Anda di halaman 1dari 5

A.

Definisi Self Regulation (kemandirian belajar)


Sejak awal 1990-an, para peneliti telah berusaha untuk memadukan komponen kunci dari
teori belajar Bandura dengan temuan dari area lain pada psikologi kognitif. Upaya ini telah
menyebabkan pengembangan teori belajar Self-Regulated (Perry, Turner, & Meyer, 2006; Winne
& Perry, 2000; Zimmerman, 2000 ). Self-Regulated pembelajaran mengacu pada kemampuan
untuk mengontrol semua aspek pembelajaran seseorang, dari perencanaan awal bagaimana
seseorang mengevaluasi kinerja sesudahnya.
Self regulation menurut Bandura adalah suatu kemampuan yang dimiliki manusia berupa
kemampuan berfikir dan dengan kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan, sehingga
terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan tersebut. Seseorang dapat mengatur sebahagian
dari pola tingkah laku dirinya sendiri. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Brunning (2010)
“Self-regulated learning refers to the ability to control all aspects of one’s learning, from
advance planning to how one evaluates performances afterward”. Kemandirian belajar
merupakan kemampuan untuk mengontrol semua aspek belajar seseorang, dari tahap
perencanaan sampai bagaimana seseorang mengevaluasi hasilnya. Menurut Zimmerman dalam
Brunning (2010) terdapat 3 komponen yang mendasari kemandirian belajar yaitu kemampuan
metakognitif, penggunaan strategi , dan motivasi.
Secara umum self regulated adalah tugas seseorang untuk mengubah respon-respon,
seperti mengendalikan impuls perilaku (dorongan perilaku), menahan hasrat, mengontrol pikiran
dan mengubah emosi. Maka dengan kata lain, regulasi diri adalah suatu kemampuan yang
dimiliki oleh individu dalam mengontrol tingkah laku, dan memanipulasi sebuah perilaku dengan
menggunakan kemampuan pikirannya sehingga individu dapat bereaksi terhadap lingkungannya.
Menurut Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013, salah satu aspek afektif yang harus dimiliki
siswa adalah kemandirian belajar. Kemandirian belajar merupakan kesiapan dari individu yang
mau dan mampu untuk belajar dengan inisiatif sendiri, dengan atau tanpa bantuan pihak lain
dalam hal penentuan tujuan belajar, metode belajar, dan evaluasi hasil belajar (Irzan Tahar, 2006).
Dalam pengertiannya yang lebih luas, kemandirian belajar dideskripsikan sebagai sebuah proses
dimana individu mengambil inisiatif sendiri, dengan atau tanpa bantuan orang lain untuk
mendiagnosis kebutuhan belajar, memformulasikan tujuan belajar, mengidentifikasi sumber
belajar, memilih dan menentukan pendekatan strategi belajar, dan melakukan evaluasi hasil
belajar yang dicapai.
Zimmerman (1996) mengatakan bahwa semua siswa bisa menjadi pembelajar yang smart
jika siswa tersebut menggunakan proses kemandirian belajar agar lebih efektif dalam belajar.
Menurut Buekaerts, et al (2000) masalah penting yang dihadapi semua teori kemandirian belajar
adalah bagaimana kemampuan ini dapat dikembangkan atau dioptimalkan oleh siswa. Sementara
itu kemandirian belajar, secara efektif dapat meningkatkan motivasi, perilaku, dan akibatnya
dapat meningkatkan prestasi siswa (Song Cang Hong : 2012).
B. Aspek-aspek Kemandirian (self regulation)
Self-regulation merupakan fundamen dalam proses sosialisasi dan melibatkan perkembangan
fisik, kognitif, dam emosi (Papalia, 2001). Siswa dengan self-regulation pada tingkat yang tinggi akan
memiliki control yang baik dalam mencapai tujuan akademisnya.
            Menurut Brunning (2010) menyatakan bahwa self regulation  memiliki 3 komponen inti
yaitu :
a) Kesadaran Metakognisi
Metakognisi  adalah kemampuan individu dalam merencanakan, mengorganisasikan atau mengatur,
menginstruksikan diri, memonitor dan melakukan evaluasi dalam aktivitas belajar. metakognisi
meliputi tentang bagaimana pengetahuan dan regulasi tentang kognisi. Berbagai macam pengetahuan
ini memungkinkan siswa untuk memilih strategi terbaik pada setiap kesempatan dan memantau
keefektifannya dengan tingkat akurasi yang tinggi. Bagian yang sangat penting dari metakognisi
adalah apa yang kita sebut sebagai kronologi atau urutan perencanaan, dimana siswa menetapkan
tujuan, merencanakan bagaimana untuk mencapai tujuan tersebut, dan menilai sejauh mana secara
berkala tujuan mana yang telah tercapai. Siswa yang melakukan perencanaan dengan efektif
umumnya melakukan/menyelesaikan sesuatu dengan sangat baik (Pintrich, 200b; Zimmerman, 2000).

