Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN TUGAS

PRAKTEK MANAJEMEN 1

RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

Disusun Oleh :
ASRI YUNIARTI WIBOWO
20204040005
Kelompok D

PJ PRECEPTOR : APT. RIZKI ARDIANSYAH, S.FARM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2021
DAFTAR ISI
SAMPUL i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
BAB I. PENDAHULUAN 1
BAB II. KEGIATAN DAN PENUGASAN 3
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4
1. Hasil Analisis ABC – VEN 4
2. Hasil Analisis EOQ 5
3. Hasil Analisis % ED (kadaluawarsa) dan/ rusak 6
4. Hasil Analisis % Death Stock 7
5. Hasil Analisis TOR 9
6. Hasil Analisis % Stock Akhir 10
7. Analisis Data Kinerja PBF dan Menyusun Rekomendasi Perbaikan Kinerja 11

BAB IV. REKOMENDASI 12

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Matriks analisis ABC VEN obat dan alkes di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping
Tabel 2. % Obat Ed dan/ Rusak di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping Tahun 2020
Tabel 3. % Death Stock dan/ rusak di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping Tahun 2020

Tabel 4. Nilai TOR obat dan Alkes di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping Tahun 2020

Tabel 5. % Stok Akhir sediaan obat dan alkes di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping Tahun 2020
BAB I
PENDAHULUAN
Rumah sakit merupakan suatu institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna dengan pelayanan yang diberikan meliputi pelayanan rawat jalan,
rawat inap dan gawat darurat (Permenkes 2009). Pelayanan pasri purna sendiri adalah pelayanan
yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabiltif. Sehingga untuk mendukung hal tersebut
Instalasi Framasi Rumah Sakit harus berupaya memberikan pelayanan kefarmasian yang
optimal. Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu pelayanan di rumah sakit yang memegang
peranan penting dalam terselenggaranya pelayanan kesehatan. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit, pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien dan penyediaan
obat yang bermutu.

Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi standar pengelolaan sediaan


farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai serta pelayanan farmasi klinis. Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah satu-satunya unit dirumah sakit yang bertugas dan
bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pengelolaan semua aspek yang berkaitan dengan
obat/perbekalan kesehatan yang ada dirumah sakit. Menurut Quick dkk (1997) pengelolaan obat
dirumah sakit memiliki siklus yang kemudian disebut dengan Drug Management Cycle dengan 4
fungsi dasar yaitu; seleksi, perencanaan dan pengadaan, distribusi dan penggunaan yang
membutuhkan dukungan dari organisasi, pendanaan, pengelolaaan informasi dan pengembangan
sumber daya manusia yang ada didalmnya. Hal ini dikarenakan pengelolaan obat dan perbekalan
kesehatan berhubungan erat dengan anggaran dan belanja rumah sakit. Depkes RI menyebutkan
bahwa, secara nasional biaya obat dan perbekalan kesehatan sebesar 40-50% dari jumlah
operasional pelayanan ksehatan. Sehingga apabila tidak dikelola secara efektif dan efisien dapat
memberikan dampak negatif baik secara medis dan ekonomis.

Mengingat pentingnya pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan dalam rangka


mencapai pelayanan yang bermutu, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan
tahapan-tahapan pengelolaan obat. Sehingga dapat mengetahui ada atau tidaknya permasalahan
dan kelemahan dalam pelaksanaan 4 fungsi dasar tersebut. Harapannya dengan adanya evaluasi
dan ternyata diketahui adanya permasalahan atau kelemahan IFRS dapat segera melakukan
perbaikan. Departemen Kesehatan RI dalam pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat Publik dan
perbekalan Kesehatan. Pudjaningsih (1996) dan WHO (1993) telah menetapkan beebarapa
indikator pengelolaan obat. Diantaranya adalah

1. Persentase alokasi dana pengadaan obat


2. Frekuensi pengadaan tiap tahun
3. Persentase jumlah item obat yang diadakan dengan yang direncanakan
4. Persentase dan nilai obat yang kadaluarsa dana tau rusak
5. Persentase stok mati
6. Persentase stok ahir dan
7. Turn of Ratio

