Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FARMASIS SOSIAL

PERBANDINGAN SISTEM KESEHATAN DI AMERIKA SERIKAT DENGAN


INDONESIA

Disusun Oleh :
Kelompok 8
1. Nanda Ajeng Ramdhany I1C016006
2. Nadiyah Syafira I1C016018
3. Bela Silfiana I1C016038
4. Aliffio Desanda I1C016080

LABORATORIUM FARMASI KLINIK


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2018
A. Model Sistem Pelayanan Kesehatan
1. Amerika Serikat
Sistem kesehatan di Amerika Serikat menerapkan sistem asuransi komersial.
Asuransi komersial tersebut artinya masyarakat berhak memilih untuk menggunakan
asuransi atau tidak. Hal ini menyebabkan biaya operasional menjadi besar, premi
meningkat setiap tahun, mutu pelayanan kesehatan diragukan, dan tingginya
unnecessary utilization karena AS memiliki sitem pembiayaan fee for services. Biaya
kesehatan menjadi beban yang sangat berat bagi pemerintah AS karena biaya
kesehatan melambung tinggi dan mancapai 12% GNP. Tingginya biaya kesehatan
menyebabkan tingginya pula biaya produksi barang dan jasa. Pemerintah AS
membuat kebijakan berbentuk undang-undang pada tahun 1973 untuk meminimalisir
pertumbahan conventional health insurance yakni kebijakan Health Maintenance
Organization (HMO-ACT). Pelayanan kesehatan di Amerika Serikat sebagian
dikelola oleh pihak swasta. Pada tahun 2009, tercatat sebanyak 50,7 juta penduduk
Amerika Serikat yang tidak memiliki asuransi kesehatan (The US Censuss Beureau).
Penduduk yang tidak tersentuh asuransi tersebut salah satunya berasal dari masyarakat
kalangan berpenghasilan menengah kebawah. Pemerintah AS dituntut untuk
memegang kendali dalam permasalahan asuransi kesehatan ini. Masyarakat AS sangat
membutuhkan perawatan, akses, keadilan, efisiensi, biaya, pilihan, nilai dan kualitas
yang memadai. Pemerintah AS akhirnya membuat sebuah terobosan baru mengenai
sebuah kebijakan dalam bidang kesehatan. Patient Protection Avordable Care Act
(PPACC) merupakan salah satu kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah AS.
Titik tolak dari perkembangan kesehatan di AS berdasarakan dari kebijakan tersebut.
Selain itu, kebijakan tersebut menjadi landasan hukum AS dalam menyelenggarakan
perawatan dan biaya kesehatan yang efektif dan efisien bagi masyarakat AS. Dengan
dilakukannya reformasi penerapan undang-undang ini diharapkan dapat menurunkan
biaya asuransi kesehatan yang akan ditanggung masyarakat AS dimasa yang akan
datang (Putri, 2019).
Sebelum adanya UU teentang PPACC di AS, AS tidak memiliki sistem
kesehatan yang seragam dan tidak mencakup seluruh perawatan kesehatan yang ada di
AS. Setalah munculnya UU PPAC tahun 2010 AS memberlakukan cakupan layanan
kesehatan untuk hampir semua orang. Sehingga seluruh warga di AS wajib memiliki
asuransi, wajib asuransi kesehatan di Amerika sering dikenal sebagai Individual
Mandate. Individual Mandate (Wajib Punya Asuransi Kesehatan) merupakan sistem
Obamacare yang baru dan sistem ini baru bisa berjalan jika setiap orang diwajibkan
untuk mempunyai asuransi kesehatan. Tujuan individual mandate ini agar semua
orang sehat membeli asuransi kesehatan untuk membantu membiayai ongkos orang
yang sakit. Dengan kebijakan, tersebut maka masyarakat memiliki kewajiban untuk
membayar asuransi, dimana asuransi tersebut juga mendapat subsidi dari pemerintah
federal (DPE, 2016).
2. Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang telah menghadapi
beberapa perubahan dan tantangan strategis yang mendasar. Tujuan bangsa Indonesia
tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang diselenggarakan melalui pembangunan
nasional termasuk pembangunan kesehatan. Dalam mendukung terlaksananya
pembangunan kesehatan memerlukan dukungan dari Sistem Kesehatan Nasional yang
kuat. SKN dijadikan sebuah acuan dalam pendekatan pelayanan kesehatan primer. Hal
ini merupakan sebuah pendekatan yang tepat untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang diformulasikan sebagai visi Indonesia Sehat (Adisasmito Wiku,
2009). Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan pengelolaan kesehatan yang
diselenggarakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan, maka pengelolaan
kesehatan dilaksanakan melalui subsistem kesehatan yang terbagi ke dalam beberapa
bagian, yaitu upaya kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan, pembiayaan
kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
makanan, manajemen, informasi dan regulasi kesehatan, pemberdayaan masyarakat
(UU RI, 2011). Sistem kesehatan suatu negara sangat dipengaruhi oleh kebijakan-
kebijakan kesehatan yang ditetapkan oleh penentu kebijakan baik pemerintah atau
