Disusun oleh:
Wendell Sebastian Sulaeman (01073190066)
Pembimbing:
Dr. dr. Agnes Tineke Waney R., Sp.KJ
DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2
2.4 Penatalaksanaan Dampak COVID-19 Terhadap Aspek Psikososial Anak dan Remaja 15
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus oleh karena kasih-Nya penulis diberi
kekuatan sehingga mampu menyelesaikan referat ini. Referat yang berjudul “Penatalaksanaan
Dampak COVID-19 Terhadap Aspek Psikososial Anak dan Remaja” ditulis untuk memenuhi
persyaratan akademik kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Jiwa. Penyusunan referat ini
memperoleh banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin berterima
kasih kepada:
1. Dosen Pembimbing Dr. dr. Agnes Tineke Waney R., Sp.KJ, yang telah
2. Orangtua dan teman teman yang telah mendukung dan memberi semangat
Akhir kata, penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih jauh dari kata
sempurna. Karena itu, penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi kelanjutan
referat ini. Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat menjadi sarana informasi yang bermanfaat
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit COVID-19 atau yang dikenal dengan infeksi virus SARS Cov-2 merupakan suatu
penyakit yang pada mulanya ditemukan di Wuhan, di Negara Cina pada tanggal 31 Desember
2019. COVID-19 dinyatakan sebagai kegawatdaruratan global oleh WHO pada tanggal 31 Januari
2020 dan kemudian pada tanggal 11 Maret dinyatakan sebagai pandemi global yang menjadi
keprihatinan dari banyak Negara terutama Indonesia hingga saat ini.1
Hingga saat ini, COVID-19 telah memberikan banyak pengaruh terhadap banyak aspek
kehidupan manusia sejak muncul pertama kalo baik dari segi kesehatan dan juga perekonomian.
Bedasarakan sisi kesehatan tentunya hingga saat ini COVID-19 di Indonesia mencapai 157.039
kasus aktif dengan kasus konfirmasi dengan total 1.329.074 orang, kasus sembuh 1.136.054 dan
kasus meninggal sebanyal 35.981 orang. Dalam hal perekonomian tentunya dengan keberadaan
protocol-protokol kesehatan guna mencegah infeksi atau penularan lebih lanjut, menyebabkan
berbagai perekonomian di Indonesia menjadi mengalami hambatan terutama dalam hal finansial.2
Kesehatan seseorang bukan hanya dinilai secara fisik namun juga bedasarkan kondisi
kesehatan psikologis/ psikososialnya. Bedasarkan literature-literatur yang dikemukakan oleh
UNICEF, COVID-19 memberikan efek yang bersifat long-term atau jangka yang panjang dalam
hal kesejahteraan, keselamatan dan masa depan anak-anak terutama dalam hal ini di Indonesia.
Hal-hal yang dimaksud juga termasuk didalamnya adalah masalah gizi, edukasi, dan perlindungan
anak. Bedasarkan Kemenkes Republik Indonesia, juga mengatakan bahwa dengan adanya
protocol-protokol kesehatan yang tujuannya mengurangi infeksi dan penularan lebih lanjut, di satu
sisi dapat menyebabkan terjadinya kekerasan, pelecahan, dan penelantaran anak yang
memungkinkan kesehatan psikososial anak terganggu. Dalam hal ini, alasan penyebab utama
semua ini dapat terjadi adalah dengan adanya peningkatan stress pada orang dewasa yang dapat
berujung kepada kekerasan pada rumah tangga. Oleh karena itu, Kemenkes RI dan UNICEF yang
bekerja sama dengan WHO juga menghimbau mengenai pentingnya meningkatkan kesadaran akan
keadaan psikososial anak yang perlu diedukasi ke masyarakat untuk mencegah terjadinya
gangguan psikososial pada anak seperti stress, depresi serta ketakutan yang dapat berdampak pada
aktivitas sehari-hari dan di masa yang akan datang. Oleh karena itu diperlukan penanganan untuk
mencegah hal-hal tersebut.3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Psikososial
Psikososial berasal dari kata “Psikologi” dan”Sosial” yang diartikan sebagai proses
perkembangan psikologis baik secara mental maupun emosional ( termasuk didalamnya
pikiran, perasaan dan perilaku) seseorang dalam usaha penyesuaian dirinya dengan
lingkungan dan pengalamannya (Eksternal).