Indikator teresebut kemudian diberi nilai standar sebagai acuan penilaian dari segala
aspek yang terdapat dalam drug management cycle. Metode perencanaan dapat menggunakan
metode ABC dan VEN. Metode ABC digunakan untuk mengoreksi aspek ekonomis suatu obat
sehingga dapat diidentifikasi obat apa saja yang memiliki harga yang mahal dan murah. Metode
ABC terbagi atas tiga golongan yaiu golongan A memiliki nilai 80% dengan jumlah obat 20%,
golongan B memiliki nilai ekonomis 15% dengan jumlah obat 30%, golongan C memiliki nilai
ekonomis 5% dengan jumlah obat 50%. Sedangkan metode VEN digunakan untuk mengetahui
pentingnya suatu obat perlu diadakan. Metode VEN merupakan metode perencanaan yang
berdasarkan pada pengelompokan pada tiap jenis obat pada kesehatan berdasarkan tiga bagian
yaitu golongan V merupakan obat Vital atau sangat penting diadakan, golongan E merupakan
obat esensial atau penting untuk di adakan dan terakhir golongan N merupakan obat non esensial
atau sebagai penunjang dengan kerja obat yang ringan. (Palupiningtyas,P., 2014). Pada tugas ini
dilakukan beberapa analisis terhadap pengelolaan perbekalan obat dan alat kesehatan di IFRS
PKU Muhammadiyah Gamping.
BAB II
KEGIATAN DAN PENUGASAN

Adapun kegiatan dan penugasan dalam materi management 1 sebagai berikut :

1. Penyusunan perencanaan obat alkes untuk tahun 2021 melalui analisis ABC, VEN, EOQ
2. Mengukur kinerja logistik melalui analisis % ED, % death stock, % stok akhir dan TOR
3. Menganalisis data kinerja PBF dan menyusun rekomendasi perbaikan kinerja PBF
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Analisis ABC-VEN
System analisis ABC yaitu metode pengelompokan data, berdasar peringkat nilai
tertinggi hingga terendah, yang terbagi atas 3 kelompok yaitu A,B dan C. kelompok A
adalah beberapa jenis obat yang memakai alokasi paling besar (sekitar 80% dari total
dana), kelompok B adalah beberapa jenis obat yang memakai alokasi dana sekitar 20%
dari total dana, kelompok C adalah beberapa jenis obat yang memakai alokasi dana
sekitar 10% dari total dana.

Data yang diperlukan untuk melakukan analisis pareto adalah :


 Harga patokan tiap jenis obat
 Jumlah perkiraan kebutuhan obat dalam 1 tahun
 Hasil analisis pareto ini dapat menunjukkan beberapa jenis obat yang menyerap
Sebagian besar dari alokasi dana
 Informasi yang dihasilkan dapat digunakan dalam upaya menghemat biaya dan
meningkatkan efisiensi misalnya dalam :
- Perencanaan pola pengadaan
- Pengelolaan stok
- Penetapan harga satuan obat
- Penetapan jadwal pengiriman
- Pengawasan stok dan lain-lain
- Monitoring umur pakai obat

Analisa VEN menggolongkan obat kedalam tiga kategori yaitu kategori V atau
vital yaitu obat yang harus ada yang diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan,
kategori E atau essensial yaitu obat yang terbukti efektif untuk menyembuhkan penyakit
atau mengurangi pasien, kategori N atau non essensial yaitu meliputi berbagai macam
obat yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri, obat yang diragukan
manfaatnya disbanding obat lain yang sejenis.
Analisis ABC VEN berfungsi untuk mengetahui prioritas pengadaan obat mana
yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan anggaran. Rumah sakit dalam menentukan dan
menyusun rencana pengadaan obat dapat terbantu dengan metode ini karena hasil dapat
diketahui secara langsung dan mudah. Selain itu, banyak penilitian yang menunjukkan
bahwa metode analisisis ABC VEN dapat membuat efisiensi keuangan. Adapun hasil
analisis ABC dan analisis VEN di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping digabungkan
menjadi satu matriks analisis ABC VEN dengan hasil pada tabel 1.

