Anda di halaman 1dari 8

Ekonomi Layanan Kesehatan

Cost Contaiment Persediaan Farmasi dan BHP

Oleh:

Hindun Rika Candraningrum (206080045)

Dian Lestari (206080006)

Intan Permata Syari (206080038)

Aditya Wicaksono (206080061)

Hafiz Muhammad Ikhsan (206080073)

Muhammad Falah Dzaki Miftah (206080056)

Victorio (206080095)

Pembimbing:

Drg. Kamaruzzaman, MSC

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT, Tuhan pencipta semesta alam,
karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kelompok Ekonomi
Layanan Kesehatan ini. Dalam makalah ini kami membahas mengenai “Cost Contaiment
Persediaan Farmasi dan BHP”.

Keberhasilan kami dalam penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari berbagai pihak
yang sangat membantu. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada drg. Kamaruzzaman, MSC selaku pembimbing dan semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak. Kritik
konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah. 

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian. Terima
Kasih.

Jakarta, Januari 2021

Penulis
Cost Contaiment Persediaan Farmasi dan BHP

1.1 Cost Contaiment Persediaan Farmasi dan BHP


Cost containment merupakan cara atau upaya mengendalikan pembiayaan atau
penekanan biaya sampai ketitik Cost effectiveness, bukan ketitik efficiency. Artinya berapa
besaran biaya yang secara rasional dibutuhkan untuk pelayanan tertentu dan berapa besar
pembiayaan untuk perawatan atau pemeliharaan peralatan secara rasional.
Terkadang kebutuhan obat obatan dan bahan habis pakai sangat bergantung kepada user.
Obat obatan dan bahan habis pakai disediakan semata mata karena permintaan user. Keadaan ini
akan berakibat membengkaknya item obat obatan dan bahan habis pakai di rumah sakit Untuk itu
diperlukan perencanaan pengadaan obat obatan dan bahan habis pakai yang disesuaikan dengan
kebutuhan, dan sesuai dengan standar obat dan therapi yang disusun oleh Komite Farmasi dan
komitmen antara user dengan manajemen tentang obat obatan dan bahan habis pakai yang
diberlakukan di rumah sakit. Jenis generik atau nama kimia obat obatan dan protokol obat yang
digunakan untuk penyakit tertentu adalah kewenangan komite medis, sedangkan merek dagang
dan keragamannya serta pengadaannya ditentukan oleh manajemen, artinya yang menentukan
merek obat obatan apakah paten dan generik yang menentukan adalah manajemen. Dengan
demikian jumlah item item obat obatan dan bahan habis pakai di rumah sakit bisa ditekan,
demikian pula dengan jumlahnya sesuai dengan kebutuhan yang ditentukan oleh manajemen.
Sebaiknya manajemen menentukan item obat obatan dan bahan habis pakai secara efektif, dan
tidak mengadakan satu jenis obat atau BHP dengan bermacam macam merek dagang khususnya
obat paten. Akibat hal pengadaan berdasarkan input driven dari user akan menyebabkan biaya
tinggi bagi pelangan rumah sakit dalam hal ini pasien pasien rumah sakit. Dan inilah penyebab
dari high cost economic dibidang perumah sakitan. Karenanya upaya perencanaan obat obatan
dan BHP harus efektif meliputi berbagai hal diantaranya :

a. Kepala instalasi farmasi harus menyusun strategic


action plan (SAP) yang didalamnya terdapat visi, misi dan value instalasi farmasi, tujuan,
sasaran dan srategi.
b. Menyusun implementation plan selama lima tahun
c. Menyusun annual plan yang didalamnya memiliki
program dan kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obat obatan dan BHP rumah
sakit
d. Menyusun accountability system untuk mengukur
kinerja dari instalasi farmasi

Perencanaan ini harus didukung dengan kebijakan direktur rumah sakit yang berkaitan
dengan pengadaan obat obatan dan BHP diantaranya :
a. Kebijakan tentang standarisasi obat obatan dan BHP yang akan disediakan oleh rumah
sakit, berdasarkan masukan dan standar obat dan therapi di rumah sakit yang
bersangkutan. Intinya adalah bahwa didalamnya menyatakan pengadaan obat obatan dan
BHP merupakan kewenangan direktur rumah sakit, dan item itemnya ditekan sekecil
mungkin sesuai dengan kebutuhan dari rumah sakit yang bersangkutan.
Misalnya untuk obat jenis ampicilllin maka rumah sakit hanya mengadakan dua jenis saja
pertama obat generik dari ampicillin dari satu fabrikan dan obat patent dari satu fabrikan

b. Kebijakan tentang kewenangan instalasi farmasi untuk mengganti obat yang diresepkan
oleh dokter yang isinya atau nama kimianya sama. Hal ini agar tidak terjadi stagnasi obat
obatan dan BHP di rumah sakit sehingga kelancaran pengeluaran dan pengadaan akan
menjadi terkendali.
c. Kebijakan tentang pengadaan obat obatan yang kompetitif dan komprehensif, dengan
harga yang murah, terjangkau dan berkualitas baik. Dan diharapkan dalam pengadaan
obat obatan dan BHP panitia pengadaan barang bekerjasama dengan Instalasi Farmasi
dan Komite Medis.
d. Kebijakan tentang buffer stock obat obatan dan BHP di ruangan ruangan, agar buffer
menjadi terkendali.

