PRAKTEK MANAJEMEN 1
Disusun Oleh :
ASRI YUNIARTI WIBOWO
20204040005
Kelompok D
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Matriks analisis ABC VEN obat dan alkes di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping
Tabel 2. % Obat Ed dan/ Rusak di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping Tahun 2020
Tabel 3. % Death Stock dan/ rusak di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping Tahun 2020
Tabel 4. Nilai TOR obat dan Alkes di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping Tahun 2020
Tabel 5. % Stok Akhir sediaan obat dan alkes di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping Tahun 2020
BAB I
PENDAHULUAN
Rumah sakit merupakan suatu institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna dengan pelayanan yang diberikan meliputi pelayanan rawat jalan,
rawat inap dan gawat darurat (Permenkes 2009). Pelayanan pasri purna sendiri adalah pelayanan
yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabiltif. Sehingga untuk mendukung hal tersebut
Instalasi Framasi Rumah Sakit harus berupaya memberikan pelayanan kefarmasian yang
optimal. Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu pelayanan di rumah sakit yang memegang
peranan penting dalam terselenggaranya pelayanan kesehatan. Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit, pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien dan penyediaan
obat yang bermutu.
Indikator teresebut kemudian diberi nilai standar sebagai acuan penilaian dari segala
aspek yang terdapat dalam drug management cycle. Metode perencanaan dapat menggunakan
metode ABC dan VEN. Metode ABC digunakan untuk mengoreksi aspek ekonomis suatu obat
sehingga dapat diidentifikasi obat apa saja yang memiliki harga yang mahal dan murah. Metode
ABC terbagi atas tiga golongan yaiu golongan A memiliki nilai 80% dengan jumlah obat 20%,
golongan B memiliki nilai ekonomis 15% dengan jumlah obat 30%, golongan C memiliki nilai
ekonomis 5% dengan jumlah obat 50%. Sedangkan metode VEN digunakan untuk mengetahui
pentingnya suatu obat perlu diadakan. Metode VEN merupakan metode perencanaan yang
berdasarkan pada pengelompokan pada tiap jenis obat pada kesehatan berdasarkan tiga bagian
yaitu golongan V merupakan obat Vital atau sangat penting diadakan, golongan E merupakan
obat esensial atau penting untuk di adakan dan terakhir golongan N merupakan obat non esensial
atau sebagai penunjang dengan kerja obat yang ringan. (Palupiningtyas,P., 2014). Pada tugas ini
dilakukan beberapa analisis terhadap pengelolaan perbekalan obat dan alat kesehatan di IFRS
PKU Muhammadiyah Gamping.
BAB II
KEGIATAN DAN PENUGASAN
1. Penyusunan perencanaan obat alkes untuk tahun 2021 melalui analisis ABC, VEN, EOQ
2. Mengukur kinerja logistik melalui analisis % ED, % death stock, % stok akhir dan TOR
3. Menganalisis data kinerja PBF dan menyusun rekomendasi perbaikan kinerja PBF
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Analisis ABC-VEN
System analisis ABC yaitu metode pengelompokan data, berdasar peringkat nilai
tertinggi hingga terendah, yang terbagi atas 3 kelompok yaitu A,B dan C. kelompok A
adalah beberapa jenis obat yang memakai alokasi paling besar (sekitar 80% dari total
dana), kelompok B adalah beberapa jenis obat yang memakai alokasi dana sekitar 20%
dari total dana, kelompok C adalah beberapa jenis obat yang memakai alokasi dana
sekitar 10% dari total dana.
Analisa VEN menggolongkan obat kedalam tiga kategori yaitu kategori V atau
vital yaitu obat yang harus ada yang diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan,
kategori E atau essensial yaitu obat yang terbukti efektif untuk menyembuhkan penyakit
atau mengurangi pasien, kategori N atau non essensial yaitu meliputi berbagai macam
obat yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri, obat yang diragukan
manfaatnya disbanding obat lain yang sejenis.
Analisis ABC VEN berfungsi untuk mengetahui prioritas pengadaan obat mana
yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan anggaran. Rumah sakit dalam menentukan dan
menyusun rencana pengadaan obat dapat terbantu dengan metode ini karena hasil dapat
diketahui secara langsung dan mudah. Selain itu, banyak penilitian yang menunjukkan
bahwa metode analisisis ABC VEN dapat membuat efisiensi keuangan. Adapun hasil
analisis ABC dan analisis VEN di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping digabungkan
menjadi satu matriks analisis ABC VEN dengan hasil pada tabel 1.