MATRIKS ABC VEN


V E N
Item % Item Item %Item Item % Item
A 29 3,70% 78 9,96% 15 1,92%
B 21 2,68% 151 19,28% 30 3,83%
C 49 12,64% 311 39,27% 99 12,64%

Tabel 1. Matriks analisis ABC VEN obat dan alkes di IFRS PKU Muhammadiyah
Gamping Tahun 2020
Kategori V E N Total % Item
A Rp. 1.328.725.000 Rp. 3.573.812.068 Rp. 687.271.551 Rp. 5.589.808.619
B Rp. 962.180.172 Rp. 6.918.533.618 Rp. 1.374.543.103 Rp. 9.255.256.893
C Rp. 2.245.087.068 Rp. 14.249.430.167 Rp. 4.535.992.240 Rp. 21.030.509.475
Total % Item Rp. 4.535.992.240 Rp. 24.741.775.853 Rp. 6.597.806.894 Rp. 35.875.574.987

Hasil analisis ABC VEN menghasilkan obat kelompok A Vital (AV) dengan
jumlah 29 (3,70%) dari 783 item obat. Kelompok A Esensial (AE) sebesar 78 item
(9,96%) dari 783 item obat. Kelompok obat A Non Esensial (AN) sebesar 15 item
(1,92%) dari 783 item obat. Dalam penelitian Anand dkk (2013) menyebutkan bahwa
kelompok AV, AE merupakan kelompok obat dengan pemakaian yang mahal dan tidak
boleh kehabisan stok. Kemudian untuk kelompok B Vital (BV) hasil menunjukkan bahwa
obat golongan ini sebesar 21 item (2,68%) dari 783 item obat. Kelompok B Esensial
sebesar 151 item (19,28%) dari 783 item obat dan untuk kelompok B Non Esensial (BN)
didapatkan sebesar 30 item (3,83%) dari 783 item obat. Sedangkan untuk kelompok C
Vital (CV) sebesar 49 item (12,64%) dari 783 item obat. Kelompok C Esensial (CE)
sebesar 311 item (39,27%) dari 783 item dan kelompok C Non Esensial sebesar 99 item
(12,64%) dari 783 item.

Selain hal itu, analisis menunjukkan bahwa kelompok CE merupakan kelompok


obat yang presentasenya lebih banyak dan biaya lebih besar dibandingkan dengan
kelompok lainnya. Hal ini dikarenakan obat dalam golongan CE merupakan obat yang
memenuhi prioritas kebutuhan pelayanan kesehatan. Adapun fungsi lain dari analisis
matriks ABC VEN yaitu untuk menentukan prioritas obat yang dapat dikurangi atau
dihilangkan dalam rencana kebutuhan dan penggunaan obat selanjutnya. Obat pada
kelompok CN (C Non Esensial) menjadi prioritas utama untuk dikurangi apabila rumah
sakit mengalami kendala dana dalam pengadaannya, kemudian apabila dana rumah sakit
masih kurang maka dapat mengurangi obat yang termasuk dalam kelompok BN (B Non
Esensial) dan kelompok selanjutnya yang dapat dikurangi adalah kelompok AN (A Non
Esesnsial). Alasan Obat CN, BN dan AN termasuk dalam prioritas utama untuk dikurangi
atau dihilangkan karena apabila terjadi kekosongan dengan kelompok obat tersebut tidak
akan menimbulkan bahaya bagi pasien. Pasien dapat sembuh dengan sendirinya tanpa
penggunaan kelompok obat CN, BN dan AN sehingga apabila dikaitkan dengan manfaat,
kelompok golongan tersebut memiliki manfaat yang sedikit terhadap pasien
dibandingakn dengan kelompok obat lainnya.

2. Hasil Analisis EOQ

Kuantitas pesanan ekonomis atau Economic Order Quantity (EOQ) merupakan


jumlah persediaan yang dipesan pada suatu waktu yang menimbulkan biaya persediaan
tahunan. Metode EOQ dapat digunakan salah satu analisis pengelolaan obat dan
perbekalan kesehatan karena dapat membantu IFRS dalam mengambil keputusan agar
pengadaan investasi tidak berlebihan dan tidak akan terjadi kekurangan dengan jumlah
yang optimal. Unsur metode EOQ menurut Prawirosentono (2009) adalah biaya
pemesanan, biaya penyimpanan, jumlah kebutuhan pertahun dan jumlah kuantitas bahan
setiap kali pemesanan. Adapun rumus dari EOQ sebagai berikut:

Co = Cost of Order / biaya pemesanan


2 x Co x S S = Jumlah penggunaan dalam setahun
EOQ =
√ Cm x V Cm = Cost of Maintenance / biaya peyimpanan
V = Cost perunit
Berdasarkan parameter yang ditentukan oleh Pudjaningsih (1996) menyebutkan bahwa
standar EOQ diklasifikasikan menjadi 3 kategori.