b) Kontrol Motivasi
Motivasi merupakan fungsi dari kebutuhan dasar untuk mengontrol dan berkaitan dengan perasaan
kompetensi yang dimiliki setiap individu. Kontrol motivasi mengacu pada kemampuan untuk
menetapkan tujuan, membangkitkan keyakinan positif tentang keterampilan dan kinerja seseorang,
dan menyesuaikan secara emosional terhadap tuntutan belajar dan pembelajaran. Peserta didik yang
terampil dapat memahami peran usaha dan strategi dalam belajar terhadap hasil belajarnya sedangkan
peserta didik yang tidak terampil cenderung tidak dapat membedakan hasil belajarnya sebagai suatu
bentuk keberuntungan atau hasil dari usaha (kemampuan). Peserta didik yang terampil juga lebih
mahir mengatasi gangguan selama belajar (Pressley, Borkowski, & Schneider, 1987; Pressley &
Harris, 2006)

c) Penggunaan Strategi
   Strategi merupakan bagian penting dari self-regulation karena strategi memberikan cara kepada
siswa dalam menyandikan (encoding), merepresentasikan, dan mengambil informasi. Peserta didik
yang terampil, akan memilih strategi secara selektif dan melihat keefektifannya selama proses
pembelajaran (Zimmerman & Martinez-Pons, 1990). Pada gilirannya, strategi memungkinkan peserta
didik yang terampil untuk menggunakan kemampuan/sumber daya mereka yang terbatas seefisien
mungkin. Randi dan Corno (2000) memberikan daftar lengkap dari strategi belajar yaitu perencanaan,
fokus sumber daya seseorang pada tujuan yang penting, ketekunan, pengendalian emosi, penggunaan
secara efektif sumber daya eksternal yang tersedia, dan mencari bantuan saat diperlukan.      
Berdasarkan hasil uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa regulasi diri (self regulation) memiliki
tiga aspek yang ada di dalamnya yaitu metakognisi, motivasi, dan perilaku. Siswa yang diasumsikan
termasuk kategori ’self-regulated’ adalah siswa yang aktif dalam proses belajarnya, baik secara
metakognitif, motivasi, maupun perilaku. Mereka menghasilkan gagasan, perasaan, dan tindakan
untuk mencapai tujuan belajarnya. Secara metakognitif mereka bisa memiliki strategi tertentu yang
efektif dalam memproses informasi. Sedangkan motivasi berbicara tentang semangat belajar yang
sifatnya internal. Adapun perilaku ditampilkannya adalah dalam bentuk tindakan nyata dalam belajar.