Apek Psikososial didalam perkembangan maturitas seseorang dikemukakan oleh
teori dari Erik Erikson yang terbagi menjadi beberapa tahapan penting bedasarkan masa-
masa kritis bedasarkan umur yang berhubungan.
Teori ini dibagi menjadi 8 tahapan penting antara dijelaskan pada tabel sebagai
berikut.
Stage Usia Krisis Orang yang berperan Tugas Penting
(Tahun)
Infancy 0-1 Trust Vs. Ibu, Pengasuh Belajar untuk mempercayai ibu atau
Mistrust orang lain
Toddler 1-3 Autonomy Vs. Orangtua Kemandirian peningkatan kontrol
Shame and fungsi tubuh terhadap kegiatan
Doubt
Early 3-6 Initiative Vs. Keluarga Mampu menunjukkan kekuatan dan
Childhood Guilt control akan dunia melalui permainan
langsung dan interaksi sosial lainnya
Middle 6-12 Industry vs Sekolah dan Peningkatan kegiatan fisik, jiwa
Childhood Inferiority tempat tinggal kompetitif, mengatasi hubungan
dengan otoritas yang lebih tinggi
Nyeri
Adosesence 12-18 Identity Vs. Role Teman Sejawat Independen dari keluarga, pengaruh
Confusion dan role model kuat dari rekan, aktif secara seksual,
mulai memilih tujuan hidup
5
Young 18-40 Intimacy Vs. Lawan jenis Mempunyai rencana terhadap
Adult isolation hidupnya, memilih pasangan, memilih
pekerjaan untuk hidupnya
Middle 40-65 Generativity Vs. Keluarga Membentuk rencana untuk generasi
Years Staganation besar/jauh dan selanjutnya, memiliki tujuan hidup,
institusi merawat dan membimbing orang lain
Later Years 65+ Integrity Vs. Siapapun yang Life review, mencari kepuasan,
Despair memberikan rasa menciptakan tujuan saat pension,
dibutuhkan membagikan pengetahuan dan
penerimaan akan kematian
Tabel 1. Tahapan Perkembangan Psikososial menurut Erik Erikson 4
6
manusia dan menyebabkan infeksi pada sistem respirasi bergantung nantinya
kepada masa inkubasi yang berkisar 4-10 hari. Target utama dari infeksi
COVID-19 adalah dengan mengincar reseptor ACE-2 yang terdapat pada paru-
paru dan sebagian besar tubuh. hal ini akan menyebabkan banyak manifestasi
lainnya selain dari pada manifestasi respirasi yang salah satu diantaranya yang
menjadi perhatian penting adalah dari manifestasi sistemik melalui vaskular. 1
7
DAN
d. Pada 14 hari terakhir sebelum gejala timbum, tinggal di
negara terjangkit atau berpergian ke Negara terjangkit
ATAU
e. Riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19
ATAU
f. Mengunjungi atau dirawat di faskes yang berhubungan
dengan pasien konfrimasi COVID-19
ii. Status Pasien setelah pemeriksaan laboratorium konfirmasi
1. Kasus Probable
PDP yang diperiksan COVID-19 tetap inkonklusif atau seorang
dengan hasil konfirmasi (+) untuk human corona non-COVID 19
2. Kasus Konfirmasi
Anak yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil laboratorium (+)
iii. Kontak Erat
Merupakan anak yang melakukan kontak fisik atau berada dalam ruangan
atau berkunjung (bercakap dalam radius 1 meter selama minimal 15 menit
dengan PDP, kasus probable atau terkonfirmasi)
1. Anak yang termasuk kontak erat adalah :
a. Anak tinggal serumah dengan kasus
b. Anak yang berada dalam satu ruangan dengan kasus
c. Anak yang berpergian dalam satu alat transportasi dengan
kasus
2. Kontak erat dikategorikan menjadi 2 yaitu :
a. Resiko rendah
Bila kontak dengan kasus PDP
b. Resiko Tinggi
Bila kontak dengan kasus konfrimasi atau probabel
2.2.4. Diagnosis 1
i. Anamnesis
8
Gejala dapat dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu sistemik, saluran nafas dan
gejala lainnya. Sebagian dari penderita dapat memberikan gambaran
asimtomatik.pada dasarnya gejala yang sering ditemukan adalah
Demam
Mengigil
Nyeri otot
Nyeri tenggorokan
Batuk dan pilek
Berkurangnya kemampuan indera penciuman atau dan pengceapan
Diare
Distress nafas (Respiratory Distress)
9
o Elektrolit
Pencitraan
o Foto toraks AP/Lateral
o CT toraks
Mikrobiologis (Metode RT PCR)
o Swab nasofaring dan orofaring
o sputum
Pemeriksaan lainnya
2.2.5. Tatalaksana 1
i. Algoritma Tatalaksana
Bedasarkan Panduan Klinis Tatalaksana COVID-19 pada Anak menurut
IDAI pada 19 Maret 2020, menetapkan bahwa tatalaksana pada pasien
anak/remaja dengan COVID-19 bergantung kepada gejala yang dimiliki oleh
pasien itu sendiri. Alur diagnosis untuk COVID-19 itu sendiri dapat dibagi
bedasarkan kontak dan area. Alur algoritma yang dipilih memiliki peran yang
berujung kepada tujuan yang sama dan menjadi preferensi dokter yang
bertanggung jawab untuk menggunakannya dengan bijak. Antara lain sebagai
berikut.