1. Kategori rendah dengan hasil EOQ < 12 kali pertahun


2. Kategori sedang dengan hasil EOQ 12-24 kali pertahun dan
3. Kategori tinggi dengan hasil EOQ > 24 kali pertahun.

Berdasarkan hasil analisi EOQ obat dan perbekalan kesehatan di RS PKU Gamping yang
terlampir dalam data excel Analisa Logistik. Menunjukkan bahwa dari 783 item obat dan
alat kesehatan yang di analisis sebagian besar masuk dalam kategori EOQ rendah < 12
sebanyak 520 item. Meski demikian dari ke 783 item tersebut ada beberapa obat yang juga
termasuk dalam kategori sedang 12-24 sebanyak 156 item dan tinggi > 24 sebanyak 107
item. Nilai EOQ yang tinggi memiliki arti semakin tinggi pula jumlah penggunaan dalam
satu tahun sehingga mengeluarkan biaya tiap unitnya rendah. Begitupun sebaliknya, nilai
EOQ yang rendah memiliki arti semakin rendah pula jumlah penggunaan dalam satu tahun
sehingga membutuhkan biaya tiap unit yang lebih tinggi.

3. Hasil Analisis % ED dan Rusak

Obat kadaluwarsa merupakan obat yang telah melewati masa pakai atau telah memasuki
masa kadaluwarsanya (Quick eat al., 1997). Sedangkan obat rusak adalah obat yang masih
belum memasuki masa kadaluawarsa namun sudah tidak layak dikonsmusi, penyabab utama
obat rusak adaalah penyimpanan yang tidak sesuai. Adapun tujuan melakukan perhitungan
obat kadaluwarsa dan rusak adalah untuk mengevaluasi ketepatan perencanaan, mutu
penyimpanan dan agar dapat mencegah terjadinya kerugian. Nilai persentase kadaluwarsa dapat
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

nilai ED /Rusak
% OBAT ED &/ RUSAK ¿ x 100 %
nilai sediaanawal

Hasil dari perhitungan % ED dan/ rusak di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping pada
tahun 2020 disajikan pada tabel. 2 dibawah ini
Data Jumlah
Nilai Obat ED dan Rusak 2020 Rp. 21.009.011
Stock Opname 2020 Rp. 4.637.040.780
% ED dan rusak 0,453069358
Keterangan Tidak Memenuhi Standar
Tabel 2. Analisis Nilai Obat ED dan Rusak IFRS PKU Muhammadiyah Gamping 2020

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa % obat ed dan/ rusak di IFRS PKU Muhammadiyah
Gamping pada tahun 2020 sebesar 0,45%. Dimana nilai tersebut menunjukkan tidak
memenuhi standar dengan standar indikator yang disebutkn oleh Pudjaningsih (1996) 0-
0,25%. Hasil melebihi standar ini bisa disebabkan karena,

1. kurangnya ketelitian para pegawai IFRS dalam mencatat obat kadaluwarsa dan stock
opname
2. Pengadaan obat di tahun 2019 tidak memperhatikan Rancangan Kebutuhan Obat (RKO),
3. Penyimpanan yang tidak sesuai sehingga menurunkan stabilitas dan kualitas obatnya.

Walaupun banyak faktor yang menjadi alasan terjadinya persentase obat kadaluwarsa
yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan, namun hasil ini masih dapat diterima
karena masih berada di bawah 1% (Satibi, 2014). Meski demikian, % obat ed dan/ rusak di
IFRS PKU Muhammadiyah Gamping dapat dinyatakan belum efisien karena nilai standarnya
0%-0,25% pada stok kadaluwarsa dan Rp0,- pada kerugian finansial.

4. Hasil Analisis % Death Stock

Death Stock (stok mati) menunjukkan item persediaan barang Instalasi Farmasi RS PKU
Muhammadiyah Gamping yang tidak mengalami proses transaksi dalam kurun waktu minimal 3
bulan. Persentase death stock obat mencapai 0% agar rumah sakit tidak mengalami kerugian.

