Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS PENGUBAHAN TINGKAH LAKU

Strategi dan teknik pengubahan tingkah laku


Role Play

Dosen Pengampu : Tatang Agus Pradana, M.Pd.

Disusun oleh:

ARMIYATUL LUQQOYYAH
NIM : 202414003

PRODI BIMBINGAN KONSELING


UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA AL-GHAZALI CILACAP
TAHUN 2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam proses perjalanan hidup, individu dapat mengalami peristiwa
dan situasi yang menimbulkan masalah yang mungkin tidak dapat diatasi
sendiri. Alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang
dihadapi individu tersebut adalah dengan mengikuti kegiatan konseling.
Dimana salah satu tujuan konseling adalah perubahan tingkah laku, yaitu
memodivikasi atau mengganti pola tingkah laku yang maladaptif atau
merusak, kearah yang lebih adaptif dan diterima secara sosial. Sehingga
individu dapat menjalani hidup lebih baik, berperilaku positif dan
meminimalisir munculnya masalah-masalah baru.
Namun untuk mengubah tingkah laku seseorang tidaklah semudah
membalikkan telapak tangan. Seorang konselor harus memiliki pemahaman
mendalam tentang teori dan teknik-teknik yang dapat digunakan dan dipilih
untuk membantu konseli. Ada banyak teknik yang digunakan konselor untuk
melakukan pengubahan tingkah laku konseli diantaranya adalah teknik role
play.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asal muasal teknik Role Play?
2. Bagaimana cara mengimplementasikan teknik Role Play?
3. Apa saja variasi teknik Role Play?
4. Bagaiamana contoh pengubahan tingkah laku menggunakan teknik Role
Play?
5. Bagaimana kegunaan dan evaluasi teknik Role Play?
C. Tujuan
1. Mengetahui Asal muasal teknik role play.
2. Mengetahui cara mengimplementasikan teknik role play.
3. Mengetahui variasi-variasi teknik role play.
4. Mengetahui contoh pengubahan tingkah laku menggunakan teknik role
play.
5. Mengetahui kegunaan dan evaluasi teknik role play.
BAB II
PEMBAHASA
N

