Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

Luka bakar adalah kerusakan jaringan atau kehilangan jaringan yang


disebabkan oleh kontak dengan suhu yang sangat tinggi seperti kobaran api,
jilatan api, terkena air panas, tersentuh benda panas, tersengat listrik, akibat
bahan-bahan kimia, dan terpapar sinar matahari yang cukup lama.1
Luka bakar merupakan suatu tantangan bagi para tenaga kesehatan. Selain
perjalanan penyakit suatu bentuk trauma dan ketidaknyamanan yang nyata,
gangguan permanen pada penampilan dan fungsi diikuti oleh ketergantungan,
kehilangan pekerjaan dan ketidakpastian masa depan. Masalah ini tidak hanya
dihadapi oleh pasien, namun juga keluarga mereka dan orang di sekitar. Pepatah
menyatakan, pasien trauma yang nyata, ditolong dan dirawat lebih awal oleh
personil yang terampil akan sembuh lebih cepat dibandingkan pasien yang
perawatannya tertunda. Demikian pula halnya dengan pasien luka bakar maupun
trauma lainnya.2
Pada tahun 2016, World Health Organization (WHO) memperkirakan
terdapat 153.000 kematian yang terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia akibat
luka bakar.3 Di India, lebih dari satu juta orang menderita luka bakar sedang –
berat setiap tahun. Di Bangladesh, Columbia, Mesir, dan Pakistan, 17% anak
dengan luka bakar menderita kecacatan sementara dan 18% menderita kecacatan
permanen. Sedangkan di Nepal, luka bakar merupakan penyebab kedua cedera
tertinggi, dengan 5% kecacatan.4
Menurut data American Burn Association, antara tahun 2011–2015
terdapat 486.000 kasus luka bakar di Amerika Serikat yang menerima penanganan
medis, 40.000 diantaranya harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, sebanyak
3.240 kematian terjadi setiap tahun akibat luka bakar. Penyebab terbanyak
terjadinya luka bakar adalah kebakaran perumahan dan kebakaran karena
kecelakaan kendaraan.5
Indonesia mempunyai angka kematian yang masih tinggi akibat luka
bakar. Berdasarkan data rekam medik di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado
periode Juni 2011 – Juni 2014, terdaftar sebanyak 151 kasus luka bakar. Insiden

1
terbanyak terjadi pada rentang umur 0-10 tahun sebanyak 44 kasus atau sebesar
29,2 %, diikuti oleh rentang umur 11-20 tahun sebanyak 33 kasus atau sebesar
11,9 %. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, paling banyak terjadi pada laki-laki
dengan jumlah kasus 114 atau sebesar 75,5 %. Selanjutnya, insiden luka bakar
paling banyak terjadi pada mereka yang belum bekerja yaitu sebesar 68 kasus
(45,0 %). Tercatat penyebab paling banyak adalah luka bakar listrik yaitu sebesar
58 kasus (38,4 %).6

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Luka bakar atau combustio adalah suatu bentuk kerusakan jaringan
atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh kontak dengan suhu yang
sangat tinggi seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke tubuh (flash),
terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), tersengat
listrik, akibat bahan-bahan kimia, dan sengatan matahari (sunburn).1

B. ETIOLOGI
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena paparan api, baik secara
langsung maupun tidak langsung, misalnya tersiram air panas, pajanan suhu
tinggi matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka
bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi
menjadi :1,7,8
a. Api
1) Flame : Akibat kontak langsung jaringan kulit dengan api terbuka
yang menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Hal ini
merupakan penyebab luka bakar terbanyak.
2) Benda panas (kontak) : Terjadi akibat kontak langsung dengan benda
panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang
mengalami kontak. Contohnya luka bakar akibat rokok dan alat-alat
seperti solder besi atau peralatan masak.
b. Air panas (Scalds)
Scalds adalah luka bakar akibat kontak dengan air panas. Semakin kental
cairan dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar pula kerusakan
yang akan ditimbulkan.
c. Inhalasi
Luka inhalasi akibat dari menghirup gas yang sangat panas, uap, cairan
panas atau produk berbahaya dari pembakaran yang menyebabkan cedera
termal atau kimia pada saluran napas dan paru-paru.

3
d. Aliran listrik
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi
paling rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh
darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan
sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak,
baik kontak dengan sumber arus maupun ground. Luka bakar ini biasanya
sangat dalam dan dapat menyebabkan kerusakan yang parah pada kulit dan
jaringan di bawahnya. Listrik yang menyebabkan percikan api dan
membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
e. Zat kimia (asam atau basa)
Luka bakar kimia disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan di bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang
sering digunakan untuk keperluan rumah tangga.
f. Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif.
g. Sunburn (Sengatan Matahari)
Kerusakan pada kulit karena terpapar lama sinar ultraviolet (UV) yang
dipancarkan oleh matahari.

Gambar 1. Tipe luka bakar9

4
C. EPIDEMIOLOGI
Luka bakar adalah masalah kesehatan masyarakat global yang
menyebabkan sekitar 180.000 kematian setiap tahun. Sebagian besar terjadi di
negara-negara berpenghasilan rendah sampai menengah dan hampir dua
pertiganya terjadi di wilayah WHO Afrika dan Asia Tenggara. Di banyak
negara berpenghasilan tinggi, angka kematian akibat kebakaran telah
menurun, dan angka kematian anak akibat kebakaran saat ini lebih dari 7 kali
lebih tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah daripada di
negara-negara yang berpenghasilan tinggi.4
Pada tahun 2016, World Health Organization (WHO) memperkirakan
terdapat 153.000 kematian yang terjadi setiap tahun di seluruh dunia akibat
luka bakar.3 Di India, lebih dari satu juta orang menderita luka bakar sedang –
berat setiap tahun. Di Bangladesh, Columbia, Mesir, dan Pakistan, 17% anak
dengan luka bakar menderita kecacatan sementara dan 18% menderita
kecacatan permanen. Sedangkan di Nepal, luka bakar merupakan penyebab
kedua cedera tertinggi, dengan 5% kecacatan.4
Menurut data American Burn Association, antara tahun 2011–2015
terdapat 486.000 kasus luka bakar di Amerika Serikat yang menerima
penanganan medis, 40.000 diantaranya harus dirawat di rumah sakit. Selain
itu, sebanyak 3.240 kematian terjadi setiap tahun akibat luka bakar. Penyebab
terbanyak terjadinya luka bakar adalah kebakaran perumahan dan kebakaran
karena kecelakaan kendaraan.5
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado periode 2011-2014, insiden terbanyak terjadi pada rentang
umur 0-10 yakni sebanyak 44 kasus atau sebesar 29,2%, diikuti oleh rentang
umur 11-20 tahun sebanyak 33 kasus atau sebesar 11,9%. Insiden terbanyak
pada laki-laki dengan jumlah kasus 114 atau sebesar 75,5% dan perempuan
dengan jumlah kasus 37 atau sebesar 24,5%. Insiden luka bakar paling banyak
terjadi pada mereka yang belum bekerja yaitu sebesar 68 kasus (45,0%).
Penyebab paling banyak adalah luka bakar listrik yakni 58 kasus (38,4%) dan
kedua adalah luka bakar karena air panas sebanyak 41 kasus (27,2%).6