swasta. Kebijakan kesehatan itu sendiri dipengaruhi oleh segitiga kebijakan yakni
konteks (faktor ekonomi, sosial budaya, politik), konten/isi, proses pengambilan
kebijakan dan aktor yang berperan (policy elites). SKN Indonesia memiliki 3 landasan
meliputi landasan idiil yaitu Pancasila, landasan konstitusional yaitu UUD Negara RI
khususnya pasal 28 dan 34, dan landasan operasional yaitu UU Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan. Universal Coverage (cakupan semesta) merupakan suatu sistem
kesehatan yang bertujuan untuk masyarakat dalam mendapatkan akses pelayanan
kesehatan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta dengan biaya yang
terjakau oleh masyarakat, antara lain pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitative (Putri, 2019).
Untuk memenuhi kewajibanya, pemerintah memberikan pelayanan kesehatan
agar mudah diakses oleh berbagai kalangan masyarakat. Sehingga terbentuklah
program JKN, JKN (Jaminan Kesehatan Naional) adalah program pelayanan
kesehatan dari pemerintah yang berwujud BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
dan sistemnya menggunakan sistem asuransi. Dengan adanya JKN ini maka seluruh
warga Indonesia berkesempatan besar untuk memproteksi kesehatan mereka dengan
lebih baik. Sejak tahun 1968 sebenarnya pemerintah telah membentuk JKN bagi
rakyat Indonesia dengan nama yang berbeda yaitu Badan Penyelenggaraan Dana
Pemeliharaan Kesehatan atau (BPDPK). Akan tetapi, pada saat itu fungsi JKN ini
hanya untuk mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima
Pensiun (PNS dan ABRI) dan keluarga mereka dengan batasan tertentu. Selanjutnya,
nama BPDPK pun diubah menjadi Askes atau Asuransi Kesehatan. PT Askes Persero
bekerja secara mandiri untuk mengurusi penyelenggaraan jaminan kesehatan khusus
bagi warga-warga yang bekerja kepada pemerintah hingga tahun 2005. Pemerintah
akhirnya menerbitkan sebuah Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
124/MENKES/SK/XI/2001 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005 untuk mengubah
sistem kerja PT Askes agar menjamin juga keluarga miskin yang tidak masuk dalam
golongan Abdi Negara. PT. Askes akhirnya menyelenggarakan Program Jaminan
Kesehatan Masyarakat Miskin (DEPKES RI, 2009).
Akan tetapi, pada era ini kesehatan belum memenuhi prinsip ekuitas, sebagaimana
diamanatkan UU SJSN. Undang-undang menghendaki ada kesamaan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan medis yang tidak terikat dengan besaran iuran peserta. Paket
manfaat, sebelum era BPJS Kesehatan masih sangat bervariasi tergantung dari badan
penyelenggaranya. Masih terdapat pelayanan yang tidak dijamin (exclusion of benefit),
pembatasan pelayanan (limitation benefit), dan ada keharusan membayar selisih tagihan (cost
sharing). Selain itu, terdapat perbedaan akses klaim mengingat adanya segmentasi
kepersertaan, seperti jaminan kesehatan segmen pekerja yang diselenggarakan PT. Jamsostek
dan segmen peserta PT Askes (Persero) seperti PNS, pejabat tertentu, Jamkesmas, dan
Jamkesda. Kondisi tersebut menunjukkan adanya kepesertaan yang tidak menyeluruh,
pemberian manfaat yang tidak sama sehingga menunjukan adanya diskriminasi dalam
pelayanan kesehatan. Perjalanan dari PT Askes Persero akhirnya dilanjutkan lagi dengan
perombakan yang lebih matang di tahun 2014. Pemerintah Indonesia membuat sebuah BUMN
bernama BPJS Kesehatan yang bekerja secara menyeluruh untuk menjamin semua
masyarakat di Indonesia tanpa terkecuali. Semuanya bahu-membahu dalam pembayaran
kesehatan hingga terjadi subsidi silang yang baik dan terstruktur. Memasuki era baru
penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional, kekurangan tersebut ditanggulangi. BPJS
Kesehatan menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia dengan
prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas,
kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial
seluruhnya untuk pengembangan program dan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta
(JamsosIndonesia, 2019).
Sebenarnya sistem kesehatan di Indonesia dan AS memiliki kesamaan yaitu
memiliki sifat saling membantu artinya orang sehat membantu pembayaran orang
sakit. Akan tetapi, di AS seluruh warga AS diwajibkan untuk memiliki asuransi dan
merupakan sebagai mandatory individual. Jika warga Amerika tidak mengikuti
mandat ini maka akan dikenakan penalti federal bagi warga yang tidak ikut asuransi.
Seharusnya Indonesia juga merancang RUU semacam itu agar semua warga dapat
saling membantu dan gotong royong dalam membangun pelayanan kesehatan.

