-syarat perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata,


yaitu:

Syarat subjektif yaitu mengenai subjek yang melakukan perjanjian. jika syarat
ini tidak dipenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan. Syaratnya yaitu : sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya (consensus), dan kecakapan untuk membuat
suatu perikatan (capacity).

sedangkan, syarat objektif yaitu mengenai objek perjanjian. jika syarat ini
tidak terpenuhi maka perjanjian dianggap tidak pernah dibuat sehingga tidak
pernah ada perikatan. syaratnya yaitu : suatu hal terentu (a certain subject matter),
dan suatu sebab yang halal (legal cause).

Wanprestasi dalam hukum perdata dapat berupa : tidak melakukan apa yang
disanggupinya akan dilakukan, melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak
sesuai dengan janjinya, melakukan apa yang dijanjikan namun terlambat,
melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan menurut perjanjian.7

Pihak yang melakukan wanprestasi dapat dituntut oleh pihak yang merasa
dirugikan. tuntutannya dapat berupa : pemenuhan perjanjian secara sempurna,
pemenuhan perjanjian disertai membayar ganti rugi, terdiri atas biaya, rugi, dan
bunga (kosten, schaden en interesten), pembayaran ganti rugi saja, pembatalan
perjanjian, pembatalan perjanjian disertai ganti rugi.8

Adapun cara hapusnya perikatan yang diatur dalam Pasal 1381 KUH, yaitu:
pembayaran , penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan (konsinyasi), pembaharuan utang, perjumpaan utang atau kompensasi,

6
Ibid., hal. 69.
7
Edy Wibowo dan Untung Hendy Widodo, Mengapa Memilih Bank Syariah, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2005), hal. hal. 70.
8
Ibid.

4
percampuran utang, pembebasan utang, musnahnya barang yang terutang,
batal/pembatalan, berlakunya suatu syarat batal, lewat waktu9

Asas-Asas Khusus Perjanjian Nasabah dengan Bank

Hubungan hukum antara nasabah dengan bank yang diatur dalam sebuah
perjanjian,memiliki asas-asas khusus, yaitu :

1. Hubungan Kepercayaan (Fiduciary Relation)


Pasal 29 Undang-Undang Perbankan Tahun 1998, terutama pada ayat (3),
mengakomodir asas ini dengan cara mewajibkan bank agar menjaga
kepercayaan nasabah dan menjaga kesehatannya.
2. Hubungan Kerahasiaan (Confidential Relation)
Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan memasukkan
kerahasiaan bank dalam kategori ketentuan pidana, dalam Pasal 40 s.d.
45 dan 47. Bank wajib merahasiakan keadaan keuangan dan hal-hal lain
dari nasabahnya yang lazim dirahasiakan dalam perbankan, kecuali
dalam urusan perpajakan dan peradilan pidana.
3. Hubungan Kehati-hatian (Prudential Relation)
Pasal 2 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Perbankan menyebutkan
bahwa perbankan Indonesian menggunakan prinsip kehati-hatian dalam
melakukan usahanya.10

Hubungan Hukum antara Debitor dengan Bank

Hubungan antara debitor dengan bank terjadi ketika debitor sepakat untuk
mengikatkan dirinya terhadap bank dalam suatu perjanjian kredit. Pengertian
kredit bank dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pinjaman uang dengan
pembayaran pengembalian secara mengangsur.11

9
Ibid., hal. 71.
10
Edy Wibowo dan Untung Hendy Widodo, Mengapa Memilih Bank Syariah, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2005), hal. 72.
11
Ibid., hal. 76.

5
Adapun perjanjian yang mendasari hubungan hukum antara debitor
dengan bank, yaitu :

1. Perjanjian Kredit

Mahkamah Agung RI melalui Putusan MARI No. 4434/Pdt/1986 tanggal


20 Agustus 1988 telah bersikap apriori bahwa hubungan hukum antara
bank dan debitor adalah hubungan hukum verbruiklening yang diatur
dalam Pasal 1754 KUH Perdata.

Setiap bank memiliki syarat tersendiri dalam membuat perjanjian


kreditnya. Namun, sebagian pedoman, persyaratan yang pokok dan tidak
boleh dilanggar adalah syarat sahnya perjanjian sebagaimana tercantum
dalam Pasal 1338 KUH Perdata.12

2. Pemeriksaan Kelayakan Pemberian Kredit


Prinsip-prinsip yang diterapkan bank dalam menilai calon debitornya,
yaitu :
1. The C’s of Credit
a. Character (penilaian watak debitor mengenai itikad baik,
kejujuran, sifat, dan kepribadiannya)
b. Capacity (kemampuan debitor dalam mengembalikan pinjaman
pokok dan bunganya )
c. Capital (modal yang dimiliki oleh debitor sendiri)
d. Collateral (nilai barang jaminan yang diberikan oleh debitor
sepadan dengan jumlah kredit yang diberikan oleh bank)
e. Condition (kondisi dunia usaha, prospek ekonomi, dan kepastian
hukum)
2. Bahan untuk analisis kelayakan debitor, yaitu : Evaluasi kapasitas
calon debitor, Kemampuan pemasaran produk , Kondisi keuangan,