5
D. PATOFISIOLOGI
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan
permeabilitas juga akan meningkat. Sel darah yang ada di dalam pembuluh
darah juga ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Permeabilitas kapiler
meningkat, menyebabkan hilangnya protein dan cairan intravaskuler ke
kompartemen interstitial, sehingga menyebabkan oedem dan menimbulkan
bula yang banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume
cairan intravaskuler. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan mengakibatkan
hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan. Kerusakan kulit
akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang
berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat
dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga.10
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya masih terkompensasi
oleh keseimbangan cairan tubuh, namun bila lebih dari 20% maka akan terjadi
syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin,
berkeringat, nadi lemah dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin
berkurang. Pembengkakkan terjadi perlahan-lahan, maksimal setelah 8 jam.10
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah,
dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas
yang terhirup. Oedem laring yang ditimbulkan dapat menyebabkan hambatan
jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak, dan
dahak bewarna gelap akibat jelaga, juga bisa terjadi keracunan gas CO dan gas
beracun lainnya. Karbon monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat
sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan
ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang
berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO penderita dapat
meninggal. Setelah 12–24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini
ditandai dengan meningkatnya diuresis.10
Luka bakar dikelompokkan menjadi tiga zona oleh Jackson (1947).
Pada bagian pusat atau tengah luka disebut zona koagulasi, yaitu merupakan
zona kontak langsung dengan sumber panas dan mengalami kerusakan

6
jaringan yang irreversibel yang disebabkan oleh koagulasi constituent
proteins. Protein akan mengalami denaturasi pada suhu diatas 41 °C, sehingga
panas yang berlebih pada tempat luka akan mengakibatkan denaturasi protein,
degradasi, dan koagulasi yang mempu menyebabkan nekrosis jaringan.1
Diluar zona koagulasi terdapat zona stasis atau zona iskemik yang
ditandai dengan menurunnya perfusi jaringan sehingga menyebabkan
gangguan pada sel dan jaringan yang bersifat sementara. Tujuan utama
resusitasi pada luka bakar adalah untuk meningkatkan perfusi jaringan pada
daerah ini dan mencegah kerusakan yang irreversibel. Jika disertai dengan
edema yang berlangsung lama, infeksi dan hipotensi dapat mengkonversi
zona ini ke zona koagulasi.1
Daerah paling luar yaitu zona hiperemis dimana pada zona ini terjadi
peningkatan perfusi. Jaringan pada zona ini akan selalu pulih kecuali jika ada
sepsis atau hipoperfusi yang berkepanjangan.1

Gambar 2. Zona luka bakar koagulasi, stasis, hyperemia.

7
Fase luka bakar11
Luka bakar mempunyai 3 fase yaitu fase akut, subakut dan lanjut. Pembagian
ini membantu untuk penanganan luka bakar yang lebih terintegrasi.
1. Fase akut/ awal/ syok
Fase ini dimulai dari saat kejadian sampai penderita mendapatkan
perawatan di IGD/ unit luka bakar. Seperti pada trauma lainnya, penderita
luka bakar mengalami ancaman gangguan jalan napas dan ganguan
sirkulasi. Gangguan jalan napas dapat terjadi segera atau beberapa saat
setelah trauma, namun obstruksi jalan nafas dapat terjadi dalam 48-72 jam
pasca trauma. Cedera inhalasi pada luka bakar adalah penyebab kematian
utama di fase akut. Ganguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit
akibat cedera termal berdampak sitemik hingga syok hipovolemik yang
berlanjut hingga keadaan hiperdinamik akibat instabilisasi sirkulasi.
2. Fase subakut
Fase ini berlangsung setelah syok teratasi. Permasalahan pada fase ini
adalah proses inflamasi atau infeksi pada luka bakar, masalah penutupan
luka dan keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut
Pada fase ini penderita dinyatakan sembuh, namun memerlukan kontrol
rawat jalan. Fase ini terjadi setelah penutupan luka sampai terjadi
maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit berupa jaringan
parut yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas, dan
adanya kontraktur.

E. ASESMEN
Menurut Australian and New Zealand Burn Association, luka bakar
dibagi berdasarkan kedalaman dan luas permukaan :
a. Berdasarkan kedalamannya, dibedakan luka bakar superfisial, sedang dan
dalam. Ketiganya masing–masing disebut luka bakar epidermal, mid–
dermal dan deep dermal atau seluruh ketebalan kulit. Pada praktek
dilapangan, umumnya dijumpai dalam bentuk gabungan.12-14

8
1. Luka bakar superficial
Disebut juga luka bakar dangkal. Merupakan bentuk luka bakar
yang memiliki potensi mengalami proses epitelialisasi spontan. Yang
termasuk ke dalam kategori ini adalah luka bakar epidermal dan
dermal bagian superfisial.
a) Luka bakar epidermal
Luka bakar ini hanya melibatkan lapis epidermis. Penyebab
tersering adalah paparan sinar matahari atau flash injury minor
(percikan api). Lapis permukaan mengalami kerusakan dan proses
penyembuhan berlangsung melalui regenerasi epidermis yang
berasal dari lamina basalis. Dengan adanya produksi mediator
inflamasi, didapatkan hiperemia yang menyebabkan luka
kemerahan dan nyeri.15 Eritema terkadang sulit dinilai pada orang
yang berwarna kulit gelap. Luka bakar jenis ini mengalami
epitelialisasi dalam waktu singkat (dalam 7 hari) tanpa parut
maupun perubahan warna.16 Kadang diperlukan perawatan di
rumah sakit untuk manajemen nyeri.14
Eritema (luka bakar epidermal) tidak diperhitungkan pada
kalkulasi luas luka bakar.15 Memang untuk membedakan eritema
(luka bakar epidermal) dengan luka bakar superfisial (dermal) agak
sulit dalam beberapa jam pertama pasca luka bakar.