Cara menghitungnya adalah sebagai berikut :

Jenis obat tidak mengalami transaksi


x 100 %
Total keseluruhan jenis obat

Tujuan dari pengukuran stok mati adalah untuk mencegah kerugian yang diakibatkan
karena adanya stok mati seperti perputaran uang yang tidak lancar dan kerusakan obat akibat
terlalu lama disimpan sehingga menyebabkan obat kadaluwarsa (Satibi, 2014). Persentase
jumlah stok obat mati di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping tahun 2020 dapat dilihat pada
tabel 3

Unit Jumlah Total % Death


Stock
Death Stock Gudang Rp. 18.651.025
2020 Farmasi Rawat
Jalan
Gudang Rp. 8.644.462
Rp. 56.476.879
Farmasi Rawat
1,81
Inap
(Kurang
Rawat Jalan Rp. 13.231.065
Baik)
Rawat Inap Rp. 15.950.327
Stock Opname Gudang Rp.
2020 Farmasi Jalan 1.412.063.862
Gudang Rp. 994.303.600
Farmasi Inap Rp. 3.120.843.878
Depo Jalan Rp. 326.581.643
Depo Ranap Rp. 387.894.773
Tabel 3. Analisis % Death Stock dan Stock Opname IFRS PKU Muhammadiyah Gamping 2020

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa stok mati di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping
tahun 2020 secara keseluruhan sebesar 1,81%. Hasil ini tidak sesuai dengan standar indikator,
yakni 0% (Pudjaningsih, 1996). Dan apabila hasil % death stock diperinci, nilai death stock
tertinggi terdapat di depo rawat inap sebesar 4,11% kemudian depo rawat jalan sebesar 4,05%,
selanjutnya gudang farmasi jalan sebesar 1,32% dan terakhir gudang farmasi inap sebesar 0,86%.
Nilai % Death Stock didapatkan dari perhitungan antara jumlah item obat yang berada dalam
kondisi stok mati per tahun 2020, dibagi dengan jumlah item obat yang tersedia pada tahun 2020.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya death stok diantaranya; kurangnya
pemahaman petugas terhadap efek stok mati dan tidak tepatnya perencanaan yang dilakukan.
Selain itu, penelitian Sheina et al. (2010) juga membuktikan bahwa stok mati terjadi karena tidak
adanya komitmen dalam pola pelayanan oleh dokter.
5.Hasil Analisis TOR

Efisiensi persediaan diukur dengan besaran nilai Turn Over Ratio (TOR) yaitu besarnya
erputaran dana untuk tiap-tiap jenis obat dalam satu periode. Rasio perputaran persediaan
mengukur efisiensi pengelolaan persediaan barang dagang. Turn of Ratio adalah indikator
yang digunakan untuk mengetahui kecepatan perputaran obat, yaitu seberapa cepat obat
dibeli, didistribusi, sampai dipesan kembali, dengan demikian nilai TOR akan berpengaruh
pada ketersediaan obat. TOR yang tinggi berarti mempunyai pengendalian persediaan yang
baik, demikian pula sebaliknya, sehingga biaya penyimpanan akan menjadi minimal. TOR
yag tinggi berarti mempunyai pengendalian persediaa yang baik, demikian seblaiknya
sehingga biaya penyimpanan akan menjadi minimal. Adapun rumus TOR sebagai berikut :

( persediaan awal + pembelian )− persediaan akhir


RumusTOR= x 100 %
rata−rata persediaan

Berdasarkan standar nilai TOR yang telah ditetapkan oleh Pudjaningsih (1996)
menyebutkan berada dikisaran 10-23 kali pertahun. Adapun hasil analisis TOR sediaan obat
dan alkes di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping disajikan pada tabel berikut

DATA JUMLAH TOR


Stock Opname 2019 Rp. 3.226.822.280,91
(Persediaan Awal)
Total Pembelian 2020 Rp. 40.888.716.213
10, 04 X
Stock Opname 2020 Rp. 4.637.040.780
(Persediaan Akhir)
Rata-Rata Persediaan Rp. 3.931.931.530
HPP Rp. 39.478.497.713,90
Tabel 4. Analisa TOR Obat dan Alkes RS PKU Muhammadiyah Gamping 2020

Dari tabel tersebut, kita dapat mengetahui nilai TOR sediaan obat dan alkes di IFRS PKU
Muhammadiyah Gamping sebesar 10,04 kali. Hasil tersebut menyatakan bahwa perputaran
modal dalam satu tahun persedian sebanyak 10-11 kali dan nilai tersebut telah sesuai dengan
standar.