12
Ibid., hal. 77-78.

6
Kemampuan manajemen, Kemampuan teknis, Kemampuan yuridis, dan
Segi sosial-ekonomi13

3. Prosedur Umum Pengajuan Kredit

Prosedur umum dalam melakukan pengajuan kredit, yaitu : permohonan


kredit , penyidikan dan analisis kredit, keputusan atas permohonan kredit,
pencairan fasilitas kredit, pemantauan dan pelunasan14

4. Perjanjian Pembiayaan di Bank Syariah

Dalam perbankan syariah ada penekanan khusus pada hal-hal yang


bersinggungan dengan aspek syariah, yaitu penerapan asas prudential
banking pada ekspansi pembiayaan tetap jadi perhatian.

Filsafat dasar dari pembiayaan secara syariah adalah untuk menyatukan


modal dengan sumber daya mansuia. Dalam investasi mudarabah akan
tampak jelas sifat dan semangat kebersamaan serta keadilan.

Adapun tata cara pembiayaan mudarabah, yaitu :

1. Bank menyediakan 100% pembiayaan suatu proyek usaha.


2. Pengusaha mengelola proyek usaha tanpa campur tangan bank,
namun bank mempunyai hak untuk tindak lanjut dan pengawasan.
3. Bank dan pengusaha sepakat melalui negosiasi tentang porsi bagian
hasil usaha masing-masing.
4. Jika terjadi kerugian, bank akan menanggung kerugian sebesar
pembiayaan yang disediakan, sedang pengusaha menanggung
kerugian tenaga, waktu, managerial skil, serta kehilangan nisbah
keuntungan bagi hasil yang semestinya akan diperolehnya.15

Didalam akad harus ditegaskan objek yang akan dibagi antara shahibul
maal dan mudharib berupa keuntungan atau pendapatan. Keduanya pada dasarnya

13
Edy Wibowo dan Untung Hendy Widodo, Mengapa Memilih Bank Syariah, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2005), hal. 79.
14
Ibid., hal. 80.
15
Ibid., hal. 81.

7
dapat dijadikan sebagai referensi bagi hasil. Hal yang penting diperhatikan adalah
perhitungan kelancaran dan kecukupan modal bagi mudharib untuk menjalankan
usahanya, khususnya proporsi pembagian hasil jangan sampai mengurangi modal
mudharib. Sertifikat mudarabah dapat dikeluarkan dalam bentuk yang bisa
dirundingkan (negotiable form).

Hubungan Hukum antara Nasabah Penyimpan Dana dengan Bank

Hubungan hukum antara nasabah penyimpan dana dengan bank


dituangkan dalam bentuk peraturan bank yang bersangkutan yang berisikan
ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat umum yang disetujui oleh nasabah
penyimpan dana.

Sjahdeini berpendapat bahwa hubungan hukum antara bank dengan


nasabah penyimpanan dananya adalah hubungan hukum pinjam meminjam,
khususnya perjanjian peminjaman uang dengan bunga, karena dalam praktik
perbankan yang terjadi, bank berhak mengelola uang milik nasabah penyimpan
dana yang ada di bank yang bersangkutan dan berlaku seolah-olah sebagai
pemiliknya.16

PENUTUP

Kesimpulan

Landasan hukum hubungan antara bank dengna nasabahnya adalah


perjanjian, baik perjanjian pembukaan rekening tabungan, giro, dan deposito
antara bank dengan nasabah penyimpan dana maupun perjanjian pembiayaan
antara bank dengan debitornya.

Selain asas-asas umum yang berlaku didalam perjanjian, dalam hubungan


antara bank dengan nasabahnya terdapat asas-asas khusus, yaitu hubungan
kepercayaan, hubungan kerahasiaan, dan hubungan kehati-hatian.

16
Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait, (Jakarta:PT
Grafindo Persada, 2002),hal, 31.

8
Kedudukan nasabah terhadap bank konvensional adalah hubungan debitor-
kreditor, sehingga debitor sering ditempatkan dalam posisi yang lemah.
Sedangkan hubungan nasabah dengan bank syariah adalah hubungan kemitraan,
sehingga kepentingan antara nasabah penyimpan dana, debitor, dan bank dapat
diharmonisasikan.

Saran

Saran dalam jurnal saya ini untuk pembaca adalah sebagai literatur
pembaca untuk lebih mengerti mengenai hubungan nasabah dengan bank yang
sudah diatur dalam hukum maupun asas yang ditetapkan. Dan semoga pembaca
dapat menerapkan landasan hukum hubungan nasabah dengan bank dengan baik
dan benar.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ismail. 2011. Perbankan Syariah. Jakarta: Prenadamedia Group.

Sumitro, Warkum. 2002. Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga


Terkait.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Wibowo, Edy., dan Untung Hendy Widodo. 2005. Mengapa Memilih Bank
Syariah?. Bogor:

Ghalia Indonesia.

10

Anda mungkin juga menyukai