10
Gambar 2. Alur tatalaksana COVID-19 bedasarkan Area
11
seftriakson serta oseltamivir. Rawat ICU direkomendasikan pada pasien
1
yang mengalami gagal nafas dan membutuhkan ventilator atau syok.
12
cenderung akan memiliki keterikatan yang kuat/ clinginess dan ketakutan akan anggota
keluarga yang terkena COVID-19 dibandingan anak yang berusiah 6-18 tahun. Disamping
itu, ansietas yang terbentuk akan menyebabkan disrupsi pada edukasi, aktivitas fisik dan
kesempatan untuk bersosialisasi. Tidak adanya jam sekolah menyebabkan rutinitas yang
terganggu, kebosanan dan berkurangnya ide inovatif sehingga akan menyebabkan
berkurangnya performa akademik dan aktivitas ekstrakulikuler. Ada banyak dugaan yang
menyatakan sehabis selesainya pandemi nantinya, anak akan cenderung menolak untuk ke
sekolah. Begitu pula yang terjadi pada remaja, stress akan menimbulkan kecemasan
sebagai perilaku instiktif untuk bertahan yang akan nantinya memiliki kecenderungan
menggunakan akses internet lebih banyak sehingga menyebabkan perilaku kompulsif dan
melihat konten yang tidak baik. Pada akhirnya dipercaya dapat menimbulkan kekerasan
seksual maupun fisik seperti bullying.8
Pada anak dengan kebutuhan khusus (autism, attention deficit hyperactivity
disorder, cerebral palsy, disabilitas belajar, keterlambatan perkembangan, dsb). Dengan
tertutupnya sekolah khusus anak berkebutuhan khusus tentunya anak dapat mengalami
kekurangan akses untuk mendapatkan materi dan grup belajar yang menyebabkan kesulitan
interkasi dan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan sosial dan perilaku yang
penting, yang berujung kepada regresi terhadap perilaku yang sebelumnya sebagai hasil
dari relaps nya gejala sebelumnya.9
Selain itu dengan adanya karantina mandiri terkadang dapat terjadinya separasi
dengan orang tua baik pada anak maupun remaja. Pada kondisi ini, anak dan remaja
tentunya membutuhkan perhatian yang khusus karena memiliki predileksi untuk
mengalami gangguan psikososial. Terutama terjadi pada anak-anak pada fase awal yang
membutuhkan Trust dari orang tua nya. Anak atau remaja akan cenderung mengalami rasa
sedih, cemas/ansietas, ketakutan akan kematian, ketakutan akan kematian orang tua yang
diisolasi di rumah sakit. Distress yang dialami perlu dimengerti oleh pengasuh sebagai
ketakutan emosional yang dapat mengacu kepada perilaku yang berbahaya.8,9
Pada anak dan remaja yang disebut dengan istilah underprevilage tentunya juga
akan menyebabkan gangguan. Pada masa karantina ini akan terjadi baik hal tersebut
merupakan Pemutusan Hak Kerja (PHK), tidak bekerja, tidak mendapatkan upah/gaji. Hal
ini akan berujung kepada frustasi didalam keluarga yang dapat menyebabkan beragam
13
konflik dan berujung kepada kekerasan baik secara seksual maupun non seksual/fisik
kepada anak dan remaja. Hal ini tentunya harus diingat akan berujung kepada depresi,
ansietas, dan bahkan bunuh diri.8,9
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI)
melalui swaperiksa yang terdapat pada situs resmi PDSKJI, menyatakan bahwa tren
masalah psikologis didalam 5 bulan pandemic awal di Indonesia ternyata sebanyak 64.8%
mengalami masalah psikologis dari hasil survey tersebut dengan cemas sebesar 65% ,
depresi 62% dan 75% trauma. PDSKJI juga menyatakan bahwa masalah psikologis
terbanyak ditembukan pada kelompok usia 17-29 tahun dan > 60 tahun yang mana
memenuhi kriteria kelompok umur usia remaja hingga dewasa muda pada kelompok 17-
29 tahun. Selama pandemi ini juga PDSKJI melalui survey sebanyak 4010 swaperiksa,
terdapat 1725, sebanyak 44% memiliki pemikiran untuk bunuh diri saja. Terlebih lagi
didalam survey ini pada bulan akhir di agustus mengalami kenaikan persentase pemikiran
untuk bunuh diri. Sehingga pada remaja kecendrungan pemikiran ini dapat ditarik
kesimpulan angkanya cukup tinggi dan perlu diperhatikan lebih lagi mengenai masalah
tersebut. Berikut terlampir hasil survey swaperiksa dari PDSKJI antara lain sebagai berikut.
