Anda di halaman 1dari 5

Ekstraksi Logam Tanah Jarang dari Abu Batu Bara dengan Bio Leaching sebagai Langkah

Konservasi Minerba yang Ramah Lingkungan di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat kaya akan sumber daya alamnya, salah
satunya adalah mineral dan batubara. Menurut data yang dikeluarkan dari Pusat Sumber Daya
Mineral, Batubara dan Panas Bumi (PSDMBP) tahun 2020, Indonesia memiliki sumberdaya
batubara yang sangat melimpah yaitu sebesar 148,7 miliyar ton dengan cadangan sekitar 39,56
miliyar ton. Tingginya jumlah sumber daya dan cadangan batubara di Indonesia juga sejalan
dengan tingginya kebutuhan batubara dunia sebagai salah satu sumber energi primer yang masih
dibutuhkan. Di Indonesia sendiri, batubara akan menjadi sumber energi primer terbesar pada tahun
2025 sebesar 33% sesuai dengan kebijakan energi nasional dan secara perlahan diprediksi akan
terus meningkat. Lebih dari 48% pembangkit listrik yang beroperasi saat ini menggunakan
batubara sebagai sumber energinya. Namun, tingginya kebutuhan akan batubara sebagai salah satu
sumber energi ini juga di sisi lain dapat menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan sekitar
yang salah satunya adalah timbulnya limbah abu batubara dari hasil pembakaran batubara. Limbah
abu batubara adalah limbah padat berbahaya dan beracun sebagai hasil dari pembakaran batubara
pada pembangkit listrik yang terdiri dari fly ash dalam bentuk abu terbang dan bottom ash dalam
bentuk abu dasar yang berada di boiler pembangkit listrik. Limbah ini termasuk tailing yang
sebenarnya tidak bisa digunakan dan seringkali dibuang. Di Indonesia, sebagai dampak dari
adanya Peraturan Presiden nomor 22 Tahun 2017, limbah abu batubara ini akan diperkirakan
mencapai 10,8 juta ton pada tahun 2021. Hal ini pun sangat berbaya bagi lingkungan karena
faktanya limbah ini sangat banyak dihasilkan. Dari permasalahan diatas, dibutuhkan suatu solusi
yang tepat dan bijaksana dalam pengelolaan limbah batubara ini agar tidak membahayakan
lingkungan dan akan sangat menguntungkan jika limbah ini bisa dimanfaatkan dengan
memanfaatkan konsep “waste to energy”.

Fakta yang mengejutkan bahwa ada beberapa penelitian yang menunjukkan keterdapatan suatu
“logam langka” dalam kandungan limbah batubara ini, yaitu Rare Earth Elements atau yang biasa
disebut dengan Logam Tanah Jarang (LTJ). Logam tanah jarang adalah tujuh belas unsur kimia
yang terdiri dari lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium
(Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium (Tb), disprosium (Dy), holmium
(Ho), erbium (Er), thulium (Tm), ytterbium (Yb), lutetium (Lu), skandium (Sc), dan yttrium (Y).
LTJ ini sebenarnya tidak jarang seperti namanya, hanya saja keterdapatannya cukup sulit diperoleh
dalam jumlah yang memadai sesuai kebutuhan kehidupan modern sekarang. Kegunaan LTJ ini
sangat bervariasi dan sangat berperan dalam teknologi modern saat ini seperti baterai elektronik,
produksi energi bersih, otomotif, komputer, industri keramik, teknologi nuklir, industri pertahanan
dan masih banyak lagi. LTJ kedepannya diprediksi akan memiliki demand yang sangat tinggi di
dunia. Keberadaan LTJ dalam limbah abu batubara ini berasosiasi dengan komponen non organik
dari batubara yang akan tersisa setelah pembakaran batubara di boiler. Menurut data Kementerian
ESDM, dengan proyeksi kebutuhan batubara Indonesia menjadi 100 juta ton/tahun, maka potensi
abu batubara yang dihasilkan mencapai 7,5-10 juta ton/tahun. Oleh karena itu, ekstraksi LTJ dari
batubara ini merupakan solusi yang tepat guna yang sejalan dengan gencarnya pembangunan
PLTU dan konsumsi batubara domestik dan sangat penting untuk diusahakan sebagai sumber LTJ
di masa depan nanti.