Ada beberapa cara/metode dalam menganalisis dalam rangka merencanakan pengadaan obat
yaitu:
A. SISTEM ANALISA PARETO ABC
Untuk menemukan kelompok terkecil yang memiliki dampak terbesar pada hukum
pareto, maka perlu dilakukan analisis ABC.
Makna analisis ABC yaitu metode pengelompokan data, berdasar peringkat nilai tertinggi
hingga terendah, yang terbagi atas 3 kelompok : A, B dan C.
Kelompok A: adalah beberapa jenis obat yang memakai alokasi paling besar (sekitar 80%
dari total dana).
Kelompok B: adalah beberapa jenis obat yang memakai alokasi dana sekitar 20% daritotal
dana.
Kelompok C: adalah beberapa jenis obat yang memakai alokasi dana sekitar 10% dari total
dana. Data yang diperlukan untuk melakukan analisis Pareto adalah:-Harga patokan tiap jenis
obat. Jumlah perkiraan kebutuhan obat dalam 1 tahun. Hasil analisis Pareto ini dapat
menunjukkan beberapa jenis obat yang menyerap sebagian besar dari alokasi dana. Informasi
yang dihasilkan dapat digunakan dalam upaya menghemat biaya dan meningkatkan efisiensi
misalnya dalam:
• Perencanaan pola pengadaan.
• Pengelolaan stok.
• Penetapan harga satuan obat.
• Penetapan jadwal pengiriman.
• Pengawasan stok dan lain-lain.
• Monitoring umur pakai obat
Manfaat yang bisa diraih jika berhasil memenuhi pengadaan sesuai kondisi hukum pareto,
antara lain :
• Tidak terjebak pada kondisi bisnis apotek yang tidak teratur
• Memiliki gambaran data untuk mengambil ketepatan perlakuan bisnis apotek
• Merinci beberapa kelompok produk yang memiliki nilai strategis bagi bisnis apotek
• Aliran kas terkendali dengan arus yang baik

B. ANALISA VEN
Analisa juga dapat dilakukan dengan metode VEN (Vital, Esensial dan Non Esensial)
untuk koreksi terhadap aspek terapi, yaitu dengan menggolongkan obat kedalam tiga
kategori.
Kategori V atau Vital yaitu obat yang harus ada yang diperlukan untuk menyelamatkan
kehidupan, kategori E atau Essensial yaitu obat yang terbukti efektif untuk menyembuhkan
penyakit atau mengurangi pasienan, kategori N atau Non essensial yaitu meliputi berbagai
macam obat yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri, obat yang diragukan
manfaatnya dibanding obat lain yang sejenis.

 Kelompok V : kelompok obat yang vital antara lain : obat penyelamat, obat untuk
pelayanaan kesehatan pokok, obat untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian
terbesar.
 Kelompok E : kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber
penyebab penyakit.
 Kelompok N : kelompok obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa
dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.

Langkah-langkah menentukan VEN: menyusun kriteria menentukan VEN, menyediakan data


pola penyakit, dan merujuk pada pedoman pengobatan.
Pemantauan status pesanan dilakukan berdasarkan system VEN dengan memperhatikan
nama obat, satuan kemasan, jumlah obat diadakan, obat yang sudah dan belum diterima.

C. KOMBINASI
Dengan pengadaan barang yang baik maka rumah sakit atau apotek dapat mendapat
keuntungan maksimal dan menghindari banyak kesalahan dan kehilangan suatu obat.
Penggunaan Analisis ABC dalam perencanaan bertujuan untuk melakukan identifikasi obat
menurut nilai pemakaian dan nilai investasi, sehingga manajemen yang efektif dapat
berkonsentrasi pada Obat yang jumlahnya sedikit tetapi mempunyai nilai investasi yang
besar.
Tanpa analisis ABC dimungkinkan akan dilakukan upaya besar untuk mencoba mengatur
semua obat dengan prioritas yang sama sehingga menjadi tidak efektif secara keseluruhan.
Dengan pengelompokan ini, apabila IFRS mampu mengendalikan obat kelompok A dan B
berarti sudah bias mengendalikan sekitar 80% – 95% dari nilai obat yang digunakan.
Dengan pengelompokan tersebut maka cara pengelolaan masing-masing akan lebih
mudah sehingga peramalan, pengendalian stok dan keandalan pemasok dapat menjadi lebih
baik. Lalu dengan system analisa VEN, pengadaan barang semakin dapat terkontrol
berdasarkan kepentingan obat itu sendiri disamping aspek ekonomi namun efektifitas obat
tersebut.

Skema pengelolaan obat obatan dan BHP

Direktur

Pemasok Panitia Ka. Ins Farmasi User


Jenis Obat
dan BHP
Pengadaan

Panitia
Gudang Farmasi
Pemeriksa

Pemanfaatan
Obat dan BHP
Pen.Jwb Buffer
Apotik
Stock

Obat & BHP Di


Ruangan Resep

Instalasi

Yang harus ditekankan didalam pengendalian yang berkaitan dengan pengendalian biaya adalah :

a. Rumah sakit hanya menggunakan obat obatan dan BHP sesuai dengan standar yang telah
ditentukan.
b. Pencatatan secara akurat setiap pengeluaran obat obatan dan BHP dari mulai distribusi
oleh gudang farmasi sampai dengan penjualan di apotik dan pemanfaatan di ruangan
ruangan
c. Penanggung jawab buffer stock harus melakukan kontrol berkala kesetiap ruangan dan
mencatat secara akurat setiap kekurangan atau kelebihan stock di ruangan ruangan.
d. Petugas panitia pemeriksa barang harus tegas menyesuaikan antara order dengan barang
yang dikirim.
e. Para tenaga medis memberikan obat obatan dan BHP sesuai dengan standar obat dan
therapi yang diberlakukan di rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2001. Manajemen Farmasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Daft, Richard L. 2003. MANAGEMENT, Vanderbilt University, Thomsosn, South-Western.

Desselle, Shane. 2009. Pharmacy Management: Essentials for All Practice Setting. New York:
McGraw-Hill

Anda mungkin juga menyukai