A. Asal Muasal Teknik Role Play


Role play (bermain peran) adalah sebuah teknik yang digunakan oleh
konselor dari beragam orientasi teoritis untuk klien-klien yang perlu
mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang, atau melakukan
perubahan dalam, dirinya sendiri (James & Gilliland, 2003). Dalam sebuah
role play, klien dapat melakukan perilaku yang telah diputuskan dalam
lingkungan yang aman dan bebas resiko.
Role play adalah campuran antara terapi conditioned reflex (refleks
terkondisi) dari Salter, teknik Psikodrama dari Moreno, dan fixed role therapy
(terapi peran tetap) dari Kelly. Proses psikodrama dari Moreno melibatkan
tiga fase: (1) warm up (pemanasan), (2) enactment (memainkan peran), dan
(3) reenactment.
Pada kebanyakan role play, seseorang memainkan perannya sendiri,
peran orang lain, sejumlah keadaan diseputar sebuah situasi, atau reaksi-
reaksinya sendiri. Orang itu kemudian menerima umpan balik dari konselor
profesional atau dari para anggota kelompok jika role play dilakukan dalam
konteks kerja-kelompok. Role play terjadi di saat ini, bukan di masa lalu atau
masa mendatang; teknik ini lazim dimulai dengan adegan-adegan yang lebih
mudah untuk diperankan dan secara progresif ditingkatkan ke adegan-adegan
yang lebih kompleks.
B. Cara Mengimplementasikan Teknik Role Play
Sebelum mengimplementasikan teknik ini, seorang konselor harus
memahami empat elemen dan tiga fase yang ditemukan dalam role play.
Elemen- elemen tersebut meliputi:
1. Tthe encounter (pertemuan), yang dalam situasi ini berarti mampu
memahami persepektif orang lain. Bagian ini adalah bagian yang perlu
dalam role play karena klien kadang-kadang akan berganti peran dan
memainkan peran orang lain yang terlibat dalam situasinya.
2. The stage (panggung), adalah ruangan dengan alat bantu sederhana yang
dapat memberikan pengalaman realistis (M.E.Young, 2003).
3. The soliloquy (monolog), yang merupakan pembicaraan dimana klien
mengungkapkan pikiran-pikiran pribadi dan perasaan-perasaan yang
terkait dengannya. Konselor dapat belajar lebih banyak tentang kliennya,
melalui solilokui.
4. Doubling (penggandaan), menghasilkan kesadaran yang meningkat di
pihak klien dan terjadi ketika konselor profesional atau seorang anggota
kelompok lain berdiri di belakang klien, sementara itu, klien memainkan
sebuah adegan. Konselor setelah itu mengungkapkan pikiran-pikiran atau
perasaan-perasaan tak terungkap klien.
Sedangkan ketiga fase dalam role play adalah:
1. warm up (pemanasan), tujuan fase pemanasan adalah mendorong klien
untuk menjadi terhubung dengan situasinya, termasuk emosi-emosi terkait
yang akan dimain-perankan. Kegiatan pemanasan bisa dilakukan secara
mental atau fisik.
2. action (tindakan). Dalam fase tindakan, konselor profesional membantu
klien menetapkan adegan dengan menelaah detail-detail situasinya.
Konselor profesional juga harus membimbing klien dari realitas ke situasi
yang dibayangkan lalu kembali lagi ke realitas.
3. sharing and anaylis (berbagi dan analisis). Di dalam fase berbagi dan
analisis, konselor profesional dan para anggota kelompok (jika dilakukan
dalam ranah kelompok) berbagi apa yang mereka alami selama role play.
Analisis sering kali terjadi pada sesi tindak lanjut karena klien pada
umumnya terbangkitkan secara emosional di akhir role play. Dalam sesi
ini, klien berkesempatan untuk memproses informasi dan menerima
umpan balik.
M.E. Young (2013) menyatakan ada 7 (tujuh) langkah yang diikuti
oleh konselor profesional ketika mengimplementasikan teknik role play
dengan seorang klien, yaitu:
1. Warm up: konselor profesional menjelaskan tekniknya kepada klien,
dan klien memberikan deskripsi terperinci tentang perilaku, sikap,
atau
performa yang ingin diubah. Klen seharusnya didorong untuk
mendiskusikan keengganan apapun yang dipunyainya tentang teknik