Beberapa penelitian sebelumnya sudah melakukan uji coba untuk meneliti kandungan LTJ di
abu batubara ini. Untuk skala dunia, beberapa penelitian dengan menggunakan sampel fly ash dari
berbagai macam batubara peringkat tinggi dimana menunjukkan kadar LTJ rata-rata sebesar 445
ppm yang setara dengan LTJ pada mineral yang diusahakan (Ketris dan Yudovich, 2009 ). Untuk
Penelitian ini di Indonesia pun sangat terbatas sampai saat ini. Salah satu penelitian dilakukan di
PLTU Mulut Tambang di Kalimantan Timur oleh Firman dkk., (2020). Dengan tahapan preparasi
sanpel, uji morfologi butir, uji XRD, uji XRF dan uji ICP-MS (Firman dkk., 2020). Hasilnya
adalah sebanyak 16 unsur LTJ ( Sc, La, Y, Ce, Pr, Nd, Sm, Gd, Dy, Tb, Er, Tm, Yb, Lu, Eu dan
Ho) dapat terdeteksi dari fly ash maupun bottom ash dengan menggunakan metode ICP-MS.
Sampel dengan kadar LTJ tertinggi berasal dari fly ash yaitu sebesar 193,11 ppm dan bottom ash
sebesar 72,15 ppm. Penelitian kedua dilakukan di PLTU Ombilin oleh Suganal dkk., (2018)
dengan tahapan preparasi sampel, uji XRD, uji XRF dan uji Scanning Electron Microscope (SEM).
Hasilnya adalah dengan menggunakan metode SEM, didapat kandungan LTJ dalam fly ash sebesar
169 ppm dan ada bottom ash sebesar 64 ppm.

Dapat dilihat bahwa dari kedua data diatas, fly ash memiliki potensi yang lebih tinggi daripada
bottom ash dari hasil pembakaran batubara karena lebih banyak terbentuk dari hasil pembakaran
batubara, lebih halus, ukurannya relatif lebih kecil dan cenderung mengandung lebih banyak
mineral pembawa LTJ seperti monasit dan xenotime. Namun, kadar LTJ yang dapat diolah dan
diusahakan secara ekonomis adalah minimal 500 ppm. Strategi yang dapat dilakukan agar
pemanfaatan LTJ dapat dioptimalkan dan layak secara ekonomi adalah dengan mengaplikasikan
metode ekstraksi atau pemisahan yang tepat dan efisien. Salah satu metode ekstraksi yang paling
cocok untuk diterapkan adalah dengan menggunakan konsep Bioleaching. Bioleaching atau
pelindian biologis adalah metode ekstraksi suatu zat atau bahan galian dari pengotornya dengan
menggunakan bantuan mikroorganisme. Biasanya metode Bioleaching ini menggunakan bakteri
pengoksidasi besi dan sulfida . Konsep Bioleaching ini sudah banyak dimanfaatkan oleh perusahan
tambang terkemuka di dunia, seperti Rio Tinto, Morenci Copper Mine dan Mount Leyshon.
Dibanding dengan metode ekstraksi lain seperti Acid leaching, Heap leaching dan lainnya, metode
ini memiliki beberapa keunggulan seperti ramah lingkungan, minim energi dan biaya yang sedikit.
Mikroorganisme menjadi penentu utama keberhasilan metode ini yang akan berperan untuk
memecahkan senyawa kompleks dan melepaskan unsur logam tanah jarang dari abu batubara dan
mengubah abu batubara menjadi mudah larut dalam media fluida melalui reaksi biokimia.
Pemilihan mikroorganisme juga sangat penting dalam efektivitas proses dan akan menentukan
tingkat recovery yang dihasilkan nantinya. Studi menyatakan ada beberapa jenis bateri yang
memiliki kemampuan leaching yang baik antara lain T. ferrooxidans, C. bombicola, dan P.
fluoroscens.