14
Gambar 4. Hasil Survey PDSKJI melalui swaperiksa10
16
Jika sesuai usia berikan pelukan anak dan sering mengatakan kata-kata
kasih sayang
4. Jika memungkinkan buat kesempatan bermain dan bersantai bagi anak
5. Pastikan anak tetap dekat orang tua dan atau keluarga atau pengasuh
Jika harus dipisahkan dari pengarsuh utama, pastikan anak diberi asuhan
alternatif dan petugas social atau yang setara sering menengok keadaan
anak
6. Jika anak terpisah dari pengasuhnya pastikan kontak tetap sering dilakukan (video,
panggilan telepon, dsb) dan anak ditenangkan
7. Sebisa mungkin tetap jalankan rutinitas dan jadwal yang ada atau bantu membuat
aktivitas baru di lingkungan yang baru seperti belajar, bermain, dan bersantai.
8. Berikan fakta yang sedang terjadi dan informasi yang jelas sesuai dengan
kebutuhan anak tentang cara mengurangi resiko infeksi dan tetap aman dalam
bahasa yang mudha dimengerti dan demonstrasikan infromasi tersebut.
9. Jangan berspekulasi tentang rumor atau informasi yang belum pasti dekat anak
10. Berikan informasi yang telah terjadi atau mungkin terjadi dengan cara
menenangkan, jujur meninjau sesuai umurnya
11. Dukung orang dewasa atau pengasuh dengan kegiatan untuk anak selama
isolasi.karantina
Kegiatan yang dapat diberikan adalah
Permainan mencuci tangan dengan lagu
Cerita rekan tentang penjelajahan virus dalam tubuh
Jadikan Pembersih dan disinfeksi rumah permainan menyenangkan
Gambar virus/mikroba yang kemudian diwarnai
Jelaskan APD (Alat Pelindung Diri) kepada anak agar menjadikan
kebiasaan mereka dan tidak takut menggunakan atau melihat APD.
Beberapa tanda yang dapat menjadi pertanda bahwa anak memiliki distress
psikososial dan membutuhkan penanganan dapat berupa kesulitan makan dan tidur, mimpi
buruk, menarik diri atau terlalu agresif, mengeluhkan nyeri pada perut atau kepala tanpa
sebab yang jelas, memiliki ketakutan dan takut ditinggal sendiri, manja dan dependen,
17
manifestasi ketakutan yang baru, antusiasme bermain berkurang, menjadi cenderung sedih
dan menangis daripada biasanya tanpa alasan yang jelas.
1. Listen
Memberikan kesempatan anak untuk membicarakan apa yang mereka
sedang rasakan.
Mendorong anak untuk mencoba membagikan kekhawatirannya serta
bertanya
2. Comfort
Menggunakan “cara” sederhana untuk memberikan rasa nyaman dan
tenang kepada anak
Contoh kegiatan dapat berupa menceritakan cerita, bernyanyi,
bermain, memberikan pujian yang sering untuk meningkatkan percaya
diri anak
3. Reassure
Meyakinkan anak bahwa mereka akan dijaga dan tetap aman
Memberikan informasi yang adekuat dari sumber yang dapat
dipercaya.
Pada dasarnya, UNICEF juga memberikan beberapa poster yang dapat menjadi
ringkasan dari apa yang sebenaranya pengasuh atau orang tua dapat berikan. Poster-poster
ini dapat menjadi acuan baik bertujuan memberikan poin-poin penting apa saja yang perlu
diingat bagi orang tua ataupun pengasuh.
