Anda di halaman 1dari 9

KOMBINASI METODE ANALISA ABC DAN VEN

1.1. Latar Belakang


Berdasarkan UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 34, rumah sakit
adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat
darurat.
Untuk menunjang pelaksanaan kegiatan di RS diperlukan bahan-bahan logistik, bahan
logistik adalah bahan operasional yang sifatnya habis pakai seperti obat-obatan, bahan
farmasi lainnya, lauk pauk, ATK kebersihan/rumah tangga, cetakan, suku cadang alat dan
perlengkapan. Kegiatan logistisk secara umum memiliki 3 tujuan yaitu tujuan operasional,
tujuan keuangan dan tujuan pengamanan. Dalam memenuhi tujuan kegiatan logistic Rumah
Sakit diperlukan manajemen logistik sehingga barang-barang logistik yang tersedia di Rumah
Sakit dapat terus terjamin keberadaannya.
Persediaan logistik yang dimiliki dan dikelola oleh Rumah Sakit, obat dan bahan
farmasi merupakan persediaan logistik yang memiliki porsi tebesar dalam hal pengadaan.
Pengelolaan obat serta bahan farmasi lainnya di rumah sakit sepenuhnya menjadi tanggung
jawab Instalasi Farmasi. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam ekonomi dan biaya total operasional Rumah Sakit, sebab hampir seluruh
pelayanan medis pada penderita di Rumah Sakit akan berintervensi dengan sediaan farmasi.
Tujuan utama pengelolaan obat adalah tersedianya obat dengan mutu yang baik, tersedia
dalam jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan kefarmasian bagi masyarakat yang
membutuhkan.
Manajemen obat di rumah sakit merupakan salah satu unsur penting dalam fungsi
manajerial rumah sakit secara keseluruhan, karena ketidakefisienan akan memberikan
dampak negatif terhadap rumah sakit baik secara medis maupun secara ekonomis. Tujuan
manajemen obat di rumah sakit adalah agar obat yang diperlukan tersedia setiap saat
dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup, mutu yang terjamin dan harga yang terjangkau untuk
mendukung pelayanan yang bermutu. Manajemen obat merupakan serangkaian kegiatan
kompleks yang merupakan suatu siklus yang saling terkait, pada dasarnya terdiri dari 4 fungsi
dasar yaitu, seleksi dan perencanaan, pengadaan, distribusi serta penggunaan.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang standar
pelayanan farmasi di rumah sakit, mendefinisikan perencanaan sebagai suatu proses kegiatan
untuk menghindari kekosongan obat. Oleh karena itu diperlukan perencanaan yang tepat
sehingga rumah sakit dapat mengantisipasi kebutuhan investasinya di masa yang akan datang.
Perencanaan yang telah dibuat perlu dievaluasi untuk melihat efisiensi perencanaan,
dapat dengan menggunakan analisis nilai ABC untuk mengevaluasi aspek ekonomi, analisis
VEN untuk mengevaluasi aspek medik dan juga kombinasi ABC dan VEN. Dengan
menggunakan analisis ABC dapat diidentifikasi jenis-jenis obat dimulai dari ABC investasi
yaitu obat yang membutuhkan biaya terbanyak, sedang dan rendah serta ABC pemakaian
yang diurutkan dari obat yang pemakaiannya tinggi, sedang dan rendah. Analisis indeks kritis
ABC merupakan evaluasi tingkat kritis tersebut oleh pengguna yang berpengaruh terhadap
peresepan dan pemakaian obat. Indeks kritis suatu obat merupakan hasil penjumlahan dari
dua kali nilai kritis, ABC investasi dan ABC pemakaian. Analisis dengan menggunakan
metode VEN (Vital, Essensial dan Non Essensial) digunakan untuk melakukan evaluasi
terhadap aspek terapi, tetapi metoda VEN tidak memiliki aspek pengendalian dalam
operational sehari-hari karena tidak menunjukkan pemakaian obat. Sedangkan analisis
kombinasi metode ABC dan VEN dilakuan dengan melakukan pendekatan mana yang paling
bermanfaat dalam efisiensi atau penyesuaian dana.