Pengisian
Kedalaman Warna Bula Sensasi
Kapiler
Epidermal Merah Tidak Cepat Nyeri
Dermal–
Merah muda
superfisial Kecil Cepat Nyeri
pucat
(dangkal)
Merah muda
Mid dermal Awal Lambat +/-
gelap
Merah Tidak
Dermal dalam +/- Tidak ada
bernoda ada
Seluruh Tidak
Putih Tidak Tidak ada
ketebalan ada

9
Tabel 1. Diagnosis kedalaman luka bakar15
b) Luka bakar dermal–superficial
Luka bakar dermal–superficial mengenai epidermis dan lapis
dermis bagian superfisial, yaitu dermal papilae. Ciri khas luka
bakar jenis ini yaitu lepuh (blister, bula).17 Lapis kulit di atas bula
(non–vital) terlepas dari lapis dermis (vital) karena edema. Edema
menyebabkan terlepasnya epidermis dari lapisan dermis dan proses
eksudasi menyebabkan akumulasi cairan dan mendorong
epidermis; lapis epidermis mengalami kematian, selanjutnya
menyebabkan kerusakan dermis sehingga luka bertambah dalam.
Terpaparnya dermal papilae memberikan warna merah muda, dan
karena ujung–ujung saraf sensorik terpapar maka diikuti dengan
nyeri yang ekstrim.14
Dengan suasana kondusif, epitel akan menyebar dari struktur
adneksa kulit (folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat) dan menutupi dermis (proses epitelialisasi). Proses
tersebut berlangsung dalam waktu maksimal 14 hari dengan bekas
luka yang menunjukkan perbedaan warna. Tidak ada bekas luka
yang dibentuk pada luka bakar dermal–superfisial ini.
Bila proses epitelialisasi mengalami keterlambatan, hal ini
menunjukkan bahwa kedalaman luka lebih dalam dibandingkan
saat diagnosis ditegakkan.
2. Luka bakar mid-dermal
Luka bakar mid–dermal sebagaimana namanya, melibatkan
kedalaman di antara luka bakar superfisial dan luka bakar dalam. Luka
ini lebih cepat mengalami epitelialisasi dibandingkan luka bakar
dalam.
Secara klinis, terlihat adanya variasi derajat kerusakan pleksus
dermal. Trombosis kapiler dan keterlambatan pengisian kapiler disertai
edema dan pembentukkan bula dapat diamati. Warna merah muda dari
jaringannya lebih gelap dibandingkan luka bakar superfisial.

10
3. Luka bakar dalam
Luka bakar dalam lebih berat dibandingkan dua jenis luka bakar
yang dijelaskan sebelumnya. Proses epitelialisasi spontan tidak terjadi
atau terjadi dalam waktu relatif panjang dengan bekas luka yang jelas
sekali. Luka bakar ini terdiri dari dermal–dalam dan seluruh ketebalan
kulit.
a) Luka bakar dermal–dalam
Pada luka bakar dermal–dalam mungkin dapat dijumpai bula,
namun di dasar bula ditunjukkan karakteristik luka bakar dalam,
retikulum dermis menunjukkan warna merah berbercak. 15,17 Hal ini
disebabkan karena ekstrapasasi hemoglobin dari sel–sel darah merah
yang rusak dan keluar dari pembuluh darah. Pertanda khas pada luka
bakar ini adalah suatu tampilan yang disebut fenomena hilangnya
capillary blush. Ini menunjukkan kerusakan pleksus dermal. Ujung–
ujung saraf di lapisan dermis juga mengalami nasib yang sama, oleh
karena itu diikuti dengan hilang sensasi terutama saat dilakukan uji
pinprick.
b) Seluruh ketebalan kulit (Full thickness burns)
Full thickness burns menyebabkan kerusakan lapis epidermis dan
dermis yang dapat menyebabkan kerusakan struktur jaringan lebih
dalam.17 Penampilan kliniknya yaitu kulit bewarna putih (dense white,
waxy, dan charred appearance). Ujung saraf sensorik di dermis rusak
sehingga kehilangan sensasi.15,17 Kulit yang mengalami koagulasi yang
menunjukkan konsistensi seperti kulit ini disebut eskar.

11
Gambar 3. Luka Bakar Superficial (kiri), Luka Bakar Mid-dermal (tengah),
Luka Bakar Dalam (kanan).9
b. Berdasarkan luas permukaan luka bakar, luas luka tubuh dinyatakan
sebagai persentase terhadap luas permukaan tubuh atau Total Body
Surface Area (TBSA). Untuk menghitung secara cepat dipakai Rules of
Nine atau Rules of Walles dari Walles. Penghitungan ini hanya dapat
diterapkan pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi
tubuh yang berbeda. Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines
menurut Lund and Browder, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun
dan 1 tahun.
Rule of nine atau rule of wallace yaitu :1
1. Kepala dan leher : 9%
2. Lengan masing-masing 9% : 18%
3. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4. Tungkai masing-masing 18% : 36%
5. Genetalia/perineum : 1%

Gambar 4. Wallace Rule of Nines18

F. PENATALAKSANAAN

12
Penanganan pertama sebelum ke rumah sakit adalah dengan
menyingkirkan sumber panas tanpa membahayakan penolong, kemudian
penatalaksanaan mengikuti prinsip dasar resusitasi trauma :1
1. Airway dan breathing
Saat menilai ‘airway” perhatikan apakah terdapat luka bakar inhalasi.
Biasanya ditemukan sputum hitam, rambut atau bulu hidung yang gosong,
luka bakar pada wajah, oedem oropharyngeal dan perubahan suara. Pada
luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan
sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum
dilakukan intubasi, oksigen 100% diberikan dengan menggunakan face
mask. Intubasi bertujuan untuk mempertahankan potensi jalan napas,
fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan sekret) dan
broncoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi perdebatan
karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar
dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang
diperkirakan akan lama menggunakan ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada
luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi. Kemudian dilakukan
pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui pipa endotracheal. Terapi
inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik disaluran napas
dengan cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada proses
inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah
dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan
distress pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak, gelisah, takipneu,
pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan, dan stridor.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah
serial dan foto thorax.1,7-9,19
2. Circulation
Akses intravena dan pemberian resusitasi cairan sangat penting untuk
segera dilakukan. Lokasi ideal akses pemberian cairan pada kulit yang
tidak mengalami luka bakar, namun jika tidak memungkinkan maka dapat
dilakukan pada luka bakar. Akses intravena sebaiknya dilakukan sebelum
terjadi edema jaringan yang akan menyulitkan pemasangan infus.