18
Gambar 6. Poster UNICEF 11
19
Pada modul UNICEF juga mengatakan bahwa dengan adanya pandemic,
kecendrungan anak dan remaja untuk mengakses medial social melalui internet tentunya
akan meningkat. Hal ini merupakan suatu hal yang wajar terjadi. Namun tidak perlu
ditakutkan akan adanya hal-hal negatif yang terjadi pada anak melalui media social selama
pandemic, dengan syarat orangtua atau pengasuh tetap memperhatikan apa yang diakses
oleh anak dan remaja. UNICEF menerapkan “5 Golden Rules to #STAYSAFE online”
antara lain sebagai berikut.11
20
i. menjelaskan agar tidak kontak atau jaga jarak dengan orang atau
keluarga yang diduga atau sudah memiliki gejala COVID-19.
ii. Disarankan agar jangan pernah menakut-nakuti.
iii. Segera memberi tahu jika sudah memiliki gejala yang mengarah ke
COVID-19 juga harus diajarkan.
iv. Menjelaskan mengenai APD dan mempraktekannya
b. Orang tua memberikan panutan dengan menerapkan pola hidup bersih dan
sehat melalui :
i. Istirahat cukup
ii. Berolahraga teratur
iii. Makan dengan nilai gizi seimbang
iv. Rajin mencuci tangan
v. Tetap bersosialisasi dengan teman dan anggota keluarga melalui media
social
2. Kesehatan Jiwa dan Psikososial pada anak dan remaja secara umum
a. Ajak anak berbicara denagn tenang dan penuh kasih sayang dan beri
kesempatan untuk mengekspresikan perasaan dan mengungkapkan isi pikiran
b. Memberikan pujian dan motivasi
c. Fasilitasi interaksi anak dengan teman-temannya melalui media sosial
d. Bantu melakukan hobi yang disukai
e. Hindari segala bentuk kekerasan fisik, psikologis dan sosial
f. Melakukan pengawasan pada penggunaan media sosial
g. Melakukan kegiatan relaksasi atau peragangan
h. Melakuakn olahraga dengan kondisi di sekitar rumah
i. Membuat jadwal kegiatan harian untuk elajar dan bersantai
j. Kenali tanda-tanda masalah kejiwaan dan psikososial
3. Dukungan kesehatan jiwa dan psikososial pada anak yang isolasi di rumah
a. Anak sebaiknya dekat dengan orang tua dan keluarga mereka, jika terpaksa
berpisah gunakan media social
b. Orang tua membantu anka menemukan cara positif untuk mengekspresikan
perasaannya
21
c. Tetap mendampingi dan mempertahankan komunikasi
4. Dukungan kesehatan jiwa da psikososial pada anak yang mendapatkan perawatan di
Rumah Sakit
a. Anak dan remaja mendapat surat rujukan dari Puskesmas atau RS untuk
diisolasi di RS dan keluarga memberitahukan kepada RT dan RW setempat
b. Anak dan remaja dirwata di RS sebagai PDP harus mendapatkan dukungan
psikologis dalam bentu dan melalui media apapun
c. Menenankan pikiran dan perasaan anak melalui media sosial
5. Dukungan kesehatan jiwa dan psikososial pada anak yang orang tuanya dirawat di RS
a. Keluarga memberitahukan ke RT dan RW setempat bahwa orang tua
mendapat rujukan untuk dirawat di RS
b. Saat dirawat, dapat ditunjuk pengganti pengasuh selama orang tua dirawat
guna mengawasi aktivitas
c. Jika memungkinkan orang yang ditunjuk berupa keluarga atau asisten rumah
tangga yang sudah dikenal dekat
d. Bila diperlukan dapat meminta bantuan tetangga
6. Dukungan kesehatan jiwa dan psikososial pada anak yang orang tuanya meninggal
karena COVID-19
a. Saat salah satu orang tua meninggal, anak tidak dapat ikut memandikan orang
tuanya
b. Mengantar ke pemakaman harus dibatasi
c. Orang tua tunggal harus memberikan penenangan kepada anak dan remaja
d. Jika kedua orang tua telah meninggal, yang mengambil peran sebagai orang
tua adalah bagian dari keluarga atau sanak saudara terdekat.