METODE ABC (always, better,control)

DEFINISI:

Analisis ABC adalah metode dalam manajemen persediaan (inventory management)


untuk mengendalikan sejumlah kecil barang, tetapi mempunyai nilai investasi yang tinggi.

Analisis ABC didasarkan pada sebuah konsep yang dikenal dengan nama Hukum
Pareto (Ley de Pareto), dari nama ekonom dan sosiolog Italia, Vilfredo Pareto (1848-1923).
Hukum Pareto menyatakan bahwa sebuah grup selalu memiliki persentase terkecil (20%)
yang bernilai atau memiliki dampak terbesar (80%). Pada tahun 1940-an, Ford Dickie dari
General Electric mengembangkan konsep Pareto ini untuk menciptakan konsep ABC dalam
klasifikasi barang persediaan.

Berdasarkan hukum Pareto, analisis ABC dapat menggolongkan barang berdasarkan


peringkat nilai dari nilai tertinggi hingga terendah, dan kemudian dibagi menjadi kelas-kelas
besar terprioritas, biasanya kelas dinamai A, B, C, dan seterusnya secara berurutan dari
peringkat nilai tertinggi hingga terendah, oleh karena itu analisis ini dinamakan “Analisis
ABC”. Umumnya kelas A memiliki jumlah jenis barang yang sedikit, namun memiliki nilai
yang sangat tinggi.

Analisis ABC digunakan untuk menganalisa tingkat konsumsi semua jenis obat. Analisis ini
dibagi 3 kelas yaitu:

a) A (Always)

Obat harus ada karena berhubungan dengan pengendalian dalam pengadaannya. Persentase
kumulatifnya antara 75%-80%. Kelas A tersebut menunjukkan 10%-20% macam persediaan
memiliki 70%-80% dari total biaya persediaan. Hal ini berarti persediaan memiliki nilai jual
yang tinggi sehingga memerlukan pengawasan ekstra dan pengendalian yang harus baik
(Quick, 1997).

b) B (Better)

Kelas B, 20-40% item obat di rumah sakit dengan alokasi dana 10-15% dari keseluruhan
anggaran obat. Persentase kumulatifnya antara 80-95% (Quick, 1997).

c) C (Control)

Obat mempunyai nilai yang rendah, yaitu sekitar 5% namun jumlah obat sangat banyak,
yaitu mencapai 60%. Karena obat selalu tersedia maka pengendalian pada tingkat ini tidak
begitu berat. Persentase kumulatifnya antara 95%-100% (Quick, 1997).

Tabel. Pareto ABC

Kelompok Jumlah item Nilai

A 10-20 % item 80 %

B 20-40% item 15 %

C 60% item 5%
METODE VEN (VITAL,ESSENSIAL,NON ESENSIAL)

Metode VEN merupakan pengelompokan obat berdasarkan kepada dampak tiap jenis
obat terhadap kesehatan. Semua jenis obat yang direncanakan dikelompokan kedalam tiga
kategori yakni (Maimun, 2008) :
1. Vital (V) adalah kelompok jenis obat yang sangat esensial (vital), yang termasuk
dalam kelompok ini antara lain : obat penyelamat (life saving drug), obat-obatan
untuk pelayanan kesehatan pokok dan obat-obatan untuk mengatasi penyakit
penyebab kematian terbesar. Contoh obat yang termasuk  jenis obat Vital adalah
adrenalin, antitoksin, insulin, obat jantung,
2. Esensial (E) bila perbekalan farmasi tersebut terbukti efektif untuk menyembuhkan
penyakit, atau mengurangi penderitaan pasien. Contoh obatyang termasuk jenis obat
Essensial adalah antibiotic, obat gastrointestinal, NSAID dan lain lain.
3. Non-esensial (N) meliputi aneka ragam perbekalan farmasi yang digunakanuntuk
penyakit yang sembuh sendiri (self limiting disease), perbekalanfarmasi yang
diragukan manfaatnya, perbekalan farmasi yang mahal namuntidak mempunyai
kelebihan manfaat disbanding perbekalan farmasi lainnya.Contoh obat yang termasuk
jenis obat Non-essensial adalah vitamin, suplemen dan lain-lain.