Mekanisme dari bioleaching abu batubara ini dimulai dengan adanya pelekatan tidak langsung
dari ligan organik ke permukaan abu batubara melalui kontak fisik permukaan yang dihasilkan
oleh bakteri pengoksidasi besi dan sulfida. Ligan organik yang dihasilkan berupa asam oksalat
atau asam sitrat yang akan membentuk ikatan kuat dengan unsur-unsur logam tanah jarang melalui
proses biosorption (penyerapan ion dalam bentuk larutan ke dalam biomassa) dan
biomineralization (pengikatan unsur toksik oleh bakteri dan peningkatan kadar logam), sekaligus
mereduksi atau menghilangkan ion-ion silika, sulfat, karbonat dan oksida yang mendominasi
komposisi abu batubara. Dalam penerapannya, bioleaching ini sukses diterapkan oleh para peneliti
dunia untuk secara signifikan mengambil kandungan LTJ dalam abu batubara khususnya fly ash
yang ekonomis untuk dikomersialisasi. Stephen Park dan Yanna Liang pada tahun 2019
mengaplikasikan bioleaching pada abu pembakaran batubara di pembangkit listrik Southern
Illinois University, dan mendapatkan peningkatan kadar unsur As dan Mo yang masing-masing
sebesar 80,09% dan 79,5% dari berat massa awalnya. Beberapa perusahaan pertambangan
terkemuka di dunia mulai tahun 2019 juga sudah mengembangkan proses ekstraksi LTJ yang
ramah lingkungan ini. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas bioleaching
dari abu batubara ini antara lain kandungan LTJ dalam abu batubara, pH dan suhu, konsentrasi
logam pengotor, ukuran partikel dan tentunya jenis bakteri. Meskipun sudah ada beberapa
penelitian yang membuktikan bahwa bioleaching ini layak untuk diterapkan, namun masih ada
beberapa pertanyaan yang masih tersisa, diantaranya bagaimana kondisi yang optimal untuk
pelindian logam tanah jarang dari abu batubara? Apakah proses pelindian abu batubara dapat
dikontrol untuk melarutkan logam tanah jarang yang diinginkan? Dan apakah metode ekstraksi
bioleaching ini dapat ditingkatkan pada tingkat komersial di Indonesia?. Oleh karena itu, perlu
adanya perhatian akan inovasi ini dari berbagai macam kalangan mulai dari pemerintah, peneliti,
pengusaha dan tentunya masyarakat sekitar agar semua sumber daya yang ada di negeri kita ini
dapat dioptimalisasi dan konservasi di bidang mineral dan batubara dapat terus diperjuangkan.

Sudah saatnya kita semua menaruh perhatian besar pada ketersediaan sumber daya alam di
Indonesia, mengingat dibalik semua manfaat yang ada pasti ada dampak negatif yang harus
ditanggulangi Dengan adanya inovasi teknologi ekstraksi yang ramah lingkungan dengan
menggunakan mikroorganisme ini, harapannya bisa mengurangi dampak lingkungan yang
ditimbulkan oleh limbah pembakaran batubara di pembangkit listrik dan justru mengubahnya
menjadi sesuatu yang berharga dan ekonomis agar bisa diusahakan untuk menunjang kehidupan
masyarakat. Inovasi ekstraksi batubara dengan bioleaching memerlukan penyelidikan lebih lanjut.
Mengingat hasilnya yang menjanjikan dan keunggulan bioleaching yang berbiaya rendah, metode
ini layak untuk dieksplorasi lebih lanjut untuk mengekstraksi logam dari bahan limbah padat dari
abu batubara. Dengan demikian, kita dapat mencapai manfaat ganda yaitu minimalisasi limbah
dan pemulihan sumber daya untuk mencapai Indonesia mandiri energi sebagai salah satu poros
ekonomi dunia tahun 2030.

Daftar Pustaka

Stephen Park, Yanna Liang. (2019). Bioleaching of trace elements and rare earth elements from
coal fly ash. Publisher : Int J Coal Sci Technol (2019) 6(1):74–8
https://duniatambang.co.id/Berita/read/1209/Bioleaching-Proses-Pemisahan-Logam-
Menggunakan-Bakteri. Diakses pada tanggal : 30 Januari 2021

Sri Handayani, (2020). Penggunaan Mikroorganisme Dalam Industri Pemrosesan Mineral.


Publisher : Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 16, Nomor 2, Mei 2020 : 57 – 68

Anda mungkin juga menyukai