13
Pemasangan infus di vena sentral perlu dipertimbangkan jika tidak ada
akses pada vena perifer. Kateter Foley digunakan untuk memonitor
produksi urin dan keseimbangan cairan.1
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah :1,7-9
a. Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh
vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan.
b. Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak
diperlukan.
c. Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk
menjamin survival seluruh sel.
d. Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan
hipertonik dan koloid :
a. Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini
adalah Ringer Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati
kadarnya dalam plasma atau memiliki osmolalitas hampir sama dengan
plasma. Pada keadaan normal, cairan ini tidak hanya dipertahankan di
ruang intravaskular karena cairan ini banyak keluar ke ruang
interstisial. Pemberian 1 L Ringer Laktat (RL) akan meningkatkan
volume intravaskuer 300 ml.1,7-9
b. Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan
penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid. Larutan
garam hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaitu NaCl
1,8%, 3%, 5 %, 7,5% dan 10%. Osmolalitas cairan ini melebihi cairan
intraseluler sehingga cairan akan berpindah dari intraseluler ke
ekstraseluler. Larutan garam hipertonik meningkatkan volume
intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan dari intraseluler.1,7-9
c. Larutan koloid

14
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan
Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi
membran kapiler, oleh karena itu sebagian akan tetap dipertahankan
didalam ruang intravaskuler. Pada luka bakar dan sepsis, terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan berpindah ke
ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema interstisium yang
ada.1,10,20-21
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin
sintetik, HES berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik.
T ½ dalam plasma selama 5 hari, tidak bersifat toksik, memiliki efek
samping koagulopati namun umumnya tidak menyebabkan masalah
klinis. HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara
menutup celah interseluler pada lapisan endotel sehingga
menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan protein. Penelitian
terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki efek antiinflamasi
dengan menurunkan lipid protein complex yang dihasilkan oleh
endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan permeabilitas kapiler. Efek anti
inflamasi diharapkan dapat mencegah terjadinya SIRS.1,7-9
Penatalaksanaan 24 jam pertama
Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus
ditentukan. Kemudian, jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung.
Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini.1
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum
digunakan pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode
ini mengacu pada waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih
tepat diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak terlalu luas tanpa
keterlambatan. Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai
berikut :1,7-9
1. Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam
pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak
dan orang tua, kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera
inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari kebutuhan.

15
2. Penggunaan zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3
mg/kgBB dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5%
jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam.
3. Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena
sentral (minimal 6-12cm H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah
produksi urin melalui kateter, saat resusitasi (0,5-1ml/kg BB/jam maka
jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya.
4. Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis
dan sedimen).
5. Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan
kuantitas cairan lambung melaui pipa nasogastrik. Jika 200ml tidak
ada gangguan pasase lambung, 200-400ml ada gangguan ringan, >400
ml gangguan berat.
Penatalaksanaan 24 jam kedua1,7-9
1. Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi
rata dalam 24 jam. Jenis cairan yang dapat diberikan adalah glukosa
5% atau 10% 1500-2000 ml. Batasan ringer laktat dapat memperberat
edema interstisial.
2. Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat
dan jumlah produksi uin <1-2 ml/kgBB/jam,berikan vasoaktif sampai
5 mg/kgBB.
3. Pemantauan analisa gas darah, elektrolit.
Penatalaksanaan setelah 48 jam1,7-9
1. Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintanance.
2. Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB),
hemoglobin dan hematokrit.
Cara Baxter1,7-9
Pada dewasa :
Hari I : 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar
Hari II : Koloid: 200-2000 cc + glukosa 5%
Pemberian cairan ½ volume pada 8 jam pertama dan ½ volume diberikan
16 jam berikutnya.

16
Cara Evans1,7-9
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.
Formula Parkland1,7-9
Hari I (24jam pertama):
8 jam pertama : [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA)] / 8 jam = cc/jam
16 jam kedua : [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam
Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah
1% dari kebutuhan.Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat
dilihat dari produksi urin yaitu pada dewasa 0,5-1,0 cc/kg/jam dan pada
anak 1,0-1,5 cc/kg/jam.1,7-9
3. Resusitasi Nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak
sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT).
Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60%
karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili
usus. Dengan demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat
membantu mencegah terjadinya SIRS dan MODS.1
4. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas dan
resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi debridement secara alami,
mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi), pencucian luka, wound
dressing dan pemberian antibiotik topikal. Tujuan perawatan luka adalah
untuk menutup luka dengan mengupayakan proses reepiteliasasi,
mencegah infeksi, mengurangi jaringan parut dan kontraktur dan untuk

17
menyamankan pasien. Debridement diusahakan sedini mungkin untuk
membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini
dilakukan setelah keadaan penderita stabil. Untuk bulla ukuran kecil
tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran besar (>5cm) dipecahkan
tanpa membuang lapisan epidermis diatasnya.1,7-9
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada
luka bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab
pengerutan keropeng (eskar) dan pembengkakan yang terus berlangsung
dapat mengakibatkan penjepitan (compartment syndrome) yang
membahayakan sirkulasi sehingga bagian distal iskemik dan nekrosis
(mati). Tanda dini penjepitan (compartment syndrome) berupa nyeri
kemudian kehilangan daya rasa (sensibilitas) menjadi kebas pada ujung-
ujung distal. Keadaan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan
memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas.1,7-9
Luka bakar derajat satu dan dua yang menyisakan elemen epitel berupa
kelenjar sebasea, kelenjar keringat, atau pangkal rambut, dapat diharapkan
sembuh sendiri, asal dijaga supaya elemen epitel tersebut tidak hancur atau
rusak karena infeksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan infeksi.
Pada luka lebih dalam, perlu diusahakan secepat mungkin membuang
jaringan kulit yang mati dan memberi obat topikal yang daya tembusnya
tinggi sampai mencapai dasar jaringan mati. Perawatan setempat dapat
dilakukan secara terbuka atau tertutup.1
Ada beberapa jenis obat yang dianjurkan seperti golongan silver
sulfadiazine dan yang terbaru MEBO (moist exposure burn ointment).
Obat topikal yang dipakai dapat berbentuk larutan, salep atau krim.
Antibiotik dapat diberikan dalam bentuk sediaan kasa (tulle). Antiseptik
yang dipakai adalah yodium povidon atau nitras-argenti 0,5%. Kompres
nitras-argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai bakteriostatik
untuk semua kuman. Obat ini mengendap sebagai garam sulfida atau
klorida yang memberi warna hitam sehingga mengotori semua kain.1
Krim silver sulfadiazine 1% sangat berguna karena bersifat
bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang cukup, efektif terhadap