C. Proses Regulasi Diri (Self Regulation)


            Proses self regulation dilakukan agar seseorang atau individu dapat mencapai tujuan yang
diharapkannya. Dalam mencapai suatu tujuan yang diharapkan seseorang perlu mengetahui
kemampuan fisik, kognitif, social, pengendalian emosi yang baik sehimgga membawa seseorang
kepada self regulation yang baik. Miller & Brown (dalam Neal & Carey, 2005)
memformulasikan self regulation sebanyak tujuh tahap yaitu:
a) Receiving atau menerima informasi yang relevan, yaitu langkah awal individu dalam
menerima informasi dari berbagai sumber. Dengan informasi-informasi tersebut, individu
dapat mengetahui karakter yang lebih khusus dari suatu masalah. Seperti kemungkinan
adanya hubungan dengan aspek lainnya.
b) Evaluating atau mengevaluasi. Setelah kita mendapatkan informasi, langkhan berikutnya
adalah menyadari seberapa besar masalah tersebut. Dalam proses evaluasi diri, individu
menganalisis informasi dengan membandingkan suatu masalah yang terdeteksi di luar diri
(eksternal) dengan pendapat pribadi (internal) yang tercipta dari pengalaman yang
sebelumnya yang serupa. Pendapat itu didasari oleh harapan yang ideal yang diperoleh dari
pengembangan individu sepanjang hidupnya yang termasuk dalam proses pembelajaran.
c) Triggering atau membuat suatu perubahan. Sebagai akibat dari suatu proses perbandingan
dari hasil evaluasi sebelumnya, timbul perasaan positif atau negative. Individu menghindari
sikap-sikap atau pemikiran-pemikiran yang tidak sesuai dengan informasiyng didapat dengan
norma-norma yang ada. Semua reaksi yang ada pada tahap ini yaitu disebut juga
kecenderungan kea rah perubahan.
d) Searching atau mencari solusi. Pada tahap sebelumnya proses evaluasi menyebabkan reaksi-
reaksi emosional dan sikap. Pada akhir proses evaluasi tersebut menunjukkan pertentangan
antara sikap individu dalam memahami masalah. pertentangan tersebut membuat individu
akhirnya menyadari beberapa jenis tindakan atau aksi untuk mengurangi perbedaan yang
terjadi. Kebutuhan untuk mengurangi pertentangan dimulai dengan mencari jalan keluar dari
permasalahan yang dihadapi.
e) Formulating atau merancang suatu rencana, yaitu perencanaan aspek-aspek pokok untuk
meneruskan target atau tujuan seperti soal waktu, aktivitas untuk pengembangan, tempat-
tempat dan aspek lainnya yang mampu mendukung efesien dan efektif.
f) Implementing atau menerapkan rencana, yaitu setelah semua perencanaan telah teralisasi,
baerikutnya adalah secepatnya megarah pada aksi-aksi atau melakukan tindakan-tindakan
yang tepat yang mengarah ke tujuan dan memodifikasi sikap sesuai dengan yang diinginkan
dalam proses.
g) Assessing atau mengukur efektivitas dari rencana yang telah dibuat. Pengukuran ini dilakukan
pada tahap akhir. Pengukuran tersebut dapat membantu dalam menentukan dan menyadari
apakah perencanaan yang tidak direalisasikan itu sesuai dengan yang diharapkan atau tidak
serta apakah hasil yang didapat sesuai dengan yang diharapkan.
       Randi dan Corno (2000) menggambarkan empat aspek pengajaran yang membantu siswa
mencapai yang terbaik. Yang pertama adalah mengkondisikan siswa dengan pilihan-pilihan
yang memfasilitasi kemandirian/otonomi (Flowerday & Schraw, 2000; Ryan & Deci, 2000).
Kedua adalah membangun komunitas, dengan penekanan khusus pada
instruksi/pendekatan/model kolaboratif. Ketiga adalah pembelajaran dengan model scaffolded
yang secara eksplisit memberikan dukungan dari guru selama penguasaan keterampilan yang
baru (schraw et al., 2006). Keempat adalah penilaian berkelanjutan yang meliputi umpan balik
dari guru dan sesama rekan kepada siswa, serta penilaian berbasis kinerja rutin tentang
keterampilan pada pembelajaran yang penting.

Penelitian menunjukkan bahwa siswa yang menerima pembelajaran/instruksi yang


berkualitas termotivasi untuk belajar dan berhasil. Guru membantu mendorong kemandirian
belajar (self-regulated) melalui pemodelan dan pembelajaran/instruksi yang efisien. Dalam
proses tersebut siswa mengamati siswa lainnya dalam melakukan pembelajaran mandiri (self-
regulated), siswa juga mendapat manfaat dari umpan balik. Secara kolektif, siswa menjadi
pribadi mandiri karena guru yang terampil dan siswa lain yang menunjukkan keterampilan
penting yang, pada gilirannya, digabungkan ke dalam khasanah pembelajaran mereka sendiri.
Daftar Pustaka

Bandura, Albert. 1977. Social Learning Theory. Pretince-hall, Inc.,New Jersey


Buekaerts, Monique, dkk. 2000. Handbook of Self-Regulation. California: Academic Press.
Chang Hong, Song. 2012. An analysis of the relationship between self-study, private tutoring, and
self-efficacy on self-regulated learning. Korea : Korean Educational Development Institute
Knowles, M.S. 1975. Self Directed Learning, a Guide For Learners and Teachers. Englewood Cliffs:
Prentice Hall Regents.
Neal, D. & Carey. 2005. A Follow-Up Psychometri Analysis of the Self Regulation Questionare.
Psychology Journal: Psychology of Addictive Behavior.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2013. Salinan Lampiran
Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Roger H, Bruning. 2010. Cognitive Psychology and Instruction : 5th editon. Boston : Pearson
Education, Inc.
Tahar, Irzan. 2006. Hubungan Kemandirian Belajar dan Hasil Belajar Pada Pendidikan Jarak Jauh.
Universitas Terbuka
Zimmerman, Barry J. 1996. Developing Self-Regulated Learners, Beyond Achievement to Self-
Efficacy. Washington DC: American Psychological Association.

Anda mungkin juga menyukai