22
BAB III
KESIMPULAN
Pandemi COVID-19 merupakan suatu situasi yang menyebabkan beragam masalah
didalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya menyebabkan gangguan didalam dunia
kesehatan namun juga menyebabkan banyak hal seperti gangguan secara finansial,
ekonomi. Kesehatan dalam kasus ini banyak sekali menjadi perbincangan sehari-hari
selama pandemi COVID-19 yang dimana Indonesia setiap harinya mengalami kenaikan
jumlah kasus. Pada kondisi ini, tentunya kesehatan perlu diperhatikan, diantaranya bukan
hanya kesehatan secara fisik/sistem, namun juga kesehatan secara psikologis/psikososial.
Dalam masa pandemi ini, Pemerintah mencanangkan peraturan untuk social distancing dan
karantina mandiri di rumah. Tentunya hal ini bertujuan untuk mengurangi penyebaran
infeksi COVID-19, disamping hal baik ini, tentunya memiliki hal buruk dengan
memberikan stress yang tinggi kepada berbagai kalangan, diantaranya adalah anak dan
remaja yang digolongkan oleh UNICEF,WHO, dan KEMENKES RI sebagai golongan
masyarakat yang rentan mengalami gangguan psikososial di masa pandemi ini.
Dampak yang ditimbulkan sangat beragam dan bergantung kepada sub-golongan
pada anak dan remaja itu sendiri, namun mayoritas disebabkan oleh karena limitasi
aktivitas yang menyebabkan stress pada anak dan remaja. Beberapa hal yang dapat terjadi
seperti kekerasan secara seksual dan nonseksual pun juga dapat terjadi pada masa ini.
Sehingga diperlukan pengertian yang baik dan cara menanggulangi hal tersebut pada anak
dan remaja.
Berbagai lembaga seperti UNICEF, WHO, IASC, dan KEMENKES memberikan
banyak cara untuk mencegah dan memberikan penatalaksanaan pada berupa DKJPS pada
anak dan remaja sesuai dengan kondisi yang dialaminya sekarang. Panduan-panduan ini
dapat membantu orang tua dan pengasuh untuk mengerti kebutuhan psikososial anak agar
hendaknya dapat menjaga kondisi mental dan emosi anak dan remaja agar tidak mengalami
gangguan atau gangguan berlanjut. Panduan yang dituliskan pada makalah ini terdapat dari
3 lembaga dan yang mana saja dapat diikuti mengingat mempunyai dasar yang sama.
Namun UNICEF dengan memiliki 3 prinsip utama berupa listen, comfort, dan reassure
yang nantinya dapat dikembangkan menjadi perlakuan-perlakuan yang sesuai dengan
kondisi anak dan remaja.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Panduan Klinis Tata Laksana COVID-19 pada Anak.
Indones Pediatr Soc [Internet]. 2020;33. Available from: https://www.idai.or.id/about-
idai/idai-statement/panduan-klinis-tata-laksana-covid-19-pada-anak
2. WHO int. WHO COVID-19 Dashboard [Internet]. 2021 [cited 2021 Mar 3]. p. 1.
Available from: https://covid19.who.int/table
4. Elvira sylvia D, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Edisi Ke-2. Elvira SD, Hadiskanto
G, editors. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.
7. Sari MN, Ramadhian MR. Gangguan Kepribadian dan Perilaku Akibat Penyakit ,
Kerusakan , dan Personality and Behavioural Disorders due to Disease , Damage , and
Brain Dysfunction in A 45 Years Old Men. J Medula. 2016;6:83–7.
10. 5 Bulan Pandemi Covid 19 [Internet]. Swaperiksa. [cited 2021 Mar 12]. Available from:
http://pdskji.org/home
11. MHPSS Reference Group. Catatan Tentang Aspek Kesehatan Jiwa dan Psikososial Wabah
24
Covid. Iasc. 2020;(Feb):1–20.
12. UNICEF. Psychosocial Support for Children during COVID-19. Child Line India Found.
2020;2–5.
13. Dukungan P, Jiwa K, Psikososial DAN, Covid- P. Buku Pedoman DKJPS pada pandemi
COVID-19 (1). 2020;
14. Kemenkes. Protokol Layanan DKJPS Anak dan Remaja Pda Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru Pandemi COVID-19. 2020;41. Available from:
https://www.kemkes.go.id/resources/download/info-terkini/COVID-19/Buku-Protokol-
Dukungan-Kesehatan-Jiwa-Dan-Psikologi-DKJPS-AR-2020.pdf
25