Tabel 1. Matriks analisis ABC VEN obat dan alkes di IFRS PKU Muhammadiyah
Gamping Tahun 2020
Kategori V E N Total % Item
A Rp. 1.328.725.000 Rp. 3.573.812.068 Rp. 687.271.551 Rp. 5.589.808.619
B Rp. 962.180.172 Rp. 6.918.533.618 Rp. 1.374.543.103 Rp. 9.255.256.893
C Rp. 2.245.087.068 Rp. 14.249.430.167 Rp. 4.535.992.240 Rp. 21.030.509.475
Total % Item Rp. 4.535.992.240 Rp. 24.741.775.853 Rp. 6.597.806.894 Rp. 35.875.574.987
Hasil analisis ABC VEN menghasilkan obat kelompok A Vital (AV) dengan
jumlah 29 (3,70%) dari 783 item obat. Kelompok A Esensial (AE) sebesar 78 item
(9,96%) dari 783 item obat. Kelompok obat A Non Esensial (AN) sebesar 15 item
(1,92%) dari 783 item obat. Dalam penelitian Anand dkk (2013) menyebutkan bahwa
kelompok AV, AE merupakan kelompok obat dengan pemakaian yang mahal dan tidak
boleh kehabisan stok. Kemudian untuk kelompok B Vital (BV) hasil menunjukkan bahwa
obat golongan ini sebesar 21 item (2,68%) dari 783 item obat. Kelompok B Esensial
sebesar 151 item (19,28%) dari 783 item obat dan untuk kelompok B Non Esensial (BN)
didapatkan sebesar 30 item (3,83%) dari 783 item obat. Sedangkan untuk kelompok C
Vital (CV) sebesar 49 item (12,64%) dari 783 item obat. Kelompok C Esensial (CE)
sebesar 311 item (39,27%) dari 783 item dan kelompok C Non Esensial sebesar 99 item
(12,64%) dari 783 item.
Berdasarkan hasil analisi EOQ obat dan perbekalan kesehatan di RS PKU Gamping yang
terlampir dalam data excel Analisa Logistik. Menunjukkan bahwa dari 783 item obat dan
alat kesehatan yang di analisis sebagian besar masuk dalam kategori EOQ rendah < 12
sebanyak 520 item. Meski demikian dari ke 783 item tersebut ada beberapa obat yang juga
termasuk dalam kategori sedang 12-24 sebanyak 156 item dan tinggi > 24 sebanyak 107
item. Nilai EOQ yang tinggi memiliki arti semakin tinggi pula jumlah penggunaan dalam
satu tahun sehingga mengeluarkan biaya tiap unitnya rendah. Begitupun sebaliknya, nilai
EOQ yang rendah memiliki arti semakin rendah pula jumlah penggunaan dalam satu tahun
sehingga membutuhkan biaya tiap unit yang lebih tinggi.
Obat kadaluwarsa merupakan obat yang telah melewati masa pakai atau telah memasuki
masa kadaluwarsanya (Quick eat al., 1997). Sedangkan obat rusak adalah obat yang masih
belum memasuki masa kadaluawarsa namun sudah tidak layak dikonsmusi, penyabab utama
obat rusak adaalah penyimpanan yang tidak sesuai. Adapun tujuan melakukan perhitungan
obat kadaluwarsa dan rusak adalah untuk mengevaluasi ketepatan perencanaan, mutu
penyimpanan dan agar dapat mencegah terjadinya kerugian. Nilai persentase kadaluwarsa dapat
dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
nilai ED /Rusak
% OBAT ED &/ RUSAK ¿ x 100 %
nilai sediaanawal
Hasil dari perhitungan % ED dan/ rusak di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping pada
tahun 2020 disajikan pada tabel. 2 dibawah ini
Data Jumlah
Nilai Obat ED dan Rusak 2020 Rp. 21.009.011
Stock Opname 2020 Rp. 4.637.040.780
% ED dan rusak 0,453069358
Keterangan Tidak Memenuhi Standar
Tabel 2. Analisis Nilai Obat ED dan Rusak IFRS PKU Muhammadiyah Gamping 2020
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa % obat ed dan/ rusak di IFRS PKU Muhammadiyah
Gamping pada tahun 2020 sebesar 0,45%. Dimana nilai tersebut menunjukkan tidak
memenuhi standar dengan standar indikator yang disebutkn oleh Pudjaningsih (1996) 0-
0,25%. Hasil melebihi standar ini bisa disebabkan karena,
1. kurangnya ketelitian para pegawai IFRS dalam mencatat obat kadaluwarsa dan stock
opname
2. Pengadaan obat di tahun 2019 tidak memperhatikan Rancangan Kebutuhan Obat (RKO),
3. Penyimpanan yang tidak sesuai sehingga menurunkan stabilitas dan kualitas obatnya.
Walaupun banyak faktor yang menjadi alasan terjadinya persentase obat kadaluwarsa
yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan, namun hasil ini masih dapat diterima
karena masih berada di bawah 1% (Satibi, 2014). Meski demikian, % obat ed dan/ rusak di
IFRS PKU Muhammadiyah Gamping dapat dinyatakan belum efisien karena nilai standarnya
0%-0,25% pada stok kadaluwarsa dan Rp0,- pada kerugian finansial.
Death Stock (stok mati) menunjukkan item persediaan barang Instalasi Farmasi RS PKU
Muhammadiyah Gamping yang tidak mengalami proses transaksi dalam kurun waktu minimal 3
bulan. Persentase death stock obat mencapai 0% agar rumah sakit tidak mengalami kerugian.