6. Hasil Analisa % Stock Akhir


Stok Akhir bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara persediaan dan permintaan
perbekalan farmasi. Nilai stok akhir menjadi penialain mendasar dalam melakukan permintaan
selanjutnya. Persentase stok akhir didapatkan dengan membandingkan stok akhir pada tahun
2020 dengan pembelian pada tahun 2020. Penyimpangan yang terjadi pada nilai stok akhir obat
dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu stok berlebih dan stok kosong/stok kekurangan. Stok
berlebih berarti stok obat yang terdapat di gudang atau yang terdapat pada persediaan, jumlahnya
melebihi dari nilai hasil perhitungan tentang standar sisa stok obat di akhir tahun. Stok kosong
berarti pada akhir tahun atau akhir periode tertentu tidak terdapat sisa stok obat di gudang atau
pada persediaan, sedangkan stok kekurangan berarti jumlah stok obat yang ada di gudang atau
yang terdapat pada persediaan, jumlahnya kurang dari nilai hasil perhitungan tentang standar sisa
stok obat di akhir tahun (Satibi, 2014).

Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung % stok ahir adalah

persediaan akhir
% Stok Akhir= x 100 %
total persediaan

Sedangkan hasil analisis sediaan stok akhir di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping
tahun 2020 disajikan dalam tabel berikut.

DATA JUMLAH % STOCK AKHIR


Stock Opname 2019 Rp. 3.226.822.280,91
(Persediaan Awal)
Total Pembelian 2020 Rp. 40.888.716.213
Stock Opname 2020 Rp. 4.637.040.780 10,511 %
(persediaan Akhir) (Tidak Memenuhi Standar)
Total Persediaan 2020 Rp. 44.115.538.494
Tabel 5. Analisa % Stock Akhir IFRS PKU Muhammadiyah Gamping 2020

Dari tabel di atas diketahui bahwa % stok akhir sediaan obat dan alkes di IFRS PKU
Muhammadiyah Gamping sebesar 10,51%. Hasil ini tidak sesuai dengan standar yang telah
ditentukan oleh Andayaningsih (1996) yaitu berada dikisaran 20-30%. Nilai yang tidak
memenuhi standar kemungkinan adanya stok berlebih atau stok yang kosong dalam persediaan
obat dan alkes di RS PKU Muhammadiyah Gamping.
7. Analisis Data Kinerja PBF dan Menyusun Rekomendasi Perbaikan Kinerja PBF

Proses pengadaan di Gudang Farmasi PKU Muhammadiyah Gamping menggunakan metode pembelian langsung ke PBF yang
sudah terdaftar menjadi rekan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping. Penilaian kinerja PBF dilakukan untuk melihat kualitas
PBF dan sebagai bahan pertimbangan PBF untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Hasil penilaian kinerja PBF dapat dilihat pada
tabel yang terlampir pada file excel yang berjudul ‘Analisa PBF’:
BAB IV