18
semua kuman, tidak menimbulkan resistensi, dan aman.1 Kerugian dari
pemakaian krim ini adalah pada saat membuka balutan sering terjadi kassa
lengket pada luka, sehingga menyebabkan epitel terangkat kembali dan
juga pada terapi menggunakan krim silver sulfadiazine 1% pada saat kulit
sudah mengalami epitelisasi sudah tidak cocok lagi karena menjadi terlalu
lembab dan juga menghambat proses pertumbuhan kulit dan menjadi
media bagi tumbuhnya bakteri.
MEBO (moist exposure burn ointment) merupakan antimikroba broad
spectrum berbentuk ointment dari preparat herbal yang terdiri dari beta
sitosterol, bacailin, berberine yang berperan sebagai analgetik, anti
inflamasi, anti mikroba, dan menghambat pembentukan jaringan parut.
Preparat ini juga mengandung amino acid, fatty acid, dan amylase yang
memberikan nutrisi untuk regenerasi dan perbaikan kulit. Preparat ini
merangsang pertumbuhan potential regenerative cells (PRCs) dan sel
punca (stem cell) untuk penyembuhan luka dan mengurangi terbentuknya
jaringan parut. MEBO/MEBT idealnya diberikan dalam 4-12 jam pertama
setelah paparan panas. Kelembaban pada preparat ointment akan
mengoptimalkan kondisi penyembuhan luka.22 Kerugian pemakaian
MEBO adalah harga yang masih cukup mahal.
Keuntungan perawatan terbuka adalah mudah dan murah. Permukaan
luka yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit
berkembang. Kerugiannya, bila digunakan obat tertentu, misalnya nitras-
argenti, alas tidur menjadi kotor. Penderita dan keluarga pun merasa
kurang enak karena melihat luka yang tampak kotor. Sedapat mungkin
luka yang tampak kotor. Sedapat mungkin luka dibiarkan terbuka setelah
diolesi obat.1
Perawatan tertutup dilakukan dengan memberikan balutan yang
dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi, tetapi
tutupnya sedemikian rupa sehingga masih cukup longgar untuk
berlangsungnya penguapan. Keuntungan perawatan tertutup adalah luka
tampak rapi, terlindung, dan enak bagi penderita. Hanya, diperlukan
tenaga dan dana lebih banyak karena dipakainya banyak pembalut dan

19
antiseptik. Kadang suasana luka yang lembap dan hangat memungkinkan
kuman untuk berkembang biak. Oleh karena itu, bila pembalut melekat
pada luka, tetapi tidak berbau, sebaiknya jangan dilepaskan, tetapi
ditunggu sampai terlepas sendiri.1
5. Eksisi dan graft
Luka bakar derajat IIB dan III tidak dapat mengalami penyembuhan
spontan tanpa autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini
akan menjadi fokus inflamasi dan infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini
dilakukan sebagian besar ahli bedah karena memiliki lebih banyak
keuntungan dibandingkan debridement serial. Setelah dilakukan eksisi,
luka harus ditutup melalui skin graft (pencakokan kulit) dengan
menggunakan biological dressing. Terdapat 3 bahan biological dressing
yaitu homografts (kulit mayat dan penutup luka sementara),
xenografts/heterografts (kulit binatang seperti babi dan penutup luka
sementara) dan autografts (kulit pasien sendiri dan penutup luka
permanen). Idealnya luka ditutup dengan kulit pasien sendiri (autograft).
Terdapat 2 tipe primer autografts kulit yaitu split-thickness skin grafts
(STSG) dan full-thickness skin grafts (FTSG). Pada luka bakar 20-30%
biasanya dapat dilakukan dalam satu kali operasi dengan penutupan oleh
STSG diambil dari bagian tubuh pasien.1,7-9
6. Lain-lain
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai
profilaksis infeksi dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5 hari
pertana populasi kuman yang sering dijumpai adalah bakteri Gram positif
non-patogen. Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri Gram negative patogen.
Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan steril
sehingga tidak diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang
dapat digunakan adalah silver sulfadiazine 1%, silver nitrate dan mafenide
(sulfamylon) dan xerofom/bacitracin. Antasida diberikan untuk
pencegahan tukak, antipiretik bila suhu tinggi dan analgetik bila nyeri.1,7-9
Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk
memperlancarkan peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau

20
perlu sendi diistirahatkan dalam posisi fungsional dengan bidai. Penderita
luka bakar luas harus dipantau terus menerus. Keberhasilan pemberian
cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu 1 ml/kgBB/jam. Yang
penting juga adalah sirkulasi normal atau dengan menilai produksi urin,
analisa gas darah, elektrolit, hemoglobin dan hematokrit.1,7-9

G. KOMPLIKASI
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat
perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi
dan grafting. Komplikasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS,
sepsis dan MODS. Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga dapat
terjadi, yaitu atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas usus
menurun dan ileus. Pada ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis karena
perfusi ke renal menurun. Skin graft loss merupakan komplikasi yang sering
terjadi, hal ini disebabkan oleh hematoma, infeksi dan robeknya graft. Pada
fase lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi jaringan parut pada kulit berupa
jaringan parut hipertrofik, keloid dan kontraktur. Kontraktur kulit dapat
menganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi. Kekakuan sendi
memerlukan program fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan
tindakan bedah.1,7-9

H. PROGNOSIS
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam
dan luasnya permukaan luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan
kecepatan pengobatan medikamentosa. Selain itu faktor letak daerah yang
terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan
kecepatan penyembuhan. Luka bakar minor dapat sembuh 5-10 hari tanpa
adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari
dan mugkin dapat menimbulkan luka parut. Jaringan parut akan membatasi
gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan dapat diperlukan
untuk membuang jaringan parut. Mortalitas dihubungkan dengan usia

21
penderita dan luas luka bakar yang dialami. Semakin luas luka bakar, semakin
tinggi angka mortalitas.1,7-9

BAB III
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : Tn. MF
Tanggal Lahir/Umur : 21-07-1973 / 46 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Alamat : Desa Lopana 1, Jaga 5, Minahasa Selatan
Pekerjaan : Tukang
Suku : Sangir
Nomor RM : 70.88.34
MRS : 22/11/2019

2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara langsung pada penderita.

Keluhan utama :
Luka dan nyeri pada tangan dan bokong akibat tersengat listrik.