Penggolongan Obat Sistem VEN dapat digunakan :


1. Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia.
2. Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok vital agar
diusahakan tidak terjadi kekosongan obat
3. Untuk menyusun daftar VEN perlu ditentukan terlebih dahulu kriteria penentuan
VEN. Dlm penentuan kriteria perlu mempertimbangkan kebutuhan masing-masing
spesialisasi.
KOMBINASI ABC DAN VEN
Jenis obat yang termasuk kategori A (dalam analisis ABC) adalah benar-benar yang
diperlukan untuk menanggulangi penyakit terbanyak dan obat tersebut statusnya harus E dan
sebagain V (dari analisa VEN). Sebaliknya jenis obat dengan status N ( Non esensial)
harusnya masuk dalam kategori C (control) (Maimun, 2008).
Digunakan untuk menetapkan prioritas pengadaan obat dimana anggaran yang ada tidak
sesuai kebutuhan.
Metode gabungan ini digunakan untuk melakukan pengurangan obat. Mekanismenya adalah
sebagai berikut:
1. Obat yang masuk kategori NC (Non esensial control) menjadi prioritas pertama untuk
dikurangi atau dihilangkan dari rencana kebutuhan, bila dana masih kurang, maka
obat kategori NB (non esensial better) menjadi prioritas selanjutnya dan obat yang
masuk kategori NA (Non esensial always) menjadi prioritas berikutnya. Jika setelah
dilakukan dengan pendekatan ini dana yang tersedia masih juga kurang lakukan
langkah selanjutnya.
2. Pendekatan sama dengan pada saat pengurangan obat pada kriteria NC, NB, NA
dimulai dengan pengurangan obat kategori EC (esensial control), EB (esensial better)
dan EA (esensial always) (Maimun, 2008).

Contoh Soal ABC VEN

Diketahui : Alokasi dana untuk penyediaan obat dan perbaikan kesehatan yang tersedia
untuk RSUD DR. TEUKU MANSYUR TanjungBalai adalahRp. 140.000.000,-
Berdasarkan perencanaan obat dan perbekalan kesehatan yang akan dibeli adalah sebagai
berikut :
Kemasa Harga Kuantu Jumlah No.
No
Jenis Obat n (Rupiah) m Harga urut
Botol /
1
Metampirol tablet 500 mg 1000 60.000 500 30.000.000 2
Botol /
2
Diazempam tablet 5 mg 1000 35.000 50 1.750.000 10
Botol /
3
Ibuprofen tablet 200 mg 1000 7.500 600 4.500.000 6
Kloromfenikol Salep
4
Mata 1% Tube 5 g 2000 1.000 2.000.000 9
Kotak
5 Pirantel Tablet (base) 125 30x2
mg tablet 12.000 350 4.200.000 7
Paracetamol tablet 500 Botol /
6
mg 1000 52.000 1.250 65.000.000 1
Botol /
7
Reserpin tablet 0,25 mg 1000 20.000 40 800.000 12
Kotak
8 100
Garam Oralit 200 ml sachet 30.500 50 1.525.000 11
Amoksilin Sirup 125 Botol 60
9
mg/5 ml ml 4000 4.500 18.0000 3
Botol
10
Klorokuin tablet 150 mg 1000 66.000 50 3.300.000 8
11 Kapas pembalut 250 g Bungkus 12.000 500 6.000.000 5
Botol 60
12
Kotrimoksazol suspensi ml 3000 2.500 7.500.000 4
Soal :Obat atau perbekalan kesehatan mana yang harus dikurangi berdasarkan analisa ABC-
VEN ?
Jawab