role play.
2. Scene setting: konselor profesional membantu klien dalam menata
panggungnya. Bila perlu, perabotan bisa ditata ulang.
3. Selecting roles: klien menyebutkan dan mendeskripsikan orang-orang
signifikan yang terlibat dalam adegan-adegan.
4. Enactment: klien memerankan perilaku target, dan jika ia mengalami
kesulitan untuk itu, konselor dapat mencotohkan perilakunya. Klien
seharusnya mulai dengan adegan-adegan yang paling tidak sulit dan
sedikit demi sedikit beranjak ke adegan yang lebih sulit.
5. Sharing and feedback: konselor memberikan umpan balik yang
spesifik, sederhana, dapat dilihat, dan dapat dipahami klien.
6. Reenactment; klien berulang-ulang mempraktikan perilaku yang
ditargetkan dalam dan di luar sesi-sesi konseling sampai ia dan
konselor profesional yakin bahwa tujuannya telah tercapai.
7. Follow-up: klien memberitahu konselor profesional tentang hasil dan
kemauan latihannya.
C. Variasi-variasi Teknik Role Play
1. Teknik behavioral rehearsal; merupakan salah satu variasi paling lazim
dari role playing. Ketika klien melakukan perilaku target, ia diberi
penguatan dan reward, pertama oleh konselor profesional dan kedua
oleh pujian klien kepada dirinya sendiri (M.E.Young, 2013).
2. Mirror technique (teknik cermin) dalam terapi kelompok. Dalam versi
ini, anggota yang sedang memerankan adegan mengambil tempat duduk
tepat ketika perilaku kritis terjadi. Anggota kelompok lain mengambil
tempat anggota pertama dan memerankan perilaku atau respons
penampil aslinya. Penampil aslinya bisa melihat dan mengevaluasi
responnya. Sebuah respons baru dapat didiskusikan, dan penampil asli
kemudian dapat mempraktikannya (M.E.Young, 2013)
3. Teknik screenwriting (teknik menulis naskah film), dimana langkah
pertama adalah menciptaan seorang tokoh, kemudian para anggota
kelas
mendeskripsikan ciri-ciri umum tokoh tersebut, termasuk nama, umur,
etnisitas, profesi, status hubungan, dan keluarga. Back story (kejadian
yang terjadi sebelumnya yang membantu mewujudkan kejadian yang
digambarkan dalam film/cerita) juga perlu diciptakan. Impian,
khayalan, tujuan, krisis, keinginan sadar dan tak sadar, serta pengaruh
masyarakat pada tokoh tersebut juga perlu dipertimbangkan. Bagian
penting lain dari back story adalah memutuskan seperti ap kehidupan
keluarga sang tokoh selama masa pertumbuhannya dulu. Tekanan-
tekanan profesional dan personal yang dihadapi oleh klien seharusnta
diputuskan, demikian pula peristiwa yang memotivasi tokoh tersebut
untuk mencari konseling. Presenting problem (masalah yang membuat
klien mencari konseling) perlu realistis dan paling sedikit memiliki
salah satu manifestasi afektif, kognitif, somatik atau perilaku (Shepard:
1992)
D. Contoh Teknik Role Play
Intervensi konseling di dalam contoh ini terjadi di dalam sebuah seting
konseling kelompok untuk siswa-siswa SMA tahun pertama dan tahun
terakhir yang sedang memperbaiki ekspresi emosional dan interaksi sosial
dengan teman-teman sebayanya. Tina, adalah seorang anggota kelompok
yang memiliki riwayat bersikap pasif dalam hubungannya dengan orang lain,
ia sering mengabaikan kebutuhannya sendiri untuk menjaga pertemanan,
perdamaian atau kepentingan seseorang.
Konselor (K) : Tina...tampaknya ada sesuatu yang Anda pikirkan.
Tina (T) : Ya, saya rasa saya bisa memberitahu Anda tentang hal itu?
Itupun kalau Anda bersedia mendengarkannya.
K : Kami mau mendengarnya, Tina.
T : Baiklah, ini mungkin tampak sepele bagi kalian, tetapi
bagi saya ini sangat penting dan saya tidak tahu harus
berbuat apa tentang hal itu. Sebelum saya menceritakan
semuanya, saya ingin memastikan bahwa apa yang saya
katakan dalam kelompok ini tidak akan keluar dari sini.
K : Baiklah, saya pikir perlu mengingatkan semua orang
dalam kelompok ini, untuk senantiasa menjaga
informasinya hanya diantara kita saja. tidak