Riwayat penyakit sekarang :


Luka dan nyeri pada tangan dan pantat akibat tersengat listrik dialami
pasien sejak ± 5,5 jam SMRS. Awalnya pasien sedang bekerja bangunan
kemudian besi yang dipegangnya terkena kabel listrik yang terbuka.
Penderita kemudian tersengat listrik dan terlempar ke arah belakang dan
jatuh dengan posisi duduk dari ketinggian ± 4 meter. Riwayat pingsan (+),
mual (-), muntah (-). Penderita langsung dilarikan ke RSUD Kalooran
Amurang, kemudian dirujuk ke RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
dengan infus terpasang.

22
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien.

3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 140/70 mmHg
Nadi : 92x/menit, isi cukup, regular, akral hangat
Respirasi : 18x/menit
Suhu Badan : 36,7ºC
SpO2 : 99%
VAS :5

Status Lokalis
Kepala : Normochepal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Sekret (-), deviasi septum (-)
Telinga : Normotia, sekret (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1
Leher : Trakea letak tengah
KGB : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada

23
aksila, supraklavikula, submandibular, submental, dan
inguinal.

Thorax
Paru :
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris
 Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan, massa (-)
 Perkusi : Sonor kiri = kanan
 Auskultasi : Suara pernapasan vesikuler,
ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung :
 Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus kordis teraba
 Perkusi :
o Batas kiri atas : ICS II, linea parasternalis sinistra
o Batas kanan atas : ICS II, linea parasternalis
dextra
o Batas kiri bawah : ICS IV, linea midklavikula
sinistra
 Auskultasi : Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
 Inspeksi : Datar
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba membesar
 Perkusi : Timpani

Ekstremitas atas dan bawah :

24
 Regio antebrachii dextra : luka bakar epidermal, superfisial dermal,
mid dermal, e.c listrik (luka masuk)
 Regio antebrachii sinistra : luka bakar epidermal, superfisial dermal,
mid dermal, e.c listrik (luka masuk)
 Regio gluteus sinistra : luka bakar epidermal, superfisial dermal, mid
dermal, deep dermal (luka keluar)
4. Resume
Luka dan nyeri pada tangan dan pantat akibat tersengat listrik dialami
pasien sejak ± 5,5 jam SMRS. Awalnya pasien sedang bekerja bangunan
kemudian besi yang dipegangnya terkena kabel listrik yang terbuka.
Penderita kemudian tersengat listrik dan terlempar ke arah belakang dan
jatuh dengan posisi duduk dari ketinggian ± 4 meter. Riwayat pingsan (+).
Regio antebrachii dextra : luka bakar epidermal, superfisial dermal, mid
dermal, e.c listrik (luka masuk). Regio antebrachii sinistra : luka bakar
epidermal, superfisial dermal, mid dermal, e.c listrik (luka masuk). Regio
gluteus sinistra : luka bakar epidermal, superfisial dermal, mid dermal,
deep dermal (luka keluar).

5. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (22-11-2019)
HEMATOLOGI Ureum Darah : 38 mg/dL
Leukosit : 16.600 /uL Creatinin Darah: 1.0 mg/dL
Eritrosit : 5.05 10^6/uL GDS : 117 mg/dL
Hemoglobin : 15.0 g/dL Chlorida Darah: 99.6 mEq/L
Hematokrit : 43.6 % Kalium Darah : 5.20
Trombosit : 298.000 /uL mEq/L
MCH : 29.6 pg Natrium Darah: 138 mEq/L
MCHC : 34.3 g/dL HEMOSTASIS
MCV : 86.3 fL PT : 13.0 detik
KIMIA KLINIK @INR : 1.04 detik
SGOT : 25 U/L APPT : 38.0 detik
SGPT : 10 U/L

25
6. Diagnosis
Luka bakar superfisial dermal, mid dermal, deep dermal regio antebrachii
dextra et sinistra + gluteus sinistra et causa listrik

7. Terapi
 IVFD RL
 Inj. Ceftriaxone 2×1 gr I.V
 Inj. Ketorolac 3 × 30 mg I.V
 Inj. Ranitidine 2×50 mg I.V
 Tetagam 250 IU I.M
 Rawat luka setiap hari sekali

8. Follow up
Irina A atas Kamar 4
Minggu, 24 November 2019
S : Nyeri pada luka bakar (+)
O : KU : Sedang, Kesadaran : Compos mentis
Regio antebrachii dextra : luka (+), bullae (+), warna kehitaman
Regio antebrachii sinistra : luka (+), bullae (-), warna kehitaman,
keputihan
Regio gluteus sinistra : luka (+), bullae (-), warna keputihan, merah
muda
A: Luka bakar et causa listrik
P:
 IVFD RL
 Inj. Ceftriaxone 2×1gr I.V
 Inj. Ketorolac 3 × 30 mg I.V
 Inj. Ranitidine 2×50 mg I.V
 Rawat luka
 Balance cairan
 Awasi produksi urine

26
Senin, 25 November 2019
S : Nyeri pada luka bakar (+)
O : KU : Sedang, Kesadaran : Compos mentis
Regio antebrachii dextra : luka (+), bullae (+), warna kehitaman
Regio antebrachii sinistra : luka (+), bullae (-), warna kehitaman
Regio gluteus sinistra : luka bakar (+), bullae (-)
A: Luka bakar et causa listrik
P:
 IVFD RL
 Inj. Ceftriaxone 2×1gr I.V
 Inj. Ketorolac 3 × 30 mg I.V
 Inj. Ranitidine 2×50 mg I.V
 Rawat luka
 Balance cairan
 Observasi produksi urine

Selasa, 26 November 2019


S : Nyeri pada luka bakar (+)
O : KU : Sedang, Kesadaran : Compos mentis
Regio antebrachii dextra : luka grade II-III, anestesi (+), warna
kehitaman
Regio antebrachii sinistra : luka grade II-III, anestesi (+), warna
kehitaman
Regio gluteus sinistra : luka (+)
A: Luka bakar et causa listrik
P:
 IVFD RL
 Inj. Ceftriaxone 2×1gr I.V
 Inj. Ketorolac 3 × 30 mg I.V
 Inj. Ranitidine 2×50 mg I.V
 Rawat luka