Langkah 1 : menghitung jumlah harga dan menentukan No. urut dari jumlah terbesar hingga
terkecil
No. Jenis Obat Kemasan Harga Kuantum Jumlah
(Rupiah) Harga
1. Paracetamol tablet
500 mg Botol / 1000 52.000 1.250 65.000.000
2. Metampirol tablet 500
mg Botol / 1000 60.000 500 30.000.000
3. Amoksilin Sirup 125
mg/5 ml Botol 60 ml 4000 4.500 18.0000
4. Kotrimoksazol
suspensi Botol 60 ml 3000 2.500 7.500.000
5. Kapas pembalut 250 g Bungkus 12.000 500 6.000.000
6. Ibuprofen tablet 200
mg Botol / 1000 7.500 600 4.500.000
7.
Pirantel Tablet (base) Kotak 30x2
125 mg tablet 12.000 350 4.200.000
8 Klorokuin tablet 150
mg Botol 1000 66.000 50 3.300.000
9. Kloromfenikol Salep
Mata 1% Tube 5 g 2000 1.000 2.000.000
10. Diazempam tablet 5
mg Botol / 1000 35.000 50 1.750.000
11.
Kotak 100
Garam Oralit 200 ml sachet 30.500 50 1.525.000
12. Reserpin tablet 0,25
mg Botol / 1000 20.000 40 800.000

Langkah 2 :
- Menghitungjumlahhargakumlatif, % kumulatif, dangolongan ABC-VEN
- Menentukanobatatauperelatankesehatan yang harusdikrangiberdasarkananalisaABC-
VEN
Jumlah Jumlah Harga
No Jenis Obat % Kumulatif ABC VEN
Harga Kumulatif
1. Paracetamol A E
tablet 500 mg 65.000.000 65.000.000 20,75%
2. Metampirol tablet
500 mg 30.000.000 95.000.000 1,21% A E
3.
Amoksilin Sirup 18.000.000 130.000.00 3,11%
125 mg/5 ml 0 B E
4.
Kotrimoksazol 7.500.000 120.500.00 1,38%
suspensi 0 B E
5. Kapas pembalut 6.000.000 126.500.00
250 g 0 2,90% B N
6.
Ibuprofen tablet 4.500.000 131.000.00 44,95%
200 mg 0 B E
7.

Pirantel Tablet 4.200.000 135.200.00 0,55%


(base) 125 mg 0 C V
8.
Klorokuin tablet 3.300.000 138.500.00 1,05%
150 mg 0 C V
9.
Kloromfenikol 2.000.000 140.500.00 12,45%
Salep Mata 1% 0 C E
10.
Diazempam 1.750.000 142.250.00 2,28%
tablet 5 mg 0 C E
11.

Garam Oralit 200 1.525.000 143.775.00 4,15%


ml 0 C V
12.
Reserpin tablet 800.000 144.575.00 5,18%
0,25 mg 0 C E
Analisis ABC & VEN

V E N

A AV AE AN

B BV BE BN

C CV CE CN

Pirantel Tablet (base) 125 mg


- - Klorokuin tablet 150 mg
Garam Oralit 200 ml
Kotrimoksazol suspensi Diazempam tablet 5 mg
Paracetamol tablet 500 mg
Kotrimoksazol suspensi Kloromfenikol Salep Mata 1%
Metampirol tablet 500 mg
Ibuprofen tablet 200 mg Reserpin tablet 0,25 mg
- Kapas pembalut 250 g -

Berdasarkan urutan pengurangan kombinasi ABC-VEN yang harus dikurangkan adalah


Kapaspembalut 250 mg.
Alokasi dana untuk penyediaan obat dan perbekalan kesehatan yang tersedia untuk kabupaten
I = Rp. 144.575.000,-
Sedangkandana yang diperlukan untuk menyediakan obat dan perbekalan kesehatan
= Rp. 144.575.000 – Rp. 6.000.000= Rp. 138.575.000

Dari hasil pengurangan di atas didapatkan dana yang diperlukan Rp. 138.575.000 sedangkan
dana yang tersedia Rp. 140.000.000,-
Sehingga masih ada dana lebih untuk membeli Kapas pembalut 250 g sebesar Rp.1.425.000,-
(118 bungkus)

Anda mungkin juga menyukai