Tujuan dari pengukuran stok mati adalah untuk mencegah kerugian yang diakibatkan
karena adanya stok mati seperti perputaran uang yang tidak lancar dan kerusakan obat akibat
terlalu lama disimpan sehingga menyebabkan obat kadaluwarsa (Satibi, 2014). Persentase
jumlah stok obat mati di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping tahun 2020 dapat dilihat pada
tabel 3
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa stok mati di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping
tahun 2020 secara keseluruhan sebesar 1,81%. Hasil ini tidak sesuai dengan standar indikator,
yakni 0% (Pudjaningsih, 1996). Dan apabila hasil % death stock diperinci, nilai death stock
tertinggi terdapat di depo rawat inap sebesar 4,11% kemudian depo rawat jalan sebesar 4,05%,
selanjutnya gudang farmasi jalan sebesar 1,32% dan terakhir gudang farmasi inap sebesar 0,86%.
Nilai % Death Stock didapatkan dari perhitungan antara jumlah item obat yang berada dalam
kondisi stok mati per tahun 2020, dibagi dengan jumlah item obat yang tersedia pada tahun 2020.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya death stok diantaranya; kurangnya
pemahaman petugas terhadap efek stok mati dan tidak tepatnya perencanaan yang dilakukan.
Selain itu, penelitian Sheina et al. (2010) juga membuktikan bahwa stok mati terjadi karena tidak
adanya komitmen dalam pola pelayanan oleh dokter.
5.Hasil Analisis TOR
Efisiensi persediaan diukur dengan besaran nilai Turn Over Ratio (TOR) yaitu besarnya
erputaran dana untuk tiap-tiap jenis obat dalam satu periode. Rasio perputaran persediaan
mengukur efisiensi pengelolaan persediaan barang dagang. Turn of Ratio adalah indikator
yang digunakan untuk mengetahui kecepatan perputaran obat, yaitu seberapa cepat obat
dibeli, didistribusi, sampai dipesan kembali, dengan demikian nilai TOR akan berpengaruh
pada ketersediaan obat. TOR yang tinggi berarti mempunyai pengendalian persediaan yang
baik, demikian pula sebaliknya, sehingga biaya penyimpanan akan menjadi minimal. TOR
yag tinggi berarti mempunyai pengendalian persediaa yang baik, demikian seblaiknya
sehingga biaya penyimpanan akan menjadi minimal. Adapun rumus TOR sebagai berikut :
Berdasarkan standar nilai TOR yang telah ditetapkan oleh Pudjaningsih (1996)
menyebutkan berada dikisaran 10-23 kali pertahun. Adapun hasil analisis TOR sediaan obat
dan alkes di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping disajikan pada tabel berikut
Dari tabel tersebut, kita dapat mengetahui nilai TOR sediaan obat dan alkes di IFRS PKU
Muhammadiyah Gamping sebesar 10,04 kali. Hasil tersebut menyatakan bahwa perputaran
modal dalam satu tahun persedian sebanyak 10-11 kali dan nilai tersebut telah sesuai dengan
standar.
persediaan akhir
% Stok Akhir= x 100 %
total persediaan
Sedangkan hasil analisis sediaan stok akhir di IFRS PKU Muhammadiyah Gamping
tahun 2020 disajikan dalam tabel berikut.
Dari tabel di atas diketahui bahwa % stok akhir sediaan obat dan alkes di IFRS PKU
Muhammadiyah Gamping sebesar 10,51%. Hasil ini tidak sesuai dengan standar yang telah
ditentukan oleh Andayaningsih (1996) yaitu berada dikisaran 20-30%. Nilai yang tidak
memenuhi standar kemungkinan adanya stok berlebih atau stok yang kosong dalam persediaan
obat dan alkes di RS PKU Muhammadiyah Gamping.
7. Analisis Data Kinerja PBF dan Menyusun Rekomendasi Perbaikan Kinerja PBF
Proses pengadaan di Gudang Farmasi PKU Muhammadiyah Gamping menggunakan metode pembelian langsung ke PBF yang
sudah terdaftar menjadi rekan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping. Penilaian kinerja PBF dilakukan untuk melihat kualitas
PBF dan sebagai bahan pertimbangan PBF untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Hasil penilaian kinerja PBF dapat dilihat pada
tabel yang terlampir pada file excel yang berjudul ‘Analisa PBF’:
BAB IV
REKOMENDASI
Anand T, Ingle GK, Kishore J, et al. ABC-VED analysis of a drug store in the Department of
Community Medicine of a Medical College in Delhi. Indian J Pharm Sci 2013; 75: 113–
117.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Departemen Kesehatan RI., 2008, Pedoman
Palupiningtyas,P., 2014, Analisis Sistem Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit
Mulya Tangerang tahun 2014, Skripsi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Prawirosentono, Suyadi. 2009. Manajemen Operasi: Analisis dan Studi Kasus Edisi Keempat.
Satibi, 2014,Manajemen Obat di Rumah Sakit, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Sheina, B., Imam, M. & Solikhah, 2010. Penyimpanan Obat Di Gudang Instalasi Farmasi RS
PKU
LAMPIRAN
Lampiran 5. TOR