27
 Balance cairan
 Pro debridement hari kamis, 28-11-2019

Rabu, 27 November 2019


S : Nyeri dan luka (+)
O : KU : Sedang, Kesadaran : Compos mentis
Regio antebrachii dextra : luka grade II-III, anestesi (+), warna
kehitaman
Regio antebrachii sinistra : luka grade II-III, anestesi (+), warna
kehitaman
Regio gluteus sinistra : luka (+)
A: Luka bakar et causa listrik
P:
 IVFD RL
 Inj. Ceftriaxone 2×1gr I.V
 Inj. Ketorolac 3 × 30 mg I.V
 Inj. Ranitidine 2×50 mg I.V
 Rawat luka
 Balance cairan
 Pro debridement hari kamis, 28-11-2019
 Konsul anestesi
 Cross match PRC 1 bag
 Puasakan pasien sesuai TS anestesi

Kamis, 28 November 2019


S : Luka (+)
O : KU : Sedang, Kesadaran : Compos mentis
Regio antebrachii dextra : luka grade II-III, anestesi (+), warna
kehitaman
Regio antebrachii sinistra : luka grade II-III, anestesi (+), warna
kehitaman
Regio gluteus sinistra : luka (+)

28
A : Luka bakar et causa listrik
P:
 Debridement hari ini

Jumat, 29 November 2019


S : Nyeri luka operasi (+), demam semalam (+)
O : KU : Sedang, Kesadaran : Compos mentis
Regio antebrachii dextra : luka terawat
Regio antebrachii sinistra : luka terawat
Regio gluteus sinistra : luka terawat
A : Post debridement luka bakar et causa listrik
P:
 IVFD RL
 Inj. Ceftriaxone 2×1gr I.V
 Inj. Ketorolac 3 × 30 mg I.V
 Inj. Ranitidine 2×50 mg I.V
 Rawat luka

Sabtu, 30 November 2019


S : Demam di malam hari sejak 2 hari yang lalu,
Timbul ruam kemerahan sejak semalam, gatal (+)
O : KU : Sedang, Kesadaran : Compos mentis
Regio antebrachii dextra : luka terawat
Regio antebrachii sinistra : luka terawat
Regio gluteus sinistra : luka terawat
A : Post debridement luka bakar et causa listrik
Observasi febris
Eritema
P:
 IVFD RL
 Inj. Ceftriaxone 2×1gr I.V
 Inj. Ketorolac 3 × 30 mg I.V

29
 Inj. Ranitidine 2×50 mg I.V
 Rawat luka
 Balance cairan
 Periksa Lab

Minggu, 1 Desember 2019


S : Demam (-), Ruam kemerahan (+), Gatal (-)
O : KU : Baik, Kesadaran : Compos mentis
Regio antebrachii dextra : luka terawat
Regio antebrachii sinistra : luka terawat
Regio gluteus sinistra : luka terawat
A : Post debridement luka bakar et causa listrik
Eritema
P:
 Pasien pulang atas permintaan sendiri

30
Foto klinis tanggal 25 November 2019

31
Foto klinis tanggal 2 Desember 2019

32
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan kasus pasien Tn. MF usia 46 tahun datang dengan


keluhan luka dan nyeri pada tangan dan pantat akibat tersengat listrik.
Luka bakar akibat listrik dialami pasien sejak ± 5,5 jam SMRS. Awalnya
pasien sedang bekerja bangunan kemudian besi yang dipegangnya terkena
kabel listrik yang terbuka. Pasien kemudian tersengat listrik dan terlempar
ke arah belakang dan jatuh dengan posisi duduk dari ketinggian ± 4 meter
dan pasien sempat pingsan.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 140/70 mmHg, nadi 92x/menit,
respirasi 18x/menit, suhu badan 36,7 ºC. Pada pemeriksaan status lokalis
pada regio antebrachii dextra : luka bakar epidermal, superfisial dermal,
mid dermal, e.c listrik (luka masuk); regio antebrachii sinistra : luka bakar
epidermal, superfisial dermal, mid dermal, e.c listrik (luka masuk); regio

33
gluteus sinistra : luka bakar epidermal, superfisial dermal, mid dermal,
deep dermal (luka keluar).
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditemukan leukosit meningkat
yaitu 16.600/uL yang dalam keadaan normal berjumlah 4000-10.000/uL. Pada
kasus ini disebabkan oleh reaksi inflamasi pada fase akut luka bakar.
Pada pasien dilakukan juga pemeriksaan EKG dan didapat hasil normal
sinus rhythm. Hal ini dilakukan karena konduksi arus listrik melalui dada
menyebabkan aritmia jantung sepintas atau henti jantung; meski hal ini jarang
terjadi pada tegangan rendah (<1000 V).
Resusitasi cairan dalam rangka mengatasi resiko terjadinya syok harus
dilakukan sejak dari awal masuk rumah sakit dengan pemberian cairan berupa
Ringer Laktat. Pada pasien diberikan kristaloid 500cc/jam sambil diobservasi
produksi urinnya. Pada 1 jam setelah pemberian RL, produksi urinnya sebanyak
900cc. Sebelumnya pasien sudah diberi minum air banyak dan susu oleh
keluarganya. Kemudian pada jam berikutnya urin yang keluar sebanyak 300cc.
Produksi urin ini menunjukan produksi urin yang cukup. Pemberian susu pada
pasien tujuannya untuk resusitasi nutrisi yang bila sejak awal diberikan dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus.
Pada pasien dilakukan perawatan luka bakar setiap hari. Luka
bakar dibersihkan dengan cairan NaCl. Hal ini merupakan cara terbaik
untuk menurunkan suhu di daerah cedera sehingga dapat menghentikan
proses luka bakar pada jaringan. Setelah dibersihkan, diberi krim MEBO
(moist exposure burn ointment) yang memberi kelembaban yang
diperlukan untuk regenerasi kulit juga mambantu proses epitelisasi.
Setelah itu luka ditutup dengan kassa pembalut. Balutan diganti setiap hari
untuk menghilangkan konstriksi. Tujuan dilakukan perawatan tertutup
adalah untuk menutup luka agar tidak terkontaminasi bakteri.
Antibiotik juga diberikan untuk mencegah infeksi dari luka bakar
yang tidak steril karena terdapat kulit mati yang merupakan medium yang
baik untuk berkembangnya kuman yang akan mempermudah terjadinya
infeksi. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar selain berasal dari kulit
penderita sendiri, juga berasal dari kontaminasi kuman saluran napas atas