REKOMENDASI

1. Hasil analisis ABC-VEN di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping menunjukkan bahwa


kelompok CE merupakan kelompok obat yang presentasenya lebih banyak dibandingkan
dengan kelompok lainnya. Hal ini dikarenakan obat dalam golongan CE merupakan obat
yang memenuhi prioritas kebutuhan pelayanan kesehatan. Namun apabila dalam
pengadaannya memiliki keterbatasan dana, maka yang menjadi prioritas utama untuk
dikurangi adalah kelompok AN, BN dan CN.
2. Data perencanaan, pengadaan dan pemakaian obat pasien tahun 2020 dianalisis dengan
metode EOQ, untuk menentukan jumlah persediaan yang paling ekonomis untuk diorder
dapat menggunakan metode EOQ, dimana nilai EOQ ini sangat dipengaruhi oleh biaya
pemesanan, biaya penyimpanan, jumlah kebutuhan pertahun dan jumlah kuantitas bahan
setiap kali pemesanan. Dari hasil analisis EOQ di Instalasi Farmasi RS PKU
Muhammadiyah Gamping kategori rendah dengan item yang paling tinggi sebanyak 520
item, dengan jumlah item paling banyak dibandingkan kategori lain ini menandakan
bahwa biaya yang dikeluarkan tinggi, perlu diperhatikan lagi jumlah kebutuhan obat
dalam satu tahun.
3. Hasil analisis dari % obat ED atau rusak di Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah
Gamping menunjukkan nilai yang melibihi standar. Sehingga rekomndasinya adalah
perlu diperhatikan kembali terkait perencanaan dan pengadaan obat sesuai dengan
penggunaan tahun sebelumnya atau dengan penyusunan RKO, hal ini untuk menghindari
slow moving atau obat tidak berjalan. Kemudian terkait penyimpanannyanya harus
dilakukan pemeriksaan secara rutin untuk menjaga stabilitas obat sehingga obat tidak
mudah rusak. Pemeriksaan rutin minimal 3 bulan sekali atau dilakukan stok opname tiap
unit farmasi untuk menghindari terjadinya obat yang jarang digunakan tidak terlampau
ED atau rusak.
4. Hasil analisis % death stock di Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Gamping
menjukkan nilai yang melebihi dari standar, sehingga direkomendasikan untuk adanya
sosialisasi dan training terkait efek stok mati kepada petugas-petugas yang bersangkutan,
kemudian Instalasi Farmasi RS melakukan diskusi dan evaluasi terkait obat dan alkes
yang masuk kategori death stock agar dapat digunakan karena jika terlalu banyak yang
death stok dapat menyebakan kerugian bagi Rumah sakit. Untuk perencanaa kedepanya
obat-obat yang death stok harus dilakukan pendataan ulang agar tidak masuk dalam
rencana pengadaan.
5. Hasil analisis % nilai TOR di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping menunjukkan nilai
yang telah sesuai dengan standar, hal ini berarti perputaran obat di IFRS tersebut sudah
sangat bagus sehingga rekomendasinya adalah bagaiamana IFRS mempertahankan nilai
tersebut
6. Hasil analisis % sediaan akhir di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping menunjukkan
nilai dibawah standar, Nilai yang tidak memenuhi standar kemungkinan adanya stok
berlebih atau stok yang kosong dalam persediaan obat dan alkes, sehingga yang dapat
direkomendasikan adalah IFRS melakukan pegecekan terkait sediaan obat/alkes yang
stoknya paling sedikit kemudian segara dilakukan perencanaan pengadaan untuk
mencegah kekosangan stok dan menjalankan stok obat yang berlebih agar tidak terjadi
slow moving atau death stock.
DAFTAR PUSTAKA

Anand T, Ingle GK, Kishore J, et al. ABC-VED analysis of a drug store in the Department of

Community Medicine of a Medical College in Delhi. Indian J Pharm Sci 2013; 75: 113–
117.

Departemen Kesehatan RI., 2008a. Keputusan Menteri


KesehatanRINomor129/Menkes/Sk/II/200

8 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit,

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Departemen Kesehatan RI., 2008, Pedoman

Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit, Direktorat Jedral Pelayanan Kefarmasian

Palupiningtyas,P., 2014, Analisis Sistem Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit

Mulya Tangerang tahun 2014, Skripsi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta

Pudjaningsih., D, 2006, Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi Rumah

Sakit. Jurnal Logika 3.16-25

Prawirosentono, Suyadi. 2009. Manajemen Operasi: Analisis dan Studi Kasus Edisi Keempat.

Jakarta: Bumi Aksara

Satibi, 2014,Manajemen Obat di Rumah Sakit, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Sheina, B., Imam, M. & Solikhah, 2010. Penyimpanan Obat Di Gudang Instalasi Farmasi RS
PKU

Muhammadiyah Yogyakarta Unit I. Jurnal Kes Mas, 4(1), pp.1–75

Usaid Deliver, 2013. Procurement Performance Indicators Guide Using Procurement


Performance
Indicators to Strengthen the Procurement Process for Public Health Commodities,

Available at: http://apps.who.int/medicinedocs/docum ents/s20157en/s20157en.pdf

LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisa ABC-VEN dan EOQ

Lampiran 2. Matriks ABC-VEN dan Biaya

Lampiran 3. % Obat ED atau Rusak


Lampiran 4. % Death Stock

Lampiran 5. TOR

Lampiran 6. % Stock Akhir


Lampiran 7. Ceklist Penerimaan Obat dan Analisa PBF

Anda mungkin juga menyukai