B. Sistem Pembayaran Pelayanan Kesehatan

Akses pelayanan kesehatan memiliki dua elemen inti yaitu akses pelayanan
kesehatan yang adil dan bermutu bagi setiap warga dan perlindungan risiko finansial
ketika warga menggunakan pelayanan kesehatan. Sistem pembiayaan kesehatan dapat
dibagi menjadi tiga kategori yaitu pembayaran tunggal (single payer), pembayaran
ganda (two-tier, dual health care sistem), dan sistem mandat asuransi. Amerika Serikat
menerapkan sistem mandat asuransi dalam pembiayaan kesehatannya. Mandat
asuransi adalah pemerintah mewajibkan agar semua warga memiliki asuransi dari
perusahaan asuransi swasta, pemerintah, atau nirlaba. Amerika Serikat selama ini
menerapkan sistem pembiayaan kesehatan yang liberal melalui pasar swasta. Kurang
lebih sepertiga dari pembiayaan kesehatan langsung dibayar oleh pasien (out of
pocket). Sumber dana sisanya berasal dari organisasi asuransi swasta yang profit,
organisasi asuransi not for profit seperti Blue Cross dan Blue Shield serta Health
Maintenance Organization (HMO). HMO merupakan praktek kelompok pelayanan
kesehatan yang dibayar di muka (pre-paid) berdasarkan kapitasi dan pelayanan
kesehatan yang diberikan bersifat komprehensif. Pada sistem pembiayaan kesehatan
tersebut, pemerintah federal dan negara bagian memberikan skema asuransi kesehatan
bagi warga miskin (Medicaid) dan usia lanjut, veteran, dan berpenyakit kronis
(Medicare). Namun kontribusi pemerintah jauh dari memadai bagi warga Amerika
Serikat umumnya. Akibatnya, menurut United States Census Bureau, pada 2008
terdapat 46,3 juta orang di Amerika Serikat (15.4% dari populasi) tidak tercover
asuransi. Untuk mengatasi hal tersebut, terjadi reformasi kesehatan Amerika Serikat
dengan disahkannya “The Patient Protection and Affordable Care Act” yang
diusulkan Barack Obama. Reformasi kesehatan di AS tersebut tetap memberi
kesempatan kepada asuransi kesehatan swasta dan pemberi pelayanan kesehatan
swasta untuk beroperasi, tetapi dengan regulasi lebih ketat dan dengan subsidi yang
lebih besar dari pemerintah agar warga miskin mampu membeli asuransi (WHO,
2005).
Sejarah sistem pembiayaan pelayanan kesehatan di amerika serikat sebelum
dikenal dengan Obama Care terkenal dengan Organisasi asuransi kesehatan Blue
Cross Association dan Blue Shield Association yang dimulai dari tahun 1798, saat
diadakan kongres untuk mendirikan US Marine Hospital Service, dimana para pelaut
yang akan mendaptkan pelayanan kesehatan, dipotong upahnya setiap bulan. Hingga
akhirnya berdiri sebuah organisasi pada tahun 1847 yaitu asuransi kesehatan pertama
di Massachusetts-Boston, semenjak saat itu banyak berdiri organisasi lainnya di
berbagai tempat di Amerika Serikat. Tahun 1937 rumah sakit mulai membuka
kegiatan asuransi kesehatan dengan mendirikan Blue Cross Assocation, lalu diikuti
oleh para dokter dengan mendirikan Blue Shield Association di tahun 1946. Setelah
itu, berubah menjadi OASDI dan OASDHI yang mencakup Medicare dan Medicaid.
Dalam sistem asuransi ini Amerika Serikat dibilang kurang berhasil karena banyak
penduduk tidak terlindungi asuransi ini. Pada dasarnya, sistem jaminan sosial yang
diterapkan di Negara Amerika Serikat diselenggarakan dengan satu undang-undang
dan diselenggarakan oleh satu badan pemerintah (Social Security Administration,
SSA) yang memiliki sifat nasional dan dikelola oleh pemerintah Federal yang berada
di bawah Departemen Pelayanan Sosial. Untuk setiap penduduk setidaknya harus
memiliki 9 digit nomor (Social Security Number, SSN) yang akan berlaku untuk
segala macam urusan seperti paspor, rekening bank, pekerjaan, pendidikan, pajak,
jaminan sosial, dan sebagainya. Dengan demikian, program jaminan sosial Amerika
Serikat bersifat monopolistik dan mencakup jaminan hari tua dan jaminan kesehatan.
Setelah itu, muncul organisasi Health Maintenance Organization, HMO adalah
organisasi pelayanan kesehatan yang terkelola dengan baik, bersifat prepaid (dibayar
dimuka), yang bertanggung jawab dalam hal pembiayaan dan juga pemberian
pelayanan kesehatan yang komprehensif (meliputi preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif) terhadap populasi tertentu yang telah terdaftar dengan pembayaran
sejumlah uang yang dihitung berdasarkan kapitasi atau per bulan per orang. Konsep
asuransi ini muncul akibat timbulnya masalah pembiayaan kesehatan di Amerika
Serikat pada tahun 1973 (Trisnantoro, 2014).
Pada tahun 2008, Barrack Obama terpilih menjadi presiden Amerika Serikat.
Dalam kampanyenya, Obama menjanjikan Reformasi Pelayanan Kesehatan Universal
di Amerika Serikat. Reformasi Pelayanan Kesehatan yang dijanjikan Obama
ditunjukan untuk seluruh rakyat Amerika Serikat terutama golongan menengah ke
bawah. Pada tanggal 23 Maret 2010, presiden Barrack Obama menandatangani sebuah
reformasi sistem layanan kesehatan di Amerika Serikat yang bernama “Affordable
Health Care for America Act”. Hasil penelitian menunjukan bahwa, alasan presiden
Obama mengeluarkan kebijakan Reformasi Pelayanan Kesehatan, didorong oleh
persepsi Obama terhadap biaya pelayanan kesehatan mahal dan tidak terjangkau yang
menyebabkan kesenjangan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin di
Amerika Serikat. Departemen Kesehatan AS menunjukan data bahwa sector
kesehatan menguasai sekitar 17% dari GDP (Gross Domestic Product) Amerika
Serikat. Dari hasil analisis yang dilakukan oleh Congressional Budget Office
menyatakan bahwa jika tidak dilakukan reformasi, maka proporsi sektor kesehatan
dalam GDP AS bisa meningkat menjadi 33% dalam 30 tahun mendatang dan biaya
out-of-pocket (biaya yang dikeluarkan oleh pengguna asuransi kesehatan diluar
premium yang telah dibayarnya) akan meningkat sebesar 35% dalam waktu 10
(sepuluh) tahun mendatang. Maka diharapkan setelah diterapkannya reformasi
undang-undang layanan kesehatan ini dapat menekan biaya asuransi kesehatan yang
ditanggung oleh warga AS di masa mendatang. Berdasarkan Undang-Undang
tersebut, terdapat perubahan pada sektor layanan kesehatan di AS, seperti :

1. Warga Amerika yang belum memiliki asuransi dan telah memiliki penyakit
sebelumnya (preexisting conditions) akan memperoleh asuransi kesehatan
melalui bantuan subsidi sementara yang disediakan pemerintah
2. Perusahaan asuransi dilarang memutuskan pertanggungan ketika si pengguna
asuransi kesehatan terkena penyakit;
3. Perusahaan asuransi dilarang memberlakukan batasan maksimal nilai
pertanggungan seumur hidup bagi pengguna asuransi kesehatan tertentu
4. Seorang anak dibenarkan untuk ikut dalam asuransi kesehatan orang tuanya
sampai dia mencapai umur 26 tahun
5. Setiap pertanggungan baru wajib mengcover layanan pencegahan (preventive
cares) dan perawatan kebugaran ( wellness care )
6. Seorang pengguna asuransi dapat mengajukan banding kepada satu badan yang
independen berkenaan dengan sengketa yang dihadapinya dengan perusahaan
asuransi
(Trisnantoro, 2014)

Sistem kesehatan di Indonesia didukung dengan pembiayaan pemerintah yang


bersumber dari pemerintah pusat maun pemerintah daerah. Anggaran dari pemerintah
pusat disalurkan melalui DAU, DAK, DAK non fisik, serta Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN). Sedangkan anggaran dari pemerintahan daerah dalam bentuk
dukungan program pusat maupun untuk pembiayaan program inovasi daerah sendiri.
Pengelola sistem pembiayaan di Indonesia yakni kementerian kesehatan sebagai
regulator, monitor dan mengevaluasi pelaksanaan sistem kesehatan. Sedangkan badan
pengumpul dan penyalur premi melalui kapitasi dan INA CBG’S adalah BPJS (Dewi
Shita, 2017). Permasalah yang timbul dari pembiayaan kesehatan antara lain
kurangnya dana serta adanya peningkatan dana. Kurangnya dana terjadi karena
terdapatnya inefisiensi dalam pengelolaan pembiayaan dan alokasi dana yang salah.
Sedangkan yang dimaksud peningkatan biaya yaitu adanya trend peningkatan
teknologi kedokteran sebagai penegak diagnosis (evidence bases) yang menyebabkan
konsekuensi biaya, serta tren suppy induce demand yang banyak marak sekarang ini
(Trisnantoro, 2014). Selain itu, dominasi pembiayaan dengan mekanisme fee for
service, dan masih kurangnya dalam mengalokasikan sumber-sumber dan pelayanan
itu sendiri (poor management of sesources and services) (Depkes, 2009). Sistem
Kesehatan di Indonesia untuk sekarang sudah menuju ke arah yang lebih baik,
meskipun masih banyak terdapat banyak macam kendala. Hal ini dapat dilihat dari
terdapatnya peningkatan status kesehatan masyarakat. Akan tetapi, meskipun terjadi
peningkatan status kesehatan masyarakat, namun masih diperlukan upaya percepatan
pencapaian indikator kesehatan dalam rangka mengejar ketertinggalan dari negara
lain, sehingga SKN masih perlu terus dilakukan evaluasi dan perbaikan. Akses
pelayanan kesehatan yang adil menggunakan prinsip keadilan vertikal. Prinsip
keadilan vertikal menegaskan, kontribusi warga dalam pembiayaan kesehatan
ditentukan berdasarkan kemampuan membayar (ability to pay), bukan berdasarkan
kondisi kesehatan/ kesakitan seorang. Dengan keadilan vertikal, orang berpendapatan
lebih rendah membayar biaya yang lebih rendah daripada orang berpendapatan lebih
tinggi untuk pelayanan kesehatan dengan kualitas yang sama. Dengan kata lain, biaya
tidak boleh menjadi hambatan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan (needed care, necessary care) (Murti Bhisma, 2011).
Sistem kesehatan di Amerika terlihat lebih baik dibandingkan dengan negara
Indonesia, hal ini dapat di lihat dari status kesehatan masyarakat dan permasalahan
kesehatan. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) di Indonesia sudah mampu memberikan
peningkatan status kesehatan masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun. Namun masih
diperlukan upaya percepatan pencapaian indikator kesehatan dalam rangka mengejar
ketertinggalan dari negara lain. Salah satu permasalahan di Indonesia seperti masih
kurangnya tenaga kesehatan, akses pelayanan kesehatan yang kurang merata,
pembiayaan kesehatan yang tidak tercover dengan baik, fasilitas yang kurang lengkap
menjadi permasalahan dalam sistem kesehatan di Indonesia. Untuk itu kita perlu
mempelajari atau mengadopsi sistem kesehatan di negara-negara yang sudah maju
maupun negara berkembang lainnya, sehingga SKN di Indonesia dapat menjadi upaya
kesehatan yang optimal dalam mewujudkan derajat kesehatan setinggi-tingginya
(Trisnantoro, 2014).

C. Peran Apoteker Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan


Di Amerika Serikat, praktik farmasi diatur oleh dewan negara bagian farmasi
dan ruang lingkup praktik dan otoritas sangat bervariasi dari satu negara ke negara.
Negara seperti Oregon, California, Idaho, dan Washington telah mulai memperluas
ruang lingkup praktik dan wewenang bagi apoteker untuk meresepkan obat,
melakukan tes diagnostik titik perawatan, memulai hormonal kontrasepsi, dan
memberikan obat suntik. Peran apoteker telah diperluas lebih lanjut melalui
pernyataan visi Komisi Gabungan Praktisi Farmasi, yang mengAmerika Serikatulkan
bahwa "Apoteker akan menjadi profesional perawatan kesehatan yang bertanggung
jawab untuk menyediakan perawatan pasien yang memastikan hasil terapi pengobatan
yang optimal." Pada 2015, RUU diperkenalkan ke Kongres AS (Dewan Perwakilan
Rakyat) untuk memberikan "statAmerika Serikat penyedia" apoteker di daerah yang
kekurangan tenaga kesehatan (daerah pedesaan yang umumnya tidak terlayani) (Scott,
2016).
Apoteker adalah anggota tim kesehatan yang paling mudah diakses dan sering
dikunjungi di Amerika Serikat. Apoteker dilatih untuk membantu manajemen obat
dalam pengaturan perawatan primer. Banyak apoteker telah menetapkan praktik
dalam pengaturan perawatan primer dan rawat jalan, bekerja dalam tim untuk
menyediakan manajemen terapi pengobatan dan perawatan kronis dan preventif
kepada pasien. Apoteker dilatih secara klinis di tingkat doktor, dididik dalam
patofisiologi, farmakologi, terapi, pemecahan masalah klinis, penggunaan obat-
obatan, dan pemantauan laboratorium. Apoteker memiliki hak dalam peresepan di
beberapa negara bagian (seperti: California dan Oregon). Sebagian besar negara
bagian di Amerika Serikat membuat apoteker menandatangani perjanjian praktik kerja
sama yang ditandatangani dengan kelompok dokter, yang menunjukkan apa yang
dapat dan tidak dapat dilakukan oleh apoteker. Sebagian besar resep oleh apoteker
terbatas dan terjadi dalam 2 area — resep tergantung dan kolaboratif. Peresepan yang
bergantung melibatkan pendelegasian wewenang dari dokter ke apoteker dan
mengikuti protokol tertulis khAmerika SerikatAmerika Serikat (atau pedoman
tertulis) yang mencakup jenis penyakit dan kategori obat yang terlibat (Scott, 2016).
Di klinik Layanan Kesehatan India federal, beberapa apoteker adalah penyedia
perawatan primer, dengan hak istimewa yang ditentukan untuk keadaan penyakit akut
dan kronis. Resep kolaboratif membutuhkan perjanjian praktik kolaboratif atau
hubungan formal lainnya antara apoteker dan dokter (atau kelompok praktik);
perjanjian tersebut memberikan kepada apoteker otoritas hukum eksplisit untuk
meresepkan obat-obatan tertentu. Perjanjian praktik kolaboratif tidak sama dengan
protokol, karena tidak mendikte kegiatan yang akan dilakukan oleh apoteker dalam
mengelola terapi obat pasien (Scott, 2016).
Apoteker yang terlibat dalam perawatan primer berpartisipasi dengan anggota
tim lainnya dalam manajemen obat pasien yang merupakan fokAmerika Serikat
terapi. Tanggung jawab apoteker adalah untuk mengoptimalkan terapi pengobatan
pasien. Layanan farmasi perawatan primer harAmerika Serikat dirancang untuk
mendukung berbagai komponen proses penggunaan obat dalam rangkaian perawatan.
Apoteker harAmerika Serikat mengevaluasi semua komponen proses penggunaan
obat untuk mengoptimalkan potensi hasil pasien yang positif (AHSP, 2019).
Jika dibandingkan dengan di Indonesia, perang apoteker belum sebaik di
Amerika Serikat. Konsep pharmaceutical care dalam pelayanan kesehatan di
Amerika Serikat telah diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1990, tetapi di
Indonesia ini baru mulai diperkenalkan. Dalam perannya seorang apoteker di dalam
pelayanan kesehatan, di Indonesia masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan
Amerika Serikat. Perbedaan yang paling mendasar dari peran apoteker di Indonesia
dengan di Amerika Serikat adalah di Indonesia seorang apoteker belum mendapat
perhatian dari masyarakat sebagai profesi yang menyediakan jasa pelayanan
kesehatan berbeda dengan di Amerika Serikat dimana apoteker sangat mudah
dikunjungi dan paling sering dikunjungi sebagai penyedia jasa pelayaanan pertama
jika mengalami keluhan-keluhan ringan. Di beberapa apotik maupun puskesmas di
Indonesia kini telah mengikutsertakan apoteker dalam membantu pelayanan kesehatan
yang terfokus pada penggunan obat. Berbedaan lain dari peran apoteker di Indonesia
maupun di Amerika Serikat yaitu apoteker di Amerika memiliki hak dalam peresepan
walaupun hanya dibeberapa bagian.

D. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pelayanan Kesehatan


1. Amerika Serikat
Ketentuan dari Obama Care adalah setiap warga legal di Amerika, wajib
memiliki asuransi kesehatan yang terhitung mulai 1 Januari 2014. Apabila warga
tersebut tidak terdaftar pada asuransi ini, maka warga tersebut akan terkena denda
saat membayar pajak tahunan dengan IRS di tahun 2015. Wajib asuransi
kesehatan di Amerika, sering kali dikenal sebagai Individual Mandate. Individual
Mandate (Wajib Punya Asuransi Kesehatan) karena sistem Obamacare baru bisa
berjalan jika setiap orang diwajibkan untuk mempunyai/membeli asuransi
kesehatan. Jika semua masyarakat yang dulunya pernah sakit berat (pre-existing
condition) ingin di cover asuransi kesehatan, syaratnya harus ada perwajiban
asuransi kesehatan. Tujuan individual mandate ini agar semua orang sehat
membeli asuransi kesehatan untuk membantu membiayai ongkos orang yang
sakit. Dengan kebijakan, tersebut maka masyarakat memiliki kewajiban untuk
membayar asuransi, dimana asuransi tersebut juga mendapat subsidi dari
pemerintah federal. Jadi dapat dikatakan bahwa ObamaCare bersifat wajib bagi
setiap warga Amerika, tak terkecuali warga negara yang mapan sekalipun. Dan
dengan diberlakukan sistem ini, semua provider asuransi kesehatan diwajibkan
menawarkan 10 manfaat kesehatan utama, antara lain perawatan emergency
(gawat darurat) dan perawatan pencegahan penyakit. Juga, orang-orang yang
dulunya pernah sakit berat,tidak boleh ditolak ketika membeli asuransi kesehatan
(anak-anak 2010, dewasa 2014) (Rice, et al., 2013).
Keuntungan Obama care adalah mengurangi harga pelayanan kesehatan
secara keseluruhan dengan membuat harga asuransi kesehatan oleh masyarakat
umum. Hal ini karena asuransi kesehatan bisa menjangkau dua kelompok yang
sebelumnya tidak mempunyai jaminan kesehatan. Yaitu baik masyarakat yang
masih muda dan sehat, serta masyarakat yang selama ini banyak membutuhkan
pelayanan kesehatan, sehingga terjadi subsidi silang. Keuntungan lain Obama care
adalah tersedianya pilihan asuransi kesehatan untuk semakin banyak warga
Amerika.
Kekurangan utama Obama care adalah meningkatnya biaya layanan
kesehatan di awal implementasinya buat pemerintah federal. Ini karena banyak
warga Amerika akan memperoleh perawatan pencegahan penyakit untuk pertama
kali dalam hidupnya. Hal ini bisa mengarah pada perawatan penyakit yang
sebelumnya tidak ketahuan dan dapat menaikkan biaya Obama care pada
permulaan, menurut Study on Preventive Health Care. Kekurangan selanjutnya
adalah kerugian terhadap individu dan bisnis yang harus membayarkan pajak
lebih tinggi. Di samping itu terdapat 3-5 juta pekerja, bisa kehilangan asuransi
kesehatan dari perusahaan tempat ia bekerja. Sebab beberapa perusahaan
menganggap akan lebih hemat, apabila karyawannya membeli asuransi kesehatan
sendiri dan membayar dendanya sendiri
2. Indonesia
Terdapat beberapa kelebihan dari BPJS, yaitu diantaranya :
a. Preminya yang dibayarkan terbilang cukup murah dibandingkan dengan
asuransi kesehatan lainnya, dan terdapat 3 golongan yang dapat dipilih oleh
masing-masing peserta BPJS.
b. Dengan biaya yang cukup terjangkau, masyarakat peserta BPJS sudah bisa
dilindungi dengan puluhan jenis penyakit, rawat inap, pembedahan, obat, dan
lainnya.
c. Tidak ada pengecualian untuk peserta yang telah memiliki penyakit
sebelumnya, untuk ikut mendaftarkan diri dalam asuransi BPJS kesehatan
milik pemerintah.
d. Tidak ada batasan plafond. Semua biaya dan berapa pun biaya perawatan yang
dijalani oleh peserta BPJS akan ditanggung oleh pemerintah, asalkan sesuai
dengan ketentuan dan standar yang sudah ditentukan oleh BPJS.

Meskipun BPJS telah memiliki kelebihan dan terbilang hampir sempurna,


tetapi ada saja kekurangan yang dimiliki oleh BPJS, diantanya adalah :
a. Memiliki prosedur yang panjang dibandingkan dengan asuransi kesehatan
lainnya, peserta BPJS harus melakukan sejumlah registrasi terlebih dahulu.
Misalnya, ketika seseorang sakit, lalu diwajibkan untuk datang ke Faskes
Tingkat I, apabila faskes tersebut tidak memiliki fasilitas yang dibutuhkan
maka pasien wajib meminta rujukan. Setelah mendapatkan rujukan pasien
baru dapat melanjutkan ke Rumah Sakit yang dirujuk tesebut.
b. Karena ini merupakan asuransi kesehatan milik negara, tentunya masyarakat
yang menggunakannya sangat banyak maka harus sabar ketika melakukan
perawatan. Terlebih lagi apabila jika ingin melakukanpembedahan,maka harus
bersabar dalam menunggu proses antrian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito Wiku. 2009. Sistem Kesehatan Edisi Kedua. Raja Grafindo Persada.
American Society of Health-System Pharmacists. 2019. ASHP statement on the pharmacist’s
role in primary care. Am J Health-Syst Pharm.
Depkes RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Departement Kesehatan. Jakarta.

Depkes RI. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJPK) 2005-
2025. Jakarta.
Dewi, Shita. Sistem Pembiayaan dan Kebijakan Pengendalian Biaya. Jurnal Kebijakan
Kesehatan Indonesia UGM, Vol. 02, No. 2. 2013.
Dewi Shita. Pemanfaatan Pembiayaan dalam Sistem Kesehatan di Indonesia. Jurnal
Kebijakan Kesehatan Indonesia. Vol 06 No 03. 2017.
DPE. 2016. THE U.S. HEALTH CARE SYSTEM: AN INTERNATIONAL PERSPECTIVE .
The US.
Murti Bhisma. Asuransi Kesehatan Berpola Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat di
Era Desentralisasi Menuju Cakupan Semesta. Institute of Health Economic and Policy
Studies (IHEPS). Universitas Sebelas Maret. 2011.
Jamsos Indonesia. 2019. Harapan Baru Di Era JKN. Diakses dari
http://www.jamsosIndonesia.com/cetak/printout/531. Pada tanggal 05
Desember 2019 pukul 20.00.
Putri, R. N. (2019). Perbandingan Sistem Kesehatan di Negara Berkembang dan Negara
Maju. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 19(1), 139-146.
Rice T, Rosenau P, Unruh LY, Barnes AJ, Saltman RB, van Ginneken E. United States of
America: Health system review. Health Systems in Transition, 2013; 15(3): 1–
431.Scott, D. M. (2016). United States Health Care System: A Pharmacy
Perspective. The Canadian Journal of Hospital Pharmacy , 69 (4).
https://doi.org/10.4212/cjhp.v69i4.1585
Scott D. M. 2016. United States Health Care System: A Pharmacy Perspective. The
Canadian journal of hospital pharmacy, 69(4), 306–315.
Trisnantoro L. Trend Pembiayaan Kesehatan di Berbagai Negara. Modul Magister
Manajemen RS UGM. Yogyakarta. 2014.
Undang – undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
WHO (2005). Achieving universal health coverage: Developing the health financing system.
Technical brief for policy-makers. Number 1, 2005. World Health Organization,
Department of Health Systems Financing, Health Financing Policy.

Anda mungkin juga menyukai