membicarakannya dengan orang lain yang tidak ada disini,
dan tidak membicarakannya dengan sesama anggota di
luar tempat ini. Setuju?
Jerome (J1) : Jangan khawatir Tina, kami tidak akan mengatakan apapun
pada siapapun. Kami mendukung Anda.
T : Saya tahu. Saya hanya harus memastikan. Baiklah. saya
mendengar bahwa teman yang telah empat tahun menjadi
sahabat saya, berbicara buruk tentang saya dengan teman-
teman lain. Pada awalnya saya tidak percaya hal itu, tetapi
saya melihat dia bertingkah aneh kepada saya, dia
mengabaikan saya ketika saya sedang bicara, bahkan
kemarin dia menunjukkan sikap tidak mendukung saya, dan
hari ini saya merasa dia terus menghindari saya. Padahal
biasanya kami selalu bersama-sama.
J1 : EHMM untungnya saya bukan perempuan. Laki-laki
tidak punya masalah seperti itu. Tapi..saya tetap
mendukung Anda Tina.
Susanna (S) : Saya paham betul Tin, dimarahi sahabat adalah sesuatu
yang sangat menyedihkan.
T : IYA, benar sekali.
K : Jadi, bagaimana semua ini mmemengaruhi diri anda
selama minggu ini Tin?
T : Saya jadu super paranoid dan terlalu memperhatikan
setiap hal kecil. Saya terus berpikir, apa salah saya
sehingga membuatnya bersikap seperti itu. Saya telah
berusaha untuk bersikap baik kepadanya dan menuruti
apapun yang ia inginkan, tetapi semua itu tampak tidak
ada artinya.
Jessie (J2) : Mengapa anda tidak tanyakan saja kepadanya?
Nina (N) : Iya Tin..tanyakan langsung saja padanya, biar jelas apa
yang membuatnya marah dan bersikap seperti itu pada
anda.
K : Nah..Tina, apakah anda sudah berpikir untuk
membicarakan tentang itu dengannya?
T : Saya ingin, tapi saya tidak tahu bagaimana caranya?
K : Maukah anda mencobanya disini, hari ini?
K : Apa maksud anda?
K : Baiklah, pasti sebelumnya anda juga pernah kan
menghadapi situasi dimana anda tidak mampu untuk
mengekspresikan diri atau tidak mampu menghadapi situasi
yang tidak nyaman seperti sekarang ini? saya rasa bermain-
peran percakapan yang anda inginkan dengan benar-benar
mencoba melakukannya di sini bersama kami akan dapat
membantu. Bagaiman menurut anda?
T : Ehmmm..baiklah sepertinya hal itu akan bisa membantu.
K : mungkin sebelumnya, saya ingin tahu apa tujuan yang
anda inginkan dari percakapan itu?
T : Saya hanya ingin tahu apakah dia marah kepada saya dan
apa alasannya? Saya juga ingin memberitahu dia bagaimana
perasaan saya sepanjang minggu ini.
K : Oke. Jadi, mengingat tujuan itu, selanjutnya mari kita
pikirkan tentang kapan anda menginginkan itu terjadi dan
dimana?
T : Kami besok ada latihan bola basket seusai sekolah, dan
biasanya setelah itu kami berdua. Itulah saat terbaik.
K ; Kalau begitu, apakah ada sesuatu diruang ini yang bisa
kita pindahkan atau kita ubah letaknya agar mirip dengan
tempat dimana besok anda akan bercakap-cakap
dengannya?
T : Tidak, tidak begitu menyerupai. Maksud saya, biasanya
kami berdiri, jadi mungkin saya berdiri saja, dan tidak perlu
lainnya.
K : OKE...jadi kami memahami masalah yang anda alami
denga sahabat Anda. Kami paham bahwa anda
menginginkan adanya percakapan terbuka dan jujur
dengannya, tetapi anda menglami kesulitan untuk
melakukan itu. Kami juga dengar ada mengatakan bahwa
anda ingin mengetahui perasaannya saat ini kepada anda.
Sekarang hal terakhir yang perlu anda lakukan sebelum kita
mulai adalah memilih salah satu anggota kelompok untuk
berperan sebagai sahabat anda.
Sampai titik itu konselor telah membimbing klien melalui fase pemanasan,
mengidentifikasi sebuah perilaku yang perlu diubah, dan pemilihan adegan
dan ranah. Segera setelah peran-peran dipilh, bermain peran pun dimulai.
T : Ehmmm...saya pilih Kenia.
K : Kenia? Oke. Bagus. Anda mau memerankan sahabat Tina?
Kenia (Kn) : Tentu saya mau.
K : Terimakasih, kenia. Apa anda punya pertanyaan untuk
Tina sebelum kita mulai?
Kn : Iya..Tin, apakah kamu bisa memberitahukan sedikit lagi