34
dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Selain diberikan obat
antibiotik, pasien juga diberikan obat analgesik golongan NSAID untuk
mengurangi nyeri yang dirasakan pasien, serta diberikan AH2-bloker
untuk mengurangi efek iritasi lambung yang disebabkan oleh pemberian
NSAID.
Prognosis luka bakar ditentukan oleh tatalaksana yang tepat sejak
awal dan respon pengobatan yang dapat dinilai dari proses penyembuhan
luka selama di rumah sakit. Penanganan yang baik dapat menurunkan
mortalitas akibat luka bakar, tetapi umur dan total LLB, trauma inhalasi,
merupakan beberapa penyebab tersering kematian pada pasien dengan
luka bakar. Umur pasien merupakan salah satu prediktor tunggal, dimana
umur yang lebih tua meningkatkan angka mortalitas. Pada pasien ini
dilakukan tatalaksana dan perawatan luka sesuai dengan standar
operasional prosedur. Selama perawatan di rumah sakit, proses
penyembuhan luka pasien cukup baik dimana hal ini bisa menjamin
prognosis akhir yang baik. Akan tetapi sebelum perawatan di rumah sakit
tuntas, pasien pulang atas permintaan sendiri sehingga prognosis pada
pasien ini adalah dubia.
Pada pasien yang pulang atas permintaan sendiri diberikan edukasi
mengenai cara merawat luka yang baik di rumah, serta diberitahu tentang
resiko yang bisa terjadi setelah keluar dari rumah sakit dimana pihak
rumah sakit tidak lagi bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada pasien
setelah pulang paksa. Selain itu, pada pasien ini juga diberitahu tentang
kondisi pasien yang dapat menyebabkan beberapa komplikasi bila pasien
menolak menyelesaikan perawatannya setelah dilakukan operasi
debridement di rumah sakit, antara lain penyembuhan luka akan lebih
lama, dapat terjadi infeksi, dan komplikasi jangka panjangnya yakni
kontraktur. Kontaktur akibat luka bakar adalah daerah pada kulit yang
mengalami parut berlebihan sebagai hasil penyembuhan luka bakar yang
dalam. Kontraktur dapat dimulai dari sedikit kerutan pada parut
hipertrofik, namun seiring waktu dapat memburuk menimbulkan berkas
tebal parut hipertrofik. Berkas tebal jaringan parut ini dapat menghambat

35
gerakan sendi, mengakibatkan hilangnya mobilitas sendi, dan secara
permanen mengganggu fungsi normal sendi.

BAB V
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Luka bakar adalah luka pada kulit atau jaringan organik lainnya yang
terutama disebabkan oleh api, radiasi, listrik, gesekan atau kontak dengan
bahan kimia. Penyebab luka bakar antara lain kobaran api di tubuh (flame),
jilatan api (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak
panas), sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari
(sunburn) dan suhu yang sangat rendah. Diagnosis dilakukan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang ada. Pada
pasien dilakukan perawatan luka setiap hari. Apabila dilakukan diagnosis dan
penanganan yang tepat, serta kepatuhan pasien terhadap pengobatan maka
akan menghasilkan prognosis yang baik. Prognosis pada pasien ini dubia
karena pasien menolak menyelesaikan perawatannya di rumah sakit dan

36
pulang atas permintaan sendiri walaupun sudah diberikan edukasi mengenai
kondisi pasien dan resiko serta komplikasi yang dapat terjadi.

B. SARAN

Pasien dan keluarga pasien perlu diberikan edukasi mengenai beberapa


permasalahan yang dapat timbul selama perawatan luka dan pentingnya
mematuhi pengobatan dan parawatan di rumah sakit untuk mencegah
komplikasi akibat luka bakar. Selain kebersihan diri pasien dan penjaga
pasien, nutrisi yang seimbang terutama tinggi kalori dan tinggi protein sangat
penting dijaga pada pasien dengan luka bakar. Mematuhi jadwal kontrol yang
ditetapkan dokter juga sangat penting untuk mengurangi komplikasi dari luka
bakar tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar :


Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta. p 66-88
2. Peck M. Epidemiology of burn injuries globally.
www. uptodate.com/contents/epidemiology–of–burn–injuries–globally 2011.
3. World Health Organization. Global Health
Estimates 2016: deaths by cause, age, sex, by country and by region, 2000–
2016. Geneva (Switzerland): World Health Organization; 2018.
4. World Health Organization. Burns. 2018;
http://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/burn; accessed January 2020
5. American Burn Association, Burn Incidence Fact
Sheet, http://ameriburn.org/who-we-are/media/burn-incidence-fact-sheet/;
2016 [accessed January 2020]

37
6. Angka Kejadian Penderita Luka Bakar di
Bagian/SMF Bedah RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Juni 2011
Sampai Juni 2014.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/10988; 2015
[accessed January 2020]
7. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and
Treatment. Edisi 12. McGraw-Hill Companies. New York. p 245-259
8. Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns.
http://www.medicinenet.com. Agustus 2008
9. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: //
www.mayo.clinic.com. Januari 2006
10. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1.
Saunders Elsevier. Philadelphia. p 118-129
11. Noer MS, Saputro ID, Perdanakusuma DS.
Penanganan luka bakar. Airlangga University press. Surabaya. 2006.2:3-9
12. Williams C. Assessment and management of
paediatric burn injuries. Nurs Stand. 2011. 25(25):60–4,66,68.
13. Hettiaratchy S, Papini R. Initial management of a
major burn: II––assessment and resuscitation. BMJ. 2004. 329(7457):101–3.
14. Moss LS. Treatment of the burn patient in primary
care. Adv Skin Wound Care, 2010. 23(11): 517–24;quiz 525–6.
15. Benson A, Dickson WA, Boyce DE. ABC of wound
healing: burns. Bri Med J, 2006. 332:649–652.
16. Harris PNS, Vardaxis N, ed. Mosby's Dictionary Of
Medicine, Nursing & Health Professionals. 2nd ed. 2010, Elsevier: Sydney.
17. Herndon DN.ed. Total Burn Care. 3rd ed. 2007,
Saunders: London.
18. Determining Total Body Surface Area.
http://www.health.state.mn.us/communities/ep/surge/burn/tbsa.html
19. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan
Penyembuhan Luka. Dalam : Surabaya Plastic Surgery.

38
20. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: //
www.nlm.nih.gov/medlineplus. Januari 2008
21. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005.
Burns, in : Schwartz’s Principles of Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New
York. p.189-216
22. Hirsch T, Schumacher AW, Steinstraesser L, Ingianni
G, Cedidi CC. Moist exposed burn ointment (MEBO) in partial thickness burns-a
randomized, comparative open mono-center study on the efficacy of dermaheal
(MEBO) ointment on thermal 2nd degree burns compared to conventional therapy.
Eur J Med Res. 2008;13.11:505- 10

39

Anda mungkin juga menyukai