tentang seerti apakah sahabat anda itu, agar saya bisa
memerankannya dengan baik.
T : Sahabat saya itu bicaranya lantang, sangat ramah, lucu,
semua orang senang ketika berada di dekatnya dan dia
berjiwa pemimpin. Akan tetapi dia juga bisa sangat
defensif, dan reaksinya kadang-kadang aneh dan dia tidak
menghargai orang lain. Yah semacam itulah. Cukup?
Kn : Iya..kurasa cukup, dan sangat membantu.
K : Oke. (bangkit berdiri dan memberi isyarat untuk Tina dan
Kania sebagai sahabatna untuk berdiri juga). Saya meminta
semua orang untuk mndorong kursinya mundur sedikit
supaya kita memiliki ruangan yang sedikit luas. Tina, kalau
anda idak keberatan, saya akan berdiri dibelakang anda, di
sebelah kanan anda seperti ini, dan jika selama bermain
peran anda menemui jalan buntu...dan yang akan saya
lakukan disebut doubling, artinya saya berbicara atas nama
anda, mengatakan hal yang saya yakin tidak terucap...untuk
membantu anda mengatakannya. Boleh?
T : Tentu, itu bisa sangat membantu.
K : Bagus. Saat melakukan itu saya mungkin akan meletakkan
tangan saya di bahu anda, itupun kalau anda tidak
keberatan. Saya menginginkan anda menerima apa yang
saya katakan atas nama anda dan mengulanginya keras-
keras untuk diri anda sendiri, atau ubahlah agar lebih
mencerminkan perasaan anda lalu ucapkan keras-keras.
Paham?
T : Saya paham.
K : Oke. Sekarang bayangkan besok akan hampir sama seperti
hari ini. Anda menjalani hari seperti biasanya, dengan
anggapan tidak ada yang berubah, dan sekarang waktu
latihan basket berakhir dan semua orang sudah pergi,
tinggal kalian berdua yang berlatih melempar bola ke
keranjang.
Ingat konselor profesional bertanggungjawab memindahkan klien dari
realitas ke situasi yang dibayangkan.
T : Baiklah.
K : Sekarang tinggal anda dan sahabat anda...siapa namanya?
T : Stacy.
K : OKE... sekarang tinggal anda dan Stacy di tempat
latihan, melempar bola. Anda terlibat dalam percakapan
yang perlu anda lakuka dengan Stacy...anda sudah siap?
Kami semua mendukung anda.
T : Oke, Stacy... saya ingin membicarakan sesuatu dengan
anda.
Kenia sebagai Stacy (S): Ya, oke. Tentang apa?
T : Akhir-akhir ini, terutama minggu ini, perilaku anda
sangat berbeda.
S : Apa maksud anda?
T : Maksud saya, anda tidak seperti diri anda. Saya merasa
anda memperlakukan saya secara berbeda dan itu
membuat saya bertanya-tanya.
S : Apa maksud anda?(Jelas tampak jengkel)
T : (Menengok ke arah konselor) Saya tidak bisa
melakukan ini.
K : (Doubling dengan meletakan tangannya ke pundak Tina).
Hal ini penting untuk saya, dan saya perlu tahu mengapa
anda mengabaikan saya selama seminggu ini. Apakah saya
telah melakukan kesalahan?
S : Saya tidak tahu. Mungkin...
K : (Doubling) kita sudah lama bersahabat, dan sikap anda
yang berubah kepada saya, benar-benar telah membuat
saya sedih. Minggu ini saya benar-benar merasa anda
marah kepada saya.
T : Saya sangat peduli dengan persahabatan kita, dan tidak
ingin kehilangan itu. Minggu ini benar-benar berat dan
saya merasa terluka dengan perilaku anda.
S : Oke...jadi mari kita bicarakan. Saya sebenarnya tidak
bermaksud melukai perasaan anda. Sungguh. Hanya saja
sebagai sahabat, saya merasa anda berusaha terlalu keras
dengan melakukan apapun demi saya. Dan itu kadang-
kadang agak menggnggu. Iya, seharusnya saya
membicarakan hal itu dengan anda, dan tidak bertingkah
seperti itu. Sekarang saya tahu, apa yang saya lakukan
telah melukai perasaan anda. Saya minta maaf.
T : Benarkah? Maksud saya, anda masih menginginkan saya
menjadi sahabat anda? Anda hanya ingin saya sesekali
memberikan ruang untuk anda?
S : Ya.
T : Saya bisa melakukan itu. Pasti bisa, yang terpenting
adalah anda tidak marah kepada saya.
K : Oke, Tina. Apa anda sudah merasa lega?
T : Ya...ya...saya lega. Saya rasa besok bisa melakukannya.
K : Bagus! Baiklah, sekarang kita bisa duduk kembali dan
saya ingin mendengar reaksi, pendapat atau umpan balik
dari semua anggota kelompok, dan tentu saja kami semua
ingin mendengar dari anda, Tina.
Konselor teus memfasilitasi diskusi dengan umpan balik dari kelompok dan
dengan berbagai reaksi serta perasaan dari Tina.
E. Kegunaan dan Evaluasi Teknik Role Play
Teknik role play atau bermain peran biasanya digunakan dengan
klien- klien yang ingin mengubah sesuatu tentang dirinya sendiri dan efektif
untuk menangani individu, kelompok maupun keluarga. Teknik ini juga dapat
digunakan untuk membantu mempersiapkan guru untuk pertemuan orang tua-
guru (Johns, 1992). Hal ini sangat berguna bagi guru pemula yang mungkin
gugup menghadapi pertemuan semacam itu.
Bermain peran adalah sebuah teknik yang juga berguna ketika
menangani remaja di sekolah. Menurut Papadopulou (2012), bermain peran
memiliki banyak keuntungan untuk perkembangan kognitif, emosi, sosial, dan
bahasa. Role play memungkinkan orang untuk mengembangkan kemampuan-
kemampuan yang penting bagi keberhasilan penyesuaian kultural mereka.
Bermain peran juga dapat membantu memperkuat ketrampilan sosial anak,
mendorong tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menghasilkan ketrampilan
mendengarkan yang lebih baik. Bermain peran sangat berguna untuk
menangani remaja karena teknik ini mengharuskan siswa untuk ikut
berpartisipasi.
Teknik ini juga dapat digunakan untuk mengajarkan empati kepada
anak-anak sekolah dasar. Dengan mengintroduksikan berbagai dilema moral
kepada anak, siswa dapat mulai memahami perspektif yang berbeda dengan
perspektifnya sendiri.
Untuk meningkatkan efikasi teknik ini, penting bagi klien untuk
merasa nyaman memperlihatkan kelemahan mereka di depan konselor
profesional dan konselor profesional bisa jujur terhadap kliennya. Meskipun
bermain peran dianggap sebagai sebuah teknik yang efektif, namun ada
beberapa kelemahan dari teknik ini yaitu:
1. Klien kadang-kadang mengalami demam panggung dan tidak mau
memainkan skenarionya.
2. Konselor profesional perlu memastikan bahwa mereka memungkinkan
klien untuk mengendalikan arah bermain perannya.
3. Terkadang, emosi yang yang diekspresikan terlalu kuat sehingga
membuat klien dan konselor profesional merasa tidak nyaman.
Ivey dan Ivey (2007) menegaskan bahwa bermain peran seharusnya tidak
digunakan pada klien sampai masalah klien dipahami dengan jelas.
Disamping itu, kinerja klien setelah mengimplementasi bermain peran
seharusnya diperiksa untuk mendorong efikasi klien.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Teknik Role play merupakan campuran antara terapi conditioned reflex
(refleks terkondisi) dari Salter, teknik Psikodrama dari Moreno, dan fixed role
therapy (terapi peran tetap) dari Kelly.
2. Terdapat 4 elemen yang harus diperhatikan konselor sebelum
mengimplementasikan teknik role play: the encounter (pertemuan) , the stage
(panggung), The soliloquy (monolog), dan doubling (penggandaan). Menurut
M.E. Young (2013) ada 7 (tujuh) langkah teknik role play, yaitu:
a. Warm up: konselor profesional menjelaskan tekniknya kepada klien, dan
klien memberikan deskripsi terperinci tentang perilaku, sikap, atau
performa yang ingin diubah.
b. Scene setting: menata panggung.
c. Selecting roles: menentukan orang-orang yang terlibat dalam adegan-
adegan.
d. Enactment: klien memerankan perilaku target.
e. Sharing and feedback: konselor memberikan umpan balik yang spesifik,
sederhana, dapat dilihat, dan dapat dipahami klien.
f. Reenactment; klien berulang-ulang mempraktikan perilaku yang
ditargetkan dalam dan di luar sesi-sesi konseling.
g. Follow-up: klien memberitahu konselor profesional tentang hasil dan
kemauan latihannya.
DAFTAR PUSTAKA

Bradley T, Erford. (2019).40 Teknik yang Harus Diketahui Setiap Konselor (Edisi
Ke-2). Pustaka Pelajar. 358-371

Anda